BAB I PENDAHULUAN. menempatkan posisi perempuan sebagai manusia tidak sejajar dengan posisi lakilaki.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. menempatkan posisi perempuan sebagai manusia tidak sejajar dengan posisi lakilaki."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena kekerasan terhadap perempuan masih menjadi permasalahan yang dominan dalam masyarakat. Budaya yang masih mengakar di masyarakat menempatkan posisi perempuan sebagai manusia tidak sejajar dengan posisi lakilaki. Ketimpangan gender yang terjadi tersebut, membuat perempuan ditempatkan dalam posisi yang rentan sebagai objek tindak kekerasan. Berdasarkan Pasal 1 Deklarasi PBB tahun 1993 tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, istilah tindak kekerasan terhadap perempuan (violence against women) mencakup segala bentuk tindak kekerasan yang berbasis gender baik tindakan fisik, seksual, maupun emosional yang membuat perempuan menderita termasuk di dalamnya segala bentuk ancaman, intimidasi, pelanggaran hak atau kemerdekaan perempuan baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi (Sulaeman dan Hamzah 1). Majelis Umum PBB juga menjelaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan wujud dari ketimpangan historis hubungan-hubungan kekuasaan di antara kaum laki-laki dan perempuan yang mengakibatkan dominasi dan diskriminasi terhadap perempuan oleh laki-laki serta hambatan bagi kemajuan mereka. Mc Donald (198) dalam Sulaeman dan Homzah (1) menjelaskan di dalam budaya patriarki (budaya yang bersifat phallo-centris). Bahwa maskulinitas (gabungan antara faktor biologis dan interprestasi biologis bagi lelaki oleh kultur sosial) berperan sebagai norma sentral sekaligus pertanda bagi tatanan simbolis 1

2 masyarakat, yaitu memberikan privillage pada jenis kelamin laki-laki untuk mengakses material basic of power dari pada mereka yang berjenis kelamin perempuan. Akses maskulitinas tersebut dimulai sejak zaman dahulu, sehingga proses pengondisian ini berjalan terus-menerus membentuk common sense tentang pandangan laki-laki dan perempuan. Berkaitan dengan gender, pandangan ini secara multidimensional membentuk image, mitos, sosok, serta sistem kontrol dalam dominasi laki-laki menguasai perempuan. Ranah dominasi bisa terjadi di lingkungan domestik dan publik, hal tersebut didukung pendapat Sulaeman dan Homzah (1) yang menjelaskan tentang dominasi di ranah domestik dan ranah publik. Pada ranah domestik nilai patriarki yang merupakan refleksi dari nilai sosial, budaya, dan agama menekan lembaga keluarga bahkan di jadikan mekanisme sosial guna pencapaian kepentingan tujuan keluarga yang tidak berimbang antara peran laki-laki dan perempuan. Pencapaian tujuan keluarga dapat tercapai, akan tetapi mengorbankan hak dan kepentingan kaum perempuan bahkan dilakukan dengan cara kekerasan baik secara fisik maupun psikologis. Pada ranah publik nilai patriariki pada penghargaan terhadap perempuan sehingga sering terjadi adanya perlakuan-perlakuan yang sifatnya merendahkan kaum perempuan baik secara fisik maupun secara psikologis (pelecehan seksual). Kasus kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah publik terutama di negara Indonesia yang memegang demokrasi. Kasus kekerasan terhadap perempuan oleh Silawati (1) bisa disimbolkan dengan fenomena gunung es di mana satu fakta hanya terlihat pada permukaannya saja sedangkan bagian yang lain masih terselimuti kabut. Indonesia menempati posisi darurat pada kasus

3 kekerasan terhadap perempuan. Berikut ini merupakan data kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Tabel 1-1 Jumlah Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia Tahun Jumlah Kasus Kekerasan terhadap Perempuan Sumber: Catatan Tahunan Komnas Perempuan 16 Berdasarkan data diatas bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dari tahun 1 hingga 15 mengalami peningkatan. Kekerasan terhadap perempuan selain terjadi di ranah domestik saat ini juga tersebar di area publik. Persoalan kasus kekerasan perempuan dapat terbagi dalam 3 ranah yaitu personal, komunitas dan negara. Personal yakni kekerasan yang dilakukan di rumah tangga atau sering disebut dengan istilah KDRT dan kekerasan pelecehan seksual pada seorang individu. Kekerasan pada komunitas terjadi karena faktor dominan lingkungan tempat dimana kita tinggal, misalnya pekerja seksual, penjualan trafficking, cyber crime, dan lain sebagainya. Sedangkan pada ranah negara adalah aperatur negara yang membiarkan peristiwa pelanggaran HAM terjadi begitu saja misalnya pemalsuan kartu nikah, dan pembiaran perdagangan manusia (trafficking). 3

4 Kekerasan perempuan selain terjadi di pulau-pulau yang masih terbelakang, kekerasan ini juga terjadi di salah satu kabupaten yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta yakni Kabupaten Gunung Kidul. Kasus kekerasan di Gunung Kidul selain terjadi terhadap perempuan, juga terdapat kasus kekerasan terhadap anak. Salah satu bentuk kekerasan seksual pada anak terutama korban anak perempuan bisa berdampak pada pernikahan usia dini pada anak. Hal tersebut saling berkaitan, apabila sudah berlangsung pernikahan usia dini maka bisa berpotensi terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Berikut ini merupakan data pernikahan usia dini di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tabel 1- Penduduk DIY berumur 1 tahun keatas menurut kelompok umur dan status perkawinan Umur Kawin Cerai Hidup Cerai Mati 1-14 tahun tahun Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DIY Pada kasus pernikahan usia dini di Kabupaten Gunungkidul dikarenakan pola berfikir bahwa menikah walaupun masih usia anak-anak merupakan suatu hal yang wajar. Siswa-siswi setelah lulus SMP banyak yang tidak melanjutkan sekolah dan memilih langsung menikah, padahal di usia tersebut anak masih berumur 15 tahun. Usia 15 tahun masih tergolong dalam anak-anak, sehingga menjadikan di usia tersebut belum mampu secara psikologis dan kesehatan. Apabila di usia anakanak melangsungkan pernikahan maka secara psikologis belum siap dapat menimbulkan kekerasan dalam keluarga. 4

5 Permasalahan kekerasan yang semakin darurat, menjadikan masyarakat harus peduli satu sama lain. Salah satunya melalui peran masyarakat dalam civil society organization atau organisasi masyarakat sipil secara bersama-sama membantu menyelesaikan permasalahan publik yang sedang terjadi. Paradigma governance dimana negara bukan merupakan satu-satunya aktor tunggal menjadikan keikutsertaan masyarakat dan bisnis dalam pemenuhan kebutuhan publik. Setiap warga negara memiliki hak perlindungan, termasuk perlindungan dari tindak kekerasan. Oleh karena itu selain peran negara, muncullah peran dari masayarakat sendiri melalui civil society organization untuk peduli terhadap sesama. Peduli terhadap warga yang mengalami kekerasan dan butuh bentuk perlindungan. Rasa kepedulian yang dirasakan bersama tersebut membuat suatu ikatan untuk membentuk suatu civil society organization. Upaya kepedulian untuk memberikan intervensi berupa layanan khusus kepada para perempuan korban kekerasan telah dilakukan oleh segelintir organisasi non pemerintah dalam bentuk penyelenggaraan Women s Crisis Center. Walaupun pemerintah telah membangun berbagai lembaga pelayanan untuk menangani kasus kekerasan perempuan seperti kepolisian, rumah sakit maupun unit pelayanan terpadu di bawah Kementrian Pemberdayaan Perempuan, akan tetapi upaya tersebut masih kurang maksimal mengingat banyaknya kasus kekerasan yang terjadi tidak hanya di kota tetapi hingga pelosok daerah. Menyikapi kendala keterbatasan pemerintah dalam menangani kasus yang dialami perempuan korban kekerasan, kehadiran Women Crisis Center. Adanya Women Crisis Center atau pusat bantuan bagi perempuan yang sedang mengalami krisis, pada dasarnya 5

6 bertujuan memberikan bantuan kepada perempuan-perempuan tersebut akibat kekerasan yang dialaminya. Oleh karena itu keberadaan Women Crisis Center di Indonesia sangat dibutuhkan. Mengingat secara historis kekerasan terhadap perempuan telah terjadi sejak dahulu. Pada era modern dilihat dari jumlah kasus kekerasan perempuan di Indonesia tahun 1 hingga 15 selalu mengalami peningkatan. Hal ini berarti kekerasan terhadap perempuan semakin menguat. Peran Women Crisis Center cukup vital dalam mendukung upaya pemenuhan hakhak perempuan dan cepat tanggap ketika menangani kasus. Salah satu pusat kritis perempuan yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Rifka Annisa. Beberapa kegiatan dilakukan oleh LSM Rifka Annisa Women Crisis Center, mulai dari pendampingan untuk perempuan korban kekerasan, sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat luas mengenai masalah selain mengadakan konseling atau program lainnya terdapat kegiatan yang menarik yaitu melakukan langkah-langkah dalam upaya perubahan kebijakan. Diharapkan kehadiran Women Crisis Center mendapat dukungan dari semua pihak terutama masyarakat dan negara. Women Crisis Center tidak hanya dapat mengobati penderitaan perempuan tetapi juga mampu mengurangi jumlah rasio kekeraan terhadap perempuan. Ada dua jenis pendekatan yang dapat dilakukan oleh Women Crisis Center sebagai usaha-usaha penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Pertama adalah melakukan pelayanan terhadap korban. Program pelayanan yang dilakukan oleh pusat krisis perempuan antara lain pendampingan korban (konseling psikologis, hukum, sosial, ekonomi, dan kesehatan), rumah aman (fasilitas untuk melengkapi 6

7 layanan konseling, untuk korban yang terancam jiwanya, untuk tempat menenangkan diri). Jenis pendekatan kedua ialah dengan melakukan kegiatan advokasi. Beberapa pusat kritis sosial yang didirikan oleh lembaga swadaya masyarakat mempunyai program diluar program utama yaitu salah satunya advokasi dan pendidikan masyarakat. Advokasi dalam Women Crisis Center dapat menjadi program yang sejajar dengan program pelayanan, namun advokasi juga dapat sebagai program pendukung pelayanan. Menurut Silawati (1) negaranegara yang persoalan hukum (kebijakan negaranya) serta kesadaran masyarakat akan kekerasan terhadap perempuan sudah memadahi (sensitif gender) sepertinya advokasi tidak terlalu dominan dilakukan oleh suatu Women Crisis Center. Namun dalam kasus seperti di Indonesia dimana masih harus dilakukan penyadaran masyarakat yang terus menerus, sekaligus dilakukan upaya perubahan kebijakan, maka advokasi menjadi sangat penting dilakukan oleh Women Crisis Center (Silawati,1). Program advokasi memiliki fungsi antara lain sebagai berikut. Pertama membangun opini publik terkait permasalahan kekerasan, hal ini karena kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan suatu masalah bersama sehingga dalam penanggulangan juga membutuhkan reaksi bersama. Oleh karena itu agar semua elemen sadar masalah tersebut merupakan masalah bersama, diperlukan pembangunan opini publik. Kedua penyadaran masyarakat, penyadaran masyarakat diperlukan karena kekerasan terhadap perempuan terjadi di tengahtengah masyarakat. Oleh karena itu perlu pemahaman bagi masyarakat baik perempuan atau istri dan laki-laki atau suami bahwa kekerasan harus segera dihentikan. Ketiga perubahan atau menciptakan kebijakan, dimana dengan adanya 7

8 advokasi yang dilakukan oleh civil society diharapkan dapat mempengaruhi para policy maker. Harapannya kebijakan yang dibuat mampu mengakomodir kaumkaum marginal. Rifka Annisa termasuk kedalam pusat krisis perempuan berbentuk institusi. Silawati (1) mendefinisikan pusat kritis perempuan berbasis institusi adalah pusat kritis perempuan yang memakai struktur kelembagaan formal, memiliki bangunan kantor, memerlukan banyak ahli dari berbagai bidang serta memerlukan kerjasama dengan berbagai pihak. Rifka Annisa Women Crisis Center merupakan lembaga krisis perempuan yang sudah berdiri dari tahun Pendekatan yang digunakan pusat krisis perempuan mencerminkan kepeduliannya kepada para perempuan korban kekerasan. Pendekatan tersebut akan tercermin ketika lembaga kritis melakukan konseling, pendampingan dan pendidikan di masyarakat. Teknik konseling yang akan diharapkan berprespektif gender, antara lain dengan menerapkan prinsip-prinsip; asas tidak mengadili, membangun hubungan yang setara antara konselor dan korban, asas pengambilan keputusan sendiri dan asas pemberdayaan. Pusat Krisis Perempuan dalam menangani kasus ada yang menyediakan layanan hotline 4 jam, salah satunya Rifka Annisa. Adanya hotline 4 jam ini untu kasus-kasus yang darurat, dimana korban terancam keselamatannya atau membutuhkan pertolongan segera (misalnya baru jadi korban pemerkosaan atau penganiayaan), dan pada kondisi psikologis yang berat (misalnya ingin bunuh diri atau membunuh). Pusat kritis perempuan dalam bekerja tidak bekerja sendiri, tetapi juga melakukan kemitraan atau kerjasama dengan pemerintah, masyarakat dan 8

9 organisasi lain. Rifka Annisa mengembangkan sistem rujukan yang berupa jaringan kemitraan, atau rujukan dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan. Sistem rujukan ini dimaksudkan untuk mempermudah korban dalam mendapatkan layanan, dan menjaga korban agar tetap aman serta nyaman dalam penanganan kasus. Dlam rangka memperkuat layanan terhadap perempuan korban kekerasan, Rifka Annisa Women Crisis Center telah mengadakan MoU (Memorandum Of Understanding) dengan pihak rumah sakit swasta di Yogyakarta untuk mendirikan UPP (Unit Pelayanan Perempuan) khusus korban kekerasan. Penandatanganan MoU juga dilaksanakan dengan pihak Polda Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mendirikan Ruang Pelayanan Khusus (RPK) perempuan di semua Polres di wilayah hukum Daerah Istimewa Yogyakarta. Rifka Annisa telah melakukan layanan tripartite yaitu koordinasi antara Kepolisian dan Rumah Sakit Panti Rapih. Apabila terdapat korban yang datang ke Rumah Sakit Panti Rapih akan diperiksa kesehatannya, apabila korban perlu melakukan pendampingan maka akan diserahkan ke Rifka Annisa. Begitu pula Rifka Annisa ketika ada korban yang memerlukan bantuan medis, akan tetapi Rifka Annisa tidak memiliki tenaga dan alat medis oleh karena itu korban di berikan ke Rumah Sakit Panti Rapih untuk penanganan lebih lanjut. Ketika korban datang ke kepolisian untuk melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya, dan kepolisian akan menghubungi Rifka Annisa supaya korban mendapatkan pendampingan. Data di Rifka Annisa Women Crisis Center menunjukkan selama tahun 9 hingga 15 terdapat.156 kasus yang ditangani dengan rincian sebagai berikut: 9

10 Tabel 1-3 Data Kekerasan yang di tangani Rifka Annisa Women Crisis Center Jumlah Jenis Kasus KDRT Pemerkosaan Pelecehan Seksual Kekerasan dalam Pacaran Kekerasan dalam Keluarga Perdagangan Manusia Dll Sumber: Divisi Humas dan Media Rifka Annisa Adanya advokasi dari masyarakat yang tergabung dalam civil society organization ini merupakan suatu aksi untuk menyuarakan aspirasinya sebagai bentuk kepedulian terhadap masalah publik. Harapannya dengan adanya advokasi yang berpengaruh terhadap kebijakan publik bisa melahirkan suatu produk peraturan seperti Perda, Perbup ataupun Perwali. Produk peraturan nantinya sebagai bentuk upaya pencegahan dan untuk meminimalisir kasus kekerasan seksual yang sudah memasuki tingkat darurat. Terkait dengan advokasi kebijakan perempuan maka akan di peroleh suatu payung hukum sebagai bentuk perlindungan terhadap perempuan, para perempuan dapat memperjuangkan hak dasar mereka, pemposisian perempuan tidak lagi menjadi objek yang retan, berkurangnya dominan pelabelan budaya patriarki yang masih dominasi di masyarakat yang menjadikan laki-laki lebih kuat dari pada wanita sehingga wanita rentan mengalami kekerasan. Oleh karena perlindungan terhadap perempuan pada tingkat kebijakan publik perlu adanya suatu pengadvokasian. 1

11 LSM Rifka Annisa memiliki divisi advokasi dan pengorganisasisan masyarakat. Adanya bentuk pengorganisasian di masyarakat karena kekerasan pada umumnya berada di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu upaya penghapusan tidak cukup dilakukan oleh lembaga krisis, namun masyarakat yang terdiri dari komunitas-komunitas memiliki peran penting dalam keikutsertaan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Agar komunitas mampu menjadi penggerak, dibutuhkan kerja-kerja pengorganisasian dalam bentuk pendampingan komunitas. Pendampingan dilakukan dengan tujuan agar masyarakat dapat mempunyai kesadaran tentang kesetaraan gender serta kendaraan untuk tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan. Kelompok yang selama didampingi yaitu Paguyuban Bangun Tresno di Dusun Kadisoro, Gilangharjo, Pandak, Bantul serta Kelompok Sida Rukun di Dusun Klisat, Srihardono, Pundong Bantul. Kelompok tersebut aktif melakukan diskusi, pendampingan kasus, kampanye budaya dan pelatihan-pelatihan. Komunitas dampingan tersebut pada tingkat selanjutnya diharapkan bisa menjadi pusat krisis basis komunitas yang mampu menyelesaikan persoalan-persoalan terkait kasus kekerasan terhadap perempuan di wilayahnya. Salah satu contoh, pusat krisis berbasis komunitas dampingan Rifka Annisa adalah Kelompok Mudi Lestarining Budi, Playen, Gunungkidul. Selain bergerak dalam permasalahan yang terjadi pada lingkungan masyarakat, pengorganisasian masyarakat juga dibutuhkan dalam tataran kebijakan publik yang berhubungan dengan kerja advokasi. Advokasi merupakan upaya untuk mendorong munculnya suatu kebijakan atau merubah kebijakan yang sudah ada. Pengorganisasian dibutuhkan untuk mengorganisir kelompok yang memiliki 11

12 kepentingan langsung terhadap kebijakan yang sedang diadvokasi, sehingga mendukung jalannya kerja advokasi itu sendiri. Salah satu media yang digunakaan oleh Rika Annisa dalam mengadvokasi menggunakan media film, pada tahun 5 meluncurkan film untuk perempuan berdasarkan kisah nyata tentang ketertindasan perempuan. Pemilihan media film dimaksudkan untuk memudahkan menyebarkan pemahaman bahwa kekerasan terhadap perempuan harus segera dihentikan. Dasar Rifka Annisa melakukan advokasi di Gunungkidul, karena kabupaten ini masih mengalami darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak. Korban kekerasan fisik di Kabupaten Gunungkidul paling tinggi dialami oleh perempuan. Tabel 1-4 Jumlah Kekerasan Fisik di Kabupaten Gunungkidul berdasarkan Jenis Kelamin Tahun Perempuan Anak Laki-Laki Sumber: BPMPKB Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan kasus kekerasan fisik yang terjadi selama tahun 9 hingga pertengahan bulan Juni 16 dapat dilihat kekerasan banyak terjadi pada perempuan dengan jumlah 5 kasus, kekerasan pada anak 18 kasus dan kekerasan pada laki-laki 3 kasus.hal ini membuktikan bahwa perempuan masih menjadi objek kekerasan fisik di Kabupaten Gunungkidul. Kekerasan fisik yang dilaporkan biasanya terjadi dalam rumah tangga, atau seringkali disebut sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Beberapa kasus kekerasan juga terjadi ketika masa 1

13 pacaran, pertengkaran yang terjadi anatara pasangan berdampak hingga tindakan kekerasan. Korban kekerasan psikis di Kabupaten Gunungkidul juga menunjukkan bahwa perempuan masih menjadi objek kekerasan. Tabel 1-5 Jumlah Kekerasan Psikis di Kabupaten Gunungkidul berdasarkan Jenis Kelamin Tahun Perempuan Anak Laki-Laki Sumber: BPMPKB Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan kasus kekerasan psikis selama tahun 9 hingga pertengahan Juli 16, korban kekerasan psikis paling banyak dialami oleh perempuan yakni 39 kasus, korban berusia anak 16 kasus dan laki-laki 5 kasus. Data kekerasa psikis tersebut menunjukkan bahwa perempuan merupakan korban yang rentan menjadi sasaran kekerasan. Selain kekerasan fisik dan psikis, permasalahan kekerasan seksual juga terjadi di sini. Di antara Kabupaten atau Kota yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta kekerasan seksual terhadap anak paling tinggi berada di Kabupaten Gunungkidul. Berikut ini merupakan data kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak pada tahun 9-16 di Kabupaten Gunungkidul. 13

14 Tabel 1-6 Jumlah Kekerasan Seksual pada Anak di Kabupaten Gunungkidul Tahun Kekerasan Seksual pada Anak Sumber: BPMPKB Kabupaten Gunungkidul Kekerasan seksual yang menyebabkan anak menjadi korban masih terjadi hingga saat ini. Kekerasan seksual pada anak yang terjadi di Gunungkidul di dominasi oleh anak perempuan, kekerasan seksual terjadi karena beberapa faktor yang saling terkait. Angka kekerasan yang masih tinggi tersebut menjadikan Rifka Annisa melakukan advokasi di Gunungkidul. 1. Rumusan Masalah adalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini Bagaimana advokasi dilakukan Rifka Annisa Women Crisis Center dalam perlindungan perempuan dan anak di Kabupaten Gunungkidul? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu untuk: 14

15 a. Mengetahui proses dan strategi LSM Rifka Annisa dalam melakukan advokasi. b. Mengetahui hasil advokasi yang dilakukan oleh LSM Rifka Annisa 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang ingin diperoleh adalah sebagai berikut: a. Manfaat untuk penulis Adanya penelitian ini menjadikan tambahan wawasan bagi penulis mengenai advokasi yang dilakukan oleh LSM Rifka Annisa Women Crisis Center sebagai civil society organization yang peduli terhadap permasalahan publik yakni permasalahan kekerasan perempuan. Adanya advokasi dalam LSM Rifka Annisa Women Crisis Center merupakan suatu bentuk partisipasi dalam penyusunan kebijakan publik. b. Manfaat untuk LSM Rifka Annisa Women Crisis Center Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan saran bagi LSM Rifka Annisa Women Crisis Center dalam melakukan advokasi. Supaya kedepannya advokasi dalam penyusunan suatu produk hukum atau kebijakan publik bisa lebih baik. c. Manfaat untuk Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan evaluasi dan sarana pemerintah dalam pembuatan kebijakan publik atau peraturan hukum serta implementasi kebijakan dalam perlindungan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Gunungkidul. 15

16 1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui advokasi civil society organization yaitu LSM Rifka Annisa dalam upaya perlindungan kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Gunungkidul. Pada penelitian ini berfokus kepada LSM Rifka Annisa Women Crisis Center yang ikut serta dalam mengadvokasikan masalah sosial sehingga LSM tersebut terlibat dalam penyusunan kebijakan publik. 16

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering menjadi bahan perbincangan setiap orang. Perempuan sering kali menjadi korban diskriminasi, pelecehan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kekerasan merupakan permasalahan yang telah mengakar sangat dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan dapat menimpa siapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia

I. PENDAHULUAN. Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia (World Bank) dan banyak berkembang di negara-negara dunia ketiga (negara berkembang). Dalam menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hal penting yang telah menjadi perhatian serius oleh pemerintah pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di daerah Yogyakarta cukup memprihatinkan dan tidak terlepas dari permasalahan kekerasan terhadap perempuan.

Lebih terperinci

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA! MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA! 4 dari 5 laki-laki seluruh dunia pada satu masa di dalam hidupnya akan menjadi seorang ayah. Program MenCare+ Indonesia adalah bagian dari kampanye global

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI UMUM RIFKA ANNISA WOMEN CRISIS CENTER YOGYAKARTA. Rifka Annisa Women Crisis Center yang berarti Teman Perempuan

BAB II DESKRIPSI UMUM RIFKA ANNISA WOMEN CRISIS CENTER YOGYAKARTA. Rifka Annisa Women Crisis Center yang berarti Teman Perempuan BAB II DESKRIPSI UMUM RIFKA ANNISA WOMEN CRISIS CENTER YOGYAKARTA A. Sejarah Pendirian Rifka Annisa Women Crisis Center yang berarti Teman Perempuan adalah Organisasi non pemerintah yang berkomitmen pada

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan kaum perempuan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT JUDUL : Memahami Pengalaman Komunikasi Konselor dan Perempuan Korban KDRT Pada Proses Pendampingan di PPT Seruni Kota Semarang NAMA : Sefti Diona Sari NIM : 14030110151026 Abstraksi Penelitian ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL: UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGANAN

PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL: UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGANAN RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL: UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGANAN Disusun: Sali Susiana Dina Martiany Romas Mohammad Teja Mohammad Mulyadi PUSAT PENELITIAN

Lebih terperinci

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017 Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid 14-15 November 2017 Kondisi kekerasan seksual di Indonesia Kasus kekerasan terhadap perempuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, SALINAN BUPATI DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. korban diskriminasi, pengniayaan, kekerasan seksual dan lainya. 2 Penanganan. KDRT khususnya terhadap korban KDRT.

BAB I PENDAHULUAN. korban diskriminasi, pengniayaan, kekerasan seksual dan lainya. 2 Penanganan. KDRT khususnya terhadap korban KDRT. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dewasa ini banyak terjadi di Indonesia. Persoalan KDRT ini tidak memandang kedudukan atau status sosial, namun umumnya keluarga

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. A. Bagi Pegawai P2TPA Korban Kekerasan Rekso Dyah Utami. 1. Bagaimana sejarah berdirinya P2TPA Rekso Dyah Utami?

PEDOMAN WAWANCARA. A. Bagi Pegawai P2TPA Korban Kekerasan Rekso Dyah Utami. 1. Bagaimana sejarah berdirinya P2TPA Rekso Dyah Utami? LAMPIRAN PEDOMAN WAWANCARA A. Bagi Pegawai P2TPA Korban Kekerasan Rekso Dyah Utami 1. Bagaimana sejarah berdirinya P2TPA Rekso Dyah Utami? 2. Apa tujuan didirikannya P2TPA Rekso Dyah Utami? 3. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL 1 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a. bahwa perempuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kekerasan tersebut akan terjadi kembali yaitu karena ketergantungan secara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kekerasan tersebut akan terjadi kembali yaitu karena ketergantungan secara 117 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Alasan isteri sebagai korban kekerasan mencabut laporan/aduannya atau tidak

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis

BAB I PENDAHULUAN. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis kejahatan yang kurang mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum. Tindak kekerasan di dalam

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA I. UMUM Keutuhan dan kerukunan rumah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan terhadap sesama manusia telah memiliki sumber atau alasan yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi gender. Salah satu sumber

Lebih terperinci

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN Danang Arif Darmawan Yogyakarta: Media Wacana 2008, xvi + 1 06 halaman Direview oleh: Sari Seftiani Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita

Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita + Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita Disampaikan dalam Seminar Nasional "Jaringan dan Kolaborasi untuk Mewujudkan Keadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gencarnya pembangunan yang dilakukan oleh negara pada hakikatnya memberikan dampak buruk kepada perempuan. Maraknya kasus-kasus yang terjadi terhadap perempuan seperti

Lebih terperinci

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi wacana tersendiri dalam keseharian. Perempuan dan juga anak sebagai korban utama dalam kekerasan dalam rumah tangga, mutlak memerlukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah kekerasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP PENCEGAHAN DAN PERLINDUNGAN KORBAN TINDAK KEKERASAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan pada bab IV maka ada beberapa hal yang dapat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan pada bab IV maka ada beberapa hal yang dapat BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab IV maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan pada penelitian ini, antara lain : 1. Penyebab kekerasan yang dialami pada masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bicara tentang tokoh pendidikan ataupun pelopor perjuangan kaum

BAB I PENDAHULUAN. Bicara tentang tokoh pendidikan ataupun pelopor perjuangan kaum BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LatarBelakang Bicara tentang tokoh pendidikan ataupun pelopor perjuangan kaum perempuan, sebagian besar masyarakat tentu lebih mengenal R.A Kartini. Memang, banyak tokoh perempuan

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

BAB IV DEKSKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB IV DEKSKRIPSI LOKASI PENELITIAN 46 BAB IV DEKSKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Lembaga Swadaya Masyarakat Samitra Abhaya Kelompok Perempuan Pro Demokrasi (LSM SA KPPD) Surabaya Lembaga Swadaya Masyarakat Samitra Abhaya Kelompok Perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara. Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi sangat penting setelah selama ribuan tahun perempuan berada. ideologi yang mendunia dan dianggap kodrat Tuhan.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi sangat penting setelah selama ribuan tahun perempuan berada. ideologi yang mendunia dan dianggap kodrat Tuhan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini wanita menjadi topik pembicaraan yang penting, terlebih setelah munculnya gerakan emansipasi wanita dengan pandangan yang berbeda-beda. Masalah ini menjadi

Lebih terperinci

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 7 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. bahwa Kota

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KOTA PARIAMAN, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di Kabupaten Malang sering kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan dalam rumah tangga

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DARI TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, penganiayaan, pemerasan dan perkosaan atau tindakan yang membuat seseorang merasa kesakitan baik secara

Lebih terperinci

Latar Belakang kasus kasus. per KELAHIRAN HIDUP

Latar Belakang kasus kasus. per KELAHIRAN HIDUP Kampanye Men Care+ bertujuan untuk mendorong laki-laki mengambil peran aktif dalam menghentikan kekerasan terhadap perempuan dengan cara mendefinisikan ulang konsep maskulinitas dan peran keayahan (fatherhood).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya

Lebih terperinci

Perkawinan Anak dan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia

Perkawinan Anak dan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia Perkawinan Anak dan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Komnas Perempuan Respon negara terhadap tuntutan masyarakat anti kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam keluarga, manusia belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak kasus tindak kekerasan terhadap perempuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak kasus tindak kekerasan terhadap perempuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak kasus tindak kekerasan terhadap perempuan yang terungkap di ranah publik. Berita terkait tindak kekerasan terhadap perempuan banyak termuat dalam media

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena kekerasan terhadap perempuan (violence against women)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena kekerasan terhadap perempuan (violence against women) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena kekerasan terhadap perempuan (violence against women) dewasa ini sudah menjadi isu publik yang banyak dibahas baik di ruangruang yang bersifat akademis maupun

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus kekerasan di dalam rumah tangga merupakan hal yang bersifat pribadi dan cenderung dirahasiakan dari dunia luar. Kasus ini dapat merugikan sebagian orang dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

INTISARI. Kata kunci : Organisasi, Kelembagaan, Kapasitas Kelembagaan, Perlindungan Perempuan dan Anak.

INTISARI. Kata kunci : Organisasi, Kelembagaan, Kapasitas Kelembagaan, Perlindungan Perempuan dan Anak. INTISARI Sebagai respon terhadap tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mendirikan Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) Rekso

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Rita Serena Kolibonso. S.H., LL.M. Pengantar Dalam beberapa periode, pertanyaan tentang kewajiban lapor dugaan tindak pidana memang sering diangkat oleh kalangan profesi khususnya

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 66 TAHUN : 2013 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PUSAT PELAYANAN TERPADU PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci