DETEKSI ANTIBODI Salmonella pullorum DAN Mycoplasma gallisepticum PADA ANAK AYAM (DOC) PEDAGING BEBERAPA PERUSAHAAN YANG DIJUAL DI KABUPATEN LAMONGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DETEKSI ANTIBODI Salmonella pullorum DAN Mycoplasma gallisepticum PADA ANAK AYAM (DOC) PEDAGING BEBERAPA PERUSAHAAN YANG DIJUAL DI KABUPATEN LAMONGAN"

Transkripsi

1 152 DETEKSI ANTIBODI Salmonella pullorum DAN Mycoplasma gallisepticum PADA ANAK AYAM (DOC) PEDAGING BEBERAPA PERUSAHAAN YANG DIJUAL DI KABUPATEN LAMONGAN Diyantoro 1), Shelly Wulandari 1) 1)Departemen Kesehatan, Fakultas Vokasi, Universitas Airlangga ABSTRAK Penyakit pullorum (Pullorum Disease, PD) dan penyakit pernafasan kronis (Chronic Respiratory Disease, CRD) merupakan penyaki endemik dan sangat penting pada peternakan unggas di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Penyakit pullorum disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum (SP) sedangkan CRD disebabkan oleh bakteri Mycoplasma gallisepticum (MG). Kedua bakteri tersebut dapat ditularkan secara vertikal dan horizontal terutama pada unggas muda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya antibodi dan besar angka prevalensi dari SP dan MG pada anak ayam (Day Old Chick, DOC) pedaging dari beberapa perusahaan yang dijual di Kabupaten Lamongan. Metode pemeriksaan yang digunakan adalah deteksi antibodi dengan uji aglutinasi cepat (Rapid Serum Agglutination, RSA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibodi SP dan MG ditemukan pada sampel serum darah DOC ayam pedaging yang dijual di Kabupaten Lamongan dengan angka prevalensi SP sebesar 20% dan angka prevalensi MG sebesar 14%. Kata Kunci : Salmonella pullorum, Mycoplasma gallisepticum, DOC ayam pedaging Pendahuluan Penyakit infeksius yang paling berpengaruh terhadap produksi unggas komersial adalah salmonellosis (Salmonella pullorum, Salmonella gallinarum, Salmonella typhimurium, Salmonella enteritidis) dan mycoplasmosis (Mycoplasma gallisepticum, Mycoplasma synoviae, Mycoplasma meleagridis). Agen patogen tersebut dapat bertahan hidup diluar tubuh inang, yang dapat menginfeksi unggas domestik dan unggas liar baik secara vertikal maupun secara horizontal, dan unggas yang terserang biasanya tidak menunjukkan gejala klinis. Akibatnya, agen patogen tersebut sulit dikendalikan sehingga penerapan biosekuriti yang ketat diperlukan untuk mencegah masuknya patogen tersebut ke dalam peternakan ayam komersial (Bachieri et al., 2001) Salah satu penyakit utama salmonellosis pada ayam pedaging adalah penyakit pullorum. Penyakit pullorum merupakan penyakit menular pada ayam yang menimbulkan kerugian ekonomi yang besar, menyebabkan kematian yang sangat tinggi terutama pada

2 153 anak ayam umur 1-10 hari. Pada ayam dewasa umumnya penyakit ini tidak memperlihatkan tandatanda klinis yang jelas dan tidak menyebabkan kematian namun sebagai reservoir, sehingga dapat menularkan kepada ayam yang sehat secara vertikal dan horizontal (Shane, 2005) Mycoplasma gallisepticum (MG), yang merupakan agen penyakit yang sangat penting bagi pembangunan peternakan di Indonesia. Infeksi yang disebabkan oleh MG dikenal sebagai penyakit pernafasan kronis (Chronic Respiratory Disease, CRD) pada ayam (Ley 2008). Penyakit CRD merupakan penyakit endemik pada ternak ayam yang sangat merugikan industri perunggasan di seluruh dunia, termasuk Indonesia (BPPH 2007). Kerugian ekonomi yang terjadi akibat CRD bukan disebabkan oleh kematian yang tinggi, tetapi disebabkan oleh oleh menurunnya produksi telur, fertilitas dan daya tetas dalam kisaran 8% sampai 30%, kematian embrio sebesar 5% sampai 20%, kematian anak ayam sebesar 5% sampai 10%, kenaikan berat badan terhambat, serta konversi pakan naik (Yilmaz et al. 2011; Soeripto 2001). Penyebaran infeksi MG dapat terjadi secara horizontal dan vertikal (Ley 2008). Penyebaran secara horizontal dapat terjadi secara langsung melalui udara atau percikan air liur terhadap ayam yang peka di sekitarnya. Sedangkan secara tidak langsung dapat melalui pakan, air minum, peralatan dan pakaian pekerja yang tercemari oleh MG. Penyebaran secara vertikal dapat terjadi melalui indung telur atau oviduct (Ley, 2008). Perbibitan ayam ras pedaging saat ini sudah berkembang pesat dengan didukung kemajuan teknologi sehingga pembibitan ayam ras di Indonesia telah memberikan konstribusi nyata pada pembangunan pertanian, khususnya dalam penyediaan anak ayam (Day Old Chick, DOC) pedaging bagi peternak-peternak kecil, salah satunya peternak di Kabupaten Lamongan. Data Badan Pusat Statitik Kabupaten (BPS Kabupaten Lamongan, 2016) pada tahun 2015 menunjukkan bahwa jumlah ayam ras pedaging yang masuk ke Kabupaten Lamongan sekitar 46.5 juta ekor. Kementan (2011) telah mengatur dalam peraturan menteri pertanian tentang pedoman pembibitan ayam ras yang baik bahwa perusahaan pembibitan galur murni atau perusahaan pembibitan bibit tetua, disamping bebas pullorum juga harus bebas dari penyakit CRD. Akan tetapi kegiatan monitoring keberadaan antibodi Salmonella pullorum dan Mycoplasma gallisepticum yang dilakukan oleh instansti pemerintah selama ini hanya dilakukan pada ayam dewasa pembibit didalam breeding farm dan belum pernah dilakukan pada DOC yang dijual langsung ke peternak.

3 154 Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengevaluasi keberadaan antibodi spesifik Salmonella pullorum dan Mycoplasma gallisepticum pada DOC ayam pedaging dari beberapa perusahaan yang dijual langsung ke peternak di Kabupaten Lamongan. Metode Penelitian Rancangan penelitian ini terdiri dari pengumpulan sampel serum darah, uji aglutinasi cepat, dan analisis data. Pengumpulan Sampel Serum Darah Sampel serum darah di peroleh dari DOC ayam pedaging milik peternak yang dibeli dari poultry shop di Kabupaten Lamongan. Cara pengambilan darah dilakukan melalui organ jantung dengan menggunakan siring 3 ml dan diletakkan pada suhu ruang selama 1 2 jam hingga serum terpisah. Serum dari masing-masing sampel dimasukkan ke dalam tabung serum dan disimpan pada suhu 4 o C sampai dilakukan pengujian terhadap Salmonella pullorum dan Mycoplasma gallisepticum menggunakan uji aglutinasi cepat. Teknik Uji Aglutinasi Cepat Teknik uji aglutinasi cepat dilakukan menurut panduan dari OIE manual 2000 (OIE, 2000). Teknik uji aglutinasi cepat dilakukan dengan cara mencampur serum yang akan diuji dengan antigen (Mycoplasma gallisepticum dan Salmonella pullorum). Sebanyak 20 μl antigen dan 20 μl serum ayam diletakkan pada lempeng kaca dengan posisi bersampingan menggunakan pipet mikro. Kemudian antigen dan serum dicampur menggunakan alat pengaduk sehingga serum dan antigen tercampur secara merata. Pembacaan reaksi aglutinasi dilakukan dua menit setelah pencampuran. Adanya penggumpalan antara antigen dan serum menunjukkan bahwa serum tersebut mengandung antibodi terhadap antigen spesifik (Mycoplasma gallisepticum dan Salmonella pullorum) dan dicatat sebagai sampel positif. Analisa Data Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan serum darah di laboratorium dianalisis menggunakan rasio prevalensi (Gonzales et al., 2005). Hasil dan Pembahasan Pengujian serologis Salmonella pullorum dan Mycoplasma gallisepticum menggunakan 50 sampel serum darah DOC ayam pedaging yang dijual oleh beberapa peternak di Kabupaten Lamongan. Hasil pengujian dengan RSA menunjukkan bahwa beberapa sampel serum darah yang diambil

4 155 mengandung antibodi SP dan MS Sebanyak 50 sampel yang diuji diperoleh 20% sampel positif SP dan 14% positif MG (Tabel 1). Tabel 1 Persentase positif SP dan MG berdasarkan hasil uji RSA Hasil Uji RSA Jumlah Persentase Nama Mikroba Positif Negatif Sampel Positif Salmonella pullorum % 50 Mycoplasma gallisepticum % Persentase positif SP yang diperoleh dari sampel yang di uji RSA lebih rendah di bandingkan dengan hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh Hosain dan Islam (2004) dengan angka seroprevalensi SP dengan uji RSA sebesar 26,67% dan Rahman et al., (2013) dengan angka seroprevalensi sebesar 48% di Bangladesh. Persentase positif MG yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian yang dilaporkan oleh Faisal et al. (2011) pada pada DOC normal yang diuji dengan PCR sebesar 12,6% (43/340) dan lebih rendah dari sampel DOC dengan kondisi yang buruk sebesar 16,9% (42/248). Penelitian lain juga melaporkan dengan angka presentase positif yang lebih rendah dari hasil penelitian yaitu hanya sebesar 3,4% dari 1500 DOC broiler yang diuji dengan RSA (Elgny dan Azwai, 2013). Adanya antibodi didalam serum darah dapat terjadi akibat adanya infeksi secara alami atau pemberian vaksinasi. Di Indonesia, kebanyakan peternakan pembibitan ayam pedaging belum menerapkan program vaksinasi pullorum dan MG. Oleh karena itu, adanya antibodi dalam tubuh DOC dapat merupakan hasil infeksi alami secara vertikal pada peternakan perbibitan ayam pedaging atau pada saat di tempat penetasan telur. Hatchery (tempat penetasan telur) merupakan salah satu penghubung rantai pasok unggas dan berada pada posisi diantara dua kelompok produsen yaitu produsen penghasil telur tetas ayam pedaging dan produsen ayam pedaging. Lokasi hatchery harus memperhatikan beberapa aspek diantaranya risiko penyakit di area berpopulasi unggas, biaya transportasi untuk telur dan anak ayam, ketersediaan tenaga kerja, dan jaringan trasnportasi secara menyeluruh. Desain hatchery yang baik sangat penting untuk menghemat biaya operasional. Kondisi inkubator dalam hatchery yang mampu menjaga pertumbuhan embrio juga sangat ideal untuk pertumbuhan bakteri dan jamur (Hatchery Management Guide, 2008). Penularan secara vertikal dapat terjadi karena adanya infeksi alami

5 156 dalam peternakan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi adanya infeksi Salmonella pullorum dan Mycoplasma gallisepticum antara lain : 1) manajemen pemeliharaan meliputi jumlah ayam yang dipelihara dalam satu kandang dan keberadaan lalat dan tikus pada kandang dan gudang pakan; 2) manajemen kesehatan meliputi pengobatan ketika terjadi kasus dan intensitas pemberian vitamin dan antibiotika; 3) manajemen pakan meliputi pemberian pakan dan penyimpanan pakan; 4) biosekuriti peternakan meliputi intensitas desinfeksi kandangan, pengunjung, dan truk pakan atau telur (Diyantoro et al., 2017) Kesimpulan Berdasarkan hasil uji RSA di laboratorium pada sampel serum DOC ayam pedaging yang di jual oleh beberapa perusahaan di Kabupaten Lamongan diperoleh persentase antibodi positif Salmonella pullorum sebesar 20% sedangkan persentase antibodi positif Mycoplasma gallisepticum sebesar 14%. Daftar Pustaka Berchieri, J.A., Murphy, C.K., Marston, K., Barrow, P.A Observation on the Persistense and Vertical Transmission Salmonella enterica serovars Pullorum and Gallinarum in Chickens; Effect of bacterial and host genetic background Aeran Pathology. 30: BPPH (Balai Penyelidikan Penyakit Hewan) Data Diagnosa Penyakit pada Unggas. Informasi Laboratorium Balai Penyidikan Penyakit Hewan dan Balai Besar Veteriner seluruh Indonesia. BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Lamongan Lamongan Dalam Angka Diyantoro, Wibawan. I.W.T, Pribadi, E.S Seroprevalensi dan Faktor Risiko Penularan Mycoplasma gallisepticum pada Peternakan Ayam Petelur Komersial di Kabupaten Blitar. Jurnal Veteriner 18 (2) : Elgny, F.S., Azwai, S.M Seroprevalence of Mycoplasma synoviae and Mycoplasma gallisepticum in One Day Old Broiler Chickens in Libya. Journal of Animal and Poultry Sciences 2 (1): Faisal, Z., Ideris, A., Hair-Bejo, M., Omar, A.R., and ChingGiap, T The Prevalence of Mycoplasma gallisepticum Infection in Chickens from Peninsular Malaysia. Journal of Animal and Veterinary Advances 10 (14): Gonzales, M., Comer, J.M., Sincez, P.F Consequences of spatial autocorrelation for the analysis of metapopulation dynamics. Ecology 86: Hatchery Management Guide

6 157 vantress.com [diakses pada tanggal 21 Agustus 2017]. Hossain, M.A., Islam, M.A Seroprevalence and Mortality in Chickens Caused by Pullorum Disease and Fowl Typhoid in Certain Goverment Poultry Farms in Bangladesh. Bangl. J. Vet. Med. 2 (2): Kementrian Pertanian (Kementan) Peraturan Menteri Pertanian Nasional Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembibitan Ayam Ras yang Baik. Jakarta (ID) : Kementan. American Soybean Association (US). pp Soeripto Milyard Raib karena CRD. Buku Kumpulan Penyakit Unggas. hlm Yilmaz, F., Tlmurkaan, N., Kiliç, A., Kalender, H., Kilinç, Ü Detection of Mycoplasma synoviae and MG in chickens by immunohistochemical, PCR, and culture methods. Rev Med Vet. 162: Ley, D.H Mycoplasma gallisepticum Infection. Di dalam: Fadly AM, Gilson JR, McDougald LR, Nolan LK, Swayne DE, editor. Disease of Poultry. 12th ed. Blackwell (US) OIE (Office International Des Epizootic) Manual of standards for diagnostics test and vaccine. Rahman, M.L., Ahmed, S., Khokon, S.I., Kibria, S.M.G., Ahsan, M.M Seroprevalence Study of Antibody Against Newcastle Disease Virus, Salmonella pullorum, and Mycoplasma gallisepticum in Day Old Broiler Chicks. Int. J. Sustain. Agril. Tech. 9 (3): Shane, S.M Handbook on poultry diseases. 2nd Ed.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

1. Penyakit Tetelo (ND=Newcastle Disease) Penyebab : Virus dari golongan paramyxoviru.

1. Penyakit Tetelo (ND=Newcastle Disease) Penyebab : Virus dari golongan paramyxoviru. Ayam kampong atau kita kenal dengan nama ayam buras (bukanras) merupakan salah satu potensi unggas lokal, yang mempunyai prospek dikembangkan terutama masyarakat di perdesaan. Ayam buras, selain memiliki

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif

Lebih terperinci

FAKTOR DAN AGEN YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT & CARA PENULARAN PENYAKIT

FAKTOR DAN AGEN YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT & CARA PENULARAN PENYAKIT FAKTOR DAN AGEN YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT & CARA PENULARAN PENYAKIT LATAR BELAKANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT KESEHATAN KUNCI SUKSES USAHA BUDIDAYA PETERNAKAN MOTO KLASIK : PREVENTIF > KURATIF

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Mata Kuliah : Ilmu Kesehatan Ternak Nomor Kode/SKS : 3 SKS Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini membahas tentang kesehatan ternak, baik pada unggas maupun ternak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Broiler Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan untuk ditetaskan menjadi DOC (Suprijatna dkk., 2005). Ayam pembibit menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Ayam Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler konsumsi yang memiliki produksi unggul. Bibit- bibit yang bisa dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

karena sudah sepantasnya bila perhatian lebih diarahkan pada pemberian penyuluhan kepada peternak, mengenai unsur-unsur teknik yang mencakup dalam pan

karena sudah sepantasnya bila perhatian lebih diarahkan pada pemberian penyuluhan kepada peternak, mengenai unsur-unsur teknik yang mencakup dalam pan TINGKAT KERUGIAN PADA USAHA PETERNAKAN AYAM BAMBANG KUSHARTONO DAN NAM IRIANI Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221 Bogor, 16002 RINGKASAN Usaha peternakan ayam mempunyai arti ekonomis yang sangat penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas kesadaran itu, Departemen Pertanian (2011) mengarahkan pengembangan subsektor peternakan sebagai bagian

Lebih terperinci

MATRIKS DOMESTIK MASUK MEDIA PEMBAWA HPHK BKP KELAS II GORONTALO

MATRIKS DOMESTIK MASUK MEDIA PEMBAWA HPHK BKP KELAS II GORONTALO MATRIKS DOMESTIK MASUK MEDIA PEMBAWA HPHK BKP KELAS II GORONTALO NO JENIS MEDIA PEMBAWA PEMERIKSAAN DOKUMEN TINDAKAN KARANTINA HEWAN PEMERIKSAAN TEKNIS MASA KARANTINA KETERANGAN 1. HPR 14 hari Bagi HPR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI Lima puluh contoh kotak pengangkutan DOC yang diuji dengan metode SNI menunjukkan hasil: empat contoh positif S. Enteritidis (8%).

Lebih terperinci

Seroprevalensi dan Faktor Risiko Penularan Mycoplasma gallisepticum pada Peternakan Ayam Petelur Komersial di Kabupaten Blitar

Seroprevalensi dan Faktor Risiko Penularan Mycoplasma gallisepticum pada Peternakan Ayam Petelur Komersial di Kabupaten Blitar Jurnal Veteriner Juni 2017 Vol. 18 No. 2 : 211-220 pissn: 1411-8327; eissn: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.2.211 Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, online pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati merupakan modal dasar dan faktor dominan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan ekonomi, perdagangan dan teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Daging merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, kerbau, kuda, domba, kambing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., PENDAHULUAN Latar Belakang Tortikolis adalah gejala yang umum terlihat di berbagai jenis unggas yang dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., 2014). Menurut Capua

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan penyakit viral disebabkan oleh Newcastle disease virus (NDV) yang sangat penting dan telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Morbiditas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging Sampel daging sapi dan ayam diperoleh dari pasar-pasar tradisional di 12 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Sebagian besar pedagang daging sapi (54.2%)

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran.

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran. ABSTRAK Leucocytozoonosis merupakan salah satu penyakit yang sering menyebabkan kerugian berarti dalam industri peternakan. Kejadian penyakit Leucocytozoonosis dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu umur,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan di Indonesia. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan peternakan yang melaksanakan biosekuriti sangat ketat (high level

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan bahan pokok yang penting dalam kehidupan manusia. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, makanan dan minuman dibutuhkan manusia untuk hidup,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii i PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam broiler (Sudaryani dan Santosa, 2003). Pembibitan ayam merupakan suatu kegiatan pemeliharaan

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi dan kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella sp. ditemukan hampir di. Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat

I. PENDAHULUAN. Infeksi dan kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella sp. ditemukan hampir di. Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Infeksi dan kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella sp. ditemukan hampir di seluruh belahan dunia. Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat

Lebih terperinci

[Pemanenan Ternak Unggas]

[Pemanenan Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pemanenan Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah No.1230, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/PERMENTAN/PK.230/9/2017

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan usaha ternak ayam di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970 an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, yang kemudian mendorong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock dan merupakan hasil pemeliharaan dengan metode perkawinan tertentu pada peternakan generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM COMPARISON OF HI TEST AND ELISA FOR DETECTING ANTIBODY MATERNAL ND ON DAY OLD CHICK Oleh : Rahaju Ernawati* ABSTRACT This

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang peternakan ayam broiler Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar pada bulan Februari sampai Mei 2014.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS F. F. MUNIER Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah Jl. Raya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Penetasan Bangunan penetasan adalah suatu tempat yang dibangun dengan konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan penetasan harus terpisah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

PERSYARATAN DAN PROSEDUR PELAYANAN KARANTINA HEWAN BERDASARKAN KATEGORISASI MEDIA PEMBAWA HPHK DAN WAKTU PELAYANAN

PERSYARATAN DAN PROSEDUR PELAYANAN KARANTINA HEWAN BERDASARKAN KATEGORISASI MEDIA PEMBAWA HPHK DAN WAKTU PELAYANAN PERSYARATAN DAN PROSEDUR PELAYANAN KARANTINA HEWAN BERDASARKAN KATEGORISASI MEDIA PEMBAWA HPHK DAN WAKTU PELAYANAN BIDANG KARANTINA HEWAN BALAI BESAR KARANTINA PERTANIAN BELAWAN TAHUN 2014 PERSYARATAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP...... i ii iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR. vii DAFTAR ISI. ix DAFTAR TABEL. xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN. xiii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela Terfermentasi) dalam Ransum terhadap Kadar Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat

Lebih terperinci

BBPMSOH telah mengikuti 6 uji profisiensi. internasional yang diselenggarakan oleh GD- Deventer, Belanda. nasional yang diselenggarakan oleh BSN-KAN

BBPMSOH telah mengikuti 6 uji profisiensi. internasional yang diselenggarakan oleh GD- Deventer, Belanda. nasional yang diselenggarakan oleh BSN-KAN BBPMSOH telah mengikuti 8 uji profisiensi internasional yang diselenggarakan oleh GD- Deventer, Belanda. BBPMSOH telah mengikuti 6 uji profisiensi nasional yang diselenggarakan oleh BSN-KAN dan proyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain, yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 40/Permentan/OT.140/7/2011 TANGGAL : 20 Juli 2011 PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM RAS YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 40/Permentan/OT.140/7/2011 TANGGAL : 20 Juli 2011 PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM RAS YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 40/Permentan/OT.140/7/2011 TANGGAL : 20 Juli 2011 PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM RAS YANG BAIK A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bibit merupakan salah satu sarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeliharaan Ayam Salah satu syarat keberhasilan dalam pemeliharaan pembibitan ayam yaitu kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi untuk

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran No.1018, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Pembibitan. Itik Lokal. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN

Lebih terperinci

EFIKASI VAKSIN MYCOPLASMA GALLISEPTICUM UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PERNAFASAN MENAHUN PADA AYAM BURAS DI LOKASI PENGEMBANGAN BIBIT TERNAK.

EFIKASI VAKSIN MYCOPLASMA GALLISEPTICUM UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PERNAFASAN MENAHUN PADA AYAM BURAS DI LOKASI PENGEMBANGAN BIBIT TERNAK. Seminar Nasional Peternakan don Peteriner 2000 EFIKASI VAKSIN MYCOPLASMA GALLISEPTICUM UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PERNAFASAN MENAHUN PADA AYAM BURAS DI LOKASI PENGEMBANGAN BIBIT TERNAK Kata kunci : Mycoplasma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta Sains Peternakan Vol. 11 (2), September 2013: 79-83 ISSN 1693-8828 Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta W. Suwito 1, Supriadi 1, E.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Meutia Hayati, Lilis Sri Astuti, Istiyaningsih, Ernes Andesfha, Irma Rahayuningtyas, Khairul Daulay, Deden Amijaya, Sarji, Neneng Atikah

Meutia Hayati, Lilis Sri Astuti, Istiyaningsih, Ernes Andesfha, Irma Rahayuningtyas, Khairul Daulay, Deden Amijaya, Sarji, Neneng Atikah GAMBARAN SEROPREVALENSI Mycoplasma Gallisepticum PADA AYAM LAYER DENGAN UJI RPA DAN ELISA Meutia Hayati, Lilis Sri Astuti, Istiyaningsih, Ernes Andesfha, Irma Rahayuningtyas, Khairul Daulay, Deden Amijaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama : Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi, vitamin dan mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian. Salah

BAB I PENDAHULUAN. energi, vitamin dan mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian. Salah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Fungsi terbesar produk peternakan adalah menyediakan protein, energi, vitamin dan mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian. Salah satu nutrisi penting asal produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK 2014 PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK DIREKTORAT PERBIBITAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/6/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/6/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/6/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE SNI DENGAN METODE Salmonella Latex Test UNTUK MEMANTAU PENCEMARAN Salmonella spp. PADA KOTAK PENGANGKUTAN Day Old Chick (DOC)

PERBANDINGAN METODE SNI DENGAN METODE Salmonella Latex Test UNTUK MEMANTAU PENCEMARAN Salmonella spp. PADA KOTAK PENGANGKUTAN Day Old Chick (DOC) PERBANDINGAN METODE SNI DENGAN METODE Salmonella Latex Test UNTUK MEMANTAU PENCEMARAN Salmonella spp. PADA KOTAK PENGANGKUTAN Day Old Chick (DOC) TATIT DIAH NAWANG RETNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

2014, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tamba

2014, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tamba No.260, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN Budi Daya. Itik. Pedaging. Petelur. Pedoaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG

Lebih terperinci

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN 5 A. Latar Belakang LAMPIRAN: PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 33/Permentan/OT.140/2/2014 TANGGAL: 24 Februari 2014 PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN Burung

Lebih terperinci

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH 29-211 Sri Handayani Irianingsih *, Rama Dharmawan * Dessie Eri Waluyati ** dan Didik Arif Zubaidi *** * Medik Veteriner pada Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September 17 Oktober 2012 di unit kandang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September 17 Oktober 2012 di unit kandang III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September 17 Oktober 2012 di unit kandang percobaan PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA ITIK PEDAGING DAN ITIK PETELUR YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA ITIK PEDAGING DAN ITIK PETELUR YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA ITIK PEDAGING DAN ITIK PETELUR YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

EFIKASI VAKSIN MYCOPLASMA GALLISEPTICUM UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PERNAFASAN MENAHUN PADA AYAM BURAS DI LOKASI PENGEMBANGAN BIBIT TERNAK

EFIKASI VAKSIN MYCOPLASMA GALLISEPTICUM UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PERNAFASAN MENAHUN PADA AYAM BURAS DI LOKASI PENGEMBANGAN BIBIT TERNAK Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th. 1999/2000 EFIKASI VAKSIN MYCOPLASMA GALLISEPTICUM UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PERNAFASAN MENAHUN PADA AYAM BURAS DI LOKASI PENGEMBANGAN BIBIT

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA KEJADIAN PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN PADA. BURUNG PUYUH (Cortunix cortunix japonica )

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA KEJADIAN PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN PADA. BURUNG PUYUH (Cortunix cortunix japonica ) KEJADIAN PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN PADA BURUNG PUYUH (Cortunix cortunix japonica ) di DESA MENTORO KECAMATAN SOKO KABUPAN TUBAN Oleh: BY.AYATUS SIFAAUN NUR ISTIQOMAH NIM.061310113002 PROGRAM STUDI DIPLOMA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS - 731 - PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

SALMONELLOSIS (PULLORUM)

SALMONELLOSIS (PULLORUM) SALMONELLOSIS (PULLORUM) Penyebab : bakteri Salmonella pullorum Nama lain : pullorum/berak kapur penyakit septicemia pada ayam umur 3 4 minggu Anak ayam mati : 2 5 hr post infeksi Kematian embrio ayam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan peternakan merupakan salah satu aspek penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan peternak.

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PUBLIK JANGKA WAKTU LAYANAN KARANTINA ( SERVICE LEVEL AGREEMENT )

STANDAR PELAYANAN PUBLIK JANGKA WAKTU LAYANAN KARANTINA ( SERVICE LEVEL AGREEMENT ) 1 STANDAR PELAYANAN PUBLIK JANGKA WAKTU LAYANAN KARANTINA ( SERVICE LEVEL AGREEMENT ) KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN KARANTINA PERTANIAN BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS I BANJARMASIN 2015 2 STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1869, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Ayam Ras. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/PERMENTAN/PK.230/12/2016 TENTANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, masyarakat hanya mengetahui bahwa telur ayam merupakan sumber protein hewani pelengkap gizi pada makanan, dan sebagian menggunakannya sebagai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan milik PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

Lokakarya Fungsional Non Penelib' mycoplasma broth base (oxoid), D-glucose (BDH Chemicals), L.cystein HCI (BDH Chemicals), Thallous acetate (BDH Chemi

Lokakarya Fungsional Non Penelib' mycoplasma broth base (oxoid), D-glucose (BDH Chemicals), L.cystein HCI (BDH Chemicals), Thallous acetate (BDH Chemi TEKNIK UJI AGLUTINASI CEPAT DAN ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) UNTUK MENDETEKSI ANTIBODI MYCOPLASMA GALLISEPTICUM Zulqoyah Layla dan M.B. Poerwadikarta Balai Penelitian Veteriner, Bogor PENDAHULUAN

Lebih terperinci

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl DIAGNOSA PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA SAP] DENGAN TEKNIK UJI PENGIKATAN KOMPLEMEN Yusuf Mukmin Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Brucellosis adalah penyakit bakterial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi yolk sac merupakan suatu penyakit yang umum ditemukan pada anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. Infeksi yolk sac dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan tepung buah pare dan rumput laut dalam ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Februari

Lebih terperinci

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS DAN AGROTEKNOLOGI PROGRAM STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS PRODUKSI TERNAK KOMPETENSI KEAHLIAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERLAKUAN SEDIAAN ENROFLOKSASIN TERHADAP KOLIBASILOSIS PADA AYAM PEDAGING STRAIN COBB

ANALISIS EKONOMI PERLAKUAN SEDIAAN ENROFLOKSASIN TERHADAP KOLIBASILOSIS PADA AYAM PEDAGING STRAIN COBB ANALISIS EKONOMI PERLAKUAN SEDIAAN ENROFLOKSASIN TERHADAP KOLIBASILOSIS PADA AYAM PEDAGING STRAIN COBB UNANG PATRIANA Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan Gunungsindur, Bogor 16340 Abstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

Pengambilan dan Pengiriman Sampel

Pengambilan dan Pengiriman Sampel Pengambilan dan Pengiriman Sampel Kenali Laboratorium Anda Ketahui jenis-jenis uji yang dapat dilakukan dan pilihlah yang terbaik Sediakan semua informasi yang dibutuhkan Hubungi lab bila Anda perlu informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit

Lebih terperinci

I Peternakan Ayam Broiler

I Peternakan Ayam Broiler I Peternakan Ayam Broiler A. Pemeliharaan Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ras ayam pedaging yang memiliki produktivitas tinggi. Ayam broiler mampu menghasilkan daging dalam waktu 5 7 minggu (Suci dan

Lebih terperinci

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan

Lebih terperinci

AgroinovasI. Badan Litbang Pertanian. Edisi 6-12 Juni 2012 No.3460 Tahun XLII

AgroinovasI. Badan Litbang Pertanian. Edisi 6-12 Juni 2012 No.3460 Tahun XLII Biosecurity Budidaya Peternakan Ayam Wabah penyakit pada usaha peternakan dapat menimbulkan kerugian yang signifikan. Untuk meminimalisasi kerugian tersebut, perlu dilakukan metoda pencegahan, termasuk

Lebih terperinci