BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Interaksi sosial berasal dari bahasa Latin: Con atau Cum yang berarti
|
|
- Suryadi Halim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Interaksi Sosial Interaksi sosial berasal dari bahasa Latin: Con atau Cum yang berarti bersama-sama, dan tango berarti menyentuh, jadi pengertian secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Interaksi sosial adalah proses dimana orang-orang yang berkomunikasi saling mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan (Zainul, 1997 : 98). Interaksi sangat penting dilihat adalah pengaruh timbal-balik, contohnya : apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai saat mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara dan seterusnya. Interaksi yang dilakukan oleh manusia mempunyai syarat-syarat agar interaksi terjadi dengan baik, yaitu kontak komunikasi. Kontak pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok agar mempunyai makna bagi pelakunya dan kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok yang lain. Penangkapan makna tersebut yang menjadi pangkal tolak untuk memberikan reaksi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Alvin dan Helen Gouldner (dalam Taneko, 1990 : 110), interaksi itu adalah suatu aksi diantara orang-orang, jadi tidak memperdulikan secara berhadapan muka secara langsung ataukah melalui simbol-simbol seperti bahasa, tulisan yang disampaikan dari jarak ribuan kilometer jauhnya. Semua itu tercakup dalam konsep interaksi selama hubungan itu mengharapkan adanya satu atau lebih bentuk respon. Komunikasi muncul setelah kontak berlangsung. Terjadinya kontak belum berarti adanya komunikasi.
2 Oleh karena komunikasi itu timbul apabila seseorang individu memberi tafsiran pada perilaku orang lain. Dengan tafsiran itu, lalu seseorang itu mewujudkannya dengan perilaku, dimana perilaku tersebut merupakan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan. Selanjutnya Zainul Pelly (1997 : ) kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif, yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau tidak menghasilkan suatu interaksi. Menurut Gillin dan Gillin (2001 : 35) interaksi sosial merupakan hubungan- hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orangperorangan dengan kelompok-kelompok manusia. Interaksi sosial yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah bagaimana interaksi antara suami dengan istri pertama, bagaimana interaksi antara istri yang satu dengan istri yang lainnya, bagaimana interaksi orang tua (ayah dan ibu) dengan anak-anaknya dan juga bagaimana interaksi antara keluarga luas dari pihak-pihak masing-masing. Selanjutnya Kimbal Young dan Reymond W. Mack dalam (Soekanto, 1990 : 60-61), menyatakan bahwa interaksi sosial adalah kunci semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Proses sosial merupakan suatu kontinuitas dalam arti bahwa interaksi dimulai dengan kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian dan berakhir pada akomodasi. Untuk menelaah proses-proses interaksi tersebut dalam bentuk kelangsungan misalnya apa yang terjadi pada kaum transmigrasi dari Jawa datang untuk menetap di suatu daerah yang telah ada penduduknya yang merupakan masyarakat asli daerah tersebut. Dalam buku
3 Zainul Pelly yang berjudul Pengantar Sosiologi (1997 : ) mengatakan proses sosial dapat menjelma dalam berbagai bentuk dan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa, yaitu : Kooperasi (co-operation) Co-operation berasal dari bahasa Latin yang berarti co = bersama-sama, dan operasi = bekerja. Jadi kooperasi adalah bentuk kerjasama dimana satu sama lain saling membantu guna mencapai tujuan. Kerjasama dapat kita jumpai pada semua kelompok manusia, kebiasaan-kebiasaan demikian dimulai sejak masa kanak-kanak terutama dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Atas dasar itu anak tersebut akan mengembangkan bermacammacam pola kerjasama setelah menjadi dewasa. Kerjasama tersebut dilakukan selain dari orang-orang atau kelompok-kelompok yang bersahabat saja, juga pada zaman modern ini kerjasama dapat pula dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bersahabat atau bertentangan. Kerjasama timbul karena adanya oreintasi orang-orang terhadap kelompoknya (in-groupnya), orang-perorangan yang menjadi anggota in-group mengadakan kerjasama untuk memperkuat kelompoknya. Kelompok in-group itu terdapat we-feeling atau persamaan kita dan dengan mengadakan kerjasama ini perasaan dari anggota in-group semakin kuat, sehingga apabila ada pihak luar yang ingin menganggu ketenangan in-group maka semua anggota kelompok bersama-sama menghadapi ancaman tersebut guna mempertahankan kebutuhan kelompoknya Competitive atau Persaingan
4 Persaingan adalah suatu bentuk perjuangan sosial secara damai; yang terjadi apabila dua belah pihak berlomba atau berbuat untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Gillin dan Gillin dalam Pelly (1997 : 105) mengatakan persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidangbidang kehidupan yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian dari publik (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara-cara usaha mencari perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa menggunakan ancaman kekerasan. Persaingan dapat berupa : - Mendapatkan status dalam masyarakat (kepangkatan) - Mendapatkan jodoh - Mendapatkan kekuasaan - Mendapatkan nama baik (harum) - Bidang ekonomi yaitu terbatasnya persediaan dibandingkan dengan jumlah konsumen. Dalam persaingan yang bersifat pribadi (perseorangan) dimana orangperorangan secara langsung bersaing, misalnya memperoleh kedudukan tertentu di dalam suatu organisasi, memperebutkan jodoh dan lain sebagainya Conflict atau Pertikaian/Pertentangan Kompetisi atau kerjasama dapat menjurus ke konflik hal ini terjadi karena timbul emosi, rasa benci dan rasa marah, sehingga pihak-pihak yang bersangkutan ingin menyerang, melukai, merusak atau memusnahkan pihak yang lain. Biasanya konfllik timbul karena adanya kepentingan yang bertentangan terutama kepentingan ekonomi. Konflik sering terjadi karena perebutan
5 kedudukan dan perebutan kekuasaan, yang apabila terjadi antara kelompok biasanya mempunyai dasar ekonomis, sebab konflik tidak saja terjadi diantara orang-perorangan, tetapi juga terjadi diantara kelompok-kelompok manusia. Menurut Soerjono Soekanto (dalam Zainul, 1997 : 107) pertentangan adalah proses sosial dimana orang-perorangan atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jelas menentang pihak lawan dengan ancaman dan/atau kekerasan. Pada umumnya pertentangan merupakan proses dissisiatif (persaingan yang tajam), akan tetapi adakalanya pertentangan tersebut mempunyai fungsi di dalam masyarakat yang menimbulkan akibat yang positif. Pertentangan mempunyai beberapa bentuk antara lain : - Pertentangan pribadi, yaitu sejak dimulai berkenalan sudah saling tidak menyukai, apabila dikembangkan maka akan timbul rasa saling membenci dimana masing-masing pihak berusaha memusnahkan pihak lawannya. - Pertentangan sosial, yaitu pertentangan yang bersumber dari ciri-ciri badaniah dan juga karena perbedaan kepentingan kebudayaan. - Pertentangan antara kelas-kelas sosial, yaitu yang disebabkan karena perbedaan kepentingan, misalnya buruh dengan majikan. Dari pertentangan atau konflik tersebut maka akan tumbuh solidaritas dari in-group, mereka bersedia berkorban demi keutuhan kelompoknya, terjadi keretakan persatuan suatu kelompok, hancurnya harta benda dan korban manusia, serta takluknya salah satu pihak Akomodasi (Accomodation) Tujuan akhir daripada konflik biasanya menghancurkan pihak lawan, akan tetapi sering konflik itu tidak diteruskan, oleh karena masing-masing pihak yang
6 terlibat dalam konflik menimbulkan kerugian, sehingga kedua belah pihak ingin menghentikannya, atau pihak yang merasa dirinya kurang kuat mengalah untuk menghindarkan dari kemusnahannya. Konflik dihentikan dan kedua belah pihak berusaha menyesuaikan keadaan yang memungkinkan kerjasama. Proses penyelesaian ini disebut dengan akomodasi. Proses akomodasi adalah suatu usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha untuk mencapai suatu kestabilan. Ada beberapa cara kita untuk melihat bentuk akomodasi yang umum, yaitu : - Gencatan senjata atau penundaan pertempuran, - Kompromi, suatu kompromi bisa terjadi bila pihak-pihak yang berkonflik relatif sama derajatnya, bersedia saling memberi dan mengambil (take and give), - Toleransi adalah suatu cara akomodasi bila suatu kompromi tidak diwujudkan dalam hal ini tidak ada pihak-pihak yang mengalah dan pihak-pihak terus mempertahankan pendiriannya masing-masing akan tetapi bersedia menghormati pendirian orang lain, - Konsiliasi dengan toleransi belum berarti adanya pergaulan sesama pihakpihak yang berkonflik, mungkin mereka tidak bergaul satu sama lainnya, - Konversi adalah suatu keadaan apabila ada sesuatu pihak melepaskan pendiriannya dan menerima pendirian pihak lain, - Arbitrasi adalah suatu cara akomodasi dimana konflik didamaikan oleh pihak ketiga dan pihak-pihak tunduk kepada keputusannya. Pihak ketiga ini dipilih oleh kedua belah pihak yang berkonflik dengan sukarela.
7 - Mediasi (mediation) dijalankan oleh pihak ketiga juga tetapi keputusannya tidak mengikat seperti halnya arbitrasi, kedudukannya sebagai penasehat belaka dan tidak mempunyai wewenang memberi keputusan. - Rasionalisasi berarti memberi keterangan atau alasan yang kedengarannya rasional untuk membenarkan tindakan-tindakan yang sebenarnya tidak rasionil, karena mengakui alasan yang sebenarnya dapat menimbulkan konflik. Akomodasi tidak dapat secara sempurna untuk mengatasi pertentanganpertentangan, akan tetapi akomodasi tetap diperlukan karena manusia mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda, hal inilah yang senantiasa perlunya akomodasi untuk menyelesaikan suatu pertentangan atau konflik. Kebutuhan terhadap keharmonisan sosial, serta nilai dalam poligami, tampaknya memiliki posisi yang amat penting dalam suku Karo. Perkawinan poligami yang terus terjadi sejak lama sampai sekarang antara orang Karo dengan orang Karo, maupun orang Karo dengan suku lainnya. Masyarakat Karo tampaknya telah terbiasa dan bisa menerima pola-pola perkawinan poligami, sekalipun anak-anak mereka ada yang melakukan konversi agama. Fakta ini mengindikasikan, bahwa faktor budaya Karo yang memberikan kesempatan untuk berpoligami dan mendambakan keharmonisan menempati posisi penting yang dapat mengatasi nilai-nilai lainnya, seperti agama Perkawinan Masyarakat Karo Perkawinan suku Karo mempunyai tata cara yang khas, namun pada prinsipnya diawali dengan perkenalan, pacaran, pertunangan, meminang, pengesahan (perkawinan), dan upacara pensakralan. Perkawinan pada masyarakat
8 Karo bersifat religius dengan menganut sistem eksogami, yakni seseorang harus kawin dengan orang dari luar marganya (merganya), dengan kekecualian pada merga Perangin-angin dan Sembiring. Sifat religius dari perkawinan pada masyarakat Karo terlihat, dengan adanya perkawinan maka tidak hanya mengikat kedua belah pihak yang kawin saja, tetapi juga mengikat keseluruhan keluarga kedua belah pihak termasuk arwah-arwah leluhur mereka. Dengan demikian, perkawinan adalah merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita, termasuk keseluruhan keluarga dan arwah para leluhurnya (Darwin Prinst, 2004 : 71). Keluarga adalah lembaga terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak dan diikat oleh ikatan perkawinan yang sah oleh negara atau lembaga norma (adat) serta ada hubungan darah. Jadi keluarga dalam penelitian ini adalah keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Perkawinan adalah suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Perkawinan bukan hanya suatu peristiwa yang mengenai mereka yang bersangkutan (perempuan dan laki-laki), akan tetapi juga orangtuanya, saudara-saudaranya dan keluarga-keluarganya. Kita sering mendengar dari masyarakat bahwa kawin sesungguhnya keluarga dengan keluarga. Banyak aturan-aturan yang harus dijalankan, aturan yang berhubung dengan adat-istiadat yang mengandung sifat relegio-magis (Soekanto,1981 : ). Pada umumnya di Indonesia suatu perkawinan didahului dengan lamaran (ngelamar). Akibatnya lamaran ini pada umumnya bukan perkawinan, akan tetapi pertunangan dahulu. Pertunangan baru terikat apabila (seringkali) dan pihak lakilaki sudah diberikan panjer, peningset (Jawa-tengah-timur)., tanda kong narit
9 (Aceh), Penyangyang (Jawa-Barat), Ngating Manuk (Karo), di tanganan Pagingsangan (Bali) namanya pertunangan Masawen, artinya meletakkan suatu tanda larangan dengan memberikan sirih. Jelaslah bahwa pemberian panjer adalah suatu perbuatan religio-magis (Soekanto,1981 : 101). Dalam pernikahan adat Karo, seorang laki-laki dan perempuan dapat dikatakan sudah sah sebagai suami-istri di saat dilangsungkannya pertemuan antara pihak laki-laki dengan pihak perempuan untuk membicarakan mengenai biaya pernikahan dan tanggal pernikahannya (dalam bahasa Karo sering disebut dengan ngembah belo selambar). Dalam susunan keturunan pihak bapak, pihak laki-laki harus memberikan junjung, sinamot, pangolin, boli, tuhor (Batak), beli (Maluku), belis (Timor), jujur (Tapanuli Selatan, Sumatera Selatan), dan tukur (Karo), yang Bahasa Belanda disebut bruidschat. Dengan membayar jujur istri masuk dalam klan suaminya, sehingga anak-anaknya dilahirkan sebagai warga klan sang suami. Dalam lingkungan susunan kekeluargaan ini terdapat juga keadaan dimana suami tak membayar jujur. Perkawinan ini disebut anggap (Gayo), semendo ambil anak, nangkon (Sumatera Selatan), kawin ambil piara (Ambon). Maksud anggap ini ( inlifhuwelijk ) adalah supaya lelaki itu (kadangkadang) menjadi anaknya. Sedangkan anak-anaknya yang dilahirkan menjadi keturunan dari klan bapak-perempuan. Hal ini terjadi, misalnya di Lampung jika orang tua hanya mempunyai anak-anak perempuan saja dengan maksud supaya keturunannya tidak terputus (Soekanto,1981 : S). Perkawinan pada masyarakat Karo yang sesuai dengan adat (arah adat) peranan orang tua sangat dominan, artinya bahwa pihak orang tualah yang mengusahakan agar perkawinan itu dapat berlangsung, mulai dari perkenalan
10 calon mempelai (petandaken), meminang (maba belo selambar). Apabila ada kecocokan pada waktu maba belo selambar dan diterima, maka kedua belah pihak terikat dalam status pertunangan. Pada waktu pertunangan ini sebagai tanda tidak diberikan cincin sebagai tanda ikatan, tetapi disini harus disetujui dan disaksikan oleh kedua belah pihak keluarga, yaitu: senina, anak beru, dan kalimbubu. Ketiga ini disebut dengan rakut sitelu, dan menjadi jaminan yang paling kuat menurut adat Karo Sistem Perkawinan Masyarakat Karo Dalam buku Darwin Prinst (2004 : 75) yang berjudul Adat Karo ada dua sistem perkawinan pada masyarakat Karo, yaitu : a. Sistem perkawinan pada merga Ginting, Karo-Karo, dan Tarigan. Pada merga-merga ini berlaku sistem perkawinan eksogami murni, yaitu mereka yang berasal dari sub-merga Ginting, Karo-Karo, dan Tarigan dilarang menikah di dalam merga-nya sendiri, tetapi mereka diharuskan menikah dengan orang dari luar merga-nya. Misalnya antara Ginting dengan Karo-Karo, atau Ginting dengan Sembiring. b. Sistem perkawinan pada merga Perangin-angin dan Sembiring Sistem yang berlaku pada kedua merga ini adalah eleutherogami terbatas. Letak keterbatasannya adalah seorang dari merga tertentu Perangin-angin atau Sembiring diperbolehkan menikah dengan orang tertentu dari merga yang sama asal submarganya (lineagea) berbeda. Misalnya dalam merga Peranginangin, antara Bangun dan Sebayang atau Kuta Buluh dan Sebayang. Demikian juga dengan Sembiring, antara Brahmana dan Meliala, antara Pelawi dan Depari, dan sebagainya.
11 Larangan perkawinan dengan orang dari luar merga-nya tidak dikenal kecuali antara Sebayang dan Sitepu atau antara Sinulingga dan Tekang yang disebut sejanji atau berdasarkan perjanjian. Karena tempo dulu mereka telah mengadakan perjanjian tidak saling kawin, dengan adanya eleutherogami terbatas ini menunjukkan bahwa merga bukan sebgai hubungan genealogis dan asal-usul merga tidak sama Syarat Perkawinan bagi Masyarakat Karo Menurut Darwin Prinst (2004 : 75) ada beberapa syarat perkawinan pada masyarakat Karo, yaitu : - Tidak berasal dari satu merga, kecuali merga Peranginangin dan Sembiring, - Bukan menurut adat dilarang untuk berkawin erturang (bersaudara), sipemeren, erturang impal. - Sudah dewasa, dalam hal ini untuk mengukur kedewasaan seseorang tidak dikenal batas usia yang pasti, tetapi berdasarkan pada kemampuan untuk bertanggung jawab memenuhi kebutuhan keluarga. Untuk laki-laki, hal ini diukur dengan sudah mampu membuat peralatan rumah tangga, peralatan bertani, dan sudah mengetahui adat berkeluarga (meteh mehuli). Sedangkan untuk perempuan hal ini diukur dengan telah akil balik, telah mengetahui adat (meteh tutur), dan sebagainya Fungsi Perkawinan bagi Masyarakat Karo Ada beberapa fungsi perkawinan bagi masyarakat Karo, yaitu : - Melanjutkan hubungan kekeluargaan,
12 - Menjalin hubungan kekeluargaan apabila sebelumnya belum ada hubungan kekeluargaan, - Melanjutkan keturunan dengan lahirnya anak laki-laki dan perempuan, - Menjaga kemurnian suatu keturunan, - Menghindarkan berpindahnya harta kekayaan kepada keluarga lain, dan - Mempertahankan atau memperluas hubungan kekeluargaan Jenis-Jenis Perkawinan bagi Masyarakat Karo Menurut Darwin Prinst (2004 : 78-82) dilihat dari status dari pihak yang kawin maka perkawinan pada masyarakat karo dapat dibagi menjadi beberapa, yaitu : a. Gancih abu (ganti tikar) Gancih abu yaitu bila seorang perempuan menikah dengan seorang lakilaki menggantikan kedudukan saudaranya yang telah meninggal sebagai istri. Hal ini biasanya terjadi untuk meneruskan hubungan kekeluargaan, melindungi kepentingan anak yang telah dilahirkan pada perkawinan pertama dan menjaga keutuhan harta dari perkawinan yang pertama. b. Lako Man (turun ranjang) Lako man yaitu bila seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan yang awalnya adalah istri saudaranya atau bapaknya yang telah meninggal dunia. Ada beberapa jenis dari perkawinan lako man, yaitu : - Perkawinan mindo nakan Adalah suatu perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan bekas istri saudara ayahnya.
13 - Perkawinan mindo cina Adalah suatu perkawinan antara seorang pria dengan seorang perempuan yang menurut tutur adalah neneknya. - Kawin mindo ciken Adalah suatu perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan bekas istri ayah/saudaranya, yang telah dijanjikan terlebih dahulu. - Iyan Pada zaman dahulu bila seseorang mempunyai dua orang istri dan salah satu diantaranya tidak/belum mempunyai putra (keturunan), di pihak salah seorang saudara suami itu belum mempunyai istri, lalu istri yang tidak berputra itulah dialihkan/disahkan menjadi istrinya, dengan harapan tetap terpeliharanya hubungan kekeluargaan dengan pihak wanita, dan adanya harapan dengan suami baru itu, ia akan memperoleh keturunan. - Ngalih Adalah lako man istri abang (Kaka). - Ngianken Adalah lako man kepada istri adik (agi) c. Piher Tendi/Erbengkila Bana Adalah perkawinan antara orang yang menganut tutur si wanita memanggil bengkila kepada suaminya Faktor-Faktor Penyebab Poligami bagi Masyarakat Karo Menurut Darwin Prinst (2004 : 76) ada beberapa faktor poligami bagi masyarakat Karo, yaitu : - Tidak mendapat keturunan,
14 - Tidak memperoleh keturunan laki-laki, - Saling mencintai, - Tidak adanya persesuaian dengan istri pertama, dan - Meneruskan hubungan kekeluargaan Jenis-Jenis Hubungan Keluarga Menurut Robert R. Bell dalam T.O. Ihromi (1999 : 91) mengatakan ada 3 jenis hubungan keluarga, yaitu : a. Keluarga dekat (conventional kin). Kerabat dekat terdiri dari atas individu yang terikat dalam keluarga melalui hubungan darah, adopsi dan atau perkawinan, seperti suami istri, orang tua-anak, dan antar suadara (siblings). b. Kerabat jauh (discretionary kin). Kerabat jauh terdiri atas individu yang terikat dalam keluarga melalui hubungan darah, adopsi, dan atau perkawinan, tetapi ikatan keluarganya lebih lemah daripada kerabat dekat. Anggota kerabat jauh kadang-kadang tidak menyadari akan adanya hubungan keluarga tersebut. Hubungan yang terjadi di antara mereka biasanya karena kepentingan pribadi dan bukan karena adanya kewajiban sebagai anggota keluarga. Biasanya mereka terdiri atas paman-bibi, keponakan dan sepupu. c. Orang yang dianggap kerabat (fictive kin). Seseorang yang dianggap karena adanya hubungan yang khusus, misalnya hubungan antar teman.
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan
1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan menjadi identitasnya masing-masing. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki beragam kebudayaan,
Lebih terperinciHUBUNGAN INDIVIDU, KELUARGA, DAN MASYARAKAT
HUBUNGAN INDIVIDU, KELUARGA, DAN MASYARAKAT Makna Individu Manusia adalah makhluk individu. Makhluk individu berarti makhluk yang tidak dapat dibagi-bagi, tidak dapat dipisahpisahkan antara jiwa dan raganya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui perkawinan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat bersangkutan.
Lebih terperinciHUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN
HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya
Lebih terperinciINTERAKSI SOSIAL KELUARGA POLIGAMI SUKU KARO
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK INTERAKSI SOSIAL KELUARGA POLIGAMI SUKU KARO (Studi Kasus di Desa Kutarakyat, Kec. Naman) SKRIPSI Oleh: ROSALINA LANASARI SEMBIRING 030901041
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi,
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAAN PUSTAKA 2.2 Konsep Konsep gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konflik tanah yang muncul sering sekali terjadi karena adanya masalah dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami
114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami dibawah tangan pada masyarakat batak toba di Kota Bandar Lampung saat ini, maka dapat disimpulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, khususnya daerah di sekitar Danau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perkawinan Adat 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini, masalah yang berhubungan dengan kehidupan sosial sudah makin kompleks dan terdiri dari berbagai aspek yang mana hal ini
Lebih terperinciÉÄx{M. Joeni Arianto Kurniawan, S. H.
ÉÄx{M Joeni Arianto Kurniawan, S. H. Perkawinan dlm Hukum Adat meliputi kepentingan dunia lahir dan dunia gaib HAZAIRIN: Perkawinan mrp rentetan perbuatanperbuatan magis, yg bertujuan utk menjamin ketenangan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat
Lebih terperinciBAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.
42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi
Lebih terperinciBAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo
BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya
Lebih terperinciberagam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang
Lebih terperincib. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan
BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan seorang diri, tetapi manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup bermasyarakat
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah masyarakat tradisional atau
1 II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Masyarakat Hukum Adat Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah masyarakat tradisional atau the indigenous people, dalam kehidupan sehari-hari lebih sering dan
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti
Lebih terperinciKEBERTAHANAN PERKAWINAN IDEAL MENURUT SUKU BATAK KARO DI KELURAHAN KWALA BEKALA PADANG BULAN MEDAN (SUATU TINJAUAN ANTROPOLOGI) oleh :
1 KEBERTAHANAN PERKAWINAN IDEAL MENURUT SUKU BATAK KARO DI KELURAHAN KWALA BEKALA PADANG BULAN MEDAN (SUATU TINJAUAN ANTROPOLOGI) oleh : MELY TRI SANTY BR MANALU 0801605007 Jurusan Antropologi, Fakultas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan Menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Perkawinan ialah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang interaksi sosial sangat berguna di dalam memperhatikan dan
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Interaksi Sosial Pengertian tentang interaksi sosial sangat berguna di dalam memperhatikan dan mempelajari berbagai masalah masyarakat. Seperti di Indonesia dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan dan tumbuh kembangnya sangat diperhatikan. Tak heran banyak sekali orang yang menunggu-nunggu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Interaksi sosial adalah sebagai atau merupakan dasar dari proses-proses sosial,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Interaksi sosial Interaksi sosial adalah sebagai atau merupakan dasar dari proses-proses sosial, sebab tanpa adanya interaksi tidak mungkin kehidupan bersama akan terjalin.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlawanan budaya merupakan perjuangan hak yang bertentangan agar terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan untuk melakukan perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa budaya Indonesia yang terkikis oleh budaya barat sehingga generasi muda hampir melupakan budaya bangsa sendiri. Banyak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan peristiwa hukum yang terjadi didalam hidup bermasyarakat yang menyangkut nama baik keluarga ataupun masyarakat. Hal ini diterangkan dalam buku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari balita, anak-anak, remaja, dewasa, orang tua sampai ia meninggal. Biasanya pada usia
Lebih terperinciPerkawinan Semarga dalam Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Sipahutar, Kab. Tapanuli Utara. Oleh: Sartika Simatupang
Perkawinan Semarga dalam Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Sipahutar, Kab. Tapanuli Utara Oleh: Sartika Simatupang Program Studi Pendidikan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan ABSTRAK
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki
9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kimbal Young dan Reymond W.Mack dalam Soekanto (1990:60-
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Interaksi Sosial dalam Keluarga Menurut Kimbal Young dan Reymond W.Mack dalam Soekanto (1990:60-61), menyatakan bahwa interaksi sosial adalah kunci semua kehidupan sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel kabapaan. Stelsel kebapaan ini yang dianut masyarakat Karo ini dapat dilihat dari kebudayaan yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Pencarian Jodoh Muli Mekhanai Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata Pemilihan mempunyai arti proses atau cara perbuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA
BAB IV ANALISIS DATA Pembahasan pada bab ini didasarkan pada seluruh data yang berhasil dihimpun pada saat penulis melakukan penelitian lapangan di desa Sawotratap Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan tindakan masyarakatnya diatur oleh hukum. Salah satu hukum di Indonesia yang telah lama berlaku
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap suku biasanya memiliki tradisi yang menjadi keunikan tersendiri yang menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku bangsa
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA
BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawin adalah perilaku mahluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar manusia berkembang biak. Oleh karena itu perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang penting yaitu pada waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, dan waktu ia meninggal dunia (Ali Afandi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Preferensi pemilihan pasangan A.1 Definisi Preferensi pemilihan pasangan Preferensi pemilihan pasangan merupakan salah satu topik yang sudah pernah diteliti oleh beberapa peneliti.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal
Lebih terperinciSecara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling
A. Latar Belakang Masalah Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling membutuhkan dan cenderung ingin hidup bersama. Berdasarkan sifatnya manusia sebagai makhluk
Lebih terperinciILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR Drs. Ermansyah, M.Hum. 2013 MANUSIA DAN MASYARAKAT Selain sebagai individu, manusia juga sebagai makhluk sosial. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena: 1. Butuh orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perasaanya. Sebagai masyarakat yang berinteraksi mereka mempunyai penilaian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar belakang Manusia sebagai mahluk sosial selalu berinteraksi dengan sesamanya, dengan bahasalah mereka dapat mengungkapkan pikiran, gagasan, maksud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu keturunan ditarik dari ayahnya. Dilihat dari marga yang dipakai oleh orang batak yang diambil dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang memliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan satu sama lain dan tidak bisa hidup sendiri, begitu juga dalam kehidupan manusia yang berlainan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di
BAB I PENDAHULAUAN 1.1 Latar Belakang Kemajemukan suku dan budaya yang berada di Indonesia menunjukkan kepada kita selaku warga negara dan masyarakat dunia bahwa indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera merupakan pulau keenam terbesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat pada saat sekarang ini, masalah dalam kehidupan sosial sudah semakin kompleks dan berkepanjangan, dimana terdapat beberapa aspek yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Begawai Pernikahan adalah suatu momen yang sakral, dimana penyatuan dua insan ini juga harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keragaman suku juga disertai dengan keragaman budaya. Itulah yang membuat suku budaya Indonesia sangat dikenal bangsa lain karena budayanya yang unik. Berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya
Lebih terperinciBAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar 8.2 Pengertian Keluarga
BAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat dan merupakan gejala yang universal. Dewasa ini, lembaga keluarga banyak mengalami perubahan baik dalam struktur maupun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keturunan, seperti penarikan garis keturunan secara patrilineal artinya hubungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Indonesia terdiri dari beragam etnis, seperti etnis Jawa, etnis Melayu, etnis Minang, serta etnis Batak. Setiap etnis ini memiliki budaya dan sistem kekerabatan
Lebih terperinciHukum Adopsi menurut Hukum Adat
Hukum Adopsi menurut Hukum Adat Oleh: 1. Rico Andrian Hartono(135010101111114)/ 17 2. Ramadhanti Safirriani(135010119111001)/ 46 3. Farahdyba R (135010107111189)/ 44 4. Giovanna Calista F (135010101111106)/
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok.
1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan budaya Indonesia mengalami pasang surut, pada awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penuturnya dilindungi oleh Undang-undang Dasar Dalam penjelasan Undangundang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia terdapat berbagai ragam bahasa daerah. Bahasa daerah hidup berdampingan dengan bahasa Indonesia. Semua bahasa daerah yang dipakai penuturnya dilindungi
Lebih terperinciBAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya
BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun
Lebih terperinci11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )
11. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Upacara Adat Upacara adalah sistem aktifitas atau rangkaian atau tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan
Lebih terperinciStandar Kompetensi : Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik Kompetensi Dasar
Konflik Sosial Judul : Konflik Sosial Standar Kompetensi : Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik Kompetensi Dasar : Menganalisis faktor penyebab konflik sosial dalam masyarakat
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dan Punguan Pomparan Raja Toga Manurung
IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Singkat Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dan Punguan Pomparan Raja Toga Manurung 1. Punguan Pomparan Raja Silahisabungan Punguan Pomparan Raja Silahisabungan
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak
AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh *) Abstrak Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ikatan perkawinan ini, menimbulkan akibat
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman dahulu hingga kini, karena perkawinan merupakan masalah yang aktual untuk dibicarakan di dalam maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia mempunyai nilai yang tinggi karena merupakan suatu system yang dikembangkan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lamanya, di dalam kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan bukanlah sekedar ritus untuk mengabsahkan hubungan seksual antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan penting
Lebih terperinciPERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :
PERKAWINAN ADAT (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinci