EVALUASI PENERAPAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) DI UKM MUSTIKA LANGGENG JAYA, KABUPATEN BANYUMAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI PENERAPAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) DI UKM MUSTIKA LANGGENG JAYA, KABUPATEN BANYUMAS"

Transkripsi

1 Tema: 8 Pengabdian kepada Masyarakat EVALUASI PENERAPAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) DI UKM MUSTIKA LANGGENG JAYA, KABUPATEN BANYUMAS Oleh Rumpoko Wicaksono, Aisyah Tri Septiana, dan Condro Wibowo Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman rumpokowicaksono@gmail.com ABSTRAK Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bidang pangan dimulai dengan menguatkan konstruksi keamanan pangan produk, oleh karena itu, pemberdayaan UKM di bidang pangan melalui sistem keamanan pangan menjadi upaya strategis untuk meningkatkan daya saing dan pendapatan masyarakat. Upaya yang dapat ditempuh untuk penguatan konstruksi keamanan pangan yaitu dengan menerapkan prinsip-prinsip higiene dan sanitasi produksi pangan serta praktik-praktik baik dalam pengelolaan penjaminan mutu dan keamanan pangan seperti yang tertuang dalam Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB). Metode yang digunakan yaitu metode survai terhadap kondisi CPPB UKM dan dilanjutkan dengan transfer pengetahuan dan pendampingan implementasi prinsip-prinsip CPPB. UKM sasaran kegiatan yaitu UKM Mustika Langgeng Jaya, Desa Binangun, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas. Evaluasi kondisi CPPB di UKM ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kondisi sarana dan praktik produksi pangan di Mustika Langgeng Jaya, dan (2) mengetahui pengaruh transfer pengetahuan tentang CPPB dan implementasinya terhadap perubahan kondisi CPPB di UKM Mustika Langgeng Jaya.Penilaian terhadap kondisi awal CPPB UKM Mustika Langgeng Jaya menunjukkan bahwa: (1) terdapat 7 elemen yang belum memenuhi persyaratan CPPB dan tergolong dalam ketidaksesuaian serius, terapat 4 elemen tergolong dalam ketidaksesuaian kritis, 1 elemen tergolong dalam ketidaksesuaian mayor, dan 1 elemen tergolong dalam ketidaksesuaian minor dan (2) transfer pengetahuan tentang CPPB dan pendampingan implementasinya menghasilkan peningkatan kesesuaian terhadap persyaratan CPPB secara sangat signifikan, menyisakan 3 elemen yang tergolong dalam ketidaksesuaian serius dan 1 elemen yang tergolong ketidaksesuaian minor. Kata kunci: CPPB, transfer pengetahuan, pendampingan, UKM ABSTRACT The empowerment of Small and Medium-sized Enterprises (SMEs) in the field of food is commenced by strengthening the construction of food safety products. Therefore, the empowerment of SMEs in the food sector through food security system becomes a strategic effort to improve the competitiveness and income of the community. The efforts can be made to strengthen food safety construction by applying the principles of hygiene and sanitation of food production and good practices in the management of quality assurance and food safety as contained in Good Manufacturing Practices (GMP). The method used was survey method to the GMP condition of SMEs and continued with the transfer of knowledge and assistance implementation of GMP principles. SMEs target of the activities are Mustika Langgeng Jaya, Binangun Village, Banyumas District, Banyumas Regency. The evaluation of GMP condition in SMEs aims: (1) to figure out the condition of food production facilities and practices in Mustika Langgeng Jaya, and (2) to know the effect of knowledge transfer about GMP and its implementation to the change of GMP condition in Mustika Langgeng Jaya. GMP condition of Mustika Langgeng Jaya shows that: (1) there are 7 elements that have not fulfilled GMP requirements and are classified as serious non-conformity, 4 elements are classified as critical non-conformity, 1 element belong to major non-conformity, and 1 element belong to minor non-conformity. and (2) ) the transfer of knowledge about GMP and accompaniment of its implementation resulted in a significant increase in compliance to GMP requirements, leaving 3 elements classified as serious non-conformity and 1 element classified as minor nonconformity. Keywords: GMP, knowledge transfer, accompaniment, SMEs 4

2 PENDAHULUAN Usaha kecil dan menengah (UKM) memberi andil yang besar sebagai sektor ekonomi yang strategis dalam menunjang ketahanan ekonomi di tingkat rumah tangga. Hal ini terkait dengan peran sertanya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan pekerjaan, mudah beradaptasi dengan perubahan permintaan pasar, serta berkontribusi terhadap penyediaan produk dan kemudahan akses perolehan bahan pangan untuk konsumsi masyarakat. Terkait dengan harmonisasi ASEAN tahun 201, UKM pangan menghadapi tantangan dan peluang yang lebih besar, sehingga UKM pangan perlu pemberdayaan yang lebih lebih intensif lagi. UKM pangan tidak hanya dituntut untuk mampu menyediakan pangan yang aman dan bermutu bagi masyarakat, tetapi juga sekaligus siap menghadapi persaingan di pasar global, utamanya di negara-negara ASEAN. Pemberdayaan UKM bidang pangan dimulai dengan menguatkan konstruksi keamanan pangan produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, pemberdayaan UKM di bidang pangan melalui sistem keamanan pangan menjadi upaya strategis untuk meningkatkan daya saing dan pendapatan masyarakat (Rahayu et al., 2012). Upaya yang dapat ditempuh untuk penguatan konstruksi keamanan pangan yaitu dengan menerapkan prinsip-prinsip higiene dan sanitasi produksi pangan serta praktik-praktik baik dalam pengelolaan penjaminan mutu dan keamanan pangan seperti yang tertuang dalam Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) atau Good Manufacturing Practices (GMP). CPPB merupakan bagian dari penjaminan mutu yang menjamin bahwa produk yang dihasilkan konsisten mutunya dan dikendalikan dengan standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan kebutuhan pasar (Kumar dan Jha, 201). Selain itu, implementasi CPPB juga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen serta meningkatkan nilai jual produk (Rodmanee dan Huang, 2013). Mustika Langgeng Jaya merupakan UKM yang menjadi sentra bagi pengelola emping melinjo dan makanan olahan lainya berbahan dasar hasil bumi lokal di Desa Binangun, Kabupaten Banyumas, sebagai tindak lanjut dari realisasi Kampoeng Mandiri OGOP (One Grumbul One Product). Evaluasi kondisi CPPB di UKM ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kondisi sarana dan praktik produksi pangan di Mustika Langgeng Jaya, dan (2) mengetahui pengaruh transfer pengetahuan tentang CPPB dan implementasinya terhadap perubahan kondisi CPPB di UKM Mustika Langgeng Jaya. METODE PELAKSANAAN Metode yang digunakan yaitu metode survei terhadap kondisi CPPB UKM Mustika Langgeng Jaya dan pendampingan implementasi prinsip-prinsip CPPB dengan menggunakan formulir pemeriksaan sarana produksi industri rumah tangga yang tercantum dalam Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Penentuan kategori ketidaksesuaian atau penyimpangan pada temuan di sarana produksi dilakukan sesuai dengan peraturan tersebut. Hasil evaluasi kondisi awal digunakan sebagai dasar untuk introduksi prinsip-prinsip CPPB dan implementasi tindakan koreksi terhadap proses produksi yang dilakukan UKM. Transfer pengetahuan CPPB didasarkan pada Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK tahun 2012 tentang Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Hasil pendampingan terhadap implementasi CPPB dievaluasi setelah 3 bulan implementasi. Penilaian kondisi CPPB sebelum dan setelah kegiatan dilakukan dengan menggunakan metode zero-one. Jika kondisi sesuai dengan persyaratan CPPB, diberi nilai 1,

3 sedangkan jika tidak sesuai, diberi nilai 0. Signifikansi pengaruh transfer pengetahuan dan implementasi CPPB setelah kegiatan dianalisis dengan menggunakan uji t berpasangan (α = %). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penilaian terhadap kondisi awal CPPB disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil penilaian kondisi awal CPPB Mustika Langgeng Jaya No. Elemen yang Diperiksa Ketidaksesuaian A. LOKASI DAN LINGKUNGAN PRODUKSI 1 Lokasi dan lingkungan industri rumah tangga pangan tidak terawat, kotor dan berdebu. SE B. BANGUNAN DAN FASILITAS 2 Ruang produksi sempit, sukar dibersihkan, dan digunakan untuk SS memproduksi produk selain pangan. 3 Lantai, dinding, dan langit-langit tidak terawat, kotor, berdebu SE dan/atau berlendir. 4 Ventilasi, pintu, dan jendela tidak terawat, kotor, dan berdebu. SE C. PERALATAN PRODUKSI Permukaan yang kontak langsung dengan pangan berkarat dan kotor. SS 6 Peralatan tidak dipelihara, dalam keadaan kotor, dan tidak menjamin SS efektifnya sanitasi. 7 Alat ukur/timbangan untuk mengukur/menimbang berat bersih/isi bersih tidak tersedia atau tidak teliti. SS D. SUPLAI AIR ATAU SARANA PENYEDIAAN AIR 8 Air bersih tidak tersedia dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi SS seluruh kebutuhan produksi. 9 Air berasal dari suplai yang tidak bersih. SS E. FASILITAS DAN KEGIATAN HIGIENE DAN SANITASI 10 Sarana untuk pembersihan/pencucian bahan pangan, peralatan, SS perlengkapan dan bangunan tidak tersedia dan tidak terawat dengan baik. 11 Tidak tersedia sarana cuci tangan lengkap dengan sabun dan alat SE pengering tangan. 12 Sarana toilet/jamban kotor tidak terawat dan terbuka ke ruang SS produksi. 13 Tidak tersedia tempat pembuangan sampah tertutup. KR F. KESEHATAN DAN HIGIENE KARYAWAN 14 Karyawan di bagian produksi pangan ada yang tidak merawat SS kebersihan badannya dan atau ada yang sakit 1 Karyawan di bagian produksi pangan tidak mengenakan pakaian kerja SE dan/atau mengenakan perhiasan. 16 Karyawan tidak mencuci tangan dengan bersih sewaktu memulai SS mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah, atau bahan/alat yang kotor, dan sesudah ke luar dari toilet/jamban. 17 Karyawan bekerja dengan perilaku yang tidak baik (seperti makan dan SS minum) yang dapat mengakibatkan pencemaran produk pangan. 18 Tidak ada penanggung jawab higiene karyawan. MA G. PEMELIHARAAN DAN PROGRAM HIGIENE DAN SANITASI 19 Bahan kimia pencuci tidak ditangani dan digunakan sesuai prosedur, SS disimpan di dalam wadah tanpa label. 20 Program higiene dan sanitasi tidak dilakukan secara berkala. SE 21 Hewan peliharaan terlihat berkeliaran di sekitar dan di dalam ruang KR 6

4 No. Elemen yang Diperiksa Ketidaksesuaian produksi pangan. 22 Sampah di lingkungan dan di ruang produksi tidak segera dibuang. SS H. PENYIMPANAN 23 Bahan pangan, bahan pengemas disimpan bersama-sama dengan SS produk akhir dalam satu ruangan penyimpanan yang kotor, lembap dan gelap dan diletakkan di lantai atau menempel ke dinding. 24 Peralatan yang bersih disimpan di tempat yang kotor. SS I. PENGENDALIAN PROSES 2 Industri rumah tangga pangan tidak memiliki catatan, menggunakan SS bahan baku yang sudah rusak, bahan berbahaya, dan bahan tambahan pangan yang tidak sesuai dengan persyaratan penggunaannya. 26 Industri rumah tangga pangan tidak mempunyai atau tidak mengikuti SS bagan alir produksi pangan. 27 Industri rumah tangga pangan tidak menggunakan bahan kemasan SS khusus untuk pangan. 28 Bahan tambahan pangan (BTP) tidak diberi penandaan dengan benar. SS 29 Alat ukur/timbangan untuk mengukur/menimbang BTP tidak tersedia atau tidak teliti. SS J. PELABELAN PANGAN 30 Label pangan tidak mencantumkan nama produk, daftar bahan yang KR digunakan, berat bersih/isi bersih, nama dan alamat industri rumah tangga pangan, masa kedaluwarsa, kode produksi, dan nomor P-IRT. 31 Label mencantumkan klaim kesehatan atau klaim gizi SS K. PENGAWASAN OLEH PENANGGUNG JAWAB 32 Industri rumah tangga pangan tidak mempunyai penanggung jawab SS yang memiliki Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP). 33 Industri rumah tangga pangan tidak melakukan pengawasan internal secara rutin, termasuk monitoring dan tindakan koreksi. SE L. PENARIKAN PRODUK 34 Pemilik industri rumah tangga pangan tidak melakukan penarikan produk pangan yang tidak aman. SS M. PENCATATAN DAN DOKUMENTASI 3 Industri rumah tangga pangan tidak memiliki dokumen produksi. SS 36 Dokumen produksi tidak mutakhir, tidak akurat, tidak tertelusur dan tidak disimpan selama 2 (dua) kali umur simpan produk pangan yang diproduksi. MI N. PELATIHAN KARYAWAN 37 Industri rumah tangga pangan tidak memiliki program pelatihan keamanan pangan untuk karyawan. KR Keterangan: - SS : Sudah sesuai dengan persyaratan CPPB - KR : Ketidaksesuaian kategori kritis - SE : Ketidaksesuaian kategori serius - MA: Ketidaksesuaian kategori mayor - MI : Ketidaksesuaian kategori minor Kategori ketidaksesuaian yang paling banyak ditemukan adalah ketidaksesuaian serius yang ada pada 7 elemen. Ketidaksesuaian serius adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi memengaruhi keamanan produk. Aspek lokasi dan lingkungan produksi umumnya tergolong dalam ketidaksesuaian serius. Berdasarkan SNI CAC/RCP 1:2011 (Badan 7

5 Standardisasi Nasional, 2011), pemilihan lokasi industri harus memperhatikan sumber kontaminasi potensial, untuk mengurangi risiko ancaman terhadap aspek keamanan pangan. Debu merupakan sumber kontaminan yang berpeluang besar masuk ke ruang produksi, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius karena pada debu dapat terbawa mikroorganisme (Mortimore dan Wallace, 2001). Sarana cuci tangan yang belum tersedia dan pengabaian penggunaan pakaian kerja juga berpotensi memengaruhi keamanan produk. Hal ini meningkatkan risiko kontaminasi kuman dari pekerja ke produk. Tindakan koreksi yang perlu dilakukan untuk menurunkan tingkat potensi bahaya di aspek lingkungan produksi, yaitu memperbaiki lingkungan produksi, agar dapat menjamin bahwa pangan tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis dan kimia selama dalam proses produksi serta mudah dibersihkan dan disanitasi. Selain itu, perlu penerapan program higiene secara berkala dan melakukan pengawasan internal agar dapat segera diambil tindakan koreksi yang diperlukan. Ketidaksesuaian kritis merupakan aspek yang harus segera diperbaiki, karena mengindikasikan apabila tidak dipenuhi akan memengaruhi keamanan produk secara langsung dan/atau merupakan persyaratan yang wajib dipenuhi. Hasil temuan terhadap aspek ini pada UKM Mustika Langgeng Jaya terdapat pada 4 elemen, yang meliputi ketidaksesuaian pelabelan, adanya hewan peliharaan yang berkeliaran di ruang produksi, yaitu kucing. Selain itu, pihak UKM belum menyediakan tempat sampah tertutup dan belum memiliki program pelatihan keamanan bagi karyawannya. Kemasan pangan harus diberi label yang jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen dalam memilih, menangani, menyimpan, mengolah dan mengonsumsi pangan. Ketidaksesuaian dalam menangani dan ketidakjelasan informasi masa kedaluwarsa pangan dapat berbahaya bagi konsumen. Tindakan koreksi yang perlu dilakukan adalah pembuatan label pangan yang memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Berdasarkan peraturan tersebut, label produk pangan sekurang-kurangnya memuat nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat produsen, serta tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa. Hewan peliharaan yang berkeliaran di ruang produksi dan tempat sampah yang tidak tertutup dapat meningkatkan risiko kontaminasi produk pangan yang ditularkan atau terbawa oleh hewan peliharaan, maupun lalat dan hewan lain yang tertarik dengan adanya tumpukan sampah. Sehubungan dengan hal tersebut, pihak UKM perlu membatasi akses hewan peliharaan ke dalam ruang produksi, serta menggunakan tempat sampah yang tertutup dan segera membungkus atau membuang sampah ke lokasi di luar lingkungan produksi. Pengetahuan pekerja terhadap keamanan pangan merupakan hal penting untuk mendukung praktik-praktik penanganan pangan yang baik. Program pelatihan keamanan pangan merupakan hal yang harus ada, terutama untuk pekerja baru atau pekerja yang belum pernah mendapatkan pengetahuan tentang keamanan pangan. Bagi UKM, program pelatihan keamanan pangan yang 8

6 dikerjakan secara mandiri sulit untuk dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu campur tangan pihak Pemerintah maupun pihak lain seperti Perguruan Tinggi untuk memfasilitasi dan membina UKM terkait dengan pelatihan dan pengawasan keamanan pangan. Hasil evaluasi juga menunjukkan adanya ketidaksesuaian kategori mayor dan minor, masingmasing pada 1 elemen. Ketidaksesuaian mayor adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi memengaruhi efisiensi pengendalian keamanan produk. Dalam hal ini adalah belum adanya penanggung jawab higiene karyawan. Penanggung jawab higiene karyawan diperlukan untuk memastikan bahwa praktik produksi yang diterapkan di industrinya berjalan mengikuti kaidah-kaidah keamanan pangan. Kegiatan produksi akan lebih mudah diawasi dan dievaluasi oleh pihak penanggung jawab apabila didokumentasikan dengan baik dalam bentuk dokumen produksi. UKM Mustika Langgeng Jaya sudah memiliki dokumen produksi, namun pencatatannya belum tertib. Hal ini menyebabkan adanya ketidaksesuaian minor, yaitu persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi memengaruhi mutu (wholesomeness) produk. Pencatatan dan dokumentasi merupakan persyaratan penting untuk pelaksanaan program pengendalian proses yang baik (Vasconcellos, 200). Pencatatan dan dokumentasi yang baik penting dikerjakan dalam kaitannya dengan kemudahan untuk penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi dan distribusi, dan kemudahan dalam mengevaluasi kegiatan operasional secara keseluruhan serta mutu produk akhir. Hal tersebut akan menyebabkan sistem pengawasan pangan menjadi lebih efektif (Patel dan Chotai, 2011). Berdasarkan hasil evaluasi kondisi CPPB awal, dilakukan transfer pengetahuan tentang CPPB dan pendampingan implementasinya. Perubahan kondisi CPPB sebelum dan setelah kegiatan dinilai dengan metode zero-one seperti yang tercantum pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil penilaian dengan metode zero-one kondisi CPPB Mustika Langgeng Jaya sebelum dan setelah pendampingan No. Elemen yang Diperiksa Sebelum Setelah A. LOKASI DAN LINGKUNGAN PRODUKSI 1 Lokasi dan lingkungan industri rumah tangga pangan tidak terawat, kotor dan berdebu. 0 1 B. BANGUNAN DAN FASILITAS 2 Ruang produksi sempit, sukar dibersihkan, dan digunakan untuk memproduksi produk selain pangan. 3 Lantai, dinding, dan langit-langit tidak terawat, kotor, berdebu dan/atau berlendir. 4 Ventilasi, pintu, dan jendela tidak terawat, kotor, dan berdebu. C. PERALATAN PRODUKSI Permukaan yang kontak langsung dengan pangan berkarat dan kotor. 6 Peralatan tidak dipelihara, dalam keadaan kotor, dan tidak menjamin efektifnya sanitasi. 7 Alat ukur/timbangan untuk mengukur/menimbang 9

7 No. Elemen yang Diperiksa Sebelum Setelah berat bersih/isi bersih tidak tersedia atau tidak teliti. D. SUPLAI AIR ATAU SARANA PENYEDIAAN AIR 8 Air bersih tidak tersedia dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan produksi. 9 Air berasal dari suplai yang tidak bersih. E. FASILITAS DAN KEGIATAN HIGIENE DAN SANITASI 10 Sarana untuk pembersihan/pencucian bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan bangunan tidak tersedia dan tidak terawat dengan baik. 11 Tidak tersedia sarana cuci tangan lengkap dengan 0 0 sabun dan alat pengering tangan. 12 Sarana toilet/jamban kotor tidak terawat dan terbuka ke ruang produksi. 13 Tidak tersedia tempat pembuangan sampah tertutup. 0 1 F. KESEHATAN DAN HIGIENE KARYAWAN 14 Karyawan di bagian produksi pangan ada yang tidak merawat kebersihan badannya dan atau ada yang sakit 1 Karyawan di bagian produksi pangan tidak 0 0 mengenakan pakaian kerja dan/atau mengenakan perhiasan. 16 Karyawan tidak mencuci tangan dengan bersih sewaktu memulai mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah, atau bahan/alat yang kotor, dan sesudah ke luar dari toilet/jamban. 17 Karyawan bekerja dengan perilaku yang tidak baik (seperti makan dan minum) yang dapat mengakibatkan pencemaran produk pangan. 18 Tidak ada penanggung jawab higiene karyawan. 0 1 G. PEMELIHARAAN DAN PROGRAM HIGIENE DAN SANITASI 19 Bahan kimia pencuci tidak ditangani dan digunakan sesuai prosedur, disimpan di dalam wadah tanpa label. 20 Program higiene dan sanitasi tidak dilakukan secara 0 1 berkala. 21 Hewan peliharaan terlihat berkeliaran di sekitar dan di 0 1 dalam ruang produksi pangan. 22 Sampah di lingkungan dan di ruang produksi tidak segera dibuang. H. PENYIMPANAN 23 Bahan pangan, bahan pengemas disimpan bersamasama dengan produk akhir dalam satu ruangan penyimpanan yang kotor, lembap dan gelap dan diletakkan di lantai atau menempel ke dinding. 24 Peralatan yang bersih disimpan di tempat yang kotor. I. PENGENDALIAN PROSES 2 Industri rumah tangga pangan tidak memiliki catatan, menggunakan bahan baku yang sudah rusak, bahan berbahaya, dan bahan tambahan pangan yang tidak sesuai dengan persyaratan penggunaannya. 26 Industri rumah tangga pangan tidak mempunyai atau tidak mengikuti bagan alir produksi pangan. 27 Industri rumah tangga pangan tidak menggunakan bahan kemasan khusus untuk pangan. 28 Bahan tambahan pangan (BTP) tidak diberi penandaan 6 0

8 No. Elemen yang Diperiksa Sebelum Setelah dengan benar. 29 Alat ukur/timbangan untuk mengukur/menimbang BTP tidak tersedia atau tidak teliti. J. PELABELAN PANGAN 30 Label pangan tidak mencantumkan nama produk, 0 1 daftar bahan yang digunakan, berat bersih/isi bersih, nama dan alamat industri rumah tangga pangan, masa kedaluwarsa, kode produksi, dan nomor P-IRT. 31 Label mencantumkan klaim kesehatan atau klaim gizi K. PENGAWASAN OLEH PENANGGUNG JAWAB 32 Industri rumah tangga pangan tidak mempunyai penanggung jawab yang memiliki Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP). 33 Industri rumah tangga pangan tidak melakukan pengawasan internal secara rutin, termasuk monitoring dan tindakan koreksi. 0 0 L. PENARIKAN PRODUK 34 Pemilik industri rumah tangga pangan tidak melakukan penarikan produk pangan yang tidak aman. M. PENCATATAN DAN DOKUMENTASI 3 Industri rumah tangga pangan tidak memiliki dokumen produksi. 36 Dokumen produksi tidak mutakhir, tidak akurat, tidak tertelusur dan tidak disimpan selama 2 (dua) kali umur simpan produk pangan yang diproduksi. 0 0 N. PELATIHAN KARYAWAN 37 Industri rumah tangga pangan tidak memiliki program pelatihan keamanan pangan untuk karyawan. 0 1 Berdasarkan uji t berpasangan, diperoleh nilai p = 0,006 yang menunjukkan bahwa kegiatan implementasi CPPB yang diberikan kepada UKM Mustika Langgeng Jaya menunjukkan perubahan kondisi CPPB secara sangat nyata (p < 0,01). Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa masih ada 4 elemen CPPB yang masih perlu untuk ditingkatkan kesesuaiannya. Ketidaksesuaian serius masih ditemui pada 4 elemen dan ketidaksesuaian minor pada 1 elemen. Komitmen yang kuat sangat diperlukan bagi pihak UKM untuk memenuhi semua persyaratan CPPB dan terus mengimplementasikan praktikpraktik produksi pangan yang baik yang telah dilaksanakan sebagai bagian dari budaya kerja pihak UKM. KESIMPULAN 1. Penilaian terhadap kondisi awal CPPB UKM Mustika Langgeng Jaya menunjukkan bahwa terdapat 7 elemen yang belum memenuhi persyaratan CPPB dan tergolong dalam ketidaksesuaian serius, terdapat 4 elemen tergolong dalam ketidaksesuaian kritis, 1 elemen tergolong dalam ketidaksesuaian mayor, dan 1 elemen tergolong dalam ketidaksesuaian minor. 6 1

9 2. Transfer pengetahuan tentang CPPB dan pendampingan implementasinya menghasilkan peningkatan kesesuaian terhadap persyaratan CPPB secara sangat signifikan, menyisakan 3 elemen yang tergolong dalam ketidaksesuaian serius dan 1 elemen yang tergolong ketidaksesuaian minor. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada pihak Unsoed yang telah mendanai kegiatan ini dalam skema Program Penerapan Ipteks Batch 2. DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional Rekomendasi Nasional Kode Praktis Prinsip Umum Higiene Pangan (CAC/RCP , Rev , IDT). Kumar, N. & A. Jha Latest Trend in Drugs Regulatory Guidance on Good Manufacturing Practices. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Bussines Management 3(10): Mortimore, S. & C. Wallace Food Industry Briefing Series: HACCP. Blackwell Science, Great Britain. Patel, K. T. & N. P. Chotai Documentation and Records: Harmonized GMP Requirements. Journal of Young Pharmacists 3(2): Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK tahun 2012 tentang Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Rahayu, W. P., H. Nababan, P. Hariyadi, & Novinar Keamanan Pangan dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk Penguatan Ekonomi Nasional. Makalah Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X. Jakarta, November Rodmanee, S. and W.C. Huang Hygiene and Manufacturing Practices, Interagency Collaboration, and a Proposal for Improvement: A Case Study of Community Food Enterprise in Thailand. International Journal of Social Science and Humanity 3(3): Vasconcellos, J. A Quality Assurance for the Food Industri, a Practical Approach. CRC Press, New York. 6 2

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah 20 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Chrisna Snack, Perumahan Josroyo 19 RT 7 RW

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN A. KERANGKA KONSEP Variabel Bebas Variabel Terikat Pengetahuan pelaku industri Sanitasi Hygiene Hasil monitoring keamanan produk industri rumah tangga (PIRT) pada makanan dan

Lebih terperinci

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Fokus Menghindari Pencemaran dan Penurunan Mutu Produk Pemeliharaan dan Pembersihan Prosedur Pembersihan dan Sanitasi Program Pengendalian Hama (Mencegah, Pemasangan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian jaringan tubuh yang rusak.

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 4.1 Potensi IKM Makanan Kota Bogor Berdasarkan besarnya kontribusi sektor-sektor perekonomian dalam pembentukan PDRB Kota Bogor, sektor industri merupakan sektor kedua dimana

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK. 00.05.5.1639 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT) KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di Indonesia, Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat. UKM sangat berperan dalam peningkatan lapangan pekerjaan.

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (IRT)

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (IRT) CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (IRT) BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA TUJUAN KHUSUS Memberikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keamanan pangan memegang peranan yang sangat strategis. Terjaminnya kondisi keamanan pangan di Indonesia berarti telah memenuhi hak-hak masyarakat Indonesia untuk memperoleh

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri berbasis rumah tangga yang bergerak dalam bidang pengolahan bahan pangan asal ternak dan supermarket.

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.469, 2012 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2205 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2206 TAHUN 2012 TENTANG CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA CARA PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk 94 Lampiran 1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Tahu Pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016 (Sumber : Keputusan Menteri

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2206 TAHUN 2012 TENTANG CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DAN SERTIFIKAT LAIK HYGIENE SANITASI JASABOGA, DEPOT AIRMINUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agroindustri semakin berkembang pesat. Seiring dengan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. Agroindustri semakin berkembang pesat. Seiring dengan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era modern ini, sektor industri di Indonesia terutama di bidang Agroindustri semakin berkembang pesat. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar dalam mengulas berita tentang keamanan pangan. Ulasan berita tersebut menjadi tajuk utama, khususnya

Lebih terperinci

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjangkau oleh daya beli masyarakat tercantum dalam UU no. 18, th Pangan yang aman merupakan faktor yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang terjangkau oleh daya beli masyarakat tercantum dalam UU no. 18, th Pangan yang aman merupakan faktor yang penting untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 24/PER-DJPDSPKP/2017 TENTANG PEMERINGKATAN SERTIFIKAT KELAYAKAN PENGOLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN 97 Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Tekn. Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Risiko Risiko merupakan ketidakpastian (risk is uncertainty) dan kemungkinan terjadinya hasil yang

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas

Lebih terperinci

A.PENDAHULUAN B.SKEMA PENJAMINAN KEAMANAN DAN MUTU BERDASARKAN PP NO. 28 TH.2004 C.SKEMA PENJAMINAN MUTU LAINNYA

A.PENDAHULUAN B.SKEMA PENJAMINAN KEAMANAN DAN MUTU BERDASARKAN PP NO. 28 TH.2004 C.SKEMA PENJAMINAN MUTU LAINNYA A.PENDAHULUAN B.SKEMA PENJAMINAN KEAMANAN DAN MUTU BERDASARKAN PP NO. 28 TH.2004 C.SKEMA PENJAMINAN MUTU LAINNYA From surveys [1] to several parts in West Jawa (Bandung, Subang, Garut, Purwakarta, Sukabumi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi ini perkembangan zaman yang diingiringi dengan inovasi-inovasi dalam bidang pangan khususnya. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu produk makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan zat yang memiliki peranan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia.tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah

Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Berdasarkan PP no.28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Pangan dapat di kategorikan : PANGAN SEGAR Pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN DALAM RANGKA PENINGKATAN DAYA SAING USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH UNTUK PENGUATAN EKONOMI NASIONAL

KEAMANAN PANGAN DALAM RANGKA PENINGKATAN DAYA SAING USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH UNTUK PENGUATAN EKONOMI NASIONAL KEAMANAN PANGAN DALAM RANGKA PENINGKATAN DAYA SAING USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH UNTUK PENGUATAN EKONOMI NASIONAL BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA

Lebih terperinci

From Farm to Fork...

From Farm to Fork... TITIS SARI KUSUMA From Farm to Fork... GAP GHP GTP GHP GLP GMP Konsumen Praktek Produksi yang baik (GMP) Merupakan kombinasi dari produksi dan prosedur pengawasan kualitas yang ditujukan untuk memastikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam menentukan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Produksi. Pangan. Olahan. Formula. Bayi. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CV Cita Nasional merupakan salah satu industri yang bergerak pada olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat mudah terkontaminasi karena kandungan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN UKM KRIPIK SINGKONG RASA GADUNG DI DESA PULE KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI ABSTRAK

PEMBERDAYAAN UKM KRIPIK SINGKONG RASA GADUNG DI DESA PULE KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI ABSTRAK PEMBERDAYAAN UKM KRIPIK SINGKONG RASA GADUNG DI DESA PULE KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI Wiwit R 1, E.W. Riptanti 2, dan C. Anam 3 1,2 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UNS Surakarta

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi III. METODA KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi Abadi dengan lokasi Jl. Langgar Raya No. 7 RT. 12, Rw. 05 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen dan Bisnis MEDIA EKONOMI Volume XVII, NO. 1 Januari 2017

Jurnal Manajemen dan Bisnis MEDIA EKONOMI Volume XVII, NO. 1 Januari 2017 DAMPAK PROGRAM IbPE BAGI UKM GULA KELAPA DI KABUPATEN BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH Suliyanto Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman Weni Novandari Dosen Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi, makanan harus baik, dan aman untuk dikonsumsi.

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi, makanan harus baik, dan aman untuk dikonsumsi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyediaan makanan yang sehat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan derajat kesehatan. Agar dapat berfungsi dengan baik maka diperlukan berbagai

Lebih terperinci

MATERI III : ANALISIS BAHAYA

MATERI III : ANALISIS BAHAYA MATERI III : ANALISIS BAHAYA (Prinsip HACCP I) Tahap-tahap Aplikasi HACCP 1 1. Pembentukan Tim HACCP 2. Deskripsi Produk 3. Indentifikasi Konsumen Pengguna 4. Penyusunan Bagan alir proses 5. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga IRTP semakin banyak bermunculan di Indonesia sebagai salah satu dampak dari krisis moneter yang terjadi saat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi a. Lokasi UKM Berdasarkan hasil pengamatan, lokasi UKM Al-Fadh terletak ditengah perkampungan yang berdekatan dengan area persawahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan khususnya bidang gizi terus berkembang dari waktu ke waktu sehingga memberikan dampak bagi pelayanan gizi.

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. No.358, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 75/M-IND/PER/7/2010 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Data BPS tahun 2006-2010 menunujukkan bahwa UKM mengalami peningkatan yang sangat pesat, karena UKM berhasil menyumbangkan 57% dari PDB yang mampu menyediakan lapangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai negara termasuk Indonesia. Ditinjau dari aspek keamanan pangan, globalisasi tersebut dapat memperbesar

Lebih terperinci

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN B A D A N P E N G A W A S O B A T D A N M A K A N A N R E P U B L I K I N D O N E S I A Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Tel. 4244691 4209221 4263333

Lebih terperinci

Undang-undang Pangan No. 7/1996

Undang-undang Pangan No. 7/1996 Undang-undang Pangan No. 7/1996 Legislasi -> pengaturan Dasar pengaturan : Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia Prasyarat yang harus dipenuhi : aman, bermutu bergizi, beragam dan tersedia secara cukup

Lebih terperinci

Rekomendasi nasional kode praktis - Prinsip umum higiene pangan

Rekomendasi nasional kode praktis - Prinsip umum higiene pangan Standar Nasional Indonesia Rekomendasi nasional kode praktis - Prinsip umum higiene pangan (CAC/RCP 1-1969, Rev. 4-2003, IDT) ICS 67.020 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

PERBAIKAN PROSES BISNIS PADA USAHA KECIL MENENGAH NUTRITY MENGGUNAKAN METODE BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT

PERBAIKAN PROSES BISNIS PADA USAHA KECIL MENENGAH NUTRITY MENGGUNAKAN METODE BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT PERBAIKAN PROSES BISNIS PADA USAHA KECIL MENENGAH NUTRITY MENGGUNAKAN METODE BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT IN NUTRITY SMALL AND MEDIUM ENTERPRISES USING BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah

BAB V PENUTUP. Implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga di Kabupaten Jepara dilaksanakan oleh beberapa Stakeholder, di antaranya

Lebih terperinci

PENERAPAN HACCP PADA INDUSTRI CRACKER MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: STEPHANIE HANS

PENERAPAN HACCP PADA INDUSTRI CRACKER MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: STEPHANIE HANS PENERAPAN HACCP PADA INDUSTRI CRACKER MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: STEPHANIE HANS 6103009034 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA SURABAYA

Lebih terperinci

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN ISO 22000 ISO 14001 ISO 17025 OHSAS Budaya Kerja 5S/5R Budaya Kerja K3 Sistem Manajemen Halal ISO 9001 Konsumen/Masyarakat IMPLEMENTASI ISO 9001:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.15/MEN/2011 TENTANG PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN YANG MASUK KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan ini berisikan tentang alasan dilakukannya penelitian dan menjelaskan permasalahan yang terjadi di PT Gunung Pulo Sari. Penjelasan yang akan dijabarkan pada pendahuluan ini

Lebih terperinci

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya

Lebih terperinci

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang cukup jumlah dan mutunya, manusia tidak

Lebih terperinci

PENERAPAN PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PRODUK UBI JALAR

PENERAPAN PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PRODUK UBI JALAR PENERAPAN PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PRODUK UBI JALAR Rr. Aulia Qonita 1 dan Nur Her Riyadi Parnanto 2 1 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UNS Surakarta 2 Program Studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Desa Kaliyoso terdapat di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah barat

Lebih terperinci

Cindy K Dastian 1, Idi Setyobroto 2, Tri Kusuma Agung 3 ABSTRACT

Cindy K Dastian 1, Idi Setyobroto 2, Tri Kusuma Agung 3 ABSTRACT EFFECT OF SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE (SSOP) SOCIALIZATION TO KNOWLEDGE ON SANITATION HYGIENE OF FOOD PROCESSING STAFF AT NUTRITION INSTALLATION OF PROF. DR. W. Z JOHANES HOSPITAL KUPANG Cindy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen masa kini lebih cerdas dan lebih menuntut, mereka mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, rasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci