KATA PENGANTAR merepresentasikan unit kompetensi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR merepresentasikan unit kompetensi"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi dalam memperebutkan pasar kerja. Berbagai upaya dapat ditempuh, baik melalui pendidikan formal, pelatihan secara berjenjang sampai pada tingkat pemagangan di lokasi proyek atau kombinasi antara pelatihan dan pemagangan, sehingga tenaga kerja mampu mewujudkan standar kinerja yang dipersyaratkan ditempat kerja. Untuk meningkatkan kompetensi tersebut, Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi yang merupakan salah satu institusi pemerintah yang ditugasi untuk melakukan pembinaan kompetensi, secara bertahap menyusun standar-standar kompetensi kerja yang diperlukan oleh masyarakat jasa konstruksi. Kegiatan penyediaan kompetensi kerja tersebut dimulai dengan analisa kompetensi dalam rangka menyusun suatu standar kompetensi kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kompetensi tenaga kerja di bidang Jasa Konstruksi yang bertugas sesuai jabatan kerjanya sebagaimana dituntut dalam Undang-Undang No. 18 tahun 1999, tentang Jasa Konstruksi dan peraturan pelaksanaannya. Sebagai alat untuk mengukur kompetensi tersebut, disusun dan dibakukan dalam bentuk SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang unit-unit kompetensinya dikembangkan berdasarkan pola RMCS (Regional Model Competency Standard). Dari standar kompetensi tersebut, pengembangan dilanjutkan menyusun Standar Latih Kompetensi, Materi Uji Kompetensi, serta Materi Pelatihan yang berbasis kompetensi. Modul / Materi Pelatihan : TRE 05 / Perencanaan Penempatan Alat Pengendali Lalu Lintas (traffic control devices), merepresentasikan unit kompetensi : Merencanakan penempatan alat pengendali lalu lintas (traffic control devices) untuk memberikan petunjuk bagi pengguna jalan dengan elemen-elemen kompetensi terdiri dari : 1. Merencanakan pemasangan marka jalan dan penempatan rambu lalu lintas 2. Merencanakan penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas 3. Merencanakan pengaturan arus lalu lintas dalam pelaksanaan pekerjaan jalan i

2 Uraian penjelasan bab per bab dan pencakupan materi latih ini merupakan representasi dari elemen-elemen kompetensi tersebut, sedangkan setiap elemen kompetensi dianalisis kriteria unjuk kerjanya sehingga materi latih ini secara keseluruhan merupakan penjelasan dan penjabaran dari setiap kriteria unjuk kerja untuk menjawab tuntutan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dipersyaratkan pada indikator-indikator kinerja/ keberhasilan yang diinginkan dari setiap KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dari masing-masing elemen kompetensinya. Modul ini merupakan salah satu sarana dasar yang digunakan dalam pelatihan sebagai upaya meningkatkan kompetensi seorang pemangku jabatan kerja seperti tersebut diatas, sehingga masih diperlukan materi-materi lainnya untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan setiap jabatan kerja. Disisi lain, modul ini sudah barang tentu masih terdapat kekurangan dan keterbatasan, sehingga diperlukan adanya perbaikan disana sini dan kepada semua pihak kiranya kami mohon sumbangan saran demi penyempurnaan kedepan. Jakarta, Oktober 2007 KEPALA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI Ir. DJOKO SUBARKAH, Dipl.HE NIP. : ii

3 PRAKATA Modul ini berisi bahasan mengenai (traffic control devices). Materi penyusunan modul ini adalah berdasarkan pada perencanaan pemasangan marka jalan dan penempatan rambu lalu lintas, perencanaan penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, dan perencanaan pengaturan arus lalu lintas dalam pelaksanaan pekerjaan jalan Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi materi, sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam rangka penyempurnaan modul ini. Demikian modul ini dipersiapkan untuk membekali seorang AHLI TEKNIK LALU LINTAS (Traffic Engineer) dengan pengetahuan yang berkaitan ; mudah-mudahan modul ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Jakarta, Oktober 2007 Penyusun iii

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i PRAKATA... iii DAFTAR ISI... iv SPESIFIKASI PELATIHAN... vii A. Tujuan Pelatihan... vii B. Tujuan Pembelajaran... vii PANDUAN PEMBELAJARAN... ix A. Kualifikasi Pengajar/Instruktur... ix B. Penjelasan Singkat Modul... ix C. Proses Pembelajaran... x BAB 1 PENDAHULUAN Umum Ringkasan Modul Batasan / Rentang / Variabel Panduan Penilaian Sumber Daya Pembelajaran BAB 2 PERENCANAAN PEMASANGAN MARKA JALAN DAN PENEMPATAN RAMBU LALU LINTAS Umum Lingkup Dan Tujuan Istilah dan Definisi Identifikasi Marka Jalan dan Rambu Lalu Lintas Identifikasi Marka Jalan Identifikasi Jalan dan Rambu Lalu Lintas Material Marka Jalan dan Rambu Lalu Lintas Bahan Marka Jalan Bahan Lalu Lintas Paku Jalan Pemasangan Marka Jalan dan Penempatan Rambu Lalu Lintas iv

5 Pertimbangan dan Perencanaan dan Penempatan Rambu Lalu Lintas Pertimbangan dalam Perencanaan Penempatan Rambu lalu Lintas Pemasangan Marka Jalan Penempatan Rambu Lalu Lintas RANGKUMAN LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI BAB 3 PERENCANAAN PENEMPATAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS Umum Identifikasi Alat Pemberi Isyarat Lalu Llintas Maksud dan Tujuan Kriteria Penempatan Penetapan Jenis Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) Lampu Tiga Warna Lampu Dua Warna Lampu Satu Warna Perencanaan Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas Fungsi APILL Lalu Lintas Belok Kiri Evaluasi Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) RANGKUMAN LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI BAB 4 PERENCANAAN PENGATURAN ARUS LALU LINTAS DALAM PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN Umum Perencanaan Sistem Pergerakan Arus Lalu Lintas dan Lokasi Penempatan Rambu Lalu Lintas Ketentuan Umum Ketentuan Teknis v

6 4.3 Perencanaan Pengalihan Arus Lalu Lintas Pada Jalan Darurat Selama Masa konstruksi Strategi Pengendalian Alat Pengendali Lalu Lintas (Traffic Control Device) Perencanaan Pengalihan arus lalu lintas Pada Rute Jalan Alternatif Selama Masa Konstruksi Strategi Pengendalian Alat Pengendali Lalu lintas (Traffic control Device) RANGKUMAN LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI KUNCI JAWABAN DAFTAR PUSTAKA vi

7 SPESIFIKASI PELATIHAN A. Tujuan Pelatihan Tujuan Umum Pelatihan Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu : Melaksanakan pekerjaan perencanaan lalu lintas untuk keperluan perencanaan umum (planning& programming) dan perencanaan teknis jalan. Tujuan Khusus Pelatihan Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta mampu : 1. Menerapkan ketentuan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK) dan undangundang terkait. 2. Melakukan survai lalu lintas dan prakiraan volume lalu lintas untuk keperluan perencanaan umum (planning& programming) dan perencanaan teknis jalan. 3. Menerapkan prinsip-prinsip dasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia untuk penetapan lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan. 4. Menerapkan prinsip-prinsip dasar persimpangan sebidang atau tidak sebidang 5. Merencanakan penempatan alat pengendali lalu lintas (traffic control devices) untuk memberikan petunjuk bagi pengguna jalan. 6. Membuat laporan rekayasa lalu lintas (traffic engineering). B. Tujuan Pembelajaran Seri / Judul Modul : TRE 05 / (traffic control devices), merepresentasikan unit kompetensi : Merencanakan penempatan alat pengendali lalu lintas (traffic control devices) untuk memberikan petunjuk bagi pengguna jalan. Tujuan Pembelajaran Setelah modul ini dibahas diharapkan peserta : Mampu merencanakan penempatan alat pengendali lalu lintas (traffic control devices) Kriteria Penilaian 1. Kemampuan merencanakan pemasangan marka jalan dan penempatan rambu lalu lintas vii

8 2. Kemampuan merencanakan penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas 3. Kemampuan merencanakan pengaturan arus lalu lintas dalam pelaksanaan pekerjaan jalan viii

9 PANDUAN PEMBELAJARAN A. Kualifikasi Pengajar / Instruktur Instruktur harus mampu mengajar, dibuktikan dengan sertifikat TOT (Training of Trainer) atau sejenisnya. Menguasai substansi teknis yang diajarkan secara mendalam. Konsisten mengacu SKKNI dan SLK Pembelajaran modul-modulnya disertai dengan inovasi dan improvisasi yang relevan dengan metodologi yang tepat. B. Penjelasan Singkat Modul Modul-modul yang diajarkan di program pelatihan ini : No. Kode Judul Modul 1. TRE 01 Penerapan ketentuan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK) dan undang-undang terkait 2. TRE 02 Survai dan prakiraan volume lalu lintas 3. TRE TRE TRE TRE 06 Penetapan lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Penerapan prinsip-prinsip dasar persimpangan sebidang atau tidak sebidang Perencanaan penempatan alat pengendali lalu lintas (traffic control devices) Penyiapan laporan rekayasa lalu lintas (traffic engineering) Sedangkan modul yang akan diuraikan adalah : Seri / Judul : TRE 05 / Perencanaan Penempatan Alat Pengendali Lalu Lintas (traffic control devices) Deksripsi Modul : (traffic control devices) merupakan salah satu modul yang direncanakan untuk membekali Ahli Teknik Lalu Lintas (Traffic Engineer) dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja dalam rangka melaksanakan pekerjaan perencanaan lalu lintas untuk keperluan perencanaan umum (planning& programming) dan perencanaan teknis jalan. ix

10 C. Proses Pembelajaran Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung 1. Ceramah Pembukaan : Menjelaskan Tujuan Pembelajaran. Merangsang motivasi peserta dengan pertanyaan atau pengalaman melakukan koordinasi pengumpulan dan penggunaan data teknis. Waktu : 5 menit. 2. Penjelasan Bab 1 : Pendahuluan. Modul ini merepresentasikan unit kompetensi. Umum Ringkasan Modul Batasan/Rentang Variabel Panduan Penilaian Panduan Pembelajaran Waktu : 30 menit. 3. Penjelasan Bab 2 : Perencanaan Pemasangan Marka Jalan dan Penempatan Rambu Lalu Lintas Umum Identifikasi Marka Jalan dan Rambu Lalu Lintas Material Marka Jalan dan Rambu Lalu Lintas Pemasangan Marka Jalan dan Penempatan Rambu Lalu Lintas Waktu : 75 menit. 4. Penjelasan Bab 3 : Perencanaan Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas Umum Identifikasi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) Mengikuti penjelasan Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas. OHT 1 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. Mencatat hal-hal penting. OHT 2 Mengajukan pertanyaan bila perlu. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. OHT 3 Mencatat hal-hal penting. Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT 4 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. x

11 Penetapan Jenis Alat Pemberi Mencatat hal-hal penting. Isyarat Lalu Lintas (APILL) Mengajukan pertanyaan Perencanaan Penempatan Alat bila perlu. Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) Waktu : 75 menit. 5. Penjelasan Bab 4 : Perencanaan Pengaturan Arus Lalu Lintas dalam Pelaksanaan Pekerjaan Jalan Umum Mengikuti penjelasan Perencanaan Sistem Pergerakan instruktur dengan tekun Arus Lalu Lintas dan Lokasi dan aktif. Penempatan Rambu Lalu Lintas Mencatat hal-hal penting. Perencanaan Pengalihan Arus Lalu Mengajukan pertanyaan OHT 5 Lintas pada Jalan Darurat Selama bila perlu. Masa Konstruksi Perencanaan Pengalihan Arus Lalu Lintas pada Rute Jalan Alternatif Selama Masa Konstruksi Waktu : 75 menit. 6. Rangkuman dan Penutup. Rangkuman Tanya jawab. Penutup. Waktu : 10 menit. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. Mencatat hal-hal penting. Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT 6 xi

12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Modul TRE 05 : (Traffic Control Devices) merepresentasikan salah satu unit kompetensi dari program pelatihan Ahli Teknik Lalu Lintas (Traffic Engineer). Sebagai salah satu unsur, maka pembahasannya selalu memperhatikan unsurunsur lainnya, sehingga terjamin keterpaduan dan saling mengisi tetapi tidak terjadi tumpang tindih (overlapping) terhadap unit-unit kompetensi lainnya yang direpresentasikan sebagai modul-modul yang relevan. Adapun Unit Kompetensi untuk mendukung kinerja efektif yang dipersyaratkan sebagai Ahli Teknis Lalu Lintas adalah : No. Kode Unit Unit Kompetensi I. Kompetensi Umum 1. INA Menerapkan ketentuan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK) dan undang-undang terkait II. Kompetensi Inti 1. INA Melakukan survai lalu lintas dan prakiraan volume lalu lintas untuk keperluan perencanaan umum (planning & programming) dan perencanaan teknis jalan 2. INA Menerapkan prinsip-prinsip dasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia untuk penetapan lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan 3. INA Menerapkan prinsip-prinsip dasar persimpangan sebidang atau tidak sebidang 4. INA Merencanakan penempatan alat pengendali lalu lintas (traffic control devices) untuk memberikan petunjuk bagi pengguna jalan 5. INA Membuat laporan rekayasa lalu lintas (traffic engineering) III. Kompetensi Pilihan - 1-1

13 1.2 Ringkasan Modul Ringkasan modul ini disusun konsisten dengan tuntutan atau isi kompetensi ada judul unit, deskripsi unit, elemen kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dengan uraian sebagai berikut : A. Unit Kompetensi Modul Unit Kompetensi yang akan disusun adalah sebagai berikut : KODE UNIT : INA JUDUL UNIT : Merencanakan penempatan alat pengendali lalu lintas (traffic control devices) untuk memberikan petunjuk bagi pengguna jalan DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang diperlukan dalam merencanakan penempatan alat pengendali lalu lintas (traffic control devices) untuk memberikan petunjuk bagi pengguna jalan. B. Elemen Kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) Elemen Kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) terdiri dari : 1. Elemen Kompetensi : Merencanakan Pemasangan Marka Jalan Dan Penempatan Rambu Lalu Lintas, direpresentasikan pada modul berjudul : Bab 2 Perencanaan Pemasangan Marka Jalan Dan Penempatan Rambu Lalu Lintas. Uraian rinci KUK (Kriteria Unjuk Kerja) adalah sebagai berikut : 1.1 Marka jalan dan rambu lalu lintas diidentifikasi sesuai kebutuhan. 1.2 Material marka jalan dan rambu lalu lintas ditentukan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. 1.3 Pemasangan marka jalan dan penempatan rambu lalu lintas direncanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Elemen Kompetensi : Merencanakan Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, direpresentasikan pada modul berjudul : Bab 3 Perencanaan Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas. Uraian rinci KUK (Kriteria Unjuk Kerja) adalah sebagai berikut : 1-2

14 2.1 Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas diidentifikasi sesuai kebutuhan 2.2 Jenis Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ditentukan sesuai dengan persyaratan yang berlaku 2.3 Pemasangan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas direncanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku 3. Elemen Kompetensi : Merencanakan Pengaturan Arus Lalu Lintas Dalam Pelaksanaan Pekerjaan Jalan, direpresentasikan pada modul berjudul : Bab 4 Perencanaan Pengaturan Arus Lalu Lintas Dalam Pelaksanaan Pekerjaan Jalan. Uraian rinci KUK (Kriteria Unjuk Kerja) adalah sebagai berikut : 3.1 Sistem pergerakan arus lalu lintas dan lokasi penempatan rambu lalu lintas direncanakan sesuai dengan pelaksanaan pekerjaan jalan. 3.2 Pengalihan arus lalu lintas pada jalan darurat selama masa konstruksi direncanakan sesuai dengan pelaksanaan pekerjaan jalan. 3.3 Pengalihan arus lalu lintas pada rute jalan alternatif selama masa konstruksi direncanakan sesuai dengan pelaksanaan pekerjaan jalan. Penulisan dan uraian rinci modul selalu konsisten mengacu kepada masing-masing Elemen Kompetensi, KUK (Kriteria Unjuk Kerja), dan analisis IUK (Indikator Kinerja / Keberhasilan). IUK (Indikator Unjuk Kerja / Keberhasilan) adalah dasar dari tolok ukur penilaian, sehingga modul pelatihan berbasis kompetensi perlu menguraikan secara rinci pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang mendukung terwujudnya IUK, dan dapat dipergunakan untuk melatih tenaga kerja dengan hasil yang jelas, lugas dan terukur. 1.3 Batasan / Rentang Variabel Batasan / rentang variabel adalah ruang lingkup atau situasi dimana KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat diterapkan. Mendefinisikan situasi dari unit kompetensi dan memberikan informasi lebih jauh tentang tingkat otonomi perlengkapan dan materi yang mungkin digunakan dan mengacu kepada syarat-syarat yang ditetapkan termasuk peraturan dan produk atau jasa yang dihasilkan. 1-3

15 1.3.1 Batasan / Rentang Variabel Unit Kompetensi Batasan / rentang variabel untuk unit kompetensi ini adalah sebagai berikut : 1. Kompetensi ini diterapkan dalam satuan kerja berkelompok; 2. Tersedia spesifikasi material dan manual pemasangan marka jalan, rambu lalu lintas, dan alat pemberi isyarat lalu lintas; 3. Tersedia data pergerakan kendaraan dan rute jalan alternatif untuk merencanakan pengaturan lalu lintas dalam pelaksanaan pekerjaan jalan Batasan / Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan Batasan / rentang variabel untuk pelaksanaan pelatihan adalah sebagai berikut : 1. Seleksi calon peserta dievaluasi dengan kompetensi prasyarat yang tertuang dalam SLK (Standar Latih Kompetensi) dan apabila terjadi kondisi peserta kurang memenuhi syarat, maka proses dan waktu pelaksanaan latihan disesuaikan dengan kondisi peserta, namun tetap mengacu kepada tercapainya tujuan pelatihan dan tujuan pembelajaran; 2. Persiapan pelaksanaan pelatihan termasuk prasarana dan sarana sudah mantap; 3. Proses pembelajaran teori dan praktek dilaksanakan hingga tercapainya kompetensi minimal yang dipersyaratkan; 4. Penilaian dan evaluasi hasil pembelajaran didukung juga dengan batasan / rentang variabel yang dipersyaratkan dalam unit kompetensi. 1.4 Panduan Penilaian Untuk membantu menginterpretasikan dan menilai unit kompetensi dengan mengkhususkan petunjuk nyata yang perlu dikumpulkan untuk memperagakan kompetensi sesuai tingkat kecakapan yang digambarkan dalam setiap kriteria unjuk kerja yang meliputi : Pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk seseorang dinyatakan kompeten pada tingkatan tertentu. Ruang lingkup pengujian menyatakan dimana, bagaimana dan dengan metode apa pengujian seharusnya dilakukan. Aspek penting dari pengujian menjelaskan hal-hal pokok dari pengujian dan kunci pokok yang perlu dilihat pada waktu pengujian. 1-4

16 1.4.1 Acuan Penilaian berdasarkan SKKNI Adapun acuan untuk melakukan penilaian yang tertuang dalam SKKNI adalah sebagai berikut : A. Pengetahuan, Keterampilan, dan Sikap Kerja Pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja untuk mendemonstrasikan unit kompetensi ini terdiri dari : 1. Pemahaman terhadap ketentuan-ketentuan dan atau persyaratanpersyaratan yang berkaitan dengan: - Kebutuhan marka jalan, rambu lalu lintas, dan alat pemberi isyarat lalu lintas, - Material marka jalan, rambu lalu lintas, dan alat pemberi isyarat lalu lintas, - Metode pemasangan marka jalan, rambu lalu lintas, dan alat pemberi isyarat lalu lintas, - Sistem pergerakan kendaraan dalam pelaksanaan pekerjaan jalan; 2. Penerapan data dan informasi tersebut butir 1 untuk keperluan perencanaan pengaturan lalu lintas dalam pelaksanaan pekerjaan jalan; 3. Cermat, teliti, tekun, obyektif, dan konsisten dalam merencanakan pengaturan lalu lintas untuk pelaksanaan pekerjaan jalan. B. Konteks Penilaian Konteks Penilaian terdiri dari : 1. Unit ini dapat dinilai di dalam maupun di luar tempat kerja yang menyangkut pengetahuan teori 2. Penilaian harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja / perilaku. 3. Unit ini harus didukung oleh serangkaian metode untuk menilai pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam Materi Uji Kompetensi (MUK). 1-5

17 C. Aspek Penilaian Aspek penting penilaian terdiri dari : 1. Kemampuan memahami kebutuhan, spesifikasi material, metode pemasangan marka jalan, rambu lalu lintas, dan alat pemberi isyarat lalu lintas; 2. Kemampuan memahami sistem pergerakan kendaraan dalam pelaksanaan pekerjaan jalan; 3. Ketelitian dan kecermatan dalam merencanakan pemasangan marka jalan, rambu lalu lintas, dan alat pemberi isyarat lalu lintas Kualifikasi Penilai Kualifikasi penilai terdiri dari : 1. Penilai harus kompeten paling tidak tentang unit-unit kompetensi sebagai assesor (penilai) antara lain : merencanakan penilaian, melaksanakan penilaian, dan mengkaji ulang / review penilaian serta dibuktikan dengan sertifikat assesor. 2. Penilai juga harus kompeten tentang teknis substansi dari unit-unit yang akan didemonstrasikan dan bila ada syarat-syarat industri perusahaan lainnya muncul, penilai bisa disyaratkan untuk : Mengetahui praktek-praktek / kebiasaan industri / perusahaan yang ada sekarang dalam pekerjaan atau peranan yang kinerjanya sedang dinilai. Mempraktekkan kecakapan inter-personal seperlunya yang diperlukan dalam proses penilaian. 3. Apabila terjadi kondisi Penilai (assesor) kurang menguasai subtansi teknis, maka dapat mengambil langkah untuk menggunakan penilai yang memenuhi syarat dari berbagai konteks tempat kerja dan lembaga, industri, atau perusahaan. Opsi-opsi tersebut termasuk : Penilai di tempat kerja yang kompeten teknis substansial yang relevan dan dituntut memiliki pengetahuan tentang praktek-praktek / kebiasaan industri / perusahaan yang ada sekarang. 1-6

18 Suatu panel penilai yang didalamnya termasuk paling sedikit satu orang yang kompeten dalam kompetensi subtansial yang relevan. Pengawas tempat kerja dengan kompetensi dan pengalaman subtansial yang relevan yang disarankan oleh penilai eksternal yang kompeten menurut standar penilai. Opsi-opsi ini memang memerlukan sumber daya dan khususnya penyediaan dana yang lebih besar (mahal). Ikhtisar (gambaran umum) tentang proses untuk mengembangkan sumber daya penilaian berdasar pada Standar Kompetensi Kerja (SKK) perlu dipertimbangkan untuk mengembangkan mekanisme pada proses tersebut. Sumber daya penilaian harus divalidasi untuk menjamin bahwa penilai dapat mengumpulkan informasi yang cukup, valid dan terpercaya untuk membuat keputusan penilaian berdasar standar kompetensi. Kompeten KOMPETENSI ASESOR Memiliki Kompetensi Assessment Memiliki Kompetensi bidang Subtansi Penilaian Mandiri Penilaian mandiri merupakan suatu upaya untuk mengukur kapasitas kemampuan peserta pelatihan terhadap penguasaan substansi materi pelatihan yang sudah dibahas dalam proses pembelajaran teori maupun praktek. Penguasaan substansi materi diukur dengan IUK (Indikator Unjuk Kerja / Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja), dimana IUK merupakan hasil analisis dari setiap KUK yang dipergunakan untuk menyusun kurikulum silabus pelatihan. Bentuk penilaian mandiri antara lain : 1-7

19 A. Pertanyaan dan Kunci Jawaban Pertanyaan adalah ukuran kemampuan apa saja yang telah dikuasai untuk mewujudkan KUK (Kriteria Unjuk Kerja), dan dilengkapi dengan Kunci Jawaban sebagai IUK (Indikator Unjuk Kerja / Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja). B. Tingkat Keberhasilan Peserta Pelatihan Dari penilaian mandiri akan terungkap tingkat keberhasilan peserta pelatihan dalam mengikuti proses pembelajaran. Apabila tingkat keberhasilan peserta rendah, perlu evaluasi terhadap : 1. Peserta pelatihan, terutama tentang pemenuhan kompetensi prasyarat dan ketekunan serta kemampuan mengikuti proses pembelajaran. 2. Materi / modul pelatihan, apakah sudah mengikuti dan konsisten mengacu kepada Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi, KUK (Kriteria Unjuk Kerja), maupun IUK (Indikator Unjuk Kerja / Keberhasilan) 3. Instruktur / fasilitator, apakah konsisten dengan materi / modul yang sudah valid mengacu kepada Unit Kompetensi beserta unsurunsurnya yang diwajibkan untuk dibahas dengan metodologi yang tepat. 4. Mungkin juga karena penyelenggaraan pelatihannya atau sebab lain. 1.5 Sumber Daya Pembelajaran Sumber daya pembelajaran terdiri dari : A. Sumber daya pembelajaran teori : OHT dan OHP (Over Head Projector) atau LCD dan Lap top. Ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya. Materi pembelajaran. B. Sumber daya pembelajaran praktek : PC, lap top atau kalkulator bagi yang tidak familiar dengan komputer. Alat tulis, kertas dan lain-lain yang diperlukan untuk membantu peserta pelatihan dalam menghitung dan merencanakan bangunan atas jembatan. 1-8

20 C. Tenaga kepelatihan, instruktur, assesor, dan tenaga pendukung penyelenggaraan yang betul-betul kompeten. 1-9

21 BAB 2 PERENCANAAN PEMASANGAN MARKA JALAN DAN PENEMPATAN RAMBU LALU LINTAS 2.1 Umum Lingkup dan Tujuan Marka jalan dan rambu lalu lintas merupakan salah satu alat pengendali lalu lintas yang diperlukan oleh pengguna jalan dan berfungsi sebagai penuntun, pengarah, pemberi peringatan atau larangan untuk kelancaran, ketertiban, keamanan dan keselamatan lalu lintas di jalan. Marka jalan dan rambu lalu lintas akan membantu para pengguna jalan sehingga merasa lebih aman, nyaman, mantap, dan memiliki kepastian dalam mengemudi. Mengingat pentingnya marka jalan dan rambu lalu lintas, maka diperlukan suatu perencanaan marka jalan dan rambu lalu lintas untuk keperluan perencanaan teknis jalan. Perencanaan marka jalan dan rambu lalu lintas ini diterapkan dalam perencanaan ruas serta persimpangan jalan baik pada jalan dalam kota maupun jalan luar kota. Sesuai ketentuan penyelenggaraan SK Menteri Perhubungan No. 60 tahun 1993, setiap usulan implementasi marka dan rambu baru harus dikonsultasikan dan mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat atau Dinas yang memiliki kewenangan pembinaan perhubungan di daerah. Marka jalan dan rambu lalu lintas dikelompokkan menurut fungsinya, bentuk dan ukuran, penggunaan serta penempatannya Istilah dan Definisi No. Istilah Definisi 1. Marka jalan Suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan jalan berupa peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong serta lambang lainnya yang 2-1

22 berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas 2. Marka membujur Marka yang sejajar dengan sumbu jalan 3. Marka melintang Marka yang tegak lurus terhadap sumbu jalan 4. Marka serong Marka berbentuk garis utuh membentuk sudut < 90 terhadap lajur lalu lintas untuk menyatakan suatu daerah permukaan jalan yang bukan merupakan jalur lalu lintas kendaraan 5. Marka lambing Marka yang mengandung arti tertentu untuk menyatakan peringatan, perintah dan larangan untuk melengkapi atau menegaskan maksud yang telah disampaikan oleh rambu atau tanda lalu lintas lainnya 6. Jalur Bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan 7. Lajur` Bagian jalur yang memanjang, dengan atau tanpa marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda motor 8. Bingkai jalan Batas bahu jalan yang pada umumnya terletak pada sisi kanan atau kiri badan jalan 9. Pulau lalu lintas Bagian jalan yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan, dapat berupa tanda permukaan jalan yang ditandai dengan marka atau bagian jalan yang ditinggikan 10. Garis utuh atau solid Garis tidak terputus, memiliki panjang garis dan selang antara (interval) yang konsisten 11. Rambu Salah satu dari perlengkapan jalan, berupa lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan diantaranya sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pengguna jalan 2-2

23 12. Daun rambu Pelat aluminium atau bahan logam lainnya tempat ditempelkan/dilekatkannya rambu 13. Papan tambahan Papan yang dipasang di bawah daun rambu yang memberikan penjelasan lebih lanjut dari suatu rambu 14. Rambu larangan Rambu yang digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pengguna jalan 15. Rambu peringatan Rambu yang digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan ada bahaya atau tempat berbahaya di bagian jalan di depannya 16. Rambu perintah Rambu yang digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh pengguna jalan 17. Rambu petunjuk Rambu yang digunakan untuk meyatakan petunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi, kota, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pengguna jalan 2.2 Identifikasi Marka Jalan dan Rambu Lalu Lintas Identifikasi Marka Jalan Marka jalan yang efektif harus memenuhi hal-hal berikut : 1. Marka jalan yang melekat pada perkerasan jalan harus memiliki ketahanan permukaan yang memadai. 2. Penempatan marka jalan dan rambu lalu lintas harus diperhitungkan untuk dapat meningkatkan keselamatan lalu lintas. Pengaturan dengan marka jalan dan rambu lalu lintas harus diupayakan untuk mampu memberikan perlindungan pada pengguna jalan yang lebih lemah, seperti sepeda dan pejalan kaki. 2-3

24 3. Marka jalan dan rambu lalu lintas yang dipasang harus memiliki keseragaman dan konsistensi yang mudah untuk ditafsirkan oleh pemakai jalan. 4. Pada jalan tanpa penerangan, marka jalan dan rambu lalu lintas harus mampu memantulkan sinar lampu kendaraan sehingga terlihat jelas oleh pengemudi pada saat gelap. 5. Permukaan marka jalan tidak boleh licin dan tidak boleh menonjol lebih dari 6 milimeter di atas permukaan jalan Identifikasi Rambu Lalu Lintas Rambu lalu lintas yang efektif harus memenuhi hal-hal berikut : 1. Memenuhi kebutuhan. 2. Menarik perhatian dan mendapat respek pengguna jalan. 3. Memberikan pesan yang sederhana dan mudah dimengerti. 4. Menyediakan waktu cukup kepada pengguna jalan dalam memberikan respon. 2.3 Material Marka Jalan dan Rambu Lalu Lintas Bahan Marka Jalan Bahan marka jalan harus memenuhi hal-hal berikut : 1. Kualitas bahan marka jalan harus mengacu pada SNI No tentang spesifikasi cat marka jalan 2. Pembuatan marka jalan dapat menggunakan bahan-bahan sebagai berikut : a. cat; b. thermoplastik; c. pemantul cahaya (reflectorization); d. marka terpabrikasi (prefabricated marking); e. resin yang diterapkan dalam keadaan dingin (cold applied resin based markings). 3. Seluruh jenis marka berwarna putih, kecuali untuk marka larangan parkir yang diharuskan mengikuti ketentuan sebagai berikut : 2-4

25 a. Warna Kuning berupa garis utuh pada bingkai jalan yang menyatakan dilarang berhenti pada daerah tersebut. b. Marka membujur berwarna kuning berupa garis putus-putus pada bingkai jalan yang menyatakan dilarang parkir pada daerah tersebut. c. Marka berupa garis berbiku-biku berwarna kuning pada sisi jalur lalu lintas yang menyatakan dilarang parkir pada jalan tersebut Bahan Rambu Lalu LintasPaku jalan Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. 116/AJ.404/DRJD/97 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Perlengkapan Jalan, maka spesifikasi teknis rambu lalu lintas dapat ditinjau dari aspek daun rambu, tiang rambu dan pondasi. Sedangkan daun rambu terdiri dari lembaran daun rambu dan lembaran reflektif (reflective sheeting). Efektifitas fungsi rambu ditentukan oleh kualitas dari lembaran reflektifnya yang mempunyai sifat retroreflektive dan daya lekat lapisan perekatnya (adhesive layer). Sifat retroreflektive artinya mampu memancarkan kembali cahaya yang diterima ke sumber cahaya dengan sudut tertentu. Struktur bahan material retroreflektive adalah sebagaimana ditunjukan dalam gambar potongan melintang berikut (diperbesar dari ukuran sebenarnya yang berkisar antara 0,3 0,5 mm) : Gambar 2.1 Struktur material retroaktif 2-5

26 Adapun komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Surface film merupakan lapisan pelindung glassbeads, reflecting layer yang dibuat dari bahan transparant berwarna ataupu tidak bersifat tahan air dan fleksibel. 2. Glassbead merupakan bahan dengan butiran-butiran kaca transparan yang mempunyai index refraksi tinggi. 3. Binder merupakan bahan pengikat antara glassbead dengan lapisan relecting (reflecting layer) dengan kualitas bahan terbaik dan tahan air. 4. Pigment merupakan bahan yang dicampur pada surface film atau binder dan tidak mudah luntur. 5. Reflecting layer merupakan bahan dengan daya pantul tinggi untuk memberikan pantulan yang konstan. 6. Adhesive layer merupakan lapisan untuk dilekatkannya lembaran retroreflective ke bahan lain. Bahannya harus yang tahan karat dan anti air. Pemasangan lapisan perekat ini dapat dilakukan dengan tekanan (pressure) cara dingin atau dengan tekanan (pressure) panas. 7. Separate paper merupakan bahan untuk melindungi lapisan perekat dan lembaran retroreflective. Harus mudah dikelupas tanpa menggunakan air atau larutan lain. 2.4 Pemasangan Marka Jalan dan Penempatan Rambu Lalu Lintas Pertimbangan Dalam Perencanaan Dan Pemasangan Marka Jalan A. Kondisi Perkerasan Jalan Dan Bahu Jalan Marka jalan sebaiknya tidak dipasang pada jalan-jalan yang kondisi perkerasannya buruk atau direncanakan untuk direhabilitasi dalam jangka pendek. 2-6

27 B. Kondisi Lingkungan Jalan Pemilihan bahan dan penerapan marka jalan dan rambu lalu lintas perlu memperhitungkan kondisi lingkungan, seperti temperatur, curah hujan, dan kelembaban permukaan jalan sehingga marka jalan dapat bertahan sesuai dengan usia rencana. C. Kondisi Dan Karakteristik Lalu Lintas Perencanaan dan pelaksanaan marka jalan perlu memperhitungkan kecepatan, jenis dan kelompok kendaraan yang dominan pada ruas dimana marka jalan akan dipasang sehingga penempatan marka jalan dapat secara efektif memberikan arahan sesuai kondisi lalu lintas yang diinginkan perencana. D. Aspek Keselamatan, Keamanan, Ketertiban, Dan Kelancaran Lalu Lintas Pemasangan marka jalan harus mengikuti ketentuan keselamatan kerja yang berlaku, termasuk penggunaan rambu-rambu kerja. Selain itu, pemasangan marka jalan sebaiknya memperhitungkan keadaan lalu lintas sehingga tidak mengganggu kelancaran lalu lintas Pertimbangan dalam Perencanaan dan Penempatan Rambu Lalu Lintas A. Keseragaman Bentuk Dan Ukuran Rambu Keseragaman dalam alat kontrol lalu lintas memudahkan tugas pengemudi untuk mengenal, memahami dan memberikan respon. Konsistensi dalam penerapan bentuk dan ukuran rambu akan menghasilkan konsistensi persepsi dan respon pengemudi. B. Desain Rambu Warna, bentuk, ukuran, dan tingkat retrorefleksi yang memenuhi standar akan menarik perhatian pengguna jalan, mudah dipahami dan memberikan waktu yang cukup bagi pengemudi dalam memberikan respon. 2-7

28 C. Lokasi Rambu Lokasi rambu berhubungan dengan pengemudi sehingga pengemudi yang berjalan dengan kecepatan normal dapat memiliki waktu yang cukup dalam memberikan respon. D. Operasi Rambu Rambu yang benar pada lokasi yang tepat harus memenuhi kebutuhan lalu lintas dan diperlukan pelayanan yang konsisten dengan memasang rambu yang sesuai kebutuhan. E. Pemeliharaan Rambu Pemeliharaan rambu diperlukan agar rambu tetap berfungsi baik Pemasangan Marka Jalan A. Marka Membujur Marka ini hanya berlaku untuk jalan dengan lebar perkerasan lebih dari 4,50 meter, yang terdiri atas : 1. Marka garis tepi perkerasan jalan Marka ini berupa garis utuh yang dipasang membujur pada bagian tepi perkerasan tanpa kereb. Marka tepi perkerasan jalan berfungsi sebagai batas jalur lalu lintas bagian tepi perkerasan. Gambar 2.2 Marka membujur garis tepi perkerasan jalan 2. Marka garis marginal Marka membujur garis utuh yang ditempatkan pada bagian tepi perkerasan yang dilengkapi dengan kereb. Marka jalan ini berfungsi sebagai batas bingkai jalan bagian tepi perkerasan. 2-8

29 Gambar 2.3 Marka membujur garis marjinal 3. Marka garis pendekat Marka membujur garis utuh yang ada sebelum adanya halangan atau pulau lalu lintas. Marka jalan ini berfungsi sebagai tanda bahwa arus lalu lintas atau kendaraan mendekati halangan atau pulau lalu lintas. Gambar 2.4 Marka membujur garis pendekat 4. Marka garis pengarah Marka membujur garis utuh yang dipasang sebelum persimpangan sebagai pengganti marka garis putus-putus pemisah arah lajur. Marka jalan ini berfungsi sebagai pengarah lalu lintas pada persimpangan sebidang. Gambar 2.5 Marka membujur garis pengarah 2-9

30 5. Marka garis larangan Marka membujur garis utuh pada daerahj tertentu atau tikungan dengan jarak pandang terbatas. Marka jalan ini berfungsi sebagai tanda larangan bagi kendaraan untuk tidak melewati marka garis ini karena jarak pandang yang terbatas seperti di tikungan, lereng bukit, atau pada bagian jalan yang sempit. Gambar 2.6 Marka membujur garis larangan menyiap 6. Marka membujur garis putus-putus a. Marka garis sumbu dan pemisah Marka membujur garis putus-putus berfungsi sebagai marka garis sumbu atau tanda pemisah lajur. - Kecepatan lalu lintas kurang dari 60 km/jam Gambar 2.8 Marka membujur garis sumbu untuk kecepatan di bawah 60 km/jam - Kecepatan lalu lintas lebih dari 60 km/jam Gambar 2.9 Marka membujur garis sumbu untuk kecepatan di atas 60 km/jam 2-10

31 3. Marka membujur garis ganda a. Marka garis ganda putus-putus dengan garis utuh Marka ini mengindikasikan bahwa : - Lalu lintas yang berada pada sisi garis putus-putus dapat melintasi garis ganda tersebut - Lalu lintas yang berada pada sisi garis utuh dilarang melintasi garis ganda tersebut Gambar 2.10 Marka membujur garis ganda putus-putus dan garis utuh b. Marka garis ganda putus-putus Marka ini berbentuk garis ganda putus-putus yang sejajar. Marka ini berfungsi sebagai pemisah jalur lalu lintas. Gambar 2.11 Marka membujur garis ganda putus-putus c. Marka garis ganda utuh Marka ini bebentuk garis ganda utuh yang sejajar. Marka ini berfungsi sebagai pemisah jalur lalu lintas yang tidak boleh dilewati kendaraan atau sebagai pengganti median jalan. 2-11

32 Gambar 2.12 Marka membujur garis ganda utuh B. Marka melintang 1. Marka melintang garis utuh Marka ini berupa garis utuh melintang pada perkerasan jalan di perimpangan atau daerah penyeberangan pejalan kaki. Marka ini berfungsi sebagai batas berhenti bagi kendaraan yang diwajibkan oleh alat pemberi isyarat lalu lintas atau rambu larangan. Gambar 2.13 Marka melintag garis utuh Gambar 2.13 Marka melintang garis stop dan marka lambang stop 2. Marka melintang garis putus-putus Marka ini berupa garis ganda putus-putus pada pertemuan jalan mayor dengan minor yang tidak dilengkapi lampu lalu lintas (APILL). Marka ini berfungsi sebagai batas berhenti kendaraan sewaktu 2-12

33 mendahulukan kendaraan lain apabila tidak dilengkapi dengan rambu larangan. Gambar 2.14 Marka melintang garis stop putus-putus C. Marka Serong Marka serong terdiri dari : 1. Marka serong dengan bingkai atau CHEVRON, yaitu marka serong yang berfungsi sebagai pemberitahuan awal atau akhir pemisah jalan, pengarah lalu lintas, dan kendaraan akan mendekati pulau lalu lintas. 2. Marka bingkai garis serong menyatakan larangan bagi kendaraan melintas di atas bagian jalan yang diberi tanda. Marka ini berfungsi sebagai pemberitahuan awal atau akhir pemisah jalan, pengarah lalu lintas, dan adanya pulau lalu lintas di depan. 2-13

34 Gambar 2.15 Marka serong D. Marka Lambang Marka lambang dipergunakan untuk mengulangi maksud rambu lalu lintas atau untuk memberitahu pengguna jalan yang tidak dapat dinyatakan dengan rambu lalu lintas. Marka ini berfungsi sebagai pengarah jalur bagi lalu lintas. Gambar 2.16 Marka lambang panah sebagai pengarah jalur lalu lintas E. Marka Tulisan Marka ini berupa huruf pada perkerasan jalan yang melintang tegak lurus arah lalu lintas. Marka ini berfungsi untuk mempertegas penggunaan 2-14

35 ruang jalan, memperingatkan pengguna jalan atau menuntun pengguna jalan. Gambar 2.17 Marka tulisan Penempatan Rambu Lalu Lintas 1. Rambu Larangan Rambu larangan digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pengguna jalan. Warna dasar rambu larangan berwarna putih dan lambang atau tulisan bewarna hitam atau merah. Gambar 2.18.Rambu larangan Gambar 2.19 Penempatan rambu larangan 2-15

36 2. Rambu Peringatan Rambu peringatan digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan ada bahaya atau tempat berbahaya di depan pengguna jalan. Warna dasar rambu peringatan berwarna kuning dengan lambang atau tulisan berwarna hitam. Gambar 2.20 Rambu peringatan Rambu peringatan ditempatkan pada sisi jalan sebelum tempat atau bagian jalan yang berbahaya dengan jarak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Gambar 2.21 Penempatan rambu peringatan 3. Rambu Perintah Rambu perintah digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh pengguna jalan Warna dasar rambu perintah berwarna biru dan lambang atau tulisan berwarna putih. 2-16

37 Gambar Rambu perintah Gambar 2.23 Penempatan rambu perintah 4. Rambu Petunjuk Rambu petunjuk digunakan untuk meyatakan petunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi, kota, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pengguna jalan Warna dasar rambu petunjuk berwarna biru atau hijau atau coklat dengan tulisan berwarna putih Gambar 2.24 Rambu petunjuk 2-17

38 Gambar 2.25 Penempatan rambu petunjuk 2-18

39 RANGKUMAN a. Identifikasi Marka Jalan dan Rambu Lalu Lintas yang ditulis dalam modul ini digunakan untuk menjelaskan Perencanaan Pemasangan Marka Jalan dan Penempatan Rambu Lalu Lintas b. Material Marka Jalan dan Rambu Lalu Lintas yang ditulis dalam modul ini digunakan untuk menjelaskan Perencanaan Pemasangan Marka Jalan dan Penempatan Rambu Lalu Lintas c. Pemasangan Marka Jalan dan Penempatan Rambu Lalu Lintas yang ditulis dalam modul ini digunakan untuk menjelaskan Perencanaan Pemasangan Marka Jalan dan Penempatan Rambu Lalu Lintas 2-19

40 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar / instruktur, maka pertanyaan di bawah perlu dijawab secara cermat, tepat, dan terukur. Kode / Judul Unit Kompetensi : INA : Merencanakan penempatan alat pengendali lalu lintas (traffic control devices) untuk memberikan petunjuk bagi pengguna jalan SOAL : No. Elemen Kompetensi, KUK (Kriteria Unjuk Kerja) Pertanyaan Ya Tdk Jawaban Apabila Ya, sebutkan butirbutir kemampuan saudara 2. Merencanakan pemasangan marka jalan dan penempatan rambu lalu lintas 2.1 Marka jalan dan rambu lalu lintas diidentifikasi sesuai kebutuhan 2.1 Apakah Anda mampu mengidentifikasi marka jalan dan rambu lalu lintas sesuai kebutuhan? a... b... c Material marka jalan dan rambu lalu lintas ditentukan sesuai dengan persyaratan yang berlaku 2.2 Apakah Anda mampu menetapkan material marka jalan dan rambu lalu lintas sesuai dengan persyaratan yang berlaku? a... b... c Pemasangan marka jalan dan penempatan rambu lalu lintas direncanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku 2.3 Apakah Anda mampu merencanakan pemasangan marka jalan dan penempatan rambu lalu lintas sesuai dengan ketentuan yang berlaku? a... b... c

41 Perencanaan Penempatan Alat Pengendali lalu Lintas BAB 3 PERENCANAAN PENEMPATAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS 3.1 Umum Tujuan dari penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) sebagai fasilitas perlengkapan jalan adalah untuk meningkatkan keselamatan jalan dan menyediakan pergerakan yang teratur terhadap pengguna jalan. Fasilitas perlengkapan jalan memberi informasi kepada pengguna jalan tentang peraturan dan petunjuk yang diperlukan untuk mencapai arus lalu lintas yang selamat, seragam dan beroperasi dengan efisien. 3.2 Identifikasi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) Maksud Dan Tujuan A. Tujuan pemasangan APILL pada suatu persimpangan adalah untuk mengatur arus lalu lintas. Persimpangan dengan APILL merupakan peningkatan dari persimpangan biasa (tanpa APILL) dimana berlaku suatu aturan prioritas tertentu yaitu mendahulukan lalu lintas dari arah kiri. B. Pengaturan lalu lintas di persimpangan dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) dimaksudkan untuk keperluan sebagai berikut : 1. Perencanaan Data yang diberikan : Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) Tugas : Menentukan tipe dan tata letak sistem pengaturan lalu lintas Contoh : a. Penentuan tata letak Persimpangan dan penentuan fase Persimpangan dengan kebutuhan lalu lintas yang diberikan b. Perbandingan dengan moda pengaturan dan tipe fasilitas lalu lintas yang lain seperti pengaturan tanpa APILL, bundaran, dll. 2. Desain Data yang diberikan : Tata letak dan arus lalu lintas (harian atau perjam) 3-1

42 Perencanaan Penempatan Alat Pengendali lalu Lintas Tugas : Menentukan rekomendasi desain Contoh : a. Pengaturan dengan APILL b. Perbaikan dan Persimpangan dengan APILL yang ada, seperti fase APILL yang baru dan perubahan desain Mulut Persimpangan c. Desain Persimpangan dengan APILL 3. Operasi Data yang diberikan : Disain Geometrik, fase APILL dan arus lalu lintas dalam jam Tugas : Menghitung pengaturan waktu dan kapasitas Contoh : Memperkirakan kapasitas yang tersedia dan kebutuhan perbaikan kapasitas dan/atau perubahan fase APILL sebagai akibat dari pertumbuhan lalu lintas tahunan. 3. Pengaturan waktu yang direkomendasikan adalah pengaturan waktu tetap (fixed time control) dengan kondisi lalu lintas sebagai masukan data. 4. Untuk mendapatkan kondisi yang aman dalam menghadapi flukluasi lalu lintas, disarankan prakiraan secara proposional sebanyak 10% dari waktu hijau dan kenaikan waktu siklus yang sesuai. 5. Metodologi yang digunakan untuk perencanaan, desain dan operasi adalah berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) dan pada dasarnya memberikan hasil waktu siklus, kapasitas, dan kinerja yang sama Kriteria Penempatan Kriteria bagi persimpangan yang sudah harus menggunakan APILL adalah: 1. arus minimal lalu lintas yang menggunakan rata-rata diatas 750 kendaraan per jam selama 8 jam dalam sehari; 2. atau bila waktu menunggu atau tundaan rata-rata kendaraan di persimpangan telah melampaui 30 detik; 3-2

43 Perencanaan Penempatan Alat Pengendali lalu Lintas 3. atau persimpangan digunakan oleh rata-rata lebih dari 175 pejalan kaki per jam selama 8 jam dalam sehari; 4. atau sering terjadi kecelakaan pada persimpangan yang bersangkutan; 5. atau merupakan kombinasi dari sebab-sebab yang disebutkan di atas. 3.3 Penetapan Jenis Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) Jenis Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) terdiri dari : Lampu Tiga Warna Penjelasan lampu tiga warna adalah sebagai berikut : Lampu tiga warna berfungsi untuk mengatur kendaraan. Lampu tiga warna terdiri dari warna merah, kuning dan hijau. Lampu tiga warna dipasang dalam posisi vertikal atau horizontal. Apabila dipasang secara vertikal, susunan lampu dari atas ke bawah dengan urutan merah, kuning, hijau. Apabila dipasang secara horizontal, susunan lampu dari kiri ke kanan menurut arah datangnya lalu lintas dengan urutan merah, kuning, hijau. Lampu tiga warna dapat dilengkapi dengan lampu warna merah dan/atau hijau yang memancarkan cahaya berupa tanda panah. Gambar 3.1 Lampu tiga warna Lampu Dua Warna Penjelasan lampu tiga warna adalah sebagai berikut : 3-3

44 Perencanaan Penempatan Alat Pengendali lalu Lintas Lampu dua warna berfungsi untuk mengatur kendaraan dan / atau pejalan kaki. Lampu dua warna terdiri dari warna merah dan hijau. Lampu dua warna dipasang dalam posisi vertikal atau horizontal. Apabila dipasang secara vertikal, susunan lampu dari atas ke bawah dengan urutan merah, hijau. Apabila dipasang secara horizontal, susunan lampu dari kiri ke kanan menurut arah datangnya lalu lintas dengan urutan merah, hijau. Gambar 3.2 Lampu dua warna Lampu Satu Warna Penjelasan lampu satu warna adalah sebagai berikut : Lampu satu warna berfungsi untuk memberikan peringatan bahaya kepada pengguna jalan. Lampu satu warna, berwarna kuning atau merah. Lampu satu warna dipasang dalam posisi vertikal atau horisontal. Gambar3.3 Lampu satu warna 3-4

45 Perencanaan Penempatan Alat Pengendali lalu Lintas 3.4 Perencanaan Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) Fungsi APILL Tugas dan fungsi APILL adalah sebagai berikut : 1. Mengatur pemakaian ruang persimpangan; 2. Meningkatkan keteraturan arus lalu lintas; 3. Meningkatkan kapasitas dari persimpangan; 4. Mengurangi kecelakaan dalam arah tegak lurus Lalu Lintas Belok Kiri Lalu lintas belok kiri harus mengikuti petunjuk sebagai berikut : 1. persimpangan, baik yang diatur dengan APILL atau tidak, pada prinsipnya mengijinkan lalu lintas belok kiri secara langsung; 2. bila lalu lintas belok kiri menimbulkan gangguan pada lalu lintas menerus dari arah tegak lurus, dapat dipasang lampu filter atau rambu perintah Belok Kiri Ikuti Isyarat Lampu Evaluasi Perhitungan waktu APILL harus ditinjau ulang sekurang-kurangnya satu kali dalam tiga bulan. Metodologi dan perhitungan waktu siklus, kapasitas simpang, dan kinerja lalu lintas selalu mengikuti Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) 1. Penempatan alat pemberi isyarat lalu lintas dilakukan sedemikian rupa, sehingga mudah dilihat dengan jelas oleh pengemudi, pejalan kaki dan tidak merintangi lalu lintas kendaraan. 2. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang ditempatkan pada persimpangan di sisi jalur lalu lintas, tinggi lampu bagian yang paling bawah sekurangkurangnya 3,00 meter dari permukaan jalan. 3-5

46 Perencanaan Penempatan Alat Pengendali lalu Lintas Gambar 3.4 Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) 3. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada persimpangan, ditempatkan pada sisi kiri jalur lalu lintas menghadap arah datangnya lalu lintas dan dapat diulangi pada sisi kanan atau di atas jalur lalu lintas 4. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada persilangan sebidang dengan jalan kereta api, ditempatkan pada sisi kiri jalur lalu lintas menghadap arah datangnya lalu lintas dan dapat diulangi pada sisi kanan jalur lalu lintas. 5. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada tempat penyeberangan pejalan kaki ditempatkan pada sisi kiri dan/atau kanan jalur lalu lintas menghadap ke arah pejalan kaki yang dilengkapi dengan tombol permintaan untuk menyeberang. 6. Apabila alat pemberi isyarat lalu lintas ditempatkan di atas permukaan jalan tinggi lampu bagian paling bawah sekurang-kurangnya 5,50 meter dari permukaan jalan. 3-6

47 Perencanaan Penempatan Alat Pengendali lalu Lintas RANGKUMAN a. Identifikasi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) yang ditulis dalam modul ini digunakan untuk menjelaskan Perencanaan Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas b. Penetapan Jenis Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) yang ditulis dalam modul ini digunakan untuk menjelaskan Perencanaan Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas c. Perencanaan Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) yang ditulis dalam modul ini digunakan untuk menjelaskan Perencanaan Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas 3-7

48 Perencanaan Penempatan Alat Pengendali lalu Lintas LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar / instruktur, maka pertanyaan di bawah perlu dijawab secara cermat, tepat, dan terukur. Kode / Judul Unit Kompetensi : INA : Merencanakan penempatan alat pengendali lalu lintas (traffic control devices) untuk memberikan petunjuk bagi pengguna jalan SOAL : No. Elemen Kompetensi, KUK (Kriteria Unjuk Kerja) 3. Merencanakan penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas 3.1 Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas diidentifikasi sesuai kebutuhan 3.2 Jenis Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ditentukan sesuai dengan persyaratan yang berlaku 3.3 Pemasangan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas direncanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku Pertanyaan 3.1 Apakah Anda mampu mengidentifikasi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sesuai kebutuhan? 3.2 Apakah Anda mampu menetapkan jenis Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sesuai dengan persyaratan yang berlaku? 3.3 Apakah Anda mampu merencanakan pemasangan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sesuai dengan ketentuan yang berlaku? Jawaban Ya Tdk Apabila Ya, sebutkan butir-butir kemampuan saudara a... b... c... a... b... c... a... b... c

49 BAB 4 PERENCANAAN PENGATURAN ARUS LALU LINTAS DALAM PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN 4.1 Umum Perencanaan perambuan sementara bagi pekerjaan jalan, jembatan dan fasilitas prasarana lainnya diperlukan untuk : - Mengatur pergerakan arus lalu lintas yang sifatnya sementara karena adanya sesuatu pekerjaan atau kerusakan di jalan - Meningkatkan keselamatan pengguna jalan mengingat pekerjaan jalan tersebut mengambil sebagian atau seluruh dari RUMIJA 4.2 Perencanaan Sistem Pergerakan Arus Lalu Lintas dan Lokasi Penempatan Rambu Lalu Lintas Ketentuan Umum A. Jenis Konstruksi Jenis penanganan pekerjaan jalan yang perlu menggunakan perambuan sementara adalah : - Pekerjaan galian dan timbunan - Pekerjaan permukaan jalan - Pemasangan instalasi - Pekerjaan jembatan / gorong-gorong - Pekerjaan bangunan atas - Pekerjaan survai lalu lintas - Bencana alam / kerusakan jalan B. Penempatan Rambu Dalam penempatan rambu perlu mempertimbangkan : - Kecepatan operasional kendaraan - Kondisi geometrik jalan - Lingkungan sisi jalan - Jarak pandang operasional pengemudi - Manuver kendaraan 4-1

50 - Efisiensi jumlah rambu (jumlah berlebihan akan cenderung mengurangi daya guna dari rambu). C. Pesan Rambu Pesan rambu yang perlu diperhatikan adalah : - Mudah dilihat - Adanya kebutuhan - Menarik perhatian - Mempunyai arti yang jelas dan sederhana - Dipatuhi oleh setiap pemakai jalan - Menyediakan cukup waktu untuk ditanggapi secara benar - Memenuhi keselamatan, kelancaran, efisien dan nyaman D. Perubahan Arus Lalu Lintas Perubahan sistem pergerakan arus lalu lintas selama pekerjaan jalan dan / atau jembatan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : - Sosialisasi tentang adanya perubahan arus kepada pengguna jalan - Apabila perubahan tersebut berdampak lebih luas pada arus lalu lintas, maka analisis dampak lalu lintas perlu dilakukan Ketentuan Teknis A. Ketentuan Rambu 1. Rambu harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : - Mudah dipasang - Mudah dipindahkan - Mudah diangkut - Tidak mudah rusak - Memenuhi kestabilan konstruksi - Tidak membahayakan pengguna jalan 2. Faktor bentuk, bahan, warna, ukuran, lambang, penempatan, keterangan, tulisan dan arti dari rambu diatur dalam keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 Tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan. 4-2

51 3. Ketentuan ukuran rambu yang dipasang disesuaikan dengan kecepatan rata-rata operasional kendaraan, ketentuan ukuran rambu tersebut tercantum pada Tabel 1. Tabel 4.1 Ukuran Rambu No. Kecepatan Ratarata, Ukuran Ukuran km/jam Rambu Luar, centimeter 1. < 40 Kecil Sedang > 60 Besar 90 Gambar 4.1 Ukuran Luar Rambu B. Perencanaan Rambu Sementara Rambu sementara diperuntukan bagi pengaturan lalu lintas selama ada pekerjaan jalan atau jembatan, dan secara umum bentuk denah pengaturan lalu lintas serta bagian-bagiannya adalah sebagai berikut : Gambar 4.2 Denah Penempatan Rambu Sementara 4-3

52 1. Tinggi Posisi Rambu Tinggi posisi rambu dari sisi bagian bawah rambu sampai permukaan perkerasan jalan adalah berdasarkan kecepatan operasional kendaraan, lihat Tabel 2. Tabel 4.2 Tinggi Posisi Rambu No. Kecepatan Ratarata, Ukuran Tinggi km/jam Rambu Minimum dari Perkerasan, centimeter 1. < 40 Kecil Sedang > 60 Besar Arah Posisi Rambu Arah posisi rambu harus mengarah atau menghadap tegak lurus terhadap arah lalu lintas (sumbu jalan). 3. Penempatan Rambu - Rambu sementara pada umumnya harus ditempatkan pada bahu jalan, sebelah kiri arah lalu lintas - Rambu sementara ditempatkan pada trotoar atau bahu jalan dengan jarak minimal 0,60 meter dari tepi perkerasan jalan, dan jika ditempatkan pada median jalan, maka jarak minimal 0,30 meter dari tepi perkerasan jalan. - Penempatan rambu dapat dilakukan pada tempat-tempat lainnya, bukan pada trotoar, bahu jalan atau median jalan, dengan pertimbangan : Keterbatasan bagian-bagian jalan Bahu jalan digunakan untuk jalur lalu lintas sementara. 4. Daerah Pendekat (C) Panjang daerah pendekat dan jumlah rambu berdasarkan atas kecepatan operasional kendaraan, lihat Tabel

53 No. Tabel 4.3 Penetapan Jumlah Rambu pada Daerah Pendekat Kecepatan Rata-rata, km/jam Daerah Pendekat (C), meter Ukuran Rambu Jumlah Rambu Minimum, buah 1. < s/d 120 Kecil 2 atau s/d 300 Sedang 3 atau 4 3. > s/d 500 Besar 4 Ketentuan lain yang mengatur pada daerah pendekat adalah : - Jenis rambu yang digunakan disesuaikan dengan kondisi pekerjaan dan pengaturan lalu lintas yang akan terjadi di depan. - Jenis rambu yang biasa digunakan adalah : Rambu peringatan yang menunjukkan akan adanya pekerjaan jalan, dan penyempitan jumlah lajur Rambu perintah akan adanya lajur yang harus diikuti, pengurangan kecepatan dan batas kecepatan Rambu peringatan hati-hati 4-5

54 5. Daerah Menjauh (B) Panjang daerah menjauh ditentukan berdasarkan atas kecepatan operasional, lihat Tabel 4.4 No. Tabel 4.4 Penjang Daerah Menjauh (B) Kecepatan Ratarata, km/jam 1. < > Panjang Daerah Menjauh (B), meter Di ujung daerah menjauh dipasang rambu yang menunjukkan adanya pekerjaan jalan yang dibarengi dengan rambu kata-kata AKHIR PEKERJAAN. 6. Daerah Taper Awal (A) Penetapan panjang daerah taper awal, jumlah cone dan lampu penerang adalah berdasarkan kecepatan operasional kendaraan, lihat Tabel

55 Tabel 4.5 Panjang Daerah Taper Awal (A) dan Perlengkapan Bantu No. Kecepatan Rata-rata km/jam 1. < 40 Aspek pada Daerah Taper Awal (A) Taper Cones Lampu Panjang dan Jumlah Satuan Meter Buah Buah > 60 Taper Cones Lampu Taper Cones Lampu Meter Buah Buah Meter Buah Buah 7. Daerah Taper Akhir (D) Panjang daerah taper akhir minimal 5 meter dan maksimal 30 meter, ketentuan lain yang mengatur pada daerah taper akhir adalah : - Garis taper dimulai dari ujung daerah pekerjaan ke jalur jalan normal lagi - Garis taper diberi traffic cones dengan jarak antara cone 5 meter. C. Denah Pengaturan Lalu Lintas 1. Denah penempatan rambu sementara, penyempitan satu lajur pada tipe jalan dua-lajur satu-arah : 4-7

56 2. Denah penempatan rambu sementara, penyempitan satu lajur pada tipe jalan dua-lajur satu-arah : 4-8

57 3. Denah penempatan rambu sementara, penyempitan satu lajur pada tipe jalan dua-lajur satu-arah : 4. Denah penempatan rambu sementara, penyempitan satu lajur pada tipe jalan dua-lajur dua-arah : 4-9

58 5. Denah penempatan rambu sementara, penyempitan satu lajur pada tipe jalan dua-lajur dua-arah : 6. Denah penempatan rambu sementara, penyempitan satu lajur pada tipe jalan tiga-lajur satu-arah : 4-10

59 7. Denah penempatan rambu sementara, penyempitan satu lajur pada tipe jalan tiga-lajur, menggunakan lajur lawan : 4.3 Perencanaan Pengalihan Arus Lalu Lintas pada Jalan Darurat Selama Masa Konstruksi Strategi dan peralatan pengendalian lalu lintas yang digunakan pada wilayah konstruksi selama masa konstruksi dimaksudkan untuk : - Memperlancar arus lalu lintas yang terganggu - Meningkatkan keselamatan bagi pengguna jalan Strategi Pengendalian Strategi pengendalian lalu lintas dimaksudkan untuk - Membantu pengguna jalan pada wilayah konstruksi atau ruas jalan yang berdekatan dengan cara-cara yang efisien dan aman - Menyediakan jalan akses yang memadai untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi, pemeliharaan, atau utilitas A. Pentahapan dan Penjadwalan Konstruksi Pentahapan konstruksi meliputi pengaturan kontraktor untuk penempatan peralatan dan material, sedangkan penjadwalan konstruksi meliputi 4-11

Penempatan marka jalan

Penempatan marka jalan Penempatan marka jalan 1 Ruang lingkup Tata cara perencanaan marka jalan ini mengatur pengelompokan marka jalan menurut fungsinya, bentuk dan ukuran, penggunaan serta penempatannya. Tata cara perencanaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : a. Bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

Sebidang Atau Tidak Sebidang KATA PENGANTAR

Sebidang Atau Tidak Sebidang KATA PENGANTAR Penerapan Prinsip Dasar Persimpangan KATA PENGANTAR Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

Lebih terperinci

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1244, 2014 KEMENHUB. Jalan. Marka. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : AHLI TEKNIK LALU LINTAS (TRAFFIC ENGINEER ) Kode Jabatan Kerja : INA.5211.113.07 Kode Pelatihan : DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN

Lebih terperinci

Bahu Jalan Berdasarkan MKJI KATA PENGANTAR

Bahu Jalan Berdasarkan MKJI KATA PENGANTAR Dan Bahu Jalan Berdasarkan MKJI KATA PENGANTAR Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN RAMBU-RAMBU LALU LINTAS,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2006 T E N T A N G MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS JALAN DALAM KOTA PANGKALPINANG DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU RAMBU, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DI JALAN DENGAN

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI TEKNIK LALU LINTAS (TRAFFIC ENGINEER)

PELATIHAN AHLI TEKNIK LALU LINTAS (TRAFFIC ENGINEER) DRAFT TRE 01 = PENERAPAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5211.113.07.01.07 Judul : Menerapkan Ketentuan Undang-

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DI JALAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL)

Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL) Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL) Saka Bhayangkara Polres Bantul 2012 ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL) Alat pemberi isyarat lalu lintas berfungsi untuk mengatur

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013 BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU- RAMBU, MARKA JALAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR merepresentasikan unit kompetensi

KATA PENGANTAR merepresentasikan unit kompetensi Survai Dan Prakiraan Volume Lalu Lintas KATA PENGANTAR Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 04 TAHUN 2003 TENTANG PERLENGKAPAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 04 TAHUN 2003 TENTANG PERLENGKAPAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 04 TAHUN 2003 TENTANG PERLENGKAPAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk menunjang kelancaran, keamanan dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ALAT PENGENDALI LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,

Lebih terperinci

BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012

BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012 BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, 30-31 Mei 2012 Pengemudi dan pengendara menangkap 90% informasi melalui mata mereka! Engineer harus menyampaikan informasi berguna melalui rambu-rambu dan garis

Lebih terperinci

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) 1. Fungsi Marka jalan adalah : a. Untuk memberi batas jalan agar jalan terlihat jelas oleh pemakai jalan Yang sedang berlalu lintas dijalan. b. Untuk menambah dan mengurangi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI WILAYAH KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN TOL LINGKAR LUAR JAKARTA (JORR) I E1 SEKSI

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai 19 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah juga yang sering terjadi di Jalan Tanjakan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, MENIMBANG : a. bahwa untuk mengoptimalkan penggunaan fasilitas perlengkapan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN JALAN TOL CIREBON (PALIMANAN KANCI)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, 18 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah yang juga sering terjadi di Jalan Wonosari,

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG (ZoSS). Pasal 1 (1) Pengaturan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas pada Zona Selamat Sekolah dilakukan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS, RAMBU LALU LINTAS DAN MARKA JALAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS, RAMBU LALU LINTAS DAN MARKA JALAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS, RAMBU LALU LINTAS DAN MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG RAMBU-RAMBU, MARKA JALAN, DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193, 2013 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006, 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Lalu Lintas Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006, Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengoptimalkan

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, DAN PETUNJUK PADA RUAS JALAN DALAM KABUPATEN SIAK / KOTA SIAK SRI INDRAPURA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan lalu lintas yang teratur,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KEGIATAN PARKIR KENDARAAN DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER)

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER) BDE 07 = LAPORAN PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5212.113.01.07.07 Judul : Membuat Laporan Perencanaan Teknis Jembatan PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS

Lebih terperinci

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS 1 Ruang lingkup Pedoman ini meliputi ketentuan untuk perencanaan fasilitas pengendali kecepatan lalu lintas di jalan kecuali jalan bebas hambatan.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 1994 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 1994 T E N T A N G PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 1994 T E N T A N G PENETAPAN TANDA-TANDA/PERLENGKAPAN JALAN PADA RUAS-RUAS JALAN NASIONAL, JALAN PROPINSI YANG BERADA DALAM IBU KOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS TOL CIKAMPEK PURWAKARTA PADALARANG (CIPULARANG)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 49 TAHUN 2014 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 49 TAHUN 2014 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 49 TAHUN 2014 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, segmen jalan perkotaan/semi perkotaan mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum

Lebih terperinci

BAB II TINJAU PUSTAKA. jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan

BAB II TINJAU PUSTAKA. jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan BAB II TINJAU PUSTAKA 2.1 Simpang (Hendarto dkk,2001), Persimpangan adalah daerah di mana dua atau lebih jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

Lebih terperinci

MENGENAL RAMBU-RAMBU LALU LINTAS Disunting oleh : EDI NURSALAM

MENGENAL RAMBU-RAMBU LALU LINTAS Disunting oleh : EDI NURSALAM MENGENAL RAMBU-RAMBU LALU LINTAS Disunting oleh : EDI NURSALAM Rambu lalu lintas adalah salah satu fasilitas keselamatan lalu lintas yang termasuk dalam kelompok alat perlengkapan jalan dalam bentuk tertentu

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

Persyaratan Teknis jalan

Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan adalah: ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan dapat berfungsi secara optimal memenuhi standar pelayanan minimal jalan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lampu Lalu Lintas 2.1.1 Fungsi lampu lalu lintas Lampu lalu lintas menurut Oglesby dan Hicks (1982) adalah semua peralatan pengatur lalu lintas yang menggunakan tenaga listrik

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENEMPATAN RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Pengertian Transportasi Trasnportasi adalah untuk menggerakkan atau memindahkan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sistem

Lebih terperinci

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan, sedangkan angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat

Lebih terperinci

PANDUAN MATERI LALU LINTAS PATROLI KEAMANAN SEKOLAH

PANDUAN MATERI LALU LINTAS PATROLI KEAMANAN SEKOLAH PANDUAN MATERI LALU LINTAS PATROLI KEAMANAN SEKOLAH SSPD SMABOY SMILE POLICE DEPARTMENT SMAN 1 BOYOLANGU, TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR MACAM MACAM PENGATURAN Tehnik pengaturan lalu lintas disesuaikan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penulisan tugas akhir ini berdasarkan referensi beberapa buku dan skripsi sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan skripsi sebelumnya. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan adalah daerah di mana dua atau lebih jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu persimpangan adalah

Lebih terperinci

PENGENALAN RAMBU-RAMBU DAN MARKA LALU LINTAS BAGI SISWA SMK DALAM RANGKA MEMBENTUK PERILAKU TERTIB BERLALU LINTAS

PENGENALAN RAMBU-RAMBU DAN MARKA LALU LINTAS BAGI SISWA SMK DALAM RANGKA MEMBENTUK PERILAKU TERTIB BERLALU LINTAS PENGENALAN RAMBU-RAMBU DAN MARKA LALU LINTAS BAGI SISWA SMK DALAM RANGKA MEMBENTUK PERILAKU TERTIB BERLALU LINTAS Wardan Suyanto, Ed.D wardansuyanto@uny.ac.id Disampaikan dalam Pengabdian kepada Masyarakat

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, PETUNJUK DAN PERINGATAN PADA SIMPANG SUSUN STA 15 + 400 JALAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN TOL SEMARANG (SEKSI A, SEKSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Simpang Simpang adalah pertemuan atau percabangan jalan, baik sebidang maupun yang tak sebidang. Simpang merupakan tempat yang rawan terhadap kecelakaan karena terjadinya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DI WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi adalah suatu sistem yang terdiri dari sarana/prasarana dan sistem yang memungkinkan adanya pergerakan keseluruh wilayah sehingga terokomodasi mobilitas

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, PETUNJUK DAN PERINGATAN PADA JALAN TOL BOGOR RING ROAD SEKSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Inspeksi Keselamatan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Inspeksi Keselamatan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inspeksi Keselamatan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi, memuat bahwa (Inspeksi Keselamatan Jalan) IKJ merupakan pemeriksaan sistematis terhadap jalan atau segmen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persimpangan Jalan Persimpangan jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat dimana arus kendaraan dari beberapa pendekat tersebut bertemu dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Evaluasi teknis adalah mengevaluasi rute dari suatu ruas jalan secara umum meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan data yang ada atau tersedia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RAMBU LALU LINTAS JALAN DALAM WILAYAH KABUPATEN LUWU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Peningkatan Prasarana Transportasi Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Pembangunan Jalan Baru Jalan bebas hambatan didalam kota Jalan lingkar luar Jalan penghubung baru (arteri) Peningkatan

Lebih terperinci

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar Penampang melintang merupakan bentuk tipikal Potongan jalan yang menggambarkan ukuran bagian bagian jalan seperti perkerasan jalan, bahu jalan dan bagian-bagian lainnya. BAGIAN-BAGIAN DARI PENAMPANG MELINTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jalan Raya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jalan Raya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jalan Raya Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang jalan memuat bahwa jalan sebagai sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu 002 O Persimpangan jalan 003 X Permukaan jalan yang menonjol 004 O Turunan berbahaya 005 O Jembatan sempit 006 O Bundaran 007 X alan sempit 008 O Rel kereta api

Lebih terperinci

PENGANTAR TRANSPORTASI

PENGANTAR TRANSPORTASI PENGANTAR TRANSPORTASI MANAJEMEN LALU LINTAS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Penyebab permasalahan transportasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang Menurut MKJI (1997), kendaraan bermotor di jalan perkotaan dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu sepeda motor (MC), kendaraan ringan (LV), dan

Lebih terperinci

Kajian Kelengkapan Perlengkapan Jalan pada Jalan Pelajar Pejuang Bandung

Kajian Kelengkapan Perlengkapan Jalan pada Jalan Pelajar Pejuang Bandung Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Januari 2016 Kajian Kelengkapan Perlengkapan Jalan pada Jalan Bandung MEUTHIA UTAMI SUNARYO 1, SILVIA SUKIRMAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem

Lebih terperinci

Rambu Peringatan Rambu Petunjuk. Rambu Larangan. Rambu Perintah dan Rambu Lokasi utilitas umum

Rambu Peringatan Rambu Petunjuk. Rambu Larangan. Rambu Perintah dan Rambu Lokasi utilitas umum GAMBAR RAMBU-TANDA LALU LINTAS-JALAN RAYA LENGKAP. Rambu rambu/ tanda lalu lintas-jalan raya merupakan tanda-petunjuk-peringatan dan larangan di jalan raya/ lalu lintas yang dapat kita temui setiap hari

Lebih terperinci

PELATIHAN MANDOR PERKERASAN ASPAL (FOREMAN OF ASPHALT PAVEMENT)

PELATIHAN MANDOR PERKERASAN ASPAL (FOREMAN OF ASPHALT PAVEMENT) FAP 05 = PEMERIKSAAN, EVALUASI DAN PELAPORAN Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5211.222.04.01.07 Judul : Melaporkan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan Perkerasan Aspal PELATIHAN MANDOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Simpang Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), simpang adalah tempat berbelok atau bercabang dari yang lurus. Persimpangan

Lebih terperinci

Pengertian Lalu Lintas

Pengertian Lalu Lintas LALU LINTAS Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan, sedangkan angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Kecelakaan Lalu Lintas Pertumbuhan penduduk, kenaikan pendapatan masyarakat, pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, pemekaran kota, dan peningkatan aktivitas sosial ekonomi sangat

Lebih terperinci