BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pernikahan merupakan bagian dari institusi keluarga, dimana pernikahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pernikahan merupakan bagian dari institusi keluarga, dimana pernikahan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Mengenai Pernikahan Etnis Jawa Pernikahan merupakan bagian dari institusi keluarga, dimana pernikahan merupakan proses awal dimana sepasang individu yang berlainan jenis kelamin dapat membentuk keluarga yang sesuai nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Hal ini secara sosiologis, menurut Horton dan Hunt dalam (Narwoko dan Bagong, 2010) menyatakan bahwa pernikahan merupakan pola sosial yang disetujui dengan cara dua orang atau lebih membentuk keluarga. Artinya, orang yang terikat dalam ikatan pernikahan dapat melakukan hubungan layaknya suami istri tanpa harus takut melanggar norma dan nilai yang berlaku di masyarakat, karena pernikahan adalah cara yang dilegalkan dalam adat, agama dan juga negara. Pasangan yang ingin hidup bersama, dengan kata lain membangun hubungan rumah tangga, akan diikat oleh suatu hubungan yang dinamakan dengan perkawinan. yaitu: Menurut Narwoko dan Bagong (2010), fungsi dari suatu pernikahan itu sendiri 1. Pernikahan merupakan jalan untuk mengawali perwujudan dorongan untuk melakukan seks tanpa adanya pengawasan dan pembatasan yang akan mengakibatkan pertentangan sosial.

2 2. Pernikahan akan menjamin kelangsungan kehidupan kelompok. Dengan adanya perkawinan diharapkan untuk mendapatkan keturunan, sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup kelompok. 3. Pernikahan merupakan suatu cara yang istimewa dimana orang tua dalam masyarakat akan dapat mempertanggungjawabkan atas anakanaknya. Selain itu, menurut Geertz (1982), fungsi pernikahan bagi etnis Jawa yaitu merupakan pelebaran menyamping tali ikatan antara dua kelompok himpunan masyarakat yang tidak bersaudara atau pengukuhan keanggotan kelompok secara endogam bersama.disini, dapat kita pahami bahwa dengan perkawinan seseorang yang tidak saling mengenal atau tidak ada hubungan dapat menjadi memiliki hubungan intim bagi mereka yang terikat dalam suatu pernikahan bahkan hubungan dekat itu bukan hanya mereka yang diikat dalam pernikahan melainkan keluarga besar dari kedua belah pihak menjadi semakin dekat. Menurut Salamun, dkk (2002) tahapan pernikahan etnis Jawa dimulai dari, tahap penjajakan, tahap lamaran, tahap Pinengsetan dan terakhir adalah tahap pernikahan. 2.2.Tinjauan Mengenai Komersialisai Pesta Pernikahan Biasanya dalam pernikahan akan diadakan suatu acara pesta pernikahan. Bagi masyarakat, bahwa dalam pernikahan itu harus diberitahukan kepada khalayak ramai. Oleh sebab itu, masyarakat sering menggelar upacara pesta pernikahan, karena mereka

3 memiliki anggapan bahwa pernikahan itu cukup satu kali dalam kehidupan, maka peristiwa penting itu harus dirayakan secara besar-besaran. Menurut Zainy (2008), pesta pernikahan bagi etnis Jawa merupakan suatu wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena telah bersatunya sepasang individu yang berlainan jenis untuk membentuk suatu keluarga sekaligus mempublikasikan acara tersebut kepada khalayak ramai. Dimana dalam suatu pernikahan, umumnya akan dihadiri banyak tamu, sehingga akan menambah kemeriahan pesta dan para tamu yang datang akan disuguhkan oleh banyak makanan dan juga hiburan. Namun sekarang, pesta pernikahan telah mengalami modifikasi. Dimana pesta pernikahan telah berkembang menjadi sebuah institusi untuk mencari keuntungan. Menurut Adorno dalam (Pilliang, 2012), pada sistem kapitalis saat ini, seni dan kebudayaan telah berubah menjadi komoditi. Akibatnya,saat ini pesta pernikahan telah berkembang menjadi sebuah komoditi untuk dikonsumsi yang mencari nilai tukar (exchange value) lewat penciptaan berbagai citra, salah satunya citra pesta pernikahan yang mewah, yang bertujuannya untuk mencari keuntungan. Pesta pernikahan kemudian dimuati dengan simbol-simbol (tanda) sebagai upaya untuk menciptakan nilai jual dari institusi yang bersangkutan.pesta pernikahan mengalami modifikasi, mulai dari pelaminan sampai kepada hiburan, yang kesemuanya itu dikemas menjadi sebuah komoditas yang menarik minat selera pasar.selain itu, untuk menjadi komoditas sebuah kebudayaan harus menampilkan

4 citra, yang mana citra tersebut dipandang sebagai strategi di dalam kapitalis, yang di dalamnya terdapat ide, gagasan, dan konsep dari sebuah pesta pernikahan yang dikembangkan secara habis-habisan, yang pada titik tertentu melupakan mereka akan kesesuaian antara citra tersebut dengan kondisi yang sesungguhnya (Pilliang, 2006). Citra pesta pernikahan mewah lengkap dengan hiburan dan makanan yang mewah, yang dikonsumsi oleh para tamu undangan, yang tujuannya adalah untuk mengakumulasi keuntungan bagi penyelenggara pesta pernikahan. 2.3.Perubahan Sosial dan Kebudayaan Menurut Soekanto (2009) menyatakan perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku di antara kelompok dalam masyarakat. Kemudian, perubahan kebudayaan itu sendiri, menurut Manan dalam (Paskah, 2009) diartikan sebagai setiap perubahan, penambahan atau pengurangan ide-ide, obyek-obyek budaya atau teknikteknik dan pelaksanaan-pelaksanaan yang berhubungan dengan kegiatan atau pun aktifitas dari kebudayaan. Dalam hal ini, menurut Koentjraningrat (2002), menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar secara keseluruhan. Suatu budaya dalam masyarakat tidak didapat begitu saja, melainkan diperoleh melalui hasil belajar yang kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya.

5 Adapun wujud kebudayaan itu sendiri, menurut Basrowi (2005) ada tiga wujud.wujud kebudayaan yang pertama sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai dan norma-norma, peraturan dan sebagainya. Wujud kebudayaan yang ini, bersifat abstrak, tidak dapat diraba atau pun didokumentasikan, hanya dapat dirasakan dan dipercayai sebagai aturan bagi masyarakat untuk bertingkah laku. Wujud kebudayaan yang kedua adalah sesuatu yang kompleks dari aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan ini sebagai aktivitas yang kompleks dari tindakan berpola dari manusia itu sendiri dalam hubungannya dengan sistem sosial. Dalam hal ini, kita dapat melihat interaksi antara penyelengara pesta pernikahan dan juga para tamu undangan. Kemudian, Wujud kebudayaan ketiga sebagai benda hasil karya manusia. Dimana wujud kebudayaan yang ini adalah yang paling konkret, dapat diraba dan didokumentasikan. Keyboard, foto pre-wedding dan kartu undangan pernikahan merupakan wujud kebudayaan ketiga. Mereka dapat diraba dan dirasakan sebagai hasil karya manusia. Menurut Martono (2012) hubungan antara perubahan sosial dan kebudayaan yaitu bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Dalam hal ini, perubahan kebudayaan pada pesta pernikahan dapat ditinjau dari segi wujud kebudayaannya. Perubahan kebudayaan jauh lebih luas cakupannya dibandingkan perubahan sosial. Selain itu, perubahan sosial dan perubahan kebudayaan yang terjadi dalam masyarakat saling berkaitan, tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat.

6 Sunarto (2004), membagi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial budaya, ada yang berasal dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Fakor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial budaya yang berasal dari dalam, terkait dengan pesta pernikahan adalah penemuan baru, pertambahan atau penyusutan jumlah penduduk dan konflik. Sedangkan yang dimaksud perubahan sosial budaya eksternal adalah sebab-sebab perubahan yang bukan berasal dari masyarakat itu sendiri. Perubahan sosial karena faktor masyarakat lain. Dalam hal ini, kontak dengan budaya lain menyebabkan perubahan sosial budaya. Umumnya akan terjadi akulturasi maupun asimilasi kebudayaan sehingga antara kebudayaan asing dengan kebudayaan asli akan membaur menjadi satu. Baik perubahan sosial maupun budaya berlangsung secara lambat maupun cepat. Kemudian menurut Soekanto (2009) bahwa perubahan sosial kebudayaan itu terjadi karena adanya faktor pendorong, yaitu: 1. Kontak dengan kebudayaan lain. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa masyarakat memiliki sistem sosial yang terbuka hal ini berkaitan dengan sistem stratifikasi yang terbuka yang memungkinkan seseorang menjalin kontak dengan budaya lain. 2. Sistem Pendidikan formal yang maju. Dalam hal ini dapat diartikan pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu sehingga seseorang memiliki pengetahuan yang luas tentang dunia. Pendidikan disini berfungsi untuk menyeleksi apakah kebudayaan disini dapat memenuhi kebutuhan zaman atau tidak.

7 3. Sistem Stratifikasi yang terbuka memungkinkan adanya gerak sosial yang vertikal yang memberi kesempatan kepada individu untuk dapat maju atas dasar kemampuan sendiri. Dalam keadaan demikian seseorang akan mengadakan identifikasi dengan warga yang memiliki status sosial yang lebih tinggi sehingga membuat seseorang merasa sama dengan orang yang berkedudukan tinggi. 4. Penduduk yang Heterogen. Pada masyarakat yang heterogen terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang terdiri dari latar belakang kebudayaan dan ideologi yang berbeda, yang kemudian dapat menyebabkan pertentanganpertentangan yang mengundang kegoncangan dalam masyarakat, 5. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu menyebabkan masyarakat memerlukan sebuah perubahan. 6. Toleransi terhadap perbuatan menyimpang dalam suatu masyarakat dapat menyebabkan suatu perubahan. Suatu perbuatan yang dahulunya dianggap tabuh berubah menjadi suatu hal yang dapat dimaklumi dalam masyarakat. pernikahan. Hal di atas yang mempengaruhi perubahan dalam penyelenggaraan pesta 2.4.Resiprositas Menurut Damsar (2009), resiprositas merujuk pada gerakan diantara kelompok-kelompok yang saling berhubungan. Hubungan bersifat simetris ini terjadi apabila hubungan antara berbagai pihak (antara individu dan individu, individu dan kelompok, serta kelompok dengan kelompok) memiliki posisi dan peranan yang relatif

8 sama dalam pertukaran. Pada aktifitas tersebut, berbagai pihak yang terlibat dalam resiprositas memiliki derajat yang sama, meskipun di antara mereka memiliki derajat harta kekayaan dan fungsional adat yang berbeda. Damsar (2009), membagi resiprositas dalam dua jenis yaitu resiprositas sebanding (balanced reciprocity) dan resiprositas umum (generalized reciprocity). Resiprositas sebanding merupakan kewajiban membayar atau membalas kembali kepada orang atau kelompok lain atas apa yang mereka berikan atau lakukan secara setara, seringkali langsung dan terjadwal. Resiprositas sebanding menekankan apa yang telah diterima seseorang dari seseorang atau kelompok pada masa lampau haruslah setara dengan apa yang akan diberikan orang atau pemberi. Sifatnya langsung ditunjukkan oleh siapa memberikan apa kepada siapa dan akan menerima apa.sedangkan, resiprositas umum, adalah kewajiban memberi atau membantu orang atau kelompok lain tanpa harus mengharapkan pengembalian, pembayaran atau belasan yang setara. Dalam hal ini, tidak ada kesepakatan terbuka atau lagsung kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pengembalian apa yang telah diberi. Tradisi nyumbang dalam pesta pernikahan Etnis Jawa di dusun Purwosari Bawah merupakan salah satu bentuk dari resiprositas. Dimana orang menyumbang orang yang pesta, juga mengharapkan imbalan kembali dari yang menyelenggarakan pesta pernikahan, di kemudian hari Interaksionisme Simbolik Menurut Blumer dalam (George Ritzer, 1992) menyatakan bahwa interaksionisme simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi antar manusia,

9 kekhasannya adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain, tanggapan tersebut tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi atas dasar makna yang diberikan terhadap tindakan tersebut. Kemudian, menurut Blumer dalam (Poloma, 2010) teori interaksionisme simbolik ini bertumpu pada tiga premis yaitu: 1. Manusia bertindak berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu bagi mereka. 2. Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain. 3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial itu berlangsung. Menurut teori interaksionisme simbolik, fakta sosial bukanlah merupakan barang yang mempengaruhi tindakan manusia, melainkan fakta sosial merupakan sesuatu aspek yang memang penting dalam kehidupan manusia, ditempatkannya dalam kerangka simbol-simbol interaksi manusia. Simbol-simbol tersebut, yang memungkinkan seseorang untuk berinteraksi, satu dengan yang lainnya. Kemudian, Blumer dalam (Poloma, 2012) menilai bahwa manusia merupakan aktor yang sadar akan tindakannya secara refleksif, yang menyatukan objek-objek yang diketahuinya melalui apa yang dia sebut sebagai self indification. Interaksionisme simbolik yang diketengahkan Blumer mengandung sejumlah ide-ide dasar sebagai berikut:

10 1. masyarakat terdiri dari manusia yang saling berinteraksi. Kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenalnya sebagai organisasi atau struktur sosial. 2. terdiri dari berbagai tindakan manusia yang berhubungan dengan tindakan manusia lain. 3. Objek-objek, tidak mempunyai makna yang intrinsik, makna lebih merupakan produk dari interaksi simbolis, objek disini dibagi tiga yaitu objek fisik, objek sosial, objek abstrak. 4. Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal tetapi juga dapat mengenali dirinya sebagai suatu objek. 5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia untuk dirinya sendiri. Tindakan manusia pada dasarnya terdiri dari pertimbangan atas berbagai hal yang diketahuinya dan melahirkan berbagai macam kelakuan atas dasar bagaimana dia menafsirkan tindakan akan hal tersebut. 6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan dengan anggota kelompok, dimana tindakan tersebut kemudian dikenal sebagai tindakan bersama yang dibatasi oleh organisasi sosial dan prilaku tindakan berbagai manusia. Dapat kita jelaskan bahwa di dalam pesta pernikahan, individu-individu berinteraksi melalui simbol-simbol yang ada di dalam pesta pernikahan. Dimana simbol-simbol dalam pesta pernikahan tersebut, memiliki makna yang hanya diketahui

11 oleh individu yang berinteraksi di dalamnya, contohnya kartu undangan pesta pernikahan. Kartu undangan pesta pernikahan adalah sejenis surat yang disebarkan penyelenggara pesta pernikahan kepada tetangga dan kerabat lainnya. Dimana kartu tersebut, memiliki makna yang diyakini bersama oleh penyelenggara dan tamu undangan sebagai ajakan untuk menghadiri pesta pernikahan yang diselenggarakan Stratifikasi Sosial dan Gaya Hidup Menurut Sorokin dalam (Narwoko dan Bagong, 2010), menyatakan bahwa Stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara vertikal. Sistem stratifikasi menyebabkan masyarakat menjadi tidak seimbang, dikarenakan pembagian hak dan kewajiban yang tidak seimbang. Dalam suatu masyarakat, terjadinya pelapisan sosial dikarenakan oleh dua hal, yaitu pelapisan sosial yang terjadi dengan sendirinya dan pelapisan sosial yang disengaja. Pelapisan sosial yang terjadi dengan sendirinya misalnya didasarkan pada umur, jenis kelamin, dan dalam batas-batas tertentu didasarkan pada kepemilikan harta sedangkan pelapisan sosial yang sengaja dibentuk dalam masyarakat misalnya pembagian kekuasaan yang resmi dalam suatu organisasi misalnya pendidikan, perusahaan, dan organisasi masyarakat lainnya. Menurut Narwoko dan Bagong (2010) menyatakan bahwa stratifikasi dalam masyarakat memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Perbedaan dalam kemampuan dan kesanggupan. Anggota masyarakat yang memiliki kedudukan dan strata yang tinggi, tentu memiliki kesanggupan

12 dan kemampuan yang lebih besar dibandingkan anggota masyarakat yang memiliki kedudukan yang rendah 2. Perbedaan dalam gaya hidup (life Style). Seseorang yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi cenderung berorientasi pada kehidupan yang serba mewah sebagai gaya hidup. Contohnya, seorang direktur perusahaan akan cenderung memakai pakaian bermerek seperti crocodile serta aksesoris ternama lainnya. Hal ini dilakukan karena apabila direktur tersebut berpakain seperti gembel maka dia akan menjadi gunjingan. 3. Perbedaan dalam hak dan akses dalam memanfaatkan sumber daya. Seseorang yang menduduki jabatan tinggi biasanya akan semakin banyak hak dan fasilitasnya yang diperolehnya. Sebaliknya, seseorang yang menduduki kedudukan yang rendah sulit untuk memperoleh haknya. Menurut Jeffris dan Ransford dalam (Narwoko dan Bagong, 2010), membedakan tiga macam stratifikasi sosial dalam masyarakat, yaitu: 1. Hierarki Kelas yang didasarkan pada penguasaan barang dan jasa atau kata lainnya berdasarkan kekayaan. Dimana, masyarakat disini terbagi dalam beberapa kelas yaitu kelas atas dan kelas bawah. Kelas atas dapat diartikan sebagai orang kaya, dimana mereka akan memiliki akses terhadap pemilikan barang dan jasa karena mereka memiliki uang yang digunakan untuk memperoleh itu semua. Sedangkan mereka yang kelas bawah karena kondisi ekonomi yang serba kekurangan, mereka kesulitan untuk memperoleh atas pemenuhan kebutuhan yang mereka inginkan.

13 2. Hierarki Kekuasaan. Indikator yang digunakan disini adalah dimensi politik yaitu distribusi kekuasaan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi individu-individu lain dan mempengaruhi pembuatan keputusan kolektif. Dalam suatu masyarakat, kelas yang berkuasa jumlahnya lebih sedikit dibandingkan mereka yang tidak memiliki kekuasaan apapun. Walaupun demikian, kelas yang berkuasa walaupun merupakan kelompok minoritas dalam segi jumlah, namun mereka dapat mempengaruhi dalam pembuatan suatu kebijakan yang mempengaruhi masyarakat dalam suatu kelompok. 3. Hierarki Status. Menurut Weber, manusia dikelompokkan dalam berdasarkan status dan kehormatan dalam suatu masyarakat dimana seseorang yang memiliki status sosial tertentu akan memiliki gaya hidup tertentu pula dan penghargaan yang berbeda dalam suatu masyarakat. Disini, masyarakat dibagi dalam dua bentuk yaitu kelompok masyarakat yang disegani atau terhormat dan kelompok masyarakat yang biasanya. Masyarakat yang terhormat ini bisa saja dikarenakan karena mereka merupakan keturunan bangsawan ataupun kepala suku yang disegani. Dimana, seseorang yang disegani ini cenderung menjaga gaya hidup dalam masyarakat, serta terkadang membatasi pergaulan mereka di dalam suatu masyarakat. Kemudian Basrowi (2005) menambahkan dasar pengklasifikasian pelapisanpelapisan sosial dalam masyarakat, selain berdasarkan kekayaan, kekuasaan dan

14 kehormatan adalah ilmu pengetahuan. Dimana dasar ini dipakai pada masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Menurut Darsono (2004) beberapa indikator yang digunakan untuk penilaian secara subjektif terhadap seseorang berdasarkan lapisan sosial dalam masyarakat desa yaitu: 1. Bentuk rumah, ukuran, kondisi perawatan rumah, tata kebun, luas lahan pertanian yang dimiliki 2. Wilayah tempat tinggal atau lingkungan. Dimana, tempat mereka tinggal menentukan status sosial mereka di masyarakat. Misalnya, ada perbedaan antara mereka yang tinggal di pedesaan yaitu apakah mereka tinggal di dekat kecamatan atau mereka yang jauh dengan letak kecamatan. 3. Profesi atau pekerjaan menentukan profesi seseorang dalam masyarakat. Misalnya, untuk orang desa menjadi kepala desa merupakan hal yang sangat membanggakan ketimbang mereka bekerja sebagai karyawan perkebunan, walau karyawan perkebunan ini memiliki gaji yang lebih besar. 4. Sumber pendapatan akan menentukan status sosial dalam suatu lapisan masyarakat tertentu. Dalam hal ini, bukan jumlah pendapatan yang menjadi ukuran melainkan status yang dinikmati melalui sumber itu. Jika kita berbicara mengenai stratifikasi, maka kita kan berbicara status dan peran. Status adalah tempat atau posisi seseorang dalam masyarakat, sedangkan peran

15 merupakan sesuatu yang melekat pada kedudukan seseorang, dimana jika seseorang telah melaksanakan hak dan kewajibannya di masyarakat maka dia dapat dikatakan telah melaksanakan perannya. Status dan peran tidak dapat dipisahkan. Peran berfungsi untuk mengatur prilaku seseorang dalam masyarakat. Status sosial meliputi praksis yang menekankan dan menunjukkan kehormatan dan perbedaan yang merupakan stratifikasi. Status bisa dikonsepkan dengan gaya hidup. Dimana gaya hidup disini, lebih dikaitkan dengan selera. Selera merupakan satu dari penanda elemen identitas seseorang dalam masyarakat. Menurut Lury (1996) bahwa suatu masyarakat terbagi dalam tiga lapisan (strata) yaitu lapisan kelas atas, lapisan kelas menengah dan kelas bawah.akibat adanya stratifikasi sosial tersebut, telah melahirkan gaya hidup yang berbeda. seseorang yang berada di kelas atas memilik gaya hidup yang berbeda dengan mereka yang berada di kelas menengah maupun kelas bawah. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi terhadap barang mewah hanya dapat dilakukan olek sekelompok elit konsumen yang memberinya nilai. Tindakan konsumsi secara aktif digunakan untuk menunjukkan status sosial, selera yang baik atau sekedar untuk diketahui. Komoditas secara aktif digunakan sebagai penunjuk posisi sosial dan gaya hidup seorang konsumen. Dalam hal ini, kita dapat melihat kasus dalam penyelenggaraan pesta pernikahan. Dimana seseorang yang berada di kelas atas akan berusaha menggelar pesta yang besar dalam suatu masyarakat bahkan mereka cenderung membuat pesta di gedung yang mewah, dan juga menampilkan hiburan. Mereka juga tidak lupa untuk

16 memamerkan harta benda mereka, seperti emas dan berlian pada hari istimewa tersebut. Hal itu karena mereka ingin menunjukkan identitas status sosial mereka di masyarakat sebagai orang kaya. Sedangkan masyarakat yang menengah dan miskin berusaha untuk menggelar pesta pernikahan yang sama dengan orang kaya, walaupun tidak begitu meriah. Selain itu, menurut Lury (1996), menyatakan bahwa rangsangan untuk meniru adalah salah satu permintaan konsumen terhadap suatu komoditas. Dalam hal ini, gaya hidup bukan monopoli kelas atas saja, melainkan kelas menengah dan kelas bawah dapat memakai gaya hidup tertentu walau hanya bersifat meniru atau kepura-puraan. Selanjutnya penyelenggaraan pesta mewah juga berpengaruh terhadap hasil sumbangan dari para tamu. Akan tampak perbedaan antara hasil sumbangan yang didapat oleh orang kaya, menengah dan miskin, dan kesemuanya itu akan tampak, sebagai kesenjangan, dimana orang kaya, menengah dan miskin diperlombakan dalam menjaga citra pesta pernikahan dan dibalik itu semuanya mereka juga diperlombakan dalam mencari keuntungan dari penyelenggaraan pesta pernikahan Identitas Status sosial Menurut Berger dan Luckmandalam (Damsar, 2009) mengemukakan bahwa suatu identitas dibentuk melalui proses sosial. Sekali identitas mengkristal maka ia akan dipelihara, dimodifikasi atau bahkan diubah sama sekali melalui hubungan sosial. Identitas sosial adalah suatu proses, bukan tindakan atau perilaku. Dalam hal ini, jika kita berbicara mengenai identitas sosial, maka kita akan membicarakan bagian individu dalam suatu kelompok baik yang disadari maupun tidak disadari.

17 Dimensi dari identitas sosial antara lain dilihat dari aspek sosial, budaya dan aspek ekonomi. Dalam penelitian ini, identitas status sosial yang ingin dilihat berdasarkan aspek ekonomi, dimana seseorang memiliki identitas sebagai orang kaya, menengah dan juga miskin (Damsar, 2009). Setiap orang memiliki perbedaan dalam hal penyelenggaraan pesta pernikahan, hal ini tergantung dengan kedudukan mereka di masyarakat. Semakin mewah pesta pernikahan yang digelar, menunjukkan identitas status sosial yang dimiliki tinggi, demikian sebaliknya pesta pernikahan yang sederhana menunjukkan identitas status yang rendah pula pada penyelenggaranya. Bagaimana upacara pesta pernikahan dapat menunjukkan identitas status sosial seseorang?suatu upacara memungkinkan pemiliknya untuk menunjukkan identitas status sosialnya, melalui benda-benda materi simbol yang diperlihatkan dalam suatu upacara. Hal ini didukung oleh pernyataan Mc. Cracken dalam (Lury, 1996) konsumsi dalam suatu upacara: suatu upacara memungkinkan pemiliknya mengklaim hak atas makna sebuah objek yang di luar batas kepemilikan biasa. Itulah suatu cara mempersonalisasikan sebuah objek, cara memindahkan makna dari dunia individu kepada orang terhadap apa yang baru diperoleh, dan sebagai sarana sebuah objek yang anonim-seringkali produk pembuatan massal melalui proses impersonal dan berjarak-dibelokkan menjadi hak milik seseorang dan berbicara atas nama dan dirinya. Hak milik, menurut pandangan ini, bukan keadaan yang statis, tetapi sebuah aktivitas. Melalui suatu upacara, para individu menciptakan dunia baru untuk barang-barang yang mencerminkan pengalaman mereka, konsep tentang diri dan dunia. Dimana, upacara membantu membantu menciptakan identitas sosial individu. Dalam upacaralah akan tampak kapasitas penampilan barang-barang mewah dimana objek-objek tersebut mengekspresikan aspek tertentu identitas individu. Dari kutipan di atas, dapat dijelaskan bahwa pada saat upacara dikaitkan dengan ritual maka itu bukan lah suatu bentuk konsumsi. Namun ketika upacara

18 tersebut telah menampakkan simbol-simbol materi, maka simbol budaya materi yang tampak tersebut merupakan wujud ekspresi konsumsi dalam masyarakat untuk menunjukkan identitas seseorang. Dalam hal ini, upacara pesta pernikahan bukan lah merupakan suatu bentuk konsumsi, namun simbol-simbol pesta pernikahan, seperti makanan, hiburan, dekorasi pelaminan, tratak, foto pre-wedding, papan bunga dan sebagainya, dapat dikatakan sebagai konsumsi untuk menunjukkan identitas status sosial penyelenggara pesta pernikahan.dalam buku Identitas dan Postkolonialitas karya Budi Susanto (2003): campursari ditampilkan dalam perayaan perkawinan bukan semata-mata suguhan bagi para tamu melainkan perang status sosial Selanjutnya, dalam buku Bondan (2008) mengenai kajian tentang perkawinan pada petani desa di Jawa, mengemukakan bahwa: betapapun susahnya kehidupan petani dikampung kecil, namun mereka tidak akan mangkir dari adat perheletan besar yaitu perkawinan. Orang akan banyak menghabiskan banyak uang bahkan dengan meminjam uang kanan kiri bahkan mengizonkan panen mereka pada lintah darat. Sehingga anak mereka harus menanggung beban uang bertahun-tahun. Ketika orang tua yang miskin menghadapi pesta perkawinan. Pesta perkawinan sebagai gaya dimana orang susah melepaskan dari adat kebiasaan. Martabat rendah jika seseorang tidak melibatkan diri. Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat etnis Jawamemandang pesta pernikahan merupakan suatu hal yang penting. Pesta pernikahan menjadi simbol gaya hidup untuk menunjukkan identitas status sosial seseorang di smasyarakat, sehingga masyarakat berloma-lomba untuk menyelenggarakan pesta pernikahan yang mewah. Meskipun peran utamanya adalah anak, namun orangtua yang dibuat paling pusing dalam menggelar pesta pernikahan.

19 Apabila orang berbicara tentang pernikahan, mereka tidak akan menyebutkan nama pengantin yang akan menikah, melainkan nama orangtua mereka (Gertz:1982). Dalam hal ini, pesta pernikahan merupakan suatu bentuk pencitraan bagi masyarakat dalam interaksi anggota masyarakatnya. Menurut Pilliang (2006), citra digunakan untuk mengendalikan massa konsumen yaitu mengendalikan selera, gaya hidup dan tingkah laku serta imajinasi mereka. Orang akan merasa malu khususnya orang miskin, jika tidak membuat pesta pernikahan. Kemudian citra dari pesta pernikahan tersebut, ternyata juga menjadi nilai jual bagi penyelenggara pesta pernikahan dari sumbangan tamu yang datang. Menurut Pilliang (2006) bahwa suatu citra digunakan sebagai nilai jual dari institusi yang bersangkutan. Dalam hal ini, pesta pernikahan juga merupakan suatu bentuk komoditi yang dikonsumsi tamu undangan, dimana besar kecilnya jumlah semua sumbangan yang diperoleh penyelenggara pesta pernikahan dapat menunjukkan identitas status sosial ekonomi pula.

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi yang berkaitan dengan peristiwa kelahiran, kematian dan perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi masyarakat Jawa berbagai

Lebih terperinci

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari Stratifikasi sosial muncul karena adanya sesuatu yang dianggap berharga dalam masyarakat. Pitirim Sorokin Sistem stratifikasi adalah pembedaan penduduk atau masyarakat

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup. Pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses membimbing manusia dari kegelapan, kebodohan, dan pengetahuan. Dalam arti luas, pendidikan formal maupun informal meliputi segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kehidupan masyarakat Jawa di Dusun Jatirejo tidak dapat dilepaskan dari serangkaian kegiatan upacara yang berkaitan dengan siklus daur hidup, dimana dalam siklus daur hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang memliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness

Lebih terperinci

BAB VI PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT

BAB VI PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT BAB VI PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT 1. PELAPISAN SOSIAL a. Pengertian : stratifikasi atau stratification berasal dari kata strata atau stratum yang berarti lapisan. Definisi stratifikasi/ pelapisan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan budaya Indonesia mengalami pasang surut, pada awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konflik Konflik merupaka gejala sosial yang hadir dalam kehidupan sosial, sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Moral Ekonomi Pedagang Kehidupan masyarakat akan teratur, baik, dan tertata dengan benar bila terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

Lebih terperinci

Perubahan Sosial Mutia Rahmi Pratiwi Pengantar Sosiologi UDINUS Semarang

Perubahan Sosial Mutia Rahmi Pratiwi Pengantar Sosiologi UDINUS Semarang Perubahan Sosial Mutia Rahmi Pratiwi Pengantar Sosiologi UDINUS Semarang Apakah kalian bagian dari perubahan??? Apa yg dimaksud perubahan? Perbandingan masa lalu - masa sekarang Masy statis, tidak maju,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa anak-anak, remaja, nikah, masa tua, dan mati (Koenthjaraningrat, 1977: 89). Masa pernikahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seperti halnya suku-suku lain. Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun

I. PENDAHULUAN. seperti halnya suku-suku lain. Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Jawa adalah salah satu suku di Indonesia yang banyak memiliki keunikan seperti halnya suku-suku lain. Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun perhubungan-perhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan nenek moyang. Sejak dulu berkesenian sudah menjadi kebiasaan yang membudaya, secara turun temurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah unsur kebudayaan yang bersumber pada aspek perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi daya manusia untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Hiburan adalah segala sesuatu yang berbentuk kata-kata, tempat, benda, perilaku yang dapat menjadi penghibur atau pelipur hati yang susah atau sedih. Hiburan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kesenian Sebagai Unsur Kebudayaan Koentjaraningrat (1980), mendeskripsikan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

Lebih terperinci

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR Drs. Ermansyah, M.Hum. 2013 MANUSIA DAN MASYARAKAT Selain sebagai individu, manusia juga sebagai makhluk sosial. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena: 1. Butuh orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia

Lebih terperinci

Bimbel Online SMA Alfa Centauri Kls XI IIS 22-Agustus Sosiologi -

Bimbel Online SMA Alfa Centauri Kls XI IIS 22-Agustus Sosiologi - Bimbel Online SMA Alfa Centauri Kls XI IIS 22-Agustus-2017 - Sosiologi - 1. Perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat disebut... a. pengendalian sosial b. diferensiasi sosial

Lebih terperinci

: Lingkungan dan Strategi Pemasaran

: Lingkungan dan Strategi Pemasaran Modul 5 : Lingkungan dan Strategi Pemasaran A. Deskripsi Modul Modul ini lebih difokuskan pada aspek lingkungan konsumen yaitu pengaruh lingkungan pada konsumen, yang sangat berguna dalam menciptakan strategi

Lebih terperinci

PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI

PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI Konsep Aktor (ekonomi) Titik tolak analisis ekonomi adalah individu Individu adalah makhluk yang rasional, senantiasa menghitung dan membuat pilihan yang dapat memperbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan serta memiliki beraneka ragam budaya. Kekayaan budaya tersebut tumbuh karena banyaknya suku ataupun etnis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Budaya Feodalisme Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu berorientasi pada atasan, senior, dan pejabat untuk menjalankan suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. socialnya (action theory), yaitu mengenai tindakan yang dilakukan seseorang

BAB II TINJAUN PUSTAKA. socialnya (action theory), yaitu mengenai tindakan yang dilakukan seseorang BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Teori Interaksi Simbolik Untuk mempelajari interaksi sosial digunakan suatu pendekatan yang di kenal dengan pendekatan interaksional simbolik. Salah satu tokoh pelopor teori

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini merupakan Penelitian Kuantitatif. Penelitian kuantitatif, adalah penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peminangan atau pertunangan merupakan pendahuluan dari sebuah perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT sebelum adanya ikatan suami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simalungun merupakan salah satu suku dengan ragam keunikan yang dimiliki, tanah yang subur, masyarakat yang ramah dan lemah lembut. Memiliki kekayaan warisan budaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang bermakna, bukan sekedar dalam kata-kata, ia meliputi kepercayaan, nilai-nilai dan norma,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Landasan Teori Landasan teori merupakan dasar-dasar teori dari berbagai penjelasan para ahli yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengkajian terhadap fenomena ataupun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. "Adat" berasal dari bahasa Arab,عادات bentuk jamak dari عاد ة (adah), yang

BAB II KAJIAN TEORI. Adat berasal dari bahasa Arab,عادات bentuk jamak dari عاد ة (adah), yang 1 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Adat "Adat" berasal dari bahasa Arab,عادات bentuk jamak dari عاد ة (adah), yang berarti "cara", "kebiasaan" dengan makna berulang kali. Merupakan nama kepada pengulangan perbuatan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan yang ada di Indonesia sangat beragam bentuk dan jenisnya. Seni pertunjukan yang berada dalam suatu lingkungan masyarakat Indonesia tidak terlepas

Lebih terperinci

STRATIFIKASI SOSIAL DAN DIFERESIASI SOSIAL

STRATIFIKASI SOSIAL DAN DIFERESIASI SOSIAL VIII STRATIFIKASI SOSIAL DAN DIFERESIASI SOSIAL Pengertian Stratifikasi Sosial Gejala penggolong-golongan manusia berdasarkan kriteria sosial secara vertikal merupakan gejala yang telah lazim di setiap

Lebih terperinci

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh : PERKAWINAN ADAT (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Saudara mahasiswa, kita berjumpa kembali dalam kegiatan Tutorial Online yang ketiga untuk

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UMB IRA PURWITASARI S.SOS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UMB IRA PURWITASARI S.SOS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA budayanya secara linear dalam tahap media informasi yang seni pertunjukkannya, ritualnya, dan lisannya berproses menuju media cetak dan media membaca, industri elektronika dari Negara maju telah menodong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

sebagai penjembatan dalam berinteraksi dan berfungsi untuk

sebagai penjembatan dalam berinteraksi dan berfungsi untuk BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dalam penelitian kualitatif teknik analisis dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data yang di peroleh dari berbagai macam sumber, baik itu pengamatan, wawancara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki moto atau semboyan Bhineka Tunggal Ika, artinya yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun pada hakikatnya bangsa

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawin adalah perilaku mahluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar manusia berkembang biak. Oleh karena itu perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencari dan menemukan pasangan hidup yang akhirnya akan. (Huvigurst dalam Hurlock, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. mencari dan menemukan pasangan hidup yang akhirnya akan. (Huvigurst dalam Hurlock, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki salah satu tugas perkembangan untuk mencari dan menemukan pasangan hidup yang akhirnya akan mengarahkan individu tersebut untuk melangsungkan

Lebih terperinci

a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut

a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut unsur-unsur kebudayaan yang dianggap halus, maju, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gaya Hidup dan Konsumsi 2.1.1 Gaya Hidup. Istilah gaya hidup (lifestyle) sekarang ini kabur. Sementara istilah ini memiliki arti sosiologis yang lebih terbatas dengan merujuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan suatu bangsa tidak hanya merupakan suatu aset, namun juga jati diri. Itu semua muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

Kelompok Sosial dan Organisasi Sosialisasi

Kelompok Sosial dan Organisasi Sosialisasi Kelompok Sosial dan Organisasi Sosialisasi 1 Kelompok Sosial dan Organisasi Banyak studi sosiologi meneliti bagaimana individu dibentuk oleh kelompok sosial mereka, dari keluarga ke negara negara, dan

Lebih terperinci

Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya,

Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya, BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang satu berbeda dengan suku bangsa yang lain. Perbedaan suku bangsa yang

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi antarpersonalnya menjadi berbeda satu dengan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi antarpersonalnya menjadi berbeda satu dengan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penelitian Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia adalah tempat bagi kurang lebih satu juta penduduk yang heterogen. Berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra yang tercipta merupakan hasil dari proses kreativitas pengarang. Pengarang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra yang tercipta merupakan hasil dari proses kreativitas pengarang. Pengarang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra yang tercipta merupakan hasil dari proses kreativitas pengarang. Pengarang merupakan bagian dari masyarakat, dan hidup dalam masyarakat dengan beraneka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan dan dialami serta disadari oleh manusia dan masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan dan dialami serta disadari oleh manusia dan masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia Indonesia telah menerima Pancasila sebagai ideologinya. Ideologi yang bersumberkan pandangan hidup merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diterima dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan yang beraneka ragam sebagai makhluk hidup. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan untuk mendapat penghargaan dalam relasi

Lebih terperinci

BABII KAJIAN PUSTAKA

BABII KAJIAN PUSTAKA BABII KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pembangunan yang sering dirumuskan melalui kebijakan ekonomi dalam banyak hal membuktikan keberhasilan. Kebijakan ekonomi umumnya dirumuskan secara konsepsional dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di BAB I PENDAHULAUAN 1.1 Latar Belakang Kemajemukan suku dan budaya yang berada di Indonesia menunjukkan kepada kita selaku warga negara dan masyarakat dunia bahwa indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan identitas dari komunitas suatu daerah yang dibangun dari kesepakatan-kesepakatan sosial dalam kelompok masyarakat tertentu. Budaya menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Wedding Center di Surakarta dengan mengadopsi gaya arsitektur Bangsal Pracimayasa Pura Mangkunegaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Wedding Center di Surakarta dengan mengadopsi gaya arsitektur Bangsal Pracimayasa Pura Mangkunegaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Untuk memahami maksud dari judul Wedding Center di Surakarta dengan mengadopsi gaya arsitektur Bangsal Pracimayasa Pura Mangkunegaran, maka perlu diuraikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI dan TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pelanggaran kawin sasuku pada masyarakat Minangkabau dianggap sebagai perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi lokasi penelitian ini terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang membuat hubungan antar manusia lebih terbuka, serta arus globalisasi membuat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu masuk islam karena pilihan, tentunya mengalami pergulatan batin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu masuk islam karena pilihan, tentunya mengalami pergulatan batin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu masuk islam karena pilihan, tentunya mengalami pergulatan batin yang luar biasa dan pertimbangan yang matang. Seseorang harus menundukkan hatinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan.

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia dan memiliki penduduk dengan beraneka ragam suku. Suku Batak merupakan salah satu suku yang dapat ditemui

Lebih terperinci

BAB V STRATIFIKASI SOSIAL

BAB V STRATIFIKASI SOSIAL BAB V STRATIFIKASI SOSIAL 6.1 Pengantar Stratifikasi merupakan karakteristik universal masyarakat manusia. Dalam kehidupan sosial masyarakat terdapat diferensiasi sosial dalam arti, bahwa dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kepribadian seseorang. Tidak hanya pakaian sehari-hari saja

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kepribadian seseorang. Tidak hanya pakaian sehari-hari saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak orang mengatakan bahwa pakaian yang dipakai dapat mencerminkan kepribadian seseorang. Tidak hanya pakaian sehari-hari saja namun pakaian tradisional juga dapat

Lebih terperinci

Kecakapan Antar Personal. Mia Fitriawati, S. Kom, M.Kom

Kecakapan Antar Personal. Mia Fitriawati, S. Kom, M.Kom Kecakapan Antar Personal Mia Fitriawati, S. Kom, M.Kom Teori Interaksi Simbolik Teori Interaksi Simbolik Diperkenalkan oleh G. Herbert Mead tahun 1934 di Universitas Chicago Amerika. Menurut Mead, terjadi

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang besar dan memiliki berbagai macam kebudayaan, mulai dari tarian, pakaian adat, makanan, lagu daerah, kain, alat musik, lagu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tahap Pengembangan Masyarakat Masyarakat senantiasa akan mengalami perubahan dikarenakan masyarakat adalah mahluk yang tidak statis melainkan selalu berubah secara dinamis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial) karena interaksi merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman modern ini, keberadaan kaum waria seakan penuh dengan nilai-nilai negatif dalam pribadi seseorang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupannya,

Lebih terperinci

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN 5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami struktur sosial di perdesaan 2. Mahasiswa mampu menganalisa struktur sosial perdesaan KONSEP DASAR STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DAPAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rempah-rempah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan manusia di dunia. Kehidupan masyarakat Indonesia pun sangat dekat dengan beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna. Salah satu buktinya bahwa manusia diberikan cipta, rasa,

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 7: Life Style dan Social Class

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 7: Life Style dan Social Class Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pemasar dapat menggunakan gaya hidup konsumen untuk melakukan segmentasi pasar sasaran. Jika pemasar dapat mengidentifikasi gaya hidup sekelompok konsumen, maka berarti

Lebih terperinci