BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tercantum dalam Tujuan Pendidikan Nasional, visi matematika dan

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tercantum dalam Tujuan Pendidikan Nasional, visi matematika dan tujuan pembelajaran matematika seperti: menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri. Hal ini menunjukkan bahwa aspek afektif menjadi salah satu aspek terpenting dalam pembelajaran matematika. Aspek afektif merupakan aspek yang berkaitan erat dengan sikap, perilaku atau kecenderungan terhadap sesuatu. Apresiasi siswa terhadap matematika sehingga menimbulkan kecenderungan untuk berpikir dan bertindak dengan cara yang positif disebut disposisi matematis (NCTM, 1989). Salah satu bagian dari aspek afektif yang berkaitan dengan kecenderungan terhadap sesuatu adalah kebiasaan. Kemudian Costa (2001) menamakan disposisi yang kuat dan perilaku cerdas dengan istilah habits of mind (kebiasaan berpikir). Habit of mind menyiratkan bahwa perilaku membutuhkan suatu kedisiplinan pikiran dan apabila kebiasaan berpikir berlangsung dengan baik maka akan tumbuh keinginan dan kesadaran yang 1

2 2 kuat pada diri siswa untuk berpikir dan berbuat yang positif, sehingga menjadi kebiasaan untuk berusaha terus melakukan tindakan yang lebih bijak dan cerdas. Selanjutnya kebiasaan berpikir dalam matematika dikenal dengan istilah mathematical habits of mind (MHM). Kebiasaan ini bukan tentang definisi, teorema, atau algortima tertentu, tetapi kebiasaan ini tentang pemikiran, kebiasaan mental dan teknik penyelidikan yang digunakan untuk membangun konsep tersebut. Seperti pendapat Seeley (2014) bahwa istilah mathematical habits of mind digunakan untuk menggambarkan intisari dari makna doing mathematics dan think mathematically. Cuoco (1996) mengungkapkan bahwa mathematical habits of mind mendorong kemampuan siswa untuk membuat koneksi antara ide-ide matematika. Sedangkan menurut Costa (2001) kebiasaan berpikir matematis merupakan cerminan dari kemampuan, sikap, isyarat, pengalaman masa lalu dan kecenderungan yang dimiliki seseorang, termasuk aplikasinya dalam pendidikan dan pembelajaran matematika. Namun kenyataan di lapangan, masih terdapat siswa menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep itu jika menemui masalah yang lebih kompleks yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Siswa tidak bisa menerapkan apa yang telah mereka pelajari. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Arends (Trianto, 2014) bahwa siswa selalu dituntut untuk belajar dan jarang diberikan pelajaran tentang bagaimana siswa belajar, dan juga

3 3 siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah, tetapi jarang diajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah. Mathematical habits of mind (kebiasaan berpikir matematis) merupakan salah satu jenis kebiasaan yang perlu dikembangkan pada siswa. Kebiasaan berpikir menurut Susanti (2015) diperlukan siswa sebagai alat bantu untuk meregulasi sendiri pembelajarannya, sehingga ia dapat menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan pembelajarannya tersebut. Selain itu, Mark, dkk (2010) menyatakan developing mathematical habits of mind in the middle grades is essential for students who are making the critical transition from arithmetic to algebra. Hal ini berarti bahwa mathematical habits of mind dalam pembelajaran matematika sebagai transisi berpikir yang dapat diterapkan untuk materi yang tingkatannya lebih tinggi. Matematika dapat menimbulkan pola pikir yang baik yang harus dimiliki siswa dalam meningkatkan hasil belajar yang baik pula. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (1991) yang menyatakan Matematika itu penting sebagai alat bantu, sebagai ilmu (bagi ilmuwan), sebagai pembimbing pola pikir maupun sebagai pembentuk sikap. Untuk itu pola pikir dan kebiasaan berpikir perlu dikembangkan agar menjadi suatu kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari terutama kebiasaan dalam belajar. Costa (2001) mengemukakan bahwa kesuksesan sangat ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya. Kesuksesan atau keberhasilan kegiatan proses belajar mengajar dapat diukur dengan berhasil tidaknya tujuan yang telah ditetapkan. Pemecahan masalah merupakan salah satu dari

4 4 lima standar proses dalam (NCTM, 2000) yang menjelaskan tujuan konten matematika, selain penalaran dan bukti, koneksi, komunikasi, dan representasi. Sedangkan Gagne (Kuswana, 2012) menetapkan suatu hierarki delapan tingkat tipe belajar, dan pemecahan masalah pada tingkat tertinggi. NCTM (2000) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya pada situasi baru dan berbeda. Sedangkan menurut Polya (1973) mengartikan pemecahan masalah sebagai satu usaha mencari jalan keluar dari satu kesulitan guna mencapai satu tujuan yang tidak begitu mudah segera untuk dicapai. Kemudian Polya juga memberikan gagasan yang menjadi pedoman dalam penyelesaian problem (problem solving). Pedoman dalam menyelesaian problem yang disingkat dengan: See (lihat), Plan (rencana), Do (kerjakan) dan Check (periksa kembali). Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh siswa. Kegunaan atau fungsinya kemampuan pemecahan masalah menurut Susanto (2013) dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian yaitu: pemecahan masalah sebagai tujuan, proses, dan keterampilan dasar. Pertama, Pandangan bahwa pemecahan masalah sebagai tujuan adalah belajar bagaimana menyelesaikan masalah yang merupakan alasan utama untuk belajar matematika. Kedua Pandangan bahwa pemecahan masalah sebagai proses adalah dengan menggunakan metode, prosedur, strategi dan heuristis untuk memecahkan masalah. Bagian-bagian proses pemecahan masalah sangat penting dan menjadi fokus dari kurikulum matematika. Ketiga

5 5 pandangan bahwa pemecahan masalah sebagai keterampilan dasar adalah menyangkut keterampilan minimal yang harus dimiliki siswa dalam matematika, dan keterampilan minimal yang diperlukan siswa agar dapat menjalankan fungsinya dalam masyarakat. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kemampuan memecahkan masalah matematis merupakan kemampuan yang penting dan seharusnya dimiliki oleh setiap siswa untuk pembelajaran matematika tak terkecuali siswa sekolah Menengah Pertama (SMP). SMP Negeri 1 Banyumas yang beralamat di Jln. Alun-alun Banyumas, Sudagaran, kabupaten Banyumas merupakan salah satu SMP terbaik di kabupaten Banyumas. Sekolah ini memiliki penyebaran siswa untuk tiap kelas merata ditinjau dari segi kemampuan akademisnya. Dari perbedaan tersebut memungkinkan adanya perbedaan kebiasaan berpikir matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematika yang dilakukan pada masing-masing siswanya. Berdasarkan uraian di atas, peneliti menduga terdapat hubungan serta pengaruh antara mathematical habits of mind terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Sehingga peneliti tertarik ingin melakukan penelitian tentang hubungan Mathematical Habits of Mind (MHM) dengan kemampuan pemecahan masalah siswa SMP Negeri 1 Banyumas tahun ajaran 2016/2017.

6 6 B. Rumusan Masalah Berdasakan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara mathematical habits of mind dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP Negeri 1 Banyumas? 2. Adakah pengaruh antara mathematical habits of mind dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP Negeri 1 Banyumas? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui hubungan antara mathematical habits of mind (MHM) dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP Negeri 1 Banyumas. 2. Untuk mengetahui pengaruh mathematical habits of mind terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP Negeri 1 Banyumas

7 7 D. Manfaat Hasil Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi siswa Dapat memberikan pengalaman bagi siswa serta siswa mengetahui gambaran tentang kebiasaan dalam matematika terutama mathematical habits of mind dan kemampuan pemecahan masalah matematika. 2. Bagi guru Dapat memberikan motivasi untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang membangun kebiasaan berpikir matematis siswa. Serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam proses belajar mengajar. 3. Bagi peneliti Dapat menambah pengalaman peneliti mengenai mathematical habits of mind dan kemampuan pemecahan masalah matematika.