BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. beberapa negara-negara tropis, terutama Yogyakarta. Tingginya prevalensi DBD

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang endemis di beberapa negara-negara tropis, terutama Yogyakarta. Tingginya prevalensi DBD di negara-negara Asia Pasifik membuat WHO mencanangkan suatu Rencana Strategi untuk negara-negara pada regio tersebut yang bertujuan untuk mengurangi beban penyakit, salah satunya dengan cara identifikasi dan pemantauan resistensi vektor penyakit terhadap insektisida (WHO, 2012). Jumlah penderita DBD di Kota Yogyakarta sendiri sejak tahun 2004 hingga 2014 fluktuatif jumlahnya dengan jumlah penderita tertinggi pada tahun 2010 (1517 penderita), disusul tahun 2013 (908 penderita), dan tahun 2006 (895 penderita). Jumlah penderita DBD yang meninggal terbanyak terjadi pada tahun 2004 (12 orang dari 705 penderita) dan tahun 2006 (7 orang dari 895 penderita) (Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, 2014). Hal tersebut menunjukkan bahwa DBD merupakan penyakit yang harus diwaspadai karena merupakan salah satu penyakit endemis di Kota Yogyakarta yang dapat memakan korban jiwa apabila tidak ditangani segera. Pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk mengendalikan vektor dengue, salah satunya melalui penggunaan insektisida. Hal ini dalam waktu lama dapat memicu timbulnya reistensi nyamuk terhadap bahan yang digunakan, 1

2 2 karena nyamuk Ae. aegypti secara perlahan akan mengembangkan sistem kekebalan terhadap insektisida yang digunakan. Penatalaksanaan pengendalian vektor Ae. aegypti dengan insektisida yang tidak berbasis bukti terkait status kerentanan vektor terhadap insektisida, pola hidup vektor, serta dosis insektisida yang digunakan dapat menyebabkan gagalnya usaha pengendalian yang telah dilakukan. Hal ini dapat memunculkan resistensi vektor yang serius terhadap insektisida dalam spektrum yang luas sehingga pengendalian penyakit DBD akan semakin sulit untuk dilakukan (Widiarti et al, 2012) Mekanisme resistensi terhadap insektisida didasari oleh beberapa reaksi, yaitu resistensi target sasaran yang terjadi apabila insektisida tidak dapat lagi mengikat target atau sasaran dan detoxification enzyme-based resistance yang terjadi karena peningkatan aktivitas enzim esterase, MFO, serta gluthatione-stransferase (GST) yang berperan dalam pendegradasian insektisida sebelum mencapai target sasaran. Deteksi resistensi vektor terhadap insektisida dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, menggunakan uji konvensional dengan metode uji suseptibilitas standar dari WHO. Kedua, menggunakan deteksi enzimatis secara biokimiawi. Ketiga, dengan deteksi secara molekular (Center for Disease Control, 2010). Penerapan program pengelolaan resistensi nyamuk terhadap insektisida harus dilakukan sedini mungkin. Apabila kegagalan pengendalian nyamuk telah

3 3 terjadi karena berkembangnya populasi yang resisten, untuk mengembalikan kondisi seperti semula akan membutuhkan waktu dan usaha yang besar. Perlu dikembangan sebuah metode yang mudah, cepat, dan murah untuk dapat mendeteksi resistensi nyamuk terhadap suatu insektisida seawal mungkin. Penelitian ini dilakukan pada daerah Pogung Kidul dan Sendowo, Kabupaten Sleman. Kedua lokasi ini dipilih karena secara geografis sangat dektak dengan Universitas Gadjah Mada serta merupakan kawasan tempat tinggal bagi sebagian mahasiswa. Apabila terjadi suatu resistensi pada nyamuk Ae. aegypti di daerah ini, maka pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Sleman akan mengalami kemunduran. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu deteksi dini terhadap status kerentanan nyamuk Ae. aegypti pada kedua daerah ini. B. Rumusan Masalah Berdasar pada latar belakang penelitian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana status resistensi nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah Pogung Kidul dan Sendowo, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta melalui deteksi peningkatan aktivitas enzim MFO terhadap insektisida sipermetrin? C. Tujuan Penelitian Mengetahui status resistensi nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah Pogung Kidul dan Sendowo, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

4 4 dengan mendeteksi peningkatan aktivitas enzim MFO terhadap insektisida sipermetrin. D. Keaslian Penelitian Penelitian deteksi peningkatan aktivitas enzim MFO ini telah dilakukan di beberapa negara lain dengan beberapa perbedaan seperti jenis nyamuk yang digunakan, usia nyamuk, dan lokasi asal nyamuk tersebut diperoleh. Berikut adalah penjabarannya : 1. Penelitian mengenai uji biokimia pada nyamuk Ae. aegypti pernah dilakukan di Thailand (Pethuan et al, 2007). Pada penelitian tersebut, dilakukan deteksi enzim MFO dengan sampel berupa larva nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Thailand. Selain itu, usia nyamuk yang digunakan pada penelitian ini adalah yang berusia 2-3 hari. 2. Penelitian mengenai uji biokimia enzim MFO terhadap resistensi nyamuk juga pernah dilakukan di Kolombia (Gonzalez, 2009). Pada penelitian tersebut, nyamuk yang digunakan adalah Anopheles yang berasal dari beberapa daerah di Kolombia. 3. Penelitian uji biokimia enzim MFO terhadap resistensi nyamuk kepada insektisida juga pernah dilakukan di Benin, Afrika Barat (Aizoun, 2013). Pada penelitian ini spesies nyamuk yang diteliti adalah Anopheles gambiae dan insektisida yang diteliti adalah permethrin, deltametrhin, dan bendiocarb.

5 5 E. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: a. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan keilmuan penulis b. Bagi masyarakat umum, penelitian ini akan membantu dalam peninjauan keefektivitasan penggunaan insektisida untuk penanggulangan DBD di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. c. Bagi Pemerintah Daerah Yogyakarta, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menggunakan insektisida piretroid dalam upaya penanggulangan DBD di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.