BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bioekologi Siput Gonggong Biologi Siput Gonggong Sistematik klasifikasi siput gonggong adalah sebagai berikut (Wye 1997dalamUtami 2012): Kingdom : Animalia Filum : Moluska Kelas : Gastropoda Ordo : Neotaenioglossa Famili : Strombidae Genus : Strombus Gambar 1. Siput gonggong (Strombus turturella) Sumber : zipcodezoo 2010 Siput gonggong merupakan salah satu spesies dari siput laut menengah, yang termasuk dalam filum moluska dan berada dalam keluarga strombidae yangdianggap sebagai spesies ekonomis penting di Indo-Pasifik Barat.Pada tingkatindividu dewasa memiliki cangkang berwarna coklat kekuningan atau emas dan abu-abu. Selain itu juga siput gonggong memiliki karakteristik, yaitu cangkangmenyerupai gasing dan tutup cangkang berbentuk sabit, mulut cangkang (aperture) tumbuh melebar ke arah luar, lekukan stromboid terletak di sisi kanan anterior cangkang, tepi cangkang bagian luar (outer lip) menebal, lapisan cangkangnya tebal, permukaan gelung besar rata tanpa tonjolan atau lekukan, panjang maksimum cangkang dapat mencapai 100 mm, tetapi umumnya berukuran 65 mm. Permukaan luar cangkang mulus, saluran siphonal yang

2 terdapat pada spesies ini berbentuk lurus, dan pendek, serta columella yang halus dan benar-benar tanpa lipatan. Pada bagian tubuh yang tegak dengan beberapa alur spinal anterior yang menegak berbentuk kerucut, berkerut, dan halus. Cangkang siput gonggong lebih berfungsi sebagai alat gerak pengeruk substrat dan bela diri atau mempertahankan diri daripada sebagai tutup cangkang, karena tidak menutup seluruh daerah mulut cangkang (Yonge1976dalam Utami 2012).Pertumbuhan cangkang moluska sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan-bahan pembentuk cangkang, seperti kalsium karbonat sebagai unsur makro, magnesium karbonat, silikat, fosfat, asam amino, seperti asam asparatik, serine, alanine dan lainnya sebagai unsur mikro (Bevelander et al 1981) Habitat dan Tingkah Laku Siput Gonggong Habitat siput gonggong umumnya adalah substrat lumpur berpasir yang banyak ditumbuhi tumbuhan bentik seperti lamun dan makro alga, mulai dari batas surut terendah hingga kedalaman ± 6 meter (Abbott, 1960). Pemilihan habitat ini mengikuti ketersediaan makanan berupa detritus dan makro alga serta kondisi lingkungan yang terlindung dari gerakan massa air (Nybakken, 1988). Siput gonggong lebih bersifat epifauna atau hidup di atas permukaan substrat, walaupun hewan ini juga memiliki kebiasaan membenamkan diri pada waktu-waktu tertentu.pemilihan ini dikarenakan kegiatan mencari makan dan reproduksi dilakukan di permukaan substrat.jenis siput laut ini memiliki tingkah laku dalam beberapa fase sebagai berikut fase membenamkan diri ke dalam substrat, fase aktif mencari makan di permukaan substrat, dan fase reproduksi. Siput gonggong akan membenamkan diri ke dalam substrat pada saat pergerakan masaa air Reproduksi dan Siklus Hidup Menurut Barker (2001), banyak gastropoda alat kelaminnya terpisah, sehingga tiap individu adalah dioseus dengan satu gonad yang terletak dekat apex. Secara umum Gastropoda memiliki alat kelamin yang terpisah, begitu pula halnya dengan siput gonggong (Strombus turturella).

3 Penelitian tentang reproduksi siput gonggong belum banyak dilakukan baik di daerah tropis maupun sub-tropis.musim penangkapan siput gonggong di perairan P. Bintan Riau mencapai puncaknya pada bulan Mei hingga Oktober (Amini, 1986). Menurut Barnes(1994)dalam Siddik (2011), kebanyakan gastropoda bersifat dioseus dengan sebuah gonad (ovari atau testis) terletak dekat saluran pencernaan dalam massa viseral (Gambar 2). mata Saluran telur operculum Gambar 2. Siput Gonggong jantan dan betina dewasa (Dody, 2009) Ketika terjadi perkawinan, pembuahan terjadi di dalam, kemudian telur dibungkus semacam agar dan dikeluarkan dalam bentuk rangkaian kalung, pita atau berkelompok, telur siput gonggong berbentuk seperti rangkaian kalung (Gambar 3).

4 Gambar 3. Siklus Hidup Gonggong ( Dody, 2009 ) Stadium trochophore berlangsung didalam pembungkus telur dan menetas sebagai larva veliger yang berenang bebas.ciri khas larva veliger adalah mempunyai velum yang bersilia, kaki, mata, dan tentakel.velum berfungsi sebagai alat untuk berenang dan mengalirkan makanan ke mulut karena veliger merupakan pemakan suspensi (Appeldorn, 1988).Pada akhir stadium veliger kaki sudah cukup besar untuk merayap, maka larva turun ke substrat dan melakukan metamorfosa.velum hilang dan bentuk tubuh berubah seperti dewasa.saat metamorfosa merupakan saat yang paling kritis dalam daur hidup gastropoda (Barnes1994dalam Dody 2007). Menurut Barker (2001) : 1) Fertilisasi telur (telur berdiameter 0,23 mm dan kuning telur berdiameter 0,18mm). 2) Fase trokofor yang mulai aktif berenang (19 jam setelah pemijahan). 3) Fase veliger muda (umur 29 jam dengan panjang 0,26 mm). 4) Fase veliger yang mulai aktif berenang dan sudah memiliki organ stigmas dan cephalic tentakel (umur 2,5 hari dengan panjang 0,29 mm). 5) Fase veliger sempurna dalam tingkat pertumbuhan awal (umur 5 hari dengan panjang tubuh 0,29 mm). 6) Fase pertumbuhan memasuki stadia larva dan mulai membentuk cangkang peristomal (umur 13 hari). 7) Fase dewasa yang telah memiliki organ respirasi (140 hari dengan panjang tubuh 3,0 mm). 8) Fase selanjutnya membentuk cangkang muda (160 hari dengan panjang tubuh 3,7 mm). 9) Fase dewasa Pada studi terbaru menunjukkan bahwa seksual dimorfirm terjadi padamasa-masa awal selama saat ontogeny spesies.siput gonggong jantanmencapai tingkat kematangan awal lebih pendek ukurannya dibandingkansiput betina.individu-individu mencapai dewasa pada saat bibir luarnya sudahpadat atau tebal.kebiasaan makan siput gonggong yang cenderung herbivoryaitu memakan algae yang biasanya terdapat plada detritus (Cob et al.,

5 2009).Menurut Sugiarti dkk (2005), siput gonggong hidup sebagai depositfeeder, mempunyai probosis yang besar untuk menyapu dan menyedot endapan di dasar perairan Pengolahan dan Nilai Gizi Siput Gonggong Pengolahan siput gonggong hanya cukup direbus dengan dibubuhi sedikit garam. Di restoran ataupun kaki lima, cara menyajikannya hanya dengan merebus, dan dimakan dengan saos tomat ataupun sambal yang diberi kacang tanah ataupun bumbu lainnya untuk kemudian dihidangkan dalam keadaan hangat. Untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang ada (pasir, lumpur, lendir) maka penanganan sebelum diolah/direbus, dilakukan dengan cara menaruh lebih dahulu di perairan yang bersih dengan menggunakan keranjang atau jaring. Analisis kandungan nilai gizi Strombus turturellayang dilakukan pada Balai Penelitian Teknologi Perikanan di Jakarta (Amini, 1986) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil penelitian nilai gizi siput gonggong Kandungan Gonggong segar (%) Gonggong rebus (%) Air 85,47 80,79 Abu 2,51 1,45 Protein 9,77 15,38 Lemak 0,85 1,10 Garam 1,49 0,58 T.V.B. (mg.n %) 6,15 3,67 T.M.A. (mg.n %) 0,89 0,99 Karbohidrat Tidak dianalisa, karena terlalu kecil Kebijakan Pengelolaan Siput Gonggong Sampai saat ini pengaturan pemanfaatan secara lestari atau pengelolaan gonggong belum ada.tanpa adanyaupaya pengelolaan dikhawatirkan siput gonggong sebagai sumberdaya alam dapat menurun atau menjadi langka seperti yang telah terjadi terhadap beberapa sumberdaya alam laut lainnya.

6 Dari aspek pengelolaan, potensi penurunan ini antara lain terlihat dari tidak adanya pengaturan wilayah tangkap gonggong di lokasi studi. Dengan kata lain semua wilayah menjadi daerah tangkap. Upaya penangkapan gonggong semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah gonggong dari tahun ke tahun.cara penangkapan gonggong semakin bervariasi dan intensif.bila sebelumnya gonggong hanya ditangkap dengan menggunakan tangan pada saat air surut, kini telah ada penggunaan pukat gonggong. Dikhawatirkan penggunaan pukat ini akan menyebabkan tingkat pengambilan gonggong yang sangat intensif selain kerusakan habitat lamun. Meskipun pengambilan gonggong bukan sebagai sumber mata pencaharian utama masyarakat, namun rata-rata pendapatan dari hasil penjualan cukup memadai sekitar Rp ,00. Selain itu gonggong juga menjadi sumber makanan bagi masyarakat.berdasarkan hasil diskusi dengan kelompok-kelompok masyarakat diketahui bahwa ada keinginan untuk mengelola gonggong melalui pembatasan ukuran tangkap, pengaturan penangkapan, dan penggunaan alat tangkap, serta pembuatan daerah larang ambil sebagi sumber pembibitan.aturanaturan pengelolaan ini diharapkan dapat dibangun dan disepakati secara bersama antara pemerintah daerah dengan masyarakat, diformalkan melalui peraturan daerah dan disosialisasikan ke masyarakat luas termasuk pengusaha gonggong dan pemilik restoran (Laporan akhir DKPPKE Kota Tanjungpinang, 2012) Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Siput Gonggong (a) Substrat dasar dan sedimen perairan Substrat merupakan tempat tinggal tumbuhan dan hewan yang hidup di dasar perairan atau di permukaan benda yang ada di kolom perairan.substrat juga berguna sebagai habitat, tempat mencari makan, dan memijah bagi sebagian besar organisme akuatik. Menurut Hynes (1978) dalamhonata (2010) faktor utama yang menentukan penyebaran, kepadatan, dan komposisi jenis bentik adalah substrat dasar perairan, yaitu lumpur, pasir tanah liat berpasir, kerikil dan batu. Tipe substrat suatu perairan akan mempengaruhi penyebaran, kepadatan, dan komposisi bentos.

7 Penyebaran dan kepadatan siput berhubungan dengan diameter rata-rata butiran sedimen, kandungan debu dan liat, serta cangkang-cangkang biota yang telah mati, yang secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar ukuran butiran berarti semakin kompleks substrat, sehingga semakin beragam pula jenis biotanya.menurut Odum (1993) menyatakan bahwa substrat dasar yang berupa batu-batu pipih dan batu kerikil merupakan lingkungan hidup yang baik bagi organisme bentik yang memiliki kepadatan dan keanekaragaman yang besar dibandingkan dengan perairan yang berpasir dan berlumpur halus. Pada jenis sedimen berpasir, kandungan oksigen relatif besar dibandingkan pada sedimen yang halus karena pada sedimen berpasir terdapat pori udara yang memungkinkan terjadinya pencampuran yang lebih intensif dengan air di atasnya, tetapi pada sedimen ini tidak banyak nutrien, sedangkan pada substrat yang lebih halus walaupun oksigen sangat terbatas tapi tersedia nutrien dalam jumlah besar (Wood, 1987dalam Utami, 2012). Spesies siput gonggong umumnya mendiami substrat lunak dan dapat ditemukan pada substrat yang didominasi oleh pasir hingga pasir berlumpur (Dody, 2007). Distribusi dan kelimpahan moluska dipengaruhi oleh diameter rata-rata butiran sedimen, kandungan debu, liat, dan adanya kandungan cangkangcangkang organisme yang telah mati dan kestabilan substrat.kestabilan substrat dipengaruhi oleh pengadukan substrat oleh alat tangkap.kelimpahan dan keanekaragaman jenis epifauna meningkat pada substrat yang banyak mengandung cangkang organisme yang telah mati.jenis-jenis dari kelas gastropoda dan bivalvia dapat tumbuh dan berkembang pada sedimen halus, karena memiliki alat-alat fisiologi khusus untuk beradaptasi pada lingkungan perairan yang memiliki tipe substrat berlumpur (seperti siphon yang memanjang) (Discoll & Brandon, 1973 dalampratami, 2005). (b) Suhu Suhu air dipermukaan dipengaruhi oleh curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas matahari.suhu air di perairan Indonesia umumnya berkisar antara C.Suhu air di dekat pantai

8 biasanya sedikit lebih tinggi daripada yang di lepas pantai (Nontji, 2002).Suhu air pada lapisan permukaan memperlihatkan nilai yang lebih bervariasi daripada suhu air pada lapisan yang lebih dalam.suhu pada lapisan permukaan cenderung lebih hangat daripada lapisan di bawahnya, dan maksimum suhu air teramati pada lapisan permukaan (BAPPEDA, 2007). Menurut Dody (2007) bahwa siput gonggong hidup pada kisaran suhu antara 28,5-29,9 C. Pada perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar, sehingga suhu air di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan dangkal.suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan organisme perairan. Pada umumnya peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan mempercepat perkembangan organisme perairan. Perubahan suhu dapat menjadi isyarat bagi organisme untuk memulai atau mengakhiri berbagai aktivitas, misalnya reproduksi (Nybakken, 1988). (c) Salinitas Salinitas adalah total konsentrasi dari seluruh ion terlarut dalam perairan yang dinyatakan dalam satuan gr/kg atau. Salinitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan organisme, misalnya dalam distribusi biota akuatik. Penurunan salinitas di perairan estuari akan mengubah komposisi dan dinamika populasi organisme. Tanggapan atau respon organisme terhadap kadar salinitas berbeda-beda (Levinton, 1982 dalamippah, 2007). Nilai salinitas di sekitar perairan Teluk Klabat berkisar antara 24,95-32,73 PSU (BAPPEDA, 2007). Menurut (Dody2007) bahwa siput gonggong pada kisaran salinitas antara 31,0-33,3. Menurut Venberg & Venberg (1972) bahwa salinitas optimum bagi bivalvia berkisar antara 2-36.Suhu dan salinitas merupakan parameter yang penting diukur, karena fluktuasinya sangat tinggi, umumnya di daerah estuari.fluktuasi alami salinitas di daerah pasang surut dapat disebabkan oleh penguapan besar, curah hujan, dan berbagai aktivitas manusia, terutama di daerah

9 pesisir dekat muara sungai yang mengeluarkan sejumlah besar air tawar.kelimpahan larva menunjukkan hubungan dengan penurunan salinitas. (d) Derajat keasaman (ph) Toksisitas suatu senyawa kimia juga dipengaruhi ph.senyawa ammonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki ph rendah.ammonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun pada suasana alkalis (ph tinggi) lebih banyak ditemukan ammonia yang tak terionisasi (unionized) dan bersifat toksik. Ammonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan ammonium (Tebbut, 1992 dalameffendi, 2003). Menurut Odum (1971) bahwa perubahan ph pada perairan laut biasanya sangat kecil, karena adanya turbulensi massa air yang selalu menstabilkan perairan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan ph dan menyukai nilai ph sekitar 7-8,5. Nilai ph akan mempengaruhi proses biologi kimiawi perairan. Keanekaragaman bentos mulai menurun pada ph 6-6,5 (Effendi, 2003). Sementara menurut Nybakken (1992) lingkungan perairan laut yang memiliki ph yang bersifat relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,5-8,4. Menurut Dody (2007) bahwa siput gonggong hidup pada kisaran ph antara 7,60-7,67. (e) Kekeruhan Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air.kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus) maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (Davis & Cornwell, 1991 dalameffendi, 2003).Banyak organisme akuatik, khususnya filter feeder, tidak dapat mentolerir konsentrasi bahan anorganik dalam jumlah yang besar (Wetzel, 2001 dalamhonata, 2010). Kriteria baku mutu air laut untuk biota laut pada kekeruhan menurut KEPMEN LH tahun 2004 adalah lebih dari 5 NTU.

10 (f) Oksigen terlarut (DO) Oksigen terlarut yang terdapat dalam air laut berasal dari difusi udara dan fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan bentik.kecepatan difusi oksigen dari udara ke dalam air sangat lambat, sehingga fotosintesis fitoplankton merupakan sumber utama dalam penyediaan oksigen terlarut di perairan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan oksigen antara lain suhu, salinitas, pergerakan massa air, tekanan atmosfer, luas permukaan air, dan persentase oksigen sekelilingnya (BAPPEDA, 2007). Kadar oksigen berfluktuasi tergantung pada proses pencampuran, pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke dalam badan perairan (Effendi, 2003). Penurunan oksigen terlarut secara temporer selama beberapa hari biasanya tidak mempunyai pengaruh yang berarti karena moluska dapat melakukan metabolisme secara anaerob namun metabolisme ini akan menyebabkan organisme kekurangan energi sehingga mempengaruhi aktivitas lainnya seperti reproduksi dan pertumbuhan. Kadar oksigen terlarut optimum bagi moluska bentik adalah 4,1-6,6 mg/l, sedangkan kadar minimal yang masih dalam batas toleransi adalah 4 mg/l (Clark, 1974). Menurut Sutamihardja (1978) dalambappeda (2007) kadar oksigen terlarut yang normal di perairan laut berkisar antara 5,7-8,5 mg/l Opsi-opsi Pengelolaan SiputGonggong Di Kota Tanjungpinang Dari perspektif pengelolaan perikanan dan hasil kajian ini terdapat 4 opsi bagi pengelolaan sumberdaya gonggong di Kota Tanjungpinang.Meskipun begitu berdasarkan kondisi yang ada, dari opsi prioritas yang mungkin untuk diterapkan adalah melalui pembentukkan daerah perlindungan menggunakan sistem zonasi dan pengaturan ukuran gonggong yang ditangkap (Laporan akhir DKPPKE Kota Tanjungpinang, 2012).

11 (a) Zonasi Perlindungan Gonggong Salah satu opsi untuk pengelolaan gonggong yang berkelanjutan di perairan Kota Tanjungpinang adalah melalui penetapan daerah perlindungan atau daerah larang ambil.berdasarkan hasil pengamatan di wilayah perairan Desa Sekatap, dari dua stasiun pengamatan tidak terdapat perbedaan nyata rata-rata kerapatan siput gonggong. Berdasarkan berbagai hasil kajian dan literatur, untuk memastikan terjaganya suatu sumberdaya maupun keanekaragaman hayati, zona inti, atau larang ambil sebaiknya mencakup 30 % dari habitat penting yang akan dikelola. Kesepakatan di tingkat masyarakat dalam menetapkan zona inti dan bentuk pengelolaan lainnya di luar zona inti jauh lebih penting untuk memastikan bahwa aturan pengelolaan akan diikuti oleh masyarakat nelayan pengambil siput gonggong (Laporan akhir DKPPKE Kota Tanjungpinang, 2012). (b) Pembatasan Ukuran Tangkap Salah satu permasalahan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan adalah ukuran tangkap yang cenderung lebih kecil dari ukuran layak tangkap.menurut (Hutcings dan Baun, 2005) ukuran layak tangkap biasanya mengacu pada ukuran ikan pada pertama kali matang gonad. Menurut Cobs et al. (2009), rata-rata ukuran cangkang dewasa untuk siput gonggong berkisar antara 54,14 hingga 58,51 mm. informasi ini dapat dijadikan dasar bagi pengelolaan pemanfaatan siput gonggong, dimana ukuran gonggong yang ditangkap sebaiknya memiliki ukuran minimal 54,14 mm atau lebih kurang 5,5 cm. Meskipun secara umum bahwa mekanisme pasar telah membantu dalam pengaturan ukuran gonggong yang telah ditangkap (dimana pembeli hanya menerima gonggong yang telah dewasa), akan tetapi pembatasan ukuran tangkap harus diterapkan secara ketat untuk memastikan kelestarian sumberdaya siput gonggong. Lebih jauh, memodifikasi ukuran mata jaring pada alat pukat gonggong perlu dilakukan untuk memastikan bahwa gonggong yang tertangkap telah mencapai ukuran layak tangkap/dewasa (Laporan akhir DKPPKE Kota Tanjungpinang, 2012).

12 2.1.8 Keberadaan Siput Gonggong di Provinsi Kepulauan Riau Ancaman kepunahan organisme laut terutama moluska di berbagai ekosistem akibat eksploitasi yang berlebihan, berubahnya ekosistem oleh sebab bencana alam, konversi ekosistem, pencemaran, maupun kerusakan fisik oleh sebab-sebab lain seperti penambangan di darat maupun di perairan pesisir, menyebabkan habitat dari moluska dan biota lainnya di perairan semakin terancam. Hal yang sama juga terjadi di perairan Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan salah satu habitat siput gonggong yang potensial. Kerusakan habitat dan populasi biota laut akibat aktifitas manusia maupun sebab-sebab lain, akan memberikan dampak yang cukup serius. Dampak kerusakan ini akan berpengaruh pada siput gonggong yang merupakan salah satu jenis moluska dari kelas Gastropoda dan berpotensi sebagai sumber daya alami yang memiliki nilai gizi tinggi serta disukai masyarakat sebagai bahan makanan olahan, juga mempunyai nilai tambah yang cukup tinggi bagi perekonomian masyarakat di sekitar pantai Menurut wawancara kepada beberapa nelayan dan pemilik restoran seafood dan oleh-oleh khas Tanjungpinang, siput gonggong (Strombus turturella) dijual dalam bentuk olahan maupun segar. Beberapa restoran Sea Food menjual dengan harga yang cukup tinggi per porsinya (berisikan ekor) yang dijual dengan harga Rp ,- sampai Rp ,- per porsi, sedangkan yang sudah dalam bentuk olahan (kerupuk) dijual dengan harga Rp ,- sampai Rp ,- per bungkus. Hal ini menyebabkan meningkatnya permintaan, sehingga mengakibatkan tingginya tingkat eksploitasi pada musim-musim tertentu terhadap siput tersebut.tekanan yang diterima mengakibatkan berkurangnya populasi di alam serta penurunan dalam hal ukuran. Bila kondisi tersebut berlangsung terus-menerus dalam kurun waktu tertentu maka akan mengakibatkan kepunahan. Di lain pihak penurunan kualitas lingkungan yang di indikasikan dengan laju sedimentasi yang cukup tinggi sebagai akibat penambangan timah di daratan maupun perairan pantai yang semakin banyak dilakukan oleh masyarakat penambang bauksit memberikan andil

13 dalam proses degradasi lingkungan. Akibat dari faktor-faktor diatas, maka ukuran maksimum, jumlah, dan frekuensi penemuan siput di alam juga berkurang. 1.2.Bioekologi Lamun Biologi Lamun Menurut den Hartog (1970) dan Menez, Phillips, dan Calumpong (1983)dalam (Tangke 2010) adalah sebagai berikut : Divisi : Anthophyta Kelas : Angiospermae Famili : Potamogetonacea Subfamili : Zosteroideae Genus : Zostera Phyllospadix Heterozostera Subfamili : Posidonioideae Genus : Posidonia Subfamili : Cymodoceoideae Genus : Halodule Cymodoceae Syringodium Amphibolis Thalassodendron Famili : Hydrocharitaceae Subfamili: Hydrocharitaceae Padang lamun atau yang lebih di kenal dengan kata seagrass merupakan habitat pantai yang sangat unik. Dengan ditumbuhi oleh lamun (golongan macrophita) yang dapat beradaptasi dengan kondisi pantai yang labil, tumbuhan lamun memberikan banyak fungsi ekologis bagi organisme yang berasosiasi dengan habitat lamun. Banyak organisme yang secara ekologis dan biologis sangat tergantung pada keberadaan lamun. Banyak orang awam mengenal kata seagrass sebagai "rumput laut" yang konotasinya ke arah seaweed. Namun jika ditelusuri lebih jauh tentang kedua tumbuhan ini akan sangat jauh perbedaannya. Sebagai tumbuhan sejati, lamun merupakan tumbuhan yang mempunyai akar (Rhizoma), batang, daun, bunga, dan buah (beberapa spesies).berbeda dengan seaweed yang merupakan makroalga

14 yang tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati.sebagai tumbuhan tingkat tinggi, seagrass mempunyai sistem reproduksi dan pertumbuhan yang khas. Lamun merupakan satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yang terdapat di lingkungan laut. Tumbuh-tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan laut lainnya (alga dan rumput laut), lamun berbunga, berbuah, dan menghasilkan biji. Mereka juga mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan zat-zat hara. Lamun dapat membentuk kelompok-kelompok kecil sampai berupa padang yang luas. Padang lamun dapat bebentuk vegetasi tunggal yang disusun oleh satu jenis lamun atau vegetasi campuran yang disusun mulai 2-12 jenis lamun yang tumbuh(kiswara, 1999). Seperti layaknya padang rumput, lamun dapat menyebar dengan perpanjangan akar. Penyebaran lamun terlihat sedikit unik dengan pola penyebaran yang sangat tergantung pada topografi dasar pantai, kandungan nutrien dasar perairan (substrat), dan beberapa faktor fisik dan kimia lainnya. Kadang terlihat pola penyebaran yang tidak merata dengan kepadatan yang relatif rendah dan bahkan terdapat semacam ruang-ruang kosong di tengah padang lamun yang tidak tertumbuhi oleh lamun. Kadang-kadang terlihat pola penyebaran yang berkelompok-kelompok, namun ada juga pola penyebaran yang merata tumbuh hampir pada seluruh garis pantai landai dengan kepadatan yang sedang dan bahkan tinggi. Jenis-jenis Lamun dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Jenis-jenis dan Ciri Morfologi Lamun di Indonesia Jenis Lamun Ciri Morfologi 1. Cymodocea rotundata - Panjang daun berkisar antara 7 15 cm dan lebar daun 2-4 mm. - tiap tunas terdiri dari 2 7 helai daun. - Terdapat 9 15 tulang daun. - Ujung daun membulat dan tumpul, terkadang berbentuk sepert hati. - Terdapat di perairan dangkal

15 2. Cymodocea serrulata - Panjang daun berkisar antara 6 15 cm dan lebar 4 9 mm. - Tiap tunas terdiri dari 2 5 helai daun. - Terdapat tulang daun. - Tepi daun tampak jelas dan pada badan daun terdapat seperti bercakbercak kecoklatan. - Pangkal daun menyempit dan ujung daun seperti gergaji. 3. Thalassia hemprichii - Panjang daun mencapai 40 cm dan lebar daun 0,4 1,0 mm. - Terdapat tulang daun. - Helaian daun berbentuk pita. - Pada helaian daun terdapat ruji-ruji hitam yang pendek. - Ujung daun membulat. 4. Halophila ovalis - Panjang daun berkisar antara 1 4 cm,dan lebar daun 0,5 2,0 cm. - Helai daun berbentuk bulat panjang. - Terdapat pasang tulang daun. - Bagian tepi daun halus dan rhizomanya tipis dan halus.

16 5. Halophila spinolosa - Daunnya bulat panjang, berbentuk seperti pisau. - Terdapat 4 7 pasang tulang daun. - Tiap tunas terdiri sampai 22 daun. - Tepi daun bergerigi. - Diameter biji sekitar 0,5 mm. - Tidak mempunyai tangkai daun. 6. Halodule uninervis - Biasanya ukurannya lebih besar dari Halodule pinifolia. - Pangkal daun memiliki lebar antara 0,25 5,00 mm. - Tulang daun tidak lebih dari 3. - Ujung daun seperti trisula atau membentuk huruf v. - Bagiantengahtulangdaun yang hitambiasanyatidakrobekmenjadiduap adaujungdaunnya. 7. Halodulepinifolia - Spesies terkecil dari jenis halodule. - Panjang daun kurang dari 20 cm dan lebar daun antara 0, 25 1,25 mm. - Daunnya lurus dan tipis, tulang daun tidak lebih dari 3. - Ujung daun berbentuk seperti huruf v terbalik.

17 8. Syringodium isoetifolium - Panjang daun berkisar antara 7 30 cm. - Daunnya berbentuk silindris atau seperti kabel kecil dengan diameter 1 2 mm. - Tiap tunas terdiri dari 2 3 helai daun. - Daunnya menyempit pada bagian pangkal dan meruncing di bagian ujung daun. - Rhizomanya tipis. 9. Enhalus acoroides - Merupakan jenis lamun yang terbesar. - Rhizomanya kokoh - Panjang daun berkisar cm dan lebar daun 1,2 1,4 cm. - Daun berbentuk pita dengan penebalan di tepinya. - Tiap tunas terdiri dari 2 6 daun. 10. Thalassodendron ciliatum - Ukuran tunas tegak dapat mencapai cm. - Daun memiliki panjang cm dan lebar daun 0,5 1,4 cm. - Tulang daun lebih dari 3. - Terdapat tulang daun. - Ujung daun membulat.

18 2.2.2.Ciri Umum (a) Akar Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang dapat digunakan untuk taksonomi. Akar pada beberapa spesies seperti Halophila dan Halodule memiliki karakteristik tipis(fragile), seperti memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat. Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan rhizoma dan memiliki adaptasi khusus (contoh : aerenchyma, sel epidermal) terhadap lingkungan perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang dikelilingi oleh endodermis. Stele mengandung phloem (jaringan transpor nutrien) dan xylem (jaringan yang menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik untuk menyalurkan air maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak berperan penting dalam penyaluran air (Tangke,2010). (b) Batang Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung dari susunan saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama-sama dengan akar, menancapkan tumbuhan ke dalam substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan memiliki peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif. Dan reproduksi yang dilakukan secara vegetatif merupakan hal yang lebih penting daripada reproduksi dengan pembibitan karena lebih menguntungkan untuk penyebaran lamun. Rhizoma merupakan 60-80% biomasa lamun (Tangke, 2010). (c) Daun Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun,

19 bentuk puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daun Cymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan Cymodocea rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun (Tangke. 2010). Gambar 4. Morfologi berbagai jenis lamun(mckenzie, 2009) Peran Ekologi Tumbuhan lamun memiliki peran ekologis bagi berbagai organisme yang berasosiasi dengannya. Banyak organisme yang bergantung pada keberadaan lamun secara biologis seperti ikan, kepiting, udang, lobster, seaurchin (bulu babi), dan lainnya termasuk teripang sebagai daerah mencari makan (feeding ground), daerah asuhan (nursery ground), dan daerah pemijahan (spawning ground). Selain itu padang lamun memiliki fungsi secara fisik yaitu dapat mengurangi tenaga arus dan gelombang yang masuk ke wilayah pantai sehingga menyebabkan perairan menjadi tenang dan dengan adanya vegetasi lamun menyebabkan perairan menjadi relatif jernih karena vegetasi lamun dapat juga menyaring sedimen yang terlarut dalam air (Kiswara 1999). Pada ekosistem lamun, rantai makanan tersusun dari tingkat-tingkat trofik yang mencakup proses dan pengangkutan detritus dari ekosistem lamun ke konsumen yang agak rumit. Sumber bahan organik berasal dari produk lamun itu sendiri, disamping tambahan dari epifit dan alga makrobentos, fitoplankton, dan

20 tanaman darat.zat organik dimakan fauna melalui perumputan (grazing) atau pemanfaatan oleh detritus. Menurut Supriharyono (1995) dalam Jacobus (2008) produktivitas primer yang ada di ekosistem padang lamun, selain bersumber dari padang lamun itu sendiri juga berasal dari alga dan organisme fitoplankton yang menempel di daun lamun atau disekitar perairan tersebut Penyebaran Lamun di Indonesia Di perairan Indonesia, ekosistem padang lamun hidup dan tumbuh pada daerah pasang surut pada pulau-pulau utama dan pulau-pulau karang. Di perairan Indonesia terdapat 15 spesies lamun yang tersebar, yaitu Halodule pinifolia, Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium, Thalassodendrom ciliatum, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halophila decipiens, Halophila minor, Halophila spinulosa, Halophila sulawesii dan dua spesies lainnya yaitu Halophila beccarii tanpa keterangan yang jelas dan Ruppiamaritima yang herbariumnya terdapat di Herbarium Bogoriense yang berasal dari Ancol, Teluk Jakarta, dan Pasir Putih, Jawa Timur. Di dunia terdapat sekitar 60 spesies lamun yang terdiri dari 12 genera dan 4 suku (famili)(kiswara, 1994) Faktor Pembatas bagi Ekosistem Lamun (a) Suhu Suhu merupakan salah satu faktor pembatas bagi lamun yang sangat penting, karena dapat mempengaruhi proses-proses fisiologi lamun seperti fotosintesis, laju respirasi, pertumbuhan, dan reproduksi. Suhu optimal untuk pertumbuhan lamun adalah o C (Dahur,i 2003). (b) Salinitas Kemampuan lamun dalam menoleransi salinitas berbeda-beda dan nilai salinitas optimum untuk lamun adalah 35 (Dahuri, 2003). Peningkatan salinitas yang melebihi ambang batas toleransi lamun akan berpengaruh terhadap

21 biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun, dan kecepatan pulih lamun (Philip & Menez, 1988). (c) Derajat Keasaman (ph) Nilai derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan lamun adalah 7,8-8,5, karena pada saat kondisi derajat keasaman berada di kisaran tersebut maka ion bikarbonat yang dibutuhkan oleh lamun untuk berfotosintesis dalam keadaan melimpah (Philip & Menez, 1988). (d) Kedalaman Perairan Kedalaman perairan membatasi distribusi lamun secara vertikal dan berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun (Dahuri, 2003). Brouns dan Heijs (1986) menyatakan bahwa Enhalus acoroides mengalami pertumbuhan yang tinggi pada daerah yang dangkal dengan suhu yang tinggi. (e) Kecerahan Kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu dipengaruhi oleh kecerahan suatu perairan. Proses fotosintesis lamun sangat erat kaitannya dengan kecerahan perairan. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa serbaran komunitas lamun di dunia masih ditemukan hingga kedalaman 90 m, asalkan pada kedalaman ini masih dapat ditembus cahaya matahari (Dahuri, 2003). (f) Kandungan Oksigen terlarut (DO) Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2005). Berdasarkan KepMen LH No 51 tahun 2004,

22 nilai baku mutu air laut yang optimal yaitu >5 mg/l untuk kandungan Oksigen terlarut. (g) Substrat Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur hingga berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat lumpur-berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang. Menurut Kiswara dan Hutomo (1985) lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik substrat. Di Indonesia padang lamun dikelompokkan ke dalam enam kategori berdasarkan karakteristik tipe substratnya, yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang, dan batu karang Pengelolaan Ekosistem Lamun Secara Umum Pelestarian ekosistem padang lamun merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena kegitan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak, baik yang berada sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan dari berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keperpihakan kepada masyarakat yang sangat rentan terhadap sumberdaya alam diberikan porsi yang lebih besar. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan masyarakat sebagai komponen utama penggerak pelestarian areal padang lamun. Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap keberadaan ekosistem pesisir perlu untuk diarahkan kepada cara pandang masyarakat akan pentingnya sumberdaya alam persisir (Bengen, 2001). Salah satu strategi penting yang saat ini sedang banyak dibicarakan orang dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam, termasuk ekosistem padang lamun adalah pengelolaan berbasis masyakarat. Raharjo (1996) mengemukakan bahwa pengelolaan berbasis masyarakat mengandung arti keterlibatan langsung

23 masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam di suatu kawasan. Dalam konteks ini pula perlu diperhatikan mengenai karakteristik lokal dari masyarakat di suatu kawasan. Sering dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab kerusakan sumber daya alam pesisir adalah dekstrusi masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, dalam strategi ini perlu dicari alternatif mata pencaharian yang tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan terhadap sumberdaya pesisir termasuk lamun di kawasan tersebut. a. Pengelolaan Berwawasan Lingkungan Dalam perencanaan pembangunan pada suatu sistem ekologi pesisir dan laut yang berimplikasi pada perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam, perlu diperhatikan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat-akibat negatif yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri secara menyeluruh.perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut perlu dipertimbangkan secara cermat dan terpadu dalam setiap perencanaan pembangunan, agar dapat dicapai suatu pengembangan lingkungan hidup di pesisir dan laut dalam lingkungan pembangunan. b. Pengelolaan Berbasis Masyarakat Menurut definisi, pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat adalah suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah terletak atau berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut (Carter, 1996). Pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat dapat didefinisikan sebagai proses pemberian wewenang, tanggung jawab, dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola sumberdaya lautnya, dengan terlebih dahulu mendefinisikan kebutuhan, keinginan, dan tujuan serta aspirasinya (Dahuri, 2003). Pengelolaan berbasis masyarakat yang dimaksudkan di sini adalah comanagement (pengelolaan bersama), yakni pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah setempat, yang bertujuan untuk

24 melibatkan masyarakat lokal secara aktif dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan suatu pengelolaan.pengelolaan berbasis masyarakat berawal dari pemahaman bahwa masyarakat mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kualitas hidupnya sendiri dan mampu mengelola sumberdaya mereka dengan baik, sehingga yang dibutuhkan hanyalah dukungan untuk mengelola dan menyadarkan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhannya.kegiatan pengelolaan berbasis masyarakat saat ini menunjukkan bahwa masyarakat masih membutuhkan dukungan dan persetujuan dari pemerintah setempat dalam hal pengambilan keputusan.demikian pula dalam pelaksanaan suatu kegiatan, dukungan pemerintah masih memegang peranan penting dalam memberikan pengarahan, bantuan teknis, dan merestui kegiatan yang sudah disepakati bersama. Sebaliknya, bila tidak ada dukungan partisipasi masyarakat terhadap program yang sudah direncanakan oleh pemerintah, maka hasilnya tidak akan optimal. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat dan pemerintah setempat secara bersama-sama sangatlah penting sejak awal kegiatan. Konsep pengelolaan yang mampu menampung banyak kepentingan, baik kepentingan masyarakat maupun kepentingan pengguna lainnya adalah konsep Cooperative Management (Pomeroy dan Williams, 1994).Dalam konsep Cooperative Management, ada dua pendekatan utama yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah (goverment centralized management) dan pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat (community based management). Dalam konsep ini masyarakat lokal merupakan partner penting bersama-sama dengan pemerintah dan stakeholders lainnya dalam pengelolaan sumberdaya alam di suatu kawasan. Masyarakat lokal merupakan salah satu kunci dari pengelolaan sumberdaya alam, sehingga praktek-praktek pengelolaan sumberdaya alam yang masih dilakukan oleh masyarakat lokal secara langsung menjadi bibit dari penerapan konsep tersebut.tidak ada pengelolaan sumberdaya alam yang berhasil dengan baik tanpa mengikutsertakan masyarakat lokal sebagai pengguna dari sumberdaya alam tersebut. Menurut Dahuri (2003) mengatakan bahwa ada dua komponen penting keberhasilan pengelolaan berbasis masyarakat, yaitu(1) konsensus yang jelas dari

25 tiga pelaku utama, yaitu pemerintah, masyarakat pesisir, dan peneliti (sosial, ekonomi, dan sumberdaya), dan (2) pemahaman yang mendalam dari masingmasing pelaku utama akan peran dan tanggung jawabnya dalam mengimplementasikan program pengelolaan berbasis masyarakat. Konsep pengelolaan berbasis masyarakat memiliki beberapa aspek positif (Carter, 1996), yaitu (1) mampu mendorong timbulnya pemerataan dalam pemanfaatan sumberdaya alam, (2) mampu merefleksi kebutuhan-kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik, (3) mampu meningkatkan efisiensi secara ekologis dan teknis, (4) responsif dan adaptif terhadap perubahan kondisi sosial dan lingkungan lokal, (5) mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat yang ada, (6) mampu menumbuhkan stabilitas dan komitmen, dan (7) masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola secara berkelanjutan. Pengelolaan ekosistem padang lamun pada dasarnya adalah suatu proses pengontrolan tindakan manusia agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan. Apabila dilihat permasalahan pemanfaatan sumberdaya ekosistem padang lamun yang menyangkut berbagai sektor, maka pengelolaan sumberdaya padang lamun tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri, tetapi harus dilakukan secara terpadu oleh beberapa instansi terkait. Kegagalan pengelolaan sumberdaya ekosistem padang lamun ini, pada umumnya disebabkan oleh masyarakat pesisir yang tidak pernah dilibatkan, mereka cenderung hanya dijadikan sebagai obyek dan tidak pernah sebagai subyek dalam program-program pembangunan di wilayahnya. Sebagai akibatnya mereka cenderung menjadi masa bodoh atau kesadaran dan partisipasi mereka terhadap permasalahan lingkungan di sekitarnya menjadi sangat rendah. Agar pengelolaan sumberdaya ekosistem padang lamun ini tidak mengalami kegagalan, maka masyarakat pesisir harus dilibatkan. Dalam pengelolaan ekosistem padang lamun berbasis masyarakat ini, yang dimaksud dengan masyarakat adalah semua komponen yang terlibat baik secara langsung maupun tak langsung dalam pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem padang lamun, diantaranya adalah masyarakat lokal, LSM, swasta, Perguruan Tinggi dan kalangan peneliti lainnya. Pengelolaan sumberdaya ekosistem padang

26 lamun berbasis masyarakat dapat diartikan sebagai suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada masyarakat dan dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan aspek ekonomi dan ekologi. Dalam konteks pengelolaan sumberdaya ekosistem padang lamun berbasis masyarakat, kedua komponen masyarakat dan pemerintah sama-sama diberdayakan, sehingga tidak ada ketimpangan dalam pelaksanaannya. Pengelolaan berbasis masyarakat harus mampu memecahkan dua persoalan utama, yaitu (1) masalah sumberdaya hayati (misalnya tangkap lebih, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, kerusakan ekosistem dan konflik antara nelayan tradisional, dan industri perikanan modern) dan (2) masalah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan sumberdaya hayati laut (misalnya, berkurangnya daerah padang lamun sebagai daerah pembesaran sumberdaya perikanan, penurunan kualitas air, dan pencemaran). c. Pendekatan Kebijakan Perumusan kebijaksanaan pengelolaan ekosistem padang lamun memerlukan suatu pendekatan yang dapat diterapkan secara optimal dan berkelanjutan melalui pendekatan keterpaduan. Pendekatan kebijakan ini mengacu kepada pendekatan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu, yaitu pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah pesisir. Hal ini dapat dilakukan dengan cara penilaian menyeluruh, menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan, serta merencanakan kegiatan pembangunan. Pengelolaan ekosistem padang lamun secara terpadu mencakup empat aspek, yaitu (1) keterpaduan wilayah/ekologis; (2) keterpaduan sektoral; (3) keterpaduan disiplin ilmu; dan (4) keterpaduan stakeholders (pemakai) 2.3. Asosiasi Siput Gonggong dan Ekosistem Padang Lamun Di alam siput gonggong menyukai habitat pasir berlumpur.siput gonggong banyak terdapat hidup di perairan pantai dengan dasar pasir berlumpur dan kondisi perairan dimana banyak ditemukan lamun.asosiasi antara lamun dengan Gastropoda, famili Strombidae khususnya, keberadaan lamun di habitat siput

27 gonggong cukup tinggi karena menyangkut ketersediaan pasokan makanan yang berasal dari hancuran daun lamun (serasah) maupun sebagai tempat berlindung bagi anakan siput gonggong. Substrat pasir dengan kandungan lumpur pada ekosistem padang lamun dalam jumlah tertentu merupakan habitat yang ideal bagi kehidupan siput gonggong, namun bila komposisi substrat didominasi oleh lumpur maka akan membahayakan kehidupan siput itu sendiri. Tingginya kandungan lumpur pada substrat dasar perairan akan menyebabkan makin meningkatnya partikel terlarut dan tersuspensi dalam kolom air. Hal ini akan berakibat pada rendahnya kadar oksigen dalam sedimen atau hipoksia (Borja et al., 2000 dalam Dody, 2007) Perairan pesisir dimana padang lamun sering dijumpai merupakan wilayah perairan yang banyak menerima beban masukkan bahan organik maupun anorganik. Konsentrasi nutrien jenis nitrogen, fosfor, dan silikat akan bertambah dari berbagai sumber kegiatan seperti pertambakan dan pertanian dan selanjutnya memasuki perairan khususnya ekosistem padang lamun melalui aliran sungai dan runoff dari daratan. Gambar 5. Siput Gonggong di salah satu habitatnya ( Dody, 2007) 2.4. Manfaat dalam Sektor Perikanan dan Kelautan Adapun manfaat dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan Provinsi Kepulauan Riau adalah sebagai berikut (Laporan akhir DKPPKE Kota Tanjungpinang, 2012) :

28 a. Mendorong pengembangan perikanan tangkap dan budidaya, melalui penyediaan sarana prasarana, permodalan, dan teknologi. b. Mendorong pengembangan usaha pengolahan dan pemasaran secara terpadu. c. Menjadikan rumut laut, kakap, kerapu, dan gonggong sebagai komoditi budidaya unggulan. d. Mendorong percepatan implementasi kawasan minapolitan baik berbasis perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. e. Mendorong penguatan akses pasar lokal, regional, dan internasional. f. Mendorong penguatan jejaring kerja diantara semua stakeholder kelautan dan perikanan. g. Meningkatkan kuantitas dan kualitas aparatur dalam mewujudkan pelayanan prima.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella) Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella) menurut Ruppert dan Barnes (1994); adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang dilalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Bintan merupakan salah satu bagian dari gugusan pulau yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.Wilayah administrasi gugus Pulau

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif. Rimpangnya merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif. Rimpangnya merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Umum Tumbuhan Lamun Menurut Azkab (2006), lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (anthophyta) yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkungan laut, berpembuluh,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi dan Peranan Lamun 2.1.1 Biologi Lamun Lamun (seagrass) termasuk dalam sub kelas monocotyledonae dan merupakan tumbuhan berbunga (kelas Angiospermae) (Yulianda 2002).

Lebih terperinci

PENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat

PENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat PENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat Album Peta Lamun 2017 Pusat Penelitian Oseanografi PENYUSUN Marindah Yulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang. seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang. seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vegetasi Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan salinitas cukup tinggi.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun Lamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang mampu hidup terbenam dalam air di lingkungan perairan dekat pantai. Secara taksonomi, lamun termasuk ke dalam kelompok

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (anthophyta) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (anthophyta) yang 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi padang lamun Untuk menghindari kesalahpahaman antara lamun dan rumput laut, berikut ini disajikan istilah tentang lamun, padang lamun, dan ekosistem lamun (Azkab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau berbintil yang termasuk dalam filum echinodermata. Holothuroidea biasa disebut timun laut (sea cucumber),

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Menurut Den Hartog (1976) in Azkab (2006)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Nurtin Y.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Tidak terkecuali dalam hal kelautan. Lautnya yang kaya akan keanekaragaman hayati membuat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik dan Mofologi Lamun Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Tumbuhan ini

Lebih terperinci

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri II. Tinjuan Pustaka A. Bulu Babi Tripneustes gratilla 1. Klasifikasi dan ciri-ciri Bulu babi Tripneustes gratilla termasuk dalam filum echinodermata dengan klasifikasi sebagai berikut (Anon 2011 ) : Kingdom

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisika Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi pengambilan data (Lampiran 2), didapatkan hasil seperti tercantum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Lamun Lamun (seagrass) merupakan bentangan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dari klass angiospermae, tumbuhan air berbunga yang telah menyesuaikan diri hidup terbenam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerang Hijau (Perna Viridis ) Kerang hijau (Perna virisis) memiliki nama yang berbeda di Indonesia seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

JENIS DAN KANDUNGAN KIMIAWI LAMUN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA DI INDONESIA. Rinta Kusumawati ABSTRAK

JENIS DAN KANDUNGAN KIMIAWI LAMUN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA DI INDONESIA. Rinta Kusumawati ABSTRAK JENIS DAN KANDUNGAN KIMIAWI LAMUN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA DI INDONESIA Rinta Kusumawati ABSTRAK Lamun merupakan tanaman laut berbentuk daun tegak memanjang dengan pola sebaran mengelompok pada substrat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisika dan Kimia Perairan Kondisi parameter fiskia-kimia perairan secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi segala bentuk kehidupan organisme perairan.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove Mangrove atau biasa disebut mangal atau bakau merupakan vegetasi khas daerah tropis, tanamannya mampu beradaptasi dengan air yang bersalinitas cukup tinggi, menurut Nybakken

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Lamun 2.1.1 Ekosistem Padang Lamun Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lamun ( Seagrass Deskripsi Lamun

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lamun ( Seagrass Deskripsi Lamun 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lamun (Seagrass) 2.1.1. Deskripsi Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut (McKenzie & Yoshida 2009).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Lamun 2.1.1 Karakteristik Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut, disebut

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah perairan yang memiliki luas sekitar 78%, sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memegang peranan penting dalam mendukung kehidupan manusia. Pemanfaatan sumber daya ini telah dilakukan sejak lama seperti

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun Deskripsi lamun

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun Deskripsi lamun 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun 2.1.1 Deskripsi lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkunga laut; berpembuluh, berdaun, berimpang (rhizome), berakar,

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN: STRUKTUR KOMUNITAS DAN BIOMASSA RUMPUT LAUT (SEAGRASS) DI PERAIRAN DESA TUMBAK KECAMATAN PUSOMAEN 1 Idris Baba 2, Ferdinand F Tilaar 3, Victor NR Watung 3 ABSTRACT Seagrass community structure is the basic

Lebih terperinci

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci