BAB II KAJIAN PUSTAKA
|
|
- Benny Budiono
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemandirian Belajar Matematika Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda, hal ini berdampak pada kemandirian belajar yang dimiliki individu tersebut. Kemandirian belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana seseorang berinisiatif belajar dengan atau tanpa bantuan orang lain, menganalisis kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber belajar yang dapat digunakan, memilih dan menerapkan strategi belajar, dan mengevaluasi hasilnya (Lowry, 1989). Sejalan dengan Lowry, Pannen (dalam Sumarsih, 2010) mendefinisikan kemandirian belajar pada mahasiswa adalah usaha individu mahasiswa yang otonomi untuk mencapai suatu kompetensi akademis. Hal tersebut memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menentukan tujuan belajarnya, merencanakan proses pembelajarannya, menggunakan sumber-sumber belajar yang dipilihnya, membuat keputusan akademis, melakukan kegiatan-kegiatan yang dipilihnya untuk mencapai tujuan belajarnya. Seorang mahasiswa membutuhkan kemandirian belajar yang tinggi, karena semua hal yang berkaitan dengan kegiatan perkuliahan ditentukan sendiri. Kemandirian belajar yang baik akan memberikan dampak yang positif dalam perkuliahan. Mahasiswa dengan inisiatifnya sendiri akan merumuskan kebutuhan belajar, mencari sumber belajar, sampai mengevaluasi kegiatan belajar. Menurut Soewandi (dalam Asrori, 2002) kurangnya kemandirian dalam belajar mengakibatkan gangguan mental setelah memasuki perguruan tinggi, kebiasaan belajar yang kurang baik yaitu belajar ketika akan menjelang ujian, membolos, mencontek, atau mencari bocoran soal ujian. Salah satu tujuan dari pembelajaran matematika adalah untuk mengembangkan disposisi matematis atau kebiasaan dan sikap belajar berkualitas yang tinggi (Sumarmo, 2004). Kebiasaan dan sikap yang dimaksud sesuai dengan definisi dari kemandirian belajar yang diterapkan dalam bidang matematika. Menurut Arifin (dalam Sari, 2010) kemandirian dalam belajar matematika adalah suatu kemampuan untuk menimbulkan dorongan pada diri 5
2 6 sendiri secara berkelanjutan untuk terlibat dalam penyelesaian masalah matematika. Berdasarkan uraian tersebut, kemandirian belajar matematika pada mahasiswa dapat diartikan sebagai keinginan atau kemauan yang muncul dari dalam diri, tanpa adanya pengaruh dari luar dirinya dalam menganalisis kebutuhan belajar matematika, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber belajar yang dapat digunakan, memilih dan menerapkan strategi belajar, dan mengevaluasi hasilnya. B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar Kemandirian belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri sendiri (faktor internal) dan faktor-faktor yang berasal dari luar diri (faktor eksternal). Faktor internal adalah semua pengaruh yang bersumber dari dalam dirinya sendiri, seperti kematangan usia, jenis kelamin, kecerdasan, dan gen atau keturunan orang tua (Asrori, 2002 dan Thoha dalam Astuti, 2005). Faktor gen atau keturunan masih menjadi perdebatan, karena adanya perbedaan pendapat yang menyatakan bahwa bukan sifat kemandirian orang tua yang diturunkan, namun sifat atau cara orang tua pada saat mendidik atau mengasuh anak. Cara orang tua dalam mendidik anak termasuk dalam faktor eksternal yang mempengaruhi kemandirian belajar. Faktor eksternal adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar diri individu. Menurut Basri (1995), Asrori (2002), dan Thoha (dalam Astuti, 2005) lingkungan keluarga, masyarakat, dan sistem pendidikan di sekolah memberikan pengaruh yang cukup besar dalam membentuk kemandirian. Ketiga faktor lingkungan tersebut termasuk dalam faktor eksternal. Aktivitas pendidikan dalam keluarga, cara hidup orang tua, dan cara orang tua mengasuh dan mendidik anak merupakan faktor eksternal dari lingkungan keluarga. Cara orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak disebut sebagai pola asuh orang tua. Faktor eksternal dari lingkungan masyarakat, misalnya lingkungan masyarakat yang maju dan memiliki tuntutan hidup yang kompleks cenderung akan menumbuhkan kemandirian dibandingkan lingkungan masyarakat yang sederhana. Proses pendidikan di sekolah juga berpengaruh terhadap perkembangan kemandirian, misalnya proses pendidikan yang mengembangkan demokratisasi, memberikan penghargaan terhadap
3 7 kemampuan anak, menciptakan persaingan yang sehat akan lebih menumbuhkan kemandirian. C. Aspek-aspek Kemandirian Belajar Matematika Menurut Nurjanah (Riani, 2011) mengungkapkan bahwa terdapat tiga aspek dalam kemandirian belajar, yaitu: 1. Tanggung jawab dalam belajar matematika, hal ini terlihat dari adanya percaya diri seseorang atas kemampuannya, tidak tergantung secara terus menerus pada orang lain dan menentukan keputusan sendiri arah belajarnya. 2. Tegas dalam mengambil keputusan dalam belajar matematika, hal ini terlihat adanya kebebasan dan keberanian dalam mengambil keputusan, selalu mengandalkan diri sendiri dan mampu mengatasi atau memecahkan masalah. 3. Memburu minat baru dalam hal bertindak kreatif, keberanian mencoba hal baru dan mampu menyatakan buah pikiran atau pendapat ketika belajar matematika. D. Pola Asuh Orang Tua Setiap individu mendapatkan cara pengasuhan yang berbeda dari masing-masing orang tua. Salah satu faktor yang mempengaruhi penerapan pola asuh adalah perbedaan latar belakang orang tua, baik latar belakang keluarga maupun pekerjaannya. Orang tua yang bekerja sebagai tentara tentu akan berbeda dengan orang tua yang bekerja sebagai guru dalam menerapkan pola asuh kepada anak. Darling & Steinberg (1993) tentang pola asuh orang tua menyebutkan bahwa pola asuh orang tua adalah sekumpulan sikap orang tua terhadap anak dalam berbagai situasi yang dikomunikasikan dan secara bersama membentuk suasana emosional dalam kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan (dalam Kennell, 2006 dan Balogun, 2010). Baumrind menyatakan bahwa interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Terdapat beberapa teori mengenai tipe pola asuh orang tua. Baumrind (dalam Kennell 2006, Elias 2009, Afriani 2012) pola asuh diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu authoritative (demokratis), authoritarian, dan permissive. Teori Baumrind tersebut kemudian dikembangkan oleh Maccoby &
4 8 Martin (dalam Balogun 2010, dan Hasan 2009), yang kemudian mengklasifikan pola asuh orang tua menjadi empat tipe yaitu authoritative (demokratis), authoritarian, indulgent (penyabar), uninvolved (penelantar). Pengelompokkan pola asuh tersebut didasarkan pada dua dimensi pengasuhan, yaitu responsiveness dan demandingness. Responsiveness menggambarkan bagaimana orang tua memperhatikan kebutuhan anak, memberikan dukungan, dan menunjukan cintanya, sedangkan demandingness menggambarkan level dimana orang tua yang lebih banyak mengawasi dan mengatur tingkah laku anak mereka. E. Pola Asuh Demokratis Orang Tua Pola asuh demokratis bercirikan dua dimensi demandingness dan responsiveness dalam level sedang. Artinya, orang tua mengawasi dan mengatur tingkah laku anak, namun tetap memberikan perhatian kepada anak dalam level yang sedang. Orang tua bersifat tegas namun tidak mencampuri dan melarang apa yang dilakukan anak. Fathi (2011) berpendapat bahwa pola asuh demokratis adalah salah satu tehnik atau cara mendidik dan membimbing anak, dimana orang tua bersikap terbuka terhadap tuntutan dan pendapat yang dikemukakan anak, kemudian mendiskusikan hal tersebut bersama-sama. Pola ini lebih memusatkan perhatian pada aspek pendidikan daripada aspek hukuman, orang tua memberikan peraturan yang luas serta memberikan penjelasan mengenai sesuatu hal boleh atau tidak boleh dilakukan. Pola asuh demokratis menurut Dariyo (2004) kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggungjawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Pola asuh demokratis merupakan perpaduan antara pola asuh authoritarian dan permissive, oleh karena itu, pola asuh demokratis dianggap sebagai pola asuh yang ideal di antara pola asuh lainnya (Hasan, 2009). Orang tua memberikan alasan atas hukuman dan larangan yang diberikan kepada anak. Tujuan dari pola asuh ini adalah membentuk anak agar tumbuh menjadi anak yang mandiri, tegas terhadap diri sendiri, ramah dengan teman
5 9 sebayanya, dan mau bekerja sama. Hal ini akan bermanfaat ketika anak masuk dalam jenjang pendidikan yang lebih tinggi, khususnya mahasiswa. Mahasiswa menentukan semua kegiatan perkuliahan sendiri, mulai dari jadwal kuliah, dosen, dan teman. Kegiatan dalam perkuliahan juga menuntut mahasiswa untuk mandiri, karena mahasiswa dapat merumuskan kebutuhan belajar, mencari bahan dari berbagai sumber belajar, dan mengevaluasi kegiatan perkuliahan. Sumber belajar seperti internet, yang menyediakan berbagai macam informasi mengharuskan mahasiswa memilih bahan-bahan yang relevan dengan kebutuhan belajarnya. F. Aspek-aspek Pola Asuh Demokratis Orang Tua Terdapat empat aspek pola asuh demokratis orang tua, yaitu warmth/involvement, reasoning/induction, democratic participation, dan good nature/easy going (Robinson, 1995 dalam Ellis, 2003). Warmth/involvement adalah aspek yang paling kuat dan paling konsisten pada perkembangan anak. Keterlibatan orang tua dalam hal ini berpusat pada anak, orang tua tertarik dengan kehidupan anak dan tidak ingin mementingkan keinginan dan kebutuhannya daripada kebutuhan anak. Aspek reasoning/induction merupakan aspek di mana orang tua memberikan penjelasan atau alasan kepada anak agar mengetahui mengapa suatu hal dilakukan dan tidak dilakukan. Aspek democratic participation adalah aspek dimana orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk berparitipasi dan mempertimbangkan pendapat anak dalam setiap pengambilan keputusan. Good nature/easy going adalah aspek dimana orang tua menunjukan kasih sayang dan perilaku yang menyenangkan terhadapa anak. G. Hubungan antara Pola Asuh Demokratis Orang Tua dengan Kemandirian Belajar Matematika Mahasiswa Mahasiswa merupakan pelajar yang dianggap mampu untuk mandiri dalam kegiatan belajar. Kegiatan belajar dalam perkuliahan menuntut mahasiswa untuk aktif dalam mencari sumber belajar, mengatur waktu untuk belajar, dan beberapa kegiatan belajar lain yang harus diatur secara mandiri. Oleh karena itu kemandirian belajar sangat diperlukan bagi seorang mahasiswa, khususnya mahasiswa Pendidikan Matematika. Pannen (dalam Sumarsih, 2010) mendefinisikan kemandirian belajar pada mahasiswa adalah usaha individu mahasiswa yang otonomi untuk
6 10 mencapai suatu kompetensi akademis. Hal tersebut memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menentukan tujuan belajarnya, merencanakan proses pembelajarannya, menggunakan sumber-sumber belajar yang dipilihnya, membuat keputusan akademis, melakukan kegiatan-kegiatan yang dipilihnya untuk mencapai tujuan belajarnya. Definisi kemandirian belajar ini menjadi salah satu tujuan dari pembelajaran matematika, yaitu mengembangkan disposisi matematis atau kebiasaan dan sikap belajar berkualitas yang tinggi (Sumarmo, 2004). Kemandirian pada anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Orang tua berperan langsung dalam mengasuh, membimbing, dan mengarahkan anak menjadi mandiri. Pola asuh yang dapat mendukung dalam perkembangan kemandirian adalah pola asuh demokratis orang tua, karena aspek-aspeknya lebih bersifat mendidik daripada menghukum. Pola asuh demokratis tidak hanya mengatur dan mengontrol tingkah laku anak, namun juga memberikan pengertian dan perhatian terhadap kebutuhan anak, sehingga anak menjadi mandiri, tidak takut dan lebih bertujuan dalam hidupnya. Mahasiswa khususnya jurusan Pendidikan Matematika harus memiliki kemandirian belajar matematika yang baik, karena hal tersebut merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran matematika (Sumarmo, 2004). Mahasiswa Pendidikan Matematika yang mendapat pola asuh demokratis dari orangtuanya akan memiliki kemandirian belajar dan memiliki tujuan dalam perkuliahannya (Latif, 2009). H. Penelitian yang Relevan Penelitian tentang hubungan antara pola asuh demokratis dengan kemandirian belajar siswa sudah pernah dilakukan. Astuti (2005) melakukan penelitian di SMA Negeri Sumpiuh, Banyumas, menghasilkan bahwa sumbangan pola asuh otoriter terhadap kemandirian siswa dalam belajar yaitu 11,06%, untuk pola asuh demokratis berpengaruh terhadap kemandirian siswa dalam belajar sebesar 37,03% dan untuk pola asuh permisive berpengaruh terhadap kemandirian siswa dalam belajar sebesar 15,83%. Dengan demikian dapat diketahui bahwa yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kemandirian siswa dalam belajar adalah pola asuh demokratis, kemudian diikuti oleh pola asuh permisive dan yang terakhir yaitu pola asuh otoriter.
7 11 Lebih lanjut, Pratt (dalam Walker, 2008) menemukan bahwa pengaruh pola asuh demokratis orang tua lebih mendukung pemahaman tugas matematika daripada pola asuh lainnya. Penelitian lain dilakukan oleh Starr (2011) pada mahasiswa di timur laut Amerika Serikat, menemukan hasil yang berbeda dari dua penelitian sebelumnya di atas. Pola asuh demokratis bukan menjadi pengaruh utama dalam kemandirian belajar matematika mahasiswa. Sudenska (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dan pembawaan personal terhadap kemandirian belajar. Hasil dari penelitian Sudenska menunjukkan bahwa faktor bawaan personal adalah faktor yang paling mempengaruhi kemandirian belajar, walaupun pola asuh demokratis juga cukup mempengaruhi kemandirian belajar. I. Kerangka Berpikir Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis orang tua terhadap kemandirian belajar mahasiswa Pendidikan Matematika, oleh karenanya terdapat dua variabel yang akan diukur yaitu pola asuh demokratis orang tua dan kemandirian belajar matematika. Berikut merupakan Bagan 2.1 kerangka berpikir dalam penelitian ini. Pola asuh demokratis orang tua Bagan 2.1. Kerangka Berpikir Kemandirian belajar matematika mahasiswa Pendidikan Matematika Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar. Pola asuh yang dianggap dapat mendukung perkembangan kemandirian belajar adalah pola asuh demokratis, karena aspek-aspeknya lebih bersifat mendidik daripada menghukum. Kemandirian belajar yang baik akan memberikan dampak yang positif dalam perkuliahan. Mahasiswa dengan inisiatifnya sendiri akan merumuskan kebutuhan belajar, mencari sumber belajar, sampai mengevaluasi kegiatan belajar. Menurut Soewandi (dalam Asrori, 2002) kurangnya kemandirian dalam belajar mengakibatkan gangguan mental setelah memasuki perguruan tinggi, kebiasaan belajar yang kurang baik yaitu belajar ketika akan menjelang ujian, membolos, mencontek, atau mencari bocoran soal ujian. Penelitian ini
8 12 bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian belajar matematika Mahasiswa Pendidikan Matematika angkatan 2012 Universitas Kristen Satya Wacana. J. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif signifikan antara pola asuh orang tua demokratis dengan kemandirian belajar matematika Mahasiswa Pendidikan Matematika angkatan 2012 Universitas Kristen Satya Wacana. Hal ini diharapkan dapat memperoleh hasil bahwa mahasiswa yang mendapat pola asuh demokratis orang tua yang tinggi, maka akan mempunyai kemandirian belajar matematika yang tinggi pula, begitu juga sebaliknya, mahasiswa yang mendapat pola asuh demokratis orang tua yang rendah, maka akan mempunyai kemandirian belajar matematika yang rendah pula.
BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia, khususnya dalam setiap dunia pendidikan, sehingga tanpa belajar tak pernah ada pendidikan. Belajar
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang beralamat di Jalan Diponegoro No. 52-60 Salatiga. Populasi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Lokasi Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasional, yaitu bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menarik untuk dikaji, karena pada masa remaja terjadi banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan, baik bagi remaja itu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepanjang masa hidupnya, manusia mengalami perkembangan dari sikap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang masa hidupnya, manusia mengalami perkembangan dari sikap tergantung ke arah kemandirian. Pada mulanya seorang anak akan bergantung kepada orang-orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan intelektual dan kognitif. Kemampuan intelektual ini ditandai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa kanak-kanak akhir disebut juga sebagai usia sekolah dasar. Pada periode ini, anak dituntut untuk melaksanakan tugas belajar yang membutuhkan kemampuan intelektual
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si
HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR DYAH NURUL HAPSARI Dr. Poeti Joefiani, M.Si Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Pada dasarnya setiap individu memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan nasional di Indonesia memiliki tujuan sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat menggantikan generasi-generasi terdahulu dengan kualitas kinerja dan mental yang lebih baik. Dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan dari Allah SWT, karena Allah telah memberi amanah kita untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohaninya. Oleh karena itu, setiap orang tua bertanggung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Majid (2014: 1) menjelaskan bahwa hal tersebut sesuai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan terus berkembang seiring kemajuan teknologi yang semakin canggih. Pendidikan juga diperbaiki dan diperbarui menyesuaikan perkembangan zaman agar mampu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era kompetitif ini, Indonesia adalah salah satu negara yang sedang mengalami perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
sendiri. 1 Percaya diri merupakan salah satu pangkal dari sikap dan perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perkembangan anak, merupakan suatu proses yang kompleks, tidak dapat terbentuk
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi adalah penting karena dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
Lebih terperinciBE SMART PARENTS PARENTING 911 #01
BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 Coffee Morning Global Sevilla School Jakarta, 22 January, 2016 Rr. Rahajeng Ikawahyu Indrawati M.Si. Psikolog Anak dibentuk oleh gabungan antara biologis dan lingkungan.
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN. remaja ini terbagi di SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5, SMA Mataram, SMA
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Orientasi dan Kancah Penelitian Penelitian ini dilakukan pada remaja berusia 17-21 tahun. Para remaja ini terbagi di SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5, SMA Mataram, SMA Ksatrian dan di
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Prestasi Akademik A.1. Pengertian Prestasi Akademik Prestasi akademik merupakan perubahan dalam hal kemampuan yang disebabkan karena proses belajar. Bentuk hasil proses belajar
Lebih terperinciAbstrak. Universitas Kristen Maranatha
Abstrak Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui hubungan antara strategi manajemen kelas dan prestasi akademik mata pelajaran Fisika, Kimia, Biologi pada siswa kelas XI-IPA SMAN X di Bandung. Teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. begitu saja terjadi sendiri secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa anak merupakan masa yang menyenangkan, karena sebagian besar waktunya untuk bermain. Anak dapat berkembang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan
Lebih terperincipendengarannya sehingga hal ini berpengaruh pada kemampuan bahasanya. Karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan kesatuan terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari orang tua dan anak (Bahri Djamarah, 2004:16). Orang tua dan anak memiliki keterikatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak awal biasanya dikenal dengan masa prasekolah. Pada usia ini, anak mulai belajar memisahkan diri dari keluarga dan orangtuanya untuk masuk dalam lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu periode perkembangan yang harus dilalui oleh seorang individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja (Yusuf, 2006). Masa remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilihat dari tiga ciri utama yaitu derajat kesehatan, pendidikan dan. bertumbuh dan berkembang (Narendra, 2005).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) mempunyai peran penting dalam suatu tatanan kelompok masyarakat mulai dari yang kompleks sampai pada tingkatan yang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di usia republik yang sudah melebihi setengah abad ini, sudah sepatutnya bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan kualitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tidak hanya didukung oleh pemerintah yang baik dan adil, melainkan harus ditunjang pula oleh para generasi penerus yang dapat diandalkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya diri dalam beberapa situasi, dan ketakutan dalam situasi lainnya, merasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu pembentukan dan pengembangan kepribadian manusia secara menyeluruh, yakni pembentukan dan pengembangan potensi ilmiah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS
BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memprihatinkan kita semua, sekaligus menyisakan pekerjaan rumah bagi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurunnya kualitas pendidikan nasional memang sangat memprihatinkan kita semua, sekaligus menyisakan pekerjaan rumah bagi semua pihak, baik pemerintah, sekolah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuhan satu jenis kecerdasan saja, karena kecerdasan merupakan kumpulan kepingan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kecerdasan yang ada pada setiap individu merupakan suatu hal yang dapat berkembang dan meningkat sampai pada titik tertinggi apabila kita senantiasa mau untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia dalam. mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan seluruh dimensi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan nasional Indonesia disegala bidang akan sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia dalam mengoptimalkan dan memaksimalkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dengan apa yang ia alami dan diterima pada masa kanak-kanak, juga. perkembangan yang berkesinambungan, memungkinkan individu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam buku psikologi untuk keluarga, Gunarsa (2003) menyatakan bahwa dasar kepribadian seseorang dibentuk mulai masa kanak-kanak. Proses perkembangan yang terjadi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke masa lebih banyak bersifat klasikal-massal, yaitu berorientasi kepada kuantitas untuk
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Taman Kanakkanak se-kecamatan Sukasari Kota Bandung tentang perbedaan karakter kindness anak usia dini ditinjau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di sekolah menjadi beberapa sumber masalah bagi siswa SMAN 2 Bangkinang Barat, jika siswa tidak dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap
Lebih terperinciKEMANDIRIAN BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 27 PURWOREJO
KEMANDIRIAN BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 27 PURWOREJO Sulistiyaningsih, Budiyono, Riawan Yudi Purwoko Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan. menghargai perbedaan (pendapat, sikap, dan kemampuan prestasi) dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan menghargai perbedaan (pendapat, sikap, dan kemampuan prestasi) dan berlatih untuk bekerja sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari dalam maupun dari luar individu. Havighurst yang dikutip (Hurlock,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa-masa remaja merupakan masa yang sangat riskan dengan permasalahan-permasalahan yang muncul, baik permaslahan yang muncul dari dalam maupun dari luar individu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap
Lebih terperinciMENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK
Artikel MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK Oleh: Drs. Mardiya Selama ini kita menyadari bahwa orangtua sangat berpengaruh terhadap pengasuhan dan pembinaan terhadap anak. Sebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang bermakna dan bisa mengaktifkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Namun belajar adalah sebuah proses dimana siswa diharuskan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Remaja pada dasarnya dalam proses perkembangannya membutuhkan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Remaja juga mulai belajar serta mengenal pola-pola sosial salah satunya adalah perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis 1. Tinjauan Pola Asuh Orang Tua a. Pengertian Orang Tua Orang tua didalam kehidupan keluarga mempunyai posisi sebagai kepala keluarga atau pemimpin rumah tangga,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri. Dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Disiplin memiliki arti penting bagi setiap individu yang bertujuan atau ingin mencapai sesuatu. Sebagai contoh, individu yang ingin menjadi juara kelas, juara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siswa 1. Pengertian Siswa Siswa adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses di dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualiatas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang berkualitas. Maka untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah. Matematika dipelajari dari jenjang pendidikan sekolah dasar sampai dengan jenjang perguruan tinggi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan dimana terjadi perubahan tubuh, pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang menghadapi banyak. persoalan dan konflik, termasuk diantaranya kebingungan dalam proses
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan masa dimana seseorang menghadapi banyak persoalan dan konflik, termasuk diantaranya kebingungan dalam proses menemukan jati diri (Kartono,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Anak usia dini merupakan sumber daya manusia yang sangat penting dan berpotensi tinggi untuk
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu jenis pendekatan penelitian yang bersifat numerikal (Azwar, 004). Pendekatan kuantitatif ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai masalah yang timbul di masa yang akan datang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu cara pembentukan kemampuan manusia untuk menggunakan akal fikiran/rasional mereka sebagai jawaban dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga
Lebih terperinciMateri kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu
Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Selamat membaca, mempelajari dan memahami
Lebih terperinciSKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Akuntansi
PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN KEMANDIRIAN DALAM MENGERJAKAN TUGAS TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI PADA SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 JOGOROGO NGAWI SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciHASIL UJI VALIDITAS KUESIONER EMOTIONAL AUTONOMY
LAMPIRAN I HASIL UJI VALIDITAS KUESIONER EMOTIONAL AUTONOMY No Item Nilai Validitas Keterangan 1 0,584 Item diterima 2 0,466 Item diterima 3 0,144 Item ditolak 4 0,439 Item diterima 5 0,114 Item ditolak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terperinci serta dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat melanjutkan cita-cita bangsa serta membawa bangsa kearah perkembangan yang lebih baik. Mahasiswa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi
Lebih terperinciLAMPIRAN 1. DATA VALIDITAS & RELIABILITAS ALAT UKUR
LAMPIRAN 1. DATA VALIDITAS & RELIABILITAS ALAT UKUR Kuesioner Gaya Pengasuhan No. Item Spearman Diterima / Ditolak 1 0,304 Diterima 2 0,274 Ditolak 3 0,312 Diterima 4 0,398 Diterima 5 0,430 Diterima 6
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan yang terus mengalami perubahan, dan bagaimana mengambil inisiatif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang semakin pesat membuat para siswa dituntut untuk menjadi lebih mandiri. Siswa harus dapat mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengubah emosi, sosial dan intelektual seseorang. Menurut Tudor (dalam Maurice
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengasuhan merupakan pengalaman manusia yang penting, yang dapat mengubah emosi, sosial dan intelektual seseorang. Menurut Tudor (dalam Maurice Balson, 1993: 102) apa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pola Asuh a. Pengertian Pola Asuh Orang tua hendaknya selalu memberikan kasih sayang kepada anaknya. Yusuf (2010:37) menyatakan bahwa orang tua bertanggung jawab
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. ( Suryabrata, 2002 : 293 ).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha manusia ( pendidik ) untuk bertanggung jawab membimbing anak didik menuju ke kedewasaan. Sebagai usaha yang mempunyai tujuan atau cita-cita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting bagi kehidupan manusia, terlebih bagi masyarakat Indonesia untuk mencapai kemajuannya. Pendidikan pada dasarnya diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk lembaga pendidikan adalah sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga formal yang berperan dalam membantu siswa untuk mencapai tugas-tugas perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Organisasi merupakan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengan harapan dapat mewujudkan tujuan tersebut. Tercapai atau tidaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pemerintah. Menurut Slameto (dalam Pradhana, 2012), Keluarga adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sarana yang sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa. Pendidikan berfungsi sebagai penunjang pembangunan dalam mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa termasuk di dalam kategori remaja akhir dan dewasa awal. Pada masa itu umumnya merupakan masa transisi. Mereka masih mencari jati diri mereka masing-masing,
Lebih terperinci