BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori-Teori Belajar Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku melalui kegiatan atau pengalaman latihan baik di dalam laboratorium maupun lingkungan alamiah (Sanjaya,2006) Teori terjadinya perubahan tingkah laku berawal dari pandangan tentang manusia hakikat menurut pandangan John Locke dan Hakikat manusia menurut Liebnitz. Menurut John Locke manusia merupakan organisme yang pasif. Dengan teori tabularasanya, Locke menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulisi apa kertas itu tergantung pada orang yang menulisnya. Dari pandangan yang mendasar tentang hakikat manusia itu, memunculkan aliran belajar behavioristik-elementeristik. Berbeda dengan pandangan Locke, Liebnitz menganggap adalah organisme yang aktif. Manusia merupakan sumber daripada kegiatan. Pada hakikatnya manusia bebas untuk berbuat ; manusia bebas untuk membuat suatu pilihan dalam setiap situasi. Pandangan Liebnitz ini kemudian melahirkan aliran belajar kognitif-holistik. Berangkat dari konsep manusia yang berbeda, dalam menjelaskan terjadinya perilaku, kedua aliran teori belajar, yaitu aliran behavioristik-elementeristik dan aliran kognitif holistik, memiliki perbedaan pula. Perbedaan keduanya seperti dapat dilihat pada tabel di bawah ini. (Sanjaya,2006)

2 11 Tabel 2.1 Perbedaan Aliran Behavioristik Dan Kognitif Teori Belajar Behavioristik Mementingkan pengaruh lingkungan Mementingkan bagian-bagian Hasil belajar terbentuk secara mekanis Dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu Mementingkan pembentukan kebiasaan Memecahkan masalah dilakukan dengan cara trial and error Teori Belajar Kognitif Mementingkan apa yang ada dalam diri Mementingkan keseluruhan Terjadi keseimbangan dalam diri Tergantung pada kondisi saat ini Mementingkan terbentuknya struktur kognitif Memecahkan masalah didasarkan kepada insight Menurut Sanjaya (2006) ada beberapa teori belajar antara lain : 1. Beberapa Teori Belajar Behavioristik a. Teori belajar koneksionisme Teori belajar koneksionisme digkembangkan oleh Thorndike ser tahun Menurut teori belajar ini, belajar pada hewan dan pada manusia pada dasarnya berlangsung menurut prinsip-prinsip yang sama. Dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan anatara Stimulus dan Respon (S-R). b. Teori belajar classical conditioning Seperti halnya Thorndike, Pavlov dan Watson yang menjadi tokoh teori ini juga percaya bahwa belajar pada hewan memiliki prinsip yang sama dengan manusia. Belajar atau pembentukan perilaku perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Menurut Pavlov dan Watson untuk membentuk tingkah laku tertentu harus dilakukan secara berulangulang dengan pengkondisian tertentu. Pengkondisian itu adalah dengan

3 12 melakukan semacam pancingan dengan sesuatu yang dapat menumbuhkan tingkah laku itu. c. Operant conditioning Teori Operant conditioning yang dikembangkan oleh skinner merupakan pengembangan dari teori Stimulus Respon. Skinner berpendapat bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu perlu diturutkan atau dipecah pecah menjadi bagian-bagian atau komponen tingkah laku yang spesifik. Selanjutnya, agar terbentuk pada tingkah laku yang diharapkan pada setiap tingkah laku yang spesifik yang telah direspon, perlu diberikan hadiah (reinforcer) agar tingkah laku itu terus menerus diulang, serta untuk motivasi agar berlanjut pada komponen tingkah laku selanjutnya sampai akhirnya pada pembentukan tingkah laku puncak yang diharapkan. 2. Teori-teori belajar kognitif a. Teori Gesalt Teori Gesalt dikembangkan oleh Koffka, Kohler, dan Wertheimer. Menurut Teori Gesalt beljar adalah proses pengembangan insight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Berbeda dengan teori behavioristik yang menganggap belajar atau tingkah lkau itu bersifat mekanistis, sehingga mengakibatkan atau mengingkari peranan insight. Teori Gesalt justru menganggap bahwa insight adalah inti dari pembentukan tingkah laku.

4 13 b. Teori Medan Teori Medan dikembangkan Kurt Lewin. Sama seperti Teori Gesalt, Teori Medan menganggap bahwa belajar adalah proses pemecahan masalah. Menurut Teori Medan belajar adalah perubahan struktur kognitif. Setiap orang akan dapat memcahkan masalah jika ia bisa mengubah struktur kognitif. c. Teori Konstruktivistik Teori Konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna; sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan. Menurut Trianto (2014) ada beberapa teori belajar antara lain : 1. Teori perkembangan Jean Piaget Menurut jean piaget seorang anak maju melalui empat tahapan perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa, yaitu tahap sensorimotor, pra operasional, operasi kongkrit, dan operasi formal. Kecepatan perkembangan tiap individu melalui urutan tiap tahap ini berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu dari tahap tersebut. Tiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan-kemampuam intelektual

5 14 baru yang memungkingkan orang memahami dunia dengan cara yang semakin kompleks. 2. Teori belajar konstruktivisme Menurut Slavin (dalam Trianto : 2014) Teori belajar konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide. Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pegetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan membelajarkan siswa dengan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Siswa dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa kepemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjatnya. 3. Teori vygotsky Teori vygotsky merupakan salah satu teori penting dalam psikologi perkembangan. Teori vygotsky menekankan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila

6 15 anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas tersebut berada dalam zone of proximal development. Zone of proximal development adalah perkembangan sedikit di atas perkembangan sesorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerja sama antar individu, sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu diserap ke dalam individu tersebut. Berdasarkan berbagai macam teori-teori belajar, aliran-aliran belajar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, yakni aliran behavioristik menekankan pada hasil dari pada proses belajar. Aliran kognitif menekankan pada proses belajar. Aliran humanistic menekankan pada isi atau apa yang dipelajari. 2.2.Hakikat Pembelajaran Proses pembelajaran akan berhasil jika berlangsung secara efektif. Pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran akan sangat mempengaruhi cara guru ini mengajar. Beberapa definisi pembelajaran antara lain : 1. Knowles Pembelajaran adalah cara pengorganisasian siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. 2. Slavin Pembelajaran didefiniskan sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh pengalaman.

7 16 3. Woolflok Pembelajaran berlaku apabila suatu pengalaman secara relatif menghasilkan perubahan kekal dalam pengetahuan dan tingkah laku. 4. Crow & crow Pembelajaran adalah pemotretan tabiat, pengetahuan dan sikap. 5. Ragil mahyudin Pembelajaran adalah perubahan tingkah laku yang melibatkan keterampilan kognitif, yaitu penguasaan ilmu dan perkembangan kemahiran intelektual. 6. Corey Pembelajaran adalah suatu proses yang menunjukan nahwa lingkungan seorang sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus. Berdasarkan definisi pembelajaran menurut beberapa ahli tersebut, disimpulkan bahwa pembelajaran tidak semata-mata menyampaikan materi sesuai target kurikulum, tanpa memperhatikan kondisi siswa, tetapi juga terkait unsur manusiawi, material, faisilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi demi mencapai tujuan pembelajaran (Putra, 2013) Dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat dimulai dari menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran (Sanjaya,2006) Menurut Bloom (dalam Sunarto & Hartono, 2008) dalam proses pembelajaran akan terbentuk tiga kemampuan yang dikenal sebagai taxonomy bloom yaitu kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotori. Kemampuan kognitif

8 17 adalah kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil belajar. Sebagaimana yang diketahui bahwa hasil belajar merupakan perpaduan antara faktor pembawaan dan pengaruh lingkungan. Setiap orang memiliki presepsi tentang pengamatan atau penyerapan atas suatu objek, artinya pada diri setiap orang terbentuk suatu presepsi, dan pengetahuan itu diorganisasikan secara sistematik untuk menjadi miliknya. 2.3 Pendekatan Percepatan Kognitif / Cognitive Acceleration Science Education (CASE) Menurut Addey (1999) sejumlah program intervensi telah dirancang untuk mengajarkan keterampilan berpikir di dalam mata pelajaran tertentu. Salah satu program intervensi kognitif yang paling efektif pelaksanaannya adalah pendekatan CASE (Cognitive Acceleration in Science Education) yang dirancang oleh Adey dan Shayer di Inggris. Proyek ini didasarkan pada pemikiran Piaget dan Vygotsky dengan maksud membawa siswa ke tingkat berpikir operasional formal, sebagian dengan membuat mereka sebanyak mungkin bekerja di dalam zone of proximal development (kesenjangan antara apa yang dapat dilakukan sendiri dan apa yang dapat dilakukan dengan bantuan orang lain yang lebih ahli atau memiliki lebih banyak pengetahuan). Program ini bersifat spesifik subyek, yang dikembangkan untuk sains. Program ini berisi topik-topik sains tertentu di masing-masing pelajarannya. Pada akhir 1970-an, tidak semua jenis perkembangan intelektual yang Piaget dan Inhelder jabarkan bisa dipengaruhi dan direkayasa oleh jenis proses

9 18 pendidikan apapun. Dan berdasar studi literatur yang dilakukan, mengantar pada kesimpulan yang pesimistis bahwa sedikit sekali penelitian percepatan kognitif yang berakhir dengan konklusi berhasil. Namun, dari masing-masing penelitian yang dilakukan telah diadopsi cukup banyak materi-materi pembelajaran praktis dan singkat, dan berharap bahwa kemampuan otak untuk memproses informasi dapat diubah dengan mempelajari rumusan-rumusan baru tersebut. CASE (Cognitive Acceleration in Science Education) dapat didefinisikan sebagai sebuah pendekatan yang dapat menantang siswa untuk dapat memahami materi dengan waktu yang singkat. Menurut Addey (1999) Dengan percepatan kognitif, diharapkan dapat mempunyai kemampuan berpikir yang digambarkan Piaget sebagai formal operation (operasi formal). Kemampuan yang ditandai dengan kemampuan untuk memikirkan sejumlah variable dalam waktu bersamaan. Didalam CASE (Cognitive Acceleration in Science Education) dalam pelaksanaannya mempunyai lima tahapan yang merupakan proses pelaksanaan CASE. Tahapan dalam CASE tersebut adalah concrete preparation, cognitive conflict, social construction, metacogniton, dan bridging. Tahapan pertama dari lima 'tahapan' teori CASE, adalah concrete preparation yaitu fase persiapan dimana kesulitan-kesulitan itu diperkenalkan dengan alat bantu dan konteks tertentu. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa kesulitan yang dihadapi hanya terkait dengan intelektual semata,dan sejauh mungkin tidak tercampur dengan masalah kebahasaanatau konteks (Addey, 1999). Tahapan kedua yaitu cognitive conflict (konflik kognitif). Ini terjadi saat siswa menemukan masalah yang tidak bisa diselesaikan sendiri dengan mudah,

10 19 tetapi memerlukan bantuan terstruktur yang dengan hati-hati diberikan orang dewasa atau dari teman sebaya yang lebih mampu. Saat dia bisa memecahkan masalah tersebut, atau paling tidak dia telah memahami karakter permasalahannya, sehingga pada suatu dia bisa menemukan solusinya sendiri. Ide tentang prinsip konflik kognitif ini juga dikemas dalam konsep zone of proximal development (ZPD) yang dikembangkan oleh psikolog RusiaLev Vygotsky. ZPD merupakan garis batas pembeda antara apa yang anak bisa lakukan tanpa bantuan, dan apa yang dia bisa lakukan dengan bantuan orang dewasa. Vygotsky mengatakan: Pembelajaran yang baik adalah yang dapat merangsang siswa pada tingkat yang lebih baik'. Dengan kata lain, tugas pembelajaran yang masih dalam jangkauan kemampuan anak tidak memberikan tantangan yang bisa merangsang pertumbuhan kognitifnya. Penekanannya di sini adalah pada usaha membangun kemampuan berpikir siswa pada level yang lebih tinggi. Guru bisa saja memberikan pengalaman yang sesuai dan memberikan arahan, melalui pertanyaan-pertanyaan tertentu, tapi tidak bisa serta merta mengubah kemampuan berpikir siswa ke tingkat yang lebih tinggi. Siswa harus membangunnya sendiri, dan ini bisa dipastikan adalah sebuah proses yang lambat dan memerlukan waktu. Tahapan ketiga pendekatan CASE, yaitu konsep social construction secara kognitif menstimulasi kemampuan berpikir siswa. Itu yang lakukan dalam ZPD atau 'zona konstruksi'. Tahapan keempat dari pendekatan CASE adalah dorongan dari metakognisi. Menurut Brown (dalam Addey, 1999) metakognisi berarti hanya 'berpikir pemikiranmu sendiri', meskipun sebagai sebuah gagasan baru dalam

11 20 psikologi kognitif, kata ini telah sering digunakan dalam berbagai cara yang berbeda. bisa mengembangkan cara berpikir ke tingkat yang lebih tinggi hanya jika memegang penuh kendali pikiran, sehingga sadar bahwa diri sebagai pemikir (Addey, 1999). Dalam teori CASE, siswa didorong untuk meluangkan waktu untuk merenungkan bagaimana mereka memecahkan masalah, tentang kesulitankesulitan yang mereka hadapi, alasan-alasan yang mereka gunakan, dan bagaimana mereka mencari bantuan dan jenis bantuan yang mereka butuhkan. Ini memakan waktu dan cukup sulit untuk dilakukan. Dan untuk memulai hal ini, para guru dan siswa membutuhkan banyak sekali bantuan dan dorongan untuk menjadi lebih metakognitif dalam pendekatan mereka. Sedangkan tahapan terakhir dari teori CASE adalah bridging, yang menghubungkan cara berpikir yang dikembangkan dalam konteks tertentu dari aktifitas CASE untuk konteks lain dalam sains, matematika atau bagian lain dari kurikulum dan pengalaman dalam kehidupan nyata. Jika itu bisa diterapkan secara umum, maka pengembangan dalam konteks khusus harus pisahkan. Dan para siswapun telah menunjukkan bagaimana hal itu dapat digunakan sebagai cara berpikir yang general (Addey, 1999). Didalam masing-masing tahapan tersebut mempunyai karakteristik tertentu yang dapat menunjang siswa untuk aktif melakukan aspek afektif, aspek psikomotor dan aspek kognitif. Keaktifan siswa ini diperlukan sekali untuk dapat mengetahui sejauh mana siswa dapat memahami materi yang dibahas pada saat proses pembelajaran.

12 21 satu sama lain. Gambar dibawah ini menggambarkan hubungan dari lima tahapan untuk Gambar 2.1 hubungan dari lima tahapan untuk satu sama lain (Addey, 1999) Hubungan conflict cognitive terhadap social construction, yang ditunjukkan pada Gambar diatas oleh panah spiral, bukanlah hubungan yang sederhana. Ketika dihadapkan dengan masalah dengan tingkat kesulitan apapun, yang tidak bisa menemukan solusinya dengan mudah, maka sudah menjadi perilaku manusia secara umum untuk mencari solusi yang paling sederhana. Seakan membuang semua analisa untuk mengakomodasi situasi mendesak tersebut. Siswa jarang sekali berusaha mencari pemahaman komperehensif yang menyeluruh atas kesulitan yang dihadapi, tetapi cenderung untuk mencari solusi paling sederhana untuk menjawab kesulitannya. Misalnya, ketika siswa dihadapkan dengan pertanyaan kenapa besi bisa berkarat dan kenapa paku yang ada di dalam air lebih cepat berkarat dari pada paku kering. Siswa cenderung mencukupkan diri puas dengan jawaban bahwa 'karat disebabkan oleh air' tanpa berusaha menggali lebih dalam dan ke dalam lagi bahwa karat juga bisa dipengaruhi oleh udara. Jadi conflict cognitive tidak dengan sendirinya secara otomatis menyebabkan adanya pembentukan konsep dan tidak

13 22 juga menghadirkan pemahaman yang menyeluruh. Walau demikian, conflict cognitive harus tetap dipertahankan dan ini hanya dapat dilakukan oleh guru melalui pertanyaan-pertanyaan konstruktif. Hal ini memberikan petunjuk tentang karakter pengajaran yang diperlukan dalam proses percepatan kognitif (Addey, 1999). 2.4 Cognitive Conflict Von Glasersfeld dan Battencourt (Wiradana,2011 ), pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) siswa sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi siswa sewaktu siswa berinteraksi dengan lingkungannya. Hal itu menuntut siswa aktif dalam pembelajaran. Siswa menggunakan lebih banyak pengetahuan awalnya untuk berinteraksi dengan pengetahuan baru yang diajarkan. Guru dituntut untuk mampu mengaitkan konsep baru yang dipelajari siswa dengan struktur kognitif mereka, bahkan diharapkan mampu membuat struktur kognitif siswa menjadi goyah untuk dapat menerima konsep baru. Salah satu strategi yang dapat merangsang terjadinya perubahan konseptual adalah strategi konflik kognitif. Rangsangan konflik kognitif dalam pembelajaran sangat membantu proses asimilasi menjadsi lebih efektif dan bermakna dalam pergulatan intelektualitas siswa. Zulkarnain (2011) menyebutkan bahwa strategi ini berkembang berdasarkan pada asumsi yang menyebutkan bahwa pengetahuan siswa sebelumnya berpengaruh dalam mempelajari pengetahuan yang baru dan membentuk gambaran ide yang baru. Strategi ini adalah sebuah keadaan siswa

14 23 merasa adanya ketidakcocokan antara strukur kognitif dengan keadaan lingkungan sekitarnya atau antara komponen-komponen dari struktur kognitifnya. Pembelajaran konflik kognitif ini merupakan salah satu pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri, karena keterlibatan siswa selama proses pembelajaran. Dalam pembelajaran ini siswa mengalami proses asimilasi dan akomodasi. Sehingga siswa setiap saat membangun pengetahuannya sampai konsep yang dipahaminya tidak bertentangan dengan konsep para ilmuwan (Mosik, dalam Meidahrianti, 2011) Setyowati (2010) juga menyebutkan bahwa konflik kognitif diartikan sebagai seperangkat kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk mengkomunikasikan dua atau lebih rangsangan berupa sesuatu yang berlawanan atau berbeda kepada peserta didik, agar terjadi proses internal yang intensif dalam rangka mencapai keseimbangan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi, dengan melakukan reorganisasi pengetahuan yang telah tersimpan dalam struktur kognitifnya dan adaptasi berupa proses asimilasi dan akomodasi. Lebih lanjut Suparno (Meidahrianti, 2011) menjelaskan tentang asimilasi dan akomodasi, yaitu ada dua tahap yang dilakukan dalam proses belajar untuk perubahankonsep. Tahap pertama adalah asimilasi dan tahap kedua adalah akomodasi. Dengan asimilasi siswa menggunakan konsep-konsep yang telah mereka punyai untuk berhadapan dengan fenomena baru. Dengan akomodasi siswa mengubah konsepnya yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang mereka hadapi. Hal ini sejalan dengan teori belajar bermakna dari Ausubel, belajar bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep, dan

15 24 perubahan konsep yang ada akan mengakibatkan pertumbuhan dan perubahan struktur konsep yang telah dipunyai siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Effendi (Yunus, 2008) pada mahasiswa semester genap Universitas Negeri Malang bahwa strategi konflik kognitif dapatmeningkatkan pemahaman konsep kimia dan mengurangi terjadinya kesalahan pemahaman. Selain itu,penerapan strategi konflik kognitif juga dilakukan di SMA Wahid Hasyim Kotamadya Malang oleh Kadim Maskjur dkk(1990). Padapenelitian tersebut, ditemukan bahwa pngajaran fisika melalui konflik kognitif lebih efektif daripada pengajaran konvensional dalam meningkatkan pemahaman konsep dan meluruskan kesalahan konsep fisika. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa hasil perbaikan miskonsepsi melalui pengajaran konflik kognitif mampu bertahan lebih lama dalam struktur kognitif siswa. Cognitive Conflict ini menggunakan ide Piaget dan Vygotsky pada keseimbangan dan zona pengembangan proksimal dimana keseimbangan dari pandangan Piaget merupakan proses dimana mekanisme pengolahan kognitif beradaptasi dengan peristiwa yang tidak dapat diwakili langsung dan menciptakan beberapa konflik. Sementara zona pengembangan proksimal dari pandangan Vygotsky mengacu pada perbedaan antara apa yang bisa dicapai oleh anak tanpa bantuan dan apa yang bisa dicapai dengan bantuan orang lain. (Mustafa, 2014) Cognitive conflict terjadi saat siswa menemukan masalah yang tidak bisa diselesaikan sendiri dengan mudah, tetapi memerlukan bantuan terstruktur yang dengan hati-hati diberikan orang dewasa atau dari teman sebaya yang lebih mampu. Saat dia bisa memecahkan masalah tersebut, atau paling tidak dia telah

16 25 memahami karakter permasalahannya, sehingga pada suatu dia bisa menemukan solusinya sendiri. Pada pendekatan CASE ditahapan cognitive conflict ini nantinya siswa akan distimulasi dengan tantangan berupa soal dan siswa akan dituntut untuk memecahkan soal tersebut dengan cara siswa masing-masing. 2.5 Model Pembelajaran Discovery Learning Belajar menemukan (discovery learning) ini ditokohi oleh Jerome Bruner, termasuk dalam pendefinisiannya. Belajar menemukan adalah suatu pendekatan pembelajaran, dimana dengan cara itu siswa berinteraksi dengan lingkungannya untuk menggali dan memanipulasi obyek, bergulat dengan pertanyaan dan kontroversi atau melakukan percobaan. Ide dasarnya bahwa siswa cenderung kuat mengingat konsep yang mereka temukan sendiri. Belajar untuk menemukan paling berhasil jika siswa memiliki pengetahuan prasyarat dan mengalami beberapa terstruktur. Langkah-langkah yang ditempuh untuk ini dapat berupa : Menentukan pokok permasalahan atau fokus belajar Melakukan eksplorasi, mengumpulkan data, atau mengamati Menganalisis data atau merekonstruksi temuan pengamatan, dan Merumuskan kesimpulan atau mengkonstruksi konsep. (Danim dan Khairil, 2011) Pembelajaran discovery merupakan metode pembelajaran kognitif yang menuntut guru lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belaajar aktif menemukan pengetahuan sendiri. Metode belajar ini sesuai

17 26 dengan teori Bruner yang menyarankan agar peserta didik belajar secara aktif untuk membangun konsep dan prinsip (Sani,2014). Menurut Sund (dalam Roestiyah, 2008) discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut ialah mengamati, mencerna, mengerti, mengolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Menurut Hosnan (2014) pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengambangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan anak juga belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan masyarakat. Kesimpulannya model discovery learning adalah suatu model untuk menegmbangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri dilakukan melalui proses mental dimana siswa mampu mengasimilasi sesuatu konsep atau prinsip, pelajaran tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasikan sendiri agar siswa cenderung kuat mengingat konsep yang mereka temukan sendiri. Pelaksanaan startegi discovery learning, menurut Syah (Hosnan, 2014) ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum yaitu melaksanakan langkah persiapan dan prosedur aplikasi startegi discovery learning yaitu Problem Statement (pernyataan/identifikasi masalah), Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan), Data Collection (Pengumpulan Data), Data Processing (Pengolahan Data), Verification (Pembuktian),

18 27 Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi). Langkah-langkah operasional implementasi dalam proses pemebelajarn discovery learning sebagai berikut : v Langkah Persiapan Metode Discovery Learning a. Menentukan tujuan pembelajaran. b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya). c. Memilih materi pelajaran. d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi). e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa. f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik. g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa v Prosedur Aplikasi Metode Discovery Learning Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut: a. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

19 28 Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai. b. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah) Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agendaagenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah), sedangkan menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. c. Data Collection (Pengumpulan Data) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.

20 29 Dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. d. Data Processing (Pengolahan Data) Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis e. Verification (Pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep,

21 30 teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. f. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu. 2.6 Kerangka Berpikir Proses pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih baik Di dalam proses pembelajaran setiap siswa mempunyai tingkat kecerdasan yang berbeda, ada yang sangat cepat menangkap materi pelajaran tetapi ada juga yang lamban dalam menangkap pelajaran, untuk itulah guru harus mempunyai kemampuan dalam memahami tingkat kecerdasan tersebut. Dalam pembelajaran guru tidak bisa memberikan perlakuan yang sama terhadap siswa, karena siswa yang kurang berbeda tingkat pemikirannya (cognitive) dengan siswa yang cerdas,

22 31 maka dari itu perlu pembiasaan terhadap guru agar bisa melihat dan memahami tingkat kognitif tersebut. Salah satu pendekatan pembelajaran yang mampu mengoptimalkan kemampuan peserta didik, terutama kemampuan kognitif. adalah pendekatan CASE (Cognitive Acceleration through Science Education). Dalam proses belajar dengan percepatan kognitif, pembelajaran yang dilakukanakan membuat waktu menjadi lebih cepat tanpa mengurangi materi yang seharusnya dipelajari serta meningkatkan prestasi akademik. Banyak penelitian telah membahas pendekatan CASE, seperti yang dicantumkan dalam Mustafa (2014) antara lain penelitian yang dilakukan oleh Mousa (2002) untuk mengeksplorasi efek dari menggunakan program pelatihan Adey dan Shayer pada prestasi dan mempercepat dari perkembangan mental siswa di Kesultanan Oman. Sampel penelitian ini dipilih dari dua Kelas: salah satu dari mereka mewakili kelompok eksperimental (41) siswa, sementara yang lain diwakili kontrol kelompok (40) siswa. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam mendukung kelompok eksperimen pada berpikir abstrak dan prestasi akademik. Saleh (2005) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh program pelatihan perkembangan kognitif antara anak kelas enam di Gaza. Sampel penelitian terdiri dari (331) siswa pria dan wanita didistribusikan ke kelompok eksperimental (170) siswa dan kelompok kontrol (161) siswa. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata dari dua kelompok, kelompok eksperimen mengalami perkembangan kognitif.

23 32 Menurut Sani (2014) pembelajaran discovery merupakan metode pembelajaran kognitif yang menuntut guru lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belaajar aktif menemukan pengetahuan sendiri. Sejalan dengan itu Mosik (dalam Meidahrianti : 2011) menyebutkan bahwa pembelajaran dengan konflik kognitif merupakan salah satu pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri, karena keterlibatan siswa selama proses pembelajaran. Dalam pembelajaran ini siswa mengalami proses asimilasi dan akomodasi. Sehingga siswa setiap saat membangun pengetahuannya sampai konsep yang dipahaminya tidak bertentangan dengan konsep para ilmuwan. Selain itu, menurut Yunus (2008) hasil perbaikan miskonsepsi melalui pengajaran konflik kognitif mampu bertahan lebih lama dalam struktur kognitif siswa. Atas dasar ini maka peneliti menambahkan tahap cognitive conflict ke dalam pembelajaran dengan model discovery learning, agar siswa dapat membangun pengetahuan mereka sendiri yang nantinya pengetahuan yang didapatkan mampu bertahan lebih lama dalam struktur kognitif siswa. Berdasarkan uraian diatas penulis berasumsi bahwa dengan penambahan tahap cognitive conflict dalam model pembelajaran discovery pada siswa akan lebih meningkatkan kemampuan kognitif siswa dan memberikan pengaruh terhadap proses dan hasil belajar siswa. 2.6 Hipotesis Menurut Sugiyono (2014) mengatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah

24 33 penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan : 1. Penambahan tahapan cognitive conflict dalam model pembelajaran discovery pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dapat terlaksana dengan sintak matik sesuai Rencana Proses Pembelajaran (RPP). 2. Terdapat pengaruh penambahan tahap cognitive conflict dalam Model pembelajaran discovery terhadap kemampuan kognitif siswa kelas XI MIA SMAN 1 Kota Jambi pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3b MODEL DISCOVERY LEARNING 2 Discovery Learning Belajar diskoveri memberi penekanan pada keakifan siswa, berpusat pada siswa dimana siswa

Lebih terperinci

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR STRATEGI BELAJAR MENGAJAR MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING Oleh : I Putu Agus Indrawan (1013031035) UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Krangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013

Krangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013 e-book Definisi Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Krangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013 Oleh : IDHAM, S.Pd http://education-vionet.blogspot.com Page 1 Definisi Model Pembelajaran Penemuan

Lebih terperinci

Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013

Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013 Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013 Ada tiga model pembelajaran yang dianjurkan dalam penerapan Kurikulum 2013 antara lain: Discovery Learning (DL), Problem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Model adalah prosedur yang sistematis tentang pola belajar untuk mencapai tujuan belajar serta sebagai pedoman bagi pengajar

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2013 A. Definisi/ Konsep 1. Definisi MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN ( DISCOVERY LEARNING) Metode Discovery Learning adalah

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. anak-anak diberikan bermacam-macam pelajaran untuk menambah pengetahuan. yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal.

II. KAJIAN PUSTAKA. anak-anak diberikan bermacam-macam pelajaran untuk menambah pengetahuan. yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal. 8 II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Menurut pendapat tradisional, belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Di sini yang dipentingkan pendidikan intelektual. Kepada anak-anak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Jean Piaget Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. KAJIAN TEORI 2.1.1. Pembelajaran IPA Menurut Gagne dalam Slameto, (2010:13) memberikan dua definisi belajar, yakni: (1) belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi

Lebih terperinci

Teori Belajar. Oleh : Putri Siti Nadhiroh Putrinadhiroh.blogs.uny.ac.id

Teori Belajar. Oleh : Putri Siti Nadhiroh Putrinadhiroh.blogs.uny.ac.id Teori Belajar Oleh : Putri Siti Nadhiroh Putrinadhiroh.blogs.uny.ac.id Pengertian Teori Belajar Teori belajar merupakan suatu kegiatan seseorang untuk mengubah perilaku mereka. Seluruh kegiatan belajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR KOGNITIF

TEORI BELAJAR KOGNITIF Pengertian Teori Kognitif TEORI BELAJAR KOGNITIF Istilah Cognitive berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Discovery Learning Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Bruner berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dalam belajar matematika, yang merupakan masalah bukanlah soal yang biasa dikerjakan oleh siswa atau biasa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Teoretis

BAB II. Kajian Teoretis BAB II Kajian Teoretis A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) Menurut Slavin (Rahayu 2011, hlm. 9), Missouri Mathematics Project (MMP) adalah suatu program yang dirancang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang mungkin menggunakan salah satu dari arti kata tersebut sesuai dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang mungkin menggunakan salah satu dari arti kata tersebut sesuai dengan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas merupakan serapan dari bahasa asing yang berasal dari kata effective yang berarti manjur, ampuh, berlaku, mujarab, berpengaruh,

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI

PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI Farida Nursyahidah, Bagus Ardi Saputro Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPATI Universitas PGRI Semarang Jl.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya, manusia dapat mengembangkan potensi dirinya dengan pendidikan. Pendidikan merupakan pilar dalam usaha menciptakan manusia yang berkualitas sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan nama lain

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan nama lain 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Discovery Learning Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan nama lain dari pembelajaran penemuan (Kosasih, 2014: 83). Discovery adalah menemukan konsep

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 6 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemahaman Konsep 1. Pengertian Pemahaman Konsep Pemahaman dapat diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Menurut Van de Walle (Yohana et all,2012)

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY (PENEMUAN)

MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY (PENEMUAN) MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY (PENEMUAN) A. Pengertian Model Pembelajaran Penemuan Penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang dengan sengaja diciptakan (Dimyati dan Mudjiono 2006). Seorang pengajar harus mampu menciptakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan, dari kehidupan manusia, bahkan sejak

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjaun Pustaka 1. Keterampilan Eksperimen Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan merancanakan percobaan merupakan kegiatan mengidenfikasi berapa

Lebih terperinci

E.E.L. THORNDIKE Belajar merupakan peristiwa asosiasi antara stimulus (S) dengan respon (R) Supaya tercapai hubungan antara S dengan R, dibutuhkan kem

E.E.L. THORNDIKE Belajar merupakan peristiwa asosiasi antara stimulus (S) dengan respon (R) Supaya tercapai hubungan antara S dengan R, dibutuhkan kem TEORI BELAJAR Rosita E.K., M.Si E.E.L. THORNDIKE Belajar merupakan peristiwa asosiasi antara stimulus (S) dengan respon (R) Supaya tercapai hubungan antara S dengan R, dibutuhkan kemampuan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 02 Ngombak Desa Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan. Waktu penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

Lebih terperinci

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika I. Aliran Psikologi Tingkah Laku Teori Thorndike Teori Skinner Teori Ausubel Teori Gagne Teori Pavlov Teori baruda Teori Thorndike Teori belajar stimulus-respon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Discovery Learning Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

Lebih terperinci

Teori Konstruktivistik

Teori Konstruktivistik Teori-teori Belajar Teori Konstruktivistik Afid Burhanuddin Belajar Mengajar Kompetensi Dasar Memahami teori toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran Indikator Memahami hakikat teori

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian efektivitas pembelajaran

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian efektivitas pembelajaran BAB II KAJIAN TEORI A. Efektivitas Pembelajaran 1. Pengertian efektivitas pembelajaran Efektif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) diartikan sebagai dapat membawa hasil, berhasil guna. Suatu usaha

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di SD 1. Pengertian Matematika Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut Subariah (2006:1) Matematika merupakan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) kemampuan representasi matematis yaitu kemampuan menyatakan ide-ide matematis dalam bentuk gambar, grafik, tulisan atau simbol-simbol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nadia Dezira Hasan, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nadia Dezira Hasan, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Slameto (Djamarah, 1996), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan global menuntut dunia pendidikan untuk selalu berkembang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemerintah di beberapa negara mengajukan salah satu cara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari siswa sekolah dasar. IPA berguna untuk memberikan pengetahuan kepada siswa mengenai fenomena-fenomena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini membawa perubahan hampir di semua aspek kehidupan sehingga dibutuhkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) Pembelajaran Generatif merupakan terjemahan dari Generative Learning.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) Pembelajaran Generatif merupakan terjemahan dari Generative Learning. 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) Pembelajaran Generatif merupakan terjemahan dari Generative Learning. Model pembelajaran generatif menggunakan teori kontruktivisme

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Penalaran Matematis Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar menurut pandangan konstruktivisme adalah proses. pengkonstruksian pengetahuan oleh individu pembelajar sebagai upaya

BAB I PENDAHULUAN. Belajar menurut pandangan konstruktivisme adalah proses. pengkonstruksian pengetahuan oleh individu pembelajar sebagai upaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar menurut pandangan konstruktivisme adalah proses pengkonstruksian pengetahuan oleh individu pembelajar sebagai upaya pemberian makna atas data sensori baru

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Problem Based Learning (PBL) Model Problem Based Learning atau PBL merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi dari berbagai media massa, baik media cetak atau elektronika sering dikemukakan bahwa mutu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi dari berbagai media massa, baik media cetak atau elektronika sering dikemukakan bahwa mutu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi dari berbagai media massa, baik media cetak atau elektronika sering dikemukakan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah terutama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradaban kehidupan di era globalisasi semakin berkembang dan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal tersebut telah dirasakan oleh seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori merupakan kerangka acuan yang digunakan untuk dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini. Pada bagian ini akan dibahas mengenai teori-teori yang dikaji

Lebih terperinci

Oleh : Muh. Mustakim, M.Pd.I

Oleh : Muh. Mustakim, M.Pd.I Oleh : Muh. Mustakim, M.Pd.I Hakikat Belajar Belajar merupakan proses mencapai berbagai dan sikap untuk bekal hidup di masa mendatang. macam kompetensi, Belajar adalah proses mendapatkan perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakekat pendidikan adalah suatu usaha untuk mencerdaskan dan membudayakan manusia serta mengembangkannya menjadi sumber daya yang berkualitas. Berdasarkan UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan pada kemampuan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA (Sains) berupaya meningkatkan minat siswa untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang alam seisinya yang penuh dengan

Lebih terperinci

Stimulus Proses Respon

Stimulus Proses Respon TEORI BELAJAR Oleh: Muhammad Syamsul Arifin (15105241047) A. Behaviorisme o Belajar : Perubahan tingkah laku o PBM : Penguatan Stimulus Proses Respon Penguatan o Kritik : - Proses belajar yang kompleks

Lebih terperinci

MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD SKS)

MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD SKS) MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD 321 4 SKS) TATAP MUKA 7 LANDASAN TEORETIS & EMPIRIS: Teori perkembangan Jean Piaget Teori perkembangan konstruktivisme Teori Vygotsky Teori Bandura Teori Brunner Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I TUJUAN UMUM MODEL PEMBELAJARAN A. MODEL PEMBELAJARAN

BAB I TUJUAN UMUM MODEL PEMBELAJARAN A. MODEL PEMBELAJARAN MODEL PEMBELAJARAN TERPADU dalam TEORI DAN PRAKTEK BAB I TUJUAN UMUM MODEL PEMBELAJARAN A. MODEL PEMBELAJARAN Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Masalah dapat terjadi pada berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konstruktivisme a. Sejarah Konstruktivisme Menurut Von Glaserfield (1988), pengertian konstruktif kognitif

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konstruktivisme a. Sejarah Konstruktivisme Menurut Von Glaserfield (1988), pengertian konstruktif kognitif BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konstruktivisme a. Sejarah Konstruktivisme Menurut Von Glaserfield (1988), pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad 20 dalam tulisan Mark Baldwin yang secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia berperan penting pada

Lebih terperinci

Program Pascasarjana - UNY TEORI BELAJAR. (Learning Theory) Oleh. Dr. H. MUKMINAN. PPs. UNY /

Program Pascasarjana - UNY TEORI BELAJAR. (Learning Theory) Oleh. Dr. H. MUKMINAN. PPs. UNY / Program Pascasarjana - UNY TEORI BELAJAR (Learning Theory) Oleh Dr. H. MUKMINAN PPs. UNY - 2015/2016 Email: mukminan@yahoo.co.id HP: 08157956800 1 Hand-Out Untuk Perkuliahan Program Doktor (S3) Program

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Konstruktivis Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah guru tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVIII/Mei 2014 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA SD

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVIII/Mei 2014 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA SD PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA SD Binti Muakhirin SD Negeri Cibuk Lor Seyegan Abstrak Artikel ilmiah ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang IPA adalah ilmu pengetahuan yang tergolong ilmu dasar yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mata pelajaran IPA perlu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran IPA di SD 1. Pembelajaran Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Karena telah sangat dikenal selama ini seakan-akan orang telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Scaffolding Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa bangunan kerangka sementara atau penyangga (biasanya terbuat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan pendapat Hamalik (2004: 28) yang menyatakan bahwa belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan pendapat Hamalik (2004: 28) yang menyatakan bahwa belajar 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Fisika Belajar adalah proses interaksi dengan lingkungan untuk mencari wawasan dan pengalaman sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku. Hal ini sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran discovery (penemuan) adalah model mengajar yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran discovery (penemuan) adalah model mengajar yang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Model Pembelajaran Discovery Model pembelajaran discovery (penemuan) adalah model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa, sehingga siswa memperoleh pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ujian akhir semester (UAS) ganjil T.A 2011/2012. Ujian Akhir Semester Ganjil TB Rerata Kelas SMP Negeri 2 Pahae Julu

BAB I PENDAHULUAN. ujian akhir semester (UAS) ganjil T.A 2011/2012. Ujian Akhir Semester Ganjil TB Rerata Kelas SMP Negeri 2 Pahae Julu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika sebagai salah satu ilmu dasar yang mengkaji fenomena alam berperan penting bagi kemajuan sains dan teknologi. Kemampuan memahami fisika diperoleh siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan kajian teori pada penelitian ini berisi tinjauan sejumlah kajian yang berkaitan dengan (1) Penelitian Tindakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Konstruktivisme Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baaik individu maupun kelompok untuk meendewasakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan pada diri seseorang tidak dengan tiba-tiba, namun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Kelompok Menurut Thomas (dalam Bell, 1978), pembelajaran metode proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. behaviorisme dengan tokohnya B.F. Skinner, Thorndike, Watson dan lainlain. perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur.

BAB I PENDAHULUAN. behaviorisme dengan tokohnya B.F. Skinner, Thorndike, Watson dan lainlain. perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teori-teori belajar bermunculan seiring dengan perkembangan teori psikologi. Salah satu diantara teori belajar yang terkenal adalah teori belajar behaviorisme

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika BAB II KAJIAN TEORI A. Pendekatan Realistik 1. Pengertian Pendekatan Realistik Pendekatan realistik adalah salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang menekankan pada keterkaitan antar konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Pemahaman Konsep Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dari tiga aspek penilaiaan matematika. Menurut Jihad (2012), ada tiga aspek penilaian matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

Lebih terperinci