KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT JALAN DENGAN KELUHAN NYERI DI PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR PADA BULAN FEBRUARI 2017

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT JALAN DENGAN KELUHAN NYERI DI PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR PADA BULAN FEBRUARI 2017"

Transkripsi

1 SKRIPSI 2017 KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT JALAN DENGAN KELUHAN NYERI DI PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR PADA BULAN FEBRUARI 2017 OLEH: AMALYAH INDIRASARY MUSTAFA HASBAR C PEMBIMBING: Dr. dr. ANDI MUH. TAKDIR MUSBA, Sp. An-KMN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

2 KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT JALAN DENGAN KELUHAN NYERI DI PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR PADA BULAN FEBRUARI 2017 Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Amalyah Indirasary Mustafa Hasbar C Pembimbing: Dr. dr. Andi Muh. Takdir Musba, Sp. An-KMN UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN MAKASSAR 2017 i

3 HALAMAN PENGESAHAN Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar hasil di Ruang Pertemuan Bagian Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan judul : KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT JALAN DENGAN KELUHAN NYERI DI PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR PADA BULAN FEBRUARI 2017 Hari/Tanggal : Selasa, 14 November 2017 Waktu Tempat : wita selesai : Bagian Ilmu Anestesi Makassar, 09 November 2017 (Dr. dr. Andi Muh. Takdir Musba, Sp. An-KMN) ii

4 HALAMAN PENGESAHAN Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Ruang Pertemuan Bagian Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan judul : KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT JALAN DENGAN KELUHAN NYERI DI PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR PADA BULAN FEBRUARI 2017 Hari/Tanggal : Rabu, 15 November 2017 Waktu Tempat : wita selesai : Bagian Ilmu Anestesi Makassar, 14 November 2017 (Dr. dr. Andi Muh. Takdir Musba, Sp. An-KMN) iii

5 HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Amalyah Indirasary Mustafa Hasbar NIM : C Fakultas/Program Studi Judul Skripsi : Kedokteran/Pendidikan Dokter : Karakteristik Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Telah berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin DEWAN PENGUJI Pembimbing : Dr. dr. Andi Muh. Takdir Musba, Sp. An-KMN (...) Penguji 1 : dr. Haizah Nurdin, Sp.An-KIC (...) Penguji 2 : dr. Ari Santri Palinrungi, Sp.An (...) Ditetapkan di : Makassar Tanggal : 15 November 2017 iv

6 BAGIAN ILMU ANESTESI, PERAWATAN INTENSIF, DAN MANAJEMEN NYERI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017 TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK Skripsi dengan judul: KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT JALAN DENGAN KELUHAN NYERI DI PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR PADA BULAN FEBRUARI 2017 Makassar, 15 November 2017 Pembimbing Dr. dr. Andi Muh. Takdir Musba, Sp. An-KMN NIP v

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Karakteristik Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan, dorongan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS, FICS. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menimba ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2. Dr. dr. Andi Muh. Takdir Musba, Sp. An-KMN selaku penasehat akademik sekaligus pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan, motivasi, petunjuk, dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan berjalan dengan lancar. 3. Kedua orang tua penulis, Ayah alm. Mustafa Hasbar dan Ibu Harlinda yang telah membesarkan, mendidik dan membimbing penulis serta tak vi

8 henti-hentinya memberikan dorongan, motivasi, semangat, dan selalu mendoakan penulis 4. Adik serta keluarga besar yang selalu memberi semangat, dukungan serta mendoakan penulis selama ini 5. Teman - teman Alodie yaitu amirah, ulfa, widya, cindy, ningrum, indah, yuni, dan aisyah yang selalu menemani dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi serta memberikan motivasi dan semangat untuk penulis sejak awal semester hingga saat ini. 6. Teman - teman Neutrof14vine atas dukungan dan semangat yang telah diberikan selama ini. 7. Para staf dan tenaga kesehatan Puskesmas Batua Kota Makassar yang telah membantu penulis dalam mencari daftar rekam medis yang ingin diteliti. 8. Seluruh dosen, staf akademik, staf tata usaha, dan staf perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang diberikan oleh pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta bagi perkembangan ilmu kedepannya. Makassar, 8 November 2017 Penulis vii

9 SKRIPSI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN November 2017 Amalyah Indirasary Mustafa Hasbar Dr. dr. Andi Muh. Takdir Musba, Sp. An-KMN Karakteristik Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 ABSTRAK Latar Belakang: Kesehatan menjadi salah satu faktor yang berperan besar dalam menentukan kualitas hidup seseorang. Apabila kesehatan seseorang terganggu maka kualitas hidupnya pun akan menurun. Salah satu tanda bahwa kesehatan seseorang sedang terganggu yaitu timbulnya rasa sakit atau nyeri. Nyeri merupakan suatu pengalaman yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan atau yang berpotensi untuk rusak. Nyeri dikatakan sebagai tanda-tanda vital kelima oleh The American Pain Society. Berdasarkan hal tersebut, keluhan nyeri harus dinilai pada semua pasien karena mereka mempunyai hak untuk dikaji dan diberikan penatalaksanaan nyeri secara tepat. Di Amerika Serikat, nyeri merupakan keluhan medis yang paling sering dikeluhkan dan merupakan salah satu alasan utama pasien mencari perawatan medis. Penulis menyadari betapa pentingnya keluhan nyeri sehingga diperlukan pemberian penanganan yang tepat sehingga kualitas hidup pasien pun dapat diperbaiki. Sedangkan di Indonesia sendiri, masih sangat kurang penelitian mengenai frekuensi pasien dengan keluhan nyeri yang datang berobat ke pusat kesehatan, sehingga didukung dengan uraian diatas maka penulis ingin menunjukkan karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari Metode penelitian: Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan sampel sebanyak 331 pasien yang dipilih dengan menggunakan metode simple random sampling. Hasil Penelitian: Berdasarkan data yang didapatkan, terdapat 72,82% pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri. Proporsi tertinggi pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri berdasarkan jenis kelamin yaitu perempuan 60,73%, berdasarkan umur yaitu tahun 24,77%, berdasarkan lokasi nyeri yaitu extremitas 29,31%, berdasarkan diagnosis penyakit yaitu rheumatoid arthritis (RA) 13,60%, dan berdasarkan pengobatan nyeri yaitu ibuprofen 33,84%. Judul Halaman: (ix + VII BAB + 77 halaman + 9 tabel + 12 gambar + 1 skema + Lampiran) viii

10 Kata Kunci: Pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri, karakteristik, Puskesmas Batua Kota Makassar Kepustakaan: 36 referensi. ix

11 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN PERSETUJUAN CETAK. KATA PENGANTAR.. ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR SKEMA DAFTAR LAMPIRAN i ii v vi viii x xiv xvi xviii xix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian.. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Nyeri. 7 x

12 2.2 Epidemiologi Nyeri Klasifikasi Nyeri Nyeri Akut dan Kronik Nyeri Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik Patofisiologi Nyeri Mekanisme Nyeri Intensitas Nyeri Penatalaksanaan Nyeri Obat Analgetik Analgetik Non-Narkotik Analgetik Narkotik BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Definisi Operasional.. 36 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Penelitian Sampel Penelitian.. 42 xi

13 4.4 Metode Pengumpulan Data Pengolahan dan Penyajian Data Pengolahan Data Penyajian Data Etika Penelitian 44 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Jenis Kelamin Umur Durasi Nyeri Lokasi Nyeri Diagnosis Penyakit Pengobatan Nyeri. 50 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Jenis Kelamin Umur Durasi Nyeri Lokasi Nyeri Diagnosis Penyakit Pengobatan Nyeri. 65 BAB VII KESIMPULAN, HAMBATAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Hambatan.. 71 xii

14 7.3 Saran.. 71 DAFTAR PUSTAKA xiii

15 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Umur di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari Durasi Nyeri Rata-rata Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Jumlah Lokasi Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Lokasi Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari Distribusi 5 Diagnosis Penyakit dengan Proporsi Terbanyak pada Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari xiv

16 5.7 Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Jumlah Pengobatan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Pengobatan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari xv

17 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Mekanisme Penjalaran Nyeri Numeric Rating Scale (NRS) Visual Analogue Scale (VAS) The Face Pain Scale WHO Three Step Analgesic Ladder Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Umur di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Jumlah Lokasi Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Lokasi Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari xvi

18 6.5 Distribusi 5 Diagnosis Penyakit dengan Proporsi Terbanyak pada Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Jumlah Pengobatan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Pengobatan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari xvii

19 DAFTAR SKEMA Skema Halaman 3.1 Variabel Dependen dan Variabel Independen xviii

20 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Izin Penelitian Lampiran 2. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik Lampiran 3. Master Data Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 5. Biodata Peneliti xix

21 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Menurut WHO (1994), kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka. Di dalam bidang kesehatan dan aktivitas pencegahan penyakit, kualitas hidup dijadikan sebagai aspek untuk menggambarkan kondisi kesehatan (Larasati, 2012) Ada lima kelompok besar aspek kualitas hidup yakni aspek physical wellbeing (terdiri dari aspek-aspek kesehatan, kebugaran, keamanan fisik, dan mobilitas), material wellbeing (terdiri dari aspek-aspek pendapatan, kualitas lingkungan hidup, privacy, kepemilikan, makanan, alat transportasi, lingkungan tempat tinggal, keamanan, dan stabilitas), social wellbeing (terdiri dari hubungan interpersonal dan keterlibatan dalam masyarakat), development and activity, emotional wellbeing (terdiri dari afek atau mood, kepuasan atau pemenuhan kebutuhan, kepercayaan diri, agama, dan status/ kehormatan). (Felce and Per ry, 1995)

22 2 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesehatan menjadi salah satu faktor yang berperan besar dalam menentukan kualitas hidup seseorang. Apabila kesehatan seseorang terganggu maka secara otomatis kualitas hidupnya pun akan menurun. Sehingga, hal ini menjadikan kesehatan mendapat perhatian besar oleh setiap orang demi menjaga kualitas hidupnya. Salah satu tanda atau gejala bahwa kesehatan seseorang sedang terganggu yaitu timbulnya rasa sakit atau nyeri. Nyeri merupakan suatu pengalaman yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan atau yang berpotensi untuk rusak. Unsur utama yang harus ada untuk dikatakan nyeri adalah rasa tidak menyenangkan. Persepsi nyeri sangat bersifat subjektif yang ditentukan oleh pengalaman dan status emosional. (ASA, 2012) Nyeri dikatakan sebagai tanda-tanda vital kelima oleh The American Pain Society. Berdasarkan hal tersebut dinyatakan bahwa keluhan nyeri harus dinilai pada semua pasien karena mereka mempunyai hak untuk dikaji dan diberikan penatalaksanaan nyeri secara tepat. Nyeri akut yang tidak berkurang dapat menyebabkan pasien mengalami debilitation (kelemahan tenaga/ kehilangan motivasi), dapat menghambat kualitas hidup, dan bahkan dapat menyebabkan depresi. (Subiyanto P, 2008) Dari segi waktu berjalannya penyakit, nyeri dapat tergolong menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronik. Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda yang juga membuat terapi untuk kedua macam nyeri tersebut dibedakan. Nyeri kronis dapat berlangsung tiga bulan atau lebih lama tanpa diketahui penyebabnya dan

23 3 mempengaruhi aktivitas normal pasien sehari-hari. Nyeri kronis dapat terjadi tanpa trauma yang mendahului, dan seringkali tidak dapat ditentukan adanya gangguan sistem yang mendasari bahkan setelah dilakukannya observasi dalam jangka waktu yang lama. (Fishbain DA, 2003) Penilaian nyeri merupakan hal yang penting untuk mengetahui intensitas dan menentukan terapi yang efektif. Intensitas nyeri sebaiknya harus dinilai sedini mungkin dan sangat diperlukan komunikasi yang baik dengan pasien. Untuk memahami penilaian nyeri perlu dipertimbangkan beberapa hal yang mempengaruhi seperti usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. (Oosterman JM, 2006) Nyeri seringkali merupakan manifestasi predominan atau satu-satunya manifestasi klinis dari banyak proses. Nyeri merupakan tanda dan gejala penting yang dapat menunjukkan telah terjadinya perubahan fisiologikal pada tubuh manusia. Semua orang pasti pernah mengalami nyeri, baik itu nyeri kepala, nyeri perut maupun nyeri di daerah tubuh lainnya. Intensitas nyerinya pun beragam mulai dari ringan hingga berat. Di Amerika Serikat, nyeri merupakan keluhan medis yang paling sering dikeluhkan dan merupakan salah satu alasan utama pasien mencari perawatan medis. Kebanyakan pasien tidak menganggap dirinya sakit jika tidak ada nyeri. Berdasarkan American Pain Society, 50 juta warga Amerika lumpuh sebagian atau total karena nyeri, dan 45% dari warga Amerika membutuhkan perawatan nyeri yang persisten seumur hidup mereka. Kira-kira 50-80% pasien di rumah sakit mengalami nyeri

24 4 disamping keluhan lain yang menyebabkan pasien masuk rumah sakit. (Sinatra RS, 2009) Penulis menyadari betapa pentingnya keluhan nyeri sehingga diperlukannya pemberian penanganan yang tepat sehingga kualitas hidup pasien pun dapat diperbaiki. Sedangkan di Indonesia sendiri, masih sangat kurang penelitian mengenai frekuensi pasien dengan keluhan nyeri yang datang berobat ke pusat kesehatan, sehingga didukung dengan uraian diatas maka penulis ingin menunjukkan karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017.

25 Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri. 2. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri berdasarkan jenis kelamin. 3. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri berdasarkan umur. 4. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri berdasarkan durasi nyeri yang dialami sebelum berobat ke puskesmas. 5. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri berdasarkan lokasi nyerinya. 6. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri berdasarkan intensitas nyerinya. 7. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri berdasarkan jenis nyeri menurut mekanisme patofisiologi terjadinya nyeri. 8. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri berdasarkan diagnosis penyakitnya.

26 6 9. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri berdasarkan jenis obat analgesik yang diberikan oleh puskesmas sebagai pengobatan nyerinya. 1.4 Manfaat Penelitian Bagi Peneliti a) Sebagai pengalaman dalam melaksanakan karya ilmiah dan melatih kemampuan dalam melakukan penelitian di masyarakat. b) Menambah pengetahuan akan kasus-kasus dengan keluhan nyeri Bagi Puskesmas Terkait a) Dapat mengetahui karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri yang ada di wilayah kerjanya. b) Sebagai bahan pertimbangan untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatannya terutama untuk pasien dengan keluhan nyeri Bagi Institusi Pendidikan a) Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi atau bahan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya. b) Penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuannya akan keluhan nyeri.

27 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. (Brunner dan Suddarth, 2002) Nyeri adalah perasaan tidak nyaman yang betul-betul subjektif dan hanya orang yang menderitanya dapat menjelaskan dan mengevaluasi. (Long, 2001) Menurut IASP ( International Association for Study of Pain), nyeri didefinisikan sebagai unpleasant sensory and emotional experience associated with actual or potential tissue damage or described in term of such damage. definisi tersebut mencakup berbagai macam definisi nyeri mulai dari nyeri akut, nyeri kronis, dan nyeri kanker. Dari definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Nyeri merupakan pengalaman sensoris yang tidak menyenangkan. Keluhan tanpa unsur tidak menyenangkan tidak dapat dikategorikan sebagai nyeri, tetapi tidak semua yang tidak menyenangkan dapat dikatakan sebagai nyeri; 2. Nyeri selain merupakan pengalaman sensoris juga merupakan pengalaman emosional, sehingga apabila terdapat suatu rangsangan yang sama maka dapat dirasakan berbeda oleh karena keadaan emosional seseorang yang berbeda;

28 8 3. Nyeri dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan jaringn yang nyata (actual tissue damage). Hal ini disebut juga sebagai nyeri akut (nyeri nosisepsi); 4. Nyeri juga dapat timbul oleh suatu rangsangan yang cukup kuat yang berpotensi merusak jaringan ( potential tissue damage). Hal ini disebut sebagai nyeri fisiologis yang fungsinya untuk membangkitkan reflex penghindar (withdrawal reflex); 5. Selain itu nyeri dapat juga dirasakan tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata tetapi tergambarkan seolah-olah terjadi kerusakan seperti itu (described in term of such damage). Hal ini disebut sebagai nyeri kronik (pain without injury) (Sulaemang, 2007) Dari definisi tersebut maka nyeri terdiri dari dua komponen utama, yaitu sensorik (fisik) dan emosional (psikologik). Komponen sensorik merupakan mekanisme neurofisiologi yang menerjemahkan sinyal nosiseptor menjadi informasi tentang nyeri (durasi, intensitas, lokasi, dan kualitas rang sangan). Sedangkan komponen emosional adalah komponen yang menentukan berat ringannya individu merasa tidak nyaman, dapat mengawali kelainan emosi seperti cemas dan depresi jika menjadi nyeri kronik, serta diperankan oleh rangsangan nosiseptik melalui penggiatan sistem limbik dan kondisi lingkungan (asal penyakit, hasil pengobatan yang tidak jelas, dan dukungan sosial/keluarga). Nyeri bersifat sangat subyektif. Terlepas dari ada tidaknya kerusakan jaringan, nyeri sebaiknya diterima sebagai keluhan yang harus dipercaya.

29 9 Nyeri akut dapat didefinisikan sebagai nyeri yang disebabkan oleh stimulasi yang berbahaya (stimulasi nocious) oleh karena adanya suatu cedera, proses penyakit, atau fungsi otot atau organ dalam yang abnormal. Nyeri akut dapat bersifat nosiseptif. Nyeri nosisepsi berfungsi untuk mendeteksi, melokalisir dan membatasi kerusakan jaringan. Stres neuroendokrin yang sebanding dengan intensitasnya secara tipikal dapat dihubungkan dengan nyeri akut. Bentuk-bentuk nyeri akut yang sering kita temui mencakup nyeri pascatrauma, nyeri pascabedah, dan nyeri obstetrik, begitu pula nyeri yang dihubungkan dengan penyakit medis akut. Kebanyakan nyeri akut dapat hilang dengan sendirinya atau berkurang dengan pemberian pengobatan. Nyeri yang dirasakan oleh pasien dapat hilang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu tergantung dari kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan dan keteraturan pasien dalam minum obat. (Room AN, 2013) Nyeri kronik didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung sampai melebihi perjalanan suatu penyakit akut, berjalan terus menerus sampai melebihi waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan suatu trauma, dan terjadinya secara berulang-ulang dengan interval waktu beberapa bulan atau beberapa tahun. Banyak klinikus memberi batasan lamanya nyeri 3 atau 6 bulan. Secara kualitatif, nyeri dibagi menjadi dua bentuk yaitu nyeri fisiologik dan nyeri patologik. Nyeri fisiologik dikategorikan sebagai suatu sensasi yang normal yang terjadi akibat adanya rangsangan noksius dan berfungsi sebagai alat proteksi dari sesuatu yang dapat merusak tubuh. Sebagai contoh dari nyeri fisiologis adalah meraba benda panas, dingin, atau cubitan. Sedangkan nyeri patologik dikategorikan sebagai

30 10 suatu sensasi yang abnormal akibat adanya kerusakan jaringan yang akan menghasilkan nyeri inflamasi ( inflammatory pain) dan apabila kerusakan tersebut melibatkan saraf maka akan menghasilkan nyeri neuropatik ( neuropathic pain). (Tanra AH, 2002) 2.2 Epidemiologi Nyeri Di Amerika Serikat terdapat sekitar juta penderita nyeri kronik, yang mana 25 juta diantaranya adalah penderita arthritis. Diperkirakan ada 600 ribu penderita arthritis baru tiap tahunnya. Jumlah penderita nyeri neuropatik lebih kurang 1% dari total penduduk di luar nyeri punggung bawah (Bennet and Tollison, 1995 Cit. Meliala, 2004). Nyeri punggung bawah diperkirakan sekitar 15% dari jumlah penduduk (Fordyce, 1995 Cit. Meliala, 2004) Hasil penelitian multisenter di unit rawat jalan pada 14 rumah sakit pendidikan di seluruh Indonesia yang dilakukan oleh kelompok studi nyeri pada bulan Mei 2002, didapatkan 4456 kasus nyeri yang merupakan 25% dari total kunjungan pada bulan tersebut. Jumlah penderita laki-laki sebanyak 2200 orang dan 2256 orang perempuan. Kasus nyeri kepala 35.86%, nyeri punggung bawah 18,3% dan nyeri neuropatik yang merupakan gabungan nyeri neuropatik diabetika, nyeri paska herpes, dan neuralgia trigeminal sebanyak 9.5%. (Meliala L, 2004)

31 Klasifikasi Nyeri Klasifikasi nyeri dapat berdasarkan waktu, yaitu: nyeri akut dan kronis dan dapat berdasarkan etiologi, yaitu: nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik Nyeri Akut dan Nyeri Kronik Nyeri akut terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang akut dan tidak berlangsung lama. Sedangkan nyeri kronik, tetap berlanjut walaupun lesi sudah sembuh. Ada yang memakai batas waktu 3 bulan sebagai nyeri kronik. Untuk membedakan nyeri akut dan nyeri kronik secara klinis ditampilkan seperti tabel 2.1. Aspek Nyeri Akut Nyeri Kronik Lokasi Jelas Difus, menyebar Deskripsi Mudah Sulit Durasi Pendek Terus berlangsung Fisiologis Kondisi alert (BP,HR ) Muncul puncak2 nyeri Istirahat Mengurangi nyeri Memperburuk nyeri Pekerjaan Terkendali Dipertanyakan Keluarga & relasi Menolong, supportif Lelah, deteorasi Finansial Terkendali Menurun & bisa kekurangan Mood Ansietas, takut Depresi, rasa bersalah, iritabilitas, marah, frustasi, putus asa Toleransi nyeri Terkendali Kurang terkendali Respon dokter Positif, memberi harapan Merasa disalahkan, menambah Pengobatan Mencari penyebab dan mengobatinya jumlah obat, follow-up menjemukan Fokus pada fungsi dan manajemen Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik (Meliala, 2004)

32 Nyeri Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik Menurut mekanisme patofisiologi terjadinya, nyeri dibagi menjadi dua yaitu nyeri neuropatik dan nyeri nosiseptik. Nyeri neuropatik ( neuropathic pain) merupakan nyeri yang timbul sebagai akibat langsung dari suatu lesi (lesi primer) atau penyakit yang mempengaruhi sistem somatosensori. Penyakit dapat merujuk pada proses peradangan, kondisi autoimun, atau channelopathies, sementara lesinya merujuk pada kerusakan mikro atau makroskopik. Pembatasan ke sistem, somatosensori sangat penting, karena penyakit dan lesi dari bagian sistem saraf mungkin bisa disebabkan dari nyeri nosiseptif. Sebagai contoh, lesi dari bagian sistem saraf mungkin bisa disebabkan dari nyeri nosiseptif. Sebagai contoh, lesi atau penyakit dari sistem motorik dapat menyebabkan kekejangan atau kekauan, dengan demikian secara tidak langsung dapat menyebabkan nyeri otot. Nyeri neuropatik sering memberikan gejala seperti tersengat listrik, terasa panas/terbakar, kesemutan, kram-kram ataupun pedih. Keluhan ini dapat dirasakan sepanjang hari yang memberikan keluhan nyeri yang menghebat diwaktu malam hari sehingga penderita tidak jarang terbangun dari tempat tidurnya. Nyeri ini sangat mengganggu dan menurunkan kualitas hidup penderita karena keluhan ini dapat bersifat berkepanjangan. (Simpson DM, 2012). Nyeri dapat mengikuti distribusi dermatom, walaupun pada nyeri yang diperantarai oleh saraf simpatis terdapat distribusi yang mengikuti arteri. Tetapi nyeri tersebut dapat juga dirasakan sebagai nyeri yang hilang timbul. Beberapa penyebab dari nyeri neuropatik yaitu infiltrasi tumor pada jairngan saraf, kerusakan saraf akibat

33 13 terapi, neuralgia pasca herpes, phantom limb pain, complex regional pain syndrome (reflex sympathetic dystrophy, causalgia) compression neuropathies. Nyeri neuropatik diklasifikasikan menjadi nyeri neuroptik sentra; dan nyeri neuropatik perifer berdasarkan lokasi nyeri atau penyakitnya. (Davey P, 2002) Sensitasi Perifer Nyeri neuropatik perifer merupakan suatu kondisi dimana terdapat kerusakan pada sistem saraf perifer dan dapat disebabkan oleh trauma atau iskemik sebagai akibat dari inflamasi, toxic, metabolisme, atau suatu proses degeneratif, dan dapat juga disebabkan karena herediter. Sistem saraf perifer terdiri atas tiga tipe, masing-masing memiliki fungsi yang spesifik mulai dari saraf otonom yang berfungsi mengatur gerakan tubuh yang tidak disadari, saraf motoris berfungsi untuk mengendalikan otot yang disadari di dalam tubuh, dan saraf sensoris berfungsi mendeteksi sensasi, seperti suhu, nyeri, atau tekanan. Jika terjadi kerusakan maka gejala yang dapat timbul tergantung dari tipe saraf mana yang mengalami kerusakan. Ketika saraf otonom rusak, dapat menyebabkan disfungsi dari organ atau kelenjar dan menyebabkan gejala seperti berkeringat, ketidakmampuan mencerna, dan ketidakmampuan untuk mempertahankan tekana darah normal. Ketika saraf motoris yang rusak maka akan memberikan gejala kelemahan otot atau kelumpuhan. Sedangkan apabila saraf sensoris yang mengalami kerusakan maka penderita dapat merasakan kesemutan atau mati rasa pada daerah yang terkena, biasanya pada anggota gerak. Struktur yang terkena pada nyeri neuropatik perifer adalah saraf. Beberapa contoh penyakitnya antara lain adalah diabetic neuropathy, neuroma, phantom limb

34 14 pain, trigeminal neuralgia, lumbosacral plexopathy, dan alkoholisme. (Bannet MI, 2010) Struktur lain yang terkena yaitu ganglion akar dorsal yang memberikan contoh penyakit seperti post hepatic neuralgia dan branchial plexus avulsion. (Simpson DM, 2012) Sensitasi Sentral Nyeri neuropatik sentral merupakan suatu kondisi dimana terdapat kerusakan pada sistem saraf pusat. Semua lesi menyebabkan nyeri sentral yang mempengaruhi jalur somatosensori yang berlokasi pada setiap tingkatan neuron. Struktur yang terkena pada nyeri neuropatik sentral adalah medulla spinalis yang memberikan contoh penyakit antara lain seperti spinal cord injury dan spinal cord ischemia. Struktur lain yang mebgalami kerusakan terdapat pada otak yang memberikan contoh penyakit seperti Wallenberg s syndrome dan multiple sclerosis. (Bannet MI, 2010) Mekanisme nyeri selanjutnya adalah nyeri nosiseptif ( nociceptive pain). Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri nosiseptif didefinisikan sebagai rasa nyeri yang timbul akibat dari kerusakan yang nyata atau yang mengancam yang tidak melibatkan jaringan saraf dan karena aktivasi dari nosiseptor. Pada dasarnya, definisi dari nyeri nosiseptif adalah rasa nyeri akibat stimulasi reseptor oleh stimulus yang emmadai dalam sistem saraf berfungsi normal. Semua nosiseptif menghasilkan nyeri, tetapi tidak semua nyeri akibat dari nosiseptif (maladaptive). Banyak pasien mengalami nyeri tetapi tidak disertai dengan stimulus

35 15 noksius. Beberapa contoh dari nyeri nosisepsi adalah nyeri pasca operasi, nyeri punggung bawah mekanik, artritis, sickle cell crisis, dan trauma olahraga. (Armati P, 2015) Nyeri nosisepsi dibagi menjadi dua yaitu nyeri somatik (somatic pain) dan nyeri visceral ( visceral pain). Nyeri somatik terjadi sebagai akibat dari aktivasi langsung dari kutaneus dan nosiseptor dalam pada jaringan somatik seperti kulit, otot, tulang, sendi, tendon, dan beberapa jaringan ikat lainnya. Nosiseptor ini teraktivasi oleh stimulus mekanik, panas, dan stimulus kimia. Nyeri dapat berlangsung akut atau kronik. (Tollison CD, 2002) Nyeri somatik diklasifikasikan menjadi nyeri somatik permukaan dan nyeri somatik dalam. Nyeri somatik permukaan merupakan nyeri di kulit berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, dan listrik. Kulit punya banyak saraf sensorik sehingga kerusakan kulit dapat menimbulkan sensasi lesi yang akurat (yang terbatas dermatom). nyeri somatik permukaan juga mempunyai karakteristik seperti nyeri dapat dilokalisir dengan jelas, dapat dideskripsikan sebagai nyeri yang tajam, menusuk, berdenyut, atau sensasi terbakar. Sedangkan nyeri somatik dalam merupakan nyeri yang berasal dari otot, tendon, sendi, ligamentu, tulang dan arteri. Nyeri yang dirasakan bersifat tumpul dan tidak terlokalisir dengan jelas karena struktur yang terkena memiliki lebih sedikit reseptor sehingga lokasi nyeri sering tidak jelas. Contohnya terdapat trauma pada siku tetapi lokalisasi nyeri ada pada hampir seluruh lengan. (Tollison CD, 2002) Nyeri viseral berasal dari cedera pada organ dalam seperti thoraks, abdomen, dan pelvis. Meskipun tidak sensitif terhadap manipulasi sederhana seperti rasa

36 16 terbakar dan tertusuk, nyeri viseral ditimbulkan akibat adanya distensi, peradangan, kontraksi abdominal, spasme dari reflex, iskemik, nekrosis dari otot halus, iritasi bahan kimia pada mukosa dan serosa dari organ berongga, dan traksi dari torsi lapisan mesenterika dan vaskuler. Cedera viseral biasanya disebabkan oleh nyeri yang disebut sebagai hiperalgesia atau hipersensitivitas yang berlokasi pada superfisial dan atau jaringan yang lebih dalam yang jauh dari sumber kerusakannya, sehingga nyeri viseral mempunyai karakteristik difus dan kurang terlokalisir biasanya terasa berasal dari midline atau anterior dan posterior, dapat menjalar ke lokasi lain, biasanya bersifat segmental atau superfisial (misalnya pada otot, kulit, atau keduanya) dan diinervasi oleh nervus spinalis yang sama dengan organ. Seringkali seseorang merasakan nyeri dibagian tubuh yang letaknya jauh dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini disebut nyeri alih. Nyeri alih merupakan sensari nyeri atau rasa nyeri somatik dalam atau rasa nyeri viseral yang terasa didaerah somatik superfisial. Nyeri dari suatu organ visera yang kemudian dialihkan kesuatu daerah dipermukaan tubuh atau ditempat lainnya yang tidak tepat dengan lokasi nyeri. Bila nyeri viseral dialihkan kepermukaan tubuh, biasanya nyeri itu akan dilokalisasikan sesuai segmen dermatom dari mana organ visera itu berasal pada waktu embrio, dan tidak memperhatikan dimana organ itu sekarang berada Nyeri ini dapat juga disertai dengan reflex autonom misalnya mual dan muntah. Karakteristik lain yang dapat dijumpai seperti tidak ditimbulkan dari semua organ hepar, ginjal, dan paru-paru yang tidak sensitif pada nyeri walaupun terjadi kerusakan besar. (Tollison CD, 2002)

37 Patofisiologi Nyeri Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor disebut nyeri inflamasi atau nyeri nosiseptor, sedangkan bila terdapat lesi di serabut saraf pusat atau perifer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di jaringan akan direspon oleh nosiseptor dengan mengeluarkan bermacam mediator inflamasi seperti; bradikinin, prostaglandin, histamin, dan lain sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan munculnya nyeri spontan atau membuat nosiseptor lebih sensitif (sensitisasi) secara langsung maupun tidak langsung. Sensitisasi nosiseptor menyebabkan munculnya hiperalgesia (Meliala dkk, 2001; Meliala, 2004). Lesi jaringan mungkin berlangsung singkat dan bila sembuh, nyeri akan hilang. Akan tetapi lesi yang berlanjut menyebabkan neuron-neuron di cornu dorsalis dibanjiri aksi potensial yang mungkin menyebabkan terjadinya sensitisasi neuron-neuron tersebut. Sensitisasi neuron di cornu dorsalis menjadi penyebab timbulnya alodinia dan hiperalgesia sekunder. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa nyeri timbul karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif baik perifer maupun sentral (Vogt, 2002; Meliala, 2004) Trauma atau lesi serabut saraf di perifer atau sentral dapat memacu terjadinya remodelling dan hipereksitabilitas membran sel. Di bagian proksimal lesi yang masih berhubungan dengan badan sel, dalam beberapa jam atau hari tumbuh tunas-tunas baru (sprouting). Tunas -tunas baru ini, ada yang tumbuh dan mencapai target organ, sedangkan sebagian lainnya tidak mencapai target organ dan membentuk neuroma. Pada neuroma ini terjadi akumulasi ion channel, terutama Na+

38 18 channel. Akumulasi Na+ channel menyebabkan ectopic pacemaker. Di samping ion-channel juga terlihat adanya molekul transduser dan reseptor baru yang dapat menyebabkan terjadinya ectopic discharge, mechanosensitivity, thermosensitivity, chemosensitivity yang abnormal. Ectopic discharge dan sensitisasi berbagai reseptor (mekanikal, termal, kimiawi) dapat menyebabkan nyeri spontan dan evoked pain (Devor and Seltzer, 1999 Cit. Vogt, 2002). Secara umum nyeri dirasakan bila ada jaringan tubuh yang rusak, pada tempat tersebut kemudian terjadi proses transduksi. Proses transduksi menghasilkan perbesaran impuls nyeri, sesudah impuls diperbesar kemudian ditransmisikan oleh jalur nyeri menuju cornu dorsalis medulla spinalis. Dalam cornu dorsalis impuls nyeri mengalami modulasi, dapat diperbesar atau diperkecil. Pada tempat ini juga berakhir seberkas serabut saraf yang keluar dari otak berjalan menurun dan berakhir di setiap segmen medulla spinalis. Serabut saraf tersebut berperan membantu modulasi impuls nosiseptif yang berjalan dari perifer menuju sentral, dan akhirnya dipersepsi di otak sebagai sensasi nyeri (Melzacks and Wall, 1965 Cit. Mulyata, 2005). Faktor-faktor yang dapat memodulasi impuls nyeri antara lain: faktor perilaku, faktor kognitif, faktor psikologik (ansietas), faktor fisiologik (misalnya hormon seksual) (Meliala.2004).

39 Mekanisme Nyeri Mekanisme nyeri antara kerusakan jaringan sampai dirasakan sebagai persepsi nyeri, terdapat suatu proses elektro fisiologik yang disebut sebagai nosisepsi. Dalam nosisepsi tersebut terdapat empat rangkaian proses yaitu: 1. Transduksi. Suatu proses terlepasnya substansi kimiawi endogen ke dalam cairan ekstraseluler yang melingkupi nosiseptor. Jaringan perifer dapat rusak sebagai akibat perlukaan, proses penyakit atau inflamasi pada jaringan tersebut. Substansi kimiawi endogen tersebut dapat menimbulkan nyeri sehingga disebut substansi algogenik atau algesik, misalnya ion hydrogen, kalium, serotonin (5HT), histamin, prostaglandin dan substansi P. Terjadinyakerusakan jaringan juga menyebabkan rusaknya membrane sel yang berakibat lepasnya senyawa phospolipid. Keberadaan enzim phospholipase A menyebabkan terlepasnya asam arakhidonat yang dapat menyebabkan aktivasi ujung saraf aferen nosiseptif. Selanjutnya atas pengaruh PG Endoperoxides synthaseterbentuk cyclic endoperoxides. Kemudian atas pengaruh enzim thromboxane synthase dan PG synthase serta prostacycline synthase terbentuk mediator inflamasi yang sekaligus mediator nyeri, yaitu masing-masing thromboxane (TXA2), prostaglandin (PGE2, PG2) dan prostacyclin (PGI2). Pada sisi lain asam arakhidonat mendapat pengaruh 5-lipoxygenase dan terbentuk leukotrien (LT). Dengan demikian akibat rusaknya jaringan, menimbulkan sinyal untuk terbentuknya mediator nyeri yaitu substansi P, PGs, LTs dan bradikinin. Sesudah terjadi ulang pada ujung saraf, dari sel mast terlepas histamin. Kombinasi

40 20 senyawa tersebut menimbulkan vasodilatasi lokal dan meningkatkan permeabilitas vaskuler lokal sehingga membantu gerakan cairan ekstravasasi/ keluar dari lumen kapiler masuk ke dalam ruang interstitial jaringan yang rusak. Proses tersebut mengawali mekanisme respon inflamasi yang sekaligus merupakan langkah awal dalam proses pertahanan dan penyembuhan luka. Sedangkan PGs dan LTs tidak secara langsung mengaktifkan nosiseptor, melainkan mensensitisasi nosiseptor agar mudah distimulasi oleh senyawa lain seperti bradikinin, histamin dan sebagainya, sehingga terjadi hiperalgesia. Hiperalgesia adalah suatu peningkatan respon stimuli yang normalnya dengan stimuli tersebut sudah timbul nyeri. 2. Transmisi. Dalam keadaan hiperalgesia intensitas impuls nosiseptif berkembang semakin membesar, selanjutnya ditransmisi oleh serabut aferen nosiseptif primer lewat radiks posterior menuju cornu posterior medulla spinalis, yang mana terdapat gerbang kendali nyeri, di sini impuls nyeri mengalami modulasi. 3. Modulasi. Impuls nosiseptif mengalami proses modulasi artinya intensitas impuls mengalami perubahan dapat membesar atau mengecil. Proses modulasi tersebut dilakukan oleh sistem gerbang spinal kendali nyeri (the gate control theory of Pain) yang terdapat di dalam cornu posterior medulla spinalis. Di dalam otak, Beta-endorphin dilepas dari POMC (Propiomelanocortin) masuk ke dalam PAG (Pre Aquaeduct Grey) kemudian masuk ke dalam cairan ventrikulus otak. Pada dinding ventrikulus otak tersebut beta-endorphin menstimulasi pusat kendali inhibisi instinsik, menyebabkan terlepasnya banyak beta-endorphin yang

41 21 berjalan lewat serabut inhibitor asenden (fasikulus lateralis medulla spinalis) dan memberi cabang ke masing-masing segmen spinal. Pada tempat tersebut beta-endorphinbekerja sebagai neuromodulator di dalam substansia grisea cornu posterior medulla spinalis, ia mampu menghambat dengan kuat impuls nyeri nosiseptif dari perifer. Impuls nyeri dengan intensitas tinggi masih dapat melewati hambatan di dalam cornu posterior (sel transmisi T), sedangkan impuls yang intensitasnya rendah tidak dapat lewat. Selanjutnya impuls nyeri yang berhasil lewat berjalan terus menuju pusat-pusat yang lebih tinggi di otak (Dickenson, 1996 Cit. Mulyata, 2005). 4. Persepsi. Sel Transmisi T di dalam sistem gerbang spinal kendali nyeri menerima semua impuls sensoris yang datang dari perifer. Apabila impuls yang lewat intensitasnya melebihi atau sama dengan ambang sel T, impuls nosiseptif tersebut dapat lewat sistem gerbang spinal kendali nyeri dan diteruskan ke pusat-pusat supraspinal yang lebih tinggi di korteks somatosensoris, korteks transisional, dan sebagainya. Kehadiran semua impuls nyeri sensoris perifer serta sinyal emosional dan sinyal kognitif pada korteks afeksi dan kognisi akan berintegrasi dan menimbulkan persepsi yang diterima sebagai pengalaman nyeri. Secara sederhana persepsi dapat didefinisikan sebagai hasil integrasi dari apa yang ada pada pusat kognisi, pusat afeksi, dan sistem sensoris diskriminatif yang dirasakan oleh individu, serta bagaimana cara individu tersebut menghadapi nyerinya.

42 22 Gambar 2.1 Mekanisme Penjalaran Nyeri Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (misalnya: tidak pantas kalau laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri). (Gill, 1990) Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh American Society of Plastic Surgeons (ASPS) menemukan bahwa, perempuan memiliki lebih banyak reseptor saraf yang mengakibatkan perempuan merasakan nyeri yang lebih hebat dibanding laki-laki. Hal ini pun membuat perempuan membutuhkan perbedaan teknik operasi, penanganan ataupun dosis obat untuk mengontrol nyerinya. Berdasarkan penelitian tersebut, perempuan diketahui memiliki rata-rata 34 serabut saraf per sentimeter kuadrat di kulit wajahnya, sedangkan laki-laki hanya 17 serabut saraf. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki toleransi nyeri yang rendah. Selain itu,

43 23 perempuan juga dilaporkan merasakan lebih banyak nyeri selama hidupnya dan jika dibandingkan dengan laki-laki, perempuan merasakan nyeri di lebih banyak area tubuh dan dalam durasi yang lebih lama. Sedangkan dari segi umur, hal ini mempengaruhi persepsi nyeri seseorang karena anak-anak dan orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan dengan orang dewasa muda karena mereka sering tidak dapat mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan. Anak-anak belum mempunyai perbendaharaan kata yang cukup sehingga mereka sulit untuk mengungkapkan nyeri secara verbal dan sulit untuk mengekspresikannya kepada orang tua ataupun perawat. (Taylor, 1997) Umumnya para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas kesehatan. Di lain pihak, normalnya kondisi nyeri hebat pada dewasa muda dapat dirasakan sebagai keluhan ringan pada dewasa tua. Orang dewasa tua mengalami perubahan neurofisiologi dan mungkin mengalami penurunan persepsi sensori stimulus serta peningkatan ambang nyeri. Selain itu, proses penyakit kronis yang lebih umum terjadi pada dewasa tua seperti penyakit gangguan, kardiovaskuler atau diabetes mellitus dapat mengganggu transmisi impuls saraf normal (Le Mone & Burke, 2008) 2.6 Intensitas Nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran seberapa parah nyeri yang dirasakan individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dapat dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. (Tamsuri, 2006)

44 24 Selain itu, pada dasarnya ada beberapa bagian tubuh yang sangat sensitif terhadap rangsang nyeri sehingga akan terasa sangat sakit bila terpukul, tertusuk ataupun terluka. Bagian tubuh itu adalah sebagai berikut: 1. Ujung jari Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Annals of Neurology, ujung jari merupakan bagian tubuh yang lebih sensitif terhadap nyeri dibandingkan hampir semua bagian tubuh yang lainnya. Hal inilah yang menyebabkan luka kecil seperti teriris kertas ataupun tertusuk jarum dapat membuat seorang pria dewasa kesakitan. Ujung jari manusia dipenuhi oleh ujung-ujung saraf, yang akan mengirimkan sinyal rasa sakit langsung ke dalam otak manusia. Hal ini berarti semakin banyak ujung saraf pada suatu bagian tubuh, maka semakin besar rasa sakit yang akan dirasakan. 2. Tulang kering (Tibia) Tulang kering (tibia) merupakan tulang yang terdapat di bagian depan betis dilapisi oleh sangat sedikit otot dan lemak. Hal ini berarti tidak ada bantalan yang dapat melindung tulang bila terantuk. Sehingga, sedikit saja benturan terhadap meja dapat membuat rasa nyeri yang timbul menjadi dua kali lipat. 3. Lengkung kaki Lengkung kaki memiliki lapisan kulit yang lebih tipis dibandingkan tumit ataupun bagian depan kaki yang lapisan kulitnya lebih tebal. Hal ini menyebabkan ujung saraf di bawah kulit lebih dekat ke permukaan sehingga lebih mudah terstimulasi.

45 25 4. Lutut bagian depan dan belakang Seperti halnya tulang kering (tibia), lutut bagian depan dan belakang tidak memiliki banyak otot ataupun lemak sebagai bantalannya. Selain itu, tempurung lutut juga dipenuhi oleh saraf-saraf sensorik. Bagian belakang lutut juga tidak memiliki perlindungan apapun dan terletak bersebelahan dengan tulang paha. Jadi, saat bagian tubuh ini terbentur, maka rasa sakit akan berasal dari dua bagian tubuh, belakang lutut dan paha, sehingga akan dirasakan lebih sakit. 5. Siku bagian dalam Siku bagian dalam dipenuhi oleh saraf ulnaris yang berasal dari bagian belakang siku. Saraf ini terletak di samping tulang lengan atas, humerus. Karena tidak adanya bantalan pelindung untuk saraf ini, maka saraf inipun lebih mudah terstimulasi saat bagian siku terbentur. Saraf terdiri dari serabut yang berbeda, ada yang berespon terhadap sentuhan, dan ada yang berespon terhadap nyeri. Dan saraf ulnaris ini adalah saraf yang berespon terhadap nyeri. Saraf ini berjalan ke arah telapak tangan dan jari tangan, maka benturan di daerah ini juga akan menyebabkan nyeri pada seluruh lengan bawah hingga ke jari tangan. (Wilhelmi, 2005) Nyeri merupakan masalah yang sangat subjektif yang dipengaruhi oleh psikologis, kebudayaan dan hal lainnya, sehingga mengukur intensitas nyeri adalah hal yang sulit. Ada beberapa metode yang umumnya digunakan untuk menilai intensitas nyeri, antara lain:

46 26 a. Verbal Rating Scale (VRSs) Menggunakan suatu word list untuk mendeskripsikan nyeri dirasakan. Pasien disuruh memilih kata-kata atau kalimat yang menggambarkan karakteristik nyeri yang dirasakan dari word list yang ada. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri dari saat pertama kali muncul sampai tahap penyembuhan. Penilaian ini menjadi beberapa kategori nyeri, yaitu: Tidak nyeri (none) Nyeri ringan (mild) Nyeri sedang (moderate) Nyeri berat (severe) Nyeri sangat berat (very severe). (Fillingim RB, 2001) b. Numeric Rating Scale (NRSs) Metode ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan range dari intensitas nyeri. Umumnya pasien akan menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan dari angka menggambarkan tidak ada nyeri sedangkan 10 menggambarkan nyeri yang hebat. (FIllingim RB, 2001) Gambar 2.2 Numeric Rating Scale (NRS)

47 27 c. Visual Analogue Scale (VASs) Metode ini menggunakan garis sepanjang 100 mm yang menggambarkan keadaan tidak nyeri sampai nyeri yang sangat hebat. Pasien menandai pada garis yang menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan. Keuntungan menggunakan metode ini adalah sensitif untuk mengetahui perubahan intensitas nyeri, mudah dimengerti dan dikerjakan, dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi klinis. Kerugiannya adalah tidak dapat digunakan pada anak-anak dibawah 8 tahun dan mungkin sukar diterapkan jika pasien berada dalam nyeri hebat. (Fillingim RB, 2001) Gambar 2.3 Visual Analogue Scale (VAS) d. The Face Pain Scale Skala ini diatur secara visual dengan ekspresi guratan wajah untuk meunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan. Skala penilaian wajah pada dasarnya digunakan pada anak- anak tetapi juga bisa bermanfaat ketika orang dewasa yang mempunyai kesulitan dalam menggunakan angka-angka dari skala visual analog (VAS) yang merupakan alat penilaian pengkajian nyeri secara umum. (Suza, 2007) Wong dan Baker (1988) mengembangkan skala wajah untuk mengkaji nyeri. Skala tersebut terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang

48 28 menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum tidak merasa nyeri, kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah yang kurang bahagia, wajah yang sangat sedih, sampai wajah yang sangat ketakutan nyeri yang sangat. (Potter & Perry, 2005) Gambar 2.4 The Face Pain Scale 2.7 Penatalaksanaan Nyeri Terdapat berbagai macam tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri yaitu mencakup tindakan non farmakologis dan tindakan farmakologis. Dalam beberapa kasus nyeri yang sifatnya ringan, tindakan non farmakologis adalah intervensi yang paling utama, sedangkan tindakan farmakologis dipersiapkan untuk mengantisipasi perkembangan nyeri. Pada kasus nyeri sedang sampai berat, tindakan non farmakologi menjadi suatu pelengkap yang efektif untuk mengatasi nyeri disamping tindakan farmakologis yang utama. Tujuan penatalaksanaan nyeri yaitu: 1. Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri

49 29 2. Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala kronis yang persisten 3. Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri 4. Meminimalkan reaksi yang tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi nyeri 5. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. (Prasetyo SN, 2010) Prinsip dalam pengobatan nyeri harus dimulai dengan analgesik yang paling ringan sampai ke yang paling kuat, secara garis besar strategi farmakologi mengikuti WHO Three Step Analgesic Ladder yaitu: 1. Tahap I yaitu untuk nyeri ringan (skala 1-3). Terapi pada tahap ini menggunakan obat pilihan non-opioid, meliputi paracetamol, NSAID, yang disertai dengan atau tanpa adjuvant (Tricyclic antidepressant atau anticonvulsant therapy) 2. Tahap II yaitu untuk nyeri sedang (skala 4-6). Terapi pada tahap ini menggunakan kombinasi opioid lemah (contoh: kodein) dengan analgesik non-opioid, yang disertai dengan atau tanpa adjuvant. 3. Tahap III yaitu untuk nyeri berat (7-10). Terapi pada tahap ini menggunakan opioid kuat (contoh: morfin) yang dapat disertai dengan atau tanpa non-opioid dan adjuvant. (Morgan GE, 1996)

50 30 Gambar 2.5 WHO Three Step Analgesic Ladder 2.8 Obat Analgesik Analgetik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi SSP secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran. Analgesik bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit. (Siswandono, 2008) Atas dasar cara kerja farmakologisnya, analgesik dibagi dalam 2 kelompok besar, yakni: a. Analgesik perifer (non narkotik), yang terdiri dari obat -obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgesik antiradang termasuk dalam kelompok ini. b. Analgesik narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fraktur dan kanker. (Tjay dan Rahardja, 2007) Analgesik Non Narkotik Analgesik non narkotik atau analgesik non-opioid atau NSAID/OAINS dapat digunakan untuk mengatasi nyeri pascabedah ringan dan sedang, namun tidak

51 31 seperti opioid, non-opioid mempunyai efek atap (maksimum) analgesia, sehingga peningkatan dosis hanya akan meningkatkan insiden efek samping tanpa dapat meningkatkan efek analgesia. (Arvin BK, 1999) Obat analgesik jenis ini tidak bekerja sentral sehingga disebut sebagai obat analgesik perifer. Cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat dan tidak memiliki efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada penggunanya, berbeda halnya dengan penggunaan obat analgetika jenis narkotik. Efek samping obat-obat analgesik perifer seperti kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta kerusakan kulit. (Tjay dan Rahardja, 2007) Obat-obat analgesia non narkotik ini dibagi menjadi beberapa kelompok lain sebagai berikut: derivat asam salisilat misalnya aspirin, derivat paraaminofenol misalnya paracetamol, derivat asam propionat (ibuprofen, ketoprofen, naproksen), derivat asam fenamat misalnya asam mefenamat, derivat asam fenilasetat misalnya diklofenak, derivat asam asetat indol misalnya indometasin, derivat pirazolon (fenilbutazon, oksifenbutazon), dan derivat oksikam (piroksikam, oksifenbutazon). (Arvin BK, 1999) Asetosal atau asam asetil salisilat atau aspirin iindikasikan untuk orang yang mengalami sakit kepala, nyeri muskuloskeletal sementara, disminore, dan demam. Aspirin ini mempunyai efek analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi. Pada beberapa kasus peradangan, kebanyakan klinisi lebih menyukai pengobatan dengan menggunakan antiinflamasi dengan OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) lain

52 32 yang mungkin lebih dapat ditoleransi dan lebih nyaman bagi pasien. Aspirin juga digunakan untuk pencegahan terjadinya thrombus pada pembuluh darah koroner jantung dan pembuluh darah otak. Asetaminofen atau paracetamol memiliki efek analgetik dan antipiretik, tetapi kemampuan anti inflamasinya sangat lemah. Paracetamol kurang mengiritasi lambung dan karena itu lebih disukai daripada asetosal, khususnya digunakan pada lansia. Ibuprofen mempunyai efek analgesik, antipiretik, dan anti inflamasi, namun efek anti inflamasinya memerlukan dosis lebih besar. Efek samping dari obat ini ringan, seperti sakit kepala dan iritasi lambung ringan. Asam mefenamat memiliki efek analgetik dan anti inflamasi, tetapi tidak memberikan efek antipiretik. Efek samping dari asam mefenamat yaitu diare dan kadang-kadang anemia hemolitik dapat terjadi sehingga pengobatan harus dihentikan. Diklofenak diberikan untuk antiinflamasi dan bisa diberikan untuk terapi simptomatik jangka panjang untuk artritis rheumatoid, osteoarthritis, dan spondylitis ankilosa. Indometasin memiliki efek antipiretik, antiinflamasi, dan analgetik sebanding dengan aspirin, tetapi lebih toksik. Fenilbutazon hanya digunakan untuk antiinflamasi dan mempunyai efek meningkatkan sekresi asam urat melalui urin, sehigga bisa digunakan pada artritis gout. Piroksikam hanya diindikasikan untuk inflamasi sendi. (BPOM, 2015) Analgesik Narkotik Analgesik narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang moderat ataupun berat, seperti rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut,

53 33 sesudah operasi atau penyakit ginjal. Analgesik narkotik sering juga digunakan untuk pramedikasi anestesi, bersama-sama digunakan dengan atropin, untuk mengontrol sekresi. (Siswandono, 2008) Aktivitas analgesik narkotik jauh lebih besar dibandingkan dengan golongan analgesik non narkotik, sehingga disebut pula analgesik kuat. Golongan ini pada umumnya menimbulkan euforia sehingga banyak disalahgunakan. Pemberian obat secara terus-menerus dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan mental atau kecanduan, dan efek ini terjadi secara cepat. (Siswandono, 2008) Efek samping dari analgesik ini yaitu mual, muntah, mengantuk, dan konstipasi. Dosis yang lebih besar dapat menimbulkan depresi napas, hipotensi dan overdosis. (BPOM, 2015) Atas dasar cara kerjanya obat-obat opioid dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu agonis opiat, yang dapat dibagi dalam alkaloida candu dan zat-zat sintesis. Yang termasuk dalam alkaloida candu adalah morfin, kodein, heroin, dan nikomorfin, sedangkan yang termasuk dalam zat-zat sintesis adalah metadon dan derivatnya (dekstromoramida, propoksifen, bezitramida), petidin dan derivatnya (fentanyl, sufentanil) dan tramadol. Golongan yang kedua yaitu antagonis opiat, yang termasuk didalamnya yaitu nalokson, nalorfin, pentazosin, dan buprenorfin. Golongan yang terakhir yaitu golongan campuran, yang termasuk didalamnya yaitu nalorfin dan nalbufin. Sedangkan sediaan opioid yang terdapat di Indonesia antara lain adalah morfin, fentanyl, meperidin, kodein dan tramadol. (Tjay TH, 2007) Selain kedua jenis analgesik diatas, juga terdapat analgesik adjuvant (adjuvant analgesic) yang merupakan obat yang mempunyai sifat analgesik lemah

54 34 atau tidak ada sifat analgesik sama sekali apabila diberikan sendiri, namun dapat meningkatkan efek agen analgesic lain. Obat ini dapat dikombinasikan dengan analgesic primer sesuai dengan sistem WHO Analgesic Ladder untuk mengurangi rasa nyeri. Analgesik adjuvant biasanya diberikan kepaada pasien yang menggunakan berbagai obat sehingga keputusan mengenai administrasi dan dosis obat harus dibuat dengan pemahaman yang jelas dari tahap penyakit dan tujuan perawatan. Sebagian analgesic adjuvant mempunyai efek yang bagus pada beberapa situasi nyeri tertentu sehingga diberikan nama multipurpose adjuvant analgesics (antidepressants, corticosteroids, α 2 -adrenergic agonists, neuroleptics). Ada juga yang spesifik pada kondisi nyeri tertentu saja, seperti pada nyeri neuropatik (anticonvulsants, local anesthetics, N-methyl-D-aspartate receptor antagonists), nyeri tulang (calcitonin, bisphosphonates, radiopharmaceuticals), nyeri otot (muscle relaxants), atau nyeri pada obstruksi usus (octreotide, anticholinergics).

55 35 BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Jenis Kelamin Umur Durasi Nyeri Pasien dengan keluhan Nyeri Lokasi Nyeri Intensitas Nyeri Jenis Nyeri Diagnosis Penyakit Pengobatan Nyeri Skema 3.1 variabel dependen dan variabel independen Keterangan: = Variabel Dependen = Variabel Independen

56 Definisi Operasional 1. Jenis kelamin Definisi : Perbedaan jenis kelamin dari pasien sesuai dengan yang tercatat dalam rekam medis. Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur : Rekam medis : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien. : Berupa data kategorik yaitu: 1. Laki-laki 2. Perempuan 2. Umur Definisi : Lamanya penderita hidup, sejak dilahirkan sampai sekarang yang dinyatakan dalam satuan tahun. Umur dalam penelitian ini adalah umur yang tercatat dalam rekam medik pasien. Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur : Rekam medis : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien. : Berupa data kategorik yaitu: tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun 8. >70 tahun

57 37 3. Durasi nyeri Definisi : Lamanya pasien menderita keluhan nyeri sesuai dengan yang tercatat di rekam medis Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur : Rekam medis : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien. : Berupa data angka dalam hitungan hari yang selanjutnya ditentukan durasi nyeri rata-rata 4. Lokasi nyeri Definisi : Area dimana dirasakan nyeri sesuai dengan yang tercatat di rekam medis. Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur : Rekam medis : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien. : Berupa data kategorik yaitu: 1. 1 Lokasi 2. >1 Lokasi Adapun lokasi nyeri, yaitu: 1. Nyeri kepala 2. Nyeri wajah 3. Nyeri leher 4. Nyeri dada 5. Nyeri abdomen 6. Nyeri punggung

58 38 7. Nyeri pinggang bawah 8. Nyeri pelvis 9. Nyeri ekstremitas 5. Intensitas nyeri Definisi : Skala nyeri yang dirasakan oleh pasien yang diukur dengan menggunakan metode NRS ( Numeric Rating Scale) dan sesuai dengan yang tercatat di rekam medis. Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur 6. Jenis Nyeri Definisi : Rekam medis : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien. : Berupa data kategorik yaitu: 1. NRS 1-3 : Nyeri Ringan 2. NRS 4-6 : Nyeri Sedang 3. NRS 7-10: Nyeri Berat : Pembagian nyeri menurut mekanisme patofisiologi terjadinya nyeri sesuai yang tercatat dalam rekam medis. Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur : Rekam medis : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien. : Berupa data kategorik yaitu: 1. Nyeri Nosiseptif 2. Nyeri Neuropatik

59 39 7. Diagnosis Penyakit Definisi : Jenis penyakit yang diderita oleh pasien sesuai yang tercatat dalam rekam medis. Alat Ukur Cara Ukur : Rekam medis : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien. Hasil Ukur : 1. Penyakit infeksi dan parasit 2. Neoplasma 3. Penyakit darah dan organ pembentukan darah 4. Penyakit endokrin, nutrisi dan gangguan imunitas 5. Gangguan mental dan perilaku 6. Penyakit sistem saraf 7. Penyakit mata dan adnexa 8. Penyakit telinga dan processus mastoideus 9. Penyakit sistem peredaran darah 10. Penyakit sistem pernapasan 11. Penyakit sistem pencernaan 12. Penyakit kulit dan jaringan subkutan 13. Penyakit sistem otot rangka dan jaringan ikat 14. Penyakit sistem kencing dan kelamin 15. Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas 16. Keadaan tertentu yang berasal dari masa perinatal 17. Malformasi konginetal, deformitas dan abnormalitas kromosom 18. Gejala, tanda dan hasil klinik dan laboratorium abnormal yang tidak dapat diklasifikasikan 19. Cedera dan keracunan 20. Penyebab lain yang menyebabkan kecacatan dan kematian

60 40 8. Pengobatan nyeri 21. Faktor yang mempengaruhi status kesehatan dan kontak dengan pelayanan kesehatan Definisi : Obat yang diberikan untuk mengatasi nyeri yang diderita oleh pasien dan sesuai dengan yang tercatat dalam rekam medis. Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur : Rekam medis : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien. : Berupa data kategorik yaitu: 1. Analgesik Non-Opioid 2. Analgesik Opioid 3. Analgesik Adjuvant 4. Kombinasi Adapun jenis Analgesik Non-Opioid yaitu: 1. Ibuprofen 2. Natrium Diklofenak 3. Parasetamol 4. Asam Mefenamat Sedangkan, jenis Analgesik Opioid yaitu: 1. Kodein Dan jenis Analgesik Adjuvant yaitu: 1. Diazepam

61 41 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif retrospektif untuk memberikan gambaran fakta mengenai beberapa karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri berdasarkan data sekunder yang tercatat dalam rekam medik di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Batua yang terletak di Kecamatan Manggala, Kota Makassar Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 1 bulan, yaitu pada tanggal 4 September hingga tanggal 4 Oktober Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah semua data pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017.

62 Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah sebagian data pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017 yang memiliki data rekam medik yang lengkap sesuai dengan variabel yang diteliti. a. Besar sampel Besar sampel diperoleh dengan menggunakan rumus Slovin yang kemudian besar sampel ini dianggap telah mewakili seluruh populasi. Maka dari itu, ditetapkanlah batas toleransi kesalahan sebesar 5% sehingga sampel dapat semakin akurat dalam menggambarkan populasi. Besar sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut : N n 1 N( d) 1924 n n n n Keterangan: 2 n = Besar sampel N = Besar populasi 2 d = Batas toleransi kesalahan (Notoatmodjo S, 2003)

63 43 b. Teknik pengambilan sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling. Yaitu sampel diambil dari populasi secara acak sebanyak yang dibutuhkan. Sehingga setiap populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Dimana sampel yang dipilih harus memiliki data rekam medik yang lengkap sesuai dengan variabel yang diteliti. 4.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari pencatatan pada rekam medik pasien di Puskesmas Batua Kota Makassar. Rekam medik pasien dengan keluhan nyeri yang dipilih sebagai sampel, dikumpul dan dilakukan pencatatan pada daftar tilik dengan tabel tertentu untuk mencatat data yang dibutuhkan dari rekam medik sesuai variabel yang diteliti. 4.5 Pengolahan dan Penyajian Data Pengolahan Data Data yang dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan variabel yang diteliti yaitu jenis kelamin, umur, durasi nyeri, lokasi nyeri, intensitas nyeri, jenis nyeri, diagnosis penyakit dan pengobatan nyeri. Data yang didapatkan kemudian ditabulasi, lalu diolah dengan komputer yaitu menggunakan program Microsoft Excel secara statistik deskriptif yaitu dalam bentuk tabulasi berisi frekuensi dan persentase dari masing-masing variabel yang diteliti.

64 Penyajian Data Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi proporsi, diagram pie dan diagram batang yang disertai dengan penjelasan yang disusun dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian. 4.6 Etika Penelitian 1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak Puskesmas Batua sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian. 2. Menjaga kerahasiaan identitas pribadi pasien yang terdapat pada data rekam medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan. 3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan sebelumnya.

65 45 BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Batua Kota Makassar pada tanggal 4 September hingga tanggal 4 Oktober Berdasarkan data yang telah didapatkan, terdapat pasien rawat jalan pada bulan Februari Dari seluruh pasien rawat jalan tersebut, terdapat pasien atau sebesar 72,82% pasien rawat jalan yang datang dengan keluhan nyeri. Hal ini sejalan dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa, di Amerika Serikat nyeri merupakan keluhan medis yang paling sering dikeluhkan dan merupakan salah satu alasan utama pasien dalam mencari perawatan medis. Kira-kira 50-80% pasien di rumah sakit mengalami nyeri disamping keluhan lain yang menyebabkan pasien masuk rumah sakit. Setelah dilakukan perhitungan besar sampel berdasarkan rumus Slovin, didapatkan 331 pasien rawat jalan yang menjadi sampel penelitian. Data diperoleh dari data sekunder yaitu melalui rekam medik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 untuk mengetahui karakteristriknya berdasarkan variabel jenis kelamin, umur, durasi nyeri, lokasi nyeri, intensitas nyeri, jenis nyeri, diagnosis penyakit dan pengobatan nyeri. Adapun hasil penelitian, disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

66 Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut: Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Jenis Kelamin f (%) Laki-Laki ,27 Perempuan ,73 Jumlah Sumber: Rekam Medik Puskesmas Batua Kota Makassar Berdasarkan tabel 5.1. dapat diketahui bahwa dari 331 pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri, proporsi tertinggi berdasarkan jenis kelamin adalah pasien perempuan yaitu sebanyak 201 orang atau sebesar 60,73% sedangkan pasien laki-laki yaitu sebanyak 130 orang atau sebesar 39,27%. 5.2 Umur Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan umur sebagai berikut:

67 47 Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Umur di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Umur f (%) 0-9 tahun 34 10, tahun 40 12, tahun 41 12, tahun 36 10, tahun 32 9, tahun 21 6, tahun 82 24,77 >70 tahun 45 13,60 Jumlah Sumber: Rekam Medik Puskesmas Batua Kota Makassar Berdasarkan tabel 5.2. dapat diketahui bahwa dari 331 pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri, proporsi tertinggi berdasarkan umur adalah pasien yang berusia antara tahun yaitu sebanyak 82 orang atau sebesar 24,77% dan proporsi terendah adalah umur tahun yaitu sebanyak 21 orang atau sebesar 6,34%. 5.3 Durasi Nyeri Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017, diperoleh median dari durasi nyeri sebagai berikut:

68 48 Tabel 5.3 Median dari Durasi Nyeri Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Durasi Nyeri (hari) Median 3 Minimum 1 Maximum 90 Sumber: Rekam Medik Puskesmas Batua Kota Makassar Berdasarkan tabel 5.3. dapat diketahui bahwa median dari durasi nyeri pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017 adalah 3 hari. Durasi nyeri yang paling singkat adalah selama 1 hari sedangkan yang paling lama adalah selama 90 hari. 5.4 Lokasi Nyeri Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan jumlah lokasi nyeri sebagai berikut: Tabel 5.4 Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Jumlah Lokasi Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Jumlah Lokasi Nyeri f (%) 1 Lokasi ,51 >1 Lokasi 91 27,49 Jumlah Sumber: Rekam Medik Puskesmas Batua Kota Makassar Berdasarkan tabel 5.4. dapat diketahui bahwa dari 331 pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri, proporsi tertinggi berdasarkan jumlah lokasi nyeri adalah

69 49 pasien dengan 1 lokasi nyeri yaitu sebanyak 240 orang atau sebesar 72,51% dan proporsi terendah adalah pasien dengan lebih dari 1 lokasi nyeri yaitu sebanyak 91 orang atau sebesar 27,49%. Adapun distribusi proporsi berdasarkan lokasi nyeri dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5.5 Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Lokasi Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Lokasi Nyeri (n=331) f (%) Kepala 96 29,00 Wajah 25 7,55 Leher 50 15,11 Dada 14 4,23 Abdomen 58 17,52 Punggung 38 11,48 Pinggang Bawah 38 11,48 Pelvis 6 1,81 Extremitas 97 29,31 Sumber: Rekam Medik Puskesmas Batua Kota Makassar Berdasarkan tabel 5.5. dapat diketahui bahwa proporsi tertinggi berdasarkan lokasi nyeri adalah pasien dengan lokasi nyeri di extremitas yaitu sebanyak 97 orang atau sebesar 29,31% dan proporsi terendah adalah pasien dengan lokasi nyeri di pelvis yaitu sebanyak 6 orang atau sebesar 1,81%.

70 Diagnosis Penyakit Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017, diperoleh 5 diagnosis penyakit dengan proporsi terbanyak sebagai berikut: Tabel 5.6 Distribusi 5 Diagnosis Penyakit dengan Proporsi Terbanyak pada Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Diagnosis Penyakit (n=331) f (%) Rheumatoid Arthritis (RA) 45 13,60 Cephalgia 35 10,57 Low Back Pain (LBP) 33 9,97 Gastritis 27 8,16 Faringitis 21 6,34 Sumber: Rekam Medik Puskesmas Batua Kota Makassar Berdasarkan tabel 5.6. dapat diketahui 5 diagnosis penyakit dengan proporsi terbanyak yaitu rheumatoid arthritis (RA), cephalgia, low back pain (LBP), gastritis dan faringitis. Proporsi tertinggi berdasarkan diagnosis penyakit adalah pasien dengan penyakit rheumatoid arthritis (RA) ya itu sebanyak 45 orang atau sebesar 13,60%. 5.6 Pengobatan Nyeri Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan jumlah pengobatan nyeri yaitu:

71 51 Tabel 5.7 Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Jumlah Pengobatan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Jumlah Pengobatan Nyeri f (%) 1 Obat ,70 >1 Obat 1 00,30 Jumlah Sumber: Rekam Medik Puskesmas Batua Kota Makassar Berdasarkan tabel 5.7. dapat diketahui bahwa dari 331 pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri, proporsi tertinggi berdasarkan jumlah pengobatan nyeri adalah pasien dengan 1 pengobatan nyeri yaitu sebanyak 330 orang atau sebesar 99,70% dan proporsi terendah adalah pasien dengan lebih dari 1 pengobatan nyeri yaitu sebanyak 1 orang atau 00,30%. Adapun distribusi proporsi berdasarkan pengobatan nyeri dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5.8 Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Pengobatan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Non-Opioid Pengobatan Nyeri (n=331) f (%) Ibuprofen ,84 Natrium Diklofenak 72 21,75 Paracetamol ,23 Asam Mefenamat 38 11,48 Opioid Codein 0 0,00 Adjuvant Diazepam 0 0,00 Sumber: Rekam Medik Puskesmas Batua Kota Makassar Berdasarkan tabel 5.8. dapat diketahui bahwa proporsi tertinggi berdasarkan pengobatan nyeri adalah pasien yang mendapatkan pengobatan nyeri

72 52 dengan ibuprofen yaitu sebanyak 112 orang atau sebesar 33,84% dan proporsi terendah yaitu pengobatan nyeri menggunakan codein dan diazepam yang memiliki proporsi 0.

73 53 BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian tentang karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017 telah dilaksanakan pada puskesmas tersebut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif yang melihat berdasarkan rekam medik pasien. Penelitian ini ingin mengetahui gambaran pasien dengan keluhan nyeri berdasarkan jenis kelamin, umur, durasi nyeri, lokasi nyeri, intensitas nyeri, jenis nyeri, diagnosis penyakit dan pengobatan nyeri. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017 yaitu sebanyak pasien namun diambil sampel sebanyak 331 pasien berdasarkan rumus Slovin yang kemudian dianggap dapat mewakili keseluruhan populasi. 6.1 Jenis Kelamin Hasil penelitian tentang karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut:

74 54 39,27% 60,73% Laki-laki Perempuan Gambar 6.1 Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Berdasarkan gambar 6.1 dapat diketahui bahwa proporsi tertinggi pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 adalah pasien perempuan yaitu sebanyak 60,73% sedangkan pasien laki-laki yaitu sebanyak 39,27%. Hasil penelitian ini sejalan dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (misalnya: tidak pantas kalau laki -laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri). Pada kepustakaan dikatakan juga bahwa pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh American Society of Plastic Surgeons (ASPS) menemukan bahwa, perempuan memiliki lebih banyak reseptor saraf yang mengakibatkan perempuan merasakan nyeri yang lebih hebat dibanding laki-laki. Hal ini pun membuat perempuan membutuhkan perbedaan teknik operasi, penanganan ataupun dosis obat untuk mengontrol nyerinya. Berdasarkan penelitian tersebut, perempuan diketahui memiliki rata-rata 34 serabut saraf per sentimeter kuadrat di kulit

75 55 wajahnya, sedangkan laki-laki hanya 17 serabut saraf. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki toleransi nyeri yang rendah. Selain itu, perempuan juga dilaporkan merasakan lebih banyak nyeri selama hidupnya dan jika dibandingkan dengan laki-laki, perempuan merasakan nyeri di lebih banyak area tubuh dan dalam durasi yang lebih lama. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Logan dan Rose (2004) terhadap 100 sampel pasien untuk mengetahui perbedaan respon nyeri antara laki-laki dan perempuan. Hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam merespon nyeri yaitu perempuan mempunyai respon nyeri lebih baik dari pada laki-laki. Selain itu, pada penelitian multisenter di unit rawat jalan pada 14 rumah sakit pendidikan di seluruh Indonesia yang dilakukan oleh kelompok studi nyeri pada bulan Mei 2002, didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dari 4456 kasus nyeri, jumlah penderita perempuan lebih banyak dibanding laki-laki yaitu sebanyak 2256 orang perempuan dan laki-laki sebanyak 2200 orang. (Meliala L, 2004) 6.2 Umur Hasil penelitian tentang karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan umur sebagai berikut:

76 ,77 Proporsi (%) ,27 12,08 12,39 10,88 9,67 6,34 13, >70 Umur (tahun) Gambar 6.2 Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Umur di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Berdasarkan gambar 6.2 dapat diketahui bahwa dari 331 pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri, proporsi tertinggi berdasarkan umur adalah pasien yang berusia antara tahun yaitu sebanyak 24,77% dan proporsi terendah adalah umur tahun yaitu sebanyak 6,34%. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan dengan orang dewasa muda namun mereka sering tidak mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan. Para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas kesehatan. Selain itu, normalnya kondisi nyeri hebat pada dewasa muda dapat dirasakan sebagai keluhan ringan pada dewasa tua. Orang dewasa tua mengalami perubahan neurofisiologi dan mungkin mengalami penurunan persepsi sensori stimulus serta peningkatan ambang nyeri. Selain itu,

77 57 proses penyakit kronis yang lebih umum terjadi pada dewasa tua seperti penyakit gangguan, kardiovaskuler atau diabetes mellitus dapat mengganggu transmisi impuls saraf normal. Hal ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa ternyata proporsi tertinggi pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri berdasarkan umur yaitu pada kategori tahun (lansia). Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh usia terhadap persepsi nyeri dan hasilnya sudah tidak konsisten. Washington, Gibson dan Helme (2000) menemukan bahwa orang tua membutuhkan intensitas lebih tinggi dari rangsangan nyeri dibandingkan orang usia muda. Menurut Edwards & Fillingham (2000) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan persepsi nyeri antara orang muda dengan orang tua, sedangkan menurut Li, Green-wald dan Gennis (2001) menemukan bahwa nyeri pada pasien lansia merupakan bagian dari proses penuaan. Pasien usia lanjut melaporkan nyeri kurang signifikan dibandingkan pasien yang lebih muda. Penelitian-penelitian diatas juga berbanding terbalik dengan hasil penelitian ini karena pada nyatanya pasien usia lanjut lebih banyak yang mengunjungi puskesmas untuk melaporkan nyeri yang dirasakannya dibandingkan kelompok umur lainnya. 6.3 Durasi Nyeri Berdasarkan tabel 5.3. dapat diketahui bahwa median dari durasi nyeri pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017 adalah 3 hari. Durasi nyeri yang paling singkat adalah selama 1

78 58 hari sedangkan yang paling lama adalah selama 90 hari. Durasi nyeri yang paling singkat yaitu 1 hari dapat dikaitkan dengan adanya rasa yang tidak menyenangkan yang dirasakan oleh seseorang ketika mengalami nyeri yang dapat berpengaruh besar terhadap aktivitas sehari-harinya bahkan menurunkan kualitas hidupnya, sehingga hal inilah yang dapat mendorong seseorang untuk segera mencari pertolongan salah satunya melalui puskesmas untuk mengatasi nyeri yang dialami. Sedangkan, durasi nyeri yang paling lama yaitu 90 hari dapat dikaitkan dengan diagnosis penyakit pasien dengan keluhan nyeri, dimana proporsi tertinggi adalah pasien dengan penyakit rheumatoid arthritis (RA). Pada penyakit ini, penderita dapat merasakan kaku sendi hingga nyeri yang muncul terutama di pagi hari dimana nyerinya dapat berlangsung kronis hingga lebih dari 3 bulan dan nyeri yang konstan dari tubuh selama berbulan-bulan bahkan beberapa tahun. 6.4 Lokasi Nyeri Hasil penelitian tentang karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan jumlah lokasi nyeri sebagai berikut:

79 59 27,49% 1 Lokasi >1 Lokasi 72,51% Gambar 6.3 Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Jumlah Lokasi Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Berdasarkan gambar 6.3. dapat diketahui bahwa dari 331 pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri, proporsi tertinggi berdasarkan jumlah lokasi nyeri adalah pasien dengan 1 lokasi nyeri yaitu sebanyak 72,51% dan proporsi terendah adalah pasien dengan lebih dari 1 lokasi nyeri yaitu sebanyak 27,49%. Adapun distribusi proporsi berdasarkan lokasi nyeri dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

80 60 Extremitas 29,31 Pelvis 1,81 Pinggang bawah 11,48 Lokasi Nyeri Punggung Abdomen Dada Leher Wajah 4,23 7,55 11,48 17,52 15,11 Kepala 29, Proporsi (%) Gambar 6.4 Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Lokasi Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Berdasarkan gambar 6.4. dapat diketahui bahwa proporsi tertinggi berdasarkan lokasi nyeri adalah pasien dengan keluhan nyeri di extremitas yaitu sebanyak 29,31% yang disusul oleh keluhan nyeri di kepala sebanyak 29% dan proporsi terendah adalah pasien dengan keluhan nyeri di pelvis yaitu sebanyak 1,81%. Hasil penelitian ini sejalan dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa pada dasarnya ada beberapa bagian tubuh yang sangat sensitif terhadap rangsang nyeri sehingga akan terasa sangat sakit bila terpukul, tertusuk ataupun terluka. Bagian tubuh itu adalah sebagai berikut:

81 61 1. Ujung jari Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Annals of Neurology, ujung jari merupakan bagian tubuh yang lebih sensitif terhadap nyeri dibandingkan hampir semua bagian tubuh yang lainnya. Hal inilah yang menyebabkan luka kecil seperti teriris kertas ataupun tertusuk jarum dapat membuat seorang pria dewasa kesakitan. Ujung jari manusia dipenuhi oleh ujung-ujung saraf, yang akan mengirimkan sinyal rasa sakit langsung ke dalam otak manusia. Hal ini berarti semakin banyak ujung saraf pada suatu bagian tubuh, maka semakin besar rasa sakit yang akan dirasakan. 2. Tulang kering (Tibia) Tulang kering (tibia) merupakan tulang yang terdapat di bagian depan betis dilapisi oleh sangat sedikit otot dan lemak. Hal ini berarti tidak ada bantalan yang dapat melindung tulang bila terantuk. Sehingga, sedikit saja benturan terhadap meja dapat membuat rasa nyeri yang timbul menjadi dua kali lipat. 3. Lengkung kaki Lengkung kaki memiliki lapisan kulit yang lebih tipis dibandingkan tumit ataupun bagian depan kaki yang lapisan kulitnya lebih tebal. Hal ini menyebabkan ujung saraf di bawah kulit lebih dekat ke permukaan sehingga lebih mudah terstimulasi. 4. Lutut bagian depan dan belakang Seperti halnya tulang kering (tibia), lutut bagian depan dan belakang tidak memiliki banyak otot ataupun lemak sebagai bantalannya. Selain itu, tempurung lutut juga dipenuhi oleh saraf-saraf sensorik. Bagian belakang lutut juga tidak memiliki perlindungan apapun dan terletak bersebelahan dengan tulang paha. Jadi, saat bagian

82 62 tubuh ini terbentur, maka rasa sakit akan berasal dari dua bagian tubuh, belakang lutut dan paha, sehingga akan dirasakan lebih sakit. 5. Siku bagian dalam Siku bagian dalam dipenuhi oleh saraf ulnaris yang berasal dari bagian belakang siku. Saraf ini terletak di samping tulang lengan atas, humerus. Karena tidak adanya bantalan pelindung untuk saraf ini, maka saraf inipun lebih mudah terstimulasi saat bagian siku terbentur. Saraf terdiri dari serabut yang berbeda, ada yang berespon terhadap sentuhan, dan ada yang berespon terhadap nyeri. Dan saraf ulnaris ini adalah saraf yang berespon terhadap nyeri. Saraf ini berjalan ke arah telapak tangan dan jari tangan, maka benturan di daerah ini juga akan menyebabkan nyeri pada seluruh lengan bawah hingga ke jari tangan. (Wilhelmi, 2005) Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Depkes, dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta selama tahun 2006, dimana didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan angka kejadian gangguan nyeri muskuloskeletal yang mengganggu aktifitas, merupakan gangguan yang sering dialami dalam kehidupan sehari-hari sebagian responden. Dari responden laki-laki dan perempuan yang diteliti, peneliti menjelaskan sebanyak 66,9% diantaranya pernah mengalami nyeri sendi. (Wiedya, 2013) Walaupun demikian didapatkan juga penelitian lain yang tidak sejalan, seperti penelitian multisenter di unit rawat jalan pada 14 rumah sakit pendidikan di

83 63 seluruh Indonesia yang dilakukan oleh kelompok studi nyeri pada bulan Mei 2002, dimana didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dari 4456 kasus nyeri, terdapat 35,86% diantaranya adalah nyeri kepala. 6.5 Diagnosis Penyakit Hasil penelitian tentang karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017, diperoleh 5 diagnosis penyakit dengan proporsi terbanyak sebagai berikut: 15 13,6 Proporsi (%) ,57 9,97 8,16 6, RA Cephalgia LBP Gastritis Faringitis Diagnosis Penyakit Gambar 6.5 Distribusi 5 Diagnosis Penyakit dengan Proporsi Terbanyak pada Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Berdasarkan gambar 6.5. dapat diketahui 5 diagnosis penyakit dengan proporsi terbanyak yaitu rheumatoid arthritis (RA), cephalgia, low back pain (LBP), gastritis dan faringitis. Proporsi tertinggi berdasarkan diagnosis penyakit adalah pasien dengan penyakit rheumatoid arthritis (RA) yaitu sebanyak 13,60%, lalu

84 64 disusul oleh cephalgia sebanyak 10,57%, low back pain (LBP) sebanyak 9,97%, gastritis sebanyak 18,6% dan faringitis sebanyak 6,34%. Hasil penelitian ini berkaitan dengan proporsi tertinggi berdasarkan lokasi nyeri yaitu pasien dengan keluhan nyeri di extremitas. Dimana, penyakit rheumatoid arthritis (RA) ini memang menyerang sendi-sendi pada anggota gerak manusia. Hal ini pun sejalan dengan penelitian yang dilakukan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Depkes, dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta selama tahun 2006, dimana didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan angka kejadian gangguan nyeri muskuloskeletal yang mengganggu aktifitas, merupakan gangguan yang sering dialami dalam kehidupan sehari-hari sebagian responden. Dari responden laki-laki dan perempuan yang diteliti, peneliti menjelaskan sebanyak 66,9% diantaranya pernah mengalami nyeri sendi. (Wiedya, 2013) Hal inilah yang mendasari penyakit dengan keluhan nyeri di extremitas memiliki angka yang paling besar proporsinya. Menurut mekanisme patofisiologi terjadinya nyeri, proporsi tertinggi diagnosis penyakit yaitu rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit dengan jenis nyeri nosiseptif dimana nyerinya berasal dari inflamasi yang terjadi di sendi. Selanjutnya, penyakit kedua tertinggi yaitu cephalgia merupakan penyakit dengan jenis nyeri neuropatik dimana nyeri pada cephalgia ini dapat sebagai akibat langsung dari suatu lesi (lesi primer) atau penyakit yang mempengaruhi sistem somatosensori. Selanjutnya, penyakit ketiga tertinggi yaitu low back pain (LBP) merupakan penyakit

85 65 dengan jenis nyeri campuran (nosiseptif dan neuropatik) dimana nyerinya dapat berasal dari otot, tulang, ligamen, sendi maupun masalah langsung pada sistem saraf pada tulang belakang. Contohnya seperti terdesaknya otot vertebral, herniasi, osteoarthritis dari lumbal sacral pada tulang belakang maupun karena masalah pada muskuloskeletal seperti ketegangan lumbosacral, ketidakmampuan ligamen lumbosacral, kelemahan otot hingga masalah pada sendiri intervertebra. Selain itu pada low back pain (LBP) juga sering ditemukan penekanan atau jeratan radiks saraf baik itu hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf atau hingga mengenai serabut saraf. Selanjutnya, penyakit keempat dan kelima tertinggi yaitu gastritis dan faringitis merupakan penyakit dengan jenis nyeri nosiseptif dimana nyerinya merupakan nyeri visceral yang berasal dari cedera pada organ dalam yang kadang disertai dengan refleks autonom misalnya mual dan muntah. Nyeri ini timbul akibat adanya distensi, peradangan, kontraksi abdominal, spasme dari reflex, iskemik, nekrosis dari otot halus, maupun iritasi bahan kimia pada mukosa. 6.6 Pengobatan Nyeri Hasil penelitian tentang karakteristik pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Februari 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan jumlah pengobatan nyeri sebagai berikut:

86 66 0,3% 1 Obat >1 Obat 99,7% Gambar 6.6 Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Jumlah Pengobatan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Berdasarkan gambar 6.6. dapat diketahui bahwa dari 331 pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri, proporsi tertinggi berdasarkan jumlah pengobatan nyeri adalah pasien dengan 1 pengobatan nyeri yaitu sebesar 99,70% dan proporsi terendah adalah pasien dengan lebih dari 1 pengobatan nyeri yaitu sebesar 00,30%. Adapun distribusi proporsi berdasarkan pengobatan nyeri dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

87 67 Proporsi (%) ,84 33,23 21,75 11, Ibuprofen Na Diklo PCT Asmef Codein Diazepam Pengobatan Nyeri Gambar 6.7 Distribusi Proporsi Pasien Rawat Jalan dengan Keluhan Nyeri Berdasarkan Pengobatan Nyeri di Puskesmas Batua Kota Makassar pada Bulan Februari 2017 Berdasarkan gambar 6.7. dapat diketahui bahwa proporsi tertinggi berdasarkan pengobatan nyeri adalah pasien yang mendapatkan pengobatan nyeri dengan ibuprofen yaitu sebesar 33,84% dan proporsi terendah adalah pengobatan nyeri dengan codein dan diazepam dimana tidak ada satupun sampel yang mendapatkan pengobatan nyeri dengan obat tersebut. Dari hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa ternyata analgesik non-opioid merupakan jenis pengobatan nyeri yang diberikan kepada semua sampel pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri. Dimana, ibuprofen memiliki proporsi tertinggi dan asam mefenamat dengan proporsi terendah. Berdasarkan kepustakaan, ibuprofen mempunyai efek analgesik, antipiretik, dan anti inflamasi, namun efek anti inflamasinya memerlukan dosis lebih besar. Efek samping dari obat ini ringan, seperti sakit kepala dan iritasi lambung ringan. Hal inilah yang kemungkinan menjadi pertimbangan tenaga kesehatan dalam memberikan obat kepada pasien dengan

88 68 keluhan nyeri sehingga ibuprofen menjadi jenis pengobatan nyeri dengan proporsi tertinggi. Di sisi lain, asam mefenamat memiliki efek analgetik dan anti inflamasi, tetapi tidak memberikan efek antipiretik. Efek samping dari asam mefenamat yaitu diare dan kadang-kadang anemia hemolitik dapat terjadi sehingga pengobatan harus dihentikan. Hal ini pula yang kemungkinan menjadi pertimbangan tenaga kesehatan dalam memberikan obat kepada pasien dengan keluhan nyeri sehingga asam mefenamat menjadi jenis pengobatan nyeri jenis non-opioid dengan proporsi terendah. Selain itu, dilihat dari penggunaan obat analgesik yaitu hanya menggunakan jenis non-opioid saja, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua pasien rawat jalan yang datang dengan keluhan nyeri pada puskesmas tersebut memiliki intensitas nyeri ringan atau dengan nilai NRS 1-3. Asumsinya, dari keseluruhan pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri tidak mungkin hanya menderita nyeri ringan dengan nilai NRS 1-3 saja, terutama pada pasien dengan nyeri kronik yang kemungkinan bisa menderita nyeri sedang hingga berat. Karena tidak adanya pengukuran intensitas nyeri yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap setiap pasien dengan keluhan nyeri, maka kitai tidak dapat mengetahui secara pasti intensitas nyeri yang dirasakan oleh setiap pasien dan juga tidak dapat mengetahui apakah pemberian pengobatan nyeri sudah tepat dan sesuai berdasarkan intensitas nyeri masing-masing pasien. Maka dari itu, sangat perlu penilaian intensitas nyeri pada setiap pasien yang datang dengan keluhan nyeri, agar tenaga kesehatan dapat memberikan pengobatan nyeri yang tepat dan efektif berdasarkan konsep multimodal yaitu kombinasi antara non-opioid, opioid dan adjuvant terutama bagi pasien dengan intensitas nyeri sedang hingga berat.

89 69 BAB 7 KESIMPULAN, HAMBATAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Pada penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Batua Kota Makassar dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari pasien rawat jalan pada bulan Februari 2017, terdapat pasien atau sebesar 72,82% pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri. 2. Berdasarkan karakteristik jenis kelamin pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri diperoleh bahwa pasien dengan keluhan nyeri tertinggi ada pada kelompok jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 201 orang atau sebesar 60,73%. 3. Berdasarkan karakteristik umur pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri diperoleh bahwa pasien dengan keluhan nyeri tertinggi ada pada kelompok umur tahun yaitu sebanyak 82 orang atau sebesar 24,77%. 4. Berdasarkan karakteristik durasi nyeri pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri diperoleh bahwa median dari durasi nyeri pasien adalah 3 hari. 5. Berdasarkan karakteristik lokasi nyeri pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri diperoleh bahwa pasien dengan keluhan nyeri tertinggi ada pada kelompok pasien dengan nyeri di extremitas yaitu sebanyak 97 orang atau sebesar 29,31%. 6. Berdasarkan karakteristik diagnosis penyakit pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri diperoleh bahwa pasien dengan keluhan nyeri tertinggi ada pada kelompok

90 70 pasien dengan diagnosis penyakit rheumatoid arthritis (RA) yaitu sebanyak 45 orang atau sebesar 13,60%. 7. Berdasarkan karakteristik pengobatan nyeri pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri diperoleh bahwa pasien dengan keluhan nyeri tertinggi ada pada kelompok pasien yang mendapatkan pengobatan nyeri dengan ibuprofen yaitu sebanyak 112 orang atau sebesar 33,84%. 7.2 Hambatan Pada penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Batua Kota Makassar, terdapat beberapa hambatan-hambatan sebagai berikut: 1. Salah satu variabel penelitian yaitu variabel intensitas nyeri tidak dapat diukur dikarenakan para tenaga kesehatan di Puskesmas Batua Kota Makassar memang tidak pernah melakukan pengukuran intensitas nyeri pada setiap pasien rawat jalan yang datang dengan keluhan nyeri. 2. Salah satu variabel penelitian yaitu variabel jenis nyeri tidak dapat diukur dikarenakan tidak adanya satupun rekam medik yang mencantumkan variabel tersebut. 7.3 Saran 1. Bagi Puskesmas Terkait Instansi kesehatan dalam hal ini Puskesmas Batua beserta para tenaga kesehatan yang ada didalamnya hendaknya menaruh perhatian besar terhadap

91 71 peningkatan kualitas pelayanan kesehatan terutama untuk pasien dengan keluhan nyeri, salah satunya dengan melakukan pengukuran intensitas nyeri pada setiap pasien yang datang dengan keluhan nyeri. Nyeri memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap penurunan maupun peningkatan kualitas hidup seseorang. Maka dari itu, penilaian nyeri merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk mengetahui intensitas nyeri yang kemudian dapat menjadi patokan dalam memilih pengobatan nyeri yang tepat dan efektif. Selain itu, nyeri juga merupakan salah satu tanda vital sehingga nyeri harus dinilai dan diberikan penatalaksanaan secara cepat dan tepat. Jika nyeri dapat dinilai dengan baik, maka kita dapat memberikan perawatan yang lebih baik kepada pasien yang berpengaruh langsung terhadap peningkatan kualitas hidup dari pasien itu sendiri. Selain itu, hal ini juga akan berpengaruh terhadap akreditasi puskesmas itu sendiri dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi seluruh pasiennya terutama dalam memenuhi hak-hak pasien yang salah satunya adalah setiap pasien yang datang dengan keluhan nyeri mempunyai hak untuk dikaji dan diberikan penatalaksanaan nyeri secara tepat, sehingga penilaian intensitas nyeri ini tidak dapat disepelekan apalagi hingga terabaikan. 2. Bagi Masyarakat Masyarakat hendaknya lebih memperhatikan kesehatan dirinya dan lebih sadar terhadap pentingnya memeriksakan diri ke sarana kesehatan ketika mulai merasakan nyeri di tubuhnya. Hal ini dikarenakan nyeri membutuhkan penatalaksanaan secara cepat guna memperbaiki kualitas hidup penderitanya.

92 72 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya hendaknya melanjutkan penelitian ini dengan melakukan penelitian di lokasi berbeda guna mengetahui distribusi proporsi dari setiap variabel-variabel yang ditentukan sehingga kita dapat mengetahui lebih banyak mengenai karakteristik pasien dengan keluhan nyeri.

93 73 DAFTAR PUSTAKA 1. American Society of Anesthesiologist, Practice Guidelines for Acute Pain Management in the Perioperative Settin. Vol 116 No 2: Armati P, Chow R, Pain: The Person, The Science, The Clinical Interface. Australia. 3. Arvin BK, Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Edisi 15, Jakarta. 4. Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Analgesik Non-Opioid, Jakarta. 5. Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Analgesik Opioid, Jakarta. 6. Bannett MI, Oxford Pain Management Library: Neuropathic Pain, 2 nd Ed. New York, Oxford University. 7. Brunner & Suddart, Manajemen Nyeri. Edisi 1. EGC: Jakarta. 8. Davey P, At a Glance Medicine. Jakarta. 9. Felce and Perry, Quality Of Life Community Indicators. London New York. 10. Fillingim RB, Pain Measurement in Humans. In: Holcroft A, Jaggar S, editors. Core Topics in Pain. Cambridge University New York: IASP Press. 11. Fishbain DA, Aspect of The Chronic Pain History and its Application to Treatment Decisions, Chronic Pain: Clinical Management, Edited by Troels S, Peter R Wilson & ANdrew S.C Rice; Arnold, a member of the Hodder Headline Group, London: The pain-depression conundrum: bridging the body and mind.

94 Gill, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri. Diakses dari http//indonesiannursing.com/?p=131 pada 10 Maret Larasati, T.A, Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RS Abdul Moeloek Propinsi Lampung. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Universitas Lampung, Vol.2, No.2, Long, Fisiologis Nyeri. Cipta: Jakarta. 15. Meliala L, Terapi Rasional Nyeri: Tinjauan Khusus Nyeri Neuropatik. Yogyakarta: Aditya Media. 16. Meliala L, Suryamiharja A, Purba JS, Nyeri Neuropatik: Patofisiologi dan Penatalaksanaan. Kelompok studi nyeri Perdossi. 17. Morgan GE., Pain Management, In: Clinical Anesthesiology 2 nd Edition. Stamford: Appleton and Lange. 18. Mulyata Stephanus, 2005: Paket Penyuluhan dan Senam Hamil Mengurangi stres dan Nyeri serta mempercepat penyembuhan luka persalinan, Pidato Pengukuhan Guru Besar; Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 19. Notoatmodjo, S., Metode Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 20. Oosterman JM, van Harten B, Weinstein HC, Scherder EJA, Pain Intensity and Pain Affect in Relation to White Matter Changes International Association for the Study of Pain. Elsevier. 21. Potter, P.A. dan Perry, A.G, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4, Volume 1. Alih Bahasa oleh Yasmin Asih, dkk. EGC: Jakarta.

95 Prasetyo SN., Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Graha Ilmu: Yogyakarta. 23. Raison C.L, Miller A.H, When Not Enough Is Too Much: The Role of Insufficient Glucocorticoid Signaling in the Pathophysiology of Stress-Related Disorders. Am J Psychiatry: 160: Room AN, Perbandingan Efek Analgesia Pascabedah antara Pemberian Ketamin 0,15mg/kgBB IV Prainsisi dan Ketamin 0,15mg/kgBB IV Pascabedah pada Pasien Operasi Ortopedi Ekstremitas Bawah, Makassar, Universitas Hasanuddin. 25. Simpson DM, McArthur JC, Dworkin RH, Neuropathic Pain Mechanisms, Diagnosis, and Treatment. New York, Oxford University. 26. Sinatra RS, Casasola OA, Ginsberg B, Vincusi ER, McQuay H Acute Pain Management. New York: Cambridge University Press 27. Siswandono Kimia Medisinal Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press. 28. Subiyanto P, Sitorus R, Sabri L, 200. Terapi Hipnotis terhadap Penurunan Sensasi Nyeri Pascabedah Ortopedi, Vol 12 No I: Sulaemang, Efektivitas Kombinasi Tramadol dan Metamizol pada Pengelolaan Nyeri Pasca Bedah Besar. Makassar: Universitas Hasanuddin. 30. Suza, D. E, Comparisons of Pain Experiences between Javanese and Batak Patient undergoing Major Surgery in Medan, Indonesia. Diakses dari

96 76 pada tanggal 10 Maret Tanra AH, Nyeri Akut: Mekanisme dan Pengelolaannya. Kumpulan Makalah PERDOSSI. Makassar. 32. Tanra AH, Pengelolaan Nyeri Pascabedah, Kumpulan Makalah PIB XI IDSAI. Medan. 33. Tjay TH, Rahardja K Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya. Edisi keenam. Jakarta: PT. ALEX MEDIA KOMPUTINDO. 34. Tollison CD, Satterthwaite JR, Tollison JW, Practical Pain Management, 3 rd Ed, USA 35. Voght BA Knocking out the dream to study pain. New England Journal of Medicine. Vol.347 (5): Wilhelmi B Women are more sensitive to pain than man. October s Plastic and Reconstructive Surgery Medical Journal. Diakses dari pada tanggal 17 Maret 2017

97 LAMPIRAN

98 Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

99

100

101

102 Lampiran 2. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik

103 Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian

104 Lampiran 5. Biodata Peneliti BIODATA PENELITI Data Pribadi: Nama Lengkap Nama Panggilan : Amalyah Indirasary Mustafa Hasbar : Amel Tempat/Tanggal Lahir : Makassar, 03 Februari 1996 Pekerjaan Agama Jenis Kelamin Gol. Darah : Mahasiswa : Islam : Perempuan : O Nama Orang Tua Ayah : Mustafa Hasbar Ibu : Harlinda Lahuddin Pekerjaan Orang Tua Ayah : -

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

PENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK

PENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK Palembang 2014 PEDIATRI GAWAT DARURAT PENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK UKK Pediatri Gawat Darurat Ikatan Dokter Anak Indonesia TUJUAN 1. Mengetahui skor penilaian nyeri dan sedasi pada bayi

Lebih terperinci

BAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang

BAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang BAB 2 NYERI Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang mengantarkan ataupun reaksi-reaksi

Lebih terperinci

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI 1. Pengertian Nyeri The International Association for the Study of Pain memberikan defenisi nyeri, yaitu: suatu perasaan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan jaringan aktual dan potensial yang

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya

BAB l PENDAHULUAN. yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya BAB l PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkat tertentu. Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu kerusakan integritas pada kulit atau kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, radiasi dan arus listrik. Berat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu ketika mengalami cidera. Hal ini juga merupakan pengalaman pribadi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu ketika mengalami cidera. Hal ini juga merupakan pengalaman pribadi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri atau rasa sakit merupakan respon yang paling dipahami oleh individu ketika mengalami cidera. Hal ini juga merupakan pengalaman pribadi yang diekspresikan

Lebih terperinci

NYERI. Nyeri akut umumnya cepat dalam onset, bervariasi dalam intensitas dari ringan sampai parah

NYERI. Nyeri akut umumnya cepat dalam onset, bervariasi dalam intensitas dari ringan sampai parah NYERI Asosiasi Internasional untuk Studi Nyeri (IASP) (2007) menyatakan nyeri yang mungkin disertai dengan sensorik dan emosional pengalaman sebagai akibat dari aktual atau potensial kerusakan jaringan.

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab Pengertian

Pendahuluan. Bab Pengertian Bab 1 Pendahuluan 1.1 Pengertian Nyeri dento alveolar yang bersifat neuropatik merupakan salah satu kondisi nyeri orofasial dengan penyebab yang hingga saat ini belum dapat dipahami secara komprehensif.

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis

Bab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis Bab 1 Pendahuluan A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis Berdasarkan durasi terjadinya nyeri, nyeri orofasial dapat dibedakan menjadi nyeri orofasial akut serta nyeri orofasial kronis. Nyeri orofasial akut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Post Operasi 2.1.1 Defenisi Secara umum nyeri merupakan suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefenisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP) sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). Nyeri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analgetika adalah zat yang bisa mengurangi rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran (Tjay dan Rahardja, 2015). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang mengganggu,

Lebih terperinci

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI Oleh : Meivita Dewi Purnamasari, S.Kep KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE

NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE DEFINISI Nyeri Suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak berkaitan yang dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan. A. Definisi

Bab 1 Pendahuluan. A. Definisi Bab 1 Pendahuluan A. Definisi Menurut International Association Study of Pain (IASP), nyeri adalah bentuk pengalaman emosional, sensasional subjektif, dan tidak menyenangkan yang berpotensi untuk menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan yang bersifat sangat individual dan tidak dapat dibagi dengan orang lain. Tamsuri (2007) mendefenisikan nyeri sebagai suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kompres 1. Kompres hangat Adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai oleh perubahan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri BAB II PEMBAHASAN 1. PROSES TERJADINYA NYERI DAN MANIFESTASI FISIOLOGIS NYERI Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Taylor (2009 dalam Muttaqin, 2008) koping didefenisikan sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Taylor (2009 dalam Muttaqin, 2008) koping didefenisikan sebagai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Koping Nyeri 1.1 Pengertian koping Menurut Lazarus dan Folkman (1989) koping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

2. proses pada perjalanan nyeri yang paling berperan dalam terjadinya nyeri pada pasien ini adalah

2. proses pada perjalanan nyeri yang paling berperan dalam terjadinya nyeri pada pasien ini adalah Seorang pasien, laki2 57 th, dtg ke poliklinik dengan keluhan nyeri pd daerah lutu yang dialami sejak setahun yang lalu, kadang membengkak, nyeri terus menerus, terutama bila berjalan agak jauh. Riwayat

Lebih terperinci

MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF MANAJEMEN NYERI

MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF MANAJEMEN NYERI MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF MANAJEMEN NYERI DISUSUN OLEH KELOMPOK VI: SYAHRURAMADHOAN SUMARNI PUTRI NADYA ALKHAERANI NURUL HIKMAH NURZAKIA ARIFANY OKTAVIA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan atau partus merupakan proses fisiologis terjadinya kontraksi uterus secara teratur yang menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks secara progresif. Perubahan

Lebih terperinci

a. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber:

a. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber: Bab 1 Pendahuluan 1.1 Definisi Trigeminal neuralgia atau yang dikenal juga dengan nama Tic Douloureux merupakan kelainan pada nervus trigeminus (nervus kranial V) yang ditandai dengan adanya rasa nyeri

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN SEPATU HAK TINGGI TERHADAP POTENSI TERJADINYA VARISES PADA TUNGKAI BAWAH

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN SEPATU HAK TINGGI TERHADAP POTENSI TERJADINYA VARISES PADA TUNGKAI BAWAH SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN SEPATU HAK TINGGI TERHADAP POTENSI TERJADINYA VARISES PADA TUNGKAI BAWAH DISUSUN OLEH: YURNILA NINGSIH ACHMAD J 110 050 017 DIPLOMA IV FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

NYERI A. PENGERTIAN B. FISIOLOGI NYERI

NYERI A. PENGERTIAN B. FISIOLOGI NYERI NYERI A. PENGERTIAN Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri adalah pengalaman sensori serta

Lebih terperinci

BAB 2. masyarakat, baik sehat maupun sakit (UU No. 38 tahun 2014 tentang. klien dalam merawat dirinya (UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, pasal

BAB 2. masyarakat, baik sehat maupun sakit (UU No. 38 tahun 2014 tentang. klien dalam merawat dirinya (UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, pasal BAB 2 A. Konsep Pelayanan Asuhan Keperawatan 1. Defenisi Pelayanan Keperawatan Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis (OA) merupakan salah satu penyakit muskuloskeletal yang

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis (OA) merupakan salah satu penyakit muskuloskeletal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Osteoarthritis (OA) merupakan salah satu penyakit muskuloskeletal yang paling sering ditemui, yang ditandai dengan kerusakan kartilago dan penyempitan celah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.4. Konsep Nyeri 2.1.1. Definisi Nyeri Nyeri adalah pengalaman perasaan sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik (kadar gula

BAB I PENDAHULUAN. DM adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik (kadar gula BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini gaya hidup modern dengan pilihan menu makanan dan cara hidup yang kurang sehat semakin menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1. individu, keluarga, kelompok, bahkan masyarakat (Prasetyawati, 2015). World

BAB 1. individu, keluarga, kelompok, bahkan masyarakat (Prasetyawati, 2015). World BAB 1 A. Latar Belakang Terwujudnya keadaan sehat merupakan keinginan semua pihak, baik individu, keluarga, kelompok, bahkan masyarakat (Prasetyawati, 2015). World Health Organization mendefensikan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat kemoterapi vinkristin Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari tanaman Vinca Rosea yang memiliki anti kanker yang diberikan secara intravena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh

Lebih terperinci

Physical Modalities in the Mnagement of Pain

Physical Modalities in the Mnagement of Pain Physical Modalities in the Mnagement of Pain Modalitas Fisik dalam Penatalaksanaan Nyeri Marina A.Moeliono, dr, SpRM Simposium Nyeri Dalam rangka PIT IDI Bandung, 1 November 2008 Abstrak Nyeri merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan teknologi memberikan dampak bagi segala bidang pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari penyakit

Lebih terperinci

NYERI DAN EFEK PLASEBO

NYERI DAN EFEK PLASEBO NYERI DAN EFEK PLASEBO NYERI APA YANG DIMAKSUD DENGAN NYERI? Teori Nyeri terdahulu: Nyeri merupakan Sensasi Dideskripsikan sebagai berikut: 1. Kerusakan jaringan menyebabkan sensasi nyeri 2. Keterlibatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu Kebidanan merupakan proses persalinan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan medik. Kasus pada sistem gastrointestinal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri menjadi masalah umum yang sering dikeluhkan masyarakat. Secara global, diperkirakan 1 dari 5 orang dewasa menderita nyeri dan 1 dari 10 orang dewasa didiagnosis

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI

SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI OLEH ANDITA NOVTIANA SARI FLAMINGO 1 P17420509004 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI KEPERAWATAN MAGELANG 2011 SATUAN ACARA PENYULUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri menurut International Association For Study Of Pain / IASP yang dikutuip oleh Kuntono, 2011 adalah suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat BAB V PEMBAHASAN A. Tingkat Dismenorea Pada Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Diberi Terapi Musik Klasik Mozart Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat dismenorea sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH TERAPI AKUPRESUR SANYINJIAO POINT TERHADAP INTENSITAS NYERI DISMENORE PRIMER PADA MAHASISWI SEMESTER VIII

SKRIPSI PENGARUH TERAPI AKUPRESUR SANYINJIAO POINT TERHADAP INTENSITAS NYERI DISMENORE PRIMER PADA MAHASISWI SEMESTER VIII SKRIPSI PENGARUH TERAPI AKUPRESUR SANYINJIAO POINT TERHADAP INTENSITAS NYERI DISMENORE PRIMER PADA MAHASISWI SEMESTER VIII PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Studi dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nyeri merupakan fenomena yang universal dan kebebasan dari nyeri

BAB 1 PENDAHULUAN. Nyeri merupakan fenomena yang universal dan kebebasan dari nyeri BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Nyeri merupakan fenomena yang universal dan kebebasan dari nyeri merupakan hak dasar setiap orang (Breivik, 2005). Menurut Kozier dan Erb (1983, dalam Tamsuri, 2004),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (lansia) adalah kelompok usia 60 tahun ke atas dan mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (lansia) adalah kelompok usia 60 tahun ke atas dan mengalami perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lanjut usia (lansia) adalah kelompok usia 60 tahun ke atas dan mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (Notoatmodjo, 2007). Usia lanjut dikatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini menguraikan tentang tingkat nyeri pada pasien post operasi, yang diperoleh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini menguraikan tentang tingkat nyeri pada pasien post operasi, yang diperoleh BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. Hasil Penelitian Dalam bab ini menguraikan tentang tingkat nyeri pada pasien post operasi, yang diperoleh melalui pengumpulan data menggunakan kuesioner data demografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang tumbuh dan berkembang. Salah satu tahap pertumbuhan dan perkembangannya adalah masa remaja. Masa remaja merupakan periode peralihan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten terhadap kerja insulin

Lebih terperinci

Petir : Volt Volt = Kvolt PLN : Sumber 1 KVolt Gardu 1000 Volt Rumah 220 Volt Baterei : 9 Volt, 1,5 Volt

Petir : Volt Volt = Kvolt PLN : Sumber 1 KVolt Gardu 1000 Volt Rumah 220 Volt Baterei : 9 Volt, 1,5 Volt Petir : 30.000 Volt 60.000 Volt = 30-60 Kvolt PLN : Sumber 1 KVolt Gardu 1000 Volt Rumah 220 Volt Baterei : 9 Volt, 1,5 Volt Tubuh Manusia: 70 milivolt = 0,07 Volt Biolistrik_02 Listrik Eksternal. Yang

Lebih terperinci

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU 1 PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN. Niken Andalasari

KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN. Niken Andalasari KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN Niken Andalasari PENGERTIAN Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2006) Perubahan kenyamanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak bisa secara efektif menggunakan insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum dan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahun-tahun ini oleh ahli-ahli di bidang psikosomatik menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bertahun-tahun ini oleh ahli-ahli di bidang psikosomatik menunjukkan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah suatu fenomena yang kompleks, dialami secara primer sebagai suatu pengalaman psikologis. Penelitian yang berlangsung selama bertahun-tahun ini oleh ahli-ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada perkembangan dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkat pesat. Kemajuan di bidang teknologi membawa manfaat yang besar bagi manusia. Penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga kematian. Proses menua berlangsung secara alamiah dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. hingga kematian. Proses menua berlangsung secara alamiah dalam tubuh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua (aging process) adalah akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan patofisiologi organ tubuh yang berlangsung seiring dengan berlalunya waktu dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dua jenis yaitu nyeri fisiologis dan nyeri patologis, pada nyeri sensor normal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dua jenis yaitu nyeri fisiologis dan nyeri patologis, pada nyeri sensor normal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Nyeri merupakan pengalaman tidak menyenangkan baik sensori maupun emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Association for Study of Pain (IASP) dalam Potter & Perry

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Association for Study of Pain (IASP) dalam Potter & Perry BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan suatu rasa atau sensasi yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan penurunan relatif insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009). Sedangkan menurut Chang, Daly,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ansietas 2.1.1. Definisi Kecemasan atau ansietas adalah suatu sinyal yang menyadarkan, ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL. Karya Tulis Ilmiah

GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL. Karya Tulis Ilmiah GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL Karya Tulis Ilmiah Disusun untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,

Lebih terperinci

BAHAN AJAR IV PRINSIP NYERI

BAHAN AJAR IV PRINSIP NYERI BAHAN AJAR IV PRINSIP NYERI Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS Standar Kompetensi : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran Kompetensi Dasar : menerapkan ilmu kedokteran klinik

Lebih terperinci

anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut :

anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada penelitian farmakologi tentang efektivitas obat antinyeri parasetamol dan tramadol pada pasien sirkumsisi dengan sampel berjumlah 18 anak didapatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organ dan jaringan tubuh terutama pada sistem muskuloskeletal dan jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. organ dan jaringan tubuh terutama pada sistem muskuloskeletal dan jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tubuh manusia terdapat 230 sendi yang menghubungkan 206 tulang, perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN (NYERI) Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Dasar Profesi

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN (NYERI) Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Dasar Profesi LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN (NYERI) Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Dasar Profesi Di Susun Oleh: EKO BUDIARTO NIM : 2016131022 PROGRAM PROFESI NERS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktik dokter sehari-hari. Nyeri juga dapat diderita semua orang tanpa memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencabutan gigi. Berdasarkan penelitian Nair MA, ditemukan prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. pencabutan gigi. Berdasarkan penelitian Nair MA, ditemukan prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bedah mulut merupakan salah satu bidang dalam ilmu kedokteran gigi. Dalam bidang kedokteran gigi gejala kecemasan sering ditemukan pada pasien tindakan pencabutan gigi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran terhadap kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan (Sherwood, 2014). Selain itu, nyeri

Lebih terperinci

RUPTUR TENDO ACHILLES

RUPTUR TENDO ACHILLES RUPTUR TENDO ACHILLES LI 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makro Tendon Achilles berasal dari gabungan tiga otot yaitu gastrocnemius, soleus, dan otot plantaris. Pada manusia, letaknya tepat di bagian

Lebih terperinci

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1 Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap individu tidak terlepas dari aktivitas atau pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut membutuhkan energi dan kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus pada masa remaja yang dimana terjadi proses pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus pada masa remaja yang dimana terjadi proses pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja putri merupakan salah satu bagian dalam program kesehatan reproduksi yang dicanangkan Departemen Kesehatan RI, oleh karena itu harus mandapatkan perhartian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuat sayatan serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN MWD DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP DENGAN TENS DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA OA LUTUT

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN MWD DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP DENGAN TENS DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA OA LUTUT PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN MWD DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP DENGAN TENS DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA OA LUTUT SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai

Lebih terperinci

Eva Marvia, Nia Firdianty, IGA Mirah Adhi Staf Pengajar STIKES Mataram ABSTRAK

Eva Marvia, Nia Firdianty, IGA Mirah Adhi Staf Pengajar STIKES Mataram ABSTRAK PERBEDAAN PENGARUH TERAPI KOMPRES HANGAT DAN TEKNIK SLOW- STROKE BACK MASSAGE TERHADAP PERUBAHAN INTENSITAS NYERI PADA LANSIA YANG MENGALAMI PENYAKIT OSTEOARHRITIS DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA PUSPAKARMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Instalasi gawat darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang dapat memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui standart tim kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur

Lebih terperinci

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan secara bio,psiko,sosial dan spiritual dengan tetap harus memperhatikan pasien dengan kebutuhan khusus dengan melakukan

Lebih terperinci

INTENSITAS NYERI PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN

INTENSITAS NYERI PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN INTENSITAS NYERI PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN SKRIPSI OLEH : ANWAR SYAHDAM H NIM 111121092 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan untuk. meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan untuk. meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian

Lebih terperinci