IMPLEMENTASI PEMENUHAN HAK BAGI PENYANDANG DISABILITAS KETENAGAKERJAAN DI SEMARANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI PEMENUHAN HAK BAGI PENYANDANG DISABILITAS KETENAGAKERJAAN DI SEMARANG"

Transkripsi

1 Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp IMPLEMENTASI PEMENUHAN HAK BAGI PENYANDANG DISABILITAS KETENAGAKERJAAN DI SEMARANG IMPLEMENTATION OF THE FULLFILMENT OF RIGHTS FOR PEOPLE WITH DISABILITY IN THE EMPLOYMENT IN SEMARANG Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Jl. Imam Barjo No. 1-3, Pleburan, Semarang Diterima: 12/02/2018; Revisi: 24/03/2018; Disetujui: 31/03/2018 DOI: ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang implementasi pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas di bidang ketenagakerjaan di Kota Semarang berdasarkan Pasal 53 UU No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Hasil penelitian ditemukan bahwa Pertama, implementasi pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas di bidang ketenagakerjaan di Semarang belum sepenuhnya berjalan sebagaimana mestinya. Kedua, terdapat beberapa faktor yang menjadikan Pemerintah Kota Semarang belum cukup dalam mengimplementasi pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas ketenagakerjaan di Semarang. Kata Kunci: Pemenuhan Hak, Penyandang Disabilitas, Hukum Ketenagakerjaan. ABSTRACT This study aims to find out examine the implementation of the fulfillment of rights for people with disabilities in the employment field in Semarang based on Article 53 the Law Number 8 year 2016 on People with Disability. This research used empirical juridical method. The results study found that First, the implementation of the fulfillment of rights for disabilities in Semarang has not been fully implemented properly. Secondly, there are several factors that make the Government of Semarang has not properly implemented the rights for people with disabilities in Semarang. Key Words: Fulfillment of Rights, People with Disability, Labor Law. PENDAHULUAN Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal ini dapat dimaknai bahwa negara bertanggung jawab terhadap hak konstitusional warga. Ketenagakerjaan merupakan salah satu bidang sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan Kanun: Jurnal Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh ISSN: e-issn: Open access:

2 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang seseorang, meskipun dihadapkan pada terbatasnya lapangan kerja. Selain terbatas, masalah lain yang serius dihadapi terkait perlindungan, pengupahan, kesejahteraan, perselisihan hubungan industrial, pembinaan, dan pengawasan ketenagakerjaan. Ada kelemahan pemerintah secara sistemik dalam mengimplementasikan UU Ketenagakerjaan, bahkan cenderung ada penyimpangan. Hal lain masalah koordinasi dan kinerja antarlembaga pemerintah belum optimal dan memprihatinkan. 1 Perlindungan dan jaminan hak tidak hanya diberikan kepada warga negara yang memiliki kesempurnaan secara fisik dan mental. Perlindungan hak bagi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas perlu ditingkatkan. Pengertian penyandang disabilitas, berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Penyandang disabilitas harus mendapat perlindungan. Pasal 1 ayat (5) UU No. 8/2016 menentukan perlindungan terhadap penyandang disabilitas merupakan upaya yang dilakukan secara sadar untuk melindungi, mengayomi dan memperkuat hak penyandang disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara, sudah sepantasnya penyandang disabilitas mendapatkan perlakuan khusus, sebagai upaya perlindungan dari kerentanan terhadap berbagai tindakan diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Perlakuan khusus dapat dipandang sebagai upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia secara universal. 2 1 Sutedi Ardrian, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm Lihat juga Khairani, Analisis Permasalahan Outsourching (Alih Daya) dari Perspektif Hukum dan Penerapannya, Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 56 Th XIV, 2012, hlm. 55. Rizqa Maulinda, Dahlan, M. Nur Rasyid, Perlindungan Hukum bagi Pekerja Kontrak Waktu Tertentu dalam Perjanjian Kerja pada PT. Indotruck Utama, Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18 No. 3, 2016, hlm Majda El Muhtaj, Dimensi Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm Bandingkan Budiyono, Muhtadi, Ade Arief Firmansyah, Dekonstruksi Urusan Pemerintahan Konkuren dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 67 Th XVII, 2015, hlm

3 Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp Penyandang disablitas juga merupakan bagian dalam masyarakat yang berhak mendapatkan pekerjaan sesuai dengan tingkat kecacatannya, Bahkan Pasal 67 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa pengusaha yang memperkerjakan penyandang disabilitas wajib memberikan perlindungan yang sesuai dengan tingkat kecacatannya. Meskipun sudah diatur dalam UU, hak penyandang disabilitas sampai sekarang masih sering mendapatkan perlakuan diskriminasi oleh perusahaan saat merekrut dan bahkan di tempat kerja. 3 Penyandang disabilitas kondisinya beragam, ada yang mengalami disabilitas fisik, disabilitas mental, dan gabungan disabilitas fisik dan mental. Kondisi penyandang disabilitas berdampak pada kemampuan untuk berpartisipasi di tengah masyarakat, sehingga memerlukan dukungan dan bantuan dari orang lain. 4 Penyandang disabilitas juga menghadapi kesulitan yang lebih besar dibandingkan masyarakat nondisabilitas seperti hambatan dalam mengakses layanan umum, pendidikan, kesehatan, maupun dalam hal ketenagakerjaan. Kecacatan seharusnya tidak menjadi halangan penyandang disabilitas untuk memperoleh hak konstitusionalnya. Pasal 53 ayat (1) UU No. 8/2016 mewajibkan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah untuk mempekerjakan paling sedikit 2% (dua persen) penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Pasal 53 ayat (2) mewajibkan perusahaan swasta untuk mempekerjakan paling sedikit 1% (satu persen) penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerjanya. Dalam praktik, ketentuan tersebut tidak berjalan lancar. Penyandang disabilitas sering terpinggirkan karena keadaan fisik dan mental. Posisinya yang memiliki kebutuhan berbeda, harus mendapat perhatian dari semua institusi pemerintah, sehingga kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. 5 3 Metro, Perusahaan Lakukan Diskriminasi Saat Merekrut Difabel, dimuat dalam di akses 9 Agustus ILO, Kaidah ILO tentang Pengelolaan Penyandang Cacat di Tempat Kerja, ILO Publication, Jakarta, 2006, hlm Simgakin, Data Penyandang Disabilitas, dimuat dalam Diakses Senin 14 Agustus

4 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang Berdasarkan data Dinas Sosial, Pemuda dan Olahraga (Disospora) Kota Semarang, pada tahun 2013 terdapat penyandang disabilitas yang tersebar di 16 kecamatan, terdiri dari 796 tunadaksa, 740 tunanetra, 609 tunagrahita, 645 tunarungu, dan 514 cacat ganda. 6 Penyandang disabilitas merasa dianaktirikan dan belum dapat menikmati hak-hak sebagaimana ditentukan konstitusi. Di samping peluang yang sulit, tidak jarang mereka mengalami perlakuan yang tidak mengenakkan, seperti diberhentikan tanpa ada penjelasan dari manajemen perusahaan. Bahkan penyandang disabilitas tidak dianggap sebagai pekerja, melainkan hanya sebagai peserta magang. 7 Kondisi di atas memperlihatkan kondisi penyandang disabilitas yang memprihatinkan, walau dengan pengaturan dan hak konstitusional yang sudah jelas. Atas dasar itulah, penelitian ini ingin menjawab dua permasalahan sebagai berikut: (1) bagaimanakah implementasi pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas ketenagakerjaan di Kota Semarang? (2) apa saja faktor yang menjadi kendala dalam mengimplementasikan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas ketenagakerjaan di Kota Semarang? METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif tersebut menggunakan data primer, sekunder, dan tersier, menggunakan pendekatan perundang-undangan (statutory approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Keseluruhan data dianalisis dengan menggunakan analisis sistesis. Dari hasil analisis sistesis kemudian diambil simpulan seperlunya, sesuai tujuan penelitian yang telah ditentukan. 6 Metro, Kesempatan Kerja bagi Penyandang Disabilitas Semarang Masih Minim, dimuat dalam diakses, Senin, 14 Agustus Ibid. 66

5 Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1) Implementasi Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan Pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam memperoleh pekerjaan di Kota Semarang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan harkat, martabat dan harga diri, serta mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, baik materil maupun spiritual. Penyandang disabilitas yang sering mendapat diskriminasi, perlu mendapat perhatian khusus karena mereka memiliki kebutuhan yang berbeda. Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota Semarang, harus memastikan hak memperoleh pekerjaan dapat terpenuhi bagi penyandang disabilitas di Kota Semarang. Menurut John C. Maxwell, penyandang disabilitas merupakan seseorang yang mempunyai kelainan dan/atau yang dapat mengganggu aktivitas. 8 Pasal 4 UU No. 8/2016 menentukan penyandang disabilitas dalam empat kategori. Pertama, penyandang disabilitas fisik, yaitu terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil. Kedua, penyandang disabilitas intelektual, yaitu terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrom. Ketiga, penyandang disabilitas mental, yaitu terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain: (a) psikososial diantaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian; (b) disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif. Keempat, penyandang disabilitas sensorik, yaitu terganggunya salah satu fungsi dari panca indera, antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau disabilitas wicara. Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) memberikan definisi disabilitas sebagai keadaan terbatasnya kemampuan untuk melakukan aktivitas dalam batas-batas 8 Sugiono, Ilhamuddin, dan Arief Rahmawan, Klasterisasi Mahasiswa Difabel Indonesia Berdasarkan Background Histories dan Studying Performance, (2014) 1 Indonesia Journal of Disability Studies 20,

6 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang yang dianggap normal. WHO membagi tiga kategori disabilitas, yaitu: (a) impairment, yaitu kondisi ketidaknormalan atau hilangnya struktur atau fungsi psikologis, atau anatomis; (b) disability yaitu ketidakmampuan atau keterbatasan sebagai akibat adanya impairment untuk melakukan aktivitas dengan cara yang dianggap normal bagi manusia; (c) handicap, yaitu keadaan yang merugikan bagi seseorang akibat adanya impairment, disability yang mencegahnya dari pemenuhan peranan yang normal (dalam konteks usia, jenis kelamin, serta faktor budaya) bagi orang yang bersangkutan. 9 Sebagai warga negara Indonesia, penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama dengan warga Negara Indonesia lainnya. Bahkan UUD NRI Tahun 1945 mengatur setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Sebagai bentuk dari perlindungan hukum terhadap pemenuhan HAM di Indonesia khususnya terhadap hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bagi disabilitas, Indonesia harus memiliki seperangkat peraturan hukum yang adil dan tegas dalam mengatur, aparat negara yang sigap dan pro disabilitas, dan masyarakat yang inklusif terhadap isu disabilitas 10. Kesempatan untuk mendapatkan kesamaan kedudukan, hak, dan kewajiban bagi penyandang cacat hanya dapat diwujudkan jika tersedia aksesibilitas, yaitu suatu kemudahan bagi penyandang cacat untuk mencapai kesamaan kesempatan dalam memperoleh kesamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sehingga perlu diadakan upaya penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat. Dengan upaya dimaksud, diharapkan penyandang cacat dapat berintegrasi secara total dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya serta meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang cacat pada khususnya. Penyelenggaraan upaya peningkatan kesejahteraan sosial yang antara lain dilaksanakan melalui kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat, yang pada hakikatnya menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang cacat sendiri. Oleh 68 9 Ibid, hlm Jazim Hamidi, Perlindungan Hukum terhadap Disabilitas dalam Memenuhi Hak Mendapatkan Pendidikan dan Pekerjaan, Jurnal: Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Vol 23, No 4, 2016.

7 Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp karena itu diharapkan semua unsur tersebut berperan aktif untuk mewujudkannya. Dengan kesamaan kesempatan tersebut diharapkan para penyandang cacat dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam arti mampu berintegrasi melalui komunikasi dan interaksi secara wajar dalam hidup bermasyarakat. 11 Hak untuk memperoleh pekerjaan termasuk bagi pekerja disabilitas telah diatur di dalam konstitusi negara Indonesia. Oleh sebab itu, hak tersebut mendapatkan perlindungan dan dijamin oleh hukum, sehingga perusahaan yang mempekerjakan penyandang disabilitas pada khususnya harus melindungi hak-hak penyandang disabilitas. Pasal 41 ayat (2) UU No. 39/1999 tentang HAM menentukan setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil dan anak-anak berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus. Saat ini, data penyandang disabilitas di Kota Semarang belum akurat. Pada tahun 2017, belum semua data penyandang disabilitas terkumpul disebabkan jumlah petugas pendataan di Dinas Sosial masih kurang, serta anggaran yang terbatas untuk melakukan pendataan bagi penyandang disabilitas. Kondisi tersebut berdampak dalam pemenuhan hak memperoleh pekerjaan di Kota Semarang. 12 Posisi penyandang disabilitas yang terkait dengan ketenagakerjaan akan lebih rumit. Pasal 1 angka (1) UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan konsep ketenagakerjaan sebagai segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Menurut Molenaar, perburuhan atau ketenagakerjaan adalah bagian segala hal yang berlaku, pada pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dan tenaga kerja. 13 Hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum masa kerja, 11 Suhartoyo, Perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh penyandang Disabilitas di Indonesia. Jurnal: Masalah-Masalah Hukum Vol 43, No 4, 2014, hlm Berdasarkan wawancara dan data Seksi Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Dinas Sosial Kota Semarang, 27 November, pukul WIB. 13 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm

8 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang misalnya adalah kesempatan kerja, perencanaan tenaga kerja dan penempatan tenaga kerja, sedangkan hal sesudah masa kerja seperti masalah pensiun atau jaminan masa tua. Bekerja merupakan cara manusia mendapatkan harkat dan martabatnya sebagai manusia karena dengan bekerja akan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup untuk menjalankan kehidupannya. Pasal 5 UU No. 13/2003 menentukan setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Pasal 6 disebutkan setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha. Perlindungan penyandang disabilitas merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada penyandang disabilitas dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan penyandang disabilitas itu sendiri. Pada akhirnya, perlindungan ini juga dapat diartikan sebagai pengakuan bahwa diskriminasi berdasarkan disabilitas merupakan pelanggaran terhadap harkat dan martabat serta nilai yang melekat pada setiap orang. Perlindungan penyandang disabilitas juga dapat diartikan sebagai upaya menciptakan lingkungan dan fasilitas umum yang aksesibel demi kesamaan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk hidup mandiri dan bermasyarakat. Selain ditentukan Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, turut dipertegas dalam UU No. 8/2016. UU ini sebagai landasan operasional dalam mewujudkan penyandang disabilitas yang sejahtera dan mandiri. Dalam rangka memenuhi amanat UU No. 8/2016, perlu disadari bahwa penempatan tenaga kerja penyandang disabilitas adalah menjadi hak penyandang disabilitas, sekaligus menjadi kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD, serta perusahaan swasta, yang perlu diimplementasikan dengan baik. 70

9 Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp Pelaksanaan ketentuan di atas belum berjalan dalam praktik. Berdasarkan data Seksi Bidang Informasi Pasar Kerja dan Produktivitas Kerja pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang, sekarang ini terdapat perusahaan, terlihat dalam tabel berikut. 14 Tabel 1. Jumlah Perusahaan Kota Semarang Menurut Status Usaha No Jenis Perusahaan Swasta Murni Joint Ventura PMDN PMA Lain-lain Jumlah Sumber data: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang Pada Praktiknya, dari jumlah perusahaan yang ada di Kota Semarang, menunjukan belum terpenuhinya kuota bagi penyandang disabilitas secara maksimal. Hal tersebut dapat dilihat dari 10 perusahaan yang ada di Kota Semarang sebagai sampel yang di data oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi kota Semarang, aturan terkait kuota bagi penyandang disabilitas dalam hak memperoleh pekerjaan dalam pelaksanaanya tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka dapat dilihat bahwa terkait kuota bagi penyandang disabilitas dalam ketenagakerjaan belum berjalan dengan baik. Tabel 2. Perusahaan yang Mempekerjakan Penyandang Disabilitas No Perusahaan Sektor Jumlah pek erja 1 PT. SAMA Tekstil Jumlah tenaga kerja penyandan g disabilitas 14 Wawancara dilakukan dengan staf seksi di bidang Informasi pasar Kerja dan produktivitas Kerja pada Dinas Tenaga Kerja kota Semarang, 20 November Pukul WIB. 71

10 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang 2 PT. GBI Tekstil PT. MG Tekstil PT. BI Tekstil PT. ISM Makanan PT. MPS Rokok PT. IP Plastik PT. AIR Tekstil PT. LWI Kayu PT. FM Pakaian Sumber data: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang Data di atas menunjukan bahwa berdasarkan 10 perusahaan sebagai sampel yang di data oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi kota Semarang pada tahun 2016, perusahaan belum menjalankan secara maksimal terkait kewajiban pemenuhan kuota tenaga kerja bagi penyandang disabilitas. 2) Kendala dalam Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan Perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas dalam pemenuhan hak memperoleh pekerjaan di Kota Semarang dilaksanakan dalam rangka pembangunan masyarakat yang ada di Kota Semarang untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri, serta mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, baik materil maupun spiritual. 15 Penyandang disabilitas sering mendapat diskriminasi seperti diuraikan sebelumnya terkait keadaan fisik dan mental. Atas dasar itulah penyandang disabilitas perlu mendapat perhatian khusus karena mereka memiliki kebutuhan yang berbeda. Kebutuhan yang berbeda ini harus mendapat perhatian dari institusi pemerintah, khususnya Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang, sehingga hak memperoleh pekerjaan dapat terpenuhi bagi penyandang disabilitas di Kota Semarang. hlm Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, cet. II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, 72

11 Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp Berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, negara mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Selain penegasan hak warga atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, konstitusi juga menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pekerjaan berdasarkan pada tingkat pendidikan, keahlian, dan bakat serta minatnya. Setiap warga negara dalam memperoleh pekerjaan harus sesuai dengan keinginannya, bukan pekerjaan yang dipaksakan kepadanya. Negara berkewajiban menciptakan lapangan pekerjaan dan penghidupan yang layak, dengan gaji bulanan, rumah, pakaian, dan makanan. Untuk melaksanakan hal tersebut pemerintah memberikan aturan dalam gaji yaitu dengan menentukan upah minimum regional (UMR) yang merupakan kumpulan dari jumlah gaji baik gaji pokok dan tunjangan yang diberikan serta bonus yang diterima oleh seorang pekerja. Pelaksanaan pembangunan nasional terkait tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan adanya perlindungan terhadap tenaga kerja yang dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan dan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya serta tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. Berdasarkan ketentuan pasal 2 UU No. 13/2003 bahwa pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan atas Pancasila dan UUD NRI Tahun Berdasarkan Penjelasan Pasal 3 UU No. 13/2003 menyatakan terkait asas pembangunan ketenagakerjaan, pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak, yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh. Oleh karena itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan. Pembangunan 73

12 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Pasal 4 UU No. 13/2003 menyatakan bahwa tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah sebagai berikut: 16 Pertama, memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi. Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan yang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia. Melalui pemberdayaan dan pendayagunaan ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan nasional, namun dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaanya, sehingga dapat meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik secara materil maupun spiritual. Kedua, mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah. Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar kerja dengan memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenaga kerja Indonesia sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Demikian pula pemerataan penempatan tenaga kerja, perlu diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan di seluruh sektor dan daerah. Ketiga, memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan. Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Keempat, meningkatkan Kesejahteraan tenaga kerja dan keluarga. Masyarakat Indonesia sebagian besar merupakan tenaga kerja dan memiliki keluarga, karena itu kesejahteraan tenaga 16 Ibid, hlm

13 Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp kerja dan keluarganya mempunyai andil yang besar dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materil maupun spiritual tidak dapat dicapai bila tenaga kerja dan keluarganya tidak sejahtera. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya merupakan bagian dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Terdapat beberapa faktor yang menjadikan Pemerintah Kota Semarang belum cukup memberikan perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas dalam hak memperoleh pekerjaan di Kota Semarang, diantaranya adalah sebagai berikut: a) Peraturan daerah Kota Semarang yang belum tersedia Tujuan utama dari Perda adalah memberdayakan masyarakat dan mewujudkan kemandirian daerah. Perda memuat dan mengatur penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi seperti yang di sebutkan di dalam Pasal 14 UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dengan demikian, pembentukan peraturan daerah menjadi strategis dan penting karena faktor kekhususan daerah dan penjabaran perundang-undangan yang lebih tinggi. Beberapa undang-undang hanya memuat hal-hal umum yang harus dijabarkan sesuai dengan kondisi daerah, antara lain terkait kaum disabilitas, perempuan, anak, suku dan masyarakat adat terpencil, penganut agama dan kepercayaan lokal, kelompok-kelompok minoritas, serta hal-hal yang khusus dan spesifik di daerah. Saat ini Kota Semarang belum memiliki peraturan daerah yang mengatur terkait pemenuhan hak penyandang disabilitas sebagai tindak lanjut dari ketentuan peraturan perundang-undangan terkait kebijakan perlindungan penyandang disabilitas yang diatur secara nasional di Indonesia, seperti UU No. 8/2016, UU No. 13/2003. Hal ini menjadi kendala bagi Pemerintah Kota Semarang khususnya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam melaksanakan perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas, dikarenakan penyandang disabilitas juga merupakan bagian dari 75

14 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang masyarakat Kota Semarang yang berhak untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan tingkat kecacatannya 17. Berdasarkan hal tersebut, terkait pelaksanaan perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas dalam hak memperoleh pekerjaan di Kota Semarang, peraturan daerah Kota Semarang menjadi penting sebagai pedoman bagi aparat penegak hukum dalam perlindungan pemenuhan hak terhadap penyandang disabilitas dalam memperoleh pekerjaan di Kota Semarang. b) Pengawasan ketenagakerjaan di Kota Semarang Pengawasan ketenagakerjaan adalah fungsi negara termasuk pengawasan yang dilakukan di Kota Semarang. Berdasarkan lampiran UU No. 23/2014 disebutkan penetapan sistem pengawasan ketenagakerjaan dan pengelolaan tenaga pengawas ketenagakerjaan menjadi urusan Pemerintah Pusat, sedangkan kewenangan penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan menjadi urusan Pemerintah Daerah Provinsi. Terhitung sejak Januari 2017, seluruh pegawai pengawas ketenagakerjaan kabupaten/kota beralih ke provinsi. Sesuai UU No. 23/2014, maka semua fungsi pengawasan ketenagakerjaan yang ada di setiap kabupaten/kota seluruh Indonesia termasuk di Provinsi Jawa Tengah, statusnya beralih ke Provinsi. Terdapat tiga unsur yang saling mempengaruhi dalam ketenagakerjaan, yang mana apabila salah satu fungsi dan peran dari ketiga unsur ini tidak berjalan, maka kondisi ketenagakerjaan tidak akan berjalan secara sehat. ketiga unsur tersebut terdiri dari pekerja, pengusaha, dan pemerintah yang dalam istilah ketenagakerjaan dikenal dengan istilah tripartit. Ketiga unsur tripartit tersebut memiliki keinginan yang berbeda-beda dan masih banyak yang belum bisa mewujudkan hubungan yang saling memenuhi keinginannya masing-masing. Untuk terciptanya hubungan yang saling menguntungkan keinginan masing-masing unsur tripartit tersebut, sebenarnya pemerintah telah mengaturnya dengan regulasi yaitu Pasal 102 UU No. 13/2003 yang mengatur fungsi dan peran 17 Wawancara dengan staf Seksi Bidang Informasi Pasar Kerja dan Produktivitas Kerja pada Dinas Tenaga Kerja kota Semarang, Senin, 20 November, Pukul WIB. 76

15 Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp pemerintah, pekerja, dan perusahaan dalam ketenagakerjaan, diantaranya adalah: Pertama, dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Kedua, dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya. Ketiga, dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pasal 102 ayat (1) sangat jelas menyebutkan bahwa kunci dari semua permasalahan ketenagakerjaan adalah sangat tergantung dari fungsi pemerintah dalam menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran aturan ketenagakerjaan. Fungsi pekerja/buruh sebagaimana disebutkan dalam ayat (2) akan terlaksana dengan baik apabila fungsi dan peran pemerintah sebagaimana ayat (1) berjalan dengan baik dan benar, terutama dalam memastikan terpenuhinya hak-hak pekerja yang merupakan kewajiban pengusaha untuk memenuhinya. Unsur yang paling dirugikan ketika fungsi masing-masing tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya adalah pekerja, karena akibat lemahnya fungsi pemerintah, hak-hak pekerja yang merupakan kewajiban pengusaha masih banyak yang tidak terpenuhi, padahal setiap hak pekerja yang sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan dilanggar ada sanksi baik administratif maupun pidana. Ada beberapa pengertian pengawasan ketenagakerjaan yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan, seperti yang disebutkan pada Pasal 176 UU No. 13/2003 yang menyebutkan 77

16 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang bahwa pengawasan ketenagakerjaan merupakan kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan. Selanjutnya pada Pasal 1 angka (1) Perpres No. 21/2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan. Pengertian tersebut merupakan pengertian yang juga digunakan di beberapa peraturan yang mengatur tentang pengawasan ketenagakerjaan, seperti UU No. 21/2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection In Industry And Commerce (Konvensi ILO Nomor 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan). Sehingga pengertian ini merupakan pengertian yang baku dalam mendefinisikan pengertian pengawasan ketenagakerjaan. Pada Pasal 178 UU No. 13/2003 menyebutkan bahwa pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Hal tersebut juga di sebutkan di dalam Pasal 3 Perpres No. 21/2010 yang menyebutkan bahwa pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas dalam pemenuhan hak memperoleh pekerjaan di Kota Semarang memiliki tujuan untuk memberi kepastian hukum, sehingga tujuan hukum tersebut dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang ada di Kota Semarang. Pengawasan ketenagakerjaan merupakan sebuah sistem yang sangat penting dalam penegakan atau penerapan peraturan terkait ketenagakerjaan, pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan. Penegakan atau penerapan peraturan perundang-undangan merupakan upaya untuk melindungi serta menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh, keseimbangan 78

17 Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp tersebut diperlukan untuk menjaga kelangsungan usaha dan ketenangan dalam bekerja yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja. Pasal 179 UU No. 13/2003 menyebutkan bahwa unit kerja pelaksana pengawasan ketenagakerjaan mempunyai dua kewajiban. Pertama, wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri Tenaga Kerja, khusus bagi unit kerja pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Kedua, wajib merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan dan tidak menyalahgunakan kewenangannya. Dengan pengawasan ketenagakerjaan terkait penyandang disabilitas dalam hak memperoleh pekerjaan di Kota Semarang, tidak dilakukan lagi di Dinas Tenaga Kerja kota Semarang dan beralih pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah, hal ini terjadi kekosongan fungsi pengawasan terhadap ketenagakerjaan. Hal ini berimplikasi kepada melemahnya dalam penerapan dan penegakan peraturan terkait ketenagakerjaan. SIMPULAN Simpulan penelitian ini adalah: Pertama, pemenuhan hak terhadap penyandang disabilitas dalam memperoleh pekerjaan di Kota Semarang belum berjalan. Berdasarkan sampel 10 perusahaan yang didata Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang tahun 2016, dari jumlah perusahaan dari yang ada di Kota Semarang, kuota penyandang disabilitas belum terpenuhi. Kedua, faktor yang menjadi kendala pemenuhan hak penyandang disabilitas ketenagakarjaan di Kota Semarang, adalah ketiadaan peraturan daerah yang mengatur pemenuhan hak penyandang disabilitas, sebagai tindak lanjut dari ketentuan peraturan perundang-undangan terkait kebijakan perlindungan penyandang disabilitas yang diatur secara nasional. Di samping itu, pengawasan ketenagakerjaan di Kota Semarang, sejak tahun 2017 tidak dilakukan lagi di Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang, melainkan beralih pada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah 79

18 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang berdasarkan amanat UU Pemerintah Daerah. Kondisi tersebut menyebabkan terjadi kekosongan fungsi pengawasan terhadap ketenagakerjaan. DAFTAR PUSTAKA Abdul Khakim, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, cet. II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Budiyono, Muhtadi, Ade Arief Firmansyah, 2015, Dekonstruksi Urusan Pemerintahan Konkuren dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 67 Th XVII. ILO, 2006, Kaidah ILO tentang Pengelolaan Penyandang Cacat di Tempat Kerja, ILO Publication, Jakarta. Jazim Hamidi, 2016, Perlindungan Hukum terhadap Disabilitas dalam Memenuhi Hak Mendapatkan Pendidikan dan Pekerjaan, Jurnal: Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Vol 23, No 4. Khairani, 2012, Analisis Permasalahan Outsourching (Alih Daya) dari Perspektif Hukum dan Penerapannya, Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 56 Th XIV. Lalu Husni, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Majda El Muhtaj, 2008, Dimensi Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Metro, Perusahaan Lakukan Diskriminasi Saat Merekrut Difabel, dimuat dalam di akses 9 Agustus Metro, Kesempatan Kerja bagi Penyandang Disabilitas Semarang Masih Minim, dimuat dalam diakses, Senin, 14 Agustus

19 Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp Rizqa Maulinda, Dahlan, M. Nur Rasyid, 2016, Perlindungan Hukum bagi Pekerja Kontrak Waktu Tertentu dalam Perjanjian Kerja pada PT. Indotruck Utama, Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18 No. 3. Simgakin, Data Penyandang Disabilitas, dimuat dalam Diakses Senin 14 Agustus Sugiono, Ilhamuddin, dan Arief Rahmawan, 2014, Klasterisasi Mahasiswa Difabel Indonesia Berdasarkan Background Histories dan Studying Performance, Indonesia Journal of Disability Studies 20, 21. Suhartoyo, 2014, Perlindungan Hukum terhadap Pekerja/buruh Penyandang Disabilitas di Indonesia. Jurnal: Masalah-Masalah Hukum Vol 43, No 4. Sutedi Ardrian, 2011, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta. Peraturan Perundang-undangan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. UU No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas. UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. UU No. 19/2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) UU No. 21/2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection In Industry And Commerce (Konvensi ILO Nomor 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri Dan Perdagangan). 81

20 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang Peraturan Presiden No. 21/2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan. 82

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, sudah sepantasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi fisik bahkan kondisi sosial penyandang disabilitas pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi fisik bahkan kondisi sosial penyandang disabilitas pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi fisik bahkan kondisi sosial penyandang disabilitas pada umumnya dinilai rentan, baik dari aspek ekonomi, pendidikan, keterampilan, maupun kemasyarakatannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas yang tidak menyadari dengan potensi yang mereka miliki. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas yang tidak menyadari dengan potensi yang mereka miliki. Sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia kerja memang menuntut manusia untuk mampu menguasai dan melaksanakan bidang pekerjaan yang sedang digeluti. Terlebih dengan semakin berkembangnya teknologi yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UU No 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh UU No 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan UU No 2/2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN II - 1 II - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM II-11 BAB II LANDASAN, ASAS DAN TUJUAN II-15 BAB III KESEMPATAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I SOSIAL. Disabilitas. Penyandang. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 69). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara

BAB I PENDAHULUAN. negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai rumusan mengenai sifat negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara Indonesia yang diinginkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 9 Tahun : 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 9 Tahun : 2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 9 Tahun : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

MEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA

MEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA MEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA Arni Surwanti 11 APRIL 2016 Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas

Lebih terperinci

KONSEP PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONAL PENYANDANG DISABILITAS DI INDONESIA

KONSEP PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONAL PENYANDANG DISABILITAS DI INDONESIA 2017] KONSEP PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONAL PENYANDANG DISABILITAS 161 KONSEP PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONAL PENYANDANG DISABILITAS DI INDONESIA Arie Purnomosidi Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UPAYA PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS Tingkat Desa/Kelurahan

UPAYA PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS Tingkat Desa/Kelurahan UPAYA PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS Tingkat Desa/Kelurahan PENYEBAB: Penyakit (59,56%) Bawaan lahir (16,76%) Kecelakaan/BA (16,46%) Tekanan Hidup/Stres (05,15%) Kurang Gizi (01,87%) Penyakit Kusta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

2 sumber daya manusia, peran masyarakat, dan dukungan pendanaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan adanya upaya terarah, terpadu, dan

2 sumber daya manusia, peran masyarakat, dan dukungan pendanaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan adanya upaya terarah, terpadu, dan TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa merupakan anugrahnya yang wajib

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Komitmen Negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE RIGHTS OF PERSONS WITH DISABILITIES (KONVENSI MENGENAI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya menuntut setiap orang untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu pelaksanaan pekerjaan untuk kepentingan

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS I. UMUM Para penyandang disabilitas seringkali tidak menikmati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di hadapan Tuhan. Manusia dianugerahi akal budi dan hati nurani sehingga mampu membedakan yang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DISABILITAS TERHADAP HAK MEMPEROLEH PEKERJAAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DISABILITAS TERHADAP HAK MEMPEROLEH PEKERJAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DISABILITAS TERHADAP HAK MEMPEROLEH PEKERJAAN Oleh : Yuni Ratnasari Made Suksma Prijandhini Devi Salain Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The title

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI IMPLEMENTASI PP NOMOR 43 TAHUN 1998 PASAL 28 TERHADAP PEKERJA PENYANDANG DISABILITAS DI PT. MADUBARU - PG/PS MADUKISMO.

JURNAL SKRIPSI IMPLEMENTASI PP NOMOR 43 TAHUN 1998 PASAL 28 TERHADAP PEKERJA PENYANDANG DISABILITAS DI PT. MADUBARU - PG/PS MADUKISMO. JURNAL SKRIPSI IMPLEMENTASI PP NOMOR 43 TAHUN 1998 PASAL 28 TERHADAP PEKERJA PENYANDANG DISABILITAS DI PT. MADUBARU - PG/PS MADUKISMO Diajukan oleh : SEPTIAN ADI CAHYA NPM : 09 05 10029 Program Studi Program

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka. dalam penulisan tesis ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka. dalam penulisan tesis ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 107 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka dalam penulisan tesis ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengawasan Ketenagakerjaan oleh

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI TERHADAP PERLINDUNGAN DISABILITAS

KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI TERHADAP PERLINDUNGAN DISABILITAS KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI TERHADAP PERLINDUNGAN DISABILITAS Oleh I Kadek Indyana Pranantha Anak Agung Sri Utari Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Makalah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan nasional disegala bidang, salah satunya dalam sektor ketenagakerjaan. Pelaksanaan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja I. PEMOHON - Edwin Hartana Hutabarat ---------------------------- selanjutnya disebut Pemohon.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Konsideran huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Konsideran huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsideran huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas, hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA 2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Penanaman Modal Asing 2.1.1. Pengertian Penanaman Modal Asing Kegiatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penyandang

Lebih terperinci

Kata Kunci: Penerapan, Jaminan Sosial, BPJS Ketenagakerjaan, Pekerja, Perusahaan.

Kata Kunci: Penerapan, Jaminan Sosial, BPJS Ketenagakerjaan, Pekerja, Perusahaan. ABSTRAK Skripsi ini berjudul Penerapan Program Jaminan Sosial Bidang Kesehatan Kerja Terhadap Pekerja PT. Mega Jaya). Latar belakang dari skripsi ini adalah tentang pelaksanaan perlindungan terhadap pekerja

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa penyandang cacat

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dan terus mengedepankan pembangunan guna meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 1 ayat (1) tentang. Penyandang Disabilitas mengatur bahwa;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 1 ayat (1) tentang. Penyandang Disabilitas mengatur bahwa; 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 1 ayat (1) tentang Penyandang Disabilitas mengatur bahwa; Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh membutuhkan suatu wadah yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah adanya pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang setara untuk turut

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang setara untuk turut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang setara untuk turut serta dalam pembangunan nasional, tidak terkecuali bagi penyandang disabilitas.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM DARI DISKRIMINASI BAGI PENYANDANG DISABILITAS DALAM DUNIA KERJA

PERLINDUNGAN HUKUM DARI DISKRIMINASI BAGI PENYANDANG DISABILITAS DALAM DUNIA KERJA JURNAL SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM DARI DISKRIMINASI BAGI PENYANDANG DISABILITAS DALAM DUNIA KERJA Diajukan oleh : Maria Nurma Septi Arum Kusumastuti N P M : 120510872 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. himpun menyebutkan bahwa jumlah pekerja perempuan di sebagian besar daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. himpun menyebutkan bahwa jumlah pekerja perempuan di sebagian besar daerah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jumlah pekerja perempuan di Indonesia semakin meningkat. Peran wanita dalam membangun ekonomi bangsa semakin diperhitungkan. Data yang penulis himpun menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi. Pergeseran dimaksud tidak jarang melanggar peraturan perundangundangan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi. Pergeseran dimaksud tidak jarang melanggar peraturan perundangundangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah ketenagakerjaan di masa datang akan terus berkembang semakin kompleks sehingga memerlukan penanganan yang lebih serius. Pada masa perkembangan tersebut

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN - 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS

SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS 23 AGUSTUS 2016 Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas Peraturan Daerah Tentang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2015 SALINAN 1 GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

IMAM MUCHTAROM C

IMAM MUCHTAROM C TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN TENAGA KERJA WANITA DITINJAU DARI UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (Studi Kasus: PT. Aksara Solo Pos Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas

Lebih terperinci

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedaulatan rakyat ini juga dicantumkan di dalam Pasal 1 butir (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kedaulatan rakyat ini juga dicantumkan di dalam Pasal 1 butir (1) Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum untuk selanjutnya disebut Pemilu yang diselenggarakan secara langsung merupakan perwujudan kedaulatan rakyat. Pengakuan tentang kedaulatan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce No.1753, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Pengawasan Ketenagakerjaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA Oleh: Ida Ayu Dwi Utami I Ketut Sandi Sudarsana I Nyoman Darmadha Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015 PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 1 Oleh: Anjel Ria Meiliva Kanter 2 ABSTRAK Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian

Lebih terperinci

Lembar Klarifikasi Kebijakan Daerah Untuk Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan (Masukan Komnas Perempuan)

Lembar Klarifikasi Kebijakan Daerah Untuk Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan (Masukan Komnas Perempuan) Lembar Klarifikasi Kebijakan Daerah Untuk Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan (Masukan Komnas Perempuan) Nama Kebijakan: Ranperda Provinsi Gorontalo No.. Tahun tentang Perlindungan Perempuan dan Anak

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namanya menjadi BPJS Ketenagakerjaan. 1 Jaminan Sosial adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. namanya menjadi BPJS Ketenagakerjaan. 1 Jaminan Sosial adalah salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya jaminan sosial ketenagakerjaan terus berubah dan berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja. Pada era tahun dua ribuan sistem penjaminan

Lebih terperinci

-2-3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Repu

-2-3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Repu PERATURAN BERSAMA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG OPTIMALISASI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1967 telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR: 13 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR: 13 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR: 13 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI SULAWESI TENGAH Menimbang : a bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

DOKUMENTASI PENELITIAN

DOKUMENTASI PENELITIAN LAMPIRAN DOKUMENTASI PENELITIAN JENIS PELATIHAN KERJA FOTO KEGIATAN TEKNISI KOMPUTER TEKNISI HANDPHONE MONTIR SEPEDA MOTOR JENIS PELATIHAN KERJA FOTO KEGIATAN TATA BOGA TATA RIAS BAHASA INGGRIS JENIS PELATIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. formal maupun non formal diantaranya: a. Faktor dalam diri penyandang cacat. b. Keterbatasan lapangan pekerjaan

BAB III PENUTUP. formal maupun non formal diantaranya: a. Faktor dalam diri penyandang cacat. b. Keterbatasan lapangan pekerjaan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis berkaitan dengan judul Kajian Terhadap Peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bantul dalam Implementasi Perluasan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234.

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan

Lebih terperinci

SEMINAR PELAKSANAAN PERDA NOMOR 3 TAHUN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS di KABUPATEN KULON PROGO

SEMINAR PELAKSANAAN PERDA NOMOR 3 TAHUN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS di KABUPATEN KULON PROGO SEMINAR PELAKSANAAN PERDA NOMOR 3 TAHUN 2016 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS di KABUPATEN KULON PROGO Arni Surwanti 6 APRIL 2016 Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas LANDASAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Repub

2017, No Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Repub No.1540, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Perusahaan Dalam Jaringan. Wajib Lapor Ketenagakerjaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBL1K INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat,

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KESETARAAN DIFABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H No.790, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Standar Habilitasi dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah penyandang disabilitas atau sering kali disebut difabel tergolong sangat banyak. Berdasarkan hasil pendataan atau survey Pusdatin Depsos

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Perubahan manajemen dalam UU ASN hanya mengenal 2 jenis pegawai

BAB V PENUTUP. 1. Perubahan manajemen dalam UU ASN hanya mengenal 2 jenis pegawai BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Perubahan manajemen dalam UU ASN hanya mengenal 2 jenis pegawai yaitu PNS dan PPPK, mengakibatkan kedudukan tenaga honorer dalam struktur kepegawaian pemerintah menjadi tidak

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2017

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2017 WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENDATAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia jumlah pertambahan penduduk dari tahun ke tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia jumlah pertambahan penduduk dari tahun ke tahun semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia jumlah pertambahan penduduk dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk juga mempengaruhi pembangunan infrastruktur

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA WAJIB LAPOR KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN DALAM JARINGAN

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA WAJIB LAPOR KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN DALAM JARINGAN PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA WAJIB LAPOR KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN DALAM JARINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerja merupakan awal dari lahirnya hubungan industrial antara pemilik modal dengan buruh. Namun seringkali perusahaan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN JAMINAN KESEHATAN TERHADAP TENAGA KERJA KONTRAK PADA DINAS TENAGA KERJA DAN SERTIFIKASI KOMPETENSI KOTA DENPASAR *

PERLINDUNGAN JAMINAN KESEHATAN TERHADAP TENAGA KERJA KONTRAK PADA DINAS TENAGA KERJA DAN SERTIFIKASI KOMPETENSI KOTA DENPASAR * PERLINDUNGAN JAMINAN KESEHATAN TERHADAP TENAGA KERJA KONTRAK PADA DINAS TENAGA KERJA DAN SERTIFIKASI KOMPETENSI KOTA DENPASAR * Oleh : Ni Made Srinitha Themaswari ** I Made Sarjana *** I Made Udiana ****

Lebih terperinci