PENERAPAN PRINSIP NETRALITAS BAGI APARATUR SIPIL NEDARA BERDASARKAN UU NO.5 TAHUN 2014 NEGARA PEMILIHAN KEPALA DAERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN PRINSIP NETRALITAS BAGI APARATUR SIPIL NEDARA BERDASARKAN UU NO.5 TAHUN 2014 NEGARA PEMILIHAN KEPALA DAERAH"

Transkripsi

1 PENERAPAN PRINSIP NETRALITAS BAGI APARATUR SIPIL NEDARA BERDASARKAN UU NO.5 TAHUN 2014 NEGARA PEMILIHAN KEPALA DAERAH Dr.Rini Irianti Sundary, SH.,MH 1 rinisundary@gmail.com Abstrak Dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka perlu dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral, dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah selaku pembina kepegawaian telah berupaya untuk mendorong terwujudnya sebuah birokrasi yang netral. Salah satu upaya yang dilakukan yakni menekankan asas netralitas dalam regulasi perundang-undangan. Lahirnya undang-undang ASN salah satunya didasarkan pada upaya pembentukan birokrasi yang netral. UU ini menyebutkan di bagian penjelasan bahwa dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga padatugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.pada faktanya tidak jarang bahwa pegawai ASN sengaja ditarik-tarik untuk terlibat dalam politik praktis, walaupun sementara ASN memang berminat menyeberang ke dalam politik praktis. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan netralitas aparatur sipil negara dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, apa saja yang menyebabkan adanya aparatur yang kurang netral dan pengawasn yang dilakukan terhadap pelaksanaan prinsip netralitas. Netralitas Pegawai Negeri Sipil memang sangat dibutuhkan dalam proses politik seperti Pemilihan Umum Kepala Daerah atau pemilu anggota legislative dan pemilihan Presiden/Wakil Presiden, karena pegawai negeri merupakan pelayan publik dan pegawai negeri yang betul-betul berdiri secara independen tanpa harus memihak. Kata kunci: Aparatur Sipil Negara, Birokrasi, Netralitas 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung 155

2 Pendahuluan Kedudukan dan peranan Aparatur Sipil Negara dalam penyelenggaraan pemerintahan sangat penting dan menentukan, karena melalui tangan-tangan unsur Aparatur Negaralah bertumpu upaya-upaya pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan untuk mencapai tujuan Nasional. Tujuan Nasional bangsa Indonesia seperti termaksud di dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 ialah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh Tanah Tumpah Darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Tujuan Nasional tersebut hanya dapat dicapai melalui Pembangunan Nasional yang direncanakan dengan terarah dan realistis serta dilaksanakan secara bertahap, bersungguh-sungguh, berdaya guna, dan berhasil guna. Dalam rangka usaha mencapai tujuan Nasional sebagai tersebut di atas diperlukan adanya pegawai Negeri yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, kuat, berdaya guna, berhasil guna, bersih, berkwalitas tinggi, dan sadar akan tanggung-jawabnya sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Apratur Sipil Negara menjelaskan bahwa Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tersebut juga dinyatakan bahwa setiap : Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Netralitas dapat juga diartikan sebagai bersikap tidak memihak terhadap sesuatu apapun. 2 Dalam konteks ini netralitas diartikan sebagai tidak terlibatnya pegawai negeri sipil.dalam pemilihan Kepala Daerah atau pemilihan legislatif baik secara aktif maupun pasif.). Netralitas Pegawai Negeri Sipil memang sangat dibutuhkan dalam proses politik seperti Pemilihan Umum Kepala Daerah atau pemilu anggota legislative dan pemilihan Presiden/Wakil Presiden, karena pegawai negeri merupakan pelayan publik dan pegawai negeri yang betul-betul berdiri secara independen tanpa harus memihak. Harus 2 Miftah Toha, 2014, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, Cetakan Ke-5. Jakarta: Penerbit Prenadamedia Group, Hlm

3 diperhatikan bahwa kadang kala pegawai negeri terbawa arus atau karena dalam keadaan terpaksa untuk memihak pada salah satu pihak apalagi ketika salah satu kandidat merupakan calon petahana (incumbent). Ketidaknetralan Pegawai negeri juga sangat terlihat apabila ada calon anggota legislatfe itu ada hubungan keluarga atau karena ada kedekatan, sehingga nilai-nilai yang seharusnya dimiliki harus terbuang dan ditinggalkan. Tidak mengherankan jika banyak proses politik dalam hal ini pemilihan umum yang dicederai dengan adanya keterlibatan secara langsung pegawai negeri sipil dalam mendukung salah satu calon atau beberapa calon dari partai-partai politik tertentu. Perumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka permaslahandapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan dan implementasinya netralitas aparatur sipil Negara dalam pemilihan Kepala Daerah? 2. Bagaimana pengawasan terhadap netralitas aparatur sipil Negara dlam pemilihan Kepala Daerah? Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah bersifat yuridis normatif. Penelitian ini bersifat eksplanotoris-analitis untuk menggambarkan serta menjelaskan secara tepat dan lebih mendalam mengenai suatu gejala. 3 Pembahasan terhadap pokok permasalahan dalam penelitian ini didasarkan pada pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan sejarah (historical approach) dan pendekatan kasus (case approach). Peneliti menggunakan tiga pendekatan tersebut agar mendapatkan hasil penelitian terbaik karena setiap metode pendekatan mempunyai fungsi yang berbeda. 2. Spesifikasi Penelitian Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan untuk mengkaji, meneliti dan menganalisis penelitian ini yakni bahan hukum primer, sekunder serta tersier.bahan hukum yang terkumpul akan diolah secara sistematis untuk mendapatkan gambaran yang utuh dan jelas tentang permasalahan yang dibahas. Pengolahan bahan dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara melakukan seleksi bahan hukum sekunder, kemudian melakukan klarifikasi menurut penggolongan bahan hukum dan menyusun data hasil penelitian tersebut secara sistematis, tentu saja hal tersebut dilakukan secara logis, dalam artian ada hubungan dan keterkaitan antara bahan hukum satu dengan bahan hukum lainnya untuk mendapatkan gambaran umum dari hasil penelitian. 4 3 Sri Mamudji, 2005, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm Ibid 157

4 Hasil Dan Pembahasan Pengaturan Dan Implementasinya Netralitas ASN Dalam Pemilihan Kepala Daerah Sebelumnya telah dijelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat Pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan kebijakan dan manajemen Aparatur Sipil Negara berdasarkan pada asas: (1) Kepastian hukum; (2) Profesionalitas; (3) Proporsionalitas; (4) Keterpaduan; (5) Delegasi; (6) Netralitas; (7) Akuntabilitas; (8) Efektif dan efisien; (9) Keterbukaan; (10) Nondiskriminatif; (11) Persatuan dan kesatuan; (12) Keadilan dan kesetaraan; dan (13) Kesejahteraan. Pegawai ASN berfungsi, sebagai: (1) Pelaksana kebijakan publik; (2) Pelayan publik; dan (3) Perekat dan pemersatu bangsa. Adapun tugas aparatur sipil negara adalah : (1) Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (2) Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan (3) Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan peran sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. 5 Pegawai ASN memiliki hak dan kewajiban. Pegawai ASN berhak memperoleh: (1) Gaji, tunjangan, dan fasilitas; (2) Cuti; (3) Jaminan pensiun dan jaminan hari tua; (4) Perlindungan; dan (5) Pengembangan kompetensi. Adapun kewajiban Pegawai ASN, adalah: (1) Setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah; (2) Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; (3) Melaksanakan 5 Miftah Toha, op.cit 158

5 kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang; (4) Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan; (5) Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab; (6) Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan; (7) Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan (8) Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka perlu dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral, dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara selama ini dirasakan belum berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Demi mewujudkan aparatur sipil negara sebagai bagian dari reformasi birokrasi, perlu ditetapkan aparatur sipil negara sebagai profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menerapkan sistem merit (merit system) dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara. Sebagaimana diketahui, bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan nasional dan tantangan global saat ini, sehingga sudah tepat rasanya bila pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) ini, maka sangat diharapkan bahwa implementasi dari kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah ini dapat berjalan dengan efektif, agar pengelolaan Aparatur Sipil Negara (ASN) dapat lebih optimal. Reformasi penataan aparatur birokrasi Indonesia telah diatur oleh Pemerintah melalui UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Namun demikian dalam tataran implementasi, lahirnya UU tentang Pemilukada dan kenyataan bahwa Indonesia sebagai negara multikulturalisme menjadi tantangan tersendiri bagi keberadaan ASN, kini dan masa datang. Taruhannya adalah netralitas birokrasi dalam penyelenggaraan Pemilukada di berbagai daerah. Tidak jarang bahwa pegawai ASN 159

6 sengaja ditarik-tarik untuk terlibat dalam politik praktis, walaupun sementara ASN memang berminat menyeberang ke dalam politik praktis. Pemerintah telah berupaya memberikan upaya untuk mengeliminir pudarnya netralitas dan konflik di lapangan: 1) Penguatan Satuan Tugas Penegakkan Integritas ASN dalam Pilkada, 2) Penguatan Kapasitas KASN dalam Penegakkan Netralitas ASN, 3) Pendidikan Etika dalam Program Pengembangan Kompetensi ASN, 4) Pendidikan Sosial-Kultural dalam Pengembangan Kompetensi ASN, 5) Memperkuat Mekanisme dan Prosedur yang Menjamin Penerapan Secara Tegas Disiplin dan Etika ASN, dan 6) Penguatan Peran Masyarakat dalam Sistem Whistle Blower untuk Memperkuat Fungsi Pengawasan Netralitas ASN. Pengawasan Terhadap Netralitas Aparatur Sipil Negara Dalam Pemilihan Kepala Daerah Beberapa tantangan mewujudkan netralitas birokrasi di era demokrasi politik ini diantaranya adalah : Pertama, fragmentasi yang berlebihan. Fragmentasi birokrasi terjadi dikarenakan kebutuhan pembentukan lembaga birokrasi selama ini tidak didasarkan untuk merespon kepentingan publik, tetapi lebih pada motif kepentingan tertentu, terutama kepentingan politik. Sehingga, selama ini birokrasi lebih banyak dikendalikan atas dasar kebutuhan politik elit lokal. Penempatan pejabat tertentu kerap didasarkan pada alasan kedekatan atau dukungan pada waktu pemilihan. Sementara itu, birokrasi melihat relasi ini sebagai suatu simbiosis mutualisme yang menguntungkan posisi politik mereka di pemerintahan. 6 Kedua, patronase birokrasi. Patronase merupakan penyakit klasik dalam budaya birokrasi Indonesia. Patronase tumbuh subur karena dipengaruhi oleh kultur feodal yang telah berkembang sejak masa kerajaan dan kolonial. Dalam konteks demokrasi, patronase tidak pernah luntur karena demokrasi lokal justru banyak melahirkan elit-elit lokal kuat yang menggunakan birokrasi untuk memperkuat kepentingan politik mereka di daerah. Kepala daerah kerap menyalahgunakan fungsi sebagai pejabat pembina kepegawaian dengan mengintervensi pelaksanaan manajemen kepegawaian yang berdampak pada merebaknya spoil system, sebagai lawan merit system. Ketiga, lemahnya pengawasan manajemen ASN. Lemahnya pengawasan manajemen ASN selama ini telah berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam birokrasi sehingga sistem merit tidak pernah berjalan secara optimal. Pemilihan pejabat struktural di berbagai K/L/D kerap mendasarkan diri pada kepentingan jangka pendek dibandingkan dengan kepentingan strategis integrated human resources management (IHRM). Lelang jabatan (open biding) yang digadanggadang melahirkan pejabat yang memiliki kompetensi sebagaimana harapan, belum sepenuhnya terwujud dengan baik. 6 Nugroho, Riant, 2003, Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, Jakart: Elex Media Komputindo hlm

7 Keempat, lemahnya pemahaman wawasan kebangsaan dan kebhinekaan atau kompetensi sosio-kultural. Peralihan status pegawai dari pegawai negeri pusat menjadi pegawai negeri daerah pasca Orde Baru telah berdampak melahirkan birokrasi etnisitas. Di beberapa kasus di daerah, etnisitas menjadi dasar pembentukan jaringan-jaringan patronase yang menentukan siapa yang menjadi penjaga gerbang birokrasi. - Upaya Netralisasi Birokrasi Pemerintah selaku pembina kepegawaian telah berupaya untuk mendorong terwujudnya sebuah birokrasi yang netral. Salah satu upaya yang dilakukan yakni menekankan asas netralitas dalam regulasi perundang-undangan. Beberapa regulasi yang telah dikeluarkan pemerintah yang mengatur asas netralitas itu diantaranya: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi Anggota Partai Politik. Pada pasal 2 PP ini disebutkan bahwa: (1). Pegawai negeri sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. (2). Pegawai negeri sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Pada pasal 4 ayat 12 sampai dengan 15 PP ini disebutkan bahwa setiap PNS dilarang untuk memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. PP ini juga mengatur mekanisme pemberian hukuman bagi PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. Dalam konteks keberpihakan pada individu/kelompok/golo-ngan seperti proses pemilukada, sanksi hukuman bagi PNS yang terlibat masuk dalam kategori berat (Pasal 10 ayat 5). 3. Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Lahirnya undang-undang ASN salah satunya didasarkan pada upaya pembentukan birokrasi yang netral. UU ini menyebutkan di bagian penjelasan bahwa Dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN,serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga padatugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Untuk memperkuat upaya netralitas ini, UU ASN mengamanatkan dibentuknya suatu komisi yang salah satu tugasnya melakukan pengawasan terhadap ASN, yaitu Komisi Aparatur Sipi Negara (KASN). Pada pasal 31 disebutkan tugas KASN adalah: (1) Menjaga netralitas Pegawai ASN; (2) Melakukan pengawasan atau pembinaan profesi ASN; (3) Melaporkan pengawasan dan evaluasi kebijakan Manajemen ASN kepada Presiden. Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 22 E (1) (2) dan Pasal 18, Pilkada termasuk dalam kategori pemilu. Hal ini berarti bahwa Pilkada (Pemilu) merupakan sarana kebebasan bagi masyarakat untuk menentukan kepala daerahnya sendiri secara otonom dan mandiri, terbukanya ruang publik (public sphere) sebagai medium 161

8 partisipasi publik untuk menyalurkan berbagai pendapat dan pikiran rakyat serta tebentuknya ruang/wahana untuk mengembangkan demokratisasi kehidupan sosial. Sebagaimana dikemukakan diatas, menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan salah satu jenis dari apartur sipil negara disamping itu ada Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). PNS sebagai penyelenggara pemerintahan harus tanggap terhadap perkembangan yang terjadi pada semua aspek kehidupan ekonomi, sosial, budaya, politik dan ketertiban serta mampu mengendalikan, membimbing dan mengarahkan seluruh dimensi kehidupan bermasyarakat. Untuk mewujudkan semua itu, maka diperlukan PNS yang profesional, mandiri dan tidak terlibat dalam kekuatan sosial politik manapun (netral). Dengan demikian, dalam menyelenggarakan pemerintahan, PNS harus menjunjung tinggi prinsip netralitas. Prinsip ini merupakan basis idealisme pengabdian pelayanan publik yang prima dan disinilah tanggungjawab, moralitas dan disiplin PNS diuji. Sebenarnya persoalan netralitas birokrasi sudah menjadi pembicaraan lama di antara para ahli. Hegel menyatakan bahwa terdapat tiga kelompok dalam masyarakat, yaitu kelompok kepentingan khusus (particular interest) yang dalam hal ini diwakili oleh para pengusaha dan profesi, kemudian kelompok kepentingan umum (general interest) yang diwakili oleh negara, dan kelompok ketiga adalah kelompok birokrasi. Hegel dengan konsep tiga kelompok dalam masyarakat di atas menginginkan birokrasi harus berposisi di tengah sebagai perantara antara kelompok kepentingan umum yang dalam hal ini diwakili negara dengan kelompok pengusaha dan profesi sebagai kelompok kepentingan khusus. Jadi dalam hal ini birokrasi, harus netral. Pada sisi lain Wilson dan Goodnow menyatakan perlunya memisahkan antara administrasi dengan politik yang arahnya adalah menjaga agar masing-masing bertugas dan berfungsi sebagaimana mestinya. Admisnistrasi sebagai lembaga implementasi kebijakan, sedang politik sebagai lembaga pembuat kebijakan. Sebagai lembaga implementasi pelaksana kebijakan politik, birokrasi menurut Wilson dalam kaitannya dengan kenetralannya berada di luar bagian politik. Sehingga permasalahan administrasi atau birokrasi hanya terkait dengan persoalan bisnis dan harus terlepas dari segala urusan politik (the hurry and strife of politics). Menurut Goodnow sendiri mengatakan bahwa ada dua fungsi pokok pemerintah yang amat berbeda satu sama lain, yaitu politik dan administrasi. Politik berkaitan dengan membuat dan merumuskan kebijakankebijakan sedangkan administrasi berhubungan dengan pelaksanaan Kebijakan. Dalam perspektif lain, netralitas birokrasi dikemukakan oleh Francis Rourke yang mengatakan walaupun birokrasi pada mulanya hanya berfungsi untuk melaksanakan kebijakan politik akan tetapi birokrasi bisa berperan membuat kebijakan politik. Menurut Rourke, netralitas birokrasi dari politik adalah hampir tidak mungkin, sebab jika partai politik mampu memberikan alternatif program pengembangan dan mobilisasi dukungan maka birokrasi akan melaksanakan tugas-tugas itu sendiri dan mencari dukungan politik di luar partai yang dapat membantunya dalam merumuskan kebijakan politik. Dukungan politik itu menurut Rourke dapat diperoleh melalui tiga 162

9 konsentrasi yakni pada masyarakat luar, pada legislatif dan pada diri birokrasi sendiri (executive branch). Masyarakat luar itu berupa kalangan pers, pengusaha dan mahasiswa. Legislatif dari kalangan DPR, dan birokrasi sendiri, misalnya dari kalangan perguruan tinggi.[10] Sedangkan menurut Nicholas Henry birokrasi mempunyai kekuatan (power). Kekuasaan itu adalah kekuasaan untuk tetap tinggal hidup selamanya (staying power) dan kekuasaan untuk membuat keputusan (policymaking power). - Peluang dan Tantangan Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Dari pernyataan beberapa ahli terkait implementasi kebijakan, dapat disimpulkan bahwa ada 4 (empat) faktor yang secara umum memengaruhi implementasi kebijakan, yaitu: (1) Komunikasi; (2) Sumber daya; (3) Disposisi (sikap pelaksana); dan (4) Struktur birokrasi/ organisasi. Terkait dengan aspek komunikasi, implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ini akan berhasil bila pembuat keputusan/decision maker dapat memberikan informasi secara tepat, jelas, akurat, dan konsisten. Komunikasi yang tepat, jelas, akurat, dan konsisten akan menghindari terjadinya diskresi/discretion pada para implementor karena mereka akan mencoba menerjemahkan kebijakan Undang-Undang ini menjadi tindakan yang spesifik. Diskresi ini tidak perlu dilakukan jika terdapat aturan yang jelas serta spesifik mengenai apa yang perlu dilakukan. Namun, aturan yang terlalu kaku juga dapat menghambat implementasi Undang-Undang ini karena akan menyulitkan adaptasi dari para implementor. Terkait dengan aspek sumber daya, implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ini akan menghindari terjadinya politisasi penempatan pejabat, baik di tingkat pusat maupun di daerah karena pemilihannya menekankan merit system yang menghargai kinerja yang telah dibuat oleh aparatur, sehingga menghasilkan pejabat yang publik yang benar-benar kompeten. Karena selama ini yang sering kali terjadi adalah pejabat yang dipilih oleh pimpinan, terutama oleh pejabat daerah, adalah anggota tim suksesnya. Hal tersebut tentu tidak baik karena mereka dipilih menjadi pejabat bukan karena kemampuannya namun karena kedekatannya. Melalui Undang-Undang ini, akan dibentuk panitia seleksi yang independen untuk memilih pejabat. Panitia Seleksi tersebut akan diawasi oleh Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) yang tugasnya mengawasi setiap tahapan proses pengisian jabatan pimpinan tinggi, mengawasi, mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar, kode etik perilaku pegawai ASN atau PNS. Dengan adanya sistem tersebut, maka diharapkan kinerja instansi tidak terganggu jika pimpinan atau kepala daerah berganti. Untuk di daerah, diharapakan tidak terjadi jika kepala daerahnya terganti maka kepala dinasnya juga turut diganti dengan dilakukannya hal ini, maka akan tercipta suatu birokrasi yang solid. 7 7 Hadari Nawari, 1989, Pengawasan Melekat Dilingkungan Aparatur Pemerintah, Erlangga, Jakarta, hlm

10 Masuknya PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) dalam jabatan pimpinan, di satu sisi merupakan peluang untuk memasukkan talenta unggul yang akan memberi warna baru bagi birokrasi. Tetapi di sisi lain apabila tidak dijaga dengan baik, dapat menjadi pintu masuk bagi munculnya politisasi birokrasi. Unsur-unsur yang berafiliasi dengan parpol dapat saja dititipkan oleh pimpinan politik yang kebetulan sudah menjadi pimpinan tertinggi di dalam pemerintah (misalnya menteri/ pejabat yang memperoleh penugasan politik). Disinilah ujian bagi efektivitas peran Komisi Aparat Sipil Negara (KASN), sebagai pelindung asas meritokrasi. Namun, yang menjadi tantangan adalah pemerintah harus melakukan perekrutan Anggota Komite Aparat Sipil Negara (KASN), yang harus menjamin terwujudnya sistem merit, membangun ASN yang profesional, dan mengawasi norma dasar dan kode etik ASN. Lembaga ini sangat powerfull, dan karenanya dapat menjadi pisau bermata dua. Jika diisi individu yang kompeten dan memiliki integritas tinggi, maka akan ada perbaikan postur Aparat Sipil Negara di masa depan. Namun, jika sebaliknya diisi oleh orang-orang titipan elit politik, maka besarnya kekuasaan justru akan menciptakan birokrasi baru yang justeru akan menjadi penghambat transformasi. Terkait dengan aspek disposisi (sikap pelaksana), implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ini sangat ditentukan oleh aspek ini, karena disposisi merupakan hal yang krusial. Jika implementor kebijakan memiliki disposisi yang berlawanan dengan arah kebijakan, maka perspektif ini juga dapat mengakibatkan ketidaksesuaian antara tujuan kebijakan yang sesungguhnya dengan implementasi kebijakan di lapangan. Disposisi implementor ini mencakup 3 (tiga) hal yang penting, yakni: (1) Respons implementor terhadap kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; (2) Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan (3) Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor. Tak dapat dipungkiri, bahwa sebagian kalangan memandang Undang-Undang ASN sebagai tread/ ancaman dengan dibukanya jalur karir di luar PNS. Untuk itu diperlukan proses edukasi kepada kalangan PNS guna meyakinkan bahwa Undang-Undang ini akan berpihak kepada PNS yang memegang teguh integritas dan berkinerja baik. Aspek struktur birokrasi/ organisasi, implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ini berkaitan erat dengan dua sub variabel yang memberikan pengaruh besar pada birokrasi, yaitu Standard Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi. SOP merupakan respon yang timbul dari implementor untuk menjawab tuntutan-tuntutan pekerjaan karena kurangnya waktu dan sumber daya serta kemauan adanya keseragaman dalam operasi organisasi yang kompleks. SOP ini sering kita jumpai dalam pelayanan masyarakat pada organisasiorganisasi pelayanan publik. Standarisasi SOP sudah menjadi isu lama pada organisasi swasta/ private sector, dan kemudian diimplementasikan pula pada organisasiorganisasi pelayanan publik. Sedangkan, fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab dari suatu kebijakan pada beberapa unit organisasi. Yang menjadi tantangan saat ini adalah pemerintah harus mempersiapkan peraturan pelaksanaan dari Undang- 164

11 Undang ASN ini berupa Peraturan Pemerintah (PP), yang akan diikuti peraturan pelaksanaan turunannya. Tantangan pertama yang harus dihadapi adalah meyakinkan agar peraturan pelaksanaannya betul-betul sejalan dengan spirit transformasi yang mendasari Undang-Undang ASN ini. Penting untuk membangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral, dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) diharapkan implementasinya dapat berjalan dengan efektif, agar pengelolaan ASN dapat lebih optimal. Implementasi kebijakan UU ASN ini terkait dengan : (1) Komunikasi; (2) Sumber daya; (3) Disposisi; dan (4) Struktur birokrasi. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 2 huruf f menyatakan bahwa salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah netralitas, asas netralitas ini berarti bahwa setiap pegawai ASN tidak boleh berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Pasal 4 huruf d Menyatakan ASN harus menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak. Pengaturan lebih jelas dapat dibaca dalam Pasal 9 ayat (2) Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Bagi mereka yang melanggar dan memilih menjadi anggota dan atau pengurus partai politik, sanksinya akan diberhentikan dengan tidak hormat Berdasarkan pasal 87 ayat (4) huruf b. Bagaimana kemudian jika ada PNS yang berniat mencalonkan diri menjadi Bupati atau Walikota? Aturannya mereka harus mengundurkan diri sebagaimana diatur dalam pasal 119 dan pasal 123 ayat (3). Awalnya ketentuan pengunduruan diri ini diwajibkan sejak PNS mendaftarkan diri, tetapi norma ini dianulir oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PUU-XII/2014 sehingga dimaknai PNS yang mencalonkan diri dan atau dicalonkan menjadi Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak ditetapkan sebagai calon peserta pemilihan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota. Selain itu, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang. Larangan pasangan calon untuk melibatkan ASN, anggota Kepolisian dan TNI serta kepala desa atau sebutan lain/lurah dan perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan sebagaimana tertulis dalam Pasal 70 ayat (1) huruf b dan Pasal 70 ayat (1) huruf c. lebih lanjut Pasal 71 ayat (1), menyatakan bahwa pejabat negara, pejabat daerah, pejabat ASN, anggota TNI/Polri, kepada desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. 165

12 Bagi yang sedang menjadi Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota maupun penjabat Bupati atau Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri. Selain itu, adanya larangan menggunakan program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih. Hal ini termaktub dalam Pasal 71 ayat (2) dan ayat (3). Selain aturan yang terdapat dalam Undang-undang, larangan bagi ASN juga terdapat dalam beberapa Peraturan Pemerintah, diantaranya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Salah satu klausul aturan ini adalah perintah untuk menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan. Maka PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/afiliasi dengan partai politik. Bagi siapa yang melanggar kode etik ini maka akan dikenakan sanksi moral demikian bunyi Pasal 15 ayat (1). Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 mengatur Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, disiplin pegawai negeri sipil adalah kesanggupan pegawai negeri sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. Sedangkan yang termasuk pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. Pasal 4 ayat (14) mengatur Setiap PNS dilarang: memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi kartu tanda penduduk atau surat keterangan tanda penduduk sesuai peraturan perundang-undangan; Pasal 4 angka (15), larangan memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara: terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. Pasal 12 angka (8) merinci hukuman disiplin sedang yang dapat dijatuhkan bagi PNS yang melakukan pelanggaran diantaranya : memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi kartu tanda penduduk atau 166

13 surat keterangan tanda penduduk sesuai peraturan perundang-undangan; dan memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. Hukuman disiplin berat diatur dalam Pasal 13 angka 3, PNS yang melakukan pelanggaran diantaranya: memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye dan/atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye. Demikian sedertet aturan larangan bagi ASN dalam pemilu, semoga ketentuan ini dapat dijadikan pedoman. Terhadap berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh ASN dalam hal pemilihan/pemilu berkaitan erat dengan tugas pengawasan yang menjadi tanggungjawab pengawas pemilu yang harus mengawasi seluruh tahapan, serta menerima laporan dugaan pelanggaran, menyelesaikan temuan dan laporan pelanggaran dan sengketa pemilihan, pelanggaran ASN baik hasil temuan maupun laporan, pengawas pemilu akan memproses dan menindaklanjutinya dan kemudian meneruskannya kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), KASN sesuai dengan tugas dan wewenangnya akan memutuskan jenis pelanggaran kode etik dan kode perilaku, putusannya disampaikan kepada pejabat pembina kepegawaian, dan pejabat yang berwenang wajib untuk menindaklanjutinya. Dalam hal putusan KASN tidak ditindaklanjuti oleh pejabat yang berwenang maka Menteri Pendayagunaan Aparatatur Negara (Menpan RB) akan menjatuhkan sangsi kepada pejabat pembina kepegawaian. Berdasarkan hasil penelusuran data dan informasi Komisi ASN baik melalui pengaduan dan sumber dari berbagai informasi terkait dugaan pelanggaran netralitas menjelang pelaksanaan pilkada 2018 seperti : keikutsertaan dalam deklarasi salah satu bakal calon kepala daerah, deklarasi partai politik, deklarasi diri pribadi untuk menjadi salah satu bakal calon kepala daerah, pengunaan photo dengan atribut PNS atau tanpa atribut pada spanduk/iklan/reklame terkait pencalonan diri ASN yang bersangkutan, ucapan dan tindakan yang menghimbau atau mengarahkan pihak lain untuk memilih bakal calon dalam pilkada 2018, menggunakan simbol atau atribut partai atau bakal calon peserta pilkada, memposting photo calon peserta pilkada baik dengan komentar atau hanya like saja di meda sosial, dan lain sebagainya yang sudah mengarah pada kegiatan berpolitik praktis dan dapat dipersepsikan sebagai tindakan keberpihakan serta konflik kepentingan. Mengingat tahapan pilkada dan pemilu tinggal menghitung bulan, sebentar lagi kita memasuki tahapapan pendaftaran calon Bupati dan Walikota, disusul dengan tahapan-tahapan lainnya, maka kiranya semua pihak khususnya ASN, para incumben dan para pejabat Pembina kepegawaian dapat memahami larangan-larangan yang tidak 167

14 diperbolehkan oleh aturan perundang-undangan. Kita kembalikan mesin birokrasi berjalan hanya untuk melayani kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau bersikap loyal terhadap partai politik golongan tertentu. Terhadap berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh ASN dalam hal pemilihan/pemilu berkaitan erat dengan tugas pengawasan yang menjadi tanggungjawab pengawas pemilu yang harus mengawasi seluruh tahapan, serta menerima laporan dugaan pelanggaran, menyelesaikan temuan dan laporan pelanggaran dan sengketa pemilihan. pelanggaran ASN baik hasil temuan maupun laporan, pengawas pemilu akan memproses dan menindaklanjutinya dan kemudian meneruskannya kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), KASN sesuai dengan tugas dan wewenangnya akan memutuskan jenis pelanggaran kode etik dan kode perilaku, putusannya disampaikan kepada pejabat pembina kepegawaian, dan pejabat yang berwenang wajib untuk menindaklanjutinya. Kesimpulan Asas netralitas sangat penting karena Aparatur Sipil Negara berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah dan pembangunan. Dalam kedudukan dan tugas seperti itu, pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak deskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menjamin netralitas pegawai negeri, maka pegawai negeri dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik. Pelibatan sejumlah orang atau terlibatnya Pegawai Negeri Sipil dalam suatu kegiatan kampanye adalah pelanggaran pidana yang diancam penjara dan denda terhadap pelanggarnya. Sanksi yang dikenakan adalah berupa sanksi pidana ataupun sanksi administratif. Pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja, dikenakan snksi disiplin mulai disiplin ringan sedang sampai sanksi disiplin berat. Daftar Pustaka Achmad Batinggi, 1999, Manajemen Pelayanan Umum, Universitas Terbuka, Jakarta Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta Edwards III, G.C Implementing Public Policy. Washington: Congressional Quarterly Pres Hadari Nawari, 1989, Pengawasan Melekat Dilingkungan Aparatur Pemerintah, Erlangga, Jakarta, 168

15 Hanif Nurcholis, 2005 Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta, Miftah Thoha, 1993 Beberapa Aspek Kebijaksanaan Birokrasi, MW Mandala, Yogyakarta , 2014 Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, Cetakan Ke-5. Jakarta: Penerbit Prenadamedia Group, Nugroho, Riant, 2003, Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, Jakart: Elex Media Komputindo Ryaas Rasyid, Muhammad, 1997, Kajian awal Birokrasi Pemerintahan Politik Orde Baru, Jakarta Sri Mamudji, 2005, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Winarno, B Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressind0 Mariam Budiardjo, 2008, 1989 (edisi pertama), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Menpan, 1995 Peranan Birokrasi Dalam Penyelenggaraan Pelayanan, Pengayoman, dan Pengembangan, Prakarsa dan Peran Serta Aktif Masyarakat Dalam Pembanguan. Makalah Moh. Mahfud MD, 1988, Politik Hukum di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Peraturan Perundang-undangan UUD RI 1945 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara UU No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nnomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nnomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. 169

16 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1999 tentang PNS yang Menjadi Pengurus/Anggota Partai Politik Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pergawai Negeri Sipil Surat Edaran Menpan Nomor SE/08/MPAN/3/2005 tentang Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Kepala Daerah Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 5/2005 tentang PNS yang menjadi Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah 170

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan,

Lebih terperinci

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KINERJA DAN DISIPLIN PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANGANDARAN,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5494 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Kepegawaian. Aparatur Sipil Negara. Manajemen. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA I. UMUM Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA SISTEMATIKA (JUMLAH BAB: 13 JUMLAH PASAL: 89 ) BAB I KETENTUAN UMUM BAB II JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN Bagian

Lebih terperinci

BAHAN PANITIA KERJA (PANJA) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA NO RUU APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN PASAL

BAHAN PANITIA KERJA (PANJA) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA NO RUU APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN PASAL BAHAN PANITIA KERJA (PANJA) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA Hasil Penserasian Rumusan Tim Teknis Pemerintah Tanggal 27 Januari 2012 NO RUU APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN PASAL RANCANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Kepegawaian. Aparatur Sipil Negara. Manajemen. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Dr. Muhammad Taufiq Deputi Bidang Kajian Kebijakan, LAN RI

Dr. Muhammad Taufiq Deputi Bidang Kajian Kebijakan, LAN RI NETRALITAS ASN DAN TANTANGAN MERAWAT KEBHINEKAAN DALAM PEMILUKADA Dr. Muhammad Taufiq Deputi Bidang Kajian Kebijakan, LAN RI Disampaikan Pada: Dialog Kebangsaan: Pilkada dan Tantangan Merawat Kebhinekaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan sejarah Indonesia, khususnya pada era Orde Baru terdapat berbagai permasalahan dalam pelaksanaan sistem pemerintahan Indonesia. Bentuk permasalahannya berupa

Lebih terperinci

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA A. Pendahuluan Alasan/pertimbangan penggantian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian

Lebih terperinci

M A N A J E M E N A S N

M A N A J E M E N A S N ader PNS BAHAN AJAR PELATIHAN DASAR CALON PNS GOLONGAN III M A N A J E M E N A S N Oleh: Ir. DJOKO SUTRISNO, M.Si Widyaiswara Ahli Utama NIP. 19561112 198503 1 006 BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita

Lebih terperinci

Draf RUU 17 Juli 2013

Draf RUU 17 Juli 2013 DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA Draf RUU 17 Juli 2013 NO RUU APARATUR SIPIL NEGARA draft DPR USUL PEMERINTAH CATATAN RAPAT (1) (2) (3) (2) 1. RANCANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,

Lebih terperinci

Ragenda prioritas pembangunan

Ragenda prioritas pembangunan info kebijakan UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA 670 A. LATAR BELAKANG eformasi birokrasi merupakan Ragenda prioritas pembangunan nasional. Bertujuan melakukan perubahan mendasar

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Sistem Merit Sebagai Konsep Manajemen ASN

RechtsVinding Online. Sistem Merit Sebagai Konsep Manajemen ASN PENERAPAN SISTEM MERIT DALAM MANAJEMEN ASN DAN NETRALITAS ASN DARI UNSUR POLITIK DALAM UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA Oleh: Akhmad Aulawi, SH., MH. * Akhir tahun 2013, menjadi momentum yang penting

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita

Lebih terperinci

Nomor r B-190o /KASN/ Sifat

Nomor r B-190o /KASN/ Sifat KOMISI APARATUR SIPIL NEGARA Indonesian Civil Service Commission Nomor r B-190o /KASN/1112017 Sifat Segera Lampiran : 1 (satu)berkas Hal : Pengawasan Netralitas Pegawai ASN pada Pelaksanaan Pilkada Serentak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan biaya pelayanan tidak jelas bagi para pengguna pelayanan. Hal ini terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan biaya pelayanan tidak jelas bagi para pengguna pelayanan. Hal ini terjadi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Praktek penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia dewasa ini masih penuh dengan ketidakpastian biaya, waktu dan cara pelayanan. Waktu dan biaya pelayanan

Lebih terperinci

PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) Dwi Heri Sudaryanto, S.Kom. *) ABSTRAK Dalam rangka usaha memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, serta untuk mewujudkan Pegawai Negeri sebagai Aparatur

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.906, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemilu. Penyelenggara Kode Etik. PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA FINAL HARMONISASI RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2012 NOMOR 11 TAHUN 2012 NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA

Lebih terperinci

Bahan Tayang KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA APARATUR

Bahan Tayang KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA APARATUR Bahan Tayang KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA APARATUR (Disampaikan pada Diklat Prajabatan CPNS Gol III Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016, 9 Mei 2016, Hotel Pajajaran Tasikmalya) FASILITATOR: AWAN GUMELAR/WIDYISWARA

Lebih terperinci

prinsip demokrasi dan prinsip negara hukum sebagai mana disebutkan dalam Undang- Undang Dasar Secara teoritis, netralitas PNS dengan cara tidak

prinsip demokrasi dan prinsip negara hukum sebagai mana disebutkan dalam Undang- Undang Dasar Secara teoritis, netralitas PNS dengan cara tidak Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 NETRALITAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH EFIDALETI Sekretariat Badan Litbang Pertanian, Jakarta PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMBERHENTIAN TIDAK HORMAT PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

PEMBERHENTIAN TIDAK HORMAT PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA PEMBERHENTIAN TIDAK HORMAT PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA tukangteori.com I. PENDAHULUAN Untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DRAFT PANJA PER 21 OKT 2013 DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA NO 1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENERAPAN DISIPLIN PNS

PENERAPAN DISIPLIN PNS PENERAPAN DISIPLIN PNS OLEH : BIRO KEPEGAWAIAN S E K R E T A R I A T J E N D E R A L K E M E N T E R I A N K E S E H A T A N R I 2 0 1 4 LATAR BELAKANG Tuntutan RB: PP 30 1980 tidak sesuai lagi Pelaksanaan

Lebih terperinci

RUU RI TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

RUU RI TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA RUU RI TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA Sumber : http://www.dpr.go.id/uu/delbills/ruu_ruu_tentang_aparatur_sipil_negara.pdf RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG APARATUR SIPIL

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016 SALINAN WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN)

PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN) PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN) NO. 1. Judul Undang-undang tentang Pokok- Pokok kepegawaian

Lebih terperinci

Diatur mengenai Asas, Prinsip, Nilai Dasar, Serta Kode Etik Dan Dan Kode

Diatur mengenai Asas, Prinsip, Nilai Dasar, Serta Kode Etik Dan Dan Kode MATRIKS PERBANDINGAN SUBSTANSI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 1999 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 16 Tahun 2016 Seri E Nomor 11 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 16 Tahun 2016 Seri E Nomor 11 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 16 Tahun 2016 Seri E Nomor 11 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG KINERJA DAN DISIPLIN PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR Diundangkan dalam Berita

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 37/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In No.1421, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Kode Etik Pegawai. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

PEMBINAAN DISIPLIN A. DASAR HUKUM B. PENJELASAN 1. Maksud 2. Tujuan 1. Kewajiban,

PEMBINAAN DISIPLIN A. DASAR HUKUM B. PENJELASAN 1. Maksud 2. Tujuan 1. Kewajiban, PEMBINAAN DISIPLIN A. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri;

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

- 2 - Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

- 2 - Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; - 2 - Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sejak tanggal 17 Agustus. pembangunan dalam mencapai tujuan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sejak tanggal 17 Agustus. pembangunan dalam mencapai tujuan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 menjelaskan bahwa tujuan Negara Republik Indonesia adalah untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. partai lokal Aceh merupakan sebuah proses demokrasi yang wajib dilaksanakan di

BAB I PENDAHULUAN. partai lokal Aceh merupakan sebuah proses demokrasi yang wajib dilaksanakan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum legislatif tahun 2014 yang diikuti oleh 10 partai nasional dan 3 partai lokal Aceh merupakan sebuah proses demokrasi yang wajib dilaksanakan di Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil menurut undang-undang RI nomor 43 Tahun 1999 adalah

I. PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil menurut undang-undang RI nomor 43 Tahun 1999 adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pegawai Negeri Sipil menurut undang-undang RI nomor 43 Tahun 1999 adalah warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat

Lebih terperinci

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg No.1748, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik dan Pedoman Perilaku. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN

Lebih terperinci

ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S

ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S oleh : RETNO PUSPITO RINI NIM : R. 100030055 Program Studi : Magister Ilmu Hukum Konsentrasi : Hukum

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016 Bagaimanakah Netralitas Pegawai Negeri Sipil Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIII/2015 Dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PUU-XII/2014 Terkait Syarat Pencalonan Bagi Pegawai Negeri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. senantiasa dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. senantiasa dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pegawai Negeri Sipil 1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil A.W. Widjaja berpendapat bahwa, Pegawai adalah merupakan tenaga kerja manusia jasmaniah maupun rohaniah

Lebih terperinci

PANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

PANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA PANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA PERATURAN PANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PANITIA PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri termaktub dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945, yang berbunyi:

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI DESK PILKADA PROVINSI JAWA BARAT

RAPAT KOORDINASI DESK PILKADA PROVINSI JAWA BARAT RAPAT KOORDINASI DESK PILKADA PROVINSI JAWA BARAT Oleh Sekretaris Desk Pilkada Provinsi Jawa Barat M. TAUFIQ BUDI SANTOSO Rabu, 10 Januari 2018 Ruang Rapat Papandayan, Gedung Sate SISTEMATIKA 1. Dasar

Lebih terperinci

TATA CARA PENGADUAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG PEJABAT PP 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PNS

TATA CARA PENGADUAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG PEJABAT PP 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PNS TATA CARA PENGADUAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG PEJABAT A. Berdasarkan; 1. UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN 2. PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS Persyaratan : 1. Adanya delik aduan dari masyarakat 2.

Lebih terperinci

Administrasi Kepegawaian Negara. Lina Miftahul Jannah

Administrasi Kepegawaian Negara. Lina Miftahul Jannah Materi Mata Kuliah Administrasi Kepegawaian Negara Lina Miftahul Jannah The practice of training people to obey rules or a code of behavior, using punishment to correct disobedience The controlled behavior

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN LAYANAN UMUM DAERAH AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SOSIALISASI PP 53 TAHUN 2010

SOSIALISASI PP 53 TAHUN 2010 1 SOSIALISASI PP 53 TAHUN 2010 Latar Belakang : Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 disusun dalam rangka menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M. 06. PR. 07.

BAB I PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M. 06. PR. 07. 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengadilan Tata Usaha Negara Medan didirikan berdasar kepada Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M. 06. PR. 07. Tahun 1992 tanggal 17 Oktober

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN I N S P E K T O R A T Jl. Arungbinang Nomor 16 Telp: (0287) , Kebumen 54311

PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN I N S P E K T O R A T Jl. Arungbinang Nomor 16 Telp: (0287) , Kebumen 54311 PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN I N S P E K T O R A T Jl. Arungbinang Nomor 16 Telp: (0287) 381437, 381319 Kebumen 54311 PERATURAN INSPEKTUR KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 02 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PENGAWAS

Lebih terperinci

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 120 TAHUN

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 120 TAHUN SALINAN WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 120 TAHUN TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN, PEMBINAAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.263, 2015 LIPI. Pegawai. Kode Etik. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara No.1352, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAKAMLA. Kode Etik Pegawai. PERATURAN KEPALA BADAN KEAMANAN LAUT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN KEAMANAN LAUT DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 17 Tahun : 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 17 Tahun : 2014 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 17 Tahun : 2014 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG DISIPLIN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dan pengayoman pada masyarakat serta kemampuan professional dan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dan pengayoman pada masyarakat serta kemampuan professional dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki kesejahteraan dan keprofesionalan serta memberlakukan sistem karir berdasarkan prestasi kerja dengan prinsip

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Guarding meritocracy, creating world-class civil service PENGISIAN JABATAN PIMPINAN TINGGI

Guarding meritocracy, creating world-class civil service PENGISIAN JABATAN PIMPINAN TINGGI Guarding meritocracy, creating world-class civil service PENGISIAN JABATAN PIMPINAN TINGGI TRANSFORMASI MANAJEMEN ASN ARAH TRANSFORMASI BIROKRASI DAN PENGELOLAAN SDM APARATUR 2018 2025 BIROKRASI BERSIH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk. mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi merupakan instrumen

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk. mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi merupakan instrumen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi pemerintah yang utama adalah menyelenggarakan pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

MATRIKS PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

MATRIKS PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL MATRIKS PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL NO PP NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL 1 Menimbang : a. bahwa untuk menjamin terpeliharanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal I

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal I Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Konsep negara hukum telah membawa

Lebih terperinci

RPP MANAJEMEN PPPK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI

RPP MANAJEMEN PPPK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI RPP MANAJEMEN PPPK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI @2015 LATAR BELAKANG PENGATURAN MANAJEMEN PPPK 19 Desember 2013 Ditandatangani DPR 15 Januari 2014 Diundangkan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA UNIVERSITAS JEMBER NOMOR 1 TAHUN 2017 tentang KODE ETIK KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA UNIVERSITAS JEMBER NOMOR 1 TAHUN 2017 tentang KODE ETIK KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA UNIVERSITAS JEMBER NOMOR 1 TAHUN 2017 tentang KODE ETIK KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Makin Eksis Dalam Wadah Korps Profesi Pegawai ASN

Makin Eksis Dalam Wadah Korps Profesi Pegawai ASN Makin Eksis Dalam Wadah Korps Profesi Pegawai ASN Tentang KORPRI Seperti dinyatakan dalam Anggaran Dasar Korps Pegawai Republik Indonesia, KORPRI adalah wadah untuk menghimpun seluruh Pegawai Republik

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DAN KODE PERILAKU PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

JENIS DAN BENTUK SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK

JENIS DAN BENTUK SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK 2012, No.778 10 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENEGAKAN KODE ETIK DAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DAN PELANGGARAN KODE

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2015 Menimbang Mengingat PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci