BAB I PENDAHULUAN. tanker (0,68%), tugboat (8,84%), dan kapal penangkap ikan (77,09%). 1 Selain
|
|
- Budi Indradjaja
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data dari Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) menyebutkan, hingga saat ini, terdapat 400 ribu Awak Kapal Penangkap Ikan WNI yang memilih berlayar dengan kapal asing. Dari jumlah tersebut, sekitar 100 ribu AKPI WNI bekerja di kapal niaga, 100 ribu lainnya di kapal pesiar, 50 ribu di kapal industri lepas pantai dan sisanya, bekerja di kapal pencari ikan. Sedangkan berdasarkan data pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), jumlah AKPI Indonesia di luar negeri sebanyak jiwa, di mana mayoritas terpusat di kawasan Asia Pasifik, Amerika Selatan dan Afrika. Para AKPI tersebut terbagi dalam beberapa kategori, yakni AKPI yang bekerja di kapal kargo (6,57%), kapal pesiar (6,80%), kapal tanker (0,68%), tugboat (8,84%), dan kapal penangkap ikan (77,09%). 1 Selain standar gaji yang lebih tinggi, hal lain yang menjadi pertimbangan bekerja di kapal asing adalah lapangan kerja bagi AKPI di dalam negeri semakin berkurang. Daya tarik bekerja di luar negeri sangat besar sehingga mencari pelaut yang andal di Indonesia tidaklah mudah sebab mereka cenderung lebih senang bekerja menjadi pelaut kapal barang di luar negeri. Banyak taruna lulusan Akademi Pelayaran Niaga 1 Muhammad Fasabeni, 2015, Ratifikasi Konvensi ILO dan Perlindungan AKPI, dimuat dalam AKPI/3/ diakses pada tanggal 28 April 2017 pukul Wib.
2 Indonesia (AKPELNI) memilih bekerja di luar negeri dengan gaji dolar Amerika Serikat. 2 Salah satu negara perekrut tenaga kerja migran bidang perikanan terbesar adalah Korea Selatan. Menurut data Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Seoul, saat ini terdapat buruh migran asal Indonesia di Korea Selatan, dan sekitar di antaranya bekerja sebagai AKPI. 3 Menurut International Labour Organization (ILO), pada tahun 2014 di Korea Selatan terdapat sekitar tenaga kerja di sektor perikanan yang mana sekitar orang diantaranya adalah pekerja migran. Pekerja migran asal Indonesia mendominasi jumlah pekerja migran di sektor perikanan Korea Selatan dengan jumlah orang, disusul pekerja migran asal Vietnam sebanyak 961 orang, pekerja migran dari Tiongkok 721 orang, dan sisanya 281 orang dari negara lain. 4 Sedangkan berdasarkan data BNP2TKI, menunjukkan bahwa satu dari enam TKI sektor perikanan ditempatkan di Korea Selatan. 5 Para AKPI yang berasal dari Indonesia tersebut ditempatkan oleh perusahaan-perusahaan penangkap ikan Korea Selatan di berbagai kapal yang beroperasi di berbagai negara di dunia. Pengaturan tentang penempatan awak kapal penangkap ikan Indonesia ke luar negeri secara umum adalah Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Profesi 2 Sita Hidriyah, 2014, Kasus Tenggelamnya Kapal Oryong 501 dan Perlindungan TKI AKPI, Info Singkat Hubungan Internasional Vol. VI, No. 23/I/P3DI/Desember/2014, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI, Hlm Ibid. 4 Ratih Pratiwi Anwar, Tenaga Kerja Indonesia Sektor Perikanan di Kapal Berbendera Korea Selatan, INAKOS Journal Vol III No 2 April 2017, Korean Studies in Indonesia, Hlm Ibid.
3 sebagai awak kapal penangkap ikan termasuk dalam pekerjaan atau jabatan tertentu yang membutuhkan pengaturan secara khusus sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 UU Nomor 39 tahun 2004 ini. Namun hingga saat ini, amanat pengaturan khusus tersebut belum dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja sebagai pengemban amanat tersebut. Belum adanya aturan teknis tentang penempatan dan perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) di sektor pelaut di luar negeri dari Kementerian Ketenagakerjaan ini membuat nasib perusahaan rekrutmen awak kapal (manning agent) dan pelaut menjadi tidak menentu. Hal tersebut di atas sangat merugikan bagi para pelaut dalam hal perlindungan, karena tidak adanya payung hukum yang jelas yang memayungi mereka. Selain pelaut, para manning agent pun turut merasakan dampaknya, salah satunya dalam hal perizinan perusahaan. Sebagai contoh, terkait perizinan bagi manning agent yang merekrut dan menempatkan pelaut perikanan di luar negeri. Manning agent merasa kebingungan tentang perizinan yang harus mereka taati sesuai dengan aturan yang berlaku saat ini, sebab ada beberapa aturan dari beberapa instansi Pemerintah yang mengatur tentang hal tersebut, diantaranya adalah: 1. Surat Izin Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (SIPPTKI) dari Kemenaker sesuai Pasal 12 UU PPTKILN. 2. Pendaftaran sebagai Pelaksana Penempatan Pelaut Perikanan (P4) di Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) sesuai Peraturan Kepala BNP2TKI No: PER.03/I/KA/2013 tentang Tata Cara Penempatan dan Perlindungan TKI Pelaut Perikanan di Kapal Berbendera Asing.
4 3. Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal. Kelemahan aturan terkait penempatan AKPI perikanan ini tidak hanya bersumber dari Indonesia sebagai negara pengirim, namun kelemahan aturan juga bersumber dari Korea Selatan sebagai negara penerima yang belum secara maksimal mengatur penempatan AKPI perikana asal Indonesia ini. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya kasus-kasus pelanggaran dan bahkan kejahatan yang terjadi di kapal-kapal perusahaan asal Korea Selatan. Salah satu kasus yang pernah terjadi adalah kasus eksploitasi AKPI asal Indonesia di kapal the Oyang 70 Asal Korea Selatan yang melakukan usaha penangkapan ikan di laut Selandia Baru pada tahun Para awak kapal asal Indonesia di atas kapal tersebut menuturkan bahwa keadaan tempat hidup mereka di atas kapal itu sangat tidak layak. Ruang tempat mereka tinggal selalu terendam air, tanpa tempat tidur, sangat kotor dan selalu dipenuhi serangga. Mereka harus mandi dengan air laut dan minum air yang sangat kotor dan tidak dimasak. Mereka juga mengaku tidak mendapatkan makanan dengan kuantitas dan kualitas yang memadai, bahkan mereka kadang hanya makan nasi dan umpan ikan yang sudah membusuk, dan setelah 20 hari berlayar makanan mereka dijatah dan dapur kapal dikunci. Kondisi ini sangat berbeda dengan para 6 Christina Stringer, dkk., 2011, Not in New Zealand s Waters, Surely? Labour and Human Rights Abuses Aboard Foreign Fishing Vessels, New Zealand Asia Institute, New Zealand, Hlm
5 petugas kapal yang dapat makan berbagai makanan dan minuman sepanjang pelayaran. Berbagai kecelakaan kerja juga dialami oleh para awak kapal yang minim perlengkapan keselamatan. Mereka hanya diberi satu set sarung tangan dalam sebulan tanpa kacamata pelindung, pakaian keamanan dan perlengkapan keselamatan lainnya. Berbagai insiden yang menimpa para pekerja seperti jari yang hancur di sabuk conveyer, jari hancur tertimpa pengawet ikan seberat 12 kilogram, cedera karena terjatuh, tersandung dan terperangkap dalam kawat ketika menarik jaring, dan berbagai kasus lainnya. Sebagian besar kasus tersebut hanya diobati dengan plester luka atau obat yang sudah kedaluarsa atau bahkan tanpa pengobatan sama sekali dan semua kecelakaan ini tidak dicatat dalam buku catatan kapal dan tidak dilaporkan ke petugas kelautan Selandia Baru. Ketika tiba di pelabuhan, para awak kapal yang terluka dilarang untuk turun dari kapal agar petugas pelabuhan tidak melihat kondisi mereka. Gaji yang diterima juga tidak sesuai dengan kontrak kerja dan bahkan yang lebih buruk tidak dibayarkan gajinya. Pembayaran gaji AKPI juga tak sesuai dengan peraturan. Misalnya gaji dikirim ke agensi di Indonesia, dipotong untuk biaya agensi, dan sisanya dikirim pada keluarga. Ada juga kasus diskriminasi penggajian, AKPI Uruguay menerima US $600, sedangkan AKPI Indonesia hanya US $180. Beberapa kasus yang ditangani BNP2TKI juga menunjukkan banyak AKPI yang tidak memiliki perjanjian kerja laut (PKL), karena agensi kebanyakan menyodorkan perjanjian kerja biasa saja. Masalah lainnya, perjanjian kerja tidak ditanda tangani oleh pelaut dan agensi tetapi hanya ditanda tangani oleh pelaut dan
6 saksi mata dari agensi. Biaya penempatan AKPI dalam beberapa kasus melebihi biaya penempatan yang semestinya atau overcharging. Ada juga kasus di mana perjanjian kerja tak disahkan oleh instansi yang berwenang, tak diasuransikan, dan jikapun diasuransikan tak jelas asuransinya. Jika melihat pada kondisi tersebut, perlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) AKPI perlu dilakukan secara lebih maksimal oleh Pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, komitmen Pemerintah Indonesia, khususnya lembagalembaga terkait seperti Kementerian Ketenagakerjaan, BNP2TKI, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Perhubungan untuk memberikan perlindungan yang berkualitas, menyeluruh, dan berkelanjutan bagi para TKI di luar negeri harus benar-benar dibuktikan. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, sejatinya AKPI yang bekerja di kapal asing juga termasuk TKI yang dilindungi. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia perlu memberikan perhatian lebih terhadap upaya perlindungan TKI AKPI di luar negeri, apalagi melihat realita bahwa dari tahun ke tahun memang semakin terasa bertambah besarnya animo TKI untuk bekerja ke luar negeri. Animo tersebut tidak terkecuali juga terjadi di sektor kelautan dan perikanan, bahkan TKI yang dikirim untuk bekerja sebagai AKPI ke luar negeri bisa mencapai orang per tahunnya. 7 Adanya berbagai kasus yang dihadapi oleh para pekerja migran asal Indonesia yang bekerja di kapal-kapal perikanan Korea Selatan sebenarnya dapat 7 Sita Hidriyah, Op.Cit.
7 diminimalisir dengan adanya ketentuan baku yang dapat melindungi mereka. Ada banyak kasus yang dihadapi AKPI Indonesia di kapal perikanan Korea Selatan tersebut disebabkan karena kurangnya pemahaman para pekerja dan perusahaan penerima terkait hak-hak dan kewajibannya saat perekrutan dan pasca penempatan tenaga kerja. Banyak dari kontrak kerja yang ditandatangani oleh para pekerja migran ini ternyata tidak memihak mereka, tetapi karena kendala bahasa dan tuntutan perusahaan pengerah yang kadang hanya memberikan waktu beberapa menit untuk membaca kontrak sehingga akhirnya terpaksa mereka setujui tanpa tahu isi kontrak-kontrak tersebut. Di pihak lain, Korea Selatan sebagai negara penerima juga belum melakukan upaya yang maksimal untuk memberikan perlindungan bagi AKPI asal Indonesia. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya kasus-kasus pelanggaran dan bahkan kejahatan yang dihadapi oleh para pekerja migran ini. Permasalahan inilah yang kemudian melatarbelakangi penulis untuk mengangkat permasalahan ini dalam penelitian yang berjudul Analisis Kelemahan Tata Kelola Penempatan Awak Kapal Penangkap Ikan Asal Indonesia yang Bekerja di Kapal Perikanan Korea Selatan. B. Rumusan Masalah Adapun fokus permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah tata kelola penempatan awak kapal penangkap ikan asal Indonesia yang bekerja di kapal perikanan Korea Selatan? 2. Bagaimanakah kelemahan tata kelola penempatan awak kapal penangkap ikan asal Indonesia yang bekerja di kapal perikanan Korea Selatan?
8 3. Bagaimanakah rekomendasi tata kelola penempatan awak kapal penangkap ikan asal Indonesia yang bekerja di kapal perikanan Korea Selatan? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui tata kelola penempatan awak kapal penangkap ikan asal Indonesia yang bekerja di kapal perikanan Korea Selatan. 2. Untuk menganalisis kelemahan tata kelola penempatan awak kapal penangkap ikan asal Indonesia yang bekerja di kapal perikanan Korea Selatan. 3. Untuk membuat rekomendasi kelemahan tata kelola penempatan awak kapal penangkap ikan asal Indonesia yang bekerja di kapal perikanan Korea Selatan. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil meliputi manfaat dari segi akademis maupun manfaat dari segi praktis. Dari penelitian ini juga mencakup kedua manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Akademik Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum perburuhan internasional, terutama yang berkaitan dengan standar kontrak kerja anak buah kapal penangkap ikan asal Indonesia yang bekerja di kapal perikanan Korea Selatan. 2. Manfaat Praktis
9 Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah (Kementerian Ketenagakerjaan, BNP2TKI, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Perhubungan), aktivis pemerhati yang terkait, pengusaha dan masyarakat untuk mencermati kelemahan tata kelola penempatan awak kapal penangkap ikan asal Indonesia yang bekerja di kapal perikanan Korea Selatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu menemukan formulasi tata kelola penempatan awak kapal penangkap ikan asal Indonesia yang bekerja di kapal perikanan Korea Selatan sebagai wujud perlindungan tenaga kerja migran asal Indonesia yang bekerja di kapal perikanan asing dan perusahaan-perusahaan yang terlibat di dalamnya, sehingga dapat meminimalisir kasus-kasus pelanggaran yang dialami oleh para pekerja migran tersebut. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini berjudul Analisis Kelemahan Tata Kelola Penempatan Awak Kapal Penangkap Ikan Asal Indonesia yang Bekerja di Kapal Perikanan Korea Selatan. Sepanjang penelusuran peneliti, penelitian atas judul tersebut belum pernah dilakukan oleh pihak lain. Oleh karenanya, peneliti berkeyakinan bahwa sejauh ini belum ada yang membahas secara spesifik tentang analisis kelemahan tata kelola penempatan awak kapal penangkap ikan asal Indonesia yang bekerja di kapal perikanan Korea Selatan. Adapun penelitian yang masih ada kaitannya dengan judul penelitian yang peneliti angkat, yaitu: 1. Penelitian dosen Universitas Gadjah Mada yang berjudul Urgensi Re-Format Tata Kelola Penempatan Dan Perlindungan AKPI Yang Bekerja Di Kapal
10 Berbendera Asing Dalam Rangka Peningkatan Perlindungan Hukum Terhadap AKPI tahun 2015 oleh Agustina Merdekawati dan Susilo Andi Darma. Persamaan dari kajian hasil penelitian di atas dengan kajian yang akan peneliti lakukan adalah sama-sama membahas mengenai adanya kelemahan pengaturan penempatan AKPI yang bekerja di luar negeri. Perbedaannya adalah penelitian tersebut lebih berfokus mengkaji kelemahan peraturan Indonesia dalam mengatur penempatan awak kapal penangkap ikan asal Indonesia di luar negeri, yang kemudian ditambahkan dengan rekomendasi formulasi pengaturan dari perspektif penulis, sedangkan penelitian ini akan mencoba menguraikan akar masalah kelemahan pengaturan tersebut dari negara pengirim (Indonesia) dan negara penerima (Korea Selatan). Penulis juga akan mencoba memerikan rekomendasi terkait pengaturan yang baik menurut perspektif penulis. Luaran penelitian ini diharapkan bisa menjadi landasan dalam menciptakan kebjakan yang lebih baik terkait pengaturan penempatan AKPI yang bekerja di Korea Selatan. Sehingga, menurut hemat penulis, penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian yang berbeda dan bersifat komplementer dari penelitian sebelumnya, sehingga penulis berharap penelitian ini nantinya dapat menjadi tambahan atau pelengkap dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
BAB I PENDAHULUAN. Laut Bering lepas pantai Chukotka, Rusia. Juru bicara Kementerian Kelautan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus tenggelamnya kapal penangkap ikan Oryong 501 milik Korea Selatan pada Desember tahun 2014 lalu, menambah tragedi terjadinya musibah buruk yang menimpa
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. mengambil kesimpulan sebagai berikut: telah diatur dalam Konvensi ILO No. 188 Tahun 2007 tentang Work In
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan secara khusus terkait pekerjaan di bidang perikanan telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini menarik perhatian masyarakat Indonesia yang notabene negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri dunia paling mengglobal saat ini adalah migrasi internasional. Hal ini disebabkan pengangguran pada saat sekarang sudah sangat banyak, dan banyak orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja (Trafficking in persons for labor) merupakan masalah yang sangat besar. Data Perdagangan Manusia di Indonesia sejak 1993-2003
Lebih terperinciBERITA NEGARA. KKP. Usaha Perikanan. Sertifikasi. Sistem. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
No.1841, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KKP. Usaha Perikanan. Sertifikasi. Sistem. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2015 TENTANG SISTEM DAN SERTIFIKASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pergerakan tenaga kerja ini biasanya dilakukan oleh tenaga kerja dari negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi, penduduk dunia bergerak meninggalkan tanah airnya menuju negara lain yang menawarkan pekerjaan dengan upah yang jauh lebih tinggi dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. garis khatulistiwa, oleh karenanya angkutan laut sangat dibutuhkan untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang sepanjang garis khatulistiwa, oleh karenanya angkutan laut sangat dibutuhkan untuk memperlancar roda ekonomi regional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dinyatakan bahwa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dinyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut memiliki makna bahwa negara Indonesia berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara
Lebih terperinciBAB II ISU BURUH MIGRAN DAN MIGRANT CARE. CARE sebagai Non-Government Organization. Pembahasan tentang sejarah baik dari
BAB II ISU BURUH MIGRAN DAN MIGRANT CARE Bab ini akan menjelaskan tentang awal mula munculnya isu buruh migran di Indonesia, pada bab ini penulis akan mencoba memaparkan tentang kondisi buruh migran dan
Lebih terperinciBERITA NEGARA. No.970, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Penempatan. Perlindungan. TKI. Sanksi Administrasi.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.970, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Penempatan. Perlindungan. TKI. Sanksi Administrasi. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/PERMEN-KP/2016 TENTANG PERJANJIAN KERJA LAUT BAGI AWAK KAPAL PERIKANAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/PERMEN-KP/2016 TENTANG PERJANJIAN KERJA LAUT BAGI AWAK KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG
Lebih terperinciK189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011
K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi
Lebih terperinci15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional
Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. membuktikan bahwa pemerintah Indonesia belum mampu memberikan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Permasalahan yang terjadi pada TKI di Saudi Arabia selama bertahuntahun membuktikan bahwa pemerintah Indonesia belum mampu memberikan perlindungan yang maksimal
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG KEPELAUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG KEPELAUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UMUM Pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia pelaut dimaksudkan untuk menciptakan
Lebih terperinciI. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciBAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Hasil analisis mengenai Peran ILO terhadap Pelanggaran. HAM berupa Perdagangan Orang yang Terjadi Pada ABK telah
57 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Hasil analisis mengenai Peran ILO terhadap Pelanggaran HAM berupa Perdagangan Orang yang Terjadi Pada ABK telah disampaikan dan diuraikan secara gamblang pada Bab Pembahasan
Lebih terperinciBAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk
Lebih terperinciBab 5. KESIMPULAN dan SARAN
72 Bab 5 KESIMPULAN dan SARAN 5.1 Kesimpulan Setiap manusia berhak atas penghidupan yang layak. Amanat konstitusi menghendaki agar negara mampu memberikan setiap Warga Negara Indonesia pekerjaan dan dengan
Lebih terperinciMENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA
MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA Oleh: Arrista Trimaya * Naskah diterima: 30 Januari 2015; disetujui: 12 Februari 2015 Menteri
Lebih terperinciyang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Di sektor pembangunan yang
A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Di sektor pembangunan yang esensial
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terbuka itu. Begitu pula dengan jumlah masyarakat miskin yang pada tahun 2013
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan tugas negara dalam mensejahterakan masyarakatnya masih jauh dari target yang diharapkan. Salah satu indikator mengenai hal ini dapat dilihat pada jumlah pengangguran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, sudah sepantasnya
Lebih terperinciMEMPERKUAT MEKANISME KOORDINASI DALAM PENANGANAN ABK DAN KAPAL IKAN ASING
MEMPERKUAT MEKANISME KOORDINASI DALAM PENANGANAN ABK DAN KAPAL IKAN ASING Andri Hadi Plt. Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri Laut Teritorial: KEWENANGAN NEGARA
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.
BAB II LANDASAN TEORI A. Keselamatan Kerja Menurut Tarwaka keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan
Lebih terperinciCOMPANY POLICY OF EMPLOYMENTS 2016
COMPANY POLICY OF EMPLOYMENTS 2016 PEMENUHAN KONVENSI PERBURUHAN INTERNASIONAL Kami berkomitmen untuk mematuhi semua hukum dan peraturan terkait Ketenagakerjaan yang berlaku. Disamping itu praktek ketenagakerjaan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG K E P E L A U T A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG K E P E L A U T A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran diatur
Lebih terperinciBAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak
BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK 3.1. Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak Terkait dengan ketentuan hukum mengenai pekerja anak telah diatur di dalam peraturan perundang undangan,
Lebih terperinciK143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975
K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,
Lebih terperinciPERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI
SEMINAR INTERNASIONAL Dalam Format RDP PENTINGNYA REVISI UU NO. 39 TAHUN 2004 BAGI PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI Disampaikan Oleh: Dr. Musni Umar, SH., M.Si A. LATAR BELAKANG 1) TKI
Lebih terperinciPEKERJA ANAK. Dibahas dalam UU NO 13 Tahun 2003 Bab X Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejaterahan Bagian 1 Paragraf 2.
PEKERJA ANAK Dibahas dalam UU NO 13 Tahun 2003 Bab X Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejaterahan Bagian 1 Paragraf 2. PASAL 68 Pengusaha dilarang mempekerjakan anak Pasal 69 1. Ketentuan sebagaimana dimaksud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi pada buruh migran Indonesia yang berada diluar negeri terlihat jelas telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyiksaan yang terjadi terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dalam kurun waktu 10 tahun terakhir jumlahnya semakin terus meningkat. Penyiksaan yang kerap terjadi pada
Lebih terperinciKETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN
KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN PERATURAN KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMASUKAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/PERMEN-KP/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 15/PERMEN-KP/2016 TENTANG KAPAL PENGANGKUT IKAN
Lebih terperinciLAPORAN HASIL SURVEY PERLINDUNGAN MATERNITAS DAN HAK-HAK REPRODUKSI BURUH PEREMPUAN PADA 10 AFILIASI INDUSTRIALL DI INDONESIA
LAPORAN HASIL SURVEY PERLINDUNGAN MATERNITAS DAN HAK-HAK REPRODUKSI BURUH PEREMPUAN PADA 10 AFILIASI INDUSTRIALL DI INDONESIA KOMITE PEREMPUAN IndustriALL Indonesia Council 2014 1 LAPORAN HASIL SURVEY
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.5931 PENGESAHAN. Konvensi. 2006. Maritim. Ketenagakerjaan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 193) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN CIANJUR KE LUAR NEGERI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN CIANJUR KE LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIANJUR, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciKEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke
KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA Penyunting Humphrey Wangke Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2011
Lebih terperinciPERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI: SEBUAH MANDAT KEMERDEKAAN NEGARA INDONESIA
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI: SEBUAH MANDAT KEMERDEKAAN NEGARA INDONESIA Oleh: Drs. H. Irgan Chairul Mahfiz (Wakil Ketua Komisi IX DPR RI) Perlindungan TKI dalam Konsitusi Pembukaan
Lebih terperinciTUGAS AKHIR SEMESTER GANJIL
TUGAS AKHIR SEMESTER GANJIL PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN SESUAI AMANAT SILA KEDUA PANCASILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB Oleh : Nama : Aula Datun Nafi ah NIM : 11.02.8064 Kelompok : A Program Studi :
Lebih terperinciREKOMENDASI KEBIJAKAN KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TERHADAP RUU PPILN
REKOMENDASI KEBIJAKAN KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TERHADAP RUU PPILN RUU PPILN Harus Sejalan dengan Agenda Pembangunan Nasional: Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan
Lebih terperinciASPEK-ASPEK HUKUM DAN HAM TERKAIT PERLINDUNGAN TKI DI LUAR NEGERI
ASPEK-ASPEK HUKUM DAN HAM TERKAIT PERLINDUNGAN TKI DI LUAR NEGERI Jawahir Thontowi Guru Besar Ilmu Hukum dan Direktur for Centre for Local Law Development Studies FH UII Disampaikan dalam Panel Diskusi,
Lebih terperinciK45 KERJA WANITA DALAM SEGALA MACAM TAMBANG DIBAWAH TANAH
K45 KERJA WANITA DALAM SEGALA MACAM TAMBANG DIBAWAH TANAH 1 K-45 Mengenai Kerja Wanita dalam Segala Macam Tambang Dibawah Tanah 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG PERSYARATAN DAN MEKANISME SERTIFIKASI HAK ASASI MANUSIA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.
161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan
Lebih terperinciRechtsVinding Online. manusiawi selama masa penampungan;
AGENDA KERJA UNTUK TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI Oleh: Arfan Faiz Muhlizi * Naskah diterima: 22 November 2014; disetujui: 24 November 2014 Setumpuk pekerjaan rumah menunggu Nusron Wahid yang
Lebih terperinciKEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN
Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN *46909 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-XIII/2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2015 TENTANG SISTEM DAN SERTIFIKASI HAK ASASI MANUSIA PADA USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN MARITIME LABOUR CONVENTION, 2006 (KONVENSI KETENAGAKERJAAN MARITIM, 2006)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN MARITIME LABOUR CONVENTION, 2006 (KONVENSI KETENAGAKERJAAN MARITIM, 2006) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI Latar Belakang Bekerja adalah hak asasi manusia. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pekerjaan yang layak,
Lebih terperinciK105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA
K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA 1 K 105 - Penghapusan Kerja Paksa 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki dan
Lebih terperinciTanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi
Perkeretaapian UU No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 157 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia
Lebih terperinciMaritim Labour Convention, 2006 Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006
Maritim Labour Convention, 2006 Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006 Sidang Umum Organisasi Ketenagakerjaan lnternasional, Telah diselenggarakan di Jenewa oleh Badan Pengurus Kantor Pusat Organisasi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SANKSI ADMINISTRATIF DALAM PELAKSANAAN PENEMPATAN
Lebih terperinciUPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA
UPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA DR. AGUSMIDAH, SH., M.HUM PASCA SARJANA -ILMU HUKUM USU MEDAN Pendahuluan Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja
Lebih terperinciKONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI
KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI 1.1 "Wajib" digunakan dalam Lampiran untuk menunjukkan suatu ketentuan, penerapan yang seragam
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Perubahan manajemen dalam UU ASN hanya mengenal 2 jenis pegawai
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Perubahan manajemen dalam UU ASN hanya mengenal 2 jenis pegawai yaitu PNS dan PPPK, mengakibatkan kedudukan tenaga honorer dalam struktur kepegawaian pemerintah menjadi tidak
Lebih terperinciKajian Statuta Universitas Indonesia Aspek Ketenagakerjaan. Oleh: Arinta Dea Dini Singgi dan Daya Cipta S 1
Kajian Statuta Universitas Indonesia Aspek Ketenagakerjaan Oleh: Arinta Dea Dini Singgi dan Daya Cipta S 1 1 SuperStaf Divisi Kajian Kebijakan BK MWA UI UM 2013 Pada tanggal 14 Oktober 2013 telah disahkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, yang memiliki lebih dari 17.000 (tujuh belas ribu) pulau yang membentang dari 6 LU sampai 11 LS dan 92 BT sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. finansial yang sangat terbatas sehingga TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dalam kondisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai jumlah kepadatan penduduk sejumlah 240 juta jiwa pada tahun 2010, jumlah tersebut masih dapat meningkat hingga sekarang
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan L
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.965, 2016 KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal Kepentingan Sendiri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 71 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN
Lebih terperinciSetiap negara memiliki kelebihan dan kekurangan akan faktor tenaga kerja, negara berkembang membutuhkan tenaga kerja ahli dengan kemampuan khusus, dim
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan antara negara adalah bentuk dari perdamaian dunia, negaranegara melakukan hubungan kerjasama satu sama lain demi memenuhi kepentingan nasional masing-masing
Lebih terperinciMENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 40/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciK27 PEMBERIAN TANDA BERAT PADA BARANG-BARANG BESAR YANG DIANGKUT DENGAN KAPAL
K27 PEMBERIAN TANDA BERAT PADA BARANG-BARANG BESAR YANG DIANGKUT DENGAN KAPAL 1 K-27 Mengenai Pemberian Tanda Berat pada Barang-Barang Besar yang Diangkut dengan Kapal 2 Pengantar Organisasi Perburuhan
Lebih terperinci2017, No Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 T
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2017 KEMEN-KP. Sertifikasi HAM Perikanan. Persyaratan dan Mekanisme. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PERMEN-KP/2017 TENTANG
Lebih terperinciPedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April
Pedoman Pemasok Olam Dokumen terakhir diperbarui April 2018 Pedoman Pemasok Olam April 2018 1 Daftar Isi Pendahuluan 3 Prinsip Pedoman Pemasok 4 Pernyataan Pemasok 6 Lampiran 1 7 Pendahuluan Olam berusaha
Lebih terperinciK111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN
K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN R.I. (www.tka-online.depnakertrans.go.id)
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN R.I. (www.tka-online.depnakertrans.go.id) FILOSOFI PENGGUNAAN TKA FILOSOFI PENGGUNAAN TKA ASAS MANFAAT ASPEK KEAMANAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA MEKANISME PEGENDALIAN TKA (Termasuk
Lebih terperinciSurat Perjanjian Kerja Sama Terkait Program Pemagangan Keterampilan Orang Asing (Contoh)
(Tipe Pengawasan Asosiasi) Surat Perjanjian Kerja Sama Terkait Program Pemagangan Keterampilan Orang Asing (Contoh). dari negara. (selanjutnya disebut Lembaga Pengirim) dan. dari negara Jepang (selanjutnya
Lebih terperinci2016, No Republik Indonesia Nomor 4152); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
No.1339, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHUB. Penggunaan Kapal Asing. Pemberian Izin. Persyaratan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 100 TAHUN 2016 PM 154 TAHUN
Lebih terperinci2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Peraturan Menteri tentang Tata Car
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2074, 2015 KEMENAKER. TKI. Surat Izin. Pemberian. Perpanjangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA
Lebih terperinci2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1048, 2015 BNP2TKI. TKI. Penempatan. Pelayanan. Tata Cara Penundaan. Pencabutan PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA NOMOR
Lebih terperinci2015, No Ketentuan Impor Produk Tertentu, dan mengatur kembali ketentuan impor produk tertentu; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1553, 2015 KEMENDAG. Impor. Produk Tertentu. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK TERTENTU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Hubungan Internasional untuk memenuhi national interest nya masingmasing.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan kerjasama antar dua negara atau yang disebut juga Hubungan Bilateral, merupakan salah satu bentuk dari interaksi antar negara sebagai aktor dalam Hubungan
Lebih terperinciK177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177)
K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) 1 K177 - Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk yang kurang seimbang merupakan faktor yang sangat. adalah Masalah ketenagakerjaan di Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi dan penyebaran penduduk yang kurang seimbang merupakan faktor yang sangat mempengaruhi tentang masalah ketenagakerjaan di
Lebih terperinciPekerja Rumah Tangga Anak (PRTA)
Tugas Makalah Masalah Sosial Anak Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA) Disusun Oleh : Muhammad Alhada Fuadilah Habib (NIM. 071114030) DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.41, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor. Produk Tertentu. Ketentuan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83/M-DAG/PER/12/2012 TENTANG KETENTUAN IMPOR
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Agusmidah, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Ghalia Indonesia, Bogor.
DAFTAR PUSTAKA Buku Agusmidah, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Ghalia Indonesia, Bogor. Asikin, Zainal dan Amirudi, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Atmosudirdjo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menjadi suatu kenyataan yang dihadapi setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Proses interaksi dan saling pengaruh memengaruhi, bahkan pergesekan
Lebih terperinciAkses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia
MIGRANT WORKERS ACCESS TO JUSTICE SERIES Akses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia RINGKASAN EKSEKUTIF Bassina Farbenblum l Eleanor Taylor-Nicholson l Sarah Paoletti Akses
Lebih terperinciPENDAHULUAN LATAR BELAKANG
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut yang sangat luas maka salah satu moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara. Penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia diarahkan untuk mencapai
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia mempunyai tugas, fungsi dan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara. Penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia diarahkan
Lebih terperinciKODE ETIK PEMASOK. Etika Bisnis
KODE ETIK PEMASOK Weatherford telah membangun reputasinya sebagai organisasi yang mengharuskan praktik bisnis yang etis dan integritas yang tinggi dalam semua transaksi bisnis kami. Kekuatan reputasi Weatherford
Lebih terperinci