BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Deskripsi Konseptual Dan Subfokus Penelitian 1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Belajar

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORETIS A. Deskripsi Konseptual Dan Subfokus Penelitian 1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Belajar Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan layanan bimbingan dan konseling belajar terlebih dahulu dipahami apa yang dimaksud dengan layanan bimbingan belajar. Menurut Dewa ketut Sukardi (2000:46) layanan bimbingan belajar adalah : Memungkinkan peserta didik mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasan belajar yang baik materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lain, sesuai dengan perkembangan ilmu teknologi dan kesenian. Sedangkan menurut Supardi (2003:8) layanan bimbingan konseling belajar adalah upaya pemberian bantuan dari pembimbing kepada peserta didik agar mereka dapat melakukan kegiatan belajar secara baik, benar, dan efektif guna mencapai hasil belajar yang optimal. Menurut Pahay W. Jimat (2008:25) layanan bimbingan belajar adalah: suatu proses pemberian bantuan yang diberikan kepada seseorang peserta didik dalam usaha untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam kegiatan belajar, sehingga peserta didik tersebut dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik sesuia dengan kemampuan yang dimilikinya. 8

2 9 Berdasarkan berbagai pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan dan konseling adalah suatu program pemberian bantuan yang dilaksanakan oleh guru bimbingan dan konseling kepada peserta didik secara kontinyu, sistematis, dan terprogram agar peserta didik mampu memahami, mengarahkan dan merealisasi dirinya untuk mencapai hasil belajar secara optimal dan sesuia dengan kemampuan yang dimiliki. 2. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi belajar peserta didik merupakan kecederungan peserta didik untuk menemukan kegiatan akademik yang berarti dan berharga, serta untuk mencoba memperoleh manfaat akademik tambahan pada peserta didik menerima aktivitas pelajaran, disitulah akan muncul motivasi belajar itu sendiri. Motiovasi untuk belajar melibatkan lebih dari keinginan atau kehendak untuk belajar, namun juga mencakup kualitas mental atas usaha peserta didik. Oleh karena itu motivasi dalam belajar dapat dikatakan efektif apabila dapat memberikan penempatan mental pada belajar, karena kalau tidak ada motivasi malah akan menjadi kekuatan yang merusak dan bukan kekuatan yang membimbing. Menurut Sardiman (2003:75) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektua.

3 10 Sedangkan menurut Winkel, W.S (2004:271) motivasi belajar adalah suatu keadaan psikis yang bersifat non intelektual yang berperan menumbuhkan gairah, rasa dan semangat belajar. Menurut Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno (2007:19) motivasi belajar dapat dikatakan sebagai berikut : keseluruhan daya penggerak di dalam diri pesrta didik yang menimbulkan, menjalin kelangsungan dan memberikan arahan kegiatan belajar sehingga diharapkan tujuan yang ada dapat tercapai. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah dorongan yang timbul baik itu dari dalam maupun dari luar diri peserta didik untuk melakukan aktivitas dalam belajar. 3. Tujuan Pembelajaran Matematika Matematika merupakan salah satu sarana berpikir ilmiah sangat diperlukan untuk menambah kemempuan berpikir yang logis, sistematis dan kritis dalam diri peserta didik. Demikian pula matematika merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan peserta didik untuk menunjang keberhasilan belajarnya dalam menentukan pendidikan yang lebih tinggi, bahkan matematika berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan sebagai alat bantu mengembangan disiplin ilmu. Menurut pendapat Heriani (Ahmad Zaini Dahlan, 2011:22) belajar matematika pada dasarnya adalah ;

4 11 aktivitas mental yang tinggi untuk memahami arti struktur-struktur, hubungan-hubungan, simbol-simbol, kemudian menerapkan dalam situasinya. Jadi belajar matematika suatu proses yang aktif yang sengaja dilakukan untuk memperoleh pengetahuan yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku peserta didik. Beberapa objek dalam matematika tersebut terdapat kemungkinan adanya saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya, oleh karena itu matematika mempunyai struktur dari sifatnya deduktif yaitu dimulai dari halhal yang tidak didefinisikan. Dengan kata lain, matematika adalah ilmu yang menggunakan penalaran deduktif. Hal ini senada dengan tujuan dari pendidikan matematika yang diungkapkan oleh Sukarman ( Ahmad Zaini Dahlan, 2011:22) adalah sebagai berikut : Membentuk kepribadian yang sesuia dengan yang kita harapkan, yaitu pribadi yang mempunyai sifat-sifat kreatif, kritis, berpikir ilmiah, jujur, hemat, disiplin, tekun, berprikemanusian, mempunyai keadilan sosial dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan bangsa dan negara. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika mempelajari hal-hal yang bersifat abstrak pada ide-ide/konsep atau hubungan yang diatur secara hirarki, maka pelajaran matematika harus dilakukan secara bertahap. Belajar matematika merupakan belajar dengan menggunakan struktural-struktural matematika dan juga mencari hubungan antara konsep dan structural matematika. Untuk itu kepada peserta didik di dalam mempelajari matematika sangat diperlukan seorang guru untuk sering memberikan penekanan pada hal-hal yang

5 12 sesuia dengan perkembangan peserta didiknya. Hal ini perlu ditekankan berkenaan dengan pencapaian tujuan umum dari matematika menurut kurikulum berbasis kompetensi (Ahmad Zaini Dahlan 2011:23) adalah : a. Kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata. b. Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi. c. Kemampuan pengguanakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat dialihkan guna pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, logis, sistematis, bersifat objektif, jujur, disiplin dalam memandang dan menyelesaikan suatu masalah. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran matematika tidak hanya membekali peserta didik dengan pengetahuan, akan tetapi juga mengembangkan aspek-aspek intelekual. 4. Peran Guru Bimbingan Konseling Dalam Memotivasi Belajar Peserta Didik. a. Membangkitkan Motivasi Belajar Mengingat demikian penting motivasi bagi peserta didik dalam belajar. Maka guru mengharapkan dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik. Mengenai upaya konselor dalam meningkatkan dan memelihara motivasi peserta didik juga diungkapkan oleh Dececco & Grawford (Slameto, 2010:175), mengajukan 4 fungsi pengajar/konselor :

6 13 1. Menggairahkan peserta didik Dalam kegiatan rutin di kelas sehari-hari pengajar harus berusaha menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan. Ia harus selalu memberikan pada peserta didik cukup banyak hal-hal yang perlu dipikirkan dan dilakukan. Guru harus memelihara minat peserta didik dalam belajar, yaitu dengan memberikan kebebasan tertentu untuk berpindah dari satu aspek ke aspek lain aspek pelajaran dalam situasi belajar. Discovery learning dan metode sumbang saran (brain stroming) memberikan kebebasan semacam ini. Untuk dapat meningkatkan kegairahan peserta didik, guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai disposisi awal peserta didiknya. 2. Memberikan harapan realistis Guru harus memelihara harapan-harapan kepada peserta didik yang realistis, dan memotifikasikan harapan-harapan yang kurang atau tidak realistis. Untuk ini pengajar perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keberhasilan atau kegagalan akademis peserta didik pada masa lalu, dengan demikian pengajar dapat membedakan antara harapan-harapan yang realistis, pesimistis, atau terlalu optimis. Bila peserta didik telah banyak mengalami kegagalan, maka guru harus memberikan sebanyak mungkin keberhasilan pada peserta didik.

7 14 3. Memberikan insentif Bila peserta didik mengalami keberhasilan, pengajar diharapkan memberikan hadiah pada peserta didik (dapat berupa pujian, angka yang baik dan lain sebagainya) atas keberhasilannya, sehingga peserta didik terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut guna mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Sehubungan dengan hal ini umpan balik merupakan hal yang sangat berguna untuk meningkatkan usaha peserta didik. 4. Mengarahkan Pengajar harus mengarahkan tingkah laku peserta didik, dengan cara menunjukkan pada peserta didik hal-hal yang dilakukan secara tidak benar dan meminta pada mereka melakukan sebaik-baiknya. Sedangkan menurut Gage & Berliner (Slameto, 2010:176) menyarankan juga sejumlah cara meningkatkan motivasi peserta didik, tanpa harus melakukan reorganisasi kelas secara besar-besaran yaitu sebagai berikut : 1. Pergunakan pujian verbal Penerimaan sosial yang mengikuti suatu tingkah laku yang diinginkan dapat menjadi alat yang cukup dapat dipercaya untuk mengubah prestasi dan tingkah laku akademis kearah yang diinginkan. Kata-kata seperti bagus, baik, pekerjaan yang baik, yang diucapkan segera setelah peserta didik melakukan tingkah laku yang diinginkan, merupakan pembangkit motivasi yang besar. Penerimaan sosial merupakan suatu penguat atau insentif yang relatif konsisten.

8 2. Pergunakan tes dalam nilai secara bijaksana Kenyataan bahwa tes dan nilai dipakai sebagai dasar berbagai hadiah sosial, (seperti penerimaan lingkungan, promosi, pekerjaan yang baik, uang yang lebih banyak dan sebagainya) menyebabkan tes dan nilai dapat menjadi suatu kekuatan untuk memotivasi peserta didik. Peserta didik belajar bahwa ada keuntungan yang diasosikan dengan nilai yang tinggi, dengan demikian memberikan tes dan nilai mempunyai efek dalam memotivasi peserta didik untuk belajar. Tapi tes dan nilai harus dipakai secara bijaksana, yaitu untuk memberikan informasi pada peserta didik dan untuk menilai penguasaan dan kemajuan peserta didik, bukan untuk menghukum atau membanding-bandingkannya dengan peserta didik lainnya. Penyalahgunaan tes dan nilai akan mengakibatkan menurunnya keinginan peserta didik untuk berusaha dengan baik. 3. Bangkitkan rasa ingin tahu peserta didik dan keinginannya untuk mengadakan eksplorasi. Dengan melontarkan pertanyaan atau masalah-masalah, pengajar dapat menimbulkan suatu konflik konseptual yang merangsang peserta didik untuk bekerja. Motivasi akan berakhir bila konflik terpecahkan atau bila timbul rasa bosan untuk memecahkannya. 4. Untuk tetap mendapatkan perhatian, sekali-kali pengajar dapat melakukan hal-hal yang luar biasa, misalnya meminta peserta didik menyusun soal-soal tes, menceritakan problem guru dan belajar, dan sebagainya. 5. Merangsang hasrat peserta didik dengan jalan memberikan pada peserta didik sedikit contoh hadiah yang akan diterimanya bila ia berusaha untuk belajar. Berikan pada peserta didik penerimaan sosial, sehingga ia tahu apa yang dapat diperolehnya bila ia berusaha lebih lanjut. Dalam menerapkan hal ini pengajar perlu membuat urutan pengajaran, sehingga peserta didik dapat memperoleh sukses dalam tugas-tugas permulaan. 6. Agar peserta didik lebih mudah memahami bahan pengajaran, pergunaan materi-materi yang sudah dikenal sebagai contoh. 7. Terapkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam konteks yang unik dan luar biasa, agar peserta didik jadi lebih terlibat. 8. Minta pada peserta didik untuk mempergunakan hal-hal yang sudah dipelahari sebelumnya. Hal ini menguatkan belajar yang lalu dan sekaligus menanamkan suatu pengharapan pada diri peserta didik bahwa apa yang sedang dipelajarinya sekarang juga berhubungan dengan pengajaran yang akan datang. 15

9 9. Pergunakan simulasi dan permainan Kedua hal ini akan memotivasi peserta didik, meningkatkan interaksi, menyajikan gambaran yang jelas mengenai situasi kehidupan sebenarnya, dan melibatkan peserta didik secara langsung dalam proses belajar. 10. Perkecil daya tarik sistem motivasi yang bertentangan. Kadang-kadang agar diterima oleh teman-temannya, peserta didik melakukan hal-hal yang tidak diinginkan oleh pengajar. Dalam hal ini mengajar sebaiknya melibatkan pimpinan peserta didik dalam aktivitas yang berguna (seperti menyusun tes, mewakili sekolah dalam pameran ilmiah, dan sebagainya), sehingga teman-temannya akan meniru melakukan halhal yang positif. 11. Perkecil konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan dari keterlibatan peserta didik, antara lain : a. Kehilangan harga diri karena gagal memahami suatu gagasan atau memecahkan suatu permasalahan dengan tepat; b. Ketidak nyamanan fisik, seperti duduk terlalu lama, mendengar dalam ruangan yang akustiknya buruk, melihat ke papan tulis yang terlalu jauh; c. Frustasi karena tidak mungkin mendapatkan penguatan (renforcement); d. Teguran guru bahwa siswa tidak mungkin mengerti sesuatu; e. Harus berhenti di tengah-tengah aktivitas yang menarik; f. Harus melakukan ujian yang materi dan gagasan-gagasannya belum pernah diajarkan; g. Harus mempelajari materi yang terlalu sulit bagi tingkat kemampuannya; h. Guru tidak melayani permintaan peserta didik akan pertolongan; i. Harus melakukan tes yang pertanyaan-pertanyaannya tidak dapat dimengerti atau yang soal-soalnya terlalu remeh; j. Tidak mendapatkan umpan balik dari pengajaran; k. Harus belajar dengan kecepatan yang sama dengan peserta didik saja yang dapat sukses. l. Harus bersaing dalam situasi dimana hanya beberapa orang peserta didik saja yang dapat sukses. m. Dikelompokkan bersama peserta didik yang kurang pandai dibandingkan dirinya; n. Harus duduk mendengarkan prestasi guru yang membosankan; o. Harus menghadapi pengajar yang tidak menaruh minat pada mata pelajaran yang diajarkannya; 16

10 17 p. Harus bertingkah laku dengan cara yang lain daripada tingkah laku model (pengajar atau pimpinan peserta didik). 12. Pengajar perlu memahami dan mengawasi suasana sosial di lingkungan sekolah, karena hal ini besar pengarunya atas diri peserta didik. 13. Pengajar perlu memahami hubungan keuasaan antara guru dan peserta didik; seseorang akan dapat mempengaruhi motivasi orang lain bila ia memiliki suatu bentuk kekuasaan sosial. B. Hasil Penelitian yang Relevan Berdasarkan uraian di atas bahwa peran guru bimbingan dan konseling atau pengajar diharapakan mampu memotivasi belajar peserta didik dengan cara memberi kegairahan atau semangat kepada peserta didik dalam belajar, memberikan harapan yang realitis, memberikan insentif yang berupa pujian verbal yang dapat membangkitkan semangat dan motivasi peserta didik dalam belajar, kemudian guru bimbingan konseling harus mampu mengarahkan tingkah laku peserta didik kearah yang lebih baik dengan cara menunjukan pada peserta didik hal-hal yang dilakukan secara tidak benar dan minta pada peserta didik untuk melakukan hal-hal yang benar.