Tabel Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota Di Kepulauan Maluku. Jumlah Pulau. Persentase Luas Wilayah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tabel Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota Di Kepulauan Maluku. Jumlah Pulau. Persentase Luas Wilayah"

Transkripsi

1 Kepulauan Maluku terdiri atas dua provinsi yaitu Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara yang merupakan pemekaran dari wilayah provinsi Maluku.Kepulauan Maluku terdiri dari 21 daerah otonom baik yang berupa daerah otonom kabupaten maupun daerah otonom kota. Sebagai wilayah kepulauan, Maluku memiliki banyak pulau kecil terluar yang langsung berbatasan dengan negara tetangga. Tabel Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota Di Kepulauan Maluku No Kabupaten/Kota Luas (km 2 ) Kabupaten Persentase Luas Wilayah Jumlah Pulau Jumlah Pulau Berpend uduk Kawasan Perkotaan Utama Tipologi Kawasan Perkotaan Utama 1 Maluku Tenggara ,9 19, Saumlaki Kota Kecil Barat 4 dan Larat 2 Maluku Tenggara 3.410,61 6, Langgur Kota Kecil Elat 3 Maluku Tengah ,5 21, Masohi dan Kota Sedang 7 Wahai 4 Buru 5.466,44 10, Namlea Kota Kecil 5 Kepulauan Aru , Dobo Kota Kecil 6 Seram Bagian Barat 4.046,35 7, Kairatu Piru Kota Sedang Kota Kecil Waisela 7 Seram Bagian Timur 3.952,08 7, Bula Kota Kecil Werinama 8 Malulu Barat Daya 4.581,06 8, Wonrelli Kota Kecil Ilwaki Lurang Tiakur Tepa 9 Buru Selatan 3.780,56 6, Namrole Kota Kecil 10 Ambon 377 0, Ambon Kota Besar 11 Tual 254,39 0, Tual Kota Kecil Maluku Sumber: BPS Provinsi Maluku dan Maluku Utara, 2017, RTRW Provinsi Maluku dan Maluku Utara, RTRW Kabupaten/Kota di Kepulauan Maluku, Buku III RPJMN Apabila dilihat berdasarkan entitas pulau, Pulau Halmahera merupakan pulau terbesar di Kepulauan Maluku dengan luas lebih kurang km 2. Pulau terbesar kedua adalah Pulau Seram dengan luas lebih kurang km 2. Adapun distribusi kabupaten berdasarkan lokasi pulau dan distribusi pulau berpenduduk di Kepulauan Maluku dapat diikuti pada tabel berikut. Tabel Pulau Berpenduduk di Kepulauan Maluku 2016 No Nama Pulau Kabupaten/Kota Penduduk 20 Pulau Buru Buru Buru Selatan Seram Seram Bagian Barat Maluku Tengah Kawasan Perkotaan Namlea Namrole Kairatu Piru Waisela Masohi Wahai Tipologi Kawasan Perkotaan/Perdes aan Kota Kecil Kota Kecil Kota Sedang Kota Kecil Kota Kecil Kota Sedang Kota Sedang

2 No Nama Pulau Kabupaten/Kota Penduduk Seram Bagian Timur Kawasan Perkotaan Bula Werinama Tipologi Kawasan Perkotaan/Perdes aan Kota Kecil Kota Kecil 22 Ambon Kota Ambon Ambon Kota Besar 23 Saparua Maluku Tengah Perdesaan Pesisir 24 Haruku Maluku Tengah Perdesaan Pesisir 25 Nusa Laut Maluku Tengah 5445 Perdesaan Pesisir 26 Kepulauan Banda Maluku Tengah Perdesaan Pesisir 27 Gorom Seram Bagian Timur Perdesaan Pesisir 28 Pulau Panjang Seram Bagian Timur 2073 Perdesaan Pesisir 29 Wakate Seram Bagian Timur 7433 Perdesaan Pesisir 30 Teor Seram Bagian Timur 2842 Perdesaan Pesisir 31 Gorom Timur Seram Bagian Timur 6807 Perdesaan Pesisir 32 Kei Besar Maluku Tenggara Elat Kota Kecil 33 Kei Kecil Maluku Tenggara Langgur Kota Kecil 34 Dullah Kota Tual Tual Kota Kecil 35 Kep. Tayando Tam Kota Tual 6336 Perdesaan Pesisir 36 Kepulauan Kur Kota Tual 2483 Perdesaan Pesisir 37 Kur Selatan Kota Tual 3335 Perdesaan Pesisir 38 Wamar Kepulauan Aru Dobo Kota Kecil 39 Ujir Kepulauan Aru 1105 Perdesaan Pesisir 40 Wokam Kepulauan Aru 7862 Perdesaan Pesisir 41 Trangan Kepulauan Aru Perdesaan Pesisir 42 Workai Kepulauan Aru 4371 Perdesaan Pesisir 43 Turturjuring Kepulauan Aru 418 Perdesaan Pesisir 44 Panambulai Kepulauan Aru 371 Perdesaan Pesisir 45 Barakan Kepulauan Aru 422 Perdesaan Pesisir 46 Kobror Kepulauan Aru Perdesaan Pesisir 47 Lola Kepulauan Aru 165 Perdesaan Pesisir 48 Mariri Kepulauan Aru 300 Perdesaan Pesisir 49 Karawai Kepulauan Aru 300 Perdesaan Pesisir 50 Baun Kepulauan Aru 447 Perdesaan Pesisir 51 Wolfat Kepulauan Aru 258 Perdesaan Pesisir 52 Koba Kepulauan Aru 1117 Perdesaan Pesisir 53 Maekor Kepulauan Aru 2327 Perdesaan Pesisir 54 Watulei Kepulauan Aru 236 Perdesaan Pesisir 55 Aduar Kepulauan Aru 1544 Perdesaan Pesisir 56 Tabar Kepulauan Aru 783 Perdesaan Pesisir 57 Kola Kepulauan Aru 6991 Perdesaan Pesisir 58 Sewer Kepulauan Aru 433 Perdesaan Pesisir 59 Jursiang Kepulauan Aru 488 Perdesaan Pesisir 60 Kongan Kepulauan Aru 825 Perdesaan Pesisir 61 Warialau Kepulauan Aru 790 Perdesaan Pesisir 62 Buar Kepulauan Aru 291 Perdesaan Pesisir 63 Yamdena Maluku Tenggara Barat Saumlaki Kota Kecil 64 Larat Maluku Tenggara Barat Larat Kota Kecil

3 No Nama Pulau Kabupaten/Kota Penduduk Kawasan Perkotaan Tipologi Kawasan Perkotaan/Perdes aan 65 Selaru Maluku Tenggara Barat Selaru Kota Kecil 66 Sera Maluku Tenggara Barat 7825 Perdesaan Pesisir 67 Molu Maru Maluku Tenggara Barat 2927 Perdesaan Pesisir 68 Fordate Maluku Tenggara Barat 5072 Perdesaan Pesisir Ilwaki dan 69 Wetar Maluku Barat Daya 7106 Lurang Kota Kecil 70 Liran Maluku Barat Daya 986 Perdesaan Pesisir 71 Kisar Maluku Barat Daya Wonrelli Kota Kecil 72 Romang Maluku Barat Daya 3976 Perdesaan Pesisir 73 Moa Maluku Barat Daya 7245 Tiakur Kota Kecil 74 Lakor Maluku Barat Daya 2109 Perdesaan Pesisir 75 Letti Maluku Barat Daya 7701 Perdesaan Pesisir 76 Damer Maluku Barat Daya 5691 Perdesaan Pesisir 77 Babar Maluku Barat Daya Tepa Kota Kecil 78 Marsela Maluku Barat Daya 2235 Marsela Kota Kecil 79 Dawelor-Dawera Maluku Barat Daya 1516 Perdesaan Pesisir 80 Sermata Maluku Barat Daya 5365 Perdesaan Pesisir 81 Wetang Maluku Barat Daya 1898 Perdesaan Pesisir Provinsi Maluku Kepulauan Maluku Sumber: BPS Provinsi Maluku dan Maluku Utara, 2017, RTRW Provinsi Maluku dan Maluku Utara, RTRW Kabupaten/Kota di Kepulauan Maluku, Buku III RPJMN Gambaran lebih jelas karakter wilayah Kepulauan Maluku dapat diikuti pada gambar berikut.

4 Gambar Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..1 Wilayah Kepulauan Maluku Berdasarkan Administrasi Kabupaten

5 1.1 Profil Pengembangan Wilayah Wilayah kepulauan Maluku memiliki satu karakteristik yang khas yang akan menjadi satu penciri dalam pengembangan wilayah di masa mendatang. Penciri utama adalah karakter kepulauan yang dipisahkan oleh laut dalam. Karakter geografis ini tentu menjadi satu tantangan dalam rangka mendorong konektivitas antar pulau dan mendorong pemerataan pembangunan di seluruh pulau di Kepulauan Maluku. Adapun uraian lebih lanjut terkait dengan profil pegembangan wilayah Kepulauan Maluku selengkapnya dapat diikuti pada subbab berikut Karakteristik Fisik Alam dan Lingkungan Topografi Kepulauan Maluku memiliki karakter topografi yang beragam baik berupa dataran rendah di pesisir, perbukitan dan pegunungan. Sebagian besar wilayah Kepulauan Maluku memiliki morfologi yang bergunung dan berbukit-bukit. Kepulauan Maluku juga memiliki pulau-pulau vulkanis dan pulau karang, sedangkan sebagian lainnya merupakan dataran. Kondisi topografi Kepulauan Maluku beraneka ragam yaitu mulai dari dataran rendah yang landai, perbukitan dan pegunungan yang curam dan sangat curam dengan bentuk wilayah mulai bentuk pantai, teras berbukit dan pegunungan. Ketinggian tempat bervariasi dari 0 mdpl hingga 3024mdpl. Pulau Halmahera mempunyai banyak pegunungan yang rapat mulai dari Teluk Kao, Teluk Buli, Teluk Weda, Teluk Payahe dan Dodinga. Disetiap daerah terdapat punggung gunung yang merapat ke pesisir, sedangkan pada daerah sekitar Teluk Buli (di Timur) sampai Teluk Kao (di Utara), pesisir barat mulai dari Teluk Jailolo ke utara dan Teluk Weda ke selatan dan utara ditemui daerah dataran yang luas. Topografi pada pulau Halmahera berkisar antara 0mdpl hingga 1634mdpl yang berada pada sekitar Gunung Ibu di Kecamatan Ibu Selatan. Bagian tengah dari Pulau Halmahera merupakan wilayah perbukitan dengan lereng pendek dan curam. Pada sisi barat Pulau Halmahera terdapat Pulau Ternate dan Pulau Tidore yang merupakan pulau yang memiliki gunung berapi aktif. Titik tertinggi pada kedua Pulau tersebut berada di sekitar Gunung Gamalama di Pulau Ternate dan Tidore di Pulau Tidore. Karakter lereng pada kedua pulau curam dengan kisaran kelerengan sebesar 24%-66%. Gambaran lebih rinci pola kelerengan pada beberapa pulau besar di Kepulauan Maluku dapat diikuti pada tabel berikut.

6 T a b e l K e l e r e n g a n P a d a B e b e r a p a P u l a u B e s a r d i K e p u l a u a n M a l u k u Luas Lereng (Ha) Pulau Kabupaten 0-8% % % % % >40% Jumlah Buru Buru % 18% 20% 18% 13% 9% Buru Selatan % 20% 24% 21% 15% 9% Seram Seram Bagian Barat % 21% 23% 19% 12% 6% Maluku Tengah % 24% 17% 14% 10% 8% Seram Bagian Timur % 40% 18% 5% 1% 1% Ambon Kota Ambon % 32% 24% 13% 7% 4% Kei Kecil Maluku Tenggara % 0.5% 0.01% 0% 42% 42% Kei Besar Maluku Tenggara % 36% 25% 12% 5% 5% Dullah Kota Tual % 2% 0% 0% 0% 0% Kep. Aru Kepulauan Aru % 2% 0% 0% 0% 0% Yamdena Maluku Tenggara Barat % 20% 2% 0% 0% 0% Larat Maluku Tenggara Barat % 5% 0% 0% 0% 0% Selaru Maluku Tenggara Barat % 1% 0% 0% 0% 0%

7 Luas Lereng (Ha) Pulau Kabupaten 0-8% % % % % >40% Jumlah Wetar Maluku Barat Daya % 19% 22% 21% 14% 16% Moa Maluku Barat Daya % 6% 2% 1% 0% 0% Lakor Maluku Barat Daya % 1% 0% 0% 0% 0% Letti Maluku Barat Daya % 14% 9% 8% 3% 0% Kisar Maluku Barat Daya % 31% 9% 2% 0% 0% Sumber: SRTM 30, diolah 2017 S e d a n g k a n p a d a P u l a u M o r o t a i, t o p o g r a f i s e c a r a u m u m m e m i li k i k a r a k t e r y a n g s a m a d e n g a n t o p o g r a f i p a d a P u l a u H a l m a h e r a. W i l a y a h y a n g m e m i li k i k e t i n g g i a n p a l i n g ti n g g i t e r d a p a t d i K e c a m a t a n M o r o t a i U t a r a. B a g i a n t e n g a h d a r i P u l a u M o r o t a i m e r u p a k a n p u n c a k - p u n c a k p e r b u k i t a n. G a m b a r a n l e b i h j e l a s k o n d i s i t o p o g r a f i d i P u l a u H a l m a h e r a d a n P u l a u M o r o t a i d a p a t d ii k u t i p a d a g a m b a r b e r i k u t.

8 Sumber: SRTM 30, USGS G a m b a r T o p o g r a f i B u r u - S e r a m

9 Sumber: SRTM 30, USGS G a m b a r T o p o g r a f i K e p u l a u a n T a n i m b a r

10 Karakter sistem permukiman di Kepulauan Maluku yang berada pada tepian pantai dengan kemiringan lereng 0-8% menjadikan upaya penyediaan infrastruktur linear yang menghubungkan antarpusat permukiman tidak membutuhkan perlakuan khusus, kecuali pada Pulau Wetar yang didominasi oleh perbukitan dan pegunungan pengembangan infrastruktur linear yang menghubungkan kota Ilwaki dan Lurang perlu membutuhkan perlakukan khusus berupa pembuatan teras tebing pada perbukitan yang dilewati untuk meminimalkan potensi longsoran Geologi Formasi Geologi Pulau Seram Pulau Seram termasuk ke dalam mandala kepulauan Maluku. Bentuk fisiografi daerah ini merupakan perbukitan bergelombang kuat yang terbentuk oleh aktivitas tektonik yang terjadi di daerah ini. Gaya tektonik tersebut degan arah utama hamper utara selatan mengakibatkan terjadina proses pengangkatan yang membentuk perbukitan yang memanjang timur barat, perlipatan yang diiringi dengan proses pembentukan sesar naik dan sesar geser. Perbukitan yang berada di bagian tengah pulau yang diapit oleh daerah pedataran di bagian utara dan selatan. Puncak tertinggi adalah Gunung Binaya dengan ketinggian ± meter di atas permukaan laut (mdpl). Sungai-sungai yang mengalir dari bagan tengah ke arah selatan di antaranya Sungai Kawa, Sungai Nusulahu, Sungai Salame, Sungai Nua, Sungai Jage, Sungai Walalia, Sungai Wolu, Sungai Fuwa, Sungai Kaba, dan Sungai Taluarang. Selain itu terdapat Sungai Mual, Sungai Isal, Sungai Sariputih, Sungai Samal, dan Sungai Kobi mengalir dari bagian tengah ke arah utara. Pulau ini dibatasi oleh Laut Seram di bagian Utara dan Laut Banda di bagian Selatan.

11 G a m b a r F o r m a s i G e o l o g i P u l a u S e r a m - A m b o n

12 Wilayah Pulau Seram dan Pulau Ambon merupakan bagian dari Busur Banda. Berdasarkan data stratigrafi kedua pula tersebut menunjukkan perkembangan tektonik dari Paleozoik sampai Miosen. Perkembangan tektonik pada kedua pulau sangat erat dengan perkembangan tektonik tepi benua Australia. Interaksi konvergen antara lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik pada Miosen Akhir yang diikuti oleh rotasi Kepala Burung berlawanan arah jarum jam pada Mio-Pliosen telah menyebabkan perkembangan tektonik kedua kawasan itu berbeda, sehingga unit litologi dari Pulau Seram dan Ambon dapat dibedakan menjadi Seri Australia dan Seri Seram. Batuan sedimen tertua di Pulau Seram adalah Formasi Kanikeh yang diendapkan di neritik luar, berupa batupasir dan mudstones dan secara tidak selaras terdapat di atas batuan beku dan batuan metamorfik (basement). Umur dari Formasi Kanikeh adalah Trias Tengah Trias Akhir. Di atas Formasi Kanikeh secara gradasi terdapat Formasi Saman-Saman yang berupa batu gamping. Kemudian secara menjari di atas Formasi Saman-Saman terdapat Formasi Manusela yang berupa batugamping dan diendapkan pada lingkungan neritik batial.kompleks Salas diendapkan di outer shelf bathyal, yang terdiri dari batulempung, mudstones, dan mengandung klastik, bongkah, dan blok dari batuan sebelum mengalami pengangkatan. Selain Kompleks Salas, erosi dari pengangkatan batuan di Pulau Seram ini juga menyebabkan diendapkannya Formasi Wahai yang berupa endapan klastik di outer shelf bathyal pada Pliosen Awal Pleistosen. Di atas Formasi Wahai, terdapat Formasi Fufa yang merupakan endapan laut dangkal (zona neritik) dari erosi ketika proses pengangkatan masih berlangsung pada Awal Pleistosen. Formasi Wahai terdiri dari mudstones, batulempung, batupasir, batulanau, konglomerat, dan batugamping. 4. Fomasi Geologi Pulau Buru Pulau Buru yang terdiri dari Kabupaten Buru dan Buru Selatan merupakan salah satu kawasan di luar busur banda (jalur gunung api) dengan formasi geologi bervariasi antara batuan sedimen dan metamorfik. Dalam Peta sketsa geologi Pulau Buru dan Pulau Seram, ditemukan 3 (tiga) material utama penyusun Pulau Buru. Ketiga formasi dimaksud berada pada bagian selatan, utara dan formasi deposisi di bagian timur laut, yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut: Batuan Sedimen di bagian selatan yang kebanyakan dijumpai pada tempat-tempat dengan permukaan air yang dangkal, Batuan Metamorfik yang mirip dengan tipe batuan benua yang meliputi filit, batu sabak, sekis, arkose serta greywacke meta yang dominan berada pada bagian utara Pulau Buru, Endapan Batuan sedimen berumur neogen bagian atas ditemukan pada bagian timur laut sekitar Kawasan Waeapo tersusun dari endapan Aluvium dan Kolovium berupa bongkahan, kerikil, lanau, konglomerat, lumpur dan gambut. Sedangkan di sepanjang

13 pantai utara terdapat jalur endapan pantai dan aluvio-kolovium yang diselingi dengan terumbu karang angkatan (uplifed coral reef).

14 G a m b a r F o r m a s i G e o l o g i P u l a u B u r u

15 Keberadaan sesar pada masing-masing pulau akan berpengaruh terhadap potensi gerakan tanah dan longsor Iklim dan Curah Hujan Data Curah hujan di Provinsi Maluku Tahun secara umum dapat dilihat dalam Tabel 2.5. Berdasarkan tabel terlihat bahwa wilayah selatan kepulauan Maluku memiliki curah hujan yang sangat rendah, rerata curah hujan dibawah 1500mm per tahun. Kondisi ini menyebabkan ketersediaan air di wilayah pulau kecil terluar juga terbatas. Tabel Curah Hujan Tahunan di Provinsi Maluku (mm) Wilayah Maluku Tenggara Barat Maluku Tenggara Maluku Tengah B u r u Kepulauan Aru Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Maluku Barat Daya Buru Selatan Kota Ambon Tual Sumber: BMKG Maluku Jenis Tanah Maluku merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari kurang lebih pulau besar dan kecil Sebagian besar pulau-pulaunya memiliki ciri yang sama yang dapat diklasifikasikan sebagai pulau-pulau vulkanis dan pulau karang. Tanah dipulau Maluku ini berasal dari pelapukan bahan induk ultra basa dan basa,mencirikan tanah tanah pelapukan lanjut bersifat lateritic mengandung nikel, besi dan kobalt, dengan warna tanah relative seragam menyala merah. Tekstur tanah Umumnya didominasi oleh lanau lempungan dengan kadar fraksi halus mencapai 94% dan hanya sedikit yang bertekstur lanau pasiran (pasir 36%). Pelapukan yang sangat intensif telah menghasilkan tubuh tanah yang cukup tebal dibagian tengah pulau yang mencapai 20m dari permukaan tanah yang cukup tebal di bagian tengah berkembang lapisan tanah regolit berupa bolder ultrabasa berukuran cm yang dibeberapa tempat di atasnya ditutupi lapisan tanah relative tipis 5-10 cm. Berikut ini beberapa jenis tanah yang tersebar di Kepulauan Maluku: 1. Jenis Tanah Mediteran terdapat di Pulau Morotai bagian barat, timur dan selatan, Pulau Doi Kecamatan Loloda.

16 2. Jenis Tanah Podsolik Merah Kuning terdapat di Pulau Halmahera dan Utara ke Selatan, Tobelo, Ibu, Obi bagian Timur, Sanana, Pulau Taliabu, Wasiley, Oba, Weda, Patani dan Maba. 3. Jenis Tanah Kompleks terdapat di Pulau Morotai bagian Barat dan Timur, Obi bagian tengah, Pulau Halmahera bagian tengah sampai timur. 4. Jenis Latosol terdapat di Lologa, Calela, Jailolo bagian Selatan, Cane Barat, Cane Timur, Bacan, Obi, Wasilei, Weda dan Maba. 5. Jenis Tanah Regosol terdapat di Loloda, Calela, Sahu, Kao, Pulau Ternate, Pulau Makian, Pulau Obi di pesisir utara. 6. Jenis Tanah Alivial terdapat di Pulau Obi bagian barat, Pulau Taliabu bagian utara dan tenggara, Oba, Wasilei, Weda, Patani dan Maba. 7. Jenis tanah podzolik aluvium undak, rensina terumbul coral, lithosol seklis habluk, paleogen, dan ulagan paleozoikum banyak terdapat di wilayah propinsi Maluku Tenggara. Gambaran lebih rinci jenis tanah di Kepulauan Maluku dapat diikuti pada gambar berikut.

17 G a m b a r J e n i s T a n a h P u l a S e r a m d s k

18 Kebencanaan Kepulauan Maluku memiliki kerawanan bencana alam yang cukup beragam, mulai dari kerawanan bencana gempa bumi, kerawanan bencana banjir, kerawanan bencana longsor dan kerawanan bencana gunung berapi dan cuaca ekstrim. Berdasarkan pada buku IRBI 2016, wilayah Kepulauan Maluku dikategorikan sebagai wilayah dengan kategori bencana sedang-tinggi.

19 Sumber: IRBI 2016 G a m b a r I n d e k s R i s i k o B e n c a n a M u l t i H a z a r d d i K e p u l a u a n M a l u k u

20 Sumber: Kementeritan ESDM, 2013 BNPB, 2017 G a m b a r P o t e n s i K e r a w a n a n B e n c a n a G e m p a B u m i P u l a u S e r a m - A m b o n - B u r u

21 Sumber: Kementeritan ESDM, 2013 BNPB, 2017 G a m b a r P o t e n s i K e r a w a n a n B e n c a n a L o n g s o r P u l a u S e r a m - A m b o n - B u r u

22 Sumber: Kementeritan ESDM, 2013 BNPB, 2017 G a m b a r P o t e n s i K e r a w a n a n B e n c a n a n B a n j i r P u l a u S e r a m - A m b o n - B u r u

23 Potensi kebencanaan yang terdapat pada Pulau Buru, Seram dan Ambon memberikan ancaman terhadap keberadaan infrastruktur PUPR maupun permukiman di sekitarnya. Jenis infrastruktur PUPR yang berisiko terkena ancaman bencana alam di Pulau Buru, Seram dan Ambon antara lain infrastruktur jalan, infrastruktur bendungan di Pulau Buru. Gambaran lebih rinci infrastruktur PUPR yang memiliki potensi kerawanan bencana alam dapat diikuti pada tabel berikut. Tabel Kerawanan Bencana Alam Pada Infrastruktur Jalan di Pulau Buru, Seram dan Ambon Kode Ruas Nama Ruas Lintas Pulau Panjang (km) Morfologi Tingkat Kerawanan Bencana Gempa Banjir Longsor Gunung Api Rekomendasi JLN. PELABUHAN (AMBON) NON LINTAS Ambon 0.23 Pesisir Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan JLN. YOS SUDARSO NON LINTAS Ambon 0.47 Pesisir Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan (AMBON) JLN. PALA (AMBON) NON LINTAS Ambon 0.04 Pesisir Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan JLN. PANTAI MARDIKA NON LINTAS Ambon 0.81 Pesisir Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan (AMBON) JLN. PANTAI BATU MERAH NON LINTAS Ambon 0.5 Pesisir Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan (AMBON) JLN. SULTAN HASANUDDIN NON LINTAS Ambon 2.36 Berbukit Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan (AMBON) JLN. JEND. SUDIRMAN NON LINTAS Ambon 2.8 Perbukitan Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan (AMBON) JLN. RIJALI (AMBON) NON LINTAS Ambon 1.32 Perbukitan Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan JLN. A. YANI (AMBON) NON LINTAS Ambon 0.54 Pesisir Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan 001.1A JLN. DIPONEGORO NON LINTAS Ambon 0.61 Pesisir Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan (AMBON) 001.1B JLN. AM. SANGAJI (AMBON) NON LINTAS Ambon 0.27 Pesisir Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan JLN. KAPTEN P. TENDEAN (GALALA - PASSO) JLN. WOLTER MONGINSIDI (GALALA - PASSO) 03 JLN. LAKSDYA LEO WATTIMENA (PASSO - DURI) JLN. J. SYARANAMUAL (DURIAN PATAH - LAHA NON LINTAS Ambon 3.5 Perbukitan Tinggi Menengah Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir NON LINTAS Ambon 4.42 Perbukitan Tinggi Menengah Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir NON LINTAS Ambon 5.78 Pesisir Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan NON LINTAS Ambon 3.66 Dataran Rendah Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan JLN. M. PUTUHENA NON LINTAS Ambon Perbukitan Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan (DURIAN PATAH - LAHA) 05 PASSO - TULEHU NON LINTAS Ambon Perbukitan Tinggi Menengah Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir 06 TULEHU - LIANG NON LINTAS Ambon Perbukitan Tinggi Tidak Rawan Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan 07 AMAHAI - MASOHI JALAN Seram 7.08 Pesisir Menengah Menengah Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan LINTAS PULAU SERAM dan Dukungan Pengendalian Banjir 08 MASOHI - MAKARIKI JALAN LINTAS PULAU SERAM Seram 6.06 Dataran Rendah Menengah Menengah Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir

24 Kode Ruas Nama Ruas Lintas Pulau Panjang (km) Morfologi Tingkat Kerawanan Bencana Gempa Banjir Longsor Gunung Api Rekomendasi 09 MAKARIKI - SP. WAIPIA JALAN LINTAS PULAU SERAM 010 SP. WAIPIA - SALEMAN JALAN LINTAS PULAU SERAM 011 SALEMAN - BESI (KM. 50) JALAN LINTAS PULAU SERAM 012 BESI (KM. 50) - WAHAI JALAN LINTAS PULAU SERAM 013 WAHAI - PASAHARI JALAN LINTAS PULAU SERAM 014 PASAHARI - KOBISONTA JALAN LINTAS PULAU SERAM Seram 21.9 Dataran Rendah Menengah Menengah Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir Seram Pegunungan Menengah Tidak Rawan Menengah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan Seram Pegunungan Menengah Rendah Menengah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan Seram Dataran Rendah dan Perbukitan Menengah Rendah Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan Seram Dataran Rendah Menengah Rendah Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan Seram Dataran Rendah Menengah Menengah Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir 015 KOBISONTA - BANGGOI JALAN LINTAS PULAU SERAM 016 BANGGOI - BULA JALAN LINTAS PULAU Seram Dataran Rendah Menengah Menengah Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir Seram 47 Perbukitan Menengah Menengah Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir SERAM 017 PIRU - WAISALA Seram Perbukitan Tinggi Tidak Rawan Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan 018 TANIWEL - SALEMAN Seram Dataran Rendah Menengah Rendah Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan 019 TANIWEL - SP. PELITA JAYA Seram Perbukitan Menengah Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan 020 SP. PELITA JAYA - PIRU Seram Perbukitan Tinggi Rendah Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan 021 PIRU - SP. ETI Seram 7.15 Dataran Rendah Tinggi Menengah Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir 022 SP. ETI - KAIRATU Seram Dataran Rendah Tinggi Menengah Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir

25 Kode Ruas Nama Ruas Lintas Pulau Panjang (km) Morfologi Tingkat Kerawanan Bencana Gempa Banjir Longsor Gunung Api Rekomendasi 023 KAIRATU - WAISELAN JALAN LINTAS PULAU SERAM AKSES PEL. ASDP WAIPIRIT JALAN LINTAS PULAU SERAM 024 WAISELAN - LATU JALAN LINTAS PULAU SERAM 025 LATU - LIANG JALAN LINTAS PULAU SERAM 026 LIANG - SP. WAIPIA JALAN LINTAS PULAU SERAM Seram 7.45 Perbukitan Tinggi Menengah Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir Seram 0.61 Dataran Rendah Tinggi Menengah Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir Seram Perbukitan Tinggi Tidak Rawan Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir Seram Perbukitan Tinggi Menengah Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir Seram Perbukitan Tinggi Menengah Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir 027 AMAHAI - TAMILOUW NON LINTAS Seram 35 Perbukitan Menengah Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan 028 TAMILOW - H A Y A NON LINTAS Seram 42 Perbukitan Menengah Tidak Rawan Menengah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan 029 HAYA - TEHORU Seram Pegunungan Menengah Tidak Rawan Menengah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan 030 TEHORU - LAIMU Seram 45.5 Perbukitan Menengah Tidak Rawan Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan 031 LAIMU - WERINAMA Seram 40.5 Perbukitan dan Pegunungan Menengah Tidak Rawan Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan 032 TELUK BARA - AIR BUAYA JALAN LINTAS PULAU BURU 033 AIR BUAYA - SAMALAGI JALAN LINTAS PULAU BURU 034 SAMALAGI - TUGU NAMLEA JALAN LINTAS PULAU BURU JLN. DERMAGA (NAMLEA) JALAN LINTAS PULAU BURU Buru 30 Perbukitan dan Pesisir Tinggi Rendah Menengah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan Buru Perbukitan Tinggi Rendah Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan Buru Perbukitan Tinggi Rendah Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan Buru 1.72 Dataran Rendah Tinggi Menengah Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir

26 Kode Ruas Nama Ruas Lintas Pulau Panjang (km) Morfologi Tingkat Kerawanan Bencana Gempa Banjir Longsor Gunung Api Rekomendasi 035 SP. NAMLEA - MARLOSO JALAN LINTAS PULAU BURU AKSES PEL. ASDP NAMLEA JALAN LINTAS PULAU BURU 036 MARLOSO - MAKO JALAN LINTAS PULAU BURU 037 MAKO - MODANMOHE JALAN LINTAS PULAU BURU 038 MODANMOHE - NAMROLE JALAN LINTAS PULAU BURU Buru Dataran Rendah Tinggi Menengah Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir Buru 0.22 Dataran Rendah Tinggi Menengah Sangat Rendah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan dan Dukungan Pengendalian Banjir Buru Pegunungan Tinggi Tidak Rawan Menengah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan Buru Pegunungan Tinggi Tidak Rawan Tinggi Tidak Rawan Konstruksi Bangunan Buru 46 Pegunungan Tinggi Tidak Rawan Menengah Tidak Rawan Konstruksi Bangunan Sumber: BPJN XVI Maluku,2017; BNPB, 2017; ESDM, 2017

27 4. Wilayah Kepulauan Kei Sebagian bagian cincin gunung api di sisi selatan Indonesia, Kepulauan Kei memiliki kerawanan bencana alam yang tinggi. Jenis bencana alam di Kepulauan Kei berdasarkan data dari BNPB (2017) mencakup bencana gempa dan bencana akibat cuaca ekstrim. Kerawanan bencana gempa dan cuaca ekstrim pada wilayah Kepulauan Kei masuk dalam kategori kebencanaan tinggi (BNPB, 2017 dan KESDM, 2013). 5. Wilayah Pulau-Pulau Kecil Terluar Wilayah Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) di Kepulauan Maluku mencakup Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Kabupaten Maluku Barat Daya. Sebagaimana kepulauan lain yang berada pada cincin api, PPKT memiliki tingkat keragaman bencana alam. Jenis bencana alam pada wilayah PPKT berdasarkan data BNPB dan data KESDM mencakup bencana gempa bumi dalam skala kebencanaan rendah hingga sangat tinggi. Wilayah dengan skala kebencanaan gempa bumi rendah meliputi wilayah Kepulauan Aru dan sebagian Kepulauan Yamdena. Pada wilayah Kepulauan Tanimbar skala kebencanaan gempa bumi adalah skala kebencanaan menengah dan tinggi. Skala kebencanaan gempa menengah terdapat di Pulau Wetar, Pulau Kisar dan Pulau Romang. Sedangkan skala kegempaan tinggi terdapat di Pulau Letti, Moa, Lakor, Babar, Marsela dan Kepulauan Damer. Gambaran potensi kebencanaan gempa bumi pada wilayah PPKT selengkapnya dapat diikuti pada gambar. Karakter bentang alam yang berbukit dengan lereng curam menjadikan wilayah PPKT juga memiliki kerawanan terhadap bencana longsor dengan skala kebencanaan rendah hingga tinggi. Skala kebencanaan tinggi hanya terdapat di Pulau Wetar sedangkan pulau-pulau lain memiliki skala kebencanaan sangat rendah hingga menengah. Gambaran potensi kebencanaan longsor selengkapnya dapat diikuti pada gambar. Karakter iklim yang cenderung kering, menjadikan wilayah PPKT juga memiliki potensi bencana kekeringan. Berdasarkan pada kajian BNPB dalam buku Risiko Bencana Indonesia 2016 wilayah PPKT memiliki kerawanan bencana skala rendah hingga menengah. Pulau dengan tingkat kerawanan skala menengah terdapat pada wilayah Pulau Wetar, P. Damer, Pulau Babar, P. Marsela, P. Yamdena dan wilayah Kepulauan Aru. Karakter iklim yang cenderung kering dan minimnya air permukaan tentu membutuhkan dukungan infrastruktur untuk penyediaan air dalam bentuk tampungan air hujan yang adaptif terhadap alam dengan evaporasi tinggi.

28 Sumber: BNPB, 2017, Kementerian ESDM, 2013 G a m b a r P e t a K e r a w a n a n B e n c a n a G e m p a B u m i K e p u l a u a n K e i - A r u - Y a m d e n a

29 G a m b a r K e r a w a n a n B e n c a n a L o n g s o r K e p u l a u a n K e i - A r u - Y a m d e n a

30 G a m b a r K e r a w a n a n B a n j i r d i K e p u l a u a n K e i - A r u d a n Y a m d e n a

31 Sumber: BNPB, 2017, Kementerian ESDM, 2013 G a m b a r K e r a w a n a n G e m p a P a d a K e p. T a n i m b a r

32 Sumber: BNPB, 2017, Kementerian ESDM, 2013 G a m b a r K e r a w a n a n B e n c a n a L o n g s o r K e p u l a u a n T a n i m b a r

33 Tabel Potensi Kebencanaan Pada Infrastruktur Jalan Nasional di Kepulauan Kei, Aru, Yamdena dan Tanimbar (PPKT) No Ruas Nama Ruas Lintas Pulau 039 SIWAHAN - ARMA JALAN LINTAS PULAU YAMDENA 040 ARMA - ARUIDAS JALAN LINTAS PULAU YAMDENA 041 ARUIDAS - SP. ILNGEI JALAN LINTAS PULAU YAMDENA JLN. PROF. BOEDIONO (SAUMLAKI) JALAN LINTAS PULAU YAMDENA JLN. IR. SOEKARNO (SAUMLAKI) JALAN LINTAS PULAU YAMDENA JLN. MGR. ALBERTUS SOEGIYAPRANATA (SAUML JALAN LINTAS PULAU YAMDENA JLN. DR. LATUMETEN (SAUMLAKI) JALAN LINTAS PULAU YAMDENA JLN. YOS SUDARSO (SAUMLAKI) JALAN LINTAS PULAU YAMDENA JLN. MATHILDA BATLAYERI (SAUMLAKI) JALAN LINTAS PULAU YAMDENA JLN. PELABUHAN (KOTA TUAL) JLN. PATTIMURA (TUAL - LANGGUR) (KOTA TU JLN. TRIKORA (TUAL - LANGGUR) (KOTA TUAL JLN. JEND. SUDIRMAN (TUAL - LANGGUR) (KO NON LINTAS NON LINTAS NON LINTAS NON LINTAS 044 LANGGUR - IBRA NON LINTAS 045 TUAL - NGADI - TAMEDAN 046 ILWAKI - LURANG NON LINTAS 047 IBRA - DANAR 048 DOBO (BBM) - DERMAGA POPJETUR - BATU 049 GOYANG 050 LARAT - LAMDESAR TIMUR 051 ADAUT - KANDAR 052 TEPA - MASBUAR - LETWURUNG 053 LINGKAR P. MARSELA 054 TIAKUR - WEET Yamdena Yamdena Yamdena Yamdena Yamdena Yamdena Yamdena Yamdena Yamdena Kei Kecil Kei Kecil Kei Kecil Kei Kecil Kei Kecil Kei Kecil Wetar Kei Kecil Wamar Kep. Aru Larat Selaru Babar Marsela Moa Panjang (km) Morfologi Tingkat Kerawanan Bencana Gempa Banjir Longsor Gunung Api 45 Dataran Rendah Menengah Rendah Sangat Rendah Tidak Rawan 51 Dataran Rendah Rendah Rendah Sangat Rendah Tidak Rawan Pesisir Rendah Rendah Rendah Tidak Rawan 7.06 Pesisir Rendah Rendah Rendah Tidak Rawan 4.15 Pesisir Rendah Rendah Rendah Tidak Rawan 0.68 Pesisir Rendah Rendah Rendah Tidak Rawan 0.62 Pesisir Rendah Rendah Rendah Tidak Rawan 0.54 Pesisir Rendah Rendah Rendah Tidak Rawan 0.26 Pesisir Rendah Rendah Rendah Tidak Rawan 0.26 Dataran Rendah Tinggi Tidak Rawan Sangat Rendah Tidak Rawan 0.73 Dataran Rendah Tinggi Tidak Rawan Sangat Rendah Tidak Rawan 0.47 Dataran Rendah Tinggi Tidak Rawan Sangat Rendah Tidak Rawan 2.67 Dataran Rendah Tinggi Tidak Rawan Sangat Rendah Tidak Rawan Dataran Rendah Tinggi Tidak Rawan Sangat Rendah Tidak Rawan 17.2 Dataran Rendah Tinggi Tidak Rawan Sangat Rendah Tidak Rawan 50 Dataran Rendah Menengah Tidak Rawan Rendah-Menengah Tidak Rawan Dataran Rendah Tinggi Rendah Sangat Rendah Tidak Rawan 13.2 Dataran Rendah Rendah Rendah Sangat Rendah Tidak Rawan 25 Pesisir Rendah Rendah Sangat Rendah Tidak Rawan 48 Pesisir Menengah Rendah Sangat Rendah Tidak Rawan 22 Pesisir Menengah Rendah Sangat Rendah Tidak Rawan 45 Pesisir Menengah Tidak Rawan Rendah-Menengah Tidak Rawan 34 Pesisir Menengah Tidak Rawan Sangat Rendah Tidak Rawan Dataran Rendah Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Rekomendasi Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan

34 No Ruas Nama Ruas Lintas Pulau 055 LAITUTUN - TUTUKEI 056 TUTUKEI - NUWEWANG 057 PELABUHAN - WONRELI - LAPTER 058 MANOHA - PELABUHAN Sumber: BPJN XVI Maluku,2017; BNPB, 2017; ESDM, 2017 Letti Letti Kisar Liran Panjang (km) Morfologi Tingkat Kerawanan Bencana Gempa Banjir Longsor Gunung Api 8.16 Pesisir Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan 7.47 Pesisir Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan 17.5 Dataran Rendah Tinggi Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan 8.3 Pesisir Menengah Tidak Rawan Rendah Tidak Rawan Rekomendasi Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan

35 Tata Guna Lahan Kepulauan Maluku memiliki penggunaan lahan yang didominasi oleh kawasan hutan yang tersebar secara merata pada setiap pulau. Luas kawasan hutan di Kepulauan Maluku mencapai 71% dari total luas daratan yang ada di Kepulauan Maluku. Besaran ini tidak terlepas dari masih minimnya tekanan terhadap kawasan hutan akibat perkembangan penduduk. Tekanan terhadap eksistensi hutan di wilayah kepulauan Maluku kelihatanya hanya akan berasal dari aktivitas pertambangan yang tersebar pada hampir setiap pulau. Untuk memberikan gambaran lebih rinci kondisi penggunaan lahan di Kepulauan Maluku selengkapnya dapat diikuti pada tabel berikut. Tabel Kondisi Penggunaan Lahan di Kepulauan Maluku 2016 No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Prosentase 1 Hutan Rimba 6,091, % 2 Semak Belukar / Alang Alang 1,257, % 3 Tegalan / Ladang 359, % 4 Perkebunan / Kebun 50, % 5 Permukiman dan Tempat Kegiatan 41, % 6 Sawah 14, % 7 Pelabuhan Udara Domestik % 8 Pelabuhan Udara Perintis % 9 Pasir / Bukit Pasir Darat 7, % 10 Pasir / Bukit Pasir Laut 640, % 11 Air Danau / Situ 6, % 12 Air Empang % 13 Air Rawa 58, % 14 Air Tambak % 15 Air Tawar Sungai 21, % 16 Perairan Lainnya % 8,549, % Sumber: Peta RBI BIG, 2013 update Arcgis Imagery, 2016

36 Sistem permukiman di Kepulauan Maluku memiliki karakter permukiman pesisir dengan jarak antar permukiman yang berjauhan. Permukiman terbesar terdapat pada Pulau Halmahera, P. Bacan, Pulau Ambon dan Pulau Seram. Pola permukiman di wilayah kepulauan Maluku memiliki pola yanng cenderung linear mengikuti sistem jaringan jalan yang melingkari pulau. Kondisi ini tergambar jelas dari karakter kepulauan di Ternate, Tidore, Morotai, Halmahera, Bacan, Buru, Seram dan Ambon yang merupakan pusat permukiman terbesar di Kepulauan Maluku Gambaran lebih jelas pola permukiman di Kepulauan Maluku dapat diikuti pada gambar berikut.

37 G a m b a r P o l a P e r m u k i m a n d i K e p u l a u a n M a l u k u

38 Ruas jalan nasional yang berada di Kepulauan Maluku mayoritas berada pada kawasan hutan produksi. Ruas jalan nasional yang berada pada kawasan lindung antara lain ruas jalan nasional yang menghubungkan wilayah Kabupaten Halmahera Timur dengan Kabupaten Halmahera Barat pada ruas Kao-Boso dan ruas penghubung antara Weda dan Payahe. Gambaran lebih jelas kawasan hutan pada wilayah Pulau Halmahera yang dilintasi jaringan jalan nasional dapat diikuti pada gambar berikut. Gambar Kawasan Hutan Di Pulau Morotai dan Halmahera-Bacan Pada wilayah Pulau Seram terdapat ruas yang melintasi kawasan hutan lindung dan kawasan Taman Nasional Manusela yaitu ruas yang mennghubungkan antara Masohi menuju Saleman dan Saleman menuju Besi. Gambaran lebih jelas ruas jalan nasional yang melintasi kawasan lindung di Pulau Seram dapat diikuti pada gambar berikut.

39 Gambar Ruas Jalan Yang Melintas Pada Kawasan Lindung di Pulau Seram Pada ruas-ruas jalan yang melintas pada kawasan lindung baik berupa hutan lindung maupun taman nasional perlu mendapatkan perlakukan khusus agar aktivitas lalu lintas tidak mengancam kelestarian alam di sekitarnya. Pembuatan rambu lintasan satwa pada kawasan taman nasional perlu ditambahkan serta pembatasan terhadap angkutan yang melewati ruas jalan tersebut, misalnya dengan pembatasan jenis kendaraan yang boleh melintas. Pembatasan ini selain untuk perlindungan keanekaragaman hayati juga dilakukan dalam rangka perlindungan terhadap keselamatan berkendara mengingat pada ruas yang melintas taman nasional manusela memiliki kesulitan yang cukup tinggi bagi pengendara. Kejadian kecelakaan berupa truk terguling sering terjadi pada ruas jalan ini Profil Kependudukan Distribusi dan Kepadatan Penduduk Wilayah Kepulauan Maluku memiliki jumlah penduduk lebih kurang 2,9 juta jiwa pada Jumlah penduduk terbanyak berada pada wilayah Provinsi Maluku sebesar 1,7 juta jiwa. Meskipun memiliki jumlah penduduk yang besar, tetapi pola kepadatan cenderung tidak merata dan hanya terkonsentrasi pada wilayah otonom perkotaan seperti di Kota Ambon, Kota Ternate, Kota Tual dan Kota Tidore.

40 Pada wilayah Provinsi Maluku, jumlah penduduk terbesar terdapat di wilayah Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah dengan jumlah penduduk masing-masing adalah 427 ribu jiwa (Kota Ambon) dan 370 ribu jiwa (Maluku Tengah). Wilayah otonom dengan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di wilayah Kabupaten Buru Selatan. Perkembangan penduduk pada masing-masing kabupaten/kota di Kepulauan Maluku memiliki pertumbuhan yang positif. Apabila mengikuti kecenderungan pertumbuhan yang ada, diperkirakan jumlah penduduk di wilayah Kepulauan Maluku akan menjadi 4.1 juta jiwa, dengan perincian penduduk di Provinsi Maluku akan bertambah menjadi 2.4 juta jiwa pada 2035 dan penduduk Provinsi Maluku Utara akan menjadi 1.7 juta jiwa pada Gambaran lebih rinci jumlah dan distribusi penduduk di Kepulauan Maluku selengkapnya dapat diikuti pada tabel dan gambar.

41 Pulau Kabupaten/Kota T a b e l D i s t r i b u s i P e n d u d u k d i K e p u l a u a n M a l u k u Jenis Perkotaan Luas Wilayah (km2) Jumlah Penduduk (Jiwa) Yamdena, Larat, Maluku Tenggara Fordate, Selaru Barat Kei Besar dan Kei Kecil Maluku Tenggara Seram, Haruku, Banda Maluku Tengah Buru Buru Warmar, Kola, Wokam, Waikor, Trangan, Koba, Batugoyang, Kepulauan Aru Penambulai, Workai, Aun Seram Seram Bagian Barat Seram Seram Bagian Timur Wetar, Damer, Letti, Kisar, Moa, Lakor, Babar, Maluku Barat Daya Romang, Marsela Buru Buru Selatan Ambon Kota Ambon Dullah Kota Tual Sumber: BPS Maluku, 2017 Maluku

42 T a b e l P r a k i r a a n J u m l a h P e n d u d u k K a b u p a t e n / K o t a d i K e p u l a u a n M a l u k u P u l a u K a b u p a t e n / K o t a L u a s W i l a y a h ( k m 2 ) P r a k i r a a n P e n d u d u k Y a m d e n a, L a r at, F o r d a t e, S el a r u M a l u k u T e n g g a r a B a r a t K e i B e s a r d a n K e i K e c i l M a l u k u T e n g g a r a S e r a m, H a r u k u, B a n d a M a l u k u T e n g a h B u r u B u r u W a r m a r, K ol a, W o k a m, W a i k o r, T r a n g a n, K o b a, B a t u g o y a n g, P e n a m b u l ai, W o r k a i, A u n K e p u l a u a n A r u S e r a m S e r a m B a g i a n B a r at S e r a m S e r a m B a g i a n T i m u r W e t a r, D a m e r, L e t t i, K i s a r, M o a, L a k o r, B a b a r, R o m a n g, M a r s e l a M a l u k u B a r at D a y a B u r u B u r u S e l at a n A m b o n K o t a A m b o n K e i K e c i l K o t a T u a l M a l u k u K e p u l a u a n M a l u k u T a b e l P r a k i r a a n J u m l a h P e n d u d u k K a b u p a t e n / K o t a d i K e p u l a u a n M a l u k u ( l a n j u t a n ) P u l a u K a b u p a t e n / K o t a L u a s W i l a y a h ( k m 2 ) P r a k i r a a n P e n d u d u k Y a m d e n a, L a r at, F o r d a t e, S el a r u M a l u k u T e n g g a r a B a r a t

43 P u l a u K a b u p a t e n / K o t a L u a s W i l a y a h ( k m 2 ) P r a k i r a a n P e n d u d u k K e i B e s a r d a n K e i K e c i l S e r a m, H a r u k u, B a n d a B u r u W a r m a r, K ol a, W o k a m, W a i k o r, T r a n g a n, K o b a, B a t u g o y a n g, P e n a m b u l ai, W o r k a i, A u n S e r a m S e r a m W e t a r, D a m e r, L e t t i, K i s a r, M o a, L a k o r, B a b a r, R o m a n g, M a r s e l a B u r u A m b o n K e i K e c i l M a l u k u T e n g g a r a M a l u k u T e n g a h B u r u K e p u l a u a n A r u S e r a m B a g i a n B a r at S e r a m B a g i a n T i m u r M a l u k u B a r at D a y a B u r u S e l at a n K o t a A m b o n K o t a T u a l M a l u k u K e p u l a u a n M a l u k u T a b e l P r a k i r a a n J u m l a h P e n d u d u k K a b u p a t e n / K o t a d i K e p u l a u a n M a l u k u ( l a n j u t a n ) P u l a u K a b u p a t e n / K o t a L u a s W i l a y a h ( k m 2 ) P r a k i r a a n P e n d u d u k Y a m d e n a, L a r at, F o r d a t e, S el a r u K e i B e s a r d a n K e i K e c i l S e r a m, H a r u k u, B a n d a B u r u M a l u k u T e n g g a r a B a r a t M a l u k u T e n g g a r a M a l u k u T e n g a h B u r u

44 P u l a u K a b u p a t e n / K o t a L u a s W i l a y a h ( k m 2 ) P r a k i r a a n P e n d u d u k W a r m a r, K ol a, W o k a m, W a i k o r, T r a n g a n, K o b a, B a t u g o y a n g, P e n a m b u l ai, W o r k ai, A u n K e p u l a u a n A r u S e r a m S e r a m B a g i a n B a r a t S e r a m S e r a m B a g i a n T i m u r W e t a r, D a m e r, L e t t i, K i s a r, M o a, L a k o r, B a b a r, R o m a n g, M a r s e l a M a l u k u B a r at D a y a B u r u B u r u S e l at a n A m b o n K o t a A m b o n K e i K e c i l K o t a T u a l M a l u k u K e p u l a u a n M a l u k u S u m b e r : A n a l i s i s,

45 Pertumbuhan penduduk di Kabupaten/Kota di Kepulauan Maluku relatif rendah. Kondisi ini menyebabkan pertambahan penduduk pada masing-masing kabupaten juga tidak terlalu tinggi. Kabupaten dengan pertumbuhan tertinggi terdapat di Kabupaten Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..1 Laju pertumbuhan penduduk di Kepulauan Maluku No Pulau Kabupaten/Kota Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk 11 Yamdena, Larat, Fordate, Selaru Maluku Tenggara Barat % 1.73% -1.00% 0.85% 0.76% 0.60% 12 Kei Besar dan Kei Kecil Maluku Tenggara 2.07% 1.74% -2.08% 0.41% 0.21% 0.41% 13 Seram, Haruku, Banda Maluku Tengah 2.02% 1.73% -2.19% 0.30% 0.28% 0.33% 14 Buru Buru 4.23% 1.74% 4.50% 3.20% 3.13% 3.02% 15 Warmar, Kola, Wokam, Waikor, Trangan, Koba, Batugoyang, Penambulai, Workai, Aun Kepulauan Aru 2.95% 1.75% 0.69% 1.42% 1.42% 1.43% 16 Seram Seram Bagian Barat 17 Seram Seram Bagian Timur 18 Wetar, Damer, Letti, Maluku Barat Kisar, Moa, Lakor, Daya Babar, Romang, Marsela 2.15% 1.74% -1.75% 0.41% 0.39% 0.32% 3.07% 1.75% 0.97% 1.71% 1.60% 1.49% 1.44% 1.74% -1.75% 0.42% 0.38% 0.30% 19 Buru Buru Selatan 3.23% 1.74% 1.45% 1.76% 1.88% 1.75% 20 Ambon Kota Ambon 5.18% 1.74% 7.10% 4.16% 4.10% 3.96% 21 Dullah Kota Tual 4.07% 1.75% 4.11% 2.89% 2.89% 2.81% Sumber: BPS Maluku 2017 Kepadatan penduduk rata-rata per kabupaten/kota di wilayah Kepulauan Maluku pada 2016 adalah sebesar 185 jiwa per km 2. Daerah otonom paling tinggi kepadatannya adalah Kota Ternate (1936 jiwa/km 2 ) dan Kota Ambon (1191 jiwa per km 2 ). Sedangkan daerah otonom dengan kepadatan paling rendah adalah Kabupaten Maluku Barat Daya dengan kepadatan penduduk 8 jiwa per km 2. Gambaran lebih rinci dari pola kepadatan penduduk di Kepulauan Maluku selengkapnya dapat diikuti pada tabel 2.16 berikut.

46 Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen. Pola Kepadatan Penduduk di Kepulauan Maluku Pulau Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) Kabupaten/Kota Yamdena, Larat, Fordate, Selaru Maluku Tenggara Barat Kei Besar dan Kei Kecil Maluku Tenggara Seram, Haruku, Banda Maluku Tengah Buru Buru Warmar, Kola, Wokam, Waikor, Trangan, Koba, Batugoyang, Penambulai, Workai, Aun Kepulauan Aru Seram Seram Bagian Barat Seram Seram Bagian Timur Wetar, Damer, Letti, Kisar, Moa, Lakor, Babar, Romang, Marsela Maluku Barat Daya Buru Buru Selatan Ambon Kota Ambon Kei Kecil Kota Tual Sumber: BPS Maluku 2017 Maluku Sedangkan pada wilayah Pulau Pulau Kecil Terluar yang berada di wilayah selatan Kepulauan Maluku distribusi penduduk relatif lebih merata, jumlah penduduk pada masing-masing kabupaten rata-rata dibawah angka 120 ribu jiwa. Penduduk paling banyak terdapa di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Apabila dirinci per kecamatan, jumlah penduduk tertinggi berada di Kecamatan Pulau-Pulau Aru di Kabupaten Kepulauan Aru dengan jumlah penduduk sekitar 39 ribu jiwa. Adapun secara lebih rinci distribusi penduduk pada wilayah pulau pulau kecil terluar dapat diikuti pada tabel berikut. Tabel Distribusi Penduduk Per Kecamatan Pada Wilayah Pulau-Pulau Kecil Terluar Perbatasan Negara No Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk A Maluku Tenggara Barat 110, Kepadatan (Jiwa/Km2) 1 Tanimbar Selatan , Wertamrian 1, , Wermaktian 2, , Selaru , Tanimbar Utara 1, , Yaru ,

47 No Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk Kepadatan (Jiwa/Km2) 7 Wuarlabobar , Nirunmas 1, , Kormomolin , Molu Maru , B Maluku Tenggara 98, Kei Kecil , Kei Kecil Barat , Kei Kecil Timur , Hoat Sorbay , Manyeuw , Kei Kecil Timur Selatan , Kei Besar , Kei Besar Utara Timur , Kei Besar Selatan , Kei Besar Utara Barat , Kei Besar Selatan Barat , C Kepulauan Aru 91, Pulau-pulau Aru , Aru Utara , Aru Utara Timur Batuley , Sir-sir , Aru Tengah 1, , Aru Tengah Timur , Aru Tengah Selatan , Aru Selatan , Aru Selatan Utara , Aru Selatan Timur , D Maluku Barat Daya 72, Wetar 1, , Wetar Barat , Wetar Utara , Wetar Timur , PP. Terselatan 17, , Kisar Utara , Kep. Romang , Letti 27, , Moa , Lakor , Damer , Mdona Hyera , PP. Babar 19, , P. Wetang , Babar Timur , P. Masela ,

48 No Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk Kepadatan (Jiwa/Km2) 17 Dawelor Dawera , E Tual 67, P. P. Kur , Kur Selatan , Tayando Tam , P. Dullah Utara , P. Dullah Selatan , Sumber: BPS Maluku, 2017 Prakiraan Penduduk pada wilayah Pulau Kecil Terluar diperkirakan akan berjumlah 770 ribu jiwa pada Gambaran lebih rinci prakiraan penduduk per kecamatan pada wilayah PPKT dapat diikuti pada tabel berikut.

49 T a b e l P r a k i r a a n P e n d u d u k p a d a w i l a y a h P u l a u - P u l a u K e c i l T e r l u a r No J u m l a h K a b u p a t e n / K o t a, L u a s ( K m 2 ) P e n d u d u k K e c a m a t a n ( J i w a ) A M a l u k u T e n g g a r a B a r a t T a n i m b a r S e l a t a n , W e r t a m r i a n 1, , W e r m a k t i a n 2, , S e l a r u , T a n i m b a r U t a r a 1, , Y a r u , W u a r l a b o b a r , N i r u n m a s 1, , K o r m o m o l i n , M o l u M a r u , B M a l u k u T e n g g a r a K e i K e c i l , K e i K e c i l B a r a t , K e i K e c i l Ti m u r , H o a t S o r b a y , M a n y e u w , K e i K e c i l Ti m u r S e l a t a n , K e i B e s a r , K e i B e s a r U t a r a T i m u r , K e i B e s a r S e l a t a n , K e i B e s a r U t a r a B a r a t , K e i B e s a r S e l a t a n B a r a t , C K e p u l a u a n A r u P u l a u - p u l a u A r u , A r u U t a r a , A r u U t a r a T i m u r B a t u l e y ,

50 No J u m l a h K a b u p a t e n / K o t a, L u a s ( K m 2 ) P e n d u d u k K e c a m a t a n ( J i w a ) S i r - s i r , A r u T e n g a h 1, , A r u T e n g a h T i m u r , A r u T e n g a h S e l a t a n , A r u S e l a t a n , A r u S e l a t a n U t a r a , A r u S e l a t a n T i m u r , D M a l u k u B a r a t D a y a W e t a r 1, , W e t a r B a r a t , W e t a r U t a r a , W e t a r T i m u r , P P. T e r s e l a t a n 1 7, , K i s a r U t a r a , K e p. R o m a n g , L e t ti 2 7, , M o a , L a k o r , D a m e r , M d o n a H y e r a , P P. B a b a r 1 9, , P. W e t a n g , B a b a r T i m u r , P. M a s e l a , D a w e l o r D a w e r a , E T u a l P. P. K u r , K u r S e l a t a n ,

51 No K a b u p a t e n / K o t a, K e c a m a t a n L u a s ( K m 2 ) J u m l a h P e n d u d u k ( J i w a ) T a y a n d o T a m , P. D u l l a h U t a r a , P. D u l l a h S e l a t a n , P P K T Sumber: Analisis, 2017 T a b e l P r a k i r a a n P e n d u d u k p a d a w i l a y a h P u l a u - P u l a u K e c i l T e r l u a r No J u m l a h K a b u p a t e n / K o t a L u a s P e n d u d u k K e c a m a t a n ( K m 2 ) ( J i w a ) A M a l u k u T e n g g a r a B a r a t T a n i m b a r S e l a t a n , W e r t a m r i a n 1, , W e r m a k t i a n 2, , S e l a r u , T a n i m b a r U t a r a 1, , Y a r u , W u a r l a b o b a r , N i r u n m a s 1, , K o r m o m o l i n , M o l u M a r u , B M a l u k u T e n g g a r a K e i K e c i l , K e i K e c i l B a r a t , K e i K e c i l Ti m u r , H o a t S o r b a y , M a n y e u w , K e i K e c i l Ti m u r S e l a t a n ,

52 No J u m l a h K a b u p a t e n / K o t a L u a s P e n d u d u k K e c a m a t a n ( K m 2 ) ( J i w a ) K e i B e s a r , K e i B e s a r U t a r a T i m u r , K e i B e s a r S e l a t a n , K e i B e s a r U t a r a B a r a t , K e i B e s a r S e l a t a n B a r a t , C K e p u l a u a n A r u P u l a u - p u l a u A r u , A r u U t a r a , A r u U t a r a T i m u r B a t u l e y , S i r - s i r , A r u T e n g a h 1, , A r u T e n g a h T i m u r , A r u T e n g a h S e l a t a n , A r u S e l a t a n , A r u S e l a t a n U t a r a , A r u S e l a t a n T i m u r , D M a l u k u B a r a t D a y a W e t a r 1, , W e t a r B a r a t , W e t a r U t a r a , W e t a r T i m u r , P P. T e r s e l a t a n 1 7, , K i s a r U t a r a , K e p. R o m a n g , L e t ti 2 7, , M o a , L a k o r , D a m e r ,

53 No K a b u p a t e n / K o t a K e c a m a t a n L u a s ( K m 2 ) J u m l a h P e n d u d u k ( J i w a ) M d o n a H y e r a , P P. B a b a r 1 9, , P. W e t a n g , B a b a r T i m u r , P. M a s e l a , D a w e l o r D a w e r a , E T u a l P. P. K u r , K u r S e l a t a n , T a y a n d o T a m , P. D u l l a h U t a r a , P. D u l l a h S e l a t a n , P P K T Sumber: Analisis, 2017 T a b e l P r a k i r a a n P e n d u d u k p a d a w i l a y a h P u l a u - P u l a u K e c i l T e r l u a r No J u m l a h K a b u p a t e n / K o t a L u a s P e n d u d u k K e c a m a t a n ( K m 2 ) ( J i w a ) A M a l u k u T e n g g a r a B a r a t T a n i m b a r S e l a t a n , W e r t a m r i a n 1, , W e r m a k t i a n 2, , S e l a r u , T a n i m b a r U t a r a 1, , Y a r u , W u a r l a b o b a r , N i r u n m a s 1, ,

54 No J u m l a h K a b u p a t e n / K o t a L u a s P e n d u d u k K e c a m a t a n ( K m 2 ) ( J i w a ) K o r m o m o l i n , M o l u M a r u , B M a l u k u T e n g g a r a K e i K e c i l , K e i K e c i l B a r a t , K e i K e c i l Ti m u r , H o a t S o r b a y , M a n y e u w , K e i K e c i l Ti m u r S e l a t a n , K e i B e s a r , K e i B e s a r U t a r a T i m u r , K e i B e s a r S e l a t a n , K e i B e s a r U t a r a B a r a t , K e i B e s a r S e l a t a n B a r a t , C K e p u l a u a n A r u P u l a u - p u l a u A r u , A r u U t a r a , A r u U t a r a T i m u r B a t u l e y , S i r - s i r , A r u T e n g a h 1, , A r u T e n g a h T i m u r , A r u T e n g a h S e l a t a n , A r u S e l a t a n , A r u S e l a t a n U t a r a , A r u S e l a t a n T i m u r , D M a l u k u B a r a t D a y a W e t a r 1, , W e t a r B a r a t ,

55 No K a b u p a t e n / K o t a K e c a m a t a n L u a s ( K m 2 ) J u m l a h P e n d u d u k ( J i w a ) W e t a r U t a r a , W e t a r T i m u r , P P. T e r s e l a t a n 1 7, , K i s a r U t a r a , K e p. R o m a n g , L e t ti 2 7, , M o a , L a k o r , D a m e r , M d o n a H y e r a , P P. B a b a r 1 9, , P. W e t a n g , B a b a r T i m u r , P. M a s e l a , D a w e l o r D a w e r a , E T u a l P. P. K u r , K u r S e l a t a n , T a y a n d o T a m , P. D u l l a h U t a r a , P. D u l l a h S e l a t a n , P P K T Sumber: Analisis, 2017

56 Berdasarkan pada gambar terlihat jelas bahwa pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/kota pada 2016 berada diatas pertumbuhan ekonomi nasional. Kondisi ini mengindikasikan kebijakan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah mulai terlihat hasilnya. Diharapkan dukungan infrastruktur PUPR akan semakin memperkuat perekonomian wilayah dan mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang mampu dirasakan manfaatnya oleh seluruh penduduk. Struktur perekonomian Provinsi Maluku dan Maluku utara kurang lebih memiliki karakter yang sama dengan Pulau Papua, dimana sektor pertanian dalam arti luas masih menjadi sektor utama penopang perekonomian wilayah, disusul sektor perdagangan dan jasa, industri pengolahan dan pertambangan. Sektor pertanian cenderung mengalami penurunan peran dari tahun ke tahun, kondisi ini tidak terlepas dari kontribusi sektor pertanian terhadap peningkatan pendapatan petani, sehingga para petani cenderung beralih fungsi mata pencaharian lain. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih merata maka upaya pengembangan infrastruktur PUPR untuk menopang sistem produksi di masing-masing pulau sangat dibutuhkan. Pengembangan infrastruktur yang sangat dibutuhkan dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian wilayah di Kepulauan Maluku adalah infrastruktur yang berkaitan atau mendukung sistem produksi pertanian tanaman pangan dan perikanan serta sistem infrastruktur yang mendukung sistem distribusi logistik dari pusat-pusat produksi pertanian menuju pusat pemasaran dan pusat-pusat pusat permukiman di masing-masing pulau. Keberadaan infrastruktur penunjang distribusi barang akan sangat membantu dalam rangka meningkatkan arus barang antar pulau di wilayah Kepulauan Maluku. Pengembangan infrastruktur penghubung antar pusat produksi pertanian pada kawasan perdesaan perlu mendapatkan skala prioritas dalam pembangunan jangka menengah Pengembangan infrastruktur ini diharapkan akan mendorong perkembangan aktivitas ekonomi dan memperkuat rantai nilai produksi yang akan memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan dan perekonomian wilayah. Dengan perkembangan sistem rantai nilai ekonomi maka konsep WPS yang didorong oleh kementerian PUPR akan dapat menemui sasaran yang diharapkan yaitu memperkuat sistem klaster ekonomi pada masing-masing WPS. Gambaran lebih jelas struktur perekonomian Provinsi Maluku dan Maluku Utara dapat diikuti pada tabel dan grafik berikut. Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..2 Struktur Perekonomian Provinsi Maluku

57 Uraian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 26.2% 25.4% 25.2% 24.9% 24.8% 23.8% 23.6% Pertambangan dan Penggalian 3.1% 3.3% 3.2% 3.1% 3.5% 3.3% 3.2% Industri Pengolahan 5.5% 5.4% 5.3% 5.4% 5.5% 5.4% 5.4% Pengadaan Listrik, Gas 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0.5% 0.5% 0.5% 0.5% 0.5% 0.5% 0.5% Konstruksi 6.5% 6.7% 6.7% 6.8% 6.9% 6.9% 6.8% Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 13.8% 13.8% 14.2% 14.5% 14.1% 14.3% 14.4% Transportasi dan Pergudangan 5.4% 5.4% 5.3% 5.4% 5.5% 5.5% 5.4% Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.7% Informasi dan Komunikasi 3.6% 3.6% 3.6% 3.8% 3.8% 3.9% 4.0% Jasa Keuangan dan Asuransi 3.1% 3.5% 3.5% 3.7% 3.7% 3.7% 3.8% Real Estate 0.4% 0.4% 0.4% 0.4% 0.4% 0.4% 0.3% Jasa Perusahaan 1.1% 1.1% 1.1% 1.1% 1.1% 1.0% 1.0% Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 18.7% 19.2% 19.6% 19.4% 19.2% 20.0% 20.2% Jasa Pendidikan 5.8% 5.5% 5.3% 5.3% 5.4% 5.5% 5.6% Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 2.4% 2.4% 2.4% 2.3% 2.2% 2.2% 2.2% Jasa lainnya 2.0% 1.9% 1.8% 1.7% 1.7% 1.7% 1.7% Sumber: BPS Maluku, 2017 Gambar Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..2 Struktur Perekonomian Provinsi Maluku 2010 dan 2016 Sumber: BPS Maluku, 2017

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG KEPULAUAN MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG KEPULAUAN MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG KEPULAUAN MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MASTER PLAN & DEVELOPMENT PLAN KEPULAUAN MALUKU

MASTER PLAN & DEVELOPMENT PLAN KEPULAUAN MALUKU MASTER PLAN & DEVELOPMENT PLAN KEPULAUAN MALUKU PUSAT PERENCANAAN INFRASTRUKTUR PUPR BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT JL. PATTIMURA 20, KEBAYORAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2014 PEMERINTAHAN. Wilayah. Rencana Tata Ruang. Kepulauan Maluku.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2014 PEMERINTAHAN. Wilayah. Rencana Tata Ruang. Kepulauan Maluku. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2014 PEMERINTAHAN. Wilayah. Rencana Tata Ruang. Kepulauan Maluku. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG KEPULAUAN

Lebih terperinci

Lampiran I.81 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran I.81 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran I.8 /Kpts/KPU/TAHUN 0 9 MARET 0 ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH KURSI DP Meliputi Kab/Kota 9. KOTA AMBON 90.85 DP Meliputi Kab/Kota 5.

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI AGAMA AMBON Jln. Kebun Cengkeh Batu Merah Atas (0911) Fax (0911)

PENGADILAN TINGGI AGAMA AMBON Jln. Kebun Cengkeh Batu Merah Atas (0911) Fax (0911) [ PENGADILAN TINGGI AGAMA AMBON Jln. Kebun Cengkeh Batu Merah Atas (0911) 341171 Fax (0911) 355296 AMBON 97128 web : www.pta-ambon.go.id e-mail : surat@pta-ambon.go.id PETA WILAYAH YURIDIKSI PENGADILAN

Lebih terperinci

DAMPAK BENCANA ALAM (CUACA EKSTRIM) TERHADAP INFRASTRUKTUR JALAN BAHAN JUMPA PERS DITJEN BINAMARGA

DAMPAK BENCANA ALAM (CUACA EKSTRIM) TERHADAP INFRASTRUKTUR JALAN BAHAN JUMPA PERS DITJEN BINAMARGA DAMPAK BENCANA ALAM (CUACA EKSTRIM) TERHADAP INFRASTRUKTUR JALAN BAHAN JUMPA PERS DITJEN BINAMARGA JAKARTA, 23 JANUARI 2013 NO RUAS JALAN JENIS KERUSAKAN URAIAN PENANGANAN KET 1 2 3 4 PULAU AMBON Longsoran

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG KEPULAUAN MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG KEPULAUAN MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG KEPULAUAN MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

STRATEGI OPERASIONALISASIPERWUJUDAN KAWASAN BUDI DAYA YANG MEMILIKI NILAI STRATEGIS NASIONAL DI KEPULAUAN MALUKU STRATEGI OPERASIONALISASI

STRATEGI OPERASIONALISASIPERWUJUDAN KAWASAN BUDI DAYA YANG MEMILIKI NILAI STRATEGIS NASIONAL DI KEPULAUAN MALUKU STRATEGI OPERASIONALISASI LAMPIRAN XIII PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG RENCANA TATA RUANG PULAU SULAWESI PERWUJUDAN DI KEPULAUAN MALUKU 1. Kawasan peruntukan hutan Kawasan Budi Daya a. mempertahankan dan merehabilitasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Kesampaian Daerah Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kampung Seibanbam II, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

NO. STRATEGI OPERASIONALISASI. Jalur Distribusi Ambon. Jaringan Pipa Transmisi dan Distribusi Minyak dan Gas Bumi

NO. STRATEGI OPERASIONALISASI. Jalur Distribusi Ambon. Jaringan Pipa Transmisi dan Distribusi Minyak dan Gas Bumi PERWUJUDAN NASIONAL DI KEPULAUAN MALUKU I. Pipa Minyak dan Gas Bumi I.1. II. II.1. Jalur Distribusi Ambon Pipa dan Distribusi Minyak dan Gas Bumi Tenaga Panas Bumi (PLTP) Energi a. mengembangkan jaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

STRATEGIOPERASIONALISASIPERWUJUDANKAWASANANDALAN DI KEPULAUAN MALUKU

STRATEGIOPERASIONALISASIPERWUJUDANKAWASANANDALAN DI KEPULAUAN MALUKU STRATEGIOPERASIONALISASIPERWUJUDANKAWASANANDALAN DI KEPULAUAN MALUKU 1. Kawasan Andalan Seram Pertanian Kehutanan Perkebunan Perikanan Pariwisata a. mengembangkan Kawasan Andalan Seramuntuk kegiatan pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BUKU DOKUMEN RKP 2019 PROVINSI SIKRONISASI PROGRAM TAHUNAN. Sebagai Panduan dalam Penyusunan

BUKU DOKUMEN RKP 2019 PROVINSI SIKRONISASI PROGRAM TAHUNAN. Sebagai Panduan dalam Penyusunan PROVINSI MALUKU BUKU DOKUMEN SIKRONISASI PROGRAM TAHUNAN Sebagai Panduan dalam Penyusunan RKP 2019 DIREKTORAT PEMANFAATAN RUANG DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

NO PROGRAM SEKTORAL DI KSN LOKASI INSTANSI PELAKSANA. BWS Sarana/prasarana pengendalian banjir yang dibangun BWS Maluku

NO PROGRAM SEKTORAL DI KSN LOKASI INSTANSI PELAKSANA. BWS Sarana/prasarana pengendalian banjir yang dibangun BWS Maluku MATRIKS KETERPADUAN PROGRAM INFRASTRUKTUR TAHUN 05 DI KSN KAPET SERAM RENCANA SPASIAL (Mengacu pada Indikasi Program Raperpres RTR KSN / RPIJM KSN) RENCANA PEMBANGUNAN (Mengacu pada Hasil Konreg dan Musrenbang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU TAHUN

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU TAHUN PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU TAHUN 2013-2033 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di antara pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasific. Pada

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB IV SEJARAH GEOLOGI BAB IV SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dapat disintesakan berdasarkan ciri litologi, umur, lingkungan pengendapan, hubungan stratigrafi, mekanisme pembentukan batuan dan pola strukturnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Geologi Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan Lempeng Eurasia ke daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI MALUKU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI MALUKU PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

C I N I A. Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dosen, FTSP, Teknik Geofisika, ITS 5

C I N I A. Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dosen, FTSP, Teknik Geofisika, ITS 5 C I N I A The 2 nd Conference on Innovation and Industrial Applications (CINIA 2016) Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis Amien Widodo 1, Dwa Desa Warnana

Lebih terperinci

JUMLAH PUSKESMAS MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2013)

JUMLAH PUSKESMAS MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2013) JUMLAH MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2013) PROVINSI MALUKU KAB/KOTA RAWAT INAP NON RAWAT INAP JUMLAH 8101 MALUKU TENGGARA BARAT 9 4 13 8102 MALUKU TENGGARA 6 9 15 8103 MALUKU TENGAH 15 19

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relatif bergerak ke arah baratlaut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI MALUKU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI MALUKU PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

7 MODEL PENGEMBANGAN GUGUS PULAU

7 MODEL PENGEMBANGAN GUGUS PULAU 159 7 MODEL PENGEMBANGAN GUGUS PULAU 7.1 Sejarah Gugus Pulau Ditinjau dari posisi geologis, pulau-pulau di Maluku di kelompokan menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok pulau Busur Banda Dalam dan kelompok

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 39 BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 4.1 KARAKTERISTIK UMUM KABUPATEN SUBANG 4.1.1 Batas Administratif Kabupaten Subang Kabupaten Subang berada dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara garis besar di wilayah pesisir teluk Ambon terdapat dua satuan morfologi, yaitu satuan morfologi perbukitan tinggi dan satuan morfologi dataran pantai. Daerah

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH

GAMBARAN UMUM WILAYAH 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH 3.1. Batas Administrasi dan Luas Wilayah Kabupaten Sumba Tengah merupakan pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dibentuk berdasarkan UU no.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 1/2003, PEMBENTUKAN KABUPATEN HALMAHERA UTARA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, KABUPATEN KEPULAUAN SULA, KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, DAN KOTA TIDORE KEPULAUAN DI PROVINSI MALUKU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 2.1. TINJAUAN UMUM Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi tiga mendala (propinsi) geologi, yang secara orogen bagian timur berumur lebih tua sedangkan bagian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang menutupi daerah seluas ±60.000 km 2 dan mengandung endapan berumur Tersier dengan ketebalan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA

GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA PULAU BALI 1. Letak Geografis, Batas Administrasi, dan Luas Wilayah Secara geografis Provinsi Bali terletak pada 8 3'40" - 8 50'48" Lintang Selatan dan 114 25'53" -

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu: 1. Dataran Pantai Jakarta. 2. Zona Bogor 3. Zona Depresi Tengah Jawa Barat ( Zona

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

ANALISIS KERAWANAN DAN KERENTANAN BENCANA GEMPABUMI DAN TSUNAMI UNTUK PERENCANAAN WILAYAH DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

ANALISIS KERAWANAN DAN KERENTANAN BENCANA GEMPABUMI DAN TSUNAMI UNTUK PERENCANAAN WILAYAH DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT ANALISIS KERAWANAN DAN KERENTANAN BENCANA GEMPABUMI DAN TSUNAMI UNTUK PERENCANAAN WILAYAH DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT Suryana Prawiradisastra Peneliti Madya TLWB-TPSA BPPT, Jl. M.H.Thamrin No. 8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia

Lebih terperinci

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari kulit bumi yang dapat kita amati langsung

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Doc. No 1 Revised Date Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Pengembangan Data Perhubungan Darat Propinsi Maluku Utara 1 KONDISI WILAYAH DAFTAR ISI 2 3 KONDISI TRANSPORTASI JALAN

Lebih terperinci