BAB I PENDAHULUAN. lemak, dan protein yang disebabkan karena defek sekresi insulin (Nugroho, 2013).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. lemak, dan protein yang disebabkan karena defek sekresi insulin (Nugroho, 2013)."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu sindrom kompleks dengan ciri-ciri terdapat hiperglikemik kronis, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan karena defek sekresi insulin (Nugroho, 2013). Berdasarkan data IDF terdapat 382 juta orang dengan diabetes di seluruh dunia pada tahun 2013 sehingga tren penyakit ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2035 jumlah tersebut akan terus bertambah menjadi sebanyak 592 juta orang (IDF dalam Kemenkes RI, 2014). Sedangkan di Indonesia sendiri, jumlah pasien DM juga mengalami kenaikan, dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 akan diperkirakan menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2020 (Damayanti, 2013). Dari data di atas menjadi bukti bahwa prevalensi DM akan terus bertambah seiring waktu. Sementara itu penyakit DM juga termasuk dalam penyakit kronis yang akan terus menyertai sepanjang hidup penderita dan juga dapat menimbulkan penyakit komplikasi lain sehingga harus dilakukan terapi secara terus-menerus sepanjang hidup penderita (Ningtyas, 2013). Oleh karena DM akan terus menyertai hidup penderita maka tentunya penyakit ini berdampak pada kualitas hidup para pasien (Rizkifani, et al., 2014). Sedangkan kualitas hidup yang secara langsung berkaitan dengan kesehatan individu disebut dengan Health-related Quality of Life (HRQOL). HRQOL 1

2 2 merupakan sebuah luaran menurut penilaian pasien atau luaran dari sudut pandang pasien yang berkaitan dengan persepsi kesehatan, perasaan nyaman, dan kemampuan fungsional (Andayani, 2013). HRQOL dapat menganalisa kualitas hidup pasien dengan cara mengukur berdasarkan laporan pasien dan mencakup domain yang relevan pada kemampuan fungsional sehari-hari. Pengukuran tersebut dilakukan dengan dua pendekatan kuesioner, yaitu kuesioner general dan kuesioner spesifik. Kuesioner general merupakan kuesioner yang dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan status kesehatan pasien pada wilayah yang luas dengan perbedaan status kesehatan, kondisi, dan penyakit sementara kuesioner spesifik merupakan kuesioner yang di dalamnya terdapat beberapa hal yang langsung terkait dengan penyakit yang bersangkutan (Cramer, 2002). Salah satu instrumen generik yang baku dan sudah luas dipakai dalam berbagai penelitian kualitas hidup adalah Euro Quality of Life 5 Dimension (EQ-5D). Kuesioner EQ-5D sendiri memiliki dua macam bentuk yang didasarkan pada tingkat respons pasien, yaitu EQ-5D dengan 3 tingkat level respons dan EQ-5D dengan 5 level respons. Bentuk terbaru kuesioner EQ-5D adalah 5 level respons yang dibuat untuk untuk meningkatkan sensitivitas instrumen (Reenen dan Oppe, 2015; Reenen dan Janssen, 2013). Kuesioner EQ-5D merupakan kuesioner yang dikembangkan untuk mengukur kualitas hidup secara multidimensional oleh kelompok peneliti multidisiplin yang fokus terhadap pengukuran profil kesehatan. Di Indonesia, kuesioner EQ-5D telah diterjemahkan secara baku ke dalam bahasa Indonesia sehingga tidak diperlukan uji pendahuluan.

3 3 Pada penelitian ini akan dibandingkan mengenai kuesioner EQ-5D 3L dan 5L pada populasi pasien dengan diabetes mellitus di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Pada penelitian yang dilakukan pada pasien dengan DM di Thailand menunjukan bahwa 5L memiliki kesesuaian dibandingkan dengan 3L untuk mengukur status kesehatan pasien (Pattanaphesaj, et al., 2015). Penelitian ini diperlukan untuk mengetahui kesesuaian kedua bentuk kuesioner. Dengan mengetahui kesesuaian kuesioner diharapkan akan dapat memberikan saran mengenai versi kuesioner EQ-5D untuk pengukuran kualitas hidup yang sesuai untuk populasi pasien dengan DM di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah nilai psychometric properties kuesioner EQ-5D-3L dan EQ- 5D-5L pada populasi diabetes mellitus di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman? 2. Kuesioner versi manakah di antara EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L yang lebih sesuai untuk digunakan pada populasi diabetes di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman? C. Keaslian Penelitian Penelitian untuk menganalisis validitas dan reliabilitas kuesioner EQ-5D- 3L dan EQ-5D-5L telah banyak dilakukan di berbagai negara pada kelompok pasien diabetes mellitus dan juga pada berbagai kelompok populasi dengan penyakit tertentu. Beberapa penelitian tersebut antara lain: 1. Penelitian oleh Phattanaphesaj (2015) membandingkan kuesioner EQ-5D- 3L dan 5L untuk mengukur psychometric properties pada pasien diabetes

4 4 mellitus tipe 2 di Thailand. Hasil dari penelitian tersebut adalah kuesioner EQ-5D-5L lebih direkomendasikan untuk mengukur kualitas hidup pasien diabetes di Thailand karena menunjukan ceiling effect yang lebih rendah, discriminatory Power yang lebih besar, dan merupakan preferensi dari responden yang terlibat. 2. Penelitian oleh Koh (2016) mengembangkan kuesioner EQ-5D-5L versi Brunei Darussalam dan menganlisis psychometric properties dari kuesioner EQ-5D-5L pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Hasil dari penelitian tersebut adalah index dari kuesioner EQ-5D-5L menunjukan pengukuran yang valid dan reliabel pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Brunei. 3. Penelitian oleh Wang (2016) membandingkan kuesioner EQ-5D-3L dan 5L untuk mengukur discriminative power pada pasien diabetes mellitus di Singapura. Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa kuesioner EQ-5D-5L mempunyai discriminative power yang lebih tinggi dibanding dengan versi 3L. Hal tersebut menunjukan bahwa kuesioner EQ-5D-5L lebih tepat dipakai pada pasien diabetes mellitus di Singapura. 4. Penelitian oleh Yfantopoulos dan Chantzaras (2016) memvalidasi dan membandingkan psychometric properties dari instrumen EQ-5D-3L dan 5L pada populasi di Yunani. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa kedua instrumen EQ-5D mempunyai validitas konstruk yang baik dan mempunyai redistribusi yang konsisten. Akan tetapi EQ-5D-5L lebih menjadi preferensi karena mempunyai ceiling effect yang lebih kecil,

5 5 validitas konvergen yang lebih baik, validitas known-group yang lebih efisien dan pemahaman relatif dan absolut yang lebih tinggi. 5. Penelitian oleh Ferreira (2016) membandingkan performa dari kuesioner EQ-5D-3L dan 5L pada populasi dewasa awal di Portugal. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa EQ-5D-5L mempunyai performa yang lebih baik dari 3L. Penelitian mengenai perbandingan psychometric properties dari kuesioner EQ-5D-3L dan 5L, sepanjang pengetahuan penulis, belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu penelitian ini akan diadakan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas dari kedua versi kuesioner EQ-5D berdasarkan nilai psychometric properties kuesioner tersebut yang digunakan untuk mengukur status kesehatan dari pasien dengan diabetes mellitus. D. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui nilai psychometric properties kuesioner EQ-5D-3L dan EQ- 5D-5L pada pasien dengan diabetes mellitus di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. 2. Menganalisis kuesioner yang lebih sesuai pada populasi diabetes Mellitus di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman antara kuesioner EQ-5D 3L dan 5L. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

6 6 1. Bagi Institusi dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian lanjutan di bidang farmakoekonomi. 2. Bagi negara dapat digunakan untuk memberi masukan mengenai pengukuran kualitas hidup dengan menggunakan kuesioner EQ-5D untuk membuat kebijakan terkait. 3. Bagi klinisi dapat mengetahui kualitas hidup pasien dengan diabetes mellitus dan mengetahui nilai utilitas dari responden. 4. Bagi pasien dan masyarakat dapat mengetahui tingkat status kesehatan dan kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang sesuai. F. TINJAUAN PUSTAKA 1. Penyakit Diabetes Mellitus a. Definisi 1) Diabetes Mellitus Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronik dan progresif yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Hal ini mengakibatkan awal terjadinya hiperglikemik (Black & Hawk dalam Damayanti, 2015). Kondisi hiperglikemik terjadi pada saat glukosa tidak dapat dikelola atau masuk ke dalam sel untuk dimanfaatkan sehingga membuat kadar glukosa dalam darah meningkat (Nugroho, 2013). Ketidakmampuan tubuh untuk mengelola dan memanfaatkan glukosa terjadi karena kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin, atau kombinasi keduanya (ADA, 2010).

7 7 Kelainan Insulin tersebut dapat berupa defisiensi insulin absolut, gangguan pengeluaran insulin oleh sel beta pankreas, kerusakan pada reseptor insulin, produksi insulin yang tidak aktif, dan juga kerusakan insulin sebelum bekerja (Sudoyo et al dalam Damayanti, 2015). 2) Hormon Insulin Insulin merupakan hormon utama yang berperan dalam metabolisme energi dan memiliki efek untuk menurunkan konsentrasi glukosa darah. Hormon ini diproduksi oleh sel β Langerhans pankreas dan akan dilepaskan oleh pankreas ketika terdapat glukosa yang masuk ke dalam sel β pankreas tersebut (Nugroho, 2013). Insulin dapat menurunkan konsentrasi glukosa darah karena memiliki mekanisme mengubah glukosa menjadi bentuk cadangan, yang disebut glikogen, pada organ hati dan otot. b. Epidemiologi diabetes Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 memperlihatkan bahwa terjadi kenaikan hampir dua kali lipat proporsi penderita diabetes mellitus pada usia 15 tahun ke atas dibandingkan pada tahun Penderita diabetes mellitus pada usia 15 tahun ke atas pada tahun 2013 di Indonesia mencapai orang. Dari jumlah penderita tersebut dapat digolongkan menjadi penderita yang telah terdiagnosis sebanyak orang sementara penderita yang belum terdiagnosis berjumlah orang. Persentase jumlah penderita yang belum terdiagnosis mencapai 69,6% yang menunjukan bahwa angka penderita belum terdiagnosis masih tinggi. Pada penderita toleransi gula terganggu (TGT) di Indonesia sendiri pada tahun 2013 mencapai orang dan juga pada

8 8 penderita gula darah puasa terganggu mencapai di mana kedua kondisi ini memiliki resiko untuk berkembang menjadi diabetes tipe II. Sedangkan pada Provinsi D.I. Yogyakarta, jumlah penderita diabetes yang sudah pernah terdiagnosis sebesar orang. Selain itu terdapat orang yang belum terdiagnosis diabetes akan tetapi mengalami gejala klinis diabetes yaitu sering haus, lapar buang air kecil dan penurunan berat badan. Jumlah total tersebut memiliki prosentase sebesar 2,9% dari total penduduk Yogyakarta yang berumur lebih dari 15 tahun. c. Klasifikasi dan etiologi diabetes Berdasarkan American Diabetes Association pada tahun 2010 mengklasifikasikan diabetes menjadi empat jenis, yaitu: DM tipe I, DM tipe II, DM tipe spesifik lain, dan DM gestational. 1) DM tipe I Diabetes tipe I ini terbagi lagi menjadi dua sup tipe yaitu tipe diabetes yang diakibatkan proses imunologi (immune-mediated diabetes) dan diabetes idiopatik. Immune-mediated diabetes ini disebabkan karena terjadi destruksi sel β pankreas akibat proses autoimun. Pasien dengan diabetes tipe ini juga mengalami kecenderungan untuk mengalami penyakit autoimun lain, seperti sindrom graves, sindrom addison dan juga myasthenia grafis. Pasien pada diabetes tipe ini jarang yang menderita obesitas sehingga obesitas tidak dapat digunakan untuk diagnosis diabetes tipe ini. Sedangkan etiologi pada diabetes idiopatik tidak dapat diketahui secara pasti. Dari beberapa pasien menunjukan mengalami kekurangan insulin secara

9 9 permanen dan cenderung mengalami ketoasidosis. Diabetes idiopatik juga cenderung untuk diwariskan kepada keturunan dari penderita. 2) DM tipe II Diabetes Mellitus tipe II ini dikenal sebagai diabetes Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Diabetes tipe II ini adalah diabetes dengan jumlah pasien terbanyak sekitar 90-95% dari total penderita diabetes. Penyebab dari NIDDM ini dapat terjadi karena berbagai alasan. Sementara faktor yang membuat diabetes tipe II ini terjadi adalah penurunan respons jaringan terhadap insulin dan juga penurunan produksi insulin akibat regulasi sekresi terganggu atau terjadi kerusakan fungsional pada sel β Langerhans. Pasien dengan NIDDM ini memiliki resistensi insulin karena efek insulin berkurang walaupun kadarnya tetap sebagai akibat dari faktor pertama. Sebagai akibat dari faktor kedua pasien akan mengalami defisiensi terhadap insulin karena terjadi penurunan sekresi insulin. Kedua faktor tersebut membuat kadar glukosa dalam darah meningkat (Nugroho, 2013). Individu yang berisiko terkena diabetes tipe 2 ini adalah a) Individu yang mempunyai sindroma resisten insulin b) Individu yang memiliki kelebihan berat badan c) Individu yang memiliki umur lebih dari 40 tahun d) Faktor keturunan e) Wanita dengan diabetes gestasional atau memiliki bayi berukuran besar (Dunning dalam Damayanti, 2015)

10 10 3) DM tipe spesifik lain Diabetes tipe ini disebabkan oleh kondisi atau sindrom yang spesifik pada suatu individu. Oleh karena adanya kondisi spesifik tersebut maka diabetes tipe ini dapat digolongkan lagi menjadi: a) Gangguan genetik dari sel β Tipe diabetes ini dapat disebabkan karena terjadinya kesalahan fungsi daripada sel β pankreas. Kesalahan fungsi sel β tersebut disebabkan adanya mutasi pada kromosom 12 di dalam faktor transkripsi hepar yang dikenal dengan HNF-1α (hepatocyte Nuclear factor-1α). b) Gangguan genetik pada fungsi insulin Fungsi insulin dapat terganggu disebabkan oleh faktor-faktor yang belum dapat dijelaskan. Ketidaknormalan dari metabolisme insulin dapat dihubungkan dengan adanya mutasi dari reseptor insulin. Faktor mutasi reseptor insulin adalah pemicu diabetes tipe ini c) Penyakit eksokrin pankreas Berbagai faktor atau proses yang dapat membuat terjadinya kerusakan pada pankreas dapat menginisiasi terjadinya diabetes. Kerusakan tersebut membuat massa sel β akan berkurang. Berkurangnya massa sel β ini membuat produksi insulin berkurang juga sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan akan insulin sehingga kadar glukosa dalam darah akan naik. d) Endocrinopathy

11 11 Beberapa hormon, seperti Growth hormone, cortisol, ephinefrin, dan glukagon, memiliki sifat antagonis terhadap aksi insulin. Diabetes dapat muncul apabila terjadi kondisi sekresi hormon berlebih tersebut. Kebanyakan pasien yang mengalami diabetes ini sudah terlebih dahulu mengalami kerusakan sekresi insulin. e) Diabetes yang diinduksi oleh obat atau senyawa kimia Senyawa kimia yang masuk ke di dalam tubuh seorang individu dapat memiliki efek merusak sekresi insulin. Senyawa kimia tersebut sebenarnya tidak merangsang terjadinya diabetes akan tetapi senyawa tersebut mempercepat terjadinya diabetes pada individu dengan resistensi insulin. f) Infeksi Beberapa virus yang masuk ke dalam tubuh individu diduga dapat merusak sel β Langerhans. Diabetes dapat terjadi pada individu dengan congenital rubella. Sedangkan adenovirus dan cytomegalovirus memiliki implikasi dalam menginduksi terjadinya diabetes. g) Diabetes yang diperantarai imun Diabetes tipe ini memiliki dua kondisi yang menjadi penyebab terjadinya penyakit di tubuh individu. Kondisi pertama adalah terjadinya sindrom stiff-man yang merupakan penyakit autoimmun yang terjadi pada bagian saraf pusat. Sementara kondisi kedua terjadi karena adanya antibodi anti-insulin reseptor. Antibodi ini mengikat reseptor

12 12 insulin sehingga mengeblok ikatan antara insulin dengan reseptor di target jaringannya. Diabetes karena sindrom genetik 4) Diabetes Gestational Diabetes gestational dapat didefinisikan dengan adanya kondisi intoleran terhadap glukosa yang terjadi pada selama masa kehamilan. Wanita dengan obesitas dan pada keluarganya memiliki riwayat diabetes akan memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita diabetes gestational. Diabetes gestational membutuhkan terapi yang tepat untuk mengendalikan secara optimal kadar glukosa darah dari wanita yang mengandung untuk mengurangi resiko terjadinya diabetes pada bayi yang sedang dikandung (CDC, 2011). Keadaan mengandung mempunyai efek besar terhadap diabetes dan juga sebaliknya, kondisi diabetes mempunyai pengaruh terhadap keadaan wanita yang sedang hamil. d. Diagnosis Diabetes Melitus Diagnosis utama terhadap diabetes mellitus dilakukan dengan mengukur tingkat kadar glukosa darah dan juga dibantu dengan tes lain yang dapat mendukung penegakan diagnosis diabetes, misalnya tes urin, uji kadar glukosa puasa, uji glukosa secara acak, uji toleransi glukosa per oral, dan uji kadar HbA1C. Kriteria diagnosis diabetes berdasarkan WHO (2006):

13 13 Tabel I. Kriteria diagnostik diabetes berdasarkan WHO Tahap Gula Plasma Darah Puasa Gula Plasma Darah 2 Jam Post- Prandial Normal < 6,1 mmol/l (110 mg/dl) < 7,8 mmol/l (140 mg/dl) Toleransi Gula Terganggu < 7 mmol/l (126 mg/dl) 7,8 mmol/l dan < 11,1 mmol/l Glukosa Darah Puasa Terganggu 6,1 mmol/l sampai 6,9 mmol/l (110 mg/dl sampai 125 mg/dl) Jika terukur pada level < 7,8 mmol/l (140 mg/dl) Diabetes 7 mmol/l (126 mg/dl) 11,1 mmol/l (200 mg/dl Keterangan: a) Gula darah puasa diukur setelah pasien berpuasa selama 8 jam b) Gula darah 2 jam Post-prandial adalah gula darah yang diambil setelah 2 jam pasien diberikan diberikan cairan 75 gr glukosa untuk diminum di mana pasien telah berpuasa selama semalam. c) Toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa terganggu adalah kondisi transisi antara normal dan diabetes d) Diagnosis diabetes juga dapat dilihat dari adanya 4 gejala khusus diabetes berupa poliuria, poliphagi, polidipsi, dan berat badan turun. Menurut Bilous dan Donelly (2010) selain dapat didiagnosa dengan kadar glukosa darah, diabetes mellitus juga dapat dideteksi dengan beberapa metode lain, yaitu: 1) Kadar HbA1C yang merupakan persentase hemoglobin yang mengandung glukosa di mana menjadi ukuran kontrol glukosa darah terpadu selama beberapa minggu sebelumnya. Pada penderita diabetes kadar HbA1C 6,5% (48 mmol/mol)

14 14 2) Kadar glukosa plasma acak (sewaktu-waktu) 11,1 mmol/l (200 mg/dl) pada individu yang memiliki gejala khas diabetes e. Manifestasi klinis Penyakit diabetes ini tentunya memiliki manifestasi yang akan terjadi pada penderita. Manifestasi klinis yang terjadi juga ditentukan berdasarkan kondisi hiperglikemia pada pasien. Akan tetapi penyakit diabetes ini memiliki tiga manifestasi khusus yaitu poliuria, polidipsi, dan poliphagi (Smeltzer et al, 2010). Poliuria adalah peningkatan urin yang terjadi karena kadar glukosa dalam nefron meningkat sehingga menurunkan reabsorbsi air dan elektrolit. Kondisi peningkatan urin pada penderita ini mengakibatkan tubuh kehilangan banyak cairan di mana akan terjadi dehidrasi. Dehidrasi tersebut membuat penderita akan merasa haus akibatnya penderita akan banyak minum (polidipsia) sebagai bentuk penyesuaian. Penderita diabetes juga akan mengalami stimulasi nafsu makan yang mengakibatkan akan sering makan (polifagia). Hal ini terjadi karena kadar glukosa yang tinggi dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel untuk mencukupi kebutuhan energi. Dikarenakan tidak tercukupinya energi yang dibentuk maka tubuh akan merespon untuk mencukupi energi dengan meningkatkan nafsu makan (Nugroho, 2013) f. Komplikasi yang diakibatkan DM Pada jangka waktu yang relatif pendek, kondisi diabetes dapat menyebabkan komplikasi metabolik akut berupa hipoglikemia, diabetes ketoasidosis, dan hyperglicemic hyperosmolar nonketotic syndrome (HHNS). Sedangkan pada

15 15 jangka panjang, diabetes akan menyebabkan komplikasi mikrovaskular kronis pada organ mata dan ginjal, dan neuropatik. Diabetes juga memiliki kaitan dengan meningkatnya kejadian komplikasi makrovaskular yang meliputi infark myocard, stroke, dan pembuluh perifer (Smeltzer, et al., 2010). Adanya berbagai kondisi komplikasi yang disebabkan diabetes, baik dalam jangka pendek dan panjang, menunjukan bahwa penyakit ini akan menimbulkan berbagai penyakit baru jika tidak ditangani dengan baik dan memiliki resiko mengancam jiwa penderita. g. Terapi pada diabetes mellitus Penderita diabetes mellitus memerlukan terapi yang bertujuan untuk memperbaiki gejala dari hiperglikemia, mengurangi onset dan perkembangan dari komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular, mengurangi angka kematian, dan juga meningkatkan kualitas hidup daripada pasien. Menurut Dipiro (2008) terapi pada penderita diabetes mellitus dapat dibagi menjadi terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. 1. Terapi non farmakologi Pengaturan nutrisi adalah terapi yang diperlukan oleh semua penderita diabetes. Pada penderita diabetes tipe I, berat badan yang seimbang dapat dicapai dengan cara diet seimbang sehingga kadar insulin dapat diatur dengan baik. Pola makan dengan kadar karbohidrat yang sedang dan kadar lemak yang rendah diperlukan pada penderita diabetes tipe I. Sedangkan pada diabetes tipe II diperlukan pencegahan terhadap kebutuhan kalori yang bertujuan untuk mengurangi berat badan. Latihan olahraga dapat

16 16 meningkatkan kontrol terhadap kadar glukosa dan resistensi insulin. latihan ini juga dapat mengurangi berat badan dan juga meningkatkan kondisi kesehatan. 2. Terapi farmakologi Intervensi obat diberikan kepada pasien yang merasa kesulitan untuk melakukan terapi non farmakologi, misalnya menurunkan berat badan dan olahraga teratur. Beberapa obat yang menjadi pilihan dalam terapi farmakologi diabetes adalah insulin dan anti diabetik oral. Penggunaan hormon insulin pada penderita diabetes digunakan untuk memenuhi kebutuhan insulin individu tersebut. Insulin biasanya digunakan secara sub cutan pada jaringan adiposa. Obat insulin ini sendiri terbagi menjadi empat golongan yaitu: rapid acting, short acting, intermediate acting, dan long acting. Sementara obat golongan anti diabetes per oral terbagi menjadi 4 golongan. Golongan pertama adalah pemicu sekresi insulin, misalnya golongan sulfonilurea. Biguanid adalah golongan kedua dari obat anti diabetik. Golongan ketiga, yang mempunyai aksi untuk meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, adalah thiazolidinedione. Golongan terakhir adalah golongan inhibitor glukosidase yang dapat menghambat pemecahan polisakarida sedangkan obat yang masuk ke dalam golongan ini adalah acarbose.

17 17 2. Pengukuran kualitas hidup pada pasien diabetes mellitus a. Health Related Quality of Life (HRQoL) Kualitas hidup dewasa ini menjadi aspek pengukuran yang paling relevan dalam pemeriksaan klinik. Kualitas hidup menjadi indikator yang tepat untuk melihat kebermanfaatan suatu terapi medis. Pada konsepnya, kualitas hidup disusun oleh kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan (HRQoL) dan juga kualitas hidup yang tidak berkaitan dengan kesehatan (Non-HRQoL). Di dalam studi farmakoekonomi, kualitas hidup merupakan salah satu konsekuensi humanistis di mana konsekuensi humanistis ini membutuhkan penilaian data utility pasien. Kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan adalah bagian dari kualitas hidup yang langsung berkaitan langsung dengan kesehatan individu (Cramer, 1998). Aspek kesehatan memiliki dimensi yang mendasari kondisi tersebut. Dimensi dalam kesehatan mencakup persepsi kesehatan secara umum, ketidakmampuan dan kekurangan, keadaan psikologis, kesehatan sosial, kenyamanan hidup, dan pengukuran rasa sakit. Seperti yang telah dijelaskan di atas, HRQoL yang merupakan komponen dari kualitas hidup adalah salah satu konsekuensi yang dilihat dari sudut pandang pasien yang berkaitan dengan persepsi kesehatan, perasaan nyaman, dan kemampuan fungsional (Andayani, 2013). Pengukuran HRQoL sebagai sebuah konsekuensi didasarkan pada penghitungan Quality Adjusted Life Years (QALY). Pengukuran konsekuensi yang menggunakan unit QALY sebagai unit

18 18 pengukurannya memiliki kelebihan. QALY secara bersamaan dapat memperlihatkan keuntungan dari berkurangnya morbiditas dan mortalitas serta mengkombinasi dua hal tersebut ke dalam satu unit pengukuran dari berbagai macam terapi yang berbeda. Di dalam HRQoL, QALY digunakan untuk menyesuaikan tahun kehidupan yang berdampak pada pasien akan tetapi QALY dapat berbeda tergantung dengan metode yang dipakai untuk menganalisis utilitas atau preferensi (Cramer & Spilker, 1998). b. Pendekatan pengukuran HRQOL dengan instrumen generik Pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen generik. Instrumen generik dirancang untuk mampu mencakup secara luas aspek-aspek dari status kesehatan, konsekuensi dari adanya penyakit dan perbandingan antar intervensi yang diberikan kepada pasien serta efek yang tidak diharapkan sehingga mempunyai relevansi terhadap berbagai grup pasien. Dengan cakupan aspek yang luas maka instrumen generik dapat digunakan juga untuk mengetahui profil kesehatan dan pengukuran utilitas (Andayani, 2013). Akan tetapi kelemahan daripada instrumen generik adalah pengukuran yang tidak sensitif dan responsif terhadap perbedaan klinik yang terkait untuk setiap penyakit dan juga setiap kondisi kesehatan (Spilker, 1996). Berbagai kuesioner generik yang telah dikembangkan dan digunakan secara luas diantaranya adalah kuesioner Sickness Impact Profile (SIP) dan The Nottingham Health Profile (NHP) merupakan kuesioner yang dapat mengukur profil kesehatan. Secara lebih khusus, SIP dapat mengukur status kesehatan berdasarkan perilaku yang berhubungan dengan penyakit penderita dan

19 19 dampaknya sedangkan kuesioner NHP lebih menekankan pada pengukuran terhadap perasaan, emosi, hambatan fisik dan sosial (Cramer & Spilker, 1998). Sementara kuesioner The Medical Outcome Study Short Form (SF-36) merupakan kuesioner yang tidak hanya mengukur profil kesehatan secara detail akan tetapi juga melingkupi secara menyeluruh aspek-aspek dari kualitas hidup. Hal ini karena kuesioner SF-36 didesain agar dapat menyediakan pengukuran terhadap konsep kesehatan termasuk yang tidak spesifik pada berbagai umur dan kelompok penyakit atau perawatan. Kuesioner SEIQoL juga dikembangkan agar pasien bebas memilih dari aspek kualitas hidup yang dianggap terpenting untuk mereka. Kuesioner EQ-5D merupakan kuesioner yang dapat digunakan untuk Cost utility analysis (Fayers & Machin, 2000) c. Pendekatan pengukuran dengan instrumen spesifik Pendekatan kedua pada pengukuran kualitas hidup memiliki fokus pada aspek dari profil kesehatan yang spesifik. Penggunaan pendekatan ini terletak pada peningkatan respons yang mungkin timbul dari memasukan aspek penting kualitas hidup yang relevan dengan pasien dan hasil pengukuran yang lebih terperinci. Instrumen yang dipakai memiliki tingkat spesifik yang tinggi terhadap penyakit, populasi pasien, fungsi tertentu, atau masalah yang dirasakan pasien. Selain respons yang diharapkan meningkat, penggunaan instrumen spesifik juga dilakukan agar aspek-aspek klinis dapat secara rutin dieksplorasi oleh klinisi (Spilker, 1996). Berbagai instrumen spesifik telah banyak dikembangkan pada beberapa penyakit di antaranya adalah instrumen spesifik pada penyakit kanker yaitu The

20 20 Functional Living Index Cancer adalah kuesioner yang dikembangkan untuk menjangkau seluruh aspek yang terpengaruh oleh gejala atau terapi dari kanker. Selain itu kuesioner ini memiliki definisi yang baik pada pengukuran kualitas hidup sehingga dapat meminimalkan perbedaan efek yang timbul akibat waktu dan jenis terapi. Functional Assesment of Cancer Therapy General (FACT- G) adalah kuesioner yang mempunyai lima domain pengukuran dan juga didesain untuk dapat diisi secara mandiri pada pasien dengan penyakit kronik yang salah satunya sudah banyak digunakan pada pasien kanker (Cramer & Spilker, 1998). Di sisi lain, instrumen spesifik pada penyakit asma yaitu Asthma Quality of Life Questionnaire yang mempunyai tiga puluh dua item pertanyaan untuk pasien dewasa dengan asma. Living with Asthma Questionnaire yang mempunyai 68 item pertanyaan dengan sebelas domain yang menyusun kuesioner tersebut. Respiratory Illness Quality of Life Questionnaire adalah kuesioner yang mempunyai 55 item pada 7 domain yang dapat digunakan pada pasien asma atau penyakit bronkus kronis Dari berbagai instrumen tersebut dikembangkan untuk mengetahui dampak penyakit pada kehidupan sehari-hari dan kondisi kesehatan responden (Fayers & Machin, 2000). d. Pengukuran nilai utilitas Pengertian utilitas memiliki kedekatan arti dengan preferensi yang mana diartikan sebagai pilihan yang lebih disukai. Pengertian antara utilitas dan preferensi memiliki hubungan di mana preferensi merupakan konsep besar sedangkan utilitas adalah bagian dari konsep preferensi. Di dalam hal ini pilihan

21 21 yang lebih disukai merujuk kepada pilihan konsekuensi dalam terapi (Drummond, Schulper, Torrance, O'Brien, & Stoddart, 2005). Oleh karena merupakan bagian dari preferensi dalam konsekuen terapi maka utilitas dapat diartikan sebagai nilai pada tingkat kesehatan atau perbaikan status kesehatan yang diukur dengan apa yang lebih disukai individu atau masyarakat (Andayani, 2013). Utilitas dalam farmakoekonomi merupakan sebuah unit pengukuran yang digunakan dalam metode Cost utility analisis (CUA). CUA merupakan sebuah evaluasi ekonomi yang memiliki fokus pada kualitas dari konsekuensi kesehatan yang dihasilkan oleh terapi. Di dalam CUA penambahan biaya dari program terapi dibandingkan dengan penambahan tingkat kesehatan yang diukur dalam QALY. analisis utilitas dipandang sebagai teknik yang berguna khususnya karena memungkinkan untuk penyesuaian HRQoL pada serangkaian konsekuensi terapi. Sementara secara bersamaan menyediakan pengukuran konsekuensi generik untuk perbandingan biaya dan hasil di intervensi yang berbeda (Drummond, Schulper, Torrance, O'Brien, & Stoddart, 2005). Elemen kunci dari pengukuran utilitas adalah penggabungan antara pengukuran preferensi dan hubungan status kesehatan dengan kematian sehingga dapat digunakan pada analisis biaya dengan mengalikan lama waktu untuk masing-masing keadaan kesehatan. Di dalam pengukuran utilitas, HRQoL diubah menjadi serangkaian angka yang digambarkan dari tingkatan mati (0,0) sampai tingkatan sehat (1,0) (Cramer & Spilker, 1998). Responden diminta untuk memperkirakan keadaan kesehatan yang dirasakan dan mencatat

22 22 skor untuk menggambarkan preferensi pada beberapa skenario yang tercantum di kuesioner terkait. Estimasi ini kemudian digunakan sebagai ukuran efektivitas dalam denominator jika akan menghitung rasio Coast utility dan marginal Coast utility (Andayani, 2013). Pengukuran nilai utilitas berguna untuk menentukan pasien yang mengalami perbaikan keadaan sebagai hasil dari terapi tetapi tidak dapat mengungkapkan dimensi dari HRQoL pasien yang mengalami peningkatan dengan dimensi yang mengalami penurun. Pengukuran profil kesehatan atau dengan instrumen spesifik dapat membantu melengkapi pengukuran utilitas dengan menyediakan informasi berharga yang lain (Cramer & Spilker, 1998). Metode pengukuran utilitas pada dasarnya menggunakan instrumen berbentuk kuesioner yang dapat diisi oleh responden. Kuesioner yang dapat mengukur nilai utilitas dapat dikelompokan menjadi dua. Kelompok pertama merupakan kuesioner pengukur nilai utilitas secara tidak langsung karena responden hanya akan mengisi tingkat kesehatan (skenario) yang tercantum dalam kuesioner kemudian respons tersebut akan dikonversi ke dalam satu skor, contohnya adalah kuesioner EQ-5D yang saat ini memiliki dua versi dengan tiga tingkatan level respons dan lima tingkatan level respons. Tingkatan tersebut akan dikonversikan ke dalam skor tunggal untuk mencari nilai utilitas. Kelompok kuesioner kedua dapat menghitung nilai utilitas secara langsung karena responden dapat langsung mencantumkan nilai keadaan kesehatan saat itu, contohnya adalah bagian visual analog scale yang dapat menggambarkan secara langsung keadaan kesehatan dari responden dengan memberikan

23 23 penilaian skor tunggal pada kuesioner tersebut. Instrumen yang digunakan untuk mengukur nilai utilitas berupa instrumen generik yang memiliki kekuatan dalam nilai tunggal pada kuantitas dan kualitas hidup serta memungkinkan adanya pengukuran Cost Utility Analysis. Selain itu, metode pengukuran nilai utilitas secara langsung dapat dilakukan dengan standard Gamble dan Time Trade off. Pada bagian standard gamble menawarkan dua alternatif. Pada alternatif pertama berisi mengenai terapi dengan keluaran kembali ke kondisi kesehatan yang normal atau kematian segera. Alternatif kedua berisi tentang keluaran yang pasti dari kondisi kesehatan pasien berdasarkan harapan hidup. Sementara pada pengukuran dengan teknik Time Trade off, pasien ditawarkan pilihan hidup dengan kondisi kesehatan yang sempurna, pada variabel waktu x, atau pada waktu t dengan kondisi kesehatan yang kurang diinginkan. Nilai utilitas untuk kondisi kesehatan dapat diketahui dengan membagi nilai pada titik x dengan nilai pada titik t (Coons, 2008). Dengan begitu kurva Time Trade for berbentuk seperti berikut: Sehat 1,0 Kondisi kesehatan i Mati 0 x t waktu

24 24 e. Pengukuran profil kesehatan Pengukuran profil kesehatan digunakan untuk menggambarkan penilaian pasien terhadap kondisi kesehatannya saat itu. Kelebihan dari pengukuran profil kesehatan ini adalah keleluasaan pengukuran pada domain kesehatan pasien dan juga dapat digunakan pada berbagai macam populasi terlepas dari berbagai kondisi yang terdapat pada populasi tersebut (Cramer & Spilker, 1998). Pengukuran profil kesehatan tidak memberikan hasil berupa satu nilai seperti pada pengukuran utilitas tetapi menghasilkan beberapa skor untuk masingmasing pasien berdasarkan domain kesehatan responden yang berbeda. Penilaian HRQoL pada pasien untuk pengukuran status kesehatan dapat digunakan instrumen ukur generik yang menitikberatkan pada status kesehatan umum atau instrumen yang menitikberatkan pada aspek khusus dari suatu penyakit dengan menggunakan Alat ukur yang spesifik. Dan untuk menghasilkan gambaran yang menyeluruh dapat menggunakan kombinasi dari kedua kuesioner. The Sickness Impact Profile merupakan contoh kuesioner yang dapat menghitung nilai status kesehatan dan juga termasuk dimensi fisik, dengan kategori perpindahan, mobilitas, perawatan tubuh dan pergerakan, dimensi psiko-sosial, dengan kategori interaksi sosial, kewaspadaan, komunikasi, dan perilaku emosi, dan juga lima kategori independen, yaitu: makan, bekerja, manajemen rumah, tidur dan istirahat, dan rekreasi (Cramer & Spilker, 1998).

25 25 f. Euro Quality of Life 5 Dimensions (EQ-5D) Euro Quality of Life (EQ-5D) merupakan instrumen generik yang secara luas sudah digunakan dalam pengukuran status kesehatan. Instrumen ini dikembangkan untuk mengukur HRQoL secara multidimensional di mana akan mampu diperlihatkan dalam sebuah nilai index (Cramer & Spilker, 1998). Instrumen EQ-5D mengukur status kesehatan yang sudah distandarisasi dan dikembangkan oleh EuroQol Group bertujuan untuk menyediakan kemudahan pengukuran generik pada kesehatan yang digunakan untuk penilaian klinik dan ekonomi (Reenen & Oppe, 2015) ( Reenen & Janssen, 2015). Instrumen ini dapat digunakan untuk mengukur dan mendeskripsikan nilai status kesehatan pasien. Nilai hasil pengukuran dapat merefleksikan preferensi publik di mana hal ini dapat digunakan untuk memperkirakan quality-adjusted life year (QALY) (Devlin & Krabbe, 2013). Kuesioner EQ-5D ini memiliki dua bentuk berdasarkan tingkat respons yang tersedia pada kuesioner. Bentuk pertama adalah EQ-5D dengan 3 tingkat level respons yaitu tidak ada masalah, terdapat masalah dengan tingkat sedang, dan yang terakhir adalah masalah serius (ekstrem). Sementara bentuk kedua adalah EQ-5D dengan 5 level respon, yaitu tidak ada masalah, masalah ringan, masalah sedang, masalah berat, dan masalah ekstrem. EQ-5D 5L merupakan perkembangan dari versi 3L berdasarkan hasil penelitian dari badan yang dibentuk EuroQoL Group. Badan tersebut bertugas mencari metode untuk meningkatkan sensitivitas dan mengurangi ceiling effect. Dari hasil diskusi ditetapkan bahwa kuesioner EQ-5D tidak akan mengubah jumlah dimensi akan

26 26 tetapi akan ditambah lima level respons karena berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat menambah secara signifikan reliabilitas dan sensitivitas di samping tetap menjaga kelayakan dan mengurangi ceiling effect. (Reenen & Oppe, 2015). Kuesioner EQ-5D ini memiliki dua bagian penyusun, yaitu descriptive system yang dapat dikonversikan ke dalam single summary index dan bagian kedua berupa visual analog sale. Pada bagian descriptive system terdapat 5 dimensi yang menjadi dasar pengukuran yaitu mobility, self-care, usual activities, pain/discomfort, and anxiety/depression (Kind, 1996). Pada bagian ini didapatkan data respons pasien tiap dimensi yang menggambarkan keadaan kesehatan pasien. Data tersebut kemudian dapat diubah ke dalam health profile (profil kesehatan) yang menunjukkan proporsi dari status kesehatan pada setiap dimensi sesuai dengan tingkatan respon. Profil kesehatan diperoleh dengan cara mengubah setiap keadaan kesehatan, yang terdapat dalam bagian descriptive system, menjadi sebuah nilai index atau utility. Nilai index tersebut dapat digunakan untuk penghitungan Quality Adjusted Life Years (QALYs) yang dapat dimanfaatkan untuk melaporkan evaluasi ekonomi terhadap intervensi terapi kesehatan (Reenen dan oppe, 2015 ; Reenen dan Jansen, 2015). Pada bagian visual analog scale terdapat skala sepanjang 20 cm yang memiliki rentang nilai dari 0 sampai dengan 100. Skala tersebut digunakan untuk mengetahui penilaian daripada status kesehatan pasien. Titik paling bawah skala tersebut menunjukan kondisi kesehatan terburuk yang dapat

27 27 dibayangkan sementara titik paling atas menunjukan kondisi kesehatan terbaik yang dapat dibayangkan (Cramer, 1998). g. Psychometric Properties Instrumen yang memiliki nilai utilitas sebagai indikator diagnosis dan prediksi perilaku pada suatu terapi medis tergantung pada konstruksi penyusun yang tepat dari instrumen dalam pengukuran status kesehatan serta pada pengukuran, pengumpulan, dan interpretasi data oleh pembuat keputusan sesuai dengan status kesehatan objek penelitian. Oleh karena itu diperlukan evaluasi untuk mengetahui batas standar atau atribut yang terdapat dalam kuesioner (Cramer, 1998). Psychometric merupakan ilmu yang digunakan untuk standarisasi uji atau skala untuk mengevaluasi atribut individu. Metode psychometric dapat digunakan untuk mengukur skala yang didasarkan pada unsur-unsur yang mencerminkan tingkat kualitas hidup dari pasien (Walters, 2009). Dengan adanya skala pengukuran maka psychometric dapat menerjemahkan kebiasaan, perasaan orang, dan evaluasi terhadap individu menjadi sebuah data kuantitatif (Andayani, 2013). Menurut Fitzpatrick et al (1998) kriteria uji standarisasi yang dapat digunakan pada kuesioner meliputi: 1. Uji ketepatan (appropriateness) Analisis ketepatan digunakan untuk mengetahui kesesuaian konten, berupa pertanyaan, yang terdapat dalam kuesioner kualitas hidup dengan tujuan dari penelitian yang dilakukan.

28 28 2. Uji penerimaan (acceptability) Uji penerimaan digunakan untuk mengetahui penerimaan masyarakat terhadap kuesioner. Penerimaan responden terhadap kuesioner sangat penting karena digunakan untuk menghindari kondisi tertekan pasien yang sudah menghadapi masalah kesehatan dan juga untuk memperoleh tingkat respons yang tinggi untuk kuesioner yang dipakai. 3. Uji kelayakan (feasibility) Kuesioner yang digunakan dalam suatu penelitian harus mudah untuk dapat diisi atau dijalankan oleh responden. Oleh karena itu uji kelayakan ini digunakan untuk mengetahui tingkat kelaikan dari kuesioner untuk digunakan oleh responden. 4. Uji validitas Validasi digunakan untuk mengetahui pengukuran yang dilakukan oleh instrumen sesuai dengan pengukuran nilai sebenarnya. Tipe validasi untuk pengukuran HRQoL meliputi validasi isi, konstruksi, dan kriteria. a) Validasi isi (face validity) Tipe validasi ini digunakan untuk mengetahui bagaimana konsep kesehatan dimasukan dalam unsur alat ukur. Tipe validasi ini mengasumsikan peneliti sudah mempunyai definisi standar dan skala item harus ada untuk mengukur konsep yang dievaluasi. b) Validasi konstruksi Validitas konstruksi dapat diketahui dengan mengevaluasi nilai skala pada kelompok pasien yang memiliki variasi pada beberapa unsur,

29 29 contohnya usia, jenis, dan kelamin. Pada validasi konstruksi ini terbagi menjadi tiga tipe convergent validity, discriminant validity, dan knowngroup validity (Walters, 2009). known-group validity didasarkan pada asumsi bahwa terdapat beberapa grup yang spesifik dari sampel di mana diduga akan memiliki perbedaan penilaian terhadap grup yang lain dan instrumen harus dapat memiliki sensitivitas terhadap hal tersebut. Convergent validity memiliki prinsip bahwa pengukuran dari suatu konsep, dalam hal ini adalah domain penyusun kuesioner, memiliki nilai korelasi yang tinggi. Korelasi yang tinggi ditunjukan dengan skor-skor dari dua instrumen berbeda mengukur suatu konsep atau teori dasar yang sama. Sedangkan discriminant validity memiliki korelasi yang rendah dan tidak berhubungan antar dimensi dari kualitas hidup dan pada teorinya validitas ini harus memiliki tingkat yang rendah. 5. Uji reliabilitas Aspek reliabilitas digunakan untuk mengetahui reprodusibel dan konsistensi hasil pengukuran dari kuesioner. Reliabilitas menunjukan akurasi dan ketepatan dari suatu instrumen pengukur. Suatu instrumen pengukur dapat dikatakan reliabel jika dapat mengukur secara stabil dan konsisten. Tingkatan reliabilitas dapat ditunjukan oleh nilai koefisien reliabilitas (Mustakini, 2008). Estimasi reliabilitas nilai hasil tes dapat dilakukan melalui tiga macam pendekatan, yaitu metode tes-ulang, metode bentuk paralel, dan metode penyajian tunggal (azwar, 2014). a. Metode tes-ulang

30 30 Metode tes-ulang dilakukan dengan melakukan dua kali tes berurutan pada satu kelompok subjek yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama dan dengan tenggang waktu yang cukup diantara kedua tes tersebut. Asumsi dasar dalam metode ini adalah bahwa tes yang reliabel akan menghasilkan nilai yang relatif sama apabila dikenakan dua kali pada waktu yang berbeda. b. Metode bentuk paralel Pada metode ini, tes yang akan dianalisis reliabilitasnya harus memiliki tes lain yang memiliki tujuan pengukuran sama dan setara isi item penyusun baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Atau dengan kata lain dilakukan dua tes bersamaan pada kelompok subyek yang berbeda dengan alat ukur yang sama. Kemudian dilakukan analisis korelasi terhadap hasil pengukuran dua kelompok nilai. Koefisien korelasi yang tinggi menunjukan ekuivalensi, kesamaan, stabilitas, dan konsistensi alat ukur antar dua kelompok subjek yang berbeda (Mustakini, 2008). c. Metode penyajian tunggal Metode ini dilakukan dengan menggunakan satu bentuk tes yang dikenakan sekali pada satu kelompok subjek. Metode penyajian tunggal bertujuan untuk melihat konsistensi antar item atau antar bagian dalam tes sehingga analisis yang dilakukan bukan terhadap skor tes melainkan terhadap skor item dalam tes. Dari metode ini akan diketahui reliabilitas

31 31 konsistensi internal untuk mengukur seberapa konsisten item-item yang berbeda dapat merefleksikan hasil yang sama. 6. Uji responsivitas Kuesioner status kesehatan sangat penting untuk dapat mendeteksi perubahan yang terjadi pada sisa waktu terhadap pasien karena hal tersebut dapat mencerminkan efek terapeutik suatu terapi. Oleh karena itu diperlukan uji responsivitas sebagai kemampuan dari kuesioner yang dapat mendeteksi perubahan klinik yang signifikan 7. Uji ceiling effect ceiling effect memiliki keterikatan dengan tingkat presisi kuesioner. Pada uji ceiling effect, evaluasi dilakukan terhadap kuesioner dalam hal kemampuan kuesioner untuk menangkap status kesehatan pasien yang berada pada tingkat paling atas. Pada kuesioner dilihat berbagai kategori respons dan berbagai item penyusun kuesioner tersebut. 8. Discriminatory Power Discriminatory Power dapat diartikan sebagai kemampuan instrumen untuk membedakan responden dengan menunjukan perbedaan respons jawaban responden yang terdapat pada kuesioner (Jannsen, 2006). Parameter ini dapat menggambarkan koefisien reliabilitas kuesioner. Shannon Index (H ) dan Shannon Eveness Index (J ) merupakan metode yang dapat digunakan untuk menganalisis discriminatory power. Kedua metode tersebut menggambarkan kemampuan kuesioner untuk menangkap informasi respon hanya yang membedakan adalah H menangkap informasi mutlak sedangkan J menangkap

32 32 informasi relatif (Agborsangaya, 2014). Kedua metode tersebut dapat digunakan dengan persamaan sebagai berikut: C H = pi Log2pi i=1 Keterangan H = Shannon Index J = Shannon Evennes Index Hmax = log2 C J = H Hmax Rumus tersebut menggambarkan hubungan antara H dengan informasi respons instrumen yang digunakan. Apabila H besar maka semakin informatif instrumen yang digunakan. H akan bertambah nilai apabila penambahan respons level benar-benar digunakan. Serangkaian uji yang dilakukan terhadap kuesioner tersebut digunakan untuk menilai kriteria kuesioner agar dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik. Alat ukur yang baik ditandai dengan menghasilkan data dan memberikan informasi yang akurat. Kriteria yang dimaksud pada kuesioner adalah valid, reliabel, objektif, standar, ekonomis, dan praktis (azwar, 2014). 3. Landasan Teori EQ-5D merupakan instrumen generik baku yang sudah banyak digunakan pada pengukuran status kesehatan dan direkomedasikan dalam penilaian teknologi kesehatan. Hasil pengukuran status kesehatan dengan menggunakan EQ-5D berupa profil kesehatan dan utilitas. Nilai utilitas dapat digunakan untuk menghitung Quality Adjusted Life Years (QALY) yang merupakan unit pengukuran dalam metode cost utility analysis (CUA).

33 33 Kuesioner generik EQ-5D memiliki dua bentuk berbeda yang didasarkan pada tingkat respons pasien atas domain yang terdapat dalam kuesioner tersebut. Kedua bentuk kuesioner tersebut adalah EQ-5D 3L dan EQ-5D 5L. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan dapat diketahui versi kuesioner yang paling sesuai untuk populasi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, baik pada populasi kelompok penyakit tertentu atau pada populasi orang sehat. Penelitian yang membandingkan kuesioner EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L telah banyak dilakukan di beberapa negara pada berbagai kelompok populasi penderita penyakit tertentu ataupun pada kelompok populasi orang sehat. Akan tetapi di Indonesia sendiri penelitian serupa belum pernah dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang dilakukan pada beberapa negara, sebagian besar menyimpulkan bahwa kuesioner EQ-5D versi 5L lebih sesuai untuk mengukur status kesehatan dibandingkan versi 3L. Kerangka penelitian ini diilustrasikan pada bagian kerangka konsep penelitian. 4. Keterangan Empiris Penelitian ini diharapkan mampu memberikan hasil perbandingan psychometric properties dari dua versi kuesioner EQ-5D sehingga didapatkan masukan mengenai versi kuesioner EQ-5D yang paling sesuai untuk populasi diabetes mellitus di Indonesia. Hasil penelitian ini juga akan memberikan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya dalam topik pengembangan EQ-5D value set untuk versi EQ-5D yang sesuai untuk populasi Indonesia. EQ-5D value set diperlukan untuk konversi data EQ-5D menjadi nilai utilitas yang diperlukan untuk menghitung QALY, konsekuensi dalam studi farmakoekonomi dengan metode CUA.

34 34 5. Kerangka Konsep Penelitian Pasien Diabetes Mellitus Metode Farmakoekonomi CUA Keluaran ekonomi Keluaran Humanis Keluaran Klinik Pengukuran kualitas hidup pengukuran profil kesehatan pengukuran nilai utilitas Generik spesifik generik SF-36 pediatrik langsung tidak langsung WHO-QoL Geriatrik Time Trade Off EQ-5D SF-6D penyakit spesifik Visual Analog Scale Standard gamble 3 level respon 5 level respon Data Kualitas Hidup Analisis Psikometri Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent BAB 1 PENDAHULUAN Hiperglikemia adalah istilah teknis untuk glukosa darah yang tinggi. Glukosa darah tinggi terjadi ketika tubuh memiliki insulin yang terlalu sedikit atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). Diabetic foot adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan karakteristik adanya tanda-tanda hiperglikemia akibat ketidakadekuatan fungsi dan sekresi insulin (James,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang telah menjadi masalah global dengan jumlah penderita lebih dari 240 juta jiwa di dunia. Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3 patofisiologi dasar : sekresi insulin yang terganggu, resistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan keluarga. Data dari studi global menunjukkan bahwa jumlah pasien DM pada tahun 2015 telah mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes melitus (DM) atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kencing manis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah (gula darah) melebihi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

PREVALENSI DIABETES MELLITUS

PREVALENSI DIABETES MELLITUS DIABETES MELLITUS 1 PREVALENSI DIABETES MELLITUS -Meningkat dari tahun ke tahun utama daerah urban -Data epidemiologi 1980 1,2 2,3 % dari jumlah penduduk 1982 Jakarta 1,7% 1993 Jakarta 5,7% -Diabetes Atlas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah sindrom kelainan metabolik dengan tanda terjadinya hiperglikemi yang disebabkan karena kelainan dari kerja insulin, sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang telah merambah ke seluruh lapisan dunia. Prevalensi penyakit ini meningkat setiap tahunnya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes melitus didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus, DM diabaínein (bhs yunani): διαβαίνειν,, tembus atau pancuran air Mellitus (bahasa Latin): rasa manis dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya sensitivitas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat meningkatkan dengan cepat prevalensi komplikasi kronis pada lansia. Hal ini disebabkan kondisi hiperglikemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi industri. Salah satu karakteristik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) telah menjadi masalah kesehatan dunia dimana morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh orang di seluruh dunia. DM didefinisikan sebagai kumpulan penyakit metabolik kronis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti pipa air melengkung (syphon). Diabetes dinyatakan sebagai keadaan di mana terjadi produksi urin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005;

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005; I. PENDAHULUAN Diabetes melitus tipe II merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia dimana penyakit ini dapat menimbulkan gangguan ke organ-organ tubuh lainnya karena terjadi defisiensi

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang disebabkan ketidakmampuan pankreas mengeluarkan insulin. American Diabetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM seluruh dunia sebanyak 171 juta penderita pada Tahun 2000, dan meningkat, menjadi 366 juta pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin dependent atau juvenile/childhoodonset

BAB I PENDAHULUAN. tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin dependent atau juvenile/childhoodonset BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) atau disebut diabetes saja merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus pada dasarnya merupakan kelainan kronis pada homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu peninggian kadar gula darah, kelainan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang terus mengalami peningkatan prevalensi dan berkontribusi terhadap peningkatan angka kematian akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan munculnya hiperglikemia karena sekresi insulin yang rusak, kerja insulin yang rusak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Asal kata katarak dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata yang biasanya bening

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) tipe 2 yang dahulu dikenal dengan nama non insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan penyakit gangguan metabolik

Lebih terperinci

Definisi Diabetes Melitus

Definisi Diabetes Melitus Definisi Diabetes Melitus Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes yang berarti kencing dan melitus dalam bahasa latin yang berarti madu atau mel (Hartono, 1995). Penyakit ini merupakan penyakit menahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun

BAB I PENDAHULUAN. akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus atau kencing manis salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan timbulnya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, dan atau peningkatan resistensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat adalah meningkatnya usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin banyak penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau keduanya (Sutedjo, 2010). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. atau keduanya (Sutedjo, 2010). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus adalah penyakit gangguan metabolik terutama metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh berkurangnya atau ketiadaan hormon insulin dari sel beta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan hormon insulin secara absolute atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah / hiperglikemia. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat tidak terbentuknya insulin oleh sel-β pankreas atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2013). Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat, lemak, protein sebagai hasil dari ketidakfungsian insulin (resistensi insulin), menurunnya fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dunia. Hipertensi dikenal sebagai silent killer karena kerap kali tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dunia. Hipertensi dikenal sebagai silent killer karena kerap kali tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan salah satu gangguan kardiovaskuler paling mematikan di dunia. Hipertensi dikenal sebagai silent killer karena kerap kali tidak menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi dunia sekarang ini banyak ditemukan penyakit yang disebabkan karena pola hidup dibandingkan dengan penyakit infeksi.

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI DAN IDK DM, TIROID,PARATIROID

PATOFISIOLOGI DAN IDK DM, TIROID,PARATIROID PATOFISIOLOGI DAN IDK DM, TIROID,PARATIROID Glukosa Ada dalam makanan, sbg energi dalam sel tubuh. Dicerna dalam usus, diserap sel usus ke pembuluh darah, diedarkan ke sel tubuh. Untuk masuk ke sel dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ tubuh secara bertahap menurun dari waktu ke waktu karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi Komala Appalanaidu Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (ria_not_alone@yahoo.com) Diterima: 15 Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Diabetes Melitus a. Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 Keluarga 1.1 Definisi keluarga Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peran masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis gangguan metabolisme yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia), sebagai akibat dari

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus Type II

Diabetes Mellitus Type II Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Diabetes Mellitus yang tidak ditangani dengan baik dan tepat dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi pada organ tubuh seperti mata, jantung, ginjal, pembuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat disebabkan karena faktor genetik, kekurangan produksi insulin oleh sel beta pankreas, maupun karena ketidakefektifan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolisme yang ditandai oleh glukosa darah melebihi normal yang diakibatkan karena kelainan kerja insulin maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan pengetahuan keluarga yang baik dapat menurunkan angka prevalensi

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan pengetahuan keluarga yang baik dapat menurunkan angka prevalensi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat diharapkan mengetahui risiko dan pencegahan dari penyakit DM, pengetahuan keluarga tentang risiko DM yang baik contohnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus dan komplikasinya telah menjadi masalah masyarakat yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, kematian, dan kecacatan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah sekelompok kondisi metabolik, dicirikan dengan kenaikan kadar glukosa darah dikarenakan ketidakmampuan tubuh untuk menghasilkan insulin

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN... viii SUMMARY...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus Diabetes melitus atau DM merupakan penyakit metabolisme karbohidrat yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah beberapa tahun

Lebih terperinci

ANALISA KASUS. Apabila keton ditemukan pada darah atau urin, pengobatan harus cepat dilakukan karena

ANALISA KASUS. Apabila keton ditemukan pada darah atau urin, pengobatan harus cepat dilakukan karena ANALISA KASUS 1. Diabetes Melitus tipe I Diabetes Melitus adalah suatu penyakit metabolic yang ditandai dengan terjadinya keadaan hiperglikemi akibat kekurangan sekresi insulin, kerja insulin, maupun keduanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh komplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis, metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (atau gula darah), yang mengarah dari waktu ke waktu untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus Diabetes adalah gangguan metabolisme kronis, ditandai dengan kadar gula darah tinggi, serta adanya gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak memproduksi insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang ditandai dengan adanya kenaikan kadar gula darah atau hiperglikemia. Penyakit DM dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Sosial Suami Dukungan adalah menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan oranglain. Dukungan juga dapat diartikan sebagai memberikan dorongan / motivasi atau semangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin.

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) sering juga dikenal dengan nama kencing manis atau penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih merupakan kumpulan

Lebih terperinci

kepatuhan dan menjalankan self care individu lanjut usia dengan Diabetes Melitus selama menjalani terapi hipoglikemi oral dan insulin?.

kepatuhan dan menjalankan self care individu lanjut usia dengan Diabetes Melitus selama menjalani terapi hipoglikemi oral dan insulin?. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa dan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin dari sel beta pankres

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan kondisi yang progresif meskipun pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi diabetes menimbulkan beban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Keperawatan Oleh: NAMA :Twenty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup berdampak terhadap perubahan pola penyakit yang terjadi di masyarakat. Masalah kesehatan yang berhubungan dengan gaya hidup dan merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus adalah penyakit yang terjadi apabila tubuh tidak dapat menggunakan energi dari glukosa yang ada, disebabkan karena tidak cukup memproduksi

Lebih terperinci