BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat seutuhnya. Untuk itu diharapkan pembangunan tersebut tidak hanya mengejar kemajuan daerah saja, akan tetapi mencakup keseluruhan aspek kehidupan masyarakat yang dapat berjalan serasi dan seimbang di segala bidang dalam rangka menciptakan masyarakat adil dan makmur. Pembangunan nasional dan pembangunan daerah sesungguhnya menjadi tanggung jawab warga negara dan masyarakatnya. Kaitannya dengan pembangunan daerah dalam rangka otonomi daerah, pendapatan daerah menjadi sangat penting karena dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Penerapan otonomi daerah diharapkan dapat mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerahnya. Otonomi daerah juga diharapkan mampu mendorong perbaikan pengelolahan sumber daya yang dimiliki setiap daerah dan mampu mendorong pemerintahan daerah untuk meningkatkan daya saing daerah dalam meningkatkan pembangunan perekonomian di daerah.

2 Untuk melaksanakan pembangunan yang berkesinambungan maka daerah/kota lebih dituntut untuk dapat menggali seoptimal mungkin sumber-sumber keuangannya seperti: pajak, retribusi atau pungutan yang merupakan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun Adapun unsur- unsur pendapatan daerah itu sendiri menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157 tentang Pemerintahan Daerah terdiri atas: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari: a. Hasil Pajak Daerah b. Hasil Retribusi Daerah c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan d. Lain- lain Pendapatan Daerah yang sah 2. Dana Perimbangan a. Dana Perimbangan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 159 yang terdiri dari: 1) Dana Bagi Hasil 2) Dana Alokasi Umum 3) Dana Alokasi Khusus b. Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pedesaan, perkotaan, dan perkebunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

3 c. Bagian Daerah dan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta kehutanan dan penerimaan dari Sumber Daya Alam (SDA). 3. Pinjaman Daerah a. Pemerintah dapat melalui dari sumber dalam negeri dan atau luar negeri untuk membiayai kegiatan pemerintah dengan persetujuan DPRD. b. Pinjaman dari dalam negeri diberitahukan kepada pemerintah dan dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. 4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber penerimaan daerah mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Dalam rangka mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri diperlukan kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah yang harus dilaksanakan dengan berpedoman pada prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan peran serta masyarakat dengan memperhatikan potensi daerah. Kebijakan pemerintah daerah dalam mengatur pajak dan retribusi daerah dengan berpedoman pada ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selain pajak daerah, retribusi daerah juga sangat berperan penting dalam meningkatkan sumber pendapatan suatu daerah. Adapun jenis-jenis retribusi daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, retribusi dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:

4 1. Retribusi Jasa Umum yang terdiri dari: a. Retribusi pelayanan kesehatan b. Retribusi pelayanan sampah dan kebersihan c. Retribusi pelayanan biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte kelahiran sipil d. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat e. Retribusi pelayanan pasar f. Retribusi pengujian kendaraan bermotor g. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum h. Retribusi penggantian biaya cetak peta i. Retribusi penyedotan kakus j. Retribusi pengolahan limbah cair k. Retribusi pengujian kapal perikanan l. Retribusi alat pemadam kebakaran m. Retribusi pelayanan pendidikan n. Retribusi pengendalian menara telekomunikasi 2. Retribusi Jasa Usaha yang terdiri dari: a. Retribusi pasar dan pertokoan b. Retribusi tempat pelelangan c. Retribusi terminal d. Retribusi tempat khusus parkir e. Retribusi penginapan/pesanggrahan/villa f. Retribusi rumah potong hewan

5 g. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal h. Retribusi penyeberangan di atas air i. Retribusi penjualan produksi usaha daerah j. Retribusi tempat rekreasi dan olahraga k. Retribusi pemakaian kekayaan daerah 3. Retribusi Perizinan Tertentu yang terdiri dari: a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) b. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol c. Retribusi izin gangguan d. Retribusi izin trayek e. Retribusi izin usaha perikanan Salah satu dari jenis retribusi tersebut diatas yang juga mempunyai andil dan dapat dikembangkan menjadi salah satu sumber penerimaan oleh pemerintah daerah yang dapat memberikan sumbangsih bagi pembangunan daerah adalah retribusi izin trayek. Oleh karena tingginya mobilitas penduduk dalam melaksanakan aktivitasnya dan karena ekonomi masyarakat yang sebagian besar golongan menengah ke bawah maka sebagai salah satu alternatif masyarakat untuk beraktivitas adalah dengan menggunakan angkutan umum. Sebagian besar dari jumlah penduduk kota Medan banyak yang menggunakan jasa angkutan umum sehingga mengharuskan pemerintah untuk menyediakan armada angkutan umum serta jumlah trayek yang lebih banyak. Untuk itu, pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Perhubungan Kota Medan perlu menetapkan jalur trayek.

6 Dari pembahasan di atas tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana prosedur yang dilakukan dalam pemungutan Retribusi Izin Trayek serta bagaimana tata cara pembayarannya yang dituangkan dalam sebuah Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri dengan judul: Prosedur Pemungutan dan Pembayaran Retribusi Izin Trayek pada Dinas Perhubungan Kota Medan. B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Secara teoritis Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) merupakan kegiatan intrakulikuler yang langsung dipraktikkan atau dilakukan mahasiswa secara mandiri. yang bertujuan memberikan pengalaman praktis di lapangan yang secara langsung berhubungan dengan teori-teori keahlian yang diterima di bangku perkuliahan dan diharapkan mahasiswa yang diminta dituntut untuk mampu berpikir kritis, tegas, dan kreatif khususnya di bidang yang mereka pilih. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini adalah : a. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pemungutan dan pembayaran retribusi izin trayek pada Dinas Perhubungan Kota Medan. b. Untuk mengetahui data perkembangan penerimaan retribusi izin trayek di kota Medan dari tahun ke tahun.

7 c. Untuk mengetahui masalah maupun kendala yang dihadapi dalam mekanisme pelaksanaan pemungutan retribusi izin trayek. 2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) a. Bagi Mahasiswa 1) Mengaplikasikan teori yang sudah dipelajari dan diperoleh di bangku perkuliahan. 2) Menambah wawasan di bidang perpajakan khususnya dalam permasalahan retribusi izin trayek. 3) Melatih mahasiswa berdisiplin dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan serta mngembangkan dan mengubah nilai, sikap, kemampuan serta keterampilan untuk berkomunikasi. 4) Sebagai wadah untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja dengan dibekali keahlian keterampilan dan pengalaman yang diperoleh sewaktu melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri. b. Bagi Dinas Perhubungan Kota Medan 1) Sebagai sarana untuk membina hubungan antara Dinas Perhubungan Kota Medan dengan khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU sehingga instansi tersebut dapat mengetahui sejauh mana tingkat perkembangan ilmu pengetahuan di

8 lembaga pendidikan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU. 2) Dapat memberikan sumbangsih kepada instansi pemerintah baik merupakan saran maupun kritikan yang bersifat membangun dan juga akan menjadi sumber masukan untuk meningkatkan kinerja di lingkungan instansi pemerintah. 3) Untuk memperkenalkan citra Dinas Perhubungan Kota Medan kepada masyarakat khususnya kepada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU. c. Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP 1) Hasil penelitian ini diharapkan juga berguna bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU seperti untuk menjalin kerjasama dengan Dinas Perhubungan Kota Medan tempat dilakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri. 2) Memberikan uji nyata teori dan praktik dalam perkuliahan khususnya menyangkut retribusi daerah.

9 3) Dapat memperkenalkan sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya di khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU. 4) Membuka interaksi antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU dengan instansi pemerintah yang bersangkutan yaitu Kantor Dinas Perhubungan Kota Medan. C. Uraian Teoritis 1. Pengertian Retribusi Daerah Sejak awal kemerdekaan Indonesia, pajak dan retribusi daerah telah dipungut sebagai salah satu sumber penerimaan yang dapat diandalkan daerah. Sumber penerimaan ini terus dipertahankan sampai dengan era otonomi daerah dewasa ini. Penetapan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah ditetapkan dengan dasar hukum yang kuat. Sejak tahun 1948 berbagai Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah menempatkan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber pendapatan daerah agar daerah dapat melaksanakan otonominya, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Latar belakang reformasi pajak dan retribusi daerah di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Penggantian Undang-Undang Pajak dan Retribusi Daerah terus dilakukan mulai dari Undang-

10 Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan terhadap Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 hingga Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang berlaku sampai sekarang. Berbeda dengan pajak, retribusi pada umumnya berhubungan dengan kontraprestasi secara langsung, dalam arti bahwa pembayar retribusi akan menerima imbalan secara langsung dari retribusi yang dibayarnya (Brotodihardjo,1993:7). Adapun pengertian retribusi daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan kepada pemerintah daerah. Retribusi dapat dipungut dengan sistem yang sifatnya progresif atau regresif berdasarkan potensi kemampuan membayar retribusi (Suparmoko,2002:94). Sedangkan pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undangundang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk dapat menjelaskan pengertian retribusi lebih lanjut, berikut beberapa pengertian retribusi menurut beberapa ahli: a. Menurut Prof.DR.P.J.A Adrian Retribusi adalah suatu pungutan sebagai pembayaran untuk jasa yang oleh negara secara langsung diberikan kepada yang berkepentingan (Soedargo,1964:1)

11 b. Menurut Drs.Darwin Retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Darwin,2010:166). c. Menurut Marihot P. Siahaan Retribusi adalah pembayaran wajib dari masyarakat kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara kepada penduduknya secara perorangan (Marihot,2005:5) d. Menurut Rochmat Sumitro Retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara (Sutedi,2008:74) Berdasarkan pendapat-pendapat di atas terlihat bahwa ciri-ciri yang melekat pada retribusi daerah adalah: 1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan. 2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah. 3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontraprestasi yang secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukan. 4. Retribusi dikenakan kepada setiap orang atau badan yang mengggunakan atau menikmati jasa-jasa yang disediakan oleh negara (daerah).

12 5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. 2. Pengertian Retribusi Izin Trayek Retribusi Perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan (Bambang,2003:91). Adapun kriteria retribusi perizinan tertentu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 huruf c ditentukan berdasarkan: a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi. b. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum. c. Perizinan tidak bertentangan atau tumpang tindih dengan perizinan yang diselenggarakan oleh tingkat pemerintahan yang lebih tinggi. d. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

13 Retribusi Izin Trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu (PP No.66 Tahun 2001). Hasil retribusi izin trayek merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang berguna untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah Pemungutan retribusi daerah pada saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 33 Tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan dan Izin di Bidang Perhubungan serta mengatur beberapa istilah yang umum digunakan dalam hal retribusi daerah diantaranya: 1. Daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pemerintah daerah adalah penyelenggara urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut azas otonomi dan tugas pembantu dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun Peraturan daerah (Perda) adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.

14 4. Pejabat adalah pegawai yang diberikan tugas tertentu di bidang retribusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Bendaharawan khusus penerima adalah bendaharawan khusus penerima pada Dinas Perhubungan Kota Medan. 6. Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khususnya disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi dan atau badan. 7. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi kewajiban untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. 8. Surat Keterangan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang tertuang. 9. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa perizinan dari pemerintah daerah yang bersangkutan. 10. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disngkat SSRD adalah surat yang digunakan oleh Wajib Retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Walikota. 11. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakkan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

15 12. Angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. 13. Kendaraan Bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu. 14. Kendaraan tidak bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh tenaga orang meliputi Beca Pengangkut orang (BPO) dan Beca Pengangkut Barang BPB). 15. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkut bagasi. 16. Kendaraan Khusus adalah kendaraan bermotor selain dari kendaraan bermotor untuk menumpang dan kendaraan bermotor untuk barang, yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus. 17. Kendaraan Umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. 18. Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor, mobil penumpang, mobil bus, dan kendaraan khusus. 19. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi.

16 20. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal. 21. Sepeda motor adalah kendaraan bermotor roda dua, atau tiga tanpa rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping. 3. Subjek dan Objek Retribusi Izin Trayek Retribusi izin trayek merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pelayanan dan melindungi masyarakat pengguna angkutan kota. Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan usaha angkutan kota di jalan dengan kendaraan umum baik mobil penumpang maupun mobil bus dalam trayek tetap dan teratur wajib dilengkapi dengan izin trayek. Subjek retribusi izin trayek adalah Orang Pribadi dan atau badan yang menikmati/menggunakan jasa pelayanan dan atau perizinan yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah. Objek retribusi izin trayek adalah pemberian izin kepada Orang Pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. 4. Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi dimaksud untuk menutupi biaya pembinaan, pengawasan, pengendalian dan pengujian serta pemberian izin.

17 5. Dasar Hukum Retribusi Daerah Kota Medan Adapun dasar hukum retribusi daerah kota Medan adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor 8 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota-Kota Besar dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara; b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan; c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; d. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup; e. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan; f. Undang-Undang Nomor18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah g. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; h. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah; i. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi j. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; k. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1973 tentang Perluasan Daerah Kotamadya Medan; l. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Instansi Vertikal di Daerah;

18 m. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan; n. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor dijalan; o. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan; p. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi; q. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan; r. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom; s. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah; t. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah; u. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan; w. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah; x. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan; y. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah; z. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di bidang Retribusi Daerah.

19 6. Tarif Retribusi Izin Trayek Adapun beberapa jenis tarif yang dikenakan dalam retribusi izin trayek sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 33 Tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan dan Izin di Bidang Perhubungan adalah sebagai berikut: a. Mobil bus (26 tempat duduk keatas) Rp /kendaraan/5 tahun b. Mobil bus (16-25 tempat duduk) Rp /kendaraan/5 tahun c. Mobil bus (10-15) tempat duduk) Rp /kendaraan/5 tahun d. Mobil penumpang (1-9 tempat duduk) Rp /kendaraan/5 tahun e. Taxi Rp /kendaraan/5 tahun f. Angkutan penumpang khusus/cara sewa Rp /kendaraan/5 tahun D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Penulis ingin mengetahui beberapa masalah berikut: 1. Bagaimana prosedur pemungutan retribusi izin trayek. 2. Data perkembangan penerimaan retribusi izin trayek di kota Medan dari tahun ke tahun. 3. Masalah maupun kendala yang dihadapi dalam mekanisme pelaksanaan pemungutan retribusi izin trayek.

20 E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta informasi sesuai dengan metode yang digunakan sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan Pada tahap ini penulis melakukan persiapan yang dimulai dari : a. Memilih jenis pajak dan bahasan yang akan dijadikan judul. b. Pengajuan judul kepada ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU. c. Persetujuan penentuan judul tempat praktik kerja lapangan mandiri oleh ketua Program Studi Diploma III Administarasi Perpajakan FISIP USU. d. Penyusunan Proposal Praktik Kerja Lapangan Mandiri. e. Memohon surat pengantar praktik kerja lapangan mandiri (PLKM) dari pihak Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU. 2. Studi Literatur ( Kepustakaan) Penulis mencari, mengumpulkan serta melakukan pengkajian terhadap data yang baik yang bersumber dari buku buku, Undang Undang Perpajakan, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, serta sumber sumber lainnya yang mendukung penulisan laporan ini.

21 3. Observasi Lapangan Penulis melakukan peninjauan atau pengamatan secara langsung terhadap masalah yang dibahas dan meninjau secara langsung terhadap kondisi pelaksanaan kegiatan untuk mengetahui sistem kerja yang berlaku pada Dinas Perhubungan Kota Medan. 4. Pengumpulan Data Dalam hal ini penulis mencari dan mengumpulkan data mengenai prosedur pemungutan dan pembayaran retribusi izin trayek. 5. Analisis dan Evaluasi Data Setelah penulis memperoleh data-data yang diperlukan, penulis akan menganalisa dan mengevaluasi data yang telah dikumpulkan. F. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data mengenai Praktik Kerja Lapangan Mandiri, penulis mengumpulkan data dan informasi dengan menggunakan metode sebagai berikut : 1. Studi Pustaka (Liberary Research) Pengumpulan data mengenai prosedur pemungutan dan pembayaran retribusi izin trayek melalui bahan-bahan bacaan seperti buku-buku, majalah, surat kabar, dan Undang-Undang. 2. Metode Pengamatan (Observasi) Yaitu dengan melakukan Pengamatan Langsung atas kegiatan yang sedang dilakukan dalam Penulisan Laporan PKLM.

22 3. Daftar Dokumentasi (Optional) Dalam metode ini penulis meminta dokumen yang berhubungan dengan objek PKLM, dokumen itu berupa sejarah berdirinya instansi pemerintahan dan lainnya. G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Untuk mempermudah pemahaman dan penulisan laporan PKLM ini, penulis menyajikan pembahasan laporan ini kedalam 5 (lima) bab. Adapun rincian tiap-tiap bab seperti terlihat di bawah ini : BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menguraikan gambaran umum tentang penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang meliputi latar belakang penyusunan, tujuan dan manfaat, uraian teoritis, ruang lingkup dan metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri, serta metode pengumpulan data dan sistematika penulisan. BAB II : GAMBARAN UMUM DINAS PERHUBUNGAN KOTA MEDAN Pada bab ini penulis akan menguraikan secara singkat sejarahnya berdirinya Dinas Perhubungan Kota Medan, Stuktur Organisasi, tugas dan fungsi masing masing pegawai di instansi tersebut serta gambaran lain jika dibutuhkan.

23 BAB III : GAMBARAN DATA DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis menjelaskan data yang berkaitan dengan prosedur pelaksanaan pemungutan retribusi izin trayek yang ada di Kantor Dinas Perhubungan Kota Medan. BAB IV : ANALISIS DAN EVALUASI Dalam bab ini Penulis akan menjelaskan data-data yang telah dikumpulkan melalui proses menganalisa dan mengevaluasi. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini penulis akan menarik kesimpulan dari uraian dalam bab-bab sebelumnya kemudian penulis juga akan memberikan saran yang mungkin dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pendapatan Asli Daerah 2.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH RETRIBUSI DAERAH HAPOSAN SIMANJUNTAK,

Lebih terperinci

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 29 BAB III RETRIBUSI DAERAH A. Konsep Pemungutan Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : 1. 2. 3. 4. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah sebagai wujud nyata dari pelaksanaan otonomi daerah memberikan konsekuensi

Lebih terperinci

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK 65 RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA Oleh Zainab Ompu Zainah ABSTRAK Keywoods : Terminal, retribusi. PENDAHULUAN Membicarakan Retribusi Terminal sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pendapatan Asli Daerah II.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sistem administrasi keuangan daerah di Indonesia ditandai dengan dua pendekatan, yaitu dekonsentarsi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah administrasi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan pajak dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut secara logis dinilai wajar karena jumlah peningkatan pajak berbanding lurus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, Pasal 25 ayat (6) dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH www.clipartbest.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, Pasal 25 ayat (6) dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH UMUM Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari Pembangunan

Lebih terperinci

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com DASAR HUKUM Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Dirubah dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sumber Penerimaan Daerah Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. Menurut Adam Smith peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam :

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DI KOTA

Lebih terperinci

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan PENGATURAN MENGENAI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SEBAGAIMANA DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH www.kaltimpost.co.id I. PENDAHULUAN Dalam rangka

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM I. PENJELASAN UMUM Undang-Undang Dasar 1945 memiliki semangat pemberlakuan asas desentralisasi dan otonomi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan

Lebih terperinci

Ketentuan Formal Retribusi Daerah MATA KULIAH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS INDONESIA

Ketentuan Formal Retribusi Daerah MATA KULIAH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS INDONESIA Ketentuan Formal Retribusi Daerah MATA KULIAH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS INDONESIA PENDAHULUAN Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Apabila kita berbicara mengenai Otonomi Daerah, maka kita akan teringat dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH A. Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, telah diatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Di masa orde baru pengaturan pemerintahan daerah ditetapkan dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, tapi belum memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia, sejak tanggal 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR : 33 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN DAN IZIN DI BIDANG PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR : 33 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN DAN IZIN DI BIDANG PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR : 33 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN DAN IZIN DI BIDANG PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA MEDAN, Menimbang : a. Bahwa Dengan Diundangkannya

Lebih terperinci

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan hukum, sebagai mana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki sumber Pendapatan Asli Daerah,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2012 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 20 DESEMBER 2012 NOMOR : 18 TAHUN 2012 TENTANG : PENYELENGGARAAN RETRIBUSI DAERAH Sekretariat Daerah Kota Sukabumi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 43 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Pembangunan daerah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang dijalankan selama ini. Keberhasilan akan ditentukan dari bagaimana kemampuan

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT 1 WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan dengan efektif, maka pemerintah perlu mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan informasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan informasi disegala bidang harus diikuti dengan persiapan sumber daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1) Pengertian Retribusi Daerah Retribusi Daerah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah, adalah pungutan daerah sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR : 17 TAHUN 2006 RETRIBUSI IZIN TRAYEK

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR : 17 TAHUN 2006 RETRIBUSI IZIN TRAYEK PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan semakin berkembangnya jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin modern,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin modern, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin modern, Perguruan Tinggi dituntut untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mempercepat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah perpajakan di Indonesia bukan menjadi persoalan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah perpajakan di Indonesia bukan menjadi persoalan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perpajakan di Indonesia bukan menjadi persoalan pemerintah pusat saja melainkan menjadi perhatian pemerintah daerah (PEMDA). Terutama sejak diberlakukannya Undang-

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah yang luas,

Lebih terperinci

BAB II RETRIBUSI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB II RETRIBUSI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH 17 BAB II RETRIBUSI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH A. Pengertian Retribusi Daerah Retribusi merupakan suatu kata yang sudah familier dan sering di dengar dalam menjalankan suatu aktifitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 3.1. PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Terminologi Retribusi Daerah. Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Terminologi Retribusi Daerah. Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep dan Definisi Retribusi Daerah 1. Terminologi Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 15 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IJIN TRAYEK ANGKUTAN DARAT DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IJIN TRAYEK ANGKUTAN DARAT DI KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IJIN TRAYEK ANGKUTAN DARAT DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN DI BIDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN DI BIDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KOTA TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN DI BIDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU, Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 JENIS DATA 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Satuan Data XIX. RINGKASAN APBD I. Pendapatan Daerah - 584244829879

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2015 Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG 1 LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 3 Tahun 2014 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri Lembaga Pendidikan adalah salah satu lembaga yang mempunyai peranan dalam membentuk dan menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG No. 19, 2001 Seri B No. 3 LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN

Lebih terperinci

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2011 NOMOR 31 SERI B NOMOR 19

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2011 NOMOR 31 SERI B NOMOR 19 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2011 NOMOR 31 SERI B NOMOR 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG 1 LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 4 Tahun 2014 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM Menimbang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI A. Tinjauan Umum Tentang Retribusi Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Retribusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Retribusi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Retribusi Retribusi merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah selain pajak yang diharapakan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH, 1 PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH, Menimbang : a. bahwa dengan telah terbentuknya Kota Prabumulih,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 17 TAHUN 2011 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 7 TAHUN 2005 T E N T A N G RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. b. bahwa dengan meningkatnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN BUPATI BULUNGAN DIBIDANG PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 16 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK PEMERINTAH DAERAH KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2011 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN WALIKOTA PALANGKA RAYA NOMOR 04 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA ANGKUTAN PENUMPANG, IZIN USAHA ANGKUTAN BARANG, IZIN USAHA ANGKUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai tujuan pokok. Pencapaian tujuan dalam suatu program kerja tidak saja bergantung pada konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 2 TAHUN 2013 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DITEPI JALAN UMUM

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 2 TAHUN 2013 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DITEPI JALAN UMUM WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 2 TAHUN 2013 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DITEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial 43 BAB IV LANDASAN TEORI 4.1. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Daerah memiliki peranan yang sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI ESA HILANG DUA TERBILANG PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI PERATURAN DAERAH KOTA TEBING TINGGI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEBING TINGGI, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2007

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2007 PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK, IZIN OPERASI DAN KARTU PENGAWASAN KENDARAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI PIDIE QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI PIDIE QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA SALINAN BUPATI PIDIE QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE, Menimbang : a. bahwa Nota Kesepahaman

Lebih terperinci

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DHARMASRAYA, Menimbang : a. bahwa bangunan

Lebih terperinci

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci