BAB II KAJIAN TEORITIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORITIK"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis Menurut Shadiq (2004) penalaran adalah proses berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan sebelumnya. Menurut Keraf (2007) penalaran adalah penarikan kesimpulan yang logis melalui proses berpikir dengan berdasarkan fakta atau bukti. Menurut Ihsan (2010) penalaran adalah kegiatan berpikir dengan karakteristik tertentu dalam menarik kesimpulan berupa pengetahuan. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik kesimpulan berupa pengetahuan berdasarkan fakta dan pernyataan yang telah terbukti kebenarannya. Kemampuan penalaran dalam pembelajaran matematika disebut dengan kemampuan penalaran matematis. Brodie (2010) menyatakan bahwa penalaran matematis adalah penalaran mengenai objek matematika. Objek matematika dalam hal ini adalah objek-objek dasar yang sering dipelajari dalam matematika yang meliputi fakta, konsep, operasi ataupun relasi dan prinsip. Menurut Hesselbart (2007), penalaran matematis adalah kegiatan berpikir matematika yang mengacu 5

2 6 diperolehnya informasi dalam suatu permasalahan sehingga dapat disimpulkan atau dibuktikan solusinya. Sementara itu menurut Offirstson (2014) kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan berpikir dalam menganalisis suatu fenomena yang selanjutnya disusun suatu konjektur dalam menarik kesimpulan. Jadi dapat disimpulkan bahwa, kemampuan penalaran matematis merupakan kemampuan berpikir dalam menarik solusi atau kesimpulan mengenai objek matematika melalui analisis fenomena/permasalahan matematika. Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 (Wardhani, 2008; Shadiq, 2009) tentang rapor dan tujuan mata pelajaran matematika dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan diuraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam penalaran adalah mampu : a. Mengajukan dugaan b. Melakukan manipulasi matematika c. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi d. Menarik kesimpulan dari pernyataan e. Memeriksa kesahihan suatu argumen f. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

3 7 Menurut NCTM (2000), siswa kelas 6-8 diharuskan memperbanyak pengalaman tentang penalaran dan pembuktian seperti : a. Meneliti pola dan struktur untuk menemukan sifat beraturan dari pola (examine patterns and structures to detect regularities) b. Merumuskan generalisasi dan dugaan dari sifat beraturan yang telah ditemukan (formulate generalizations and conjectures about observed regularities) c. Mengevaluasi dugaan (evaluate conjectures) d. Membuat dan mengevaluasi argumentasi/pernyataan matematis (conjectures and evaluate mathematical arguments). Menurut Permendikbud Nomor 58 tahun 2014 (Mendikbud, 2014) tentang penilaian aspek penalaran matematis siswa meliputi : a. Identifikasi contoh dan bukan contoh b. Menyusun dan memeriksa kebenaran dugaan (conjecture) c. Menjelaskan hubungan d. Membuat generalisasi e. Menggunakan contoh kontra f. Membuat kesimpulan g. Merencanakan dan mengkonstruksi argumen-argumen matematis h. Menurunkan atau membuktikan kebenaran rumus dengan berbagai cara.

4 8 Menurut Sumarmo (Lestari, 2015) indikator kemampuan penalaran matematis yaitu : a. Menarik kesimpulan logis b. Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat dan hubungan c. Memperkirakan jawaban dan proses solusi d. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi atau membuat analogi dan generalisasi e. Menyusun dan menguji konjektur f. Membuat counter example (contoh kontra) g. Mengikuti aturan inferensi dan memeriksa validitas argumen h. Menyusun argumen yang valid i. Menyusun pembuktian langsung, tidak langsung dan menggunakan induksi matematika. Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka pada penelitian ini indikator yang ingin diukur oleh peneliti adalah sebagai berikut : a. Mengajukan dugaan Mengajukan dugaan atau menduga merupakan kemampuan dalam memberikan jawaban melalui berpikir sederhana sebagai alternatif penyelesaian berdasarkan informasi pada permasalahan.

5 9 Contoh : Soal Tiga buah kubus masing-masing tersusun dari kubus satuan seperti pada gambar berikut. (1) (2) (3) Ketiga kubus tersebut akan dicat seluruh permukaannya dengan warna hitam. Pada kubus ke (1) jumlah kubus satuan yang tepat satu sisinya terkena cat ada 6 kubus satuan, pada kubus ke (2) jumlah kubus satuan yang tepat satu sisinya terkena cat ada 24 kubus satuan dan pada kubus ke (3) jumlah kubus satuan yang tepat satu sisinya terkena cat ada 54 kubus satuan. Jika terdapat kubus ke (4) dengan ukuran satuan yang juga dicat seluruh permukaannya, dugalah jumlah kubus satuan yang tepat satu sisinya terkena cat. Penyelesaian : Diketahui : Terdapat 3 buah kubus yang masing-masing tersusun dari kubus satuan. Ketiganya akan dicat seluruh permukaannya dengan warna hitam. Kubus ke (1) ukuran satuan, memiliki 6 kubus satuan yang tepat satu sisinya terkena cat. Kubus ke (2) ukuran satuan, memiliki 24 kubus satuan yang tepat satu sisinya terkena cat.

6 10 Kubus ke (3) ukuran satuan, memiliki 54 kubus satuan yang tepat satu sisinya terkena cat. Terdapat kubus ke (4) dengan ukuran satuan yang juga dicat seluruh permukaannya. Ditanya Jawaban : Jumlah kubus satuan yang tepat satu sisinya terkena cat pada kubus ke (4) : Ukuran kubus ke (1), (2), (3) dan (4) tersusun dengan pola teratur dari kubus satuan. Banyaknya kubus satuan yang tepat satu sisinya terkena cat dari kubus (1), (2) dan (3) berturut-turut 6, 24 dan 54 kubus satuan. Jadi, jumlah kubus satuan yang tepat satu sisinya terkena cat pada kubus ke (4) ada 96 kubus satuan. b. Menarik kesimpulan dari pernyataan Menarik kesimpulan dari pernyataan merupakan kemampuan dalam menghasilkan sebuah kebenaran yang merupakan intisari dari keterkaitan pernyataan satu dengan lainnya. Contoh : Soal Perhatikanlah bangun ruang di bawah ini. (1) (2) (3)

7 11 Kesimpulan apakah yang kamu peroleh dengan memperhatikan bentuk alas dari ketiga prisma tersebut yang berkaitan dengan banyaknya sisi, rusuk dan titik sudutnya? Penyelesaian : Diketahui : Terdapat 3 buah limas yakni limas segitiga, limas segiempat dan limas segilima. Ditanya : Kesimpulan yang diperoleh dengan memperhatikan bentuk alas ketiga limas berkaitan dengan banyaknya sisi, rusuk dan titik sudutnya. Jawaban : Limas segitiga terdiri dari 4 sisi, 6 rusuk dan 4 titik sudut. Limas segiempat terdiri dari 5 sisi, 8 rusuk dan 5 titik sudut. Limas segilima terdiri dari 6 sisi, 10 rusuk dan 6 titik sudut. Jadi, kesimpulan yang diperoleh adalah banyaknya sisi, rusuk dan titik sudut pada sebuah limas bergantung pada bentuk alas limas itu sendiri. c. Membuktikan kebenaran suatu solusi Membuktikan kebenaran suatu solusi merupakan kemampuan dimana siswa menunjukan bukti yang menyatakan kebenaran suatu solusi melalui sebuah penyelidikan. Contoh : Soal Jika dua bidang diagonal yang ada pada kubus ABCD.EFGH ditampilkan seperti pada gambar berikut maka terdapat empat prisma segitiga sama kaki yang terbentuk. Buktikan bahwa untuk

8 12 menghitung volume prisma segitiga sama kaki ABO.EFT berlaku. H G T E F D C O A P B Penyelesaian : Diketahui : Kubus ABCD.EFGH yang ditampilkan dua bidang diagonalnya sehingga terdapat empat prisma segitiga sama kaki yang terbentuk. Ditanya : Bukti yang menyatakan bahwa untuk menghitung volume prisma segitiga sama kaki ABO.EFT berlaku. Jawab : Akan dibuktikan bahwa sebagai berikut :

9 13 Jadi, telah dibuktikan untuk menghitung volume prisma segitiga sama kaki ABO.EFT berlaku. d. Melakukan manipulasi matematika Manipulasi matematika merupakan proses rekayasa matematika untuk memudahkan suatu perhitungan. Rekaya matematika sendiri merupakan penggabungan atau penguraian beberapa rumus perhitungan matematika tertentu untuk menghasilkan suatu rumus perhitungan yang dibutuhkan. Contoh : Soal Sebuah kolam renang berukuran panjang 25 m, lebar 10 m, kedalaman maksimal 2,5 m dan kedalaman minimal 1 m sepanjang 5 m seperti pada gambar. Dengan memanipulasi rumus menghitung volume kolam renang yang berasal dari bangun penyusun kolam renang tersebut, berapa liter air yang dibutuhkan untuk mengisi kolam renang tersebut hingga terisi penuh?

10 14 Penyelesaian : Diketahui : Sebuah kolam renang berukuran panjang 25 m, lebar 10 m, kedalaman maksimal 2,5 m dan kedalaman minimal 1 m sepanjang 5 m. Ditanya : Volume air yang dibutuhkan untuk mengisi kolam renang hingga terisi penuh. Jawaban : Bangun 1 Bangun 2 Bangun 3 Kolam renang pada soal terdiri dari : Bangun 1 (Balok) Bangun 2 (Prisma Segitiga) Bangun 3 (Balok) Vol. air = V.Bangun 1 V.Bangun 2 V.Bangun 3

11 15 Jadi, volume air yang dibutuhkan untuk mengisi kolam renang tersebut hingga terisi penuh adalah. e. Memeriksa kesahihan suatu argumen Memeriksa kesahihan suatu argumen merupakan kemampuan siswa dalam menyelidiki kebenaran dari suatu pernyataan yang ada dengan berpedoman pada hasil matematika yang diketahui. Contoh : Soal Tono mempunyai sebuah akuarium berbentuk balok dengan panjang 80 cm dan tinggi 45 cm. Jika luas alas akuarium tersebut 3440 cm2. Periksalah, apakah benar volume akuarium Tono cm3? Penyelesaian : Diketahui : Panjang akuarium 80 cm, tinggi akuarium 45 cm dan luas alas akuarium 3440 cm2 Ditanya : Kebenaran volume akuarium adalah cm3 Jawaban : Karena luas alas akuarium tersebut berbentuk persegi panjang, maka : 440 Sehingga Volume akuarium

12 16 Jadi benar, volume akuarium Tono adalah cm3. f. Menemukan pola untuk membuat generalisasi. Menemukan pola untuk membuat generalisasi merupakan kemampuan siswa dalam menemukan suatu susunan atau rumusan dari pernyataan teratur sehingga dapat dikembangkan/digunakan pada kondisi lain yang masih bersangkutan. Contoh : Soal Tiga buah kubus masing-masing tersusun dari kubus satuan seperti pada gambar berikut. (2) (1) (3) Ketiga kubus tersebut akan dicat seluruh permukaannya dengan warna merah. Pada kubus ke (1) jumlah kubus satuan yang kedua sisinya terkena cat ada 12 kubus satuan, pada kubus ke (2) jumlah kubus satuan yang kedua sisinya terkena cat ada 24 kubus satuan dan pada kubus ke (3) jumlah kubus satuan yang kedua sisinya terkena cat ada 36 kubus satuan. Temukan pola untuk menentukan jumlah kubus satuan yang kedua sisinya terkena cat pada kubus ke ( ) dan kubus ke (8)?

13 17 Penyelesaian : Diketahui : Terdapat 3 buah kubus yang masing-masing tersusun dari kubus satuan. Ketiganya akan dicat seluruh permukaannya dengan warna merah. Kubus ke (1) memiliki 12 kubus satuan yang kedua sisinya terkena cat. Kubus ke (2) memiliki 24 kubus satuan yang kedua sisinya terkena cat. Kubus ke (3) memiliki 36 kubus satuan yang kedua sisinya terkena cat. Ditanya : Pola untuk menentukan jumlah kubus satuan yang kedua sisinya terkena cat pada kubus ke ( ) dan kubus ke (8) Jawaban : Ukuran kubus ke (1), (2) dan (3) tersusun dengan pola teratur dari kubus satuan dengan banyaknya kubus satuan yang kedua sisinya terkena cat berturut-turut 12, 24 dan 36 kubus satuan, sehingga dapat dibentuk pola 12 atau dengan kata lain jumlah kubus satuan yang kedua sisinya terkena cat pada kubus ke ( ) adalah 12 dan jumlah kubus satuan yang kedua sisinya terkena cat pada kubus ke (8) adalah 12 = 12 8 = 96 kubus satuan. 2. Kecerdasan Spasial Menurut Gardner (Armstrong, 2009) kecerdasan yang dimiliki setiap orang dibagi menjadi delapan kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan

14 18 jasmani-kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan naturalis. Delapan kecerdasan ini dijelaskan sebagai berikut : a. Kecerdasan Linguistik Merupakan kemampuan dalam menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan (misalnya, sebagai pendongeng, orator atau politisi) maupun tertulis (misalnya, sebagai penyair, dramawan, editor atau jurnalis). Kecerdasan ini mencakup kemampuan untuk memanipulasi sintaks atau struktur bahasa, fonologi atau suara dari bahasa, semantik atau makna bahasa dan dimensi pragmatis atau penggunaan praktis bahasa. b. Kecerdasan Logis-Matematis Merupakan kemampuan dalam menggunakan angka secara efektif (misalnya, sebagai matematikawan, akuntan pajak atau ahli statistik) dan untuk alasan baik (misalnya, sebagai ilmuwan, programmer komputer atau ahli logika). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada pola logis dan hubungan, pernyataan dan proposisi (jika-maka, sebab-akibat), fungsi dan abstraksi terkait lainnya. c. Kecerdasan Spasial Merupakan kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan individu untuk melihat dunia visual-spasial secara akurat (misalnya, sebagai pemburu, pramuka atau pengarah) dan melakukan transformasi pada persepsinya (misalnya, sebagai dekorator interior, arsitek, seniman atau penemu). Kecerdasan ini melibatkan kepekaan

15 19 terhadap warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan yang ada antara elemen-elemen ini. Ini mencakup kemampuan untuk memvisualisasikan grafis untuk mewakili ide-ide visual atau spasial dan mengorientasikan diri secara tepat dalam matriks spasial. d. Kecerdasan Jasmani-Kinestetik Merupakan keahlian dalam menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan (misalnya, sebagai aktor, pantomim, atlet atau penari) dan dalam menggunakan keahlian tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu (misalnya, sebagai pematung, mekanik atau ahli bedah). Kecerdasan ini meliputi keterampilan khusus fisik seperti koordinasi, keseimbangan, ketangkasan, kekuatan, fleksibilitas dan kecepatan, serta proprioseptif, taktil dan kapasitas haptik. e. Kecerdasan Musikal Merupakan kapasitas untuk memahami (misalnya, sebagai penikmat musik), diskriminasi note (misalnya, sebagai kritikus musik), mengubah (misalnya, sebagai komposer), dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik (misalnya, sebagai seorang pemain). Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ritme, pitch atau melodi dan warna nada musik. f. Kecerdasan Interpersonal Merupakan kemampuan untuk memahami dan membuat perbedaan dalam suasana hati, maksud, motivasi dan perasaan orang lain. Hal ini dapat mencakup kepekaan terhadap ekspresi wajah,

16 20 suara dan gerak tubuh yang terdiri dari kapasitas untuk membedakan antara berbagai jenis isyarat interpersonal dan kemampuan untuk merespon secara efektif isyarat dalam beberapa cara pragmatis (misalnya, untuk mempengaruhi sekelompok orang untuk mengikuti tindakan tertentu). g. Kecerdasan Intrapersonal Pengetahuan diri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasarkan pengetahuan. Kecerdasan ini meliputi gambaran yang akurat dari diri sendiri (kekuatan dan keterbatasan diri sendiri), kesadaran suasana hati batin, niat, motivasi, temperamen dan keinginan serta kapasitas untuk disiplin diri, pemahaman diri dan harga diri. h. Kecerdasan Naturalis Merupakan keahlian dalam mengklasifikasikan lingkungan disekitar individu. Ini juga termasuk kepekaan terhadap fenomena alam (misalnya, formasi awan, gunung, dll) dan, dalam kasus yang tumbuh di suatu lingkungan perkotaan serta kemampuan untuk membedakan antara benda mati seperti mobil, sepatu dan CD. Dari delapan kecerdasan di atas, kecerdasan visual-spasial atau yang sering disebut kecerdasan spasial, kecerdasan gambar atau kecerdasan pandang ruang merupakan kecerdasan yang sangat dibutuhkan dalam pembelajaran matematika khususnya materi bangun ruang. Dalam materi bangun ruang siswa diminta untuk memahami bangun yang tergambar

17 21 pada media dua dimensi yang seharusnya digambarkan pada media tiga dimensi. Kecerdasan spasial selain dijelaskan oleh Gardner pada penjelasan di atas, dijelaskan pula oleh Yaumi dan Ibrahim (2013) sebagai kemampuan dalam memandang hal-hal visual-spasial secara akurat serta mentransformasikan pandangan tersebut dalam berbagai bentuk. Siswa berkecerdasan spasial biasanya memiliki kemampuan untuk menciptakan imajinasi bentuk dua atau tiga dimensi dalam pikirannya atau dalam bentuk nyata. Linn dan Petersen (1985) mengklasifikasikan tiga aspek kecerdasan spasial yaitu : Spatial Perception (Persepsi Spasial), Mental Rotation (Rotasi Pikiran) dan Spatial Visualization (Visualisasi Spasial). Sedangkan Maier (1996) mengklasifikasikan lima aspek kecerdasan spasial yaitu : Spatial Perception (Persepsi Spasial), Spatial Visualization (Visualisasi Spasial), Mental Rotation (Rotasi Pikiran), Spatial Relations (Relasi Spasial) dan Spatial Orientation (Orientasi Spasial) dengan penjelasan sebagai berikut : a. Persepsi Spasial Persepsi spasial merupakan kemampuan mengamati suatu bangun ruang atau bagian-bagian bangun ruang yang diletakan pada posisi horisontal atau vertikal. Sebagai contoh terdapat sebuah gelas yang berisi air dan diletakkan dalam posisi tegak dan miring. Kemudian seseorang akan memahami bahwa permukaan air dalam gelas

18 22 tersebut akan tetap sama dalam posisi horizontal. Proses mental pada persepsi spasial adalah statis, artinya hubungan antara subjek dan objek berubah, sedangkan hubungan keruangan antara objek-objek tidak berubah. Gambar 2.1 Contoh soal persepsi spasial. Penjelasan : siswa diminta memilih permukaan air yang benar terhadap posisi kemiringan gelas. b. Visualisasi Spasial Visualisasi spasial merupakan kemampuan untuk menvisualisasi suatu bentuk yang ingin dimanipulasi. Visualisasi spasial dapat juga diartikan sebagai kemampuan untuk membayangkan atau memberikan gambaran tentang suatu bentuk bangun ruang yang bagian-bagiannya mengalami perubahan atau perpindahan. Contohnya sebuah bangun ruang yang dipotong oleh sebuah bidang atau jaring-jaring manakah yang dapat membentuk suatu bangun ruang tertentu. Proses mental pada visualisasi spasial adalah dinamis, artinya hubungan keruangan antara objek-objek berubah.

19 23 Gambar 2.2 Contoh soal visualisasi spasial. Penjelasan : siswa diminta untuk menemukan jaring-jaring yang dapat membentuk objek kubus yang disajikan. c. Rotasi Pikiran Rotasi pikiran merupakan kemampuan merotasikan atau memutar bangun dimensi 2 atau dimensi 3 secara cepat dan tepat. Saat ini kemampuan rotasi pikiran menjadi semakin penting karena banyak orang yang bekerja menggunakan perangkat lunak grafis yang berbeda. Sama halnya dengan visualisasi spasial, rotasi pikiran mensyaratkan adanya proses mental yang dinamis. Gambar 2.3 Contoh soal rotasi pikiran. Penjelasan : siswa diminta menemukan bangun yang tepat jika rotasi dengan sudut tertentu.

20 24 d. Relasi Spasial Relasi spasial merupakan kemampuan untuk memahami wujud keruangan dari suatu benda atau bagian dari benda dan hubungannya antara bagian yang satu dengan yang lainnya. Relasi spasial mensyaratkan adanya proses mental yang dinamis. Gambar 2.4 Contoh soal relasi spasial. Penjelasan : siswa diminta menemukan dadu yang benar jika dilihat dari berbagai sisi meperhatikan identitas atau unsur-unsur dari dadu tersebut. Pada tahap ini juga melatih aspek rotasi dan orientasi spasial. e. Orientasi Spasial Orientasi spasial merupakan kemampuan untuk mengorientasikan diri sendiri baik secara fisik ataupun mental dalam suatu ruang. Seseorang dapat memahami bentuk dari suatu bangun ruang atau bagian dari bangun ruang apabila dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda.

21 25 Gambar 2.5 Contoh soal orientasi spasial. Penjelasan : siswa diminta menentukan wujud yang bukan merupakan tampilan dari suatu benda jika dilihat dari berbagai macam arah. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spasial adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan dalam memahami dan mentransformasikan bentuk bentuk dua ataupun tiga dimensi dengan menekankan lima aspek kecerdasan spasial yang terdiri dari persepsi spasial, visualisasi spasial, rotasi pikiran, relasi spasial dan orientasi spasial. Pada penelitian ini peneliti menggunakan lima aspek kecerdasan spasial yang terdiri dari persepsi spasial, visualisasi spasial, rotasi pikiran, relasi spasial dan orientasi spasial yang terkandung dalam tes kecerdasan spasial yang diadopsi peneliti. 3. Materi Materi Pokok Standar Kompetensi : Bangun Ruang Sisi Datar : Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas dan bagian - bagiannya serta menentukan ukurannya.

22 26 Kompetensi Dasar : 5.1 Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian bagiannya 5.3 Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas Indikator : Menyebutkan unsur-unsur kubus, balok, prisma dan limas : rusuk, bidang sisi, diagonal bidang, diagonal ruang dan bidang diagonal Menentukan rumus luas permukaan kubus, balok, prisma dan limas Menghitung luas permukaan kubus, balok, prisma dan limas Menentukan rumus volume kubus, balok, prisma dan limas Menghitung volume kubus, balok, prisma dan limas. B. Penelitian Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Basir (2015) bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan soal matematika melalui strategi Search, Solve, Create and Share (SSCS) pada materi sistem persamaan linier dan kuadrat ditinjau dari field dependent dan field independent gaya kognitif siswa. Dari penelitian tersebut dihasilkan lebih dari tiga indikator kemampuan penalaran matematis dikuasai oleh subyek gaya kognitif field independent dan kurang dari empat indikator kemampuan penalaran matematis dikuasai oleh subyek gaya kognitif field dependent. Dengan kata lain individu field independent lebih

23 27 unggul dibandingkan individu field dependent dalam penguasaan kemampuan penalaran matematis. Penelitian yang dilakukan oleh Gunhan (2014) bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan penalaran dalam pelajaran geometri terhadap enam orang siswa kelas 8 melalui enam permasalahan geometri yang terdiri dari ketidaksamaan segitiga (triangle inequality), bentuk geometri solid (form of geometric solid), konservasi daerah permukaan (conservation of surface area), geometri solid (geometric solid), pola (pattern) serta sisi dan sudut (side and angle). Dari penelitian tersebut dihasilkan perbedaan tingkat kemampuan penalaran dari ke-enam siswa terhadap masing-masing permasalahan geometri yang diberikan. Penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni (2014) bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar matematika ditinjau dari kecerdasan spasial pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Tuntang Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2013/2014 dan untuk mengetahui hasil belajar manakah yang lebih baik, siswa dengan kecerdasan spasial tinggi, sedang atau rendah. Dari penelitian tersebut dihasilkan, (1) Analisis data dari 51 siswa kelas XI IPA 1 dan IPA 2 SMA Negeri 1 Tuntang Kabupaten Semarang menunjukan bahwa berdasarkan perhitungan terdapat 17 siswa yang masuk pada kategori kecerdasan spasial tinggi, 15 siswa masuk dalam kategori kecerdasan spasial sedang dan 19 siswa masuk dalam kategori kecerdasan spasial rendah; (2) Terdapat perbedaan antara hasil belajar matematika ditinjau dari kecerdasan spasial (tinggi-sedang-rendah) siswa

24 28 kelas XI SMA N 1 Tuntang Kabupaten Semarang; (3) Hasil belajar matematika dengan kategori kecerdasan spasial tinggi lebih baik daripada siswa dengan kategori kecerdasan spasial sedang atau rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Basir (2015), Gunhan (2014) dan Nugraheni (2014) memiliki beberapa keterkaitan dan perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Keterkaitan penelitian Basir (2015) dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu sama-sama mendeskripsikan kemampuan penalaran matematis dengan 6 indikator yang sama. Keterkaitan penelitian Gunhan (2014) dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu sama-sama mengevaluasi kemampuan penalaran dalam materi geometri. Sedangkan keterkaitan antara penelitian Nugraheni (2014) dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu sama-sama mendeskripsikan suatu hal yang ditinjau dari kecerdasan spasial dengan 3 pengkategorian (tinggi-sedangrendah). Penelitian penelitian di atas juga memiliki beberapa perbedaan. Perbedaannya terletak pada pengambilan subyek penelitian, materi yang digunakan, kemampuan yang dideskripsikan, indikator yang digunakan serta dasar pengelompokan dalam penelitian tersebut. C. Kerangka Pikir Kemampuan penalaran matematis merupakan kemampuan berpikir dalam menarik solusi atau kesimpulan mengenai objek matematika melalui analisis fenomena/permasalahan matematika. Menurut Depdiknas (Shadiq, 2008) kemampuan penalaran matematis menjadi penting karena sangat

25 29 diperlukan siswa dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam memahami materi matematika, sebab materi matematika dan penalaran adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran, sedangkan penalaran dapat dilatih dan dikembangkan dengan belajar melalui materi matematika. Kemampuan penalaran matematis dibutuhkan dalam mempelajari bangun ruang sisi datar yang merupakan salah satu materi dalam pembelajaran matematika. Selain dibutuhkan kemampuan penalaran matematis, dalam memahami bangun ruang tiga dimensi yang tergambar pada media dua dimensi dibutuhkan kecerdasan dalam memahami ruang atau yang sering disebut dengan kecerdasan spasial. Dijelaskan oleh Gardner (Armstrong, 2009) kecerdasan spasial merupakan kecerdasan yang melibatkan kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan yang ada antara unsur-unsur tersebut. Kecerdasan spasial yang dimiliki siswa menyebabkan siswa mampu memahami bangun ruang tiga dimensi yang tergambar pada media dua dimensi, sedangkan kemampuan penalaran matematis menyebabkan siswa mampu memahami materi bangun ruang sisi datar. Dengan kata lain, kemampuan penalaran matematis didukung oleh kecerdasan spasial yang dimiliki siswa.

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis. yaitu reasoning, dalam Cambridge Learner s Dictionary berarti the

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis. yaitu reasoning, dalam Cambridge Learner s Dictionary berarti the 39 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007) penalaran berasal dari kata nalar yang berarti pertimbangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Pengembangan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu fokus pembelajaran matematika. Melalui pembelajaran matematika,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELAJARAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELAJARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELAJARAN (INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR) INDIKATOR 1. Mengidentifikasi sekurang-kurangnya empat faktor yang mempengaruhi pembelajaran. 2. Menjelaskan kedudukan guru dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran merupakan konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk memperoleh suatu kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KEMAMPUAN SPASIAL Menurut Fahmi (2006) kemampuan spasial adalah kemampuan anak dalam mengenali identitas objek ketika objek tersebut ada dari sudut pandang yang berbeda, dan mampu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berdasarkan pernyataan-pernyataan

BAB II KAJIAN TEORITIK. kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berdasarkan pernyataan-pernyataan 5 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis Menurut Keraf (2007), menjelaskan bahwa penalaran adalah proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES DI LEMBAGA PENDIDIKAN MUTIARA ILMU PANDAAN

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES DI LEMBAGA PENDIDIKAN MUTIARA ILMU PANDAAN Ali Mohtarom 187 PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES DI LEMBAGA PENDIDIKAN MUTIARA ILMU PANDAAN Oleh: Ali Mohtarom Universitas Yudharta Pasuruan Abstrak: Manusia dibekali

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Penalaran Matematika Istilah penalaran atau reasoning dijelaskan oleh Copi (dalam Shadiq, 2009:3) sebagai berikut: Reasoning is a special kind of thinking in which

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan jenis penelitian studi kasus dengan melakukan observasi, tes tertulis (tes diagnostik dan tes kemampuan spasial), angket

Lebih terperinci

Adakah anda memiliki siswa yang bisa menciptakan seni visual yang indah?,

Adakah anda memiliki siswa yang bisa menciptakan seni visual yang indah?, Dengan apakah Siswa Anda CERDAS? PENDAHULUAN Adakah anda memiliki siswa yang bisa menciptakan seni visual yang indah?, Apakah ada yang mahir dibidang olah raga yang mampu membuat gerakan gerakan fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis a. Pengertian Penalaran Matematis Penalaran matematika dan pokok bahasan matematika merupakan satu kesatuan yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada kecenderungan perbedaan kemampuan antara pria dan wanita dalam

BAB I PENDAHULUAN. Ada kecenderungan perbedaan kemampuan antara pria dan wanita dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada kecenderungan perbedaan kemampuan antara pria dan wanita dalam hal hasil belajar terutama di bidang matematika dan sains. Menurut Eriba dkk (Lisma, 2009)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Matematika Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. komunikasi matematika, multiple intillegences dan gender. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. komunikasi matematika, multiple intillegences dan gender. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis 5 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual Pada deskripsi konseptual ini akan dibahas tentang kemampuan komunikasi matematika, multiple intillegences dan gender. 1. Kemampuan Komunikasi Matematis

Lebih terperinci

KECERDASAN VISUAL-SPASIAL SISWA SMP DALAM MEMAHAMI BANGUN RUANG DITINJAU DARI PERBEDAAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

KECERDASAN VISUAL-SPASIAL SISWA SMP DALAM MEMAHAMI BANGUN RUANG DITINJAU DARI PERBEDAAN KEMAMPUAN MATEMATIKA KECERDASAN VISUAL-SPASIAL SISWA SMP DALAM MEMAHAMI BANGUN RUANG DITINJAU DARI PERBEDAAN KEMAMPUAN MATEMATIKA (VISUAL-SPASIAL INTELLIGENCE BUILD SPACE IN UNDERSTANDING DIFFERENCES SEEN FROM MATEMATICS ABILITY)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sangat penting bagi setiap orang untuk mengembangkan proses berpikir manusia sehingga menjadi logis dan sistematis. Matematika adalah suatu ilmu universal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. fisik. Goleman (1996:63) menjelaskan bahwa, kesadaran diri adalah

BAB II KAJIAN TEORETIK. fisik. Goleman (1996:63) menjelaskan bahwa, kesadaran diri adalah 8 BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual a. Self Awareness Menurut Solso dkk (2007:240), kesadaran adalah kesiapan (awareness) terhadap peristiwa yang di lingkungan sekitarnya dan peristiwa kognitif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Spasial

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Spasial 5 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Spasial a. Pengertian Kemampuan Spasial Menurut Amstrong (dalam Yuliani dan Bambang, 2010), kemampuan spasial merupakan kemampuan untuk memvisualisasikan

Lebih terperinci

KORELASI KECERDASAN SPASIAL TERHADAP MATHEMATICAL PROFICIENCY SISWA SEKOLAH DASAR KOTA BANDA ACEH

KORELASI KECERDASAN SPASIAL TERHADAP MATHEMATICAL PROFICIENCY SISWA SEKOLAH DASAR KOTA BANDA ACEH KORELASI KECERDASAN SPASIAL TERHADAP MATHEMATICAL PROFICIENCY SISWA SEKOLAH DASAR KOTA BANDA ACEH Aklimawati 1), Rifaatul Mahmuzah 2) 1,2 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Serambi Mekkah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemandirian Belajar Istilah kemandirian (Nurhayati, 2011) menunjukkan adanya kepercayaan terhadap kemampuan diri untuk menyelesaikan masalahnya tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting untuk dipelajari, oleh sebab itu matematika diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Pada jenjang sekolah menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia kanak-kanak yaitu 4-5 tahun anak menerima segala pengaruh yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Usia kanak-kanak yaitu 4-5 tahun anak menerima segala pengaruh yang diberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa anak usia dini merupakan tahun-tahun kehidupan yang sangat aktif. Usia kanak-kanak yaitu 4-5 tahun anak menerima segala pengaruh yang diberikan oleh lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dewasa ini, tidak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu universal. Aplikasi konsep matematika dari yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Matematis BAB II KAJIAN TEORI A. Diskrip Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran merupakan komponen utama dalam matematika khususnya dalam pemecahan masalah (Bergqvist dkk, 2006). Senada dengan Bergqvist,

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECERDASAN SPASIAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG SISWA KELAS 5 SD NEGERI 5 BANDA ACEH

HUBUNGAN KECERDASAN SPASIAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG SISWA KELAS 5 SD NEGERI 5 BANDA ACEH HUBUNGAN KECERDASAN SPASIAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG SISWA KELAS 5 SD NEGERI 5 BANDA ACEH Hayatul Mardiah, Monawati, Fauzi ABSTRAK Mempelajari bangun ruang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Penalaran Matematis Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu melakukan proses bernalar. Matematika terbentuk karena pikiran manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu matematika mulai diajarkan ketika

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu matematika mulai diajarkan ketika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika adalah ilmu yang sangat memiliki peranan yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu matematika mulai diajarkan ketika anak memasuki dunia pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA) dirasakan penting untuk dipelajari karena materi-materi tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistematis dalam menyelesaikan persoalan kehidupan sehari-hari atau dalam

BAB I PENDAHULUAN. sistematis dalam menyelesaikan persoalan kehidupan sehari-hari atau dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai bagian dari kurikulum, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas dasar pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan yang sangat besar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan yang sangat besar dalam kemajuan peradaban manusia. Sejak zaman dahulu, mulai era Mesir Kuno, Babylonia hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Matematika Salah satu tujuan mata pelajaran matematika adalah agar siswa mampu melakukan penalaran. Menurut Russeffendi (dalam Suwangsih, 2006 : 3) matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 4 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Kontekstual Pada bab ini peneliti akan memaparkan tentang kemampuan penalaran matematika, Aktivis dan Non Aktivis, dan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). 1. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id. Media

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id. Media BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran wajib yang dimuat dalam kurikulum pendidikan pada setiap jenjang. Pada umumnya siswa menganggap matematika merupakan momok,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Preliminary Design (Desain Permulaan) Pada tahap desain permulaan ini telah terkumpul data yang diperoleh melalui wawancara dengan guru, wawancara dengan siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Deskripsi Konseptual a. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi secara umum diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk multidimensional yang dapat ditelaah dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk multidimensional yang dapat ditelaah dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk multidimensional yang dapat ditelaah dari berbagai sudut pandang. Manusia dilihat sebagai makhluk jasmani dan rohani. Yang membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman akan diikuti oleh banyak perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman akan diikuti oleh banyak perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman akan diikuti oleh banyak perubahan yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan suatu sistem yang ada. Perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak sebagai makhluk individu yang unik dan memiliki karakteristik yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak sebagai makhluk individu yang unik dan memiliki karakteristik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sebagai makhluk individu yang unik dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Setiap anak selalu memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan apa yang diinginkannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Beberapa permasalahan yang ada pada dunia pendidikan menjadikan alasan yang mendasari penelitian ini. Pendahuluan ini akan membahas latar belakang masalah yang mendasari dilakukannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II KAJIAN TEORI. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Spasial 1. Pengertian Kemampuan Spasial Spasial merupakan sesuatu yang berkenaan dengan ruang atau tempat 11. Kemampuan spasial adalah kemampuan seseorang untuk menangkap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan komunikasi matematis Menurut Wardani (2008) matematika merupakan sebuah alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan. Dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN A. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kausal komparatif. Penelitian kausal komparatif termasuk ke dalam kategori penelitian dengan uji perbedaan

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEMAMPUAN SPASIAL SISWA SMP DITINJAU BERDASARKAN PERBEDAAN GENDER DAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

DESKRIPSI KEMAMPUAN SPASIAL SISWA SMP DITINJAU BERDASARKAN PERBEDAAN GENDER DAN KEMAMPUAN MATEMATIKA DESKRIPSI KEMAMPUAN SPASIAL SISWA SMP DITINJAU BERDASARKAN PERBEDAAN GENDER DAN KEMAMPUAN MATEMATIKA Yogi Prastyo FKIP Universitas Dr. Soetomo yogiprastyo1@gmail.com Abstract : Spatial ability is closely

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia sepanjang hidupnya. Tanpa adanya pendidikan manusia akan sulit berkembang bahkan akan terbelakang. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, prinsip serta teorinya banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan hampir semua

Lebih terperinci

Bangun yang memiliki sifat-sifat tersebut disebut...

Bangun yang memiliki sifat-sifat tersebut disebut... 1. Perhatikan sifat-sifat bangun ruang di bawah ini: i. Memiliki 6 sisi yang sama atau kongruen ii. Memiliki 12 rusuk yang sama panjang Bangun yang memiliki sifat-sifat tersebut disebut... SD kelas 6 -

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernyataan yang telah dibuktikan kebenarannya (Tim PPG matematika:2006).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernyataan yang telah dibuktikan kebenarannya (Tim PPG matematika:2006). 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Penalaran adalah suatu proses atau aktifitas berpikir untuk menarik kesimpulan membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada pernyataan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual)

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual) BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual) Model pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual) adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah

Lebih terperinci

BAB III. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB III. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini digolongkan dalam penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Maksud deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 20 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Pemahaman Konsep Matematis Kemampuan pemahaman terhadap suatu konsep merupakan bagian yang sangat penting dalam proses belajar maupun pemecahan masalah dalam kehidupan sehari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal hidup di dunia untuk mengejar masa depan. Kata belajar bukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal hidup di dunia untuk mengejar masa depan. Kata belajar bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dituntut untuk dapat belajar atau menuntut ilmu sebagai bekal hidup di dunia untuk mengejar masa depan. Kata belajar bukan hanya mengetahui jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang selalu menemani perjalanan kehidupan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensinya. Seperti yang dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan proses pembangunan suatu negara ditentukan oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan proses pembangunan suatu negara ditentukan oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan proses pembangunan suatu negara ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Tinggi rendahnya

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MODEL PICTURE AND PICTURE

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MODEL PICTURE AND PICTURE UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MODEL PICTURE AND PICTURE SUMARSIH SMP Negeri 1 Masaran/Program Magister Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesulitan siswa dalam belajar matematika. Kesulitan-kesulitan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesulitan siswa dalam belajar matematika. Kesulitan-kesulitan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh guru matematika, salah satunya adalah kesulitan siswa dalam belajar matematika. Kesulitan-kesulitan tersebut antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu eksak yang menjadi dasar perkembangan segala bidang, serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dalam tatanan kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan. Dalam dunia pendidikan, matematika merupakan ilmu universal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan orang tua untuk memberikan bimbingan belajar kepada anak-anaknya

BAB I PENDAHULUAN. keinginan orang tua untuk memberikan bimbingan belajar kepada anak-anaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya pendidikan anak usia dini sudah dirasakan oleh masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. Hal ini berdampak pada keinginan orang tua untuk

Lebih terperinci

Abstrak. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan

Abstrak. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan KORELASI KECERDASAN VISUAL SPASIAL DAN KECERDASAN LOGIS MATEMATIS DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DI SMA NEGERI 1 KEJURUAN MUDA Ariyani Muljo IAIN Langsa, Langsa, Kota Langsa Ariyanimulyo41@gmail.com

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika...ISBN: hal November http://jurnal.fkip.uns.ac.

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika...ISBN: hal November http://jurnal.fkip.uns.ac. ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS PADA MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 NGEMPLAK BOYOLALI Sayekti Dwiningrum 1, Mardiyana 2, Ikrar Pramudya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep Hudoyo (1988) mengartikan konsep sebagai ide yang dibentuk dengan memandang sifat-sifat yang sama dari sekumpulan eksemplar yang cocok, sedangkan Berg (1991)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Analisis. Analisis diuraikan secara singkat memiliki arti penyederhanaan data.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Analisis. Analisis diuraikan secara singkat memiliki arti penyederhanaan data. 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Analisis Analisis diuraikan secara singkat memiliki arti penyederhanaan data. Secara umum analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu: (1) reduksi data merupakan proses pemilihan

Lebih terperinci

Karakteristik Pemahaman Siswa dalam Memecahkan Masalah Limas Ditinjau dari Kecerdasan Visual-Spasial

Karakteristik Pemahaman Siswa dalam Memecahkan Masalah Limas Ditinjau dari Kecerdasan Visual-Spasial SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 PM 80 Karakteristik Pemahaman Siswa dalam Memecahkan Masalah Limas Ditinjau dari Kecerdasan VisualSpasial Wasilatul Murtafiah, Ika Krisdiana,

Lebih terperinci

CONTOH SOAL UAN/UN/UASBN SD 2012

CONTOH SOAL UAN/UN/UASBN SD 2012 CONTOH SOAL UAN/UN/UASBN SD 2012 DISESUAIKAN DENGAN KISI-KISI UASBN SD 2012 Kompetensi 3 : Memahami konsep, sifat, dan unsur-unsur bangun geometeri, dapat menghitung besar-besaran yang terkait dengan bangun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

:5. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya

:5. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar Matematika Satuan Pendidikan Kelas/Semester Standar Kompetensi : SMP : VIII/ :5. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat membuat setiap orang dapat mengakses segala bentuk informasi yang positif maupun negatif

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM MENEMUKAN RUMUS BARISAN ARITMATIKA BERBANTUAN ALAT PERAGA SEDERHANA

KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM MENEMUKAN RUMUS BARISAN ARITMATIKA BERBANTUAN ALAT PERAGA SEDERHANA KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM MENEMUKAN RUMUS BARISAN ARITMATIKA BERBANTUAN ALAT PERAGA SEDERHANA Muhammad Iqbal Prodi Magister Pendidikan Matematika, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Email:

Lebih terperinci

OLEH : ANISATUL HIDAYATI NPM: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP) UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016

OLEH : ANISATUL HIDAYATI NPM: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP) UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016 PROSES PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA PADA MATERI POKOK DIMENSI TIGA DI SMA NEGERI 5 KEDIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian adalah siswa SMP Negeri 1 Tapa kelas VIII 7 dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian adalah siswa SMP Negeri 1 Tapa kelas VIII 7 dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan atau memperbaiki mutu

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Penalaran Induktif Menurut Latipah (2012) penalaran merupakan salah satu bentuk pengorganisasian pikiran yaitu berpikir secara proposisional. Penalaran menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Pemahaman Konsep Pengertian pemahaman menurut Sardiman (2007:42) dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Pengertian konsep menurut Winkel (1996:82) yaitu satuan arti

Lebih terperinci

ASOSIASI KEMAMPUAN SPASIAL DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN GEOGEBRA

ASOSIASI KEMAMPUAN SPASIAL DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN GEOGEBRA ASOSIASI KEMAMPUAN SPASIAL DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN GEOGEBRA Rizki Dwi Siswanto Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA rizki.mathematics@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi kepada orang lain. Komunikasi merupakan bagian. dalam matematika dan pendidikan matematika.

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi kepada orang lain. Komunikasi merupakan bagian. dalam matematika dan pendidikan matematika. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah salah satu bagian dari pendidikan. Belajar dapat dilakukan di rumah, di masyarakat ataupun di sekolah. Pada saat belajar kita akan mengenal proses komunikasi.

Lebih terperinci

Proses Berpikir Logis Siswa Sekolah Dasar Bertipe Kecerdasan Logis Matematis dalam Memecahkan Masalah Matematika

Proses Berpikir Logis Siswa Sekolah Dasar Bertipe Kecerdasan Logis Matematis dalam Memecahkan Masalah Matematika Pane dkk., Proses berpikir logis.. Proses Berpikir Logis Siswa Sekolah Dasar Bertipe Kecerdasan Logis Matematis dalam Memecahkan Masalah Matematika Logical Thinking Process of Logical-Mathematicals Intelligence-Elementary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dapat dirasakan melalui inovasi-inovasi

Lebih terperinci

KI dan KD Matematika SMP/MTs

KI dan KD Matematika SMP/MTs KI dan KD Matematika SMP/MTs Kelas VIII Kompetensi Inti 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya 2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjadi alasan, sebab matematika selalu diajarkan di setiap jenjang

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjadi alasan, sebab matematika selalu diajarkan di setiap jenjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang penting bagi kemajuan bangsa. Hal inilah yang menyebabkan seringnya matematika dijadikan indikator dalam menentukan maju tidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Setiap individu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Setiap individu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Pendidikan adalah upaya sadar untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan potensi individu yang dilakukan secara

Lebih terperinci

I Made Bawa Mulana (Guru Matematika SMA Negeri 4 Singaraja)

I Made Bawa Mulana (Guru Matematika SMA Negeri 4 Singaraja) PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERBANTUAN MASALAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KECERDASAN SOSIAL SISWA KELAS XI MIPA SMA NEGERI 4 SINGARAJA I Made Bawa Mulana (Guru Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu interaksi manusiawi (human interaction)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu interaksi manusiawi (human interaction) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu interaksi manusiawi (human interaction) antara pendidik/guru dengan anak didik/subyek didik/peserta didik/siswa yang dapat menunjang

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD Kegiatan Belajar 3 PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD A. Pengantar Seorang guru SD atau calon guru SD perlu mengetahui beberapa karakteristik pembelajaran matematika di SD. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

Lebih terperinci

Untuk lebih jelasnya buatlah sebuah tabel untuk membuktikan kaidah euler!

Untuk lebih jelasnya buatlah sebuah tabel untuk membuktikan kaidah euler! BAB V BANGUN RUANG Bangun ruang adalah bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titik-titik yang terdapat pada seluruh permukaan bangun tersebut. Permukaan yang dimaksud pada definisi tersebut adalah bidang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual a. Kepercayaan Diri Elfiky (2009) mengemukakan bahkan percaya diri adalah berbuat dengan penuh keyakinan. Rasa percaya diri adalah kekuatan yang mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Isna Rafianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Isna Rafianti, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia saat ini terus dikejutkan dengan berbagai penemuan yang berkaitan dengan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut membuat berbagai informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal yang sedang banyak diminati masyarakat, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal yang sedang banyak diminati masyarakat, yaitu A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Pendidikan formal yang sedang banyak diminati masyarakat, yaitu pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Berdasarkan pada Data Rekapitulasi

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP van Hiele) dimensi tiga. : 6.1. Menentukan kedudukan titik, garis dan bidang dalam. ruang dimensi tiga.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP van Hiele) dimensi tiga. : 6.1. Menentukan kedudukan titik, garis dan bidang dalam. ruang dimensi tiga. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP van Hiele) Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas / Semester : SMA Negeri 1 Wundulako : Matematika : X / 2 (dua) Standar Kompetensi : 6. Menentukan kedudukan, jarak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Secara sederhana Flavell mengartikan metakognisi sebagai knowing

BAB I PENDAHULUAN Secara sederhana Flavell mengartikan metakognisi sebagai knowing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah metakognisi pertama kali dikemukakan oleh Flavell pada tahun 1976. Secara sederhana Flavell mengartikan metakognisi sebagai knowing about knowing, yaitu

Lebih terperinci

Riwayat Artikel: Diterima: 15 Mei 2017 Direvisi: 1 Juni 2017 Diterbitkan: 31 Juli Kata Kunci: PemecahanMasaah Kemampuan Spasial Geometri

Riwayat Artikel: Diterima: 15 Mei 2017 Direvisi: 1 Juni 2017 Diterbitkan: 31 Juli Kata Kunci: PemecahanMasaah Kemampuan Spasial Geometri Prosiding SI MaNIs (Seminar Nasional Integrasi Matematika dan Nilai Islami) Vol.1, No.1, Juli 2017, Hal. 349-355 p-issn: 2580-4596; e-issn: 2580-460X Halaman 349 Profil Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 5 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Berpikir Matematis Berpikir merupakan suatu aktivitas memanipulasi atau mengolah dan mentransformasi informasi dalam memori (Santrock : 2010). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain

Lebih terperinci

KISI-KISI INSTRUMEN TES KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF. : SMP Pasundan 4 Bandung

KISI-KISI INSTRUMEN TES KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF. : SMP Pasundan 4 Bandung LAMPIRAN A.1 KISI-KISI INSTRUMEN TES KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF Sekolah Mata pelajaran Pokok bahasan Kelas/Semester : SMP Pasundan 4 Bandung : Matematika : Prisma dan limas : VIII/2 Standar Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu cabang matematika yang diajarkan di sekolah adalah Geometri. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman

Lebih terperinci