LAPORAN TUGAS AKHIR OLEH: Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN TUGAS AKHIR OLEH: Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan"

Transkripsi

1 LAPORAN TUGAS AKHIR SISTEM PERHITUNGANDAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI TETAP DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH: NAMA : EVERIODE R.S PURBA NIM : Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

2 KATA PENGANTAR Puji Syukur atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, penulis akhirnya dapat menyelesaikan Tugas Akhirini dengan judul Sistem Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara dalam waktu yang telah ditentukan. Dalam penulisan laporan tugas akhir ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Drs. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 2. Bapak Drs. Rasudyn Ginting, M.si, selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan. 3. Bapak Hatta Ridho, S.Sos, MSP, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing saya mengerjakan laporan tugas akhir. 4. Kedua orang tua saya Budiman Purba dan Lenseria Saragih, serta kakak tersayang Chandra Hotnauli Purba dan Seffri Wati Purba, adik Ramos W Purba yang selalu memberi semangat dan dukungan. 5. Seluruh Staff Pegawai Prodi D-III Administrasi Perpajakan. 6. Seluruh Dosen Pengajar D-III Administrasi Perpajakan yang ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

3 7. Bapak Kepala Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara dan Bendahara Gaji serta Karyawan Dinas Kesejahteraan dan Sosial yang membimbing dan mengarahkan selama pelaksanaan penelitian. 8. Teman- teman DPO Demisioner IMAS-USU Periode 2015/2016 yang memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. Keluarga di perantauan, kalian luar biasa. 9. Teman-teman kece kos buk ginting Marakas 178A yang mendukung memberikan semangat dalam penyusunan Tugas Akhir. Sukses buat kalian juga. 10. Semua pihak yang membantu selesainya Tugas Akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan ke depan. Medan, April 2018 Everiode RS Purba

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI.iii DAFTAR TABEL.v BAB 1:PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 B. Tujuan dan Manfaat...5 C. Uraian Teoritis.7 D. Ruang Lingkup E. Metode Penulisan F. Metode Pengumpulan Data...15 G. Sistematika Penulisan laporan Tugas Akhir.. 15 BAB II: GAMBARAN UMUM KANTOR DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA A. Sejarah Singkat..20 B. Visi dan Misi..23 C. Struktur Organisasi.25 D. Uraian Pekerjaan 26 BAB III: SAJIAN DATA A. Landasan Teori Defenisi Pajak 41

5 2. Defenisi Pajak Penghasilan Subjek Pajak Objek Pajak Dasar Hukum.48 B. Hasil Pengumpulan Data Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal (PPh) Sistem Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal BAB VI : PEMBAHASAN A. Sistem Perhitungan dan Pemotongan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal (PPh) Sistem Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal B. Pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan..67 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...69 B. Saran..70 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

6 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Data Jumlah Pegawai dan Tanggungan Kantor Dinas Kesejahteraan dansosial Provinsi Sumatera Utara. 51 Tabel3.2Data Penghasilan Pegawai Dinas Kesejahteraan dan sosial Provinsi Sumatera Utara....52

7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang terbesar, hal ini dapat dilihat dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) bahwa penerimaan negara dari sektor pajak merupakan yang menjadi primadona.dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, Pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp 1.750,3 triliun. Pemerintah memasang target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar Rp 1.339,8 triliun, berarti 91% Anggaran Peandapatan dan Belanja Negara berasal dari pajak. Pajak merupakan alternatif bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan sebagaimana telah direncanakan dalam Rencana Anggaran Pendapatan Negara (APBN). (finance.detik.com) Diantaranya usaha pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah melakukan upaya-upaya yaitu melalui Ekstensifikasi pajak (usaha mengoptimalkan penerimaan pajak dengan meningkatkan faktor-faktor penunjang dari luar) dan Intensifikasi pajak (usaha mengoptimalkan penerimaan pajak dengan meningkatkan faktor-faktor dari dalam) dan perlunya keadilan dalam pengenaan pajak secara adil dan merata serta disesuaikan dengan kepastian hukum yang pasti dalam pemungutan pajak bagi pembayar pajak. Masalah pajak merupakan masalah yang dihadapi pihak pemerintah sebagai pihak yang memungut pajak dengan rakyat sebagai pihak yang berkewajiban membayar pajak. Masing-masing pihak memiliki kepentingan yang saling

8 ketergantungan. Tentang besarnya beban pajak, masyarakat wajib pajak mengharapkan adanya pemungutan pajak yang adil, artinya besarnya pajak yang terutang sesuai kemampuan wajib pajak, sedangkan harapan pemerintah sebagai pemungut pajak mengharapkan adanya pelunasan pajak yang tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku. Penerimaan pajak oleh negara salah satunya diperoleh dari pajak penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima/diperoleh seseorang atau badan dalam tahun pajak atau bahagian tahun pajak. Sedangkan ketentuan Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya. Direktorat Jenderai (Dijen) Pajak mencatat realisasi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pada Semester mencapai sebesar Rp 55,6 triliun. Jumlah itu turun 4,43% dibanding realisasi semester yang sebesar Rp 58,2 triliun. ( Salah satu perundang undangan yang mengatur pajak penghasilan adalah UU No.7 Tahun 1983,setelah mengalami beberapa kali perubahan terakhir diubah menjadi UU No.36 Tahun 2008 yang tertuang didalamnya PPh Pasal 21 sebagaimana telah diuraikan diatas sangat menentukan peningkatan penerimaan pajak,karena dianggap memiliki peranan dan dapat memberikan sumber penerimaan yang elastis khususnya pada karyawan tetap di instansi atau perusahaan. Para karyawan tetap tidak dapat mengelak untuk tidak membayar

9 pajak karena data berupa penghasilan lengkap ada pada Badan selaku pemberi kerja. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah karyawan atau pegawai yang terdiri dari pegawai tetap, pegawai lepas, penerima pensiun, penerima honorarium, penerima upah dan orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak. Sedangkan objek dari PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang dipotong oleh pemotong pajak untuk dikenakan Pajak Penghasilan Padal 21 yang terdiri dari penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur, upah harian, upah mingguan, upah borongan, upah satuan, upah pesangon dan pembayaran lain yang sejenis, pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan wajib pajak dalam negeri, dan penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan lainnya. Dalam perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang digunakan sebagai tarif pajak. Yang dimaksud dengan tarif pajak adalah tarif yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak terhutang atau pajak yang harus dibayar. Sejalan dengan sistem pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia yaitu Self Assessment System yang memberikan wewenang Wajib Pajak untukmenentukan sendiri jumlah pajak terhutang setiap tahunnya sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Namun dalam praktiknya Orang Pribadi di Indonesia pada tahun 2014 yang seharusnya membayar pajak atau yang mempunyai penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebanyak 60 juta

10 orang, tetapi jumlah yang mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak hanya 20 juta orang dan jumlah masyarakat pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) saat ini sekitar 28 juta orang. Sementara yang patuh melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) baru sekitar 11 juta orang. Berarti ada sekitar 17 juta orang pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang tidak patuh melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT).( Hal tersebut dapat diperbaiki jika Wajib Pajak memenuhi, memahami dan melakukan peraturan perpajakan yang berlaku. Wajib pajak diwajibkan untuk melaporkan pajaknya melalui Surat Pemberitahuan (SPT). Ada 3 (tiga) sistem pemungutan pajak di indonesia yaitu Self Assessment Systemdalah sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak terletak pada pihak wajib pajak yang bersangkutan, With Holding System yaitu sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang dihitung oleh pihak ketiga ( yang bukan wajib pajak dan juga bukan aparat pajak / fiskus ), dan Offsicial Assessment Systemyaitu sistem pemungutan pajak yang wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak terletak pada fiskus atau aparat pemungut pajak.dalam sistem self assessment, pelaksanaan kewajiban perpajakan setiap tahunnya diakhiri dengan kegiatan pelaporan pajak melalui penyampaian surat pemberitahuan (SPT) tahunan. Sistem ini juga mengamanatkan bahwa meskipun pelaksanaan pembayaran pajak telah dilakukan melalui mekanisme pemotongan oleh pihak lain, misalnya oleh pemberi kerja, para pembayar pajak tetap berkewajiban menyampaikan SPT tahunan. Hal inilah

11 yang dapat menjelaskan mengapa para karyawan, pekerja atau pegawai yang pajak penghasilannya telah dipotong oleh pemberi kerja tetap wajib mengisi dan menyampaikan SPT tahunan ke kantor pajak. Pemotongan pajak untuk penghasilan kerja anda juga akan memperoleh bukti potong pajak.walaupun demikian,sekalipun pemotongan pajak tersebut dilaksanakan setiap bulan berdasarkan ketentuan, pemberi pajak hanya diharuskan untuk membuat bukti potong ini setahun sekali. Pembuatan dari bukti potong ini harus dilakukan oleh pemberi kerja serta karyawan diwajibkan untuk menerima bukti potong pajak dimaksud. Bukti potong atau pungut adalah dokumen berharga untuk setiap wajib pajak. Selain berfungsi sebagai kredit pajak, bukti potong adalah dokumen wajib pajak yang dapat digunakan untuk mengawasi pajak yang sudah dipotong oleh pemberi kerja. Bukti potong harus dilampirkan di penyampaian SPT Tahunan PPh. Bukti potong tersebut juga akan dipakai dalam proses cek kebenaran dari pajak yang telah di bayar.penyampaian SPT tahunan PPh dalam bentuk elektronik dilakukan secaraonline dan realtime melalui internetpadalaman(website)djp Online ( /djponline.pajak.go.id) atau laman penyedia layanan SPT elektronik. DJPOnline adalah layanan pajak online yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui laman dan/atau aplikasi untuk perangkat bergerak (mobile device). Dalam pajak penghasilan terdapat juga Pajak Penghasilan Final (PPh Final). PPh Final adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau di peroleh selama tahun berjalan.

12 Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Final (PPh) Final yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran dimuka atas PPh terutang tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan pajaknya. Penulis ingin mengetahui bagaimana sistem perhitungan pemotongan PPh final termasuk honor yang tidak memiliki bukti potong, dalam pelaporan SPT Tahunan. Dengan memperhatikan hal tersebut, terlihat jelas begitu pentingnya perhitungan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 yang sesuai dengan peraturan perundang - undangan termasuk juga dalam hal pencatatan sebagai usaha menjalankan amanah kepercayaan yang diberikan negara kepada Wajib Pajak atas jenis penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan.dengan begitu penulis tertarik untuk memahami dan mendalami apakah sistem perhitungan dan pemotongan pajak di pada pegawai tetap di Kantor Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara dilakukan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Oleh karna itu penulis ingin membahas dan mengangkatnya menjadi laporan tugas akhir yang berjudul Sistem Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara.

13 B. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perhitungan serta penerapan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan pada Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara telah sesuai dengan undang-undang pajak penghasilan atau belum. 2. Manfaat a. Bagi Mahasiswa 1) Menambah pengetahuan tentang tata cara perhitungan dan penerapan pemotongan PPh pasal 21 pada Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. 2) Untuk melihat aplikasi teori yang di dapat pada saat kuliah. 3) Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menjalin hubungan yang baik dengan instansi pemerintah khususnya di kantor Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. b. Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan 1) Menambah tulisan ilmiah pada Program Diploma III Administrasi Perpajakan 2) Mendapatkan masukan berupa ide, saran dan gagasan untuk evaluasi kurikulum Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan bagi perbaikan pada Kurikulum.

14 3) Mempertinggi pandanganmasyarakat terhadap Sumber Daya Manusia yang dihasilkan dari Lembaga pendidikan Nasional khususnya dengan persepsi umum. c. Bagi Kantor Dinas Kesejahteraan Dan Sosial Provinsi Sumatera Utara Sajian informasi sebagai masukan berupa ide-ide baru, saran dan gagasan bagi Kantor Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. C. Uraian Teoritis Sebelum membahas mengenai tata cara yang digunakan untuk mencari data, maka dalam bab ini akan dikemukakan terlebih dahulu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan judul tersebut diatas. Berikut adalah teori dasar yang berhubungan dengan judul yang dipilih oleh penulis: 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak berdasarkan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Beberapa para ahli perpajakan mengemukakan pendapat yang berbeda mengenai pajak, tetap pada dasarnya pendapat yang dikemukakan tersebut

15 mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh : 1) Prof. DR. Roehmat Soemitro, S.H berpendapat bahwa :"Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum". (Mardiasmo, 2008:2). 2) Dr. N. J. Feidmann berpendapat bahwa : "Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum". (Resmi, Siti 2008:2). 2. Difinisi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah untuk ke empat kalinya diubah pada tahun 2008 dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 yang digunakan sebagai dasar hukum pemungutan pajak penghasilan. Menurut pasal 4 ayat 1 Undangundang No. 36 Tahun 2008 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah

16 kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. 3. Dasar Hukum dan Tata Cara Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 a) Dasar Hukum Dasar hukum perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan ini terdapat pada UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 21 ( PPh Pasal 21 ) dan yang terbaru adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 yang mengatur tarif terbaru Penghasilan Tidak Kena Pajak 2016 ( PTKP terbaru ). b) Tata Cara Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) 21 Penghasilan Kena Pajak (PKP) merupakan dasar perhitungan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang. Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu dengan cara Penghasilan Netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak yang sebenarnya. Namun apabila penghasilan Nettonya lebih kecil dari pada Penghasilan Tidak Kena Pajak maka Penghasilan Kena Pajaknya NIHIL. Terdapat 3 komponen penting dalam perhitungan dan pemotongan pajak, berikut adalah komponennya:

17 1) Penghasilan bruto (kotor). Termasuk dalam penambah penghasilan bruto adalah penghasilan teratur (gaji pokok, tunjangan tetap), penghasilan tidak teratur (bonus, THR), BPJS yang ditanggung perusahaan, tunjangan PPh 21 yang ditanggung perusahaan. 2) Pengurang penghasilan bruto. Termasuk dalam pengurang penghasilan bruto adalah biaya jabatan, biaya pensiun, iuran BPJS yang dibayarkan karyawan (Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, Jaminan Kesehatan). 3) PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Setiap wajib pajak memiliki jatah penghasilan tidak kena pajak yang dihitung berdasarkan status pernikahan dan jumlah tanggungannya. Pemerintah belum lama ini telah memperbarui tarif PTKP melalui peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER- 16/PJ/2016 dan PMK No. 101/PMK.010/2016 adalah: a) Rp ,- per tahun untuk diri Wajib Pajak orang pribadi b) Rp ,- per tahun tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin c) Rp per tahun untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami. d) Rp ,- per tahun tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan

18 lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga. c) Tarif Pajak Penghasilan (PPh) 21 Tarif PPh 21 merupakan tarif pajak yang dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi dengan jumlah penghasilan tertentu. Tarif ini merupakan salah satu komponen penting dalam cara perhitungan PPh dan ditentukan berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015, tarif PPh 21 ini.tarif PPh 21 berikut ini berlaku pada Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP): 1) WP dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp ,- adalah 5% 2) WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp ,- sampai dengan Rp ,- adalah 15% 3) WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp ,- sampai dengan Rp ,- adalah 25% 4) WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp ,- adalah 30% 5) Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki NPWP.

19 4. Pemotong PPh Pasal 21 Undang-undang No. 36 Tahun 2008 pada pasal 21 ayat (1) sebagaimana telah disesuaikan dengan PER 31/ PJ/ 2009, bahwa pemotong pajak penghasilan pasal 21 terdiri dari : a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan. b. Bendaharawanpemerintah baik Pusat maupun Daerah. d. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). e. Perusahaan dan bentuk usaha tetap (BUT) f. Yayasan, lembaga, kepanitia-an, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik dan organisasi lainnya serta organisasi internasional yang telah ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. g. Penyelenggara kegiatan Pemotong PPh Pasal 21 yang diberi kuasa untuk meelakukan pemotongan pajak berdasarkanundang-undang No.36Tahun 2008dapatdisimpulkabahwapemotong PPhPasal21dilakukanolehbadanyangmelakukanpemberiankerjakepadas eseorang,sehinggaseseorang tersebut mendapatkan penghasilan yang nantinya akan dipotong oleh pemberi kerjatersebut. 5. Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21

20 Peraturan Direktur Jendral Nomor PER - 31/PJ/2009 Bab III mengenai penerimapenghasilan yang dipotong PPh pasal 21 dan atau PPh pasal 26 terdiri dari : 1) Pegawai. 2) Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya. 3) Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris. b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model. c. peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya. d. Olahragawan e. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator. f. pengarang, peneliti, dan penerjemah. g. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan. h. agen iklan

21 i. pengawas atau pengelola proyek. j. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara. k. petugas penjaja barang dagangan. l. Petugas dinas luar asuransi. m. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya. 4 Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi : a. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya. b. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja. c. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu. d. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang. e. peserta kegiatan lainnya. D. Ruang Lingkup Dalam tugas akhir ruang lingkup yang akan dibahas secara lebih rinci mengenai: a) Pelaksanaan perhitungan dan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dalam Tahun 2017 pada Kantor Dinas Kesejahteraan dan Sosial

22 Provinsi Sumatera utara. b) Kendala-kendala yang terjadi dalam proses pelaksanaan perhitungan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap dalam tahun 2017 pada Kantor Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. E. Metode Penelitian 1) Tahap Persiapan Yaitu kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa sebelum melakukan penelitian ke objek lokasi yang meliputi kegiatan seperti : pengajuan judul, penentuan judul, menyusun proposal, penentuan dosen pembimbing, diskusi dan konsultasi dengan dosen pembimbing, dan pengajuan surat ijin ke lokasi penelitian. 2) Studi Literatur Yaitu Kegiatan studi mencari data-data serta informasi-informasi dengan membaca landasan teori, menelaah buku-buku literature, Peraturan Per undang-undangan Perpajakan, Peraturan Pemerintah, Surat kabar, catatan-catatan, maupun bahasa yang tertulis yang berhubungan secara langsung dengan kegiatan penulisan tugas akhir. 3) Observasi Lapangan Yaitu Kegiatan studi untuk mencari data-data serta informasiinformasi pada Kantor Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara serta mempelajari laporan-laporan yang berhubungan dengan masalah yang akan di bahas.

23 4) Jenis Data a. Data Primer Data Primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung. Contoh data primer yang diperoleh dari responden melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau juga data hasil wawancara peneliti dengan narasumber yaitu Sekretaris Dinas, dan Kepala Sub Bagian Keuangan. b. Data Sekunder Data Sekunder adalah data yang diperoleh peniliti dari sumber yang sudah ada. Contoh data sekunder misalnya catatan atau dokumentasi perusahaan berupa absensi, gaji, laporan keuangan publikasi perusahaan, laporan pemerintah, data yang diperoleh dari majalah, dan lain sebagainya. 5) Analisis dan Evaluasi Yaitu Kegiatan studi yang dilakukan dengan cara menganalisa permasalahan dan kendala yang dihadapi dan mencari tahu atau menanyakan solusi atau jalan keluar yang terbaik untuk memecahkan permasalahan yang timbul di Kantor. 6) Metode Pengumpulan Data a) Metode Interview (wawancara) Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari data dengan melakukan wawancara dan mengajukan pertanyaan kepada pegawai instansi yang berkompeten dan menambah objektif yang berkaitan dengan kebutuhan untuk melengkapi Proposal Tugas Akhir.

24 b) Metode Observasi (pengamatan) Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari data dengan cara langsung maupun tidak langsung terjun kelapangan untuk melakukan peninjauan dengan mengamati, mendengar, dan bila perlu ikut serta dalam mengerjakan tugas yang diberikan pihak instansi dengan memberikan petunjuk atau arahan terlebih dahulu dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku pada instansi dan tidak boleh melakukan pekerjaan yang menjadi rahasia dan memiliki resiko tinggi. c) Metode Dokumentasi Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari data dengan membuat daftar dokumentasi yang telah diperoleh dari instansi itu. F. Sistematika Penulisan Laporan Tugas Akhir Untuk mempermudah pemahaman dalam pembahasan laporan Tugas Akhir ini, maka penulis membaginya dalam lima bab pembahasan yang terdiri dari: BAB I: Pendahuluan Pada bab ini diberikan gambaran mengenai keseluruhan isi laporan ini. Bab ini terdiri dari latar belakang Tugas Akhir, tujuan dan manfaat Tugas Akhir, Uraian Teoritis, ruang lingkup Tugas Akhir, metode Tugas Akhir, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan laporan Tugas Akhir. BAB II: Gambaran Umum Kantor Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

25 Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang sejarah singkat berdirinya Kantor Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara, Struktur Organisasi, tugas dan fungsi pegawai di instansi tersebut serta gambaran lain jika dibutuhkan. BAB III: Sajian DataSistem Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara Dalam bab ini penulis akan menyajikan data berupa data kuantitatip dalam bentuk tabel atau hasil wawancara. BAB IV : Pembahasan Pada bab ini penulis akan membahas tentang bagaimanasistem Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. BAB V:Kesimpulan Dan Saran Bab ini merupakan kesimpulan dari uraian-uraian dalam bab-bab sebelumnya serta saran-saran dari penulis yang merupakan sumbangan pemikiran yang diharapkan dapat memberikan manfaat pada pihak-pihak yang memerlukan. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

26 BAB II GAMBARANUMUM KANTOR DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA A. Sejarah Ringkas Dinas Kesejahteraan Dan Sosial Provinsi Sumatera Utara Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Sumatera Utara melalui Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara yang mempunyai tugas pokok merumuskan kebijakan operasional di bidang Kesejahteraan Sosial dan melaksanakan sebagian kewenangan dekonsentrasi yang dilimpahkan kepada Gubernur serta Tugas Pembantuan. Kantor Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara beralamat di Jalan Sampul No. 138 Medan. Pada mulanya, sebelum terbitnya PP Nomor : 5 Tahun 1958 tanggal 28 Januari 1958 (Tentang penyerahan di Lapangan Bimbingan dan Perbaikan Sosial), Instansi Sosial yang ada di daerah Sumatera Utara adalah Inspeksi Sosial Republik Indonesia (ISORI). Penyerahan secara nyata tugas di Lapangan Bimbingan dan Perbaikan Sosial dilakukan pada tanggal 28 Juli 1958 berdasarkan instruksi bersama Menteri Sosial dan Dewan Pemerintahan Daerah Sumatera Utara Nomor : k tanggal 14 Mei 1958.Selaras dengan PP Nomor : 5 Tahun Kepala Daerah diserahkan (dengan status diperbantukan)

27 semua Pegawai Negeri, Tanah, Bangunan dan Inventaris lainnya dalam lingkup kerja/dikuasai oleh jawatan bimbingan dan perbaikan sosial (ISORI). Provinsi Sumatera Utara menjadi Unsur Pelaksana Pemerintah Daerah. Perlu dikemukakan bahwa bidang tugas Departemen Sosial pada saat terbit PP. No. 5 tahun 1958 adalah sebagai berikut: a) Research b) Rehabilitasi Penyandang Cacat c) Urusan Korban Perang d) Urusan Perumahan e) Urusan Transmigrasi f) Urusan Bimbingan dan Perbaikan Sosial Dengan diterbitkannya PP Nomor : 5 Tahun 1958, urusan yang diserahkan adalah meliputi urusan bimbingan dan perbaikan sosial. Penyerahan tugas tersebut diserahkan berdasarkan Azas Desentralisasi atau Azas Tugas Pembantuan. Tugas yang diserahkan atas azas desentralisasi yang menjadi wewenang dan tanggungjawab daerah sepenuhnya (tugas otonom) adalah: a. Penyelenggaraan pusat-pusat penampungan bagi anak-anak terlantar (untuk observasi dan seleksi).

28 b. Penyelenggaraan panti asuhan bagi bayi terlantar. c. Penyelenggaraan panti asuhan tingkat pertama bagi anak yatim piatu dan anak terlantar. d. Penyelenggaraan panti asuhan tingkat lanjutan bagi anak yatim piatu yang terlantar. e. Penyelenggaraan pusat penampungan bagi orang dewasa terlantar dan gelandangan (untuk observasi dan seleksi). f. Penyelenggaraan panti karya tingkat pertama. g. Penyelenggaraan panti karya tingkat lanjutan. h. Penyelenggaraan rumah perawatan bagi orang jompo. i. Memberi bantuan kepada korban bencana alam. j. Penyelenggaraan usaha sosial ke arah pemberantasan kemiskinan. k. Pengawasan/bimbingan serta pemberian bantuan/subsidi kepada organisasi masyarakat yang menyelenggarakan usaha tersebut di atas. Tugas yang diserahkan atas Azas Bantuan dalam bidang bimbingan danperbaikan sosial tersebut adalah sebagai berikut : a. Penyelenggaraan penyuluhan sosial. b. Penyelenggaraan bimbingan sosial tahap pemberian pengertian, kesadaran dan tuntutan teknis pengembangan swadaya masyarakat. c. Penyelenggaraan pendidikan tenaga sosial, rehabilitasi berkas hukuman. d. Pengawasan/bimbingan kepada organisasi-organisasi masyarakat yang menyelenggarakan usaha tersebut di atas. e. Penghimpunan bahan untuk dokumentasi dan statistik sosial.

29 Dalam Pelaksanaan Tugas Bimbingan Sosial, selaras keputusan Menteri Dalam Negeri No.363/1977 tentang susunan organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. B. Visi dan Misi Utara adalah : Visi dan Misi dari Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera a. Meningkatkan pelayanan sosial bagi Penyandang Masalah kesejahteraan Sosial (PMKS). b. Meningkatkan sumber daya manusia yang profesional dalam bidang kesejahteraan sosial. c. Meningkatkan keterjangkauan dan mutu pelayanan sosial. d. Meningkatkan peran serta dan kepedulian masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan sosial dasar. e. Meningkatkan fasilitasi dan koordinasi pembangunan kesejahteraan sosial. f. Melestarikan Nilai-nilai Keperintisan, Kepahlawanan dan Kejuangan. g. Meningkatkan upaya pengurangan resiko bencana. Terwujudnya Masyarakat Sumatera Utara yang Sejahtera dan Mandiri Tujuan Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara: Membantu Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk melaksanakan tugas pembantuan dan dekonsentrasi dalam pembangunan kesejahteraan sosial.

30 C. Struktur Organisasi Struktur Organisasi diperlukan untuk membedakan batas-batas wewenang dan tanggung jawab secara sistematis yang menunjukkan adanya hubungan / keterkaitan antara setiap bagian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Demi tercapainya tujuan umum suatu instansi diperlukan suatu wadah untuk mengatur seluruh aktivitas maupun kegiatan instansi tersebut. Pengaturan ini dihubungkan dengan pencapaian tujuan instansi yang telah ditetapkan sebelumnya. Wadah tersebut disusun dalam suatu struktur organisasi dalam instansi. Melalui struktur organisasi yang baik, pengaturan pelaksanaan pekerjaan dapat diterapkan, sehingga efisiensi dan efektifitas kerja dapat diwujudkan melalui kerja sama dengan koordinasi yang baik sehingga tujuan instansi tersebut dapat dicapai. Suatu instansi terdiri dari berbagai unit kerja yang dapat dilaksanakan perseorangan, maupun kelompok kerja yang berfungsi untuk melaksanakan serangkaian kegiatan tertentu dan mencakup tata hubungan secara vertikal, melalui saluran tunggal.

31 Gambar 2.1: Struktur Organisasi Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara KEPALA DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL PROVSU SEKTRETARIAT KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL KASUBBAG KEUANGAN KASUBBAG UMUM KASUBBAG PROGRAM KABID. POTENSI SUMBER KESEJAHTERAAN KABID. PEMBERDAAYAAN SOSIAL KABID. REHABILITASI SOAIAL KABID. BANTUAN DAN JAMINAN SOSIAL KASIE. KEPAHKAWANAN DAN KEPERINTINSAN KASIE. KESETIAKAWANAN KASIE.PELAYANAN DAN REHABILITASI ANAK DAN LANJUT USIA KASIE.PEMBINAAN SUMBANGAN SOSIAL KASIE. Q PENYULUHAN SOASIAL KASIE. PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN KASIE. REHABILITASI KASIE. FASILITASI KORBAN BENCANA KASIE. KELEMBAGAAN SOSIAL MASYARAKAT KASIE. REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH DAN PEMBERDAYAN KELUARGA KASIE. PELAYANAN REHABILITASI TUNA SOSIAL KASIE. TINDAK KEKERASAN PEKERJA MIGRAN (UPT) UNIT PELAYANAN TEKNIS Sumber : Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

32 D. Uraian Pekerjaan Berikut ini adalah Uraian Pekerjaan dari setiap Bidang pada DinasKesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara : 1. Kepala Dinas Kesejahteraan dan Sosial, mempunyai uraian tugas : a. Menyelenggarakan pembinaan, bimbingan, arahan dan penegakan disiplin, pegawai dilingkungan Dinas. b. Menyelenggarakan pembinaan, sinkronisasi dan pengendalian pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas. c. Menyelenggarakan penetapan perencanaan dan program kegiatan Dinas, sesuai ketentuan yang berlaku. d. Menyelenggarakan pengkajian dan menetapkan pemberian dukungan tugas atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah di bidang Kesejahteraan dan Sosial. e. Menyelenggarakan fasilitasi penyelenggaraan program Potensi sumber kesejahteraan sosial, pemberdayaan sosial, pemberdayaan sosial, pelayanan dan rehabilitasi sosial, bantuan dan jaminan sosial. f. Menyelenggarakan koordinasi dan kerjasama dengan instansi/lembaga terkait. g. Menyelenggarakan pengkoordinasian penyusunan tugas-tugas teknis serta evaluasi dan pelaporan yang meliputi kesekretariatan, Potensi sumberkesejahteraan sosial, Pelayanan dan rehabilitasi sosial, Bantuan dan jaminan sosial.

33 h. Menyelenggarakan penetapan penyusunan standar, norma-norma dan kriteria-kriteria, sesuai ketentuan yang berlaku. i. Menyelenggarakan koordinasi kegiatan teknis dalam rangka penyelenggaraan pelayanan di bidang kesejahteraan dan sosial. j. Menyelenggarakan koordinasi kegiatan dengan dinas/lembaga kesejahteraan dan sosial lintas Kabupaten/Kota. k. Menyelenggarakan tugas lain, yang diberikan Gubernur sesuai tugas dan fungsinya. l. Menyelenggarakan penetapan penyusunan laporan dan pertanggung jawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah, sesuai standar. 2. Sekretariat, menyelenggarakan fungsi : a. Penyelenggaraan pembinaan, bimbingan dan arahan kepada pegawai pada lingkup Sekretariat. b. Penyelenggaraan pelaksanaan tugas lingkup Sekretariat. c. Penyelenggaraan, pengelolaan, penataan, dan pengendalian administrasi umum Dinas. d. Penyelenggaraan, pengelolaan, penataan, dan pengendalian aset Dinas. e. Penyelenggaraan, pengelolaan, penataan, dan pengendalian administrasi Kepegawaian Dinas. f. Penyelenggaraan, pengelolaan, penataan, dan pengendalian administrasi Keuangan Dinas.

34 g. Penyelenggaraan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan program dan kegiatan Dinas. h. Penyelenggaraan dan pengkoordinasian kegiatan administrasi UPT Dinas. Sekretaris, dibatu oleh : a) Sub Bagian Umum. b) Sub Bagian Keuangan. c) Sub Bagian Program. 3. Kepala Sub Bagian Umum, mempunyai uraian tugas : a. Melaksanakan pembimbingan dan arahan keada pegawai pada lingkup SubBagian Umum. b. Melaksanakan pengumpulan dan pengolahan data dalam bidang urusan Umum. c. Melaksanakan penyusunan rencana kerja dan program kegiatan pada SubBagian Umum. d. Melaksanakan persiapan dan meneliti, mengadakan dan mendistribusikan konsep surat dan bahan rancangan perundang-undangan. e. Melaksanakan pengendalaian dan pemeliharaan kebersihan, keamanan kantor dan pengelolaan perpustakaan. f. Melaksanakan pengendalian dan fasilitasi rapat, keprotokalan dan hubungan masyarakat dan pengelolaan perpustakaan mini pada dinas. g. Melaksanakan koordinasi perncanaan kebutuhan asset, perlengkapan dan peralatan barang bergerak dan tidak bergerak pada dinas.

35 h. Melaksanakan persiapan dan tindak lanjut kelengkapan administrasi, mutasi, kenaikan pangkat,promosi pegawai, cuti pegawai, kenaikna gaji berkala, pensiun urusan karpeg, karis/karsu, dan kesejahteraan pegawai lainnya. i. Melaksanakan pembinaan tenaga fungsional pekerja sosial dan penyuluh Sosial. j. Melaksanakan persiapan usulan pegawai dalam mengikuti diklat teknis dan fungsional. k. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Sekretaris, sesuai dengan tugasnya. l. Melaksanakan penyusunan laporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, sesuai standar yang ditetapkan. 4. Kepala Sub Bagian Keuangan, mempunyai uraian tugas : a. Melaksanakan pembinaan, bimbingan dan arahan kepada pegawai pada lingkup Sub Bagian Keuangan. b. Melaksanakan pengumpulan dan pengolahan data/ bahan dalam bidang urusan keuangan. c. Melaksanakan penyusunan rencana kerja dan program kegiatan pada Sub Bagian Keuangan. d. Melaksanakan penyusunan rencana anggaran Dinas, sesuai ketentuan yang berlaku. e. Melaksanakan penyusunan satuan biaya kegiatan, sesuai ketentuan yang berlaku.

36 f. Melaksanakan penelitian kelengkapan dokumen pencairan anggaran dan ketersediaan dana, sesuai ketentuan yang berlaku. g. Melaksanakan penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran keuang Dinas. h. Melaksanakan pembukuan, verivikasi dan penghitungan anggaran Dinas. i. Melaksanakan penyusunan laporan pelaksanaan anggaran dan perhitungan anggaran Dinas. j. Melaksanakan pengurusan, koordinasi dan fasilitasi dan penetapan anggaran keuangan pada Dinas. k. Melaksanakan Urusan penanganan perbendaharaan dan ganti rugi. l. Melaksanakan penyiapan usul bendahara dan unit di lingkungan Dinas. m. Melaksanakan pembayaran gaji pegawai pada lingkup Dinas, sesuai ketentuan yang berlaku. n. Melaksanakan pengurusan keuangan perjalanan dinas pada Dinas, sesuai ketentuan yang berlaku. o. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Sekretaris, sesuai bidang tugasnya. p. Melaksanakan penyusunan laporan dan pertanggungjawaban atas pelaksaanaan tugasnya, sesuai standar yang ditetapkan. 5. Kepala Sub Bagian Program, mempunyai uraian tugas :

37 a. Melaksanakan pembinaan, bimbingan dan arahan kepada Pegawai pada lingkup Sub Bagian Program. b. Melaksanakan pengumpulan dan pengolahan data/bahan dalam bidang urusan program. c. Melaksanakan penyusunan rencana kerja dan program kegiatan pada Sub Bagian Program. d. Melaksanakan koordinasi persiapan dan pelaksanaan pendataan, analisis data, penyajian data, penyiapan bahan dan pengembangan sistem informasi potensi kesejahteraan sosial, pemberdayaan sosial, pelayanan Rehabilitasi sosial, bantuan dan jaminan sosial. e. Melaksanakan koordinasi penyiapan bahan penyususnan rencana kerja tahunan, Rencana strategis, Grand design Dinas, kebijakan operasional dinas. f. Melaksanakan koordinasi penyiapan bahan penyusunankebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara, Rencana Kerja Anggaran. g. Melaksanakan penyiapan bahan pengembangan sistem informasi potensi sumber kesejahteraan sosial, pemberdayaan sosial, pelayanan rehabilitas sosial, bantuan dan jaminan sosial. h. Melaksanakan persiapan pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pengkoordinasian penyusunan laporan pelaksanaan program dan kegiatan, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) bahan LKPJ dan LPPD Dinas.

38 i. Melaksanakan penyusunan statistik penyelenggaraan kegiatan perencanaan pada Dinas. j. Melaksanakan pengkoordinasian penyususnan laporan monitoring dan evaluasi pada Dinas. k. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Sekretaris, sesuai bidang tugasnya. l. Melaksanakan penyusunan laporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, sesuai standar yang ditetapkan. 6. Bidang Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial, menyelenggarakan fungsi : a. Penyelenggaraan pembinaan, bimbingan, arahan dan penegakan disiplin pegawai pada lingkup bidang Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial. b. Penyelenggaraan penyusunan standar teknis dalam penyelenggaraan norma, pedoman, kriteria dan prosedur dalal penggalian, pengembangan dan pemberdayaan dibidang kepahlawanan, keperintisan, penyuluhan sosial dan pemberdayaan kelembagaan sosial masyarakat. c. Penyelenggaraan bimbingan teknis dalam penyelenggaraan penggalian nilai-nilai kepahlawanan dan keperintisan, pengembangan dan pendayagunaan penyuluhan sosial serta pemberdayaan kelembagaan sosial masyarakat. d. Penyelenggaraan pelaksanaan evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis dalam penyelenggaraan Kepahlawanan dan keperintisan penyuluhan sosial dan kelembagaan sosial masyarakat.

39 e. Penyelenggaraan Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh Kepala Dinas, sesuai bidang tugas dan fungsinya. f. Penyelenggaraan pemberian masukan yang perlu dalam penyelenggaraan tugasnya kepada Kepala Dinas, sesuai bidang tugas dan fungsinya. g. Penyelenggaraan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Dinas, sesuai standar yang ditetapkan. Kepala Bidang Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial, dibantu oleh : a) Seksi Kepahlawanan dan Keperintisan. b) Seksi Penyuluhan Sosial. c) Seksi Kelembagaan Sosial Masyarakat. 7. Bidang Pemberdayaan Sosial, menyelenggarakan fungsi: a. Penyelenggaraan pembinaan, bimbingan, arahan dan penegakkan disiplin pegawai pada lingkup Bidang Pemberdayaan Sosial. b. Penyelenggaraan pembinaan dan bimbingan teknis di bidang Kesejahteraan Sosial, pemberdayaan kesetiakawanan, permberdayaan fakir miskin dan rehabilitasi sosial daerah kumuh serta pemberdayaan keluarga. c. Penyelenggaraan penyusunan standar teknis, norma, pedoman, kriteria dan prosedur pemberdayaan kesetiakawanan, permberdayaan fakir miskin dan rehabilitasi sosial daerah kumuh serta pemberdayaan keluarga pada Kab./Kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara.

40 d. Penyelenggaraan pembinaan organisasi sosial/ lembaga-lembaga sosial Kab/kota dalam kegiatan pemberdayaan kesetiakawanan, fakir miskin dan rehabilitasi sosial daerah kumuh serta pemberdayaan keluarga. e. Penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan kesetiakawanan, fakir miskin dan rehabilitasi sosial daerah kumuh serta pemberdayaan keluarga. f. Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan Kepala Dinas, sesuai standar yang ditetapkan. g. Penyelenggaraan penyusunan laporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsinya, sesuai standar yang ditetapkan. Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial, dibantu oleh : a) Seksi kesetiakawanan. b) Seksi pemberdayaan fakir miskin. c) Seksi rehabilitasi sosial daerah kumuh dan pemberdayaan keluarga. 8. Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, menyelenggarakan fungsi: a. Penyelenggaraan pembinaan, bimbingan dan arahan dan persiapan penegakan disiplin pegawai pada lingkup Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. b. Penyelenggaraan standar teknis, norma, pedoman, kriteriadan prosedur pelayanan rehabilitasi sosial anak dan lanjut usia, Pelayanan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat dan Pelayanan Rehabilitasi Tuna Sosial dan eks. Korban penyalahgunaan NAPZA, kepada Kabupaten/Kota di wilaya Provinsi Sumatera Utara.

41 c. Penyelenggaraan kegiatan pelayanan rehabilitasi sosial anak dan lanjut usia, Pelayanan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat dan Pelayanan Rehabilitasi Tuna Sosial dan eks. Korban penyalahgunaan NAPZA. d. Penyelenggaraan bimbingan teknis dan evaluasi pelayanan rehabilitasi sosial anak dan lanjut usia, Pelayanan Rehabilitasi Sosial PenyandangCacat dan Pelayanan Rehabilitasi Tuna Sosial dan eks. Korban penyalahgunaan NAPZA. e. Penyelenggaraan pembinaan panti sosial swasta yang ada di Kab/Kota dengan kegiatan pelayanan rehabilitasi sosial anak dan lanjut usia, Pelayanan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat dan Pelayanan Rehabilitasi Tuna Sosial dan eks. Korban penyalahgunaan NAPZA. f. Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas, sesuai tugas dan fungsinya. g. Penyelenggaraan pelaporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan tugas dan fungsinya sesuai standar yang ditetapkan. Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, dibantu oleh : a) Seksi Pelayanan Rehabilitasi Sosial Anak dan Lanjut Usia b) Seksi Pelayanan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat c) Seksi Pelayanan Rehabilitasi Tuna Sosial 9. Bidang Bantuan dan Jaminan Sosial, menyelenggarakan fungsi: a. Penyelenggaraan pembinaan, bimbingan dan arahan dan persiapan penegakan disiplin pegawai pada lingkup bidang bantuan dan jaminan Sosial.

42 b. Penyelenggaraan standar kebijakan serta rencana pembangunan tahunan dan jangka menengah di bidang pembinaan sumbangan sosial, fasilitasi. korban bencana serta korban tindak kekerasan pekerja migran. c. Penyelenggaraan pengkoordinasian dan pengendalian peningkatan pelaksanaan pembinaan sumbangan sosial, fasilitasi korban bencana serta korban tindak kekerasan pekerja migran. d. Penyelenggaraan penyiapan pengkajian untuk pengambilan kebijakan di bidang sumbangan sosial, fasilitasi korban bencana serta korban tindak kekerasan pekerja migran. e. Penyelenggaraan bimbingan teknis peningkatan kesejahteraan dan jaminan sosial pembinaan sumbangan sosial, fasilitasi korban bencana serta korban tindak kekerasan pekerja migran serta akses jaminan sosial dan Program Keluarga Harapan (PKH). f. Penyelenggaraan kordinasi dan pengawasan dalam pelaksanaan tugas pembinaan di bidang sumbangan sosial, fasilitasi korban bencana serta korban tindak kekerasan pekerja migran serta akses jaminan sosial. g. Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas, sesuai tugas dan fungsinya. h. Penyelenggaraan pelaporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan tugas dan fungsinya sesuai standar yang ditetapkan.

43 Kepala Bidang Bantuan dan Jaminan Sosial, dibantu oleh : a) Seksi Pembinaan Sumbangan Sosial b) Seksi Fasilitasi Korban Bencana c) Seksi Tindak Kekerasan Pekerja Migra E. Kinerja Kegiatan Terkini Setiap instansi pemerintah tentu mempunyai visi dan misi yang harusdijalankan dengan tujuan instansi tersebut, butuh waktu untuk mencapai itu semua, begitu juga pada Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara, terus berupaya agar tujuan yang telah digariskan oleh instansi dapat terwujud. Tidak mudah dalam mewujudkan itu semua karena membutuhkan kerja keras yang tinggi, disiplin dan loyalitas dalam bekerja. Pastinya untuk mendorong mencapai hasil yang maksimal diperlukan kinerja yang bermutu dan tepat. Jadi kinerja usaha terkini yang dijalankan maupun yang di rencanakan oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara yaitu : 1) Melanjutkan program penyediaan Sarana & Prasarana bagi rumah perawatan orang jompo, dimana di tahun 2014 tidak semua kabupaten yang telah menyediakan rumah perawatan bagi orang jompo dan di tahun 2015 ini, Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provini Sumatera Utara menargetkan 90 % kabupaten di seluruh Sumatera Utara telah memiliki rumah perawatan bagi orang jompo.

44 2) Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara sedang menyelesaikan laporan anggaran semester I tahun anggaran 2015 sesuai dengan Tupoksi bidang masing-masing seperti tahun-tahun sebelumnya. Sehingga anggaran di semester II tahun 2015 dapat di tentukan sesuai dengan program-pragram yang akan direncanakan. 3) Saat ini di lingkungan Sekretariat sedang menyelenggarakan proses pembangunan fisik ataupun rehab bangunan-bangunan aset milik DinasKesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara, serta proses pengadaan peralatan-peralatan kebutuhan Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara dan menyelenggarakan proses monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan program dan kegiatan Dinas untuk dapat menunjang kinerja yang akan di targetkan di tahun ) Menyelenggarakan program Penyediaan Sarana & Prasarana untuk meningkatkan kinerja dalam pelayanan masyarakat yang tidak terpenuhi di tahun-tahun sebelumnya. Dimana program penyediaan sarana dan prasarana ini merupakan program berkelanjutan karena harus di evaluasi dari tahun ketahun. Sehingga sarana dan prasarana untuk meningkatkan kesejahteraan sosial itu dapat terpenuhi. 5) Melanjutkan program pembimbingan terhadap masyarakat yang mengalami masalah kesejahtraan sosial di daerah-daerah yang belum di jangkau di tahun-tahun sebelumnya, guna untuk meningkatkan masyarakat yang sejahtra. Seperti tujuan utama Dinas Kesejahteraan dan Sosial

45 Provinsi Sumatera Utara ialah agar terwujudnya masyarakat Sumatera Utara yang sejahtera dan mandiri. 6) Menyelenggarakan program bantuan sosial terhadap korban bencana alam di daerah Sumatera utara, khususnya korban bencana alam Gunung Sinabung. Dimana di tahun 2015 ini jumlah pengungsinya mengalami peningkatan di banding dengan tahun 2014, karena perluasan zona aman dari gunung sinabung minimal 6 Km sehingga jumlah masyarakat yang tinggal di posko pengungsian mengalami peningkatan. 7) Di bagian program saat ini sedang melaksanakan koordinasi persiapan dan pelaksanaan pendataan, analisis data, penyajian data, penyiapan bahan dan pengembangan sistem informasi potensi kesejahteraan sosial, pemberdayaan sosial, pelayanan rehabilitasi sosial, bantuan dan jaminan sosial. Dan Melaksanakan persiapan pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pengkoordinasian penyusunan laporan pelaksanaan program dan kegiatan, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) bahan LKPJ dan LPPD Dinas yang akan di laporkan pada akhir tahun untuk mengevaluasi kinerja di tahun 2015 dan merencanakan target di tahun ) Melanjutkan program meningkatkan sarana dan prasarana di rumah rehabilitasi narkoba, dimana jumlahnya mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir yang membuat pemerintah harus bekerja keras dalam pemberantasan dan perluasan tempat rehabilitasi di daerah Sumatera Utara.

BAB II PROFIL INSTANSI

BAB II PROFIL INSTANSI BAB II PROFIL INSTANSI A. Sejarah Ringkas Dinas Kesejahteraan Dan Sosial Provinsi Sumatera Utara Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah dipimpin

Lebih terperinci

BAB II DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA. A. Sejarah Ringkas Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

BAB II DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA. A. Sejarah Ringkas Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara 18 BAB II DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA A. Sejarah Ringkas Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara merupakan

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN

BAB II PROFIL PERUSAHAAN 6 BAB II PROFIL PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Ringkas Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi PPh Pasal 21 Menurut PER-31/PJ/2012 Pasal 1 ayat 2 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat atas penghasilan berupa gaji,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. kualitas tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan Praktik Kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. kualitas tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan Praktik Kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, perguruan tinggi dituntut untuk meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan kampus. Untuk menjawab

Lebih terperinci

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA Contributed by Administrator Friday, 07 August 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memiliki kontribusi untuk menunjang pembangunan yang sedang dilaksanakan bangsa Indonesia. Ini ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya setipa masyarakat yang hidup di suatu negara memiliki potensi untuk menjadi wajib pajak.

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Penulisan pelaksanaan kerja praktek pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo, 6 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) Kita telah memasuki masa milenium dan akan memasuki perdagangan bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 SUSUNAN SATU NASKAH PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 57/PJ/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JEDNERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) yang mampu berperan sebagai tenaga yang terampil, kritis dan siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) yang mampu berperan sebagai tenaga yang terampil, kritis dan siap untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) Globalisasi telah menjalar dan berkembang ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Globalisasi juga memberikan dampak yang sangat

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN

ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN Thomas Sumarsan Goh Dosen FE Universitas Methodist Indonesia ABSTRAK PPh Pasal 21 merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) pada pembangunan di masing-masing daerah. Terutama kota Medan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) pada pembangunan di masing-masing daerah. Terutama kota Medan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pencapaian target yang direncanakan oleh pemerintah dalam mensukseskan pembangunan nasional secara merata untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah kewajiban warga negara yang merupakan wujud. langsung oleh wajib pajak dan bersifat memaksa. Saat ini peranan pajak

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah kewajiban warga negara yang merupakan wujud. langsung oleh wajib pajak dan bersifat memaksa. Saat ini peranan pajak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah kewajiban warga negara yang merupakan wujud pengabdian terhadap negara yang timbal baliknya tidak dapat dirasakan secara langsung oleh wajib pajak

Lebih terperinci

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM Disusun oleh : 1. Nanda Rosyid F0311082 2. Nur Aini Kusumaningrum F0311087 3. Nur Chayati

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir)

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir) SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir) 1. PT ABC mempekerjakan Tuan A (Status K3, tanpa NPWP) seorang tukang bangunan, untuk mengganti lantai keramik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai

BAB II LANDASAN TEORI. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan utama bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai

Lebih terperinci

AGENDA. PPh Pasal 26

AGENDA. PPh Pasal 26 1 AGENDA 1. PPh Pasal 21 2. PPh Pasal 26 2 Landasan Hukum: UU No 36 Th 2008, Psl 21 UU PPh Peraturan Dirjen Pajak No. PER-31/ PJ/ 2012 3 DEFINISI Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-545/PJ/2000 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa. berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi

BAB II DASAR TEORI. wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa. berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi BAB II DASAR TEORI A. Pengertian pajak Menurut Soemahamidjaja dalam Suandy (2009: 9) pajak adalah iuran wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Pengertian PPh PASAL 21/26 TATA CARA PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DIATUR DALAM PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR : PER-31/PJ/2012 PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan sumber terpenting dalam penerimaan negara dan dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan Keputusan

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com 1 PPh PASAL 21 Pemotongan pajak atas penghasilan yg diterima/diperoleh WP Orang Pribadi Dalam Negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Soemitro (Mardiasmo, 2012:7) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

BAB I P E N D A H U L U A N. dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia. BAB I 1 P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional pada dasarnya diselenggarakan untuk masyarakat dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. volume dan dinamika pembangunan itu sendiri. Berdasarkan Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. volume dan dinamika pembangunan itu sendiri. Berdasarkan Undang-Undang No. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Peranan pajak sebagai penerimaan dalam suatu negara sangat besar manfaatnya dalam meningkatkan rencana penerimaan negara yang berasal dari pajak sebagai sumber utama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORETIS. 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum

BAB II LANDASAN TEORETIS. 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum 6 BAB II LANDASAN TEORETIS 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum Undang-undang pajak, sebagai bagian dari hukum yang mengikat warga negara merupakan elemen penting dalam menunjang pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) mensukseskan pembangunan nasional secara merata untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) mensukseskan pembangunan nasional secara merata untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Sebagai Negara yang berkembang, Indonesia terus melaksanakan pembangunan dalam pencapaian target yang direncanakan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas pendidikan dilingkungan kampus. Untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas pendidikan dilingkungan kampus. Untuk menjawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, perguruan tinggi dituntut untuk meningkatkan kualitas pendidikan dilingkungan kampus. Untuk menjawab tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Untuk mensukseskan Pembangunan Nasional, peranan penerimaan dalam negeri serta mempunyai kedudukan yang sangat strategis. Roda pemerintahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pengalaman praktis di lapangan yang secara langsung. berhubungan dengan teori teori keahlian yang diterima di bangku

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pengalaman praktis di lapangan yang secara langsung. berhubungan dengan teori teori keahlian yang diterima di bangku BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH PKLM Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah suatu cara kerja yang langsung dipraktikkan atau dilakukan mahasiswa secara mandiri. yang bertujuan memberikan pengalaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Fungsi, Pembagian, dan Sistem Pemungutan Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Beberapa istilah atau pengertian umum dalam membicarakan perpajakan sesuai pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 adalah

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH 3.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) 3.1.1 Dasar

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara.

BAB II GAMBARAN PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. 3. Bermanfaat bagi instansi yang diteliti di harapkan dapat memotivasi pegawai untuk lebih giat dalam bekerja secara maksimal untuk tujuan organisasi. BAB II GAMBARAN PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Dinas

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.011/2013 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum.

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum. BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Menurut S.I. Djajadiningrat (dalam Siti Resmi, 2011:1), pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak menurut Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar 11 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Landasan Teori II.1.1 Wajib Pajak Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yang menjadi Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pajak menurut UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20 /PJ/2012 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Definisi dan Unsur Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

Pengertian Pajak Penghasilan 21

Pengertian Pajak Penghasilan 21 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Pembagian dan Sistem Pemungutan Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu alat yang digunakan oleh pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Adriani (2002:4) yaitu: Iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajaknya menurut peraturan-peraturan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Politik Universitas Sumatera Utara. Karena sifatnya untuk memberikan dan belajar keahlian

BAB I PENDAHULUAN. Politik Universitas Sumatera Utara. Karena sifatnya untuk memberikan dan belajar keahlian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah suatu cara kerja yang langsung dapat membimbing kita ke dalam dunia kerja yang nyata

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengantar Perpajakan Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU BERUPA HARTA BERSIH YANG DIPERLAKUKAN ATAU DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU BERUPA HARTA BERSIH YANG DIPERLAKUKAN ATAU DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. disebabkan masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. disebabkan masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui dengan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dewasa ini pajak merupakan suatu hal yang wajib untuk dipahami dengan baik, itu terjadi karena pajak sudah menjadi bagian penting dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia sedang melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia sedang melaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang, yang tentunya membutuhkan dana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU DENGAN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 3.1 Pajak 3.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6120 KEUANGAN. PPH. Penghasilan. Diperlakukan. Dianggap. Harta Bersih. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 202) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang luas dan kompleks. Kemajuan tersebut tentunya membutuhkan kesiapan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU DENGAN

Lebih terperinci

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5424 EKONOMI. Pajak. Penghasilan. Usaha. Peredaran Bruto. Tertentu. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 106) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang melakukan pembangunan dan pembaharuan di segala bidang untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Sumber penerimaan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagian besar berasal dari pajak. Pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan kampus. Untuk menjawab tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan kampus. Untuk menjawab tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, perguruan tinggi dituntut untuk meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan kampus. Untuk menjawab

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II BAB II BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II BAB II BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara di dunia.. Sehingga tidak bisa dipungkiri tuntutan ekonomi dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara di dunia.. Sehingga tidak bisa dipungkiri tuntutan ekonomi dalam memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terpadat peringkat 4 dari seluruh negara di dunia.. Sehingga tidak bisa dipungkiri tuntutan ekonomi dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya telah diatur pelaksanaan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh,

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya telah diatur pelaksanaan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila yang di dalamnya telah diatur pelaksanaan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu,

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pengertian Umum Perpajakan Ketentuan umum dan tata cara perpajakan diatur dalam undang-undang No. 6 tahun 1983 yang telah di ubah dengan undang-undang No.9 tahun 1994 dan terakhir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh Pengertian pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991;747) yaitu: Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Pajak Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Definisi Pajak Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1 Pajak adalah kontribusi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa

BAB II LANDASAN TEORI. sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan pemerintahan diperlukan sarana dan prasarana yang tentunya

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan pemerintahan diperlukan sarana dan prasarana yang tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan perekonomian Indonesia, dalam menjalankan pemerintahan diperlukan sarana dan prasarana yang tentunya tidak terlepas dari masalah pembiayaan

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26 17 BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26 PENGERTIAN PPh Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatur keseimbangan kehidupan perekonomian dan pemanfaatan dana

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatur keseimbangan kehidupan perekonomian dan pemanfaatan dana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan pembayaran yang diwajibkan kepada setiap warga negara yang kontraprestasinya tidak bersifat langsung. Penerimaan pajak bagi suatu negara merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 Negara Indonesia merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 Negara Indonesia merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki jumlah populasi penduduk yang sangat besar, dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991) Pajak merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut Mangkoesoebroto (Timbul Hamonangan, 2012: 9) pajak adalah suatu pungutan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta 1 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Definisi Kepatuhan Wajib pajak Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta (2006), istilah kepatuhan berarti ketaatan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. belum satu satunya. Dari berbagai alasan pengenaan pajak, kebijakan pajak di

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. belum satu satunya. Dari berbagai alasan pengenaan pajak, kebijakan pajak di BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Mendapatkan penerimaan Negara merupakan hal yang paling utama walaupun belum satu satunya. Dari berbagai alasan pengenaan pajak, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang melakukan pembangunan dan pembaharuan di segala bidang untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara.adapun beberapa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara.adapun beberapa BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara.adapun beberapa pengertian pajak oleh para ahli. 1) Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak yang didefenisikan oleh Rochmat Soemitro adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci