SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS)"

Transkripsi

1

2 SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS) PANDUAN UMUM TENTANG PELAKSANAAN OPERASI MINYAK DAN GAS BUMI (PUPOS- MIGAS)

3 Hal 1 dari 38 DAFTAR ISI DEFINISI... 3 BAB I PENDAHULUAN... 6 I.1 LATAR BELAKANG... 6 I.1 MAKSUD DAN TUJUAN... 6 I.3 RUANG LINGKUP... 7 I.4 KEBIJAKAN K2LL... 7 BAB II DASAR DAN REFERENSI HUKUM PANDUAN OPERASI... 8 II.1 DASAR HUKUM... 8 II.2 REFERENSI HUKUM... 8 BAB III KETENTUAN UMUM OPERASI III.1 KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA (KKKS) III.2 KONTRAKTOR PELAKSANA III.3 KETEKNIKAN III.4 OPERASI III.4.1 PRA KEGIATAN III.4.2 KEGIATAN III.4.3 PASCA KEGIATAN III.5 MANAJEMEN PROYEK III.5.1 PERSYARATAN MANAJER PROYEK III.5.2 PERSYARATAN QUALITY CONTROL REPRESENTATIVE/COMPANY REPRESENTATIVE/FIELD SUPERVISOR III.5.3 PERSYARATAN QUALITY CONTROL III.5.4 PERSYARATAN PARTY CHIEF ATAU TEAM LEADER (DARI KONTRAKTOR PELAKSANA) III.5.5 TENAGA AHLI SEISMIK BAB IV PANDUAN OPERASI IV.1. PANDUAN OPERASI SEISMIK DARAT IV.1.1 PERSYARATAN SEISMIK DARAT IV.1.2 TAHAPAN OPERASI SEISMIK DARAT IV PRAKEGIATAN SEISMIK DARAT IV KEGIATAN SEISMIK DARAT IV PASCA KEGIATAN SEISMIK DARAT... 26

4 Hal 2 dari 38 IV.2. PANDUAN OPERASI SEISMIK LAUT IV.2.1 PERSYARATAN SEISMIK LAUT IV.2.2 TAHAPAN OPERASI SEISMIK LAUT IV PRA KEGIATAN SEISMIK LAUT IV KEGIATAN SEISMIK LAUT IV PASCA KEGIATAN SEISMIK LAUT IV.3 PANDUAN OPERASI SEISMIK TRANSISI IV.3.1 PERSYARATAN SEISMIK TRANSISI IV.3.2 TAHAPAN OPERASI SEISMIK TRANSISI IV PRA KEGIATAN SEISMIK TRANSISI IV KEGIATAN SEISMIK TRANSISI IV PASCA KEGIATAN SEISMIK TRANSISI IV.4. PANDUAN OPERASI NONSEISMIK IV.4.1 PERSYARATAN NONSEISMIK IV.4.2 TAHAPAN OPERASI NONSEISMIK IV PRA KEGIATAN NONSEISMIK IV KEGIATAN NONSEISMIK IV PASCA KEGIATAN NONSEISMIK BAB V PENUTUP... 38

5 Hal 3 dari 38 DEFINISI Survei adalah kegiatan lapangan yang meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi untuk memperkirakan letak dan potensi sumber daya minyak dan gas bumi. Seismik adalah kegiatan survei yang memanfaatkan sifat perambatan dan pantulan gelombang elastik. Seismik adalah kegiatan survei yang memanfaatkan sifat perambatan dan pantulan gelombang elastik. Survei seismik 2D adalah survei seismik yang sumber getar/shot point dan penerima/receiver dalam satu garis lintasan survei. Survei seismik 3D adalah survei seismik yang sumber getar/shot point dan penerima/receiver dalam garis lintasan survei yang berbeda (orthogonal dan lainlain). Survei non-seismik adalah survei geologi dan geofisika selain survei seismik. Survei geologi lapangan adalah survei non-seismik yang mengidentifikasi dan pemetaan objek dan informasi geologi di lapangan. Survei gravitasi adalah survei non-seismik yang mengidentifikasi anomali gaya berat. Survei geomagnet adalah survei non-seismik yang mengidentifikasi anomali medan magnet. Survei geolistrik adalah survei non-seismik yang mengidentifikasi anomali medan elektrik. Survei pasif seismik adalah survei non-seismik yang mengidentifikasi anomali mikro seismik. Survei elektromagnetik adalah survei non-seismik yang mengidentifikasi anomali gelombang elektromagnetik. Survei Geotechnical Site adalah survei non-seismik yang mengidentifikasi kekuatan daya dukung lapisan tanah hingga kedalaman tertentu untuk keperluan pekerjaan selanjutnya. Survei Geophysical Site adalah survei non-seismik yang mengidentifikasi bawah permukaan laut, permukaan dasar laut, dan bawah permukaan dasar laut untuk mengidentifikasi hazard/bahaya untuk keperluan pekerjaan selanjutnya.

6 Hal 4 dari 38 Survei lainnya adalah survei kebumian untuk peningkatan cadangan minyak dan gas yang belum tercantum di dalam definisi tersebut diatas. Sumber getar adalah alat yang berfungsi untuk menimbulkan gelombang. Survei seismik darat menggunakan dynamit, vibroseis, airgun, dan lain-lain. Sedangkan survei seismik laut dan transisi menggunakan airgun. Shot point adalah posisi atau lokasi sumber getar/energi/source. Trace/Penerima sumber getar adalah alat yang berfungsi untuk merekam gelombang yang dipantulkan oleh objek geologi bawah permukaan, Untuk survei seismik darat menggunakan geophone sedangkan untuk survei seismik laut dan transisi menggunakan hydrophone. Receiver adalah posisi atau lokasi sumber getar. Topografi adalah salah satu tahapan pekerjaan survei seismik darat dan transisi (area darat) untuk mempersiapkan lintasan survei seismik dengan menempatkan koordinat shot point dan receiver di lapangan. Pemboran dangkal/shot hole drilling adalah salah satu tahapan pekerjaan survei seismik darat dan transisi (area darat) untuk membuat lubang yang akan diisi oleh sumber getar (source). Preloading/Pengisian bahan peledak adalah salah satu tahapan pekerjaan survei seismik darat dan transisi (area darat) untuk memasukkan sumber getar yang telah dirangkai dengan detonator ke dalam lubang dan menutup kembali lubang. Field processing adalah salah satu tahapan pekerjaan survei untuk melakukan analisa awal data yang diperoleh dari kegiatan perekaman sebagai quality assurance data seismik yang dihasilkan. Trace interval adalah Jarak antara tiap trace. Point interval adalah jarak antara satu SP dengan SP yang lainnya. Far Offset adalah jarak antara sumber seismik dengan trace terjauh. Near Offset adalah jarak antara sumber seismik dengan trace terdekat. Record length adalah lamanya merekam gelombang seismik. Fold coverage adalah jumlah atau seringnya suatu titik di bawah permukaan terekam oleh geophone di permukaan. Datum geodetic atau sistem geodetic adalah sistem koordinat dan menjadi acuan refrensi untuk suatu objek dimuka bumi.

7 Hal 5 dari 38 Misfire adalah data seismik yang terekam tidak memenuhi kriteria minimum dapat disebabkan oleh gangguan alat perekam, kualitas sumber getar, dan kesalahan prosedur.

8 Hal 6 dari 38 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Dalam usaha eksplorasi minyak dan gas bumi, kegiatan operasi survei adalah salah satu jenis kegiatan utama yang memerlukan perencanaan yang matang, koordinasi, pengawasan yang baik, efektif, dan efisien. SKK Migas memandang perlu untuk menerbitkan panduan umum tidak hanya untuk operasi seismik namun juga untuk kegiatan operasi survei nonseismik sehingga PUPOS menjadi Panduan Umum Pelaksanaan Operasi Survei. Keberadaan PUPOS diharapkan dapat mewujudkan pelaksanaan operasi survei yang selalu berpanduan kepada Good Engineering Practices dan mengikuti ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Petunjuk Panduan Umum Pelaksanaan Operasi Survei (PUPOS) diperlukan, karena: a. Merupakan tahap awal dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas. b. Menggunakan teknologi tinggi. c. Melibatkan banyak tenaga kerja. d. Daerah operasi berpindah-pindah, lingkungan dan kondisi yang bervariasi serta berinteraksi langsung dengan masyarakat. e. Mencakup berbagai jenis pekerjaan yang berbeda dan saling berkaitan. f. Memerlukan biaya dan beresiko tinggi. Secara umum, materi Panduan Umum Pelaksanaan Operasi Survei adalah, sebagai berikut: a. Pendahuluan. b. Dasar Hukum Panduan Operasi. c. Ketentuan Umum Operasi Survei. d. Panduan Operasi. e. Penutup. I.1 MAKSUD DAN TUJUAN A. MAKSUD Sebagai panduan kegiatan operasional survei dalam mendukung perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan dan pengawasan serta pelaporan yang sistematis, efektif, dan efisien.

9 Hal 7 dari 38 B. TUJUAN Agar kegiatan operasional survei dapat berjalan lancar, tepat waktu, efektif dan efisien, mendapatkan kualitas data terbaik, memenuhi kaidah K3LL (Kesehatan & Keselamatan Kerja serta Lindungan Lingkungan), dapat diaudit (auditable), terukur (accountable), dan diterima (acceptable). I.3 RUANG LINGKUP Panduan ini meliputi prosedur persiapan, pelaksanaan, dan pasca kegiatan operasi survei di darat, laut, dan transisi dari setiap unit kerja yang terdiri dari: 1. Pengawasan dan pengendalian manajemen operasi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada kegiatan survei secara efektif dan efisien. 2. Pengawasan terhadap penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dan pendayagunaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berkaitan dengan kegiatan operasi survei. 3. Koordinasi, pemeriksaan, dan rekomendasi teknis terhadap peralatan, personil, dan kegiatan operasional survei. 4. Pekerjaan teknis yang lebih rinci tetap mengacu pada Standard Operating Procedure (SOP) dari masing-masing KKKS yang berpanduan kepada Good Engineering Practices. I.4 KEBIJAKAN K2LL KKKS dalam melaksanakan setiap kegiatan operasi survei wajib memperhatikan aspek Keselamatan Kerja, Lindungan, dan Lingkungan (K2LL) sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku.

10 Hal 8 dari 38 BAB II DASAR DAN REFERENSI HUKUM PANDUAN OPERASI II.1 DASAR HUKUM 1. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 2. Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. 3. Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi 4. Peraturan Menteri ESDM No. 9 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. 5. Production Sharing Contract. II.2 REFERENSI HUKUM 1. Undang-Undang No.12 Th 1951 tentang Darurat.: 2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah 3. Undang-Undang No.12 Th 1951 tentang Darurat. 4. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 5. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan Pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi. 6. Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2011 tentang perubahan atas peraturan pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan Di Perairan. 7. Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. 8. Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2013, Pasal 2, menyatakan bahwa Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. 9. Keputusan Presiden No.86 Tahun 1994 tentang bahan peledak. 10. Keputusan Presiden RI No. 5 TH 1988 tentang Pengadaan Bahan Peledak. 11. Peraturan Menteri ESDM No. 8 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. 12. Peraturan Menteri ESDM No. 037 tahun 2006 tentang tata cara pengajuan rencana impor dan penyelesaian barang yang dipergunakan untuk operasi kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. 13. Keputusan Menteri ESDM No K/40/MEM/2003 tentang Panduan Pencadangan Wilayah Pertambangan. 14. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP.251/MEN/V/2007 tentang Penetapan standar kompetensi Kerja nasional Indonesia sektor industri minyak dan gas bumi serta panas bumi sub sektor industri minyak dan gas bumi hulu bidang eksplorasi sub bidang penyelidikan seismik.

11 Hal 9 dari Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup. 16. Keputusan menteri pertahanan RI No. Kep/09/M/VI/2003 tanggal 30 Juni 2003 mengenai Pengamanan Survei dan pemetaan wilayah nasional. 17. Petunjuk pelaksanaan menteri pertahanan No. JUKLAK/01/VI/2004 tanggal 30 Juni 2004 tentang pengamanan Survei dan pemetaan wilayah nasional. 18. Perkap Kapolri No.2 tahun 2008 tanggal 29 April 2008 tentang pengawasan, pengendalian dan pengamanan bahan peledak komersial. 19. MoU Kapolri dan Kepala SKK MIGAS tentang obvitnas dan handak. 20. Surat Keputusan Bersama Panglima Angkatan Laut dan Dirjen Migas No /DD/MIGAS/1967 tanggal 19 Nopember 1967 tentang pengangkatan perwira laut sebagai perwira pengawas dan perwira koordinator serta tugas-tugasnya. 21. SNI tentang Operasi Seismik yang aman di Indonesia Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 22. SNI tentang Penanganan Bahan Peledak yang aman di Indonesia 23. PTK yang berlaku pada internal SKK Migas. 24. Surat Kadiv. Eksternal No. 7832/BPD4000/2004-SO tanggal 2 Desember 2004 tentang pelimpahan pengurusan formalitas izin bahan peledak ke Perwakilan SKK MIGAS. 25. Surat Keputusan Direktorat Teknik Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Kementerian Pertambangan dan Energi Republik Indonesia No. 3754/DMT/Migas/1984 tentang Pemeriksaan Keselamatan Kerja pada instalasi pemboran, tangki terapung, barge dan sejenisnya.

12 Hal 10 dari 38 BAB III KETENTUAN UMUM OPERASI Ketentuan umum operasi survei mencakup dasar ketentuan yang harus dipenuhi oleh KKKS guna tercapainya obyektif/tujuan operasi survei yang dilaksanakan. III.1 KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA (KKKS) 1. Mengacu kepada kontrak kerja sama bahwa KKKS harus mempunyai kemampuan finansial, kemampuan teknis, dan tenaga ahli untuk melaksanakan eksekusi AFE (Authorization For Expenditure) yang menjadi lingkup kerja survei dan yang telah mendapatkan persetujuan dari SKK Migas. 2. Proses pengadaan memenuhi ketentuan yang disyaratkan di PTK-007 rev 03 SKK Migas. 3. Memenuhi ketentuan perizinan yang disyaratkan. 4. Mengikuti standard K3LL yang berlaku di Industri minyak dan gas. 5. Kepala Teknik Tambang bertanggung jawab terhadap setiap pelaksanaan kegiatan operasi survei. III.2 KONTRAKTOR PELAKSANA 1. Mempunyai kemampuan finansial, kemampuan teknis, peralatan, teknologi, dan tenaga ahli. 2. Kontraktor Pelaksana telah terdaftar di Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (SKT MIGAS). 3. Mengikuti standard K3LL yang berlaku di Industri Migas. 4. Memenuhi ketentuan perizinan yang disyaratkan. 5. Sertifikasi keahlian personel: Shooter, Seismik Drilling, Topografi/Surveior, dan lain-lain, sesuai ketentuan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. 6. Memenuhi persyaratan TKDN sesuai dengan PTK-007 rev3 SKK Migas. III.3 KETEKNIKAN 1. Kegiatan pelaksanaan survei dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan teknis dan biaya dari SKK Migas berupa AFE. 2. Referensi Datum Geodesi yang digunakan adalah World Geodetic System/WGS 1984 dan Proyeksi Universal Transverse Mercator/UTM (Permen ESDM No K/40/MEM/2003). Apabila suatu daerah eksplorasi memiliki sistem datum yang berbeda diwajibkan bagi KKKS untuk menghasilkan juga referensi datum dengan WGS 1984.

13 Hal 11 dari 38 III.4 III.4.1 OPERASI PRA KEGIATAN Tahapan kegiatan: 1. Berkewajiban melakukan survei pendahuluan sebelum operasi dilakukan, meliputi aspek sosio-ekonomi, hazard, security, litologi, morfologi, cuaca, batimetri, arus laut, lalu lintas jalur pelayaran, dan sebagainya. Tujuan survei pendahuluan ini untuk melakukan pemetaan potensi hambatan dan upaya penanggulangannya serta memastikan pelaksanaan survei sesuai dengan rencana dan kondisi realitas di lapangan sehingga resiko kegagalan operasi dapat diperkecil. 2. Apabila area survei memasuki kawasan hutan, maka segera melakukan pengurusan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan/IPPKH. 3. Koordinasi dengan Bagian Humas SKK Migas/Perwakilan SKK Migas yang tidak terbatas pada perizinan, strategi kehumasan, sosialisasi, dan kegiatan lain yang terkait dengan rencana pelaksanaan kegiatan survei. 4. Sosialisasi rencana pelaksanaan survei kepada pemerintah daerah, instansi terkait, dan masyarakat. Sosialisasi pada masyarakat melibatkan instansi terkait dan perwakilan tokoh masyarakat. Materi sosialisasi berupa informasi dan penjelasan program kerja, rencana waktu pelaksanaan survei, pengenalan teknis mengenai operasi survei, memberikan informasi mengenai manfaat dari survei seismik yang telah dilakukan, dan mekanisme pelaporan jika ada gangguan dari pihak masyarakat mengenai operasi seismik yang dilakukan dan contoh perhitungan kompensasi berdasarkan aturan yang berlaku. 5. Untuk daerah survei yang berpotensi mempunyai gangguan kemanan yang cukup tinggi, KKKS berkoordinasi dengan Kelompok Kerja Sekuriti SKK Migas dan Kelompok Kerja Formalitas SKK Migas untuk penempatan tenaga pengamanan tambahan dari Kepolisian maupun TNI. 6. Dua (2) minggu sebelum melakukan kegiatan survei, KKKS menyampaikan: a. Surat pemberitahuan mulai survei kepada Divisi Survei dan Pemboran SKK Migas dengan tembusan kepada Divisi Eksplorasi SKK Migas beserta dokumen persyaratan sesuai dengan jenis kegiatan surveinya. Lampiran dokumen persyaratan pelaksanaan survei dalam bentuk soft file. b. Asisstance Requisition Sheet/ARS pemeriksaan kesiapan operasional (peralatan survei, kapal survei dan peralatan pendukung lainnya) kepada Divisi Penunjang Operasi SKK Migas dengan tembusan kepada Divisi Survei dan Pemboran SKK Migas. 7. Persiapan teknis operasional kegiatan survei, antara lain: a. Membentuk project management team untuk melakukan kegiatan survei. b. Mengeluarkan Surat Perintah Kerja kepada pelaksana kegiatan survei. c. Inspeksi peralatan dan memastikan bahwa alat yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan. 8. Memastikan seluruh perizinan yang dibutuhkan telah dipenuhi dan dokumen yang dikirim ke SKK Migas dalam rangka pemberitahuan mulai survei telah lengkap sesuai dengan persyaratan sesuai dengan jenis survei.

14 Hal 12 dari Verifikasi aturan kompensasi atas kegiatan survei yang akan digunakan sebagai acuan di dalam sosialisasi dan kegiatan kompensasi. Jika belum ada, segera berkoordinasi dengan Humas SKK Migas/Perwakilan SKK Migas. 10. Bab 4 akan membahas tahapan selanjutnya sesuai dengan jenis survei. III.4.2 KEGIATAN Tahapan kegiatan: 1. Melakukan koordinasi dengan pelaksana kegiatan survei (Kick of Meeting) untuk mengimplementasikan kontrak yang telah disepakati bersama, meliputi antara lain jadwal kegiatan, spesifikasi peralatan, tenaga kerja, K3LL, dan lain-lain. 2. Berkewajiban melakukan pengawasan kemajuan hasil survei, kualitas data, dan K3LL, kendala, Non Productive Time/NPT. Data tersebut dilaporkan secara harian kepada Divisi Survei dan Pemboran SKK Migas dengan tembusan kepada Divisi Eksplorasi SKK Migas/Divisi Eksploitasi SKK Migas. 3. Melakukan evaluasi seluruh hasil pekerjaan dibandingkan dengan program survei sesuai dengan tahapan pekerjaannya dengan mempertimbangkan aspek K3LL. Rekomendasi hasil pengawasan QC dilaporkan secara harian dan berjenjang dari QC kepada QC Representative, dan dari QC Representative kepada manager proyek. 4. Perubahan disain parameter, lintasan, luas area, dan lokasiselama operasi berlangsung harus disampaikan ke Divisi Eksplorasi SKK Migas/Divisi Eksploitasi SKK Migas untuk mendapatkan persetujuan dan ditembuskan ke Divisi Survei dan Pemboran SKK Migas. 5. Untuk mengurangi terjadinya permasalahan sosial, sebelum pelaksanaan survei KKKS agar memperhatikan kondisi sosial dan budaya masyarakat disekitar area kegiatan survei, melakukan sosialisasi, melakukan koordinasi dengan seluruh stakeholder. 6. Melakukan pendataan untuk kegiatan kompensasi akibat kegiatan survei. 7. Melakukan penyimpanan data dengan memenuhi kriteria kelembaban, dan temperatur ruangan penyimpan disesuaikan dengan spesifikasi media penyimpanan data, aman dari kriminalitas, dan data main dan back up disimpan di tempat yang terpisah. 8. Pengiriman data rekaman dari lapangan ke processing center atau kantor pusat dilakukan secara terpisah dan bertahap antara data main dan back up, diantar oleh petugas khusus yang mendapat otorisasi dari QC Representative dan Party Chief, serta tidak boleh menggunakan jasa pengiriman umum. (penggunaan jasa pengiriman umum diperkenankan apabila ada kontrak atau perjanjian khusus dengan KKKS atau kontraktor survei seismik). 9. Bab-4 akan membahas tahapan selanjutnya sesuai dengan jenis surveinya. III.4.3 PASCA KEGIATAN 1. Melakukan kegiatan pembayaran kompensasi sesuai dengan aturan yang berlaku, diantaranya Surat Keputusan Kepala Daerah setempat, Peraturan

15 Hal 13 dari 38 Daerah setempat, Hasil kesepakatan disetujui oleh Pemda Tingkat II (Walikota/Bupati), Peraturan yang dikeluarkan oleh institusi setempat. Pembayaran kompensasi dilakukan secara langsung kepada penerima dan disaksikan oleh instansi terkait dan perwakilan tokoh masyarakat. Jika penerima berhalangan, maka diwakilkan dengan menyerahkan surat kuasa yang dilegalisasi oleh instansi terkait dan perwakilan tokoh masyarakat. Apabila tidak ada kesepakatan dalam proses pembayaran kompensasi, maka pekerjaan kegiatan survei seismik dapat ditangguhkan sementara sambil menunggu koordinasi dan negosiasi dengan pihak-pihak terkait. Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam jangka waktu maksimal 15 (lima belas) hari kerja, KKKS dapat membatalkan pekerjaan setelah mendapat persetujuan dari SKK Migas. 2. Melakukan reklamasi mengacu kepada Standard Nasional Indonesia (SNI) No dan dokumen UKL/UPL. Reklamasi pada kegiatan survei nonseismik disesuaikan dengan kondisi lapangan. 3. Demobilisasi personil dan peralatan secara bertahap sesuai dengan penyelesaian tahapan pekerjaan. 4. Melakukan koordinasi dengan Bagian Humas SKK Migas/Perwakilan SKK Migas sehubungan dengan pemberitahuan kegiatan survei yang telah selesai kepada Pemda setempat maupun instansi terkait. 5. KKKS menyerahkan laporan akhir pekerjaan kepada Divisi Survei dan Pemboran SKK Migas dengan tembusan kepada Divisi Eksplorasi SKK Migas berupa soft file. Laporan Teknis minimum berisi data akuisisi survei, gambaran umum survei, peta lintasan survei, tata waktu survei, parameter survei, aspek operasional survei, kualitas data, K3LL, penggunaan tenaga kerja dan organisasi proyek, Productive dan Non Productive Time/NPT, anggaran sesuai dengan penjelasan penggunaan anggaran di dalam AFE, perubahan lingkup kerja dan anggaran dan lain-lain. 6. KKKS menyampaikan dokumen pengajuan Persetujuan Penyelesaian Pekerjaan (P3) untuk kegiatan akuisisi survei kepada Divisi Survei dan Pemboran SKK Migas, sebagai dasar untuk Evaluasi AFE close out dari Divisi Pemeriksaan Biaya Operasi (PBO) SKK Migas. 7. Menyerahkan data kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya kegiatan survei melalui SKK Migas sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Pasal Bab 4 akan membahas tahapan selanjutnya sesuai dengan jenis survei. III.5 MANAJEMEN PROYEK Project Management Team pelaksanaan kegiatan operasi survei minimal terdiri dari Manajer Proyek, Quality Control Representative (QC)/Company Representative/Field Supervisor, Quality Control, dan dibantu oleh Pengawas dari Kontraktor Pelaksana (Party Chief atau Team Leader).

16 Hal 14 dari 38 III.5.1 PERSYARATAN MANAJER PROYEK 1. Berlatar pendidikan minimal S1 terutama Bidang Geofisika/Geologi, dan Perminyakan dengan pengalaman kerja minimal 10 tahun. 2. Pernah menjadi pengawas di lapangan, menguasai teknis survei yang dikerjakan, memahami aspek finansial, aspek scheduling dan quality control. 3. Mempunyai kemampuan manajerial yang baik, berkomunikasi, negosiasi, problem solving, mampu melakukan koordinasi dengan Team dan Masyarakat. 4. Memahami peraturan dan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan kegiatan survei. 5. Diutamakan warga negara Indonesia. III.5.2 PERSYARATAN QUALITY CONTROL REPRESENTATIVE/COMPANY REPRESENTATIVE/FIELD SUPERVISOR 1. Berlatar pendidikan minimal S1 terutama Bidang Geofisika/Geologi, dan Perminyakan dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun. 2. Pernah menjadi pengawas di lapangan, menguasai teknis survei yang dikerjakan, memahami aspek finansial, aspek scheduling dan quality control. 3. Mempunyai kemampuan manajerial yang baik, berkomunikasi, negosiasi, problem solving, mampu melakukan koordinasi dengan Team dan Masyarakat. 4. Memahami peraturan dan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan kegiatan survei. 5. Diutamakan warga negara Indonesia. III.5.3 PERSYARATAN QUALITY CONTROL 1. Berlatar pendidikan minimal S1 terutama Bidang Geofisika/Geologi, dan Perminyakan dengan pengalaman kerja minimal 1 tahun. 2. Menguasai teknis survei yang dikerjakan, aspek scheduling dan quality control. 3. Mempunyai kemampuan manajerial yang baik, berkomunikasi, negosiasi, problem solving, mampu melakukan koordinasi dengan Team dan Masyarakat. 4. Memahami peraturan dan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan kegiatan survei. 5. Diutamakan warga negara Indonesia. III.5.4 PERSYARATAN PARTY CHIEF ATAU TEAM LEADER (DARI KONTRAKTOR PELAKSANA) 1. Berlatar pendidikan minimal S1 terutama Bidang Geofisika/Geologi, dan Perminyakan dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun. 2. Menguasai teknis survei yang dikerjakan, memahami aspek finansial, aspek scheduling dan quality control.

17 Hal 15 dari Mempunyai kemampuan manajerial yang baik, berkomunikasi, negosiasi, problem solving, mampu melakukan koordinasi dengan Team dan Masyarakat. 4. Memahami peraturan dan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan kegiatan survei. 5. Diutamakan warga negara Indonesia. III.5.5 TENAGA AHLI SEISMIK Syarat personel ahli mengacu pada (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) SKNI Penyelidikan Seismik sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP.251/MEN/V/2007.

18 Hal 16 dari 38 BAB IV PANDUAN OPERASI IV.1. PANDUAN OPERASI SEISMIK DARAT Pelaksanaan survei seismik darat melibatkan beberapa bagian yang bekerja secara dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Bagian-bagian yang terlibat antara lain: Topografi, Seismologist, Processing, Recording, dan Field Quality Control (QC) dan bagian pendukung lainnya. IV.1.1 PERSYARATAN SEISMIK DARAT Dokumen persyaratan sebelum survei seismik darat: Tabel 4.1. Persyaratan Survei Seismik Darat NO MATERI INSTANSI TERKAIT 1 WP&B & AFE program survei Divisi Pengendalian Program dan Anggaran SKK Migas 2 Pelaksana Kegiatan Survei (Kontraktor) KKKS 3 UKL/UPL & Izin Lingkungan BLHD/Kementerian Lingkungan Hidup Divisi Penunjang Operasi SKK Migas 4 Izin memasuki open area (jika lintasan survei melewati open area) 5 Izin memasuki wilayah KKKS lain (jika lintasan survei Ditjen Migas Divisi Eksplorasi SKK Migas KKKS yang dilewati Divisi Eksplorasi SKK Migas melewati wilayah KKKS lain) 6 Izin Prinsip Kegiatan Survei PEMDA setempat SKK Migas Perwakilan 7 Izin memasuki instansi lain (area latihan perang, ranjau, dll) Instansi terkait Kelompok Kerja Formalitas/Kelompok Kerja Sekuriti/SKK Migas Perwakilan 8 Security Clearance Kementerian Pertahanan Kelompok Kerja Sekuriti SKK Migas 9 Izin Kehutanan Kementerian Kehutanan Kelompok Kerja Formalitas SKK Migas 10 Izin Bahan Peledak. POLRI

19 Hal 17 dari 38 SKK Migas Perwakilan SKK Migas/Divisi Pengelolaan Rantai Suplai SKK Migas (Khusus Alih Guna Aset) 11 Sertifikasi untuk keahlian survei seismik spesifik seperti Ahli Ukur Topografi, Juru Bor, Ahli Tembak, Juru Rekam, HSE 12 Project Plan/Project Summary, MoM Teknis Persetujuan Survei, dan Scope of Work 13 Sosialisasi kepada Masyarakat Pusdiklat Migas Cepu Instansi Lain Divisi Eksplorasi SKK Migas PEMDA setempat SKK Migas Perwakilan IV.1.2 TAHAPAN OPERASI SEISMIK DARAT IV PRAKEGIATAN SEISMIK DARAT Memenuhi tahapan kegiatan pada butir III.4.1 dengan tambahan kegiatan sebagai berikut : 1. Berkoordinasi dengan instansi terkait yang berfungsi sebagai saksi di dalam pendataan tanaman produktif, seperti personil dari Dinas Kehutanan dan Dinas Pertanian. 2. Mengirimkan ARS kepada Kelompok Kerja Sekuriti SKK Migas untuk penempatan Security/Liason Officer pada kegiatan survei. 3. Sosialisasi kepada masyarakat terdampak paling lambat dilakukan 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan survei di lahan tersebut. 4. Inspeksi peralatan survei serta memastikan bahwa alat yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan dan standar manufaktur (Apabila tidak memungkinkan sebelum kick of meeting, maka dilakukan paling lambat sebelum parameter tes). IV KEGIATAN SEISMIK DARAT Memenuhi tahapan kegiatan pada butir III.4.2 dengan tambahan kegiatan sebagai berikut :

20 Hal 18 dari TAHAP TOPOGRAPHY Kegiatan Topografi meliputi kegiatan survei lokasi untuk akses jalan dan obyek lain, pengukuran Titik Kontrol (Bench Mark), pengukuran dan penempatan patok sumber getar/shot point (SP) dan penerima/trace (TR), pembuatan rintisan (clearing), tangga-tangga (steps) dan titian (bridging), serta pembuatan peta. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap topography, sebagai berikut: A. LOKASI UNTUK AKSES JALAN DAN LAIN-LAIN Untuk memperlancar kegiatan, informasi mengenai kondisi lapangan area survei seismik sangat diperlukan. Informasi jalan diperlukan untuk mobilisasi crew dan peralatan menuju lokasi kerja. Kegiatan ini juga mendetailkan informasi yang telah di dapat pada saat survei pendahuluan/scouting. B. PENGUKURAN TITIK KONTROL (BENCH MARK) Pembuatan titik kontrol dilakukan dengan mendistribusikan Bench Mark GPS (BM GPS) pada seluruh area. BM GPS dipasang pada area survei sesuai dengan distribusi maksimum tiap 5 km atau pada ujung lintasan survei. Titik BM yang telah diketahui digunakan untuk menentukan koordinat-koordinat lain yang belum diketahui, misalnya koordinat shot point atau koordinat receiver. Kegiatan yang dilakukan adalah: - Melakukan kalibrasi peralatan. - Pembuatan jaring GPS. - Orientasi lokasi rencana penempatan BM GPS di lapangan. - Pengamatan GPS ditentukan dengan ketentuan: a. Mempunyai ruang pandang ke langit yang bebas ke segala arah (minimum 15 o ) Jauh dari sumber-sumber gangguan, seperti jalur pipa, instalasi listrik, antena radio/pemancar, lalu lalang kendaraan bermotor. b. Kondisi struktur tanah stabil. c. Lokasi mudah dicapai. d. Dapat mengamati jumlah satelit yang cukup (nilai GDOP kecil). e. Lokasi jauh dari gangguan manusia, binatang maupun alam terlebih dahulumelakukan uji zero base line GPS. - Melakukan pemasangan patok BM GPS, dengan ketentuan: a. Dilengkapi nama BM, Tahun Pembuatan, dan ditulis SKK Migas Nama KKKS, Milik Negara, Dilarang Merusak. b. Bahan dan bentuk disesuaikan dengan kondisi masyarakat sekitar, agar tidak mudah dirusak. c. Cat harus terpelihara rapi dan bersih. - KKKS yang mempunyai lokal koordinat, menyertakan datum shift parameters dari referensi datum lokal ke referensi datum WGS 1984 agar memudahkan konversi datum di kemudian hari.

21 Hal 19 dari 38 - Pengukuran GPS selalu diikat dengan titik dari Badan Informasi Geospasial/BIG untuk mengikatkan titik koordinat secara global, sehingga dapat dikorelasikan dengan titik koordinat peta yang lain. C. PENGUKURAN PATOK SHOT POINT (SP) DAN TRACE (TR) Pengukuran lintasan seismik yang meliputi pengukuran SP dan TR dilakukan dengan menggunakan peralatan total station. Posisi koordinat SP dan TR sangat penting sekali diperhatikan, karena hal ini menyangkut dengan kualitas data yang akan dihasilkan. Bagian Topografi melakukan pengeplotan/pematokan koordinatkoordinat SP dan TR teoritik yang telah didisain. Kegiatan yang dilakukan adalah: - Pengukuran dilakukan dengan metode Stake out Coordinate, yaitu dengan pemasangan patok SP dan TR sebagai representasi koordinat teoritik di lapangan. - Melakukan perhitungan topografi dengan spesifikasi ketelitian dan ketentuan sebagai bahwa datum vertikal menggunakan Titik Tinggi Geodesi (TTG), Bakosurtanal, dan Ketinggian Trianggulasi. - Patok bambu SP dan TR mempunyai ketentuan : a. Pemasangan patok tertancap kuat dan tampak di permukaan sepanjang ± 100 cm, lebar ± 5 cm. b. Memberi warna sepanjang 30 cm dari ujung atas dan nomor patok dengan cat yang mudah dikenal dan tidak mudah luntur. c. Memasang pita berwarna yang berbeda antara patok SP dan patok TR. d. Membuat patok atau penandaan khusus yang mudah terlihat untuk setiap lintasan yang berpotongan dengan jalan raya - Sistem penamaan patok dengan ketentuan: a. Survei 2D agar mencakup nama perusahaan, tahun survei, dan nomor lintasan. Contoh: JG15XXXX, JG = nama perusahaan, 15 = tahun survei, XXXX = nomor lintasan b. Survei seismik 3D agar mencakup nama perusahaan, tipe lintasan (SL/RL), tahun survei, nomor lintasan. Contoh: JGSL15XXXX, JG = nama perusahaan, SL = Source Line, 15 = tahun survei, XXXX = nomor lintasan. c. Penomoran patok titik tembak dan titik penerima dimulai dari selatan dan barat, ditulis dengan cat berwarna yang berbeda antara patok SP dan TR. - Pengukuran offset/kompensasi SP atau TR dilakukan jika lokasi semula tidak memungkinkan untuk dibor atau dipasang titik penerima disebabkan kendala permukaan, seperti adanya bangunan. Offset dilakukan dengan ketentuan: a. Simulasi agar dilakukan setiap ada perubahan/penambahan data baru hasil pengukuran sebelum dilakukan pekerjaan tahap berikutnya dengan mempergunakan perangkat lunak sesuai kebutuhan. b. Pemasangan patok untuk titik offset, agar dilengkapi dengan petunjuk offset yang jelas. c. Pengukuran dan penggambaran sketsa kondisi lingkungan lintasan seismik

22 Hal 20 dari 38 - Apabila terjadi kesalahan pengukuran, kerusakan, dan kesalahan penomoran patok pada saat: a. Sebelum dilakukan kegiatan perekaman, maka direvisi dengan menggunakan GPS dan total station (tergantung kondisi lapangan). b. Setelah perekaman data, direvisi dengan revisi koordinat. - Pembuatan sketsa lintasan yang berisi informasi permukaan seperti tumbuhan, perumahan atau instalasi lainnya sebagai data untuk tahapan kegiatan selanjutnya. D. PEMBUATAN RINTISAN,TANGGA-TANGGA, DAN TITIAN Rintisan dibuat untuk mempermudah dan memperlancar operasional kegiatan survei ketika menemukan lokasi yang tidak bisa dilewati seperti irigasi, parit, sungai atau rawa, sehingga mengefektifkan waktu dan kerja kegiatan selanjutnya. Kegiatan yang dilakukan adalah: - Membuat rintisan jalan dengan lebar kurang lebih 2 (dua) meter. - Penebangan obyek rintisan diupayakan selektif pada tanaman dan belukar yang tidak mempunyai nilai ekonomis. Dalam hal rintisan pada tanaman ekonomis yang tidak dapat dihindari seperti coklat, padi, karet, sagu, kelapa sawit, dan lainlain, maka dipertimbangkan nilai ganti rugi kepada masyarakat. Tangga-tangga atau step dipergunakan apabila elevasi dipertimbangkan secara K3LL tidak dapat dilintasi oleh crew dan peralatan sampai dengan tahapan kegiatan survei terakhir. Tangga-tangga adalah sejenis tangga terbuat dari bambu/kayu atau tangga tanah lengkap dengan pegangan tangan pada setiap lereng daerah survei yang dilewati lintasan (lihat Gambar 4.1). Gambar 4.1. Standard Minimal Tangga-Tangga

23 Hal 21 dari 38 SKETSA TITIAN (BRIDGING) Gambar 4.2. Standard Minimal Titian Titian atau bridging adalah sejenis titian dari bambu/kayu yang dipasang pada setiap daerah survei yang memiliki alur sempit, daerah rawa, tambak, daerah berair, dan lain sebagainya yang tidak memenuhi persyaratan K3LL (lihat gambar 4.2). Kegiatan yang dilakukan pada tangga-tangga dan titian adalah: - Melakukan estimasi kebutuhan jembatan. - Membuat kontruksi kayu dengan ketentuan: a. Kayu yang digunakan adalah kayu yang telah mendapat status legal dari instansi setempat. b. Kuat menahan beban orang dan peralatan c. Tahan hingga kegiatan survei selesai E. PEMBUATAN PETA Hasil akhir dari pekerjaan topografi adalah peta dan daftar koordinat lintasan survei seismik. Peta dibuat setelah perhitungan koreksi dilakukan dengan skala 1 : atau lebih detail. 2. TAHAP SHOT HOLE DRILLING/PEMBORAN LUBANG TEMBAK Survei seismik darat di Indonesia pada umumnya menggunakan bahan peledak sebagai sumber getar yang ditempatkan di dalam lubang. Kedalaman lubang ditentukan oleh parameter tes atau uji percobaan yang dilakukan sebelumnya. Pada

24 Hal 22 dari 38 umumnya kedalaman lubang bervariasi antara m dikarenakan kondisi lapisan lapuk yang cukup tebal di Indonesia. Pada survei seismik darat dan transisi, KKKS harus mendapatkan persetujuan dari Divisi Eksplorasi SKK Migas terkait desain dan jadwal tes parameter sebelum pelaksanaan kegiatan shot hole drilling. Kegiatan yang dilakukan adalah: - Mobilisasi crew dan peralatan melalui lintasan atau akses terdekat yang telah yang dipersiapkan pada kegiatan topography. - Mencari patok SP yang akan di bor, yaitu pada lokasi yang telah ditentukan atau dipindah/offset dikarenakan adanya objek permukaan. Untuk pemindahan lokasi titik tembak melebihi dua (2) kali jarak antar SP harus melalui simulasi perubahan parameter. Lokasi SP harus memperhatikan instalasi bawah tanah (pipa, infrastruktur, dll) dan jarak aman. Lokasi SP yang terletak di sungai/perairan dangkal atau rawa harus memperhatikan K3LL. - Lakukan perangkaian mesin pemboran. Pemilihan peralatan bor (flushing/rotary/compressor) disesuaikan dengan kondisi litologi. - Tempatkan mudpump pada lokasi yang aman dan jarak yang optimal serta disambungkan dengan selang air menuju titik SP. - Pembuatan penampung lumpur/mud pit pemboran. - Menggunakan lumpur khusus atau zat kimia tertentu untuk kondisi litologi khusus. 3. TAHAP PRELOADING/PENGISIAN BAHAN PELEDAK Pengisian bahan peledak (preloading) dilakukan segera setelah pemboran selesai, dengan tujuan untuk menghindari efek pendangkalan dan runtuhan di dalam lubang. Pengisian sumber getar dilakukan oleh loader crew yang dipimpin oleh seorang shooter yang memiliki surat izin yang masih berlaku dari Pusdiklat Migas Cepu atau instansi lain. Kegiatan yang dilakukan adalah: - Distribusi sumber getar dari gudang bahan peledak ke setiap lokasi lubang bor dengan pengamanan sesuai prosedur yang berlaku. - Memeriksa kedalaman lubang bor. - Uji sumber getar sebanyak 3 (tiga) kali yaitu, setelah dirangkai, setelah dimasukkan ke dalam lubang namun belum dilakukan penimbunan, dan setelah dilakukan penimbunan. - Merangkai sumber getar. - Memasukkan sumber getar ke dalam lubang bor dengan rangkaian pelengkap (speedy loader, loading point, anchor, ikatan masking tape, plastic ring, dan tali rafia).

25 Hal 23 dari 38 - Ujung kabel detonator diikat ke plastik ring disimpan sesuai situasi dan kondisi lingkungan untuk keamanan. - Jika proses pengisian mengalami hambatan kedalaman/stuck sehingga tidak mencapai target minimum yang direkomendasikan di dalam parameter tes maupun sumber getar rusak, maka dilakukan penggaraman atau sesuai prosedur yang berlaku. Dan segera melakukan pemboran lubang pengganti. - Tutup lubang yang telah diiisi oleh sumber getar dan mud pit seperti kondisi sebelum di bor. - Membuat laporan harian penggunaan sumber getar sesuai dengan format yang berlaku. Gambar 4.3. Desain Lubang Bor Handak Di daerah dengan formasi batuan yang sulit ditembus seperti gravel, boulder, konglomerat, breksi volkanik dan sebagainya sehingga menyebabkan kedalaman lubang bor secara optimal sangat sulit dicapai, untuk menjaga kualitas perekaman data serta efektivitas dan efisiensi maka KKKS agar melakukan lubang pattern dangkal sebagai alternatif dengan tetap memperhatikan aspek K3LL. 4. TAHAP PEREKAMAN DATA Setelah kegiatan preloading selesai dalam beberapa lintasan seismik 2D atau luas area tertentu untuk area seismik 3D, kegiatan perekaman dapat dimulai dengan mempertimbangkan bahwa kegiatan perekaman mempunyai jumlah SP yang cukup

26 Hal 24 dari 38 sehingga tidak terkejar oleh kegiatan sebelumnya. Hal ini penting guna menghindari standby kegiatan operasi. Kegiatan yang dilakukan adalah: - Pengecekan seluruh peralatan perekaman, baik kualitas dan kuantitas agar sesuai dengan standar kelayakan untuk digunakan di dalam kegiatan perekaman. - Khusus untuk alat penerima/geophone : a. Ikat parameter sesuai dengan parameter survei. b. Pemasangan receiver dalam posisi tegak dengan bantuan alat penekan. c. Pada permukaan tanah/litologi yang keras, misalnya, batu gamping atau kerikil keras menggunakan alat bor khusus atau yang sejenisnya sehingga terpasang dengan baik dan stabil. - Pembuatan program perekaman dalam bentuk SPS file. - Melakukan pemasangan peralatan perekaman data di lapangan sesuai dengan parameter survei. - Aktivasi sumber getar, dilakukan dengan: a. Membuka lubang bor yang telah diisi sumber getar dan menyambungkan kabel detonator dengan firing line dan blaster. b. Melakukan uji sumber getar oleh shooter. c. Meledakkan sumber getar. - Monitoring noise dengan cara field noise record yaitu merekam ambient noise dengan rentang waktu tertentu yang dianggap mewakili secara umum kondisi pada saat perekaman data. - Melakukan kegiatan untuk menekan tingkat noise serendah mungkin pada saat perekaman. - Rotasi peralatan rekaman sesuai dengan sekuen program recording. - Data rekaman mengikuti ketentuan sebagai berikut : a. Polaritas gelombang yang digunakan adalah Normal Polarity Society Exploration Geophysics (SEG). b. Format data rekaman dalam bentuk SEG-D. c. Perekaman data dilakukan dua (2) kali, yaitu main dan back up. d. Pengiriman media perekam dari recording center ke field processing center dilakukan segera setelah kegiatan harian perekaman data selesai dan terpisah antara main dan back up. e. Proses perekaman dapat dihentikan jika ditemukan hal-hal yang secara teknis akan mengurangi kualitas rekaman, misalnya, noise yang disebabkan oleh aktivitas manusia, peralatan rekaman maupun oleh sebab lain. f. Pengisian ulang/reload dilakukan apabila terdapat misfire. Beberapa istilah misfire yaitu cap only/sumber getar tidak meledak namun detonator meledak, dead cap/detonator mati dan sumber getar tidak meledak, weak shot/energi lemah dibandingkan rekaman disekitarnya, line cut/kabel terputus saat perekaman data sehingga panjang rekaman tidak sesuai parameter, parity error/instrument problem, no CTB/no confirmation time break, reverse polarity/polaritas terbalik, bad/no Up Hole/uphole jelek atau tidak ada (pada

27 Hal 25 dari 38 monitor record atau blaster), dead trace/trace mati, noise trace/terdapat noise pada trace. g. Pengisian ulang/reload juga dapat disebabkan oleh loss wire/kabel detonator tidak ditemukan atau putus, loss hole/lubang sumber getar tidak ditemukan. h. Mencatat seluruh resume aktivitas kegiatan rekaman di dalam observer report. i. Ekstraksi SPS File (RPS, SPS, dan XPS). Pada saat kegiatan perekaman dimulai maka kegiatan survei disebut memasuki tahap basic party, tahapan sebelumnya disebut tahapan advanced party. 5. TAHAP PENGOLAHAN/PROCESSING DATA LAPANGAN Pengolahan data di lapangan merupakan pekerjaan untuk kendali mutu terhadap data (QC). Kegiatan yang dilakukan adalah : - Evaluasi dan analisa observer report. Data yang harus diperhatikan diantaranya koordinat SP dan TR, elevasi, nilai up hole time, kedalaman SP, jumlah SP, jumlah dan konfigurasi TR setiap rekaman, dan keterangan lainnya. - Evaluasi dan analisa SPS File (RPS, SPS, dan XPS) yang dihasilkan oleh LABO. Data yang harus diperhatikan diantaranya koordinat SP dan TR, elevasi, nilai up hole time, kedalaman SP, jumlah SP, jumlah dan konfigurasi TR setiap rekaman, dan dan keterangan lainnya. - Salin data dari media lapangan (tape, hard disk, dan lain-lain) ke media pengolahan data. - Pengolahan data minimal meliputi re-format, geometry check, trace editing, correction statics, amplitude recovery, deconvolution, velocity analysis, brute stack. Beberapa survei hingga melakukan migrasi dan final stack. 6. TAHAP PENGAWASAN PEKERJAAN/QUALITY CONTROL (QC) Beberapa tugas QC berdasarkan tahapan kegiatan: - Kegiatan Topography a. Evaluasi akses dan hasil scouting. b. Evaluasi kemajuan pekerjaan dan hasil pengukuran BM GPS dan jaringan dengan mempertimbangkan toleransi kesalahan maksimal pengukuran. c. Evaluasi kemajuan dan hasil pengukuran SP dan TR dengan mempertimbangkan toleransi kesalahan maksimal pengukuran. d. Rekomendasi offset pada patok SP dan TR yang dekat dengan objek permukaan. e. Evaluasi hasil pekerjaan rintisan, tangga-tangga, dan titian. - Kegiatan shot hole drilling

28 Hal 26 dari 38 a. Evaluasi kemajuan pekerjaan dan hasil kegiatan shot hole drilling. b. Evaluasi pemindahan posisi SP berupa offset atau kompensasi terhadap jarak aman terhadap objek permukaan. c. Evaluasi reklamasi mudpit dan perhitungan kompensasi kerusakan tanaman dan objek lain akibat kegiatan shot hole drilling. d. Evaluasi Standard Operating Procedure/SOP kegiatan shot hole drilling apabila secara statistik hasil perekaman data banyak ditemukan misfire. e. Evaluasi usulan penggunaan pattern hole sebagai alternative lubang normal apabila menemui liologi gravel atau boulder. - Kegiatan preloading a. Evaluasi kemajuan pekerjaan dan hasil kegiatan preloading. b. Evaluasi pemasangan sumber getar. c. Evaluasi reklamasi lubang SP dan mud pit. d. Membuat laporan harian penggunaan sumber getar sesuai dengan format yang berlaku. - Kegiatan recording a. Evaluasi ikat parameter receiver apabila menggunakan geophone. b. Evaluasi pemasangan peralatan perekaman data di lapangan sesuai dengan parameter survei. c. Evaluasi kemajuan pekerjaan dan hasil kegiatan recording dengan mempertimbangkan toleransi kehadiran noise pada data. d. Evaluasi kegiatan menekan tingkat noise. e. Evaluasi rotasi peralatan rekaman sesuai dengan sekuen program recording. f. Evaluasi misfire, redrill, dan reload lubang SP untuk mendapatkan hasil perekaman data yang optimal. - Kegiatan processing a. Evaluasi kemajuan pekerjaan dan hasil kegiatan processing sesuai dengan tahapan pekerjaan. b. Rekomendasi perubahan parameter processing agar kualitas data meningkat. IV PASCA KEGIATAN SEISMIK DARAT Memenuhi tahapan kegiatan pada butir III.4.3 dengan tambahan kegiatan sebagai berikut : - Pembayaran dan ganti rugi, dengan tahapan : 1. PENDATAAN - Pendataan pemilik lahan dilakukan setelah kegiatan topografi, yang dituangkan dalam berita acara dan diketahui oleh instansi terkait - Pendataan kerusakan yang diakibatkan sepanjang lintasan SP dan TR dilakukan setelah pekerjaan recording. - Pendataan kerusakan pada titik lokasi SP dilakukan setelah pekerjaan shot hole drilling.

29 Hal 27 dari PEMBAYARAN Diupayakan setelah kegiatan recording selesai di setiap lintasan survei seismik 2D dan area tertentu di lintasan survei seismik 3D. IV.2. PANDUAN OPERASI SEISMIK LAUT Pelaksanaan survei seismik laut melibatkan beberapa bagian yang bekerja secara dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Bagian-bagian yang terlibat antara lain: Navigasi, Seismologist, Processing, Recording, dan Field Quality Control (QC) dan bagian pendukung lainnya. IV.2.1 PERSYARATAN SEISMIK LAUT Dokumen persyaratan sebelum survei seismik laut: Tabel 4.2. Persyaratan Survei Seismik Laut NO MATERI OTORITAS 1 WP&B & AFE program survei Divisi Pengendalian Program dan Anggaran SKK Migas 2 Pelaksana Kegiatan Survei KKKS (Kontraktor) 3 UKL/UPL & Izin Lingkungan BLHD/Kementerian Lingkungan Hidup Divisi Penunjang Operasi SKK Migas 4 Izin memasuki open area (jika lintasan survei melewati open area) 5 Izin memasuki wilayah KKKS lain (jika lintasan survei Ditjen Migas Divisi Eksplorasi SKK Migas KKKS yang dilewati Divisi Eksplorasi SKK Migas melewati wilayah KKKS lain) 6 Izin Prinsip Kegiatan Survei PEMDA setempat SKK Migas Perwakilan 7 Izin memasuki instansi lain (area latihan perang, ranjau, dll) Instansi terkait Kelompok Kerja Formalitas/ Kelompok Kerja Sekuriti/SKK Migas Perwakilan 8 Security clearance Kementerian Pertahanan c.q Kelompok Kerja Sekuriti SKK Migas 9 IPKA (Izin Penggunaan Kapal Asing) Dirjen Perhubungan Laut Divisi Penunjang Operasi SKK Migas 10 Dinas Kelautan dan Perikanan/Kementerian Kelautan dan Perikanan Peraturan Daerah Setempat Kelompok Kerja Formalitas/SKK Migas

30 Hal 28 dari 38 sesuai ketentuan 11 Sertifikasi personel (Sertifikat HSE; medis, huet, sea survival dan sertifikat keahlian sesuai SKNI Migas) 12 Project Plan/Project Summary, MoM Teknis Persetujuan Survei, dan Scope of Work 13 Sosialisasi kepada Masyarakat Perwakilan Pusdiklat Migas Cepu Instansi Lain Divisi Eksplorasi SKK Migas PEMDA setempat SKK Migas Perwakilan 14 Izin pemakaian Helideck Dirjen Perhubungan Udara Divisi Penunjang Operasi SKK Migas IV.2.2 TAHAPAN OPERASI SEISMIK LAUT IV PRA KEGIATAN SEISMIK LAUT Memenuhi tahapan kegiatan pada butir III.4.1 dengan tambahan kegiatan sebagai berikut : 1. Berkoordinasi dengan instansi terkait yang berfungsi sebagai saksi di dalam pendataan rumpon dan alat tangkap lainnya, seperti personil dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP). 2. Mengirimkan ARS kepada Kelompok Kerja Sekuriti SKK Migas untuk penempatan Liason Officer dan atau Marine Officer pada kegiatan survei. 3. Sosialisasi kegiatan kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan mengenai batas wilayah laut (UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah). 4. Sosialisasi kegiatan kepada instansi terkait dan komunitas nelayan. Sosialisasi ini paling lambat dilakukan 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan survei di area komunitas nelayan tersebut. 5. Melakukan survei bathymetry dan identifikasi alat tangkap ikan. Survei ini menggunakan peralatan echo sounder untuk penentuan posisi dan pemetaan daerah dangkal yang akurat. Untuk daerah dengan indikasi awal terdapat shallow spot depth yang membahayakan kapal dan peralatan survei (gun dan streamer) maka diperlukan survei detail sebelum pelaksanaan survei seismik dengan menggunakan multi beam echosounder. Disamping multi beam echosounder, penggunaan side-scan sonar sangat disarankan, khususnya untuk daerah dengan kedalaman laut kurang dari 30 m. 6. Pemakaian side-scan sonar juga disarankan untuk kapal pengawal (chase vessel) pada daerah yang diidentifikasikan banyak terdapat rumpon di bawah permukaan laut.

31 Hal 29 dari Pendataan detail informasi alat tangkap ikan yang ditemukan di area survei selama kegiatan survei bathymetry seperti tipe alat tangkap nelayan/fishing device (misalnya rumpon, jaring, julu-julu, dan sebagainya), pelabelan (tagging system), posisi (Lintang dan Bujur), foto rumpon, waktu Identifikasi, kedalaman air, kondisi alat tangkap nelayan (rumpon baru, rumpon lama, dan sebagainya). 8. Inspeksi kapal dan peralatan survei serta memastikan bahwa alat yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan dan standar manufaktur, dengan tidak terbatas pada : a. Streamer - Diutamakan solid atau gel karena lebih ramah lingkungan. - Stabil dan mempunyai response yang sama terhadap perubahan kecepatan kapal. - Mampu digunakan pada towing speed 4,0-5,5 knots - Jarak antar depth controller tidak melebihi spesifikasi yang telah ditetapkan (300 meter). - Adanya cadangan/spare selama proyek berlangsung (25 % dari total panjang). - Bad traces dan ambient streamer noise tidak melebihi standar spesifikasi. - Jumlah depth transducer dan kompas harus sesuai dengan standar spesifikasi. - Batas toleransi rata-rata kesalahan kedalaman tidak lebih dari 1 (satu) meter. b. Gun - Dapat menunjukkan adanya standard deviasi dari timing errors setiap gun. Dalam setiap array gun harus dilengkapi dengan positioning system. - Data logger harus tersedia untuk mengetahui performance electrical dan mekanikal. - Beberapa kesalahan gun yang menyebabkan data tidak dapat diterima yaitu tidak adanya kesalahan sinkronisasi, misfire, tidak berfungsinya source controller, drop out specification, kedalaman energy source tidak dapat diverifikasi karena kerusakan pada depth readings sensor, tidak dapat mencapai minimum air pressure yang telah ditetapkan, air leak, source timing melebihi spesifikasi yang telah ditetapkan, crossfeed, geometry energy source telah berubah dari yang telah ditetapkan, inkonsistensi near field signature yang mengakibatkan distorsi pada estimasi far field signature, separasi source sub-array tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. - Sinkronisai antara +/- 1.0 dan +/- 1.5 mili second wajib direkam. - Puncak pressure kurang dari 90% dari total volume full array (disesuaikan dengan spesifikasi drop out) - Bubble ration kurang dari 90% dari total nilai full array (disesuaikan dengan spesifikasi drop out) 9. Melakukan verifikasi datum/geodetic reference berupa datum horizontal dan datum vertical (mean sea level/msl). 10. Disarankan untuk menggunakan Marine Mamals Observer/MMO pada daerha survei yang telah teridentifikasi terdapat mamalia di area survei.

PERALATAN SURVEI SEISMIK DARAT DAN LAUT

PERALATAN SURVEI SEISMIK DARAT DAN LAUT PERALATAN SURVEI SEISMIK DARAT DAN LAUT 1. Survei Seismik Darat Pelaksanaan survei seismik melibatkan beberapa departemen yang bekerja secara dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Departemen-departemen

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4,

2015, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1585, 2015 KEMEN-ESDM. Izin Usaha Pertambangan. Mineral. Batubara. Wilayah. Pemasangan Tanda Batas. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS) PEDOMAN TATA KERJA. Nomor: PTK-038/SKKO0000/2015/S0.

SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS) PEDOMAN TATA KERJA. Nomor: PTK-038/SKKO0000/2015/S0. SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS) PEDOMAN TATA KERJA Nomor: PTK-038/SKKO0000/2015/S0 Revisi ke-01 WORK PROGRAM AND BUDGET JAKARTA PEDOMAN TATA KERJA Halaman

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136,

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, No.305, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Pasca Operasi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Satuan Kerja Khusus. Kegiatan Usaha Hulu. Minyak dan Gas Bumi. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Satuan Kerja Khusus. Kegiatan Usaha Hulu. Minyak dan Gas Bumi. Organisasi. Tata Kerja. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Satuan Kerja Khusus. Kegiatan Usaha Hulu. Minyak dan Gas Bumi. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI ENERGI

Lebih terperinci

CHECK LIST KELENGKAPAN DOKUMEN PERSETUJUAN PENYELESAIAN PEKERJAAN

CHECK LIST KELENGKAPAN DOKUMEN PERSETUJUAN PENYELESAIAN PEKERJAAN PROYEK SEISMIC & SURVEY 6 Laporan hasil pekerjaan yang telah dikirimkan ke fungsi teknis terkait (sesuai Pedoman Tata Kerja Keteknikan Geofisika yang berlaku), dalam bentuk: form Evaluasi Teknis Pasca

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambah majunya ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong manusia untuk lebih mengeksplorasi kekayaan dan sumber daya alam yang belum terjamah,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa k

2017, No Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa k No.1122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Tata Kelola BMN. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN TATA KELOLA BARANG

Lebih terperinci

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 No.726, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Wilayah Kerja. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG WILAYAH KERJA PANAS

Lebih terperinci

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 dan

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 dan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17TAHUN2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN KERJA KHUSUS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.533, 2015 KEMEN-PUPR. Garis Sempadan. Jaringan Irigasi. Penetapan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8/PRT/M/2015 TENTANG

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 028 TAHUN 2006 TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 028 TAHUN 2006 TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 028 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PELAKSANAAN SURVEI UMUM DALAM KEGIATAN USAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENETAPAN WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN DAN SISTEM INFORMASI WILAYAH PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Lebih terperinci

BUPATI BOMBANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 2 TAHUN 2011

BUPATI BOMBANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 2 TAHUN 2011 BUPATI BOMBANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN, PERSETUJUAN DAN REKOMENDASI KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DI DAERAH KABUPATEN BOMBANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH

BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT Sejahtera Alam Energy adalah salah satu perusahaan di bidang pengembangan energi panas bumi yang memiliki wilayah kerja panas bumi di Baturraden,

Lebih terperinci

II. KEGIATAN PERIODE TRIWULAN III TAHUN 2012

II. KEGIATAN PERIODE TRIWULAN III TAHUN 2012 I. PENDAHULUAN PT. Sejahtera Alam Energy efektif melaksanakan pengembangan panas bumi WKP Panas Bumi Daerah Baturraden - Provinsi Jawa Tengah mulai tanggal 12 April 2011 berdasarkan Izin Usaha Pertambangan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini dibahas mengenai proses pengolahan data seismik dengan menggunakan perangkat lunak ProMAX 2D sehingga diperoleh penampang seismik yang merepresentasikan penampang

Lebih terperinci

SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS) PEDOMAN TATA KERJA. Nomor: PTK-039/SKKO0000/2015/S0 Revisi ke-01

SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS) PEDOMAN TATA KERJA. Nomor: PTK-039/SKKO0000/2015/S0 Revisi ke-01 SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS) PEDOMAN TATA KERJA Nomor: PTK-039/SKKO0000/2015/S0 Revisi ke-01 AUTHORIZATION FOR EXPENDITURE (AFE) JAKARTA AUTHORIZATION

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

BAB IV. KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) BAB IV. KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) URAIAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah penghasil minyak dan gas bumi, hal ini ditunjukkan dengan ditemukan rembesan minyak

Lebih terperinci

2018, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2018, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No. 304, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penunjang Minyak dan Gas Bumi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2018 TENTANG KEGIATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1298, 2014 KEMENAKERTRANS. Hak Atas Tanah. Transmigran. Pengurusan. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGURUSAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kegiatan Operasional Perminyakan Kegiatan operasional perminyakan di mulai dari eksplorasi, yaitu mencari dan meneliti kandungan apa yang terdapat di perut bumi, hal dilakukan

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 040 TAHUN 2006 TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 040 TAHUN 2006 TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 040 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENAWARAN WILAYAH KERJA MINYAK DAN GAS

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1454 K/30/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN DI BIDANG

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Akuisisi Data Seismik Akuisisi data seismik dilaksanakan pada bulan April 2013 dengan menggunakan Kapal Riset Geomarin III di kawasan batas laut dan Zona Ekonomi Eksklusif

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1974 TENTANG PENGAWASAN PELAKSANAAN EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI MINYAK DAN GAS BUMI DI DAERAH LEPAS PANTAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI YANG MELINTASI JEMBATAN DI WILAYAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 44 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 44 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 44 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN, PERSETUJUAN DAN REKOMENDASI KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DIDAERAH KABUPATEN OGAN ILIR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Salah satu kegiatan eksplorasi seismic di darat adalah kegiatan topografi seismik. Kegiatan ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

BAB IV METODE DAN PENELITIAN BAB IV METODE DAN PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lapangan R, berada di daerah Laut Tarakan, yang merupakan daerah operasi PPPGL dan PPTMBG LEMIGAS. Penelitian ini

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang No.122, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pajak Air Permukaan. Pajak Air Tanah. Pajak Penerangan Jalan. Usaha. Hulu Minyak dan Gas Bumi. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.02/2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.02/2016 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.02/2016 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK AIR PERMUKAAN, PAJAK AIR TANAH, DAN PAJAK PENERANGAN JALAN UNTUK KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG KEGIATAN USAHA PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG KEGIATAN USAHA PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG KEGIATAN USAHA PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

GOVERMENT LIAISON Peranannya dalam memudahkan proses bisnis Perminyakan dengan Pemerintah terutama dalam aktivitas Eksplorasi dan Exploitasi.

GOVERMENT LIAISON Peranannya dalam memudahkan proses bisnis Perminyakan dengan Pemerintah terutama dalam aktivitas Eksplorasi dan Exploitasi. GOVERMENT LIAISON Peranannya dalam memudahkan proses bisnis Perminyakan dengan Pemerintah terutama dalam aktivitas Eksplorasi dan Exploitasi. Mustoto Moehadi Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1879, 2014 KEMENHUB. Pelabuhan. Terminal. Khusus. Kepentingan Sendiri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 73 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun metode penelitian tersebut meliputi akuisisi data, memproses. data, dan interpretasi data seismik.

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun metode penelitian tersebut meliputi akuisisi data, memproses. data, dan interpretasi data seismik. 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisitik dari data hasil rekaman seismik refleksi saluran tunggal. Adapun metode penelitian

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS BINA MARGA, PENGAIRAN, PERTAMBANGAN DAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 195/PMK.02/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 195/PMK.02/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 195/PMK.02/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 9/PMK.02/2016 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK AIR PERMUKAAN, PAJAK AIR TANAH,

Lebih terperinci

1 of 11 7/26/17, 12:19 AM

1 of 11 7/26/17, 12:19 AM 1 of 11 7/26/17, 12:19 AM KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-24/PJ/2016 TENTANG TATA CARA PENILAIAN UNTUK PENENTUAN NILAI JUAL

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara. No.1366, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 040 TAHUN 2006 TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 040 TAHUN 2006 TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 040 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENAWARAN WILAYAH KERJA MINYAK DAN GAS

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa Jawa Barat memiliki endapan pasir besi yang berpotensi

Lebih terperinci

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah Wawang Sri Purnomo dan Muhammad Rizki Ramdhani Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

2017, No perjanjian kontrak kerja sama bagi hasil minyak dan gas bumi antara satuan kerja khusus pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas

2017, No perjanjian kontrak kerja sama bagi hasil minyak dan gas bumi antara satuan kerja khusus pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas No.1822, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pajak Air Permukaan, Pajak Air Tanah, dan Pajak Penerangan Jalan. Pembayaran. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 195/PMK.02/2017

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und No.1589, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Harga. Pemanfaatan. Penetapan Lokasi. Tata Cara. Ketentuan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No No.116, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2017 TENTANG KONTRAK

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Pengawasan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Pengawasan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional SNI 13-6675-2002 Standar Nasional Indonesia Pengawasan eksplorasi bahan galian ICS 73.020 Badan Standardisasi Nasional BSN Daftar Isi Daftar Isi... i Prakata... iii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGURUSAN HAK ATAS TANAH TRANSMIGRAN

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGURUSAN HAK ATAS TANAH TRANSMIGRAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGURUSAN HAK ATAS TANAH TRANSMIGRAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rekayasa industri lepas pantai, peranan survei hidrografi sangat penting, baik dalam tahap perencanaan, tahap konstruksi maupun dalam tahap eksplorasi, seperti

Lebih terperinci

LOKAKARYA KEPABEANAN Bandung, 5 & 6 Juli 2012 DIVISI PMA - BPMIGAS

LOKAKARYA KEPABEANAN Bandung, 5 & 6 Juli 2012 DIVISI PMA - BPMIGAS LOKAKARYA KEPABEANAN Bandung, 5 & 6 Juli 2012 DIVISI PMA - BPMIGAS Lingkup Pengaturan Pedoman Pengelolaan Kepabeanan KKKS ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API), NOMOR IDENTITAS KEPABEANAN (NIK) DAN NOMOR POKOK

Lebih terperinci

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah Priyono, Tony Rahadinata, dan Muhammad Rizki Ramdhani Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2010 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Standar Kompetensi. Manajer Energi Bidang Industri.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2010 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Standar Kompetensi. Manajer Energi Bidang Industri. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2010 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Standar Kompetensi. Manajer Energi Bidang Industri. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Pre

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Pre No.99, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ALAM. Minyak. Gas Bumi. Aceh. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5696). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DI WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PUBLIK DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TIMUR A. PENDAHULUAN Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi

STANDAR PELAYANAN PUBLIK DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TIMUR A. PENDAHULUAN Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi STANDAR PELAYANAN PUBLIK DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TIMUR A. PENDAHULUAN Energi dan Sumber Daya Mineral () Provinsi Jawa Timur dibentuk dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Panas Bumi. Survei. Penugasan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Panas Bumi. Survei. Penugasan. Pedoman. No.11, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Panas Bumi. Survei. Penugasan. Pedoman. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak merupakan salah satu sumber daya alam utama di Indonesia. Jumlah sumber daya dan cadangan minyak bumi yang mencapai 94,98 miliar barel menjadikan Indonesia lahan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGELOLAAN AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN HULU MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI DENGAN

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, T

2017, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, T No.97, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Obvitnas Bidang ESDM. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG OBJEK VITAL NASIONAL BIDANG

Lebih terperinci

Laporan ini merupakan laporan triwulan III (Juli-September) tahun 2013 dengan kegiatan sebagai berikut :

Laporan ini merupakan laporan triwulan III (Juli-September) tahun 2013 dengan kegiatan sebagai berikut : I. PENDAHULUAN PT. Sejahtera Alam Energy efektif melaksanakan pengembangan panas bumi WKP Panas Bumi Daerah Baturraden - Provinsi Jawa Tengah mulai tanggal 12 April 2011 berdasarkan Izin Usaha Pertambangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA

PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA Lampiran I PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA No JENIS PENGHASILAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO (1) (2) (3) 1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN Nomor : P. 14/VII-PKH/2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PINJAM PAKAI KAWASAN

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (LN Tahun 1960 Nomor 133, TLN Nomor 2070); 2.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (LN Tahun 1960 Nomor 133, TLN Nomor 2070); 2. 1 of 8 28/04/2008 10:08 AM KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1454 K/30/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN DI BIDANG MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI ENERGI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG Hasil Pemba hasan d PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.18/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN PINJAM

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ESDM NO. 040/2006

PERATURAN MENTERI ESDM NO. 040/2006 PERATURAN MENTERI ESDM NO. 040/2006 PERMEN ESDM NO. 040/2006 1. MENGACU KETENTUAN UU NO. 22/2001 DAN PP NO. 35/2004, TERUTAMA ISTILAH LELANG DAN PENAWARAN LANGSUNG 2. LEBIH MELENGKAPI DAN MEMPERINCI HAL-HAL

Lebih terperinci

CHECKLIST KELENGKAPAN PERSYARATAN PERMOHONAN REKOMENDASI TEKNIS SURAT IZIN PENGEBORAN AIR TANAH (SIP)

CHECKLIST KELENGKAPAN PERSYARATAN PERMOHONAN REKOMENDASI TEKNIS SURAT IZIN PENGEBORAN AIR TANAH (SIP) KELENGKAPAN PERSYARATAN PERMOHONAN REKOMENDASI TEKNIS SURAT IZIN PENGEBORAN AIR TANAH (SIP) Surat permohonan Rekomendasi dari Bupati/Walikota, disertai lampiran : 1 Surat permohonan izin dari pemohon Peta

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa dengan adanya perubahan kewenangan

Lebih terperinci

PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI JURU UKUR SEISMIK

PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI JURU UKUR SEISMIK PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI JURU UKUR SEISMIK KODE PROGRAM PELATIHAN C 11 20 0 1 1 1 II 01 DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I. DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS Jl.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 217, Tambaha

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 217, Tambaha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2108, 2016 KEMEN-ESDM. PANAS BUMI. EKSPLORASI. PENCAIRAN. PENEMPATAN. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Kepabeanan Barang Operasi Perminyakan

Kepabeanan Barang Operasi Perminyakan Kepabeanan Barang Operasi Perminyakan 27 Juli 2017 Vendor s Day Bersama East Java 2017 Fasilitas Impor Barang Operasi Perminyakan Peraturan Menteri ESDM 037 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN RENCANA

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air tanah nasional.

Penetapan kebijakan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air tanah nasional. - 583 - BB. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 1. Mineral, Batu Bara, Panas Bumi, dan Air Tanah 1. Penetapan kebijakan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-01/MEN/I/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Pekerjaan Persiapan dan pengumpulan Data 3.1.1 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan yang harus dipersiapkan guna memperlancar jalannya pelaksanaan pekerjaan Perencanaan Teknis dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa bahan galian pertambangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2012 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom No. 316, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Alokasi, Pemanfaatan dan Harga. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06

Lebih terperinci

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA NO PENJELASAN 1. Judul: Judul: PERATURAN PEMERINTAH PENJELASAN REPUBLIK INDONESIA ATAS NOMOR 23

Lebih terperinci

PTK Placed Into Ser vice (Rev - 1) Hotel Novotel, Balikpapan September 2012

PTK Placed Into Ser vice (Rev - 1) Hotel Novotel, Balikpapan September 2012 PTK 033 - Placed Into Service (Rev - 1) Hotel Novotel, Balikpapan 19 20 September 2012 AGENDA SOSIALISASI PTK - 033 Rev. 1 Pembukaan Overview Summary Revisi PTK 033 Persyaratan PIS Fasilitas Produksi Persyaratan

Lebih terperinci