Reformasi Peraturan Paten di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Reformasi Peraturan Paten di Indonesia"

Transkripsi

1 Seminar 207 Rindia Nasional Fanny Hukum K Universitas Negeri Semarang Volume 2 Nomor 1 Tahun 2016, Fakultas Hukum, Faculty of Law Reformasi Peraturan Paten di Indonesia Rindia Fanny K.* Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang Perlindungan paten khususnya di Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah karena paten itu sendiri terkait dengan bidang teknologi yang secara cepat terus mengalami perubahan dan terus berkembang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang selalu berubah dan kondisi masyarakat yang senantiasa ikut berubah karena perkembangan teknologi tersebut. Ini membawa konsekuensi dengan adanya perkembangan teknologi, masyarakat dituntut untuk lebih berpikir kreatif atau mempunyai ide kreatif inovasi untuk bisa menciptakan suatu teknologi tepat guna yang tentunya bisa bermanfaat bagi seluruh masyarakat dan bisa bersaing dengan negara-negara berkembang lainnya. Kata kunci: Paten, Reformasi Peraturan, Hukum, Indonesia Pendahuluan Pemahaman negara hukum di Indonesia dapat dipahami dari semangat perjuangan sebagai substansi hukum yang tidak tertulis dan hukum formilnya yang bersifat tertulis. Semangat perjuangan menimbulkan rasa persatuan dan kesatuan yang tercermin dalam kesepakatan untuk mendirikan negara Indonesia yang satu. Artinya negara hukum Indonesia bertolak dari pluralisme pandangan hidup yang menjelma menjadi kesatuan pandangan hidup. Kesatuan pandangan hidup menciptakan proses dialogis nilai-nilai kebangsaan yang terjelma dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika, meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Oleh karena itu identitas negara hukum Indonesia berisi kristalisasi nilai-nilai pluralisme dari berbagai golongan yang dijadikan sebagai suatu kesepakatan politik. Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan hasil perjuangan segenap bangsa dalam melawan penindasan penjajah. Perjuangan inilah *Surel: rindiafanny@mail.unnes.ac.id ISSN (Cetak) ISSN (Online) Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang

2 Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 208 yang pada akhirnya menimbulkan negara hukum Pancasila yang demokratis. Selanjutnya, pembentukan negara hukum Pancasila yang demokratis tidak hanya bertolak dari perlawanan terhadap penjajah yang absolute saja, akan tetapi juga untuk melawan penguasa yang absolut. Fenomena negara hukum Pancasila yang demokratis memperlihatkan bahwa adanya karakteristik jiwa dan nilai bangsa tersendiri yang memunculkan karakteristik negara hukum Pancasila yang demokratis. Dalam konteks ini, negara hukum Pancasila yang demokratis tidak bisa disamakan begitu saja dengan konsep negara hukum lainnya. 1 Kekayaan Intelektual (KI) adalah sebuah kekuatan untuk pembangunan ekonomi dan penciptaan kekayaan kreasi yang pada saat ini belum digunakan untuk memberikan hasil yang optimal di semua Negara, terutama di dunia yang sedang berkembang. 2 Perkembangan teknologi yang sangat pesat pada saat ini mempengaruhi berbagai bidang baik bidang ekonomi, bidang sosial budaya dan juga bidang hukum. WIPO mempercayai bahwa KI berasal dari semua orang dan relevan dalam semua waktu dan budaya, dan bahwa secara historis KI telah memberikan kontribusi terhadap kemajuan masyarakat. KI adalah sebuah kekuatan yang dapat digunakan untuk memperkaya kehidupan seseorang dan masa depan suatu bangsa secara material, budaya dan sosial. 3 Hal ini yang mendasari KI sebagai sesuatu kekayaan ekonomis bagi para pencipta ataupun penemu invensi dikarenakan hasil ciptaan atau invensinya merupakan sesuatu ide yang muncul dari karya-karya intelektualitas manusia yang diwujudkan dalam bentuk fisik yang nyata sehingga dapat mempunyai nilai kemanfaatan bagi semua orang. Dalam menciptakan sebuah karya atau menemukan sebuah teknologi membutuhkan proses yang sangat lama dan tentunya membutuhkan tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Hal ini perlu diapresiasi sebagai bentuk perlindungan bagi karya-karya intelektual dengan adanya suatu aturan yang jelas,tegas dan tentunya memberikan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi para pencipta dan inventor terhadap hasil karya dan penemuannya. Bidang KI begitu luas, dimana dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Hak Cipta dan Hak Milik Industri yang terbagi menjadi berbagai bidang 1 H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si., 1999, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum Dan Konstitusi, cetakan pertama, Yogyakarta : Liberty, hlm Kamil Idris, 2000, Kekayaan Intelektual Sebuah Kekuatan Untuk Pertumbuhan Ekonomi, Jakarta:Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, hlm. 1 3 Ibid, hlm. 2

3 209 Rindia Fanny K yaitu merek, paten, desain industri, rahasia dagang, dan desain tata letak sirkuit terpadu. Bidang KI yang berkorelasi langsung dengan teknologi baru yaitu bidang paten. Paten melindungi ide-ide yang baru dan berguna, memberikan perlindungan sementara bagi penemu dari kekuatan-kekuatan kompetisi pasar. Perlindungan ini dibatasi untuk syarat-syarat yang jelas sebagaimana dinyatakan dalam klaim paten, tetapi perlindungan ini juga sangat kuat dan berlangsung selama bertahun-tahun. 4 Dasar pemikiran tentang sistem paten adalah bahwa perlindungan dan keuntungan kompetitif yang dihasilkan mendorong munculnya invensi karena para inventor mengetahui bahwa mereka dapat memperoleh keuntungan secara keuangan dari keahlian mereka. Hal ini menjadi suatu dasar banyak para penemu atau inventor ingin mendaftarkan invensinya karena di Indonesia sendiri sistem pendaftaran paten menggunakan sistem konstitutif, jadi siapa yang mendaftarkan untuk pertama kali hasil invensinya dialah yang berhak atas hak paten tersebut atau dengan kata lain sebagai pemegang hak eksklusif paten. Sistem ini dirasa masih mempunyai kelemahan karena para inventor yang berhasil menemukan invensinya seringkali tidak segera mendaftarkan ke Dirjen KI karena menurut inventor yang utama adalah hasil penemuannya diketahui terlebih dahulu oleh masyarakat luas, dan setelah masyarakat mengetahui teknologi yang ditemukan memberikan manfaat bagi masyarakat barulah inventor mempunyai kemauan untuk memperbanyak hasil invensinya dan mendaftarkan hasil invensinya untuk mendapatkan perlindungan hukum. Justru kondisi yang seperti inilah menjadi celah bagi pihak-pihak yang mempunyai itikad tidak baik untuk mendaftarkan terlebih dahulu terhadap invensi milik orang lain dengan tujuan mencari keuntungan secara instan. Perlindungan paten khususnya di Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah karena paten itu sendiri terkait dengan bidang teknologi yang secara cepat terus mengalami perubahan dan terus berkembang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang selalu berubah dan kondisi masyarakat yang senantiasa ikut berubah karena perkembangan teknologi tersebut. Ini membawa konsekuensi dengan adanya perkembangan teknologi, masyarakat dituntut untuk lebih berpikir kreatif atau mempunyai ide kreatif inovasi untuk bisa menciptakan suatu teknologi tepat guna yang tentunya bisa bermanfaat bagi seluruh masyarakat dan bisa bersaing dengan negara-negara berkembang lainnya. Sehingga kita mampu membantu mewujudkan pembangunan ekonomi Negara Indonesia sekaligus mensejahterakan rakyat Indonesia melalui penemuan-penemuan invensi baru anak bangsa. 4 Ibid, hlm. 9

4 Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 210 Paten dapat digunakan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dalam 4 cara utama yaitu: 5 1. Informasi paten memudahkan alih teknologi dan investasi 2. Paten mendorong penelitian dan pengembangan pada universitas-universitas dan pusat-pusat penelitian 3. Paten sebagai katalisator untuk teknologi baru dan bisnis 4. Bisnis menghimpun dan menggunakan paten dalam pemberian lisensi, usaha bersama dan transaksi-transaksi lain yang menghasilkan keuntungan Hal penting yang dapat membantu pertumbuhan ekonomi khususnya negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia dalam percepatan alih teknologi dalam bidang paten yaitu dibutuhkan peran dari Perguruan Tinggi dalam melakukan penelitian-penelitian berbasis penemuan teknologi. Sebuah Universitas, yang menjadi kaya dengan pendapatan dari pemberian lisensi pada gilirannya dapat mendanai kegiatan penelitian dan pengembangan lebih lanjut, dan juga memperkuat misi pendidikan yang utama. 6 Pusat penelitian/universitas menjadi pusat sebuah lingkaran bagi kegiatan inovatif yang bersifat dinamis, lingkungan ini memiliki dampak ekonomi makro yang bermanfaat termasuk mengurangi hijarahnya para sarjana ke luar negeri, menghasilkan dukungan keuangan bagi pendidikan dan mempromosikan penelitian yang bersifat baru. Oleh karena itu pendanaan penelitian yang sebagian besar didanai oleh universitas sering kali tidak mencukupi, sehingga untuk meningkatkan jumlah investasi/pendanaan penelitian adalah melalui investasi langsung pihak asing dan pengkongsian antara pusat-pusat penelitian lokal/universitas-universitas dan sektor swasta. Hal ini juga perlu didukung suatu perangkat hukum di bidang KI dan juga mengubah undang-undang serta kebijakan-kebijakan untuk memfasilitasi pemberian lisensi teknologi dari universitas-universitas dan pusat-pusat penelitian kepada sektor swasta. 7 Peraturan perundang-undangan dan kebijakan tersebut akan memungkinkan universitas-universitas dan institusi umum untuk mendapatkan paten, memberi ijin lisensi eksklusif atau non eksklusif kepada perusahaan-perusahaan swasta dan memperoleh pendapatan royalty dari invensinya.sebagai contoh di Amerika Serikat (UU Bayh- Dole tahun 1980) mengijinkan universitas-universitas dan industri kecil untuk menetukan sendiri kepemilikan dari sebuah invensi yang dibuat dengan dana federal dan untuk terlibat secara langsung dalam proses komersialisasi. Kebijakan baru ini juga mengijinkan pemberian lisensi atas invensi-invensi baru dari universitas-universitas kepada perusahaan 5 Ibid, hlm.10 6 Ibid, hlm.11 7 Ibid, hlm.12

5 211 Rindia Fanny K swasta yang kemudian akan memproduksinya, UU ini telah menyebabkan peningkatan yang substansial dalam alih teknologi antara universitas dengan lembaga industri. 8 Indonesia sebagai Negara berkembang dibutuhkan suatu kebijakan paten yang pro aktif artinya dirancang suatu kebijakan untuk memajukan pelisensian paten, usaha-usaha bersama dan kemitraan usaha yang strategis karena hal tersebut dapat mendorong penemuan di tingkat nasional dan juga investasi langsung asing, Bersamaan dengan investasi langsung asing melalui kebijakan paten yang pro aktif merangsang penelitian dan pengembangan di universitas-universitas dan pusat-pusat penelitian merupakan cara lain untuk meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan di dalam negeri untuk menjaga agar lingkaran inovasi nasional tetap berjalan. Bila ditangani dengan baik, paten akan menjadi penggerak yang efisien bagi inovasi nasional, penelitian dan pengembangan, penciptaan produk dan transaksi bisnis yang memiliki manfaat ekonomi makro dan mikro. 9 Sehingga peran Pemerintah Indonesia sangat dibutuhkan dalam membuat suatu kebijakan di bidang paten khususnya bagi Negara Indonesia sebagai Negara berkembang dalam menggunakan kekuatan sistem paten yang sudah ada yang diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten apakah sudah cukup efektif atau mengganti UU Paten Tahun 2001 dengan UU yang baru yang tentunya disesuaikan dengan perkembangan masyarakatnya karena pengaruh dari perkembangan teknologi yang sangat cepat. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: Apakah aturan terkait paten yang diatur dalam UU No.14 Tahun 2001 sudah tidak relevan dalam memberikan perlindungan hukum paten di Indonesia sehingga dibentuk Rancangan Undang-Undang Paten yang baru? Dan apa saja yang menjadi landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis di dalam pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Paten? Sehingga tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui relevansi dari UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten dalam memberikan perlindungan hukum bagi para inventor terhadap invensinya dan mengetahui landasan filosofis (keadilan), sosiologis (kemanfaatan), dan yuridis (kepastian hukum) dibentuknya RUU tentang paten yang baru. Relevansi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Paten di Indonesia Kemajuan teknologi merupakan salah satu faktor utama yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Teknologi erat 8 Ibid. 9 Ibid, hlm.17

6 Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 212 kaitannya dengan paten, menurut Goans dalam buku Endang Purwaningsih menyatakan bahwa sistem paten yang kuat dapat menciptakan iklim yang mendorong industri untuk menginvestasi dan mengalihkan teknologi baru di Negara berkembang, 10 seperti halnya Negara Indonesia. Indonesia sampai saat ini masih membenahi peraturan perundang-undangan paten untuk menggantikan UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten dengan adanya Rancangan Undang-Undang Paten yang baru. Paten berasal dari bahasa latin yang berupa auctoryang berarti dibuka, merupakan suatu penemuan yang mendapatkan paten menjadi terbuka untuk diketahui oleh umum. Paten yang memiliki sifat terbuka,bukan berarti setiap orang bisa mempraktikkan penemuan tersebut.penemuan bisa didayagunakan oleh orang lain setelah habis masa perlindungan patennya dan menjadi milik umum (publik domain). 11 Patenmerupakan hak istimewa (eksklusif) yang diberikan kepada seorang penemu (inventor) atas hasil temuannya (invention)yang dilakukan di bidang teknologi, baik berbentuk produk ataupun hanya proses. Hak istimewa yang merupakan hak inventor untuk melakukan sendiri penemuannya untuk mendapatkan manfaat ekonomis bagi inventor itu sendiri. Hak paten diberikan jangka waktu tertentu dan setelah habis masa waktu perlindungannya penemuannya itu menjadi milik umum.penemuan yang telah didaftarkan paten oleh inventor akan mendapatkan hak monopoliuntuk melaksanakan hasil temuannya. Pengertian paten dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten,yang berbunyi: Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya; Perlindungan hukum paten untuk invensi yang sudah didaftarkan diberi jangka waktu selama 20tahun untuk paten biasa dan 10 tahun untuk paten sederhana. Selama jangka waktu tersebut penemu dapat melaksanakan sendiri invensinya ataupun menyerahkan kepada orang lain untuk melaksanakannya.patenmerupakan hak kebendaan yang dapat beralih ataupun dialihkan baik seluruh maupun sebagian.mekanisme yang dapat ditempuh dalam kerangka pengalihan 10 Endang Purwaningsih, 2005, Perkembangan Hukum Intellectual Property Right:Kajian Hukum terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Bogor:Ghalia Indonesia, hlm Usman, Rachmadi Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung: P.T. ALUMNI, hlm. 205

7 213 Rindia Fanny K ini antara lain; pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis ataupun sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Perlindungan patendi negara pada umumnya mensyaratkan bahwa perlindungan paten, hanya diberikan kepada: Invensi yang baru (novelty) maksudnya invensi yang akandidaftarkan tidak ada sebelumnya pada saat permohonan pendaftaran paten. Penemuan dimintakan paten tidak boleh lebih dahulu diungkapkan dimanapun dan dengan cara apa pun; 2. Mengandung langkah inventif (inventive step) maksudnya invensi tersebut merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya bagi seseorang yang memiliki keahlian tertentu di bidang teknologi; 3. Dapat diterapkan dalam industri (industrial applicability) maksudnya suatu invensi dapat diberi paten jika invensi tersebut didayagunakan 4. secara berulang-ulang dan praktis dalam skala ekonomis bagi dunia industri. Kemajuan teknologi sekarang ini membuat perkembangan bisnis yang sangat cepat dialami oleh sebuah negara. Peranan undang-undang dalam hal melindungi kepentingan masyarakat sangat penting di era teknologi sekarang ini. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten belum bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat di Indonesia untuk mendaftarkan invensinya dikarenakan kurangnya informasi tentang perlindungan paten serta masih adanya beberapa kekurangan dalam UU No.14 Tahun 2001 tentang Paten. Sehingga dengan adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten belum bisa secara penuh melindungi penemuan terkait teknologi yang menjadi faktor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, kurangnya manfaat UU Paten disebabkan masih adanya beberapa peraturan pelaksananya yang belum diatur, padahal peraturan itu sangat diperlukan, misalnya: Peraturan Pemerintah tentang Lisensi, Peraturan Pemerintah tentang Lisensi Wajib, Peraturan Pemerintah tentang impor produk farmasi (pararel) dan memproduksi produk farmasi sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan paten, dan sebagainya. Peraturan pelaksana ini menjadi terkendala akibat dinamika kebutuhan yang berkembang yang belum tertampung dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Belum optimalnya pemanfaatan Undang-Undang Paten juga bisa dilihat dari masih rendahnya jumlah permohonan paten dalam negeri, sebagaimana dapat dilihat dari tabel permohonan paten berikut ini: 12 Ibid, hlm. 211

8 Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 214 Dari data di atas menunjukkan bahwa jumlah permohonan paten di Indonesia masih sangat sedikit jumlah permohonan paten dalam negeri yang diajukan. Kondisi tersebut kurang menguntungkan apabila dibandingkan dengan jumlah pemohonpaten dalam negeri di negara lain, misalnya: Cina, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Padahal Indonesia telah menjadi anggota WTO sejak awal organisasi itu berdiri dan telah berusaha mengharmonisasikan sistem kekayaan intelektualnya dengan ketentuan paten internasional sejak akhir tahun Berdasarkan TRIP s Agreement, ketentuan-ketentuan paten diatur pada Section 5, dari Article 27 sampai dengan Article 34. Dan seluruh ketentuan itu telah diharmonisasikan atau dicakup kedalam Undang- Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001.WTO telah mempercepat era globalisasi yang membuka sekat kendala perdagangan antar negara menjadi era perdagangan bebas. Dan era ini akan memberi manfaat bagi Indonesia apabila kita mampu menghasilkan inovasi dan invensi yang dipatenkan, memiliki kemampuan penerapan teknologi yang efektif dan kemampuan berbisnis yang efisien sehingga produk- produk barang, dan atau jasa Indonesia yang berbasis paten memiliki daya saing yang kuat di pasar manca negara. Dan tentunya diharapkan ekspor produk Indonesia tidak sekedar mengandalkan sumber daya alam yang tidak tergantikan. Dengan disahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, diantaranya memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap transaksi yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Perkembangan hukum baru itu selayaknya mampu meningkatkan pelayanan Pemerintah di bidang paten dengan menggunakan transaksi elektronik atau e-filling sebagaimana yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen AHU) dalam memberikan pelayanan dibidang pendirian badan hukum, dan aktifitasnya. Disisi lain permohonan paten melalui e-filling merupakan hal yang lazim diterapkan oleh negara-negara lain, misal: Jepang, Uni Eropa, dan sebagainya. Di Indonesia penggunaan e-filling

9 215 Rindia Fanny K baru diterapkan pada tahun 2014 sampai saat ini. Pendaftaran paten menggunakan e-filling diharapkan dapat mampu memudahkan inventor dalam hal mendaftarkan paten. Sehingga diharapkan dengan adanya sistem pendaftaran menggunakan e-filling dapat meningkatkan invensi penemu dalam hal pendaftaran paten di Indonesia. Penerapan e-filling dalam permohonan paten sangat sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan, dengan kondisi geografis yang luas dan terpencar. Pelayanan secara e-filling akan sangat efektif dan efisien untuk meningkatkan jumlah permohonan dalam negeri dan meningkatkan perlindungan paten di tanah air. Permohonan paten secara e-filling merupakan suatu kebutuhan yang belum diatur secara tegas dalam Undang- Undang Paten Nomor 14 Tahun Selain hal di atas, beberapa masalah yang berkembang saat ini di masyarakat yang tidak memadai lagi pengaturannya dalam Undang- Undang Paten yang berlaku saat ini, yaitu: Adanya kondisi yang menyebabkan pemerintah tidak mampu menyediakan berbagai kemudahan kepada inventor dalam negeri, UKM, peneliti dalam pengurusan Paten sehingga berdampak pada peningkatan permohonan Paten dalam negeri. 2. Permohonan paten dari dalam negeri yang berasal dari lembaga penelitian nirlaba, inventor individu cukup banyak sehingga perlu dipertimbangkan agar biaya pemeliharaan paten untuk paten sederhana dilakukan perubahan termasuk pemberlakuan sistem grace period selama 6 (enam) bulan terkait pembayaran biaya tahunan serta tunggakan biaya pemeliharaan yang diperlakukan seperti piutang negara yang wajib ditagih; 3. Pengungkapan permohonan tentang sumber teknologi apabila teknologi tersebut berasal dari Sumber Daya Genetik (Genetic Recouses) masih belum memiliki kejelasan dalam pelaksanaannnya. 4. Sikap cepat dan tanggap Pemerintah diperlukan dalam hal pelaksanaan Paten oleh Pemerintah yang sangat diperlukan oleh masyarakat, bangsa atau negara pada saat itu. Oleh karena itu keputusan melaksanakan sendiri Paten tertentu untuk diperbaiki pelaksanaan Paten oleh Pemerintah dikaitkan dengan pertahanan dan keamanan negara selain hal-hal yang sifatnya mendesak; Sebagai negara kepulauan dan agar memberi kesempatan kepada seluruh inventor dari seluruh nusantara dengan biaya yang terjangkau maka Pemerintah harus segera menerapkan pendaftaran paten secara electronic filling (e- filling) yang sesuai juga dengan perkembangan teknologi informasi pada saat ini dan telah banyak juga dilakukan oleh negara-negara lain. 13 Tim Naskah Akademik RUU Paten, Laporan Akhir Naskah Akademik RUU Paten Tahun 2008, BPHN-Kemenkumham, hlm.3, yang telah dilakukan perbaikan/penyempurnaan terakhir bulan Maret 2015.

10 Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 216 Sejak Indonesia meratifikasi Nagoya Protokol menjadi kewajiban kita untuk mengimplementasikan treaty tersebut dalam sistem perundangan nasional termasuk dalam sistem hukum Paten. Kewajiban tersebut di antaranya adalah untuk mencantumkan asal sumber daya genetik serta skema profit sharing apabila terbukti menggunakan sumber daya genetik dari negara lain. Penggunaan tenaga-tenaga pemeriksa atau sistem lain sehingga pendaftaran Paten dapat dilakukan dengan lebih cepat. Penerapan skema pembagian royalti kepada para peneliti di instansi Pemerintah apabila invensinya berhasil dilakukan komersialisasi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kreatifitas peneliti lokal untuk menghasilkan paten serta memperoleh imbalan yang layak atas invensi yang telah dilakukan. Pengaturan biaya tahunan yang ada telah membawa kesulitan tersendiri pada pemerintah, dikarenakan konsep biaya tahunan yang apabila 3 tahun berturut- turut tidak dibayar maka akan batal demi hukum dan biaya tersebut menjadi piutang negara. Piutang negara ini menjadi beban tersendiri bagi Ditjen KI selama ini. Dilakukan pelarangan bagi Paten-Paten farmasi yang telah lewat jangka waktu perlindungan, komposisinya sama tetapi tetap memperoleh perlindungan hukum karena memiliki fungsi/khasiat yang baru. Hal ini dikenal sebagai second medical use yang berdampak pada makin panjangnya perlindungan Paten yang dimonopoli penemunya. Padahal apabila invensi tersebut telah publik domein maka komposisinya dapat dipergunakan pihak lain sehingga kesehatan masyarakat lebih terpenuhi dengan tersedianya obat yang mahal. Diperkenalkannya Konsep bolar provision dimana bukan merupakan tindak pidana apabila produksi produk farmasi yang dilindungi Paten di Indonesia, jika dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sebelum berakhirnya perlindungan Paten dengan tujuan dipergunakan untuk proses perizinan, kemudian dilakukan pemasaran setelah perlindungan Paten tersebut berakhir. Konsep Pararel Import tetap hanya untuk bidang farmasi dan tidak diperlebar pada bidang Paten yang lain dan tindakan tersebut tidak lagi hanya dikecualikan di bidang pidana namun juga dikecualikan dari bidang Perdata. Sehingga bukan tindak pidana atau pelanggaran perdata bagi tindakan impor suatu produk farmasi yang dilindungi Paten di Indonesia dan produk tersebut telah dipasarkan di suatu negara secara sah, dengan syarat produk itu diimpor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perubahan nomenklatur kata Hak Kekayaan Intelektual pada nama instansi menjadi Kekayaan Intelektual yang sudah digunakan sampai saat ini tidak tepat, karena yang lazim digunakan di seluruh dunia terkait nama instansi yang seharusnya adalah Kantor Kekayaan

11 217 Rindia Fanny K Intelektual, hal tersebut sejalan dengan pengertian dari Intellectual Property Office. Dengan adanya UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum terhadap pemengang paten. Dalam perkembangannya ditemukan beberapa permasalahan yaitu: 1. Permohonan Paten dalam Negeri Implementasi pemanfaatan perlindungan paten di Indonesia belum maksimal dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari data yang disajikan pada tabel jumlah pemohon paten di Indonesia yang dibuat oleh Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM.Keadaan tersebut disebabkan karena masyarakat belum memahami pentingnya suatu perlindungan paten terhadap hasil invensi. Disamping itu pemberdayaan paten yang kurang maksimal, untuk pendaftaran paten masih mewajibkan inventor datang langsung ke Ditjen Kekayaan Intelektual untuk mendaftarkan invensinya, adanya kekhawatiran para investor dalam menggunakan teknologi dalam negeri yang dipatenkan dan juga cara pandang masyarakat Indonesia. 2. Paten Sederhana Permohonan paten sederhana di Indonesia masih minoritas dibandingkan negara-negara lain Hal itu disebabkan untuk mengajukan permohonan paten relatif lama dan biaya permohonan paten serta biaya pemeliharaan paten relatif masih dianggap mahal bagi para inventor nasional yang pada umumnya bukan para pengusaha besar. Oleh karena itu untuk meningkatkan permohonan paten sederhana diperlukan perubahan makna kepentingan nasional sebagaimana dilakukan oleh administrator paten di negara-negara lain. Upaya untuk mendorong peningkatan permohonan paten sederhana harus dilakukan dengan cara yang elegan dan tidak kasat mata dengan mengubah perilaku administrator paten dalam memproses permohonan paten dari dalam negeri dengan mengutamakan efisiensi dan efektif dalam penerapan undang-undang paten. Dalam perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 perlu dipertimbangkan biaya pemeliharaan paten sederhana agar dihapus, sehingga mendorong inventor nasional untuk mengajukan paten-paten sederhana. Dengan demikian jumlah permohonan paten dari dalam negeri terutama yang diajukan para inventor nasional semakin berkembang. Kondisi tersebut akan meningkatkan nilai kompetitif Negara Indonesia dan memperoleh penghargaan dari negara-negara lain.

12 Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang Pendaftaran Permasalahan pemohonan paten yang relatif lama dan mewajibkan inventor untuk datang langsung ke Ditjen KIbila ingin mendaftarkan invensinya, menjadi salah satu hambatan dalam meningkatkan jumlah pemohon paten dalam negeri. Seperti diketahui bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan. Jarak antara satu pulau dengan pulau lainnya cukup memakan waktu dan biaya.dengan meningkatnya ilmu pengetahuan tentu lebih banyak penelitian-penelitian yang telah dilakukan dan menghasilkan suatu invensi baik di universitas yang ada di berbagai provinsi maupun invensi yang dihasilkan oleh individu yang ada di pulau-pulau terpencil sekalipun. Pendaftaran yang relatif lama dan mewajibkan inventor untuk datang langsung ke Ditjen KI bila ingin mendaftarkan invensinya menjadi hambatan bagi inventor yang berada di pulau-pulau lain. Upaya peningkatan pelayanan pendaftaran paten dan peningkatan jumlah pemohon paten lokal maka diperlukan suatu pengaturan administrasi dengan menggunakan e-filling.pengaturan e-filling merupakan bentuk penyesuaian dengan sistem Industrial Property Automation System (IPAS). IPAS merupakan bantuan WIPO (World Intellectual Property Organization) kepada Indonesia untuk sistem automasi dalam pendaftaran, proses permohonan pendaftaran kekayaan intelektual termasuk Paten, sertifikat dan pembayaran biaya tahunan. Dengan adanya sistem automasi tersebut diharapkan memudahkan bagi Pemohon dalam mengajukan Permohonan dan mendapatkan informasi mengenai proses permohonan sampai status permohonantersebut diberi atau ditolak. Demikian juga memudahkan bagi masyarakat mengakses informasi mengenai kekayaan intelektual. Selama ini dengan sistem manual dalam pendaftaran permohonan menjadi lebih lambat dan biaya yang cukup besar. Dengan pesatnya kemajuan teknologi, pendaftaran melalui e- filling menjadi kebutuhan untuk memudahkan Pemohon yang ingin mendaftarkan Invensinya untuk dapat dilindungi Paten. Dengan sistem e-filling pengajuan Permohonan menjadi lebih sederhana, cepat dan biaya yang dikeluarkan Pemohon (selain biaya pendaftaran Paten) menjadi lebih murah. Secara umum Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten antara lain mengatur tentang hak (Paten), cara memperoleh dan mempertahankan hak, dan pembatasan-pembatasan untuk mewujudkan keseimbangan antara hak dan kewajiban pemilik atau pemegang paten. Walaupun Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten telah diberlakukan di Indonesia sejak tahun 2001, namun dalam waktu 15

13 219 Rindia Fanny K (lima belas) tahun ini, keberadaan Undang-Undang Paten tersebut dirasakan sudah tidak mampu lagi mengatasi berbagai permasalahan tentang perlindungan atas invensi yang timbul dan berkembang di masyarakat, serta mengayomi berbagai kepentingan dari para pemangku kepentingan terkait dengan kebutuhan akan perlindungan atas Paten dan kebebasan menggunakan teknologi yang seharusnya menjadi milik umum. Hal ini diakibatkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan pengaruh perkembangan teknologi (IPTEK) yang sangat pesat. Perkembangan itu tidak hanya di bidang teknologi tinggi seperti informasi, telekomunikasi, serta bioteknologi, tetapi juga di bidang mekanik, kimia atau lainnya. Di samping itu kesadaran masyarakat juga semakin tinggi untuk meningkatkan pendayagunaan teknologi yang sederhana. Sesuai dengan tujuan pemberian Paten yaitu untuk memberikanpenghargaan atas suatu hasil karya berupa invensi baru yang dengan adanya penghargaan dimaksud akan mendorong invensi teknologi baru, maka sudah sepatutnya undang-undang memberikan perlindungan atas Invensi dimaksud bagi para Inventornya. Kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten dapat ditinjau dari beberapa aspek, sebagai berikut: 1. Ditinjau dari Aspek Substansi Undang-Undang Nomor 14 Tahun2001 tentang Paten Proses pelaksanaan Persetujuan TRIP s di Indonesia masih terhambat beberapa kendala yang merupakan kelemahan, antara lain yaitu: Ketentuan mengenai lingkup perlindungan Paten sehubungan dengan penggunaan baru dari Paten yang sudah ada, baik mencakup proses maupun produk, khususnya Paten di bidang farmasi. Diharapkan dapat diakomodir ketentuan tentang second medical use yang akan membatasi semakin lamanya waktu monopoli terhadap suatu komposisi obat, padahal Paten tersebut sudah merupakan public domain. Dalam UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten kesempatan masyarakat menggunakan suatu Invensi tanpa membayar royalti dan lepas dari tuntutan hukum apabila Paten yang melindungi Invensi tersebut telah batal. Harus dipertimbangkan adanya kesempatan masyarakat menggunakan suatu Invensi tanpa membayar royalti dan lepas dari tuntutan hukum diperluas dari yang diaturdalam UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten. Aturan ini dapat berupa aturan tidak memberikan Paten atas permohonan yang mengandung second use atau second medical use. Kemudian paten yang sudah public domain karena habis masa berlaku (20 tahun untuk Paten dan 10 tahun untuk Paten sederhana), atau Paten batal atas permohonan Pemegang Paten, atau Paten dibatalkan oleh putusan Pengadilan atau Paten batal

14 Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 220 karena tidak membayar biaya tahunan maka Invensi tersebut dapat dimanfaatkan oleh mayarakat tanpa membayar royalti. UU No. 14 Tahun 2001 belum mengatur secara jelas pemberian lisensiwajib atas permintaan negara berkembang (developing country) atau negara belum berkembang (least developed country) yang membutuhkan produk farmasi yang diberi Paten di Indonesia untuk keperluan pengobatan penyakit yang sifatnya endemi, dan produk farmasi tersebut dimungkinkan diproduksi di Indonesia, untuk diekspor ke negara tersebut. Sebaliknya diperlukan pemberian lisensiwajib untuk mengimpor pengadaan produk farmasi yang diberi Paten di Indonesia namun belum mungkin diproduksi di Indonesia untuk keperluan pengobatan penyakit yang sifatnya endemi. 2. Perlu ada kejelasan pengaturan mengenai hak atas Paten dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Adanya kelemahan-kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Patenakibat kemajuan teknologi sekarang ini harus ditindaklanjuti. Pemerintah telah menyiapkan RUU Paten guna untuk menutupi kekosongan hukum, sehingga selain untuk perlindungan juga untuk meningkatkan pendaftaran paten oleh inventor dalam negeri. Selain itu dalam RUU paten juga mengatur sistem pendaftaran yang menggunakan elektronik serta terdapat pasal dimana paten dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Indonesia dalam memberikan perlindungan paten masih memberikan perlindungan secara luas, dari sudut pandang kepentingan teknologi apabila perlindungan terlalu luas maka tidak akan terjadi pengembangan teknologi karena modifikasi sebesar apapun akan dikualifikasi sebagai pelanggaran. Sebaliknya bila perlindungan diberikan terlalu sempit maka akan merugikan pihak penemu (inventor), yakni akan muncul banyak penemuan dengan teknologi yang miripmirip atau pengembangan sedikit saja (tidak substansial) akan dianggap sebagai penemuan baru yang bisa memperoleh paten dengan relatif lebih mudah. 14 Dalam pengaturan paten yang baru diharapkan kajian yang lebih mendalam terkait dengan perlindungan paten itu sendiri karena teknologi cakupannya sangat luas dan apabila paten di Indonesia diberikan perlindungan secara luas jangan sampai memberikan pemahaman bahwa teknologi yang sudah ditemukan hanya dapat dimonopoli oleh penemu/inventor, hal ini bisa saja mempengaruhi lambatnya perkembangan teknologi di Negara Indonesia dikarenakan banyak orang yang enggan melakukan penelitian untuk menemukan 14 Ibid, hlm. 161

15 221 Rindia Fanny K teknologi baru yang bisa dikembangkan dari teknologi yang sudah ada atau sebelumnya. Pengaturan Paten harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakatnya dan kemajuan teknologi yang sangat cepat. Oleh karena itu adanya RUU Paten yang baru diharapkan dapat memberikan kejelasan aturan paten di Indonesia yang pada hakekatnya dapat memberikan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum bagi semua masyarakat Indonesia dan kelompok penemu yang potensial pada khususnya seperti kelompok perorangan (pribadi) biasanya ahli teknik yang masih bekerja dalam bidangnya, kelompok perusahaan biasanya karyawan sebuah perusahaan yang menemukan sesuatu yang akan bermanfaat bagi perusahaan, kelompok lembaga penelitian teknologi, dan kelompok lembaga pendidikan teknologi. 15 Landasan Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis Dalam Pembentukan Rancangan Undang-Undang Paten 1. Landasan Filosofis Landasan filosofis merupakan nilai-nilai moral atau etika dari bangsa Indonesia. Moral dan etika pada dasarnya berisi nilai-nilai yang baik, merupakan pandangan dan cita hukum bangsa Indonesia berakar pada Pancasila yang dijunjung tinggi, didalamnya terkandung nilai kebenaran, keadilan dan kesusilaan serta berbagai nilai lainnya yang dianggap baik dalam menata kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Sebagai pengaktualisasian nilai kebenaran, keadilan yang terkandung pada Pancasila tersebut merupakan dasar dalam melakukan pembentukan perubahan suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia. Undang-undang selalu mengandung norma-norma hukum yang diidealkan (ideal norm) oleh suatu masyarakat menuju cita-cita luhur kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang hendak diarahkan. Karena itu, undang- undang dapat digambarkan sebagai cermin dari cita-cita kolektif suatu masyarakat tentang nilai-nilai luhur yang hendak diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari melalui pelaksanaan undangundang yang bersangkutan dalam kenyataan. Oleh sebab itu, cita-cita sebagai landasan filosofis yang terkandung dalam undang-undang itu hendaklah sejalan dengan cita-cita filosofis yang dianut masyarakat bangsa Indonesia itu sendiri. 16 Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas maka landasan filosofis dalam melakukan perubahan terhadap Undang- Undang Nomor Amir Pamuntjak,dkk, 1994, Sistem Paten Pedoman Praktik dan Alih Teknologi, Jakarta:Djambatan, hlm Bagir Manan, 1991, Dasar-Dasar Perundang-Undangan di Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hlm. 14

16 Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 222 Tahun 2001 tentang Paten, yang merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor dan/atau pemegang hak, dan merupakan intangibleassets (benda tidak berwujud) yang disamakan dengan barang bergerak yang dapat dialihkan hak kebendaannya, atau dimanfaatkan untuk jangka waktu tertentu oleh pihak lain melalui perjanjian lisensi dan pembayaran royalti. Selain itu karena paten sebagai barang bergerak yang tidak berwujud juga dapat dialihkan dengan cara jual-beli, hibah, pewarisan, putusan pengadilan, atau ketentuan hukum lain yang dibenarkan oleh undang-undang. Paten diberikan oleh negara terhadap setiap invensi yang memenuhi syarat kebaruan, langkah inventif, dan dapat diterapkan dibidang industri. Persyaratan ini berlaku secara universal meski dengan gaya bahasa masing-masing negara. Dan patenyang merupakan hak eksklusif atau hak monopoli terbatasdiberikan negara sebagai penghargaan atau insentif kepada inventor terhadap invensinya sekaligus perlindungan hukum agar inventor bermotivasi terus-menerus melakukan penelitian, mencari solusi atas masalah yang dihadapi masyarakat dibidang teknologi, dan memperoleh perlindungan hukum atas invensinya yangtelah melalui proses yang cukup lama serta membutuhkan tenaga dan biaya yang tidak sedikit untuk menghasilkan suatu invensi. 2. Landasan Sosiologis Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan Negara. 17 Dalam rangka menata kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara tidak hanya bermakna filosofis, tetapi juga bermakna sosiologis. Dimana kehidupan di dalam masyarakat sebetulnya berpedoman pada suatu aturan yang oleh sebagian besar masyarakat dipatuhi dan ditaati karena merupakan pegangan baginya. Hubungan antar manusia serta antara manusia dan masyarakat atau kelompoknya, diatur oleh serangkaian nilai-nilai dan kaidah yang lama kelamaan melembaga menjadi adat istiadat.jadi sejak dilahirkan didunia ini manusia telah mulai sadar bahwa dia merupakan bagian dari kesatuan manusiayang lebih besar dan lebih luas lagi dan bahwa kesatuan manusia tadi memiliki kebudayaan. Selain itu, manusia sebetulnya telah mengetahui bahwa kehidupan mereka dalam masyarakat pada hakikatnya diatur oleh bermacam-macam aturan atau pedoman. 17 D. Djamal, 1984, Pokok-Pokok Bahasan Pancasila, Edisi Kedua Cetakan Pertama, Bandung: CV Remadja Karya, hlm. 154

17 223 Rindia Fanny K Dengan demikian, seorang awam secara tidak sadar dan dalam batasbatas tertentu dapat mengetahui apa yang sebenarnya menjadi objek atau ruang lingkup dari kehidupan sehari-harinya, salah satunya adalah kekayaan intelektual yang dimilikinya. Kekayaan intelektualmilik seseorang diatur oleh undang-undang dan memberi kesempatan baginya untuk menuntut dilaksanakan hakhak yang dimilikinya dan yakin ada aturan-aturan dan pola-pola yang mengatur interaksi sosial yang terjadi di dalam masyarakat berdasakan pada struktur sosial, proses-proses sosial, perubahan sosial dan budaya. Memperhatikan proses-proses peradilan, konsep-konsep keadilan yang berlaku dalam masyarakat sebagai pengendali sosial, dan bahasa yang dipakai dan kerangka pemikiran dalam menafsirkan pasal-pasal dalam undang-undang dalam masyarakat dengan struktur sosial yang berbeda dapat menimbulkan salah persepsi. Hal ini yang menjadi landasan untuk perlu dilakukannya perubahan-perubahan dalam pasal-pasal undang-undang. Menyadari efek suatu peraturan perundang-undangan di dalam masyarakat merupakan salah satu usaha untuk mengetahui apakah undang-undang tersebut berfungsi atau tidak. Suatu peraturan perundang-undangan yang dikatakanbaik, belum cukup apabila hanya memenuhi persyaratan-persyaratan filosofis dan yuridis saja, karena secara sosiologis peraturan tadi juga harus berlaku. Hal ini bukan berarti setiap peraturan perundang- undangan harus segera diganti apabila ada gejala bahwa peraturan tadi tidak hidup. Peraturan perundangundangan tersebut harus diberi waktu agar meresap dalam diri masyarakat. Apabila sering terjadi pelanggaran-pelanggaran (tertentu) terhadap suatu peraturan perundang-undangan, maka hal itu belum tentu berarti peraturan tersebut secara sosiologis tidak berlaku dalam masyarakat. Perubahan dan perkembangan perlindungan paten disatu sisi membawa dampak yang sangat baik dalam perkembangan teknologi, sehingga mempermudah manusia dalam memenuhi kebutuhannya dalam segala aspek kehidupan baik berupa sarana maupun berupa prasarana. Di sisi lain perlindungan paten juga membawa dampak yang baik bagi inventor sehingga lebih banyak lagi invensi-invensi yang dihasilkan, yang pada gilirannya juga akan menjamin investasi dan penanaman modal, sehingga dengan investasi tersebut teknologi makin berkembang dan hal tersebut akan memacu perkembangan perekonomian yang pada akhirnya bermuara pada kesejahteraan umat manusia. 3. Landasan Yuridis Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi

18 Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 224 permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Dalam sebuah negara hukum, setiap tindakan pemerintah harus dilakukan berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Suatu tindakan pemerintahan yang dilakukan tanpa dasar kewenangan akan berakibat batal demi hukum. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten keberadaannya adalah dalam rangka mengakomodasi beberapa ketentuan TRIP s Agreement yang mana sebelumnya dalam Undang-Undang Paten Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 belum terakomodasi. Ketentuan TRIP s yang merupakan lampiran dari persetujuan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) yang dikenal dengan Uruguay Round, yang memuat standar minimum perlindungan kekayaan intelektual termasuk Paten, yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun Sesuai dengan hasil perkembanganperundingan perdagangan dunia WTO di DOHA pada tahun 2001 dimana negara-negara berkembang dan negara yang tergolong Lease Develop Countries (LDC) berhasil merundingkan pengadaan produk farmasi untuk tujuan kemanusiaan, hasil kesepakatan DOHA tersebut diikuti dengan perubahan pada tahun 2005 dengan mengamandemen hasil persetujuan TRIP s khususnya Article 31 bis huruf f. Landasan yuridis dalam perumusan setiap undang- undang haruslah ditempatkan pada bagian Konsideran Mengingat. Dalam konsideran mengingat ini disusun secara rinci dan tepat (i) ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 yang dijadikan rujukan, termasuk penyebutan pasal dan ayat atau bagian tertentu dari Undang-Undang Dasar 1945 harus ditentukan secara tepat; (ii) Undang-undang lain yang dijadikan rujukan dalam membentuk undang- undang yang bersangkutan, yang harus jelas disebutkan nomornya, judulnya, dan demikian pula dengan nomor dan tahun Lembaran Negara dan Tambahan Lembaran Negara. Simpulan Kemajuan teknologi sekarang ini membuat perkembangan bisnis yang sangat cepat dialami oleh sebuah negara terutama dalam bidang paten. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten belum bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di Indonesia untuk mendaftarkan invensinya. Sehingga adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten belum bisa secara penuh sebagai faktor penggerak

19 225 Rindia Fanny K pertumbuhan ekonomi nasional dalam melindungi sebuah invensi yang terkait dengan teknologi, mengingat teknologi sebagai faktor utama dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara.pengaturan pendaftaran paten secara elektronik (e-filling) belum diatur secara lebih jelas dan harus dicantumkan dalam Undang-Undang Paten yang baru, sehingga penggunaanya jelas dan tidak menimbulkan masalah kedepannya. Dengan berbagai kekurangan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten menyebabkan pendaftaran invensi di Indonesia terbilang minoritas dibandingkan dengan negara-negara lain. Perlindungan paten secara luas di Indonesia juga merupakan hal yang perlu dipertimbangkam karena inventor terkesan memonopoli teknologi temuannya, mengingat perkembangan teknologi yang begitu cepat menuntut adanya invensi-invensi baru yang bisa dikembangkan dari invensi yang sudah ada. Landasan filosofis merupakan nilai-nilai moral atau etika dari bangsa Indonesia. Moral dan etika pada dasarnya berisi nilai-nilai yang baik, merupakan pandangan dan cita hukum bangsa Indonesia. Undang-undang selalu mengandung norma-norma hukum yang diidealkan (ideal norm) oleh suatu masyarakat menuju cita-cita luhur kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang hendak diarahkan. Pembentukan RUU Paten yang baru secara filosofis didasarkan untuk memberikan rasa keadilan bagi para inventor terhadap invensinya baik dari segi pendaftaran sampai dengan penegakan hukumnya. Karena itu, undang- undang dapat digambarkan sebagai cermin dari cita-cita kolektif suatu masyarakat. Secara sosiologis kehidupan di dalam masyarakat sebetulnya berpedoman pada suatu aturan yang oleh sebagian besar masyarakat dipatuhi dan ditaati karena merupakan pegangan baginya, oleh karena itu RUU Paten memberikan nilai kemanfaatan bagi masyarakat luas dan inventor pada khususnya dalam membentuk sistem paten yang mempunyai kekuatan menumbuhkan perekonomian suatu negara. Dan secara yuridis dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten keberadaannya adalah dalam rangka mengakomodasi beberapa ketentuan TRIP s Agreement yang telah dikonversi menjadi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang paten dan adanya RUU Paten yang baru ada suatu kepastian hukum terkait aturan paten yang belum diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001.

20 Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 226 Daftar Pustaka Bungin, Burhan, 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif:Aktualisasi Metodologi ke Arah Ragam Varian Kontemporer, Jakarta: P.T. RajaGrafindo Persada. Djamal, D., 1984, Pokok-Pokok Bahasan Pancasila, Edisi Kedua Cetakan Pertama, Bandung: CV Remadja Karya. Idris, Kamil, 2000, Kekayaan Intelektual Sebuah Kekuatan Untuk Pertumbuhan Ekonomi, Jakarta:Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Manan, Bagir, 1991, Dasar-Dasar Perundang-Undangan di Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Marzuki, Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Pamuntjak, Amir, dkk, 1994, Sistem Paten Pedoman Praktik dan Alih Teknologi, Jakarta:Djambatan. Purwaningsih, Endang, 2005, Perkembangan Hukum Intellectual Property Right:Kajian Hukum terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Bogor:Ghalia Indonesia. Thaib, Dahlan, 1999, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum Dan Konstitusi, cetakan pertama, Yogyakarta: Liberty. Tim Naskah Akademik RUU Paten, Laporan Akhir Naskah Akademik RUU Paten Tahun 2008, BPHN-Kemenkumham. Usman, Rachmadi Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesua,Bandung: P.T. ALUMNI. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten Naskah Akademik RUU Paten

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN Tahun Sidang : 2015-2016 Masa Persidangan : I Rapat ke : 10 Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat (RDP) ke-1 Sifat Rapat : Terbuka

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan hak kekayaan intelektual yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI I. UMUM Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Paten 1. Pengertian Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU Paten, yang dimaksud dengan Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan Kekayaan Intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan retifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya terdapat tiga fungsi aparatur pemerintah seiring dengan bergulirnya reformasi birokrasi, yaitu fungsi penyelenggaraan pemerintah, fungsi penyelenggaraan

Lebih terperinci

DISKUSI PUBLIC NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK

DISKUSI PUBLIC NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK DISKUSI PUBLIC NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK TIM PENYUSUSNAN NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK Ketua: Dr. Cita Citrawinda Noerhadi, SH.,MP. BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL Jakarta, 4 Oktober 2012 Hotel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita ketahui bersama bahwa manusia itu tidak mungkin hidup sendiri oleh karena itu terjadilah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu tempat tertentu. Pengelompokkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Rights (IPR), yaitu hak atas kepemilikan terhadap karya-karya

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

Perkembangan ekonomi global sekarang ini menuntut tiap-tiap negara untuk

Perkembangan ekonomi global sekarang ini menuntut tiap-tiap negara untuk 1 A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi global sekarang ini menuntut tiap-tiap negara untuk dapat bersaing satu sama lain agar eksitensi perekonomiannya tidak tersingkir dari komunitas masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN TERBARU UNDANG-UNDANG No.13/2016 Tentang PATEN DAN PENELUSURAN

PERATURAN TERBARU UNDANG-UNDANG No.13/2016 Tentang PATEN DAN PENELUSURAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI PERATURAN TERBARU UNDANG-UNDANG No.13/2016 Tentang PATEN DAN PENELUSURAN MAHRUZAR ( Pemeriksa Paten Utama/ Anggota TIM

Lebih terperinci

POKOK-POKOK REVISI UNDANG-UNDANG PATEN PARLAGUTAN LUBIS 2010 REVISI UU PATEN 1. Landasan Filosofis : -Memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat; - Mempermudah masyarakat dalam memahami UU Paten;

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 244, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undangundang tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) muncul karena adanya kemampuan berpikir. Hasil dari daya cipta tersebut dimiliki secara khusus (eksklusif)

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU I. UMUM Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG DAN POKOK-POKOK PERUBAHAN UU NO 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN

LATAR BELAKANG DAN POKOK-POKOK PERUBAHAN UU NO 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI LATAR BELAKANG DAN POKOK-POKOK PERUBAHAN UU NO 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN Disampaikan dalam: Sosialisasi Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi

BAB I PENDAHULUAN. Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi buku berisikan pengetahuan umum maupun ilmu pengetahuan lainnya yang akan menambah wawasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan 1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK 2.1 Desain Industri 2.1.1 Pengertian Dan Dasar Hukum Desain Industri Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan kedalam Industrial

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem No.2134, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pendaftaran Merek. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN MEREK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL Sebagai negara berkembang, Indonesia perlu mengupayakan adanya persaingan

Lebih terperinci

SOFYAN ARIEF SH MKn

SOFYAN ARIEF SH MKn Kekayaan Intelektual SOFYAN ARIEF SH MKn sofyanariefumm@gmail.com 085736025201 PROSES LAHIRNYA KARYA INTELEKTUAL Olah pikir manusia Lahir karena kemampuan Intelektual Manusia Manusia Menghasilkan suatu

Lebih terperinci

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) 1. Pembahasan HAKI Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri.

Lebih terperinci

NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A

L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A No. 39, 1989 PERDATA, PERINDUSTRIAN, PIDANA, KEHAKIMAN, HAK MILIK, PATEN, TEKNOLOGI. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA INVENSI PATEN SEDERHANA DI BIDANG TEKNOLOGI ALAT-ALAT PERTANIAN. A. Paten Sebagai Benda Immateril dan Bagian Hak Kekayaan Industri

BAB II KRITERIA INVENSI PATEN SEDERHANA DI BIDANG TEKNOLOGI ALAT-ALAT PERTANIAN. A. Paten Sebagai Benda Immateril dan Bagian Hak Kekayaan Industri BAB II KRITERIA INVENSI PATEN SEDERHANA DI BIDANG TEKNOLOGI ALAT-ALAT PERTANIAN A. Paten Sebagai Benda Immateril dan Bagian Hak Kekayaan Industri Dalam memahami lingkup Hak Kekayaan Intelektual, perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang pelaksanaannya dititikberatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 39, 1989 (PERDATA, PERINDUSTRIAN, PIDANA, KEHAKIMAN, HAK MILIK, PATEN, TEKNOLOGI. Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

Hak Atas Kekayaan Intelektual. Business Law Universitas Pembangunan Jaya Semester Gasal 2014

Hak Atas Kekayaan Intelektual. Business Law Universitas Pembangunan Jaya Semester Gasal 2014 Hak Atas Kekayaan Intelektual Business Law Universitas Pembangunan Jaya Semester Gasal 2014 Hak Kekayaan Intelektual Hasil pemikiran, kreasi dan desain seseorang yang oleh hukum diakui dan diberikan hak

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN Tahun Sidang : 2015-2016 Masa Persidangan : I Rapat ke : 7 Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) ke-3 Sifat Rapat

Lebih terperinci

(a) pembajakan merajalela akibatnya kreativitas menurun;

(a) pembajakan merajalela akibatnya kreativitas menurun; DESAIN INDUSTRI SEBAGAI BAGIAN PERLINDUNGAN HUKUM DI BIDANG HAKI Oleh: Widowati ABSTRAKSI Tujuan perusahaan didirikan adalah untuk memperoleh profit. Agar profit dapat diraih biasanya perusahaan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana tidak setiap usaha baik dalam skala kecil, menengah, meupun

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana tidak setiap usaha baik dalam skala kecil, menengah, meupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Beakang Isu mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights, merupakan isu yang sangat menarik dan sangat bersinggungan erat dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri; Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri; UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 302, 1997 (HAKI. PATEN. Perdagangan. Penemuan. Ekonomi. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak dasawarsa delapan puluhan (era 1980-an), hak kekayaan intelektual atau

I. PENDAHULUAN. Sejak dasawarsa delapan puluhan (era 1980-an), hak kekayaan intelektual atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dasawarsa delapan puluhan (era 1980-an), hak kekayaan intelektual atau dalam bahasa asing disebut Intellectual Property Rights kian berkembang menjadi bahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensikonvensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

JULI 2016 KEMENRISTEKDIKTI

JULI 2016 KEMENRISTEKDIKTI JULI 2016 KEMENRISTEKDIKTI A. PERKEMBANGAN UU PATEN (PASAL 28C (1) UUD 1945) UU 19/1989 PATEN UU 13/1997 PATEN UU 14/2001 PATEN RUU PATEN KONSEKUENSI ANGGOTA WTO PENYESUAIAN KONVENSI INTERNASIONAL BIDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia, pengertian DTLST dibedakan menjadi dua bagian yaitu desain tata letak

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PERJANJIAN LISENSI PATEN DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN NASIONAL. Oleh : Thoyyibah B. ABSTRAK

OPTIMALISASI PERJANJIAN LISENSI PATEN DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN NASIONAL. Oleh : Thoyyibah B. ABSTRAK OPTIMALISASI PERJANJIAN LISENSI PATEN DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN NASIONAL Oleh : Thoyyibah B. ABSTRAK Perjanjian Lisensi Paten merupakan salah satu bentuk alih teknologi yang dapat dilakukan guna

Lebih terperinci

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Hak Kekayaan Intelektual didefinisikan sebagai hak yang diberikan atas hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia Hak Kekayaan Intelektual

Lebih terperinci

MAKALAH HAK DESAIN INDUSTRI

MAKALAH HAK DESAIN INDUSTRI MAKALAH HAK DESAIN INDUSTRI \ Oleh : 1 Lutfi Tri Ages F. 2 M. Arif Hidayatullah 3 M. Yoga Fernanda 4 Ruswanto PROGRAM D-2 TEKNIK INFORMATIKA AKADEMI KOMUNITAS NEGERI LAMONGAN 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.252, 2016 HUKUM. Merek. Indikasi Geografis. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN Tahun Sidang : 2015-2016 Masa Persidangan : I Rapat ke : 11 Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) ke-5 Sifat Rapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waralaba pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat, sistem ini dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut

Lebih terperinci

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.40, 2013 KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PATEN. Disusun oleh : Dr. Henny Medyawati, SKom,MM. Sumber: UU NO. 14 tahun 2001, tentang Paten,2010, New Merah Putih, Yogyakarta

PATEN. Disusun oleh : Dr. Henny Medyawati, SKom,MM. Sumber: UU NO. 14 tahun 2001, tentang Paten,2010, New Merah Putih, Yogyakarta PATEN Sejarah dan pengertian hak paten, objek dan subjek hak paten, sistem pendaftaran, pengalihan hak paten, jangka waktu dan ruang lingkup hak paten, pemeriksaan permintaan paten, lisensi dan pembatalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan strategi pemberdayaan ekonomi di negaranya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan strategi pemberdayaan ekonomi di negaranya masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjalanan peradaban suatu bangsa terus berkembang mengikuti arus perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya pola pikir, intelektual,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI

BAB I PENDAHULUAN. disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini Hak atas Kekayaan Intelektual (yang biasa disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI sendiri cukup

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAN PERLINDUNGAN PATEN

PEMANFAATAN DAN PERLINDUNGAN PATEN PEMANFAATAN DAN PERLINDUNGAN PATEN Oleh : Ir. Timbul Sinaga M.Hum Direktur Paten DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I 1 A. Latar Belakang 1. Suatu bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas

BAB I PENDAHULUAN. karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi dewasa ini, teknologi sebagai ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam kegiatan industri hadir dalam kehidupan manusia dalam bentuk hasil penemuan.

Lebih terperinci

Hak Paten Mesin Motor Bajaj Ditolak di Indonesia

Hak Paten Mesin Motor Bajaj Ditolak di Indonesia Pendahuluan Salah satu perkembangan yang menonjol dan memperoleh perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini adalah semakin meluasnya arus globalisasi yang berlangsung baik di bidang sosial,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti tertarik dengan kasus hak paten yang dimiliki oleh seorang pengusaha dispenser yakni Edijanto. Edijanto mendaftarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang wiraswasta. Dengan program Usaha Kecil Menengah (UKM) yang

BAB I PENDAHULUAN. seorang wiraswasta. Dengan program Usaha Kecil Menengah (UKM) yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini masyarakat Indonesia sudah mulai memiliki peta konsep sebagai seorang wiraswasta. Dengan program Usaha Kecil Menengah (UKM) yang digalakkan oleh

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA PERLINDUNGAN MEREK BAGI PEMEGANG HAK MEREK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK YAYUK SUGIARTI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep Yayuksugiarti66@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dengan adanya perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

MAKALAH HAK PATEN. Nama Kelompok: 1. Chaniffatul Maghfirroh 2. Melan Apriliani 3. Siswo Hadi Purnomo 4. Tri Cahyono. Kelas: 2 TI-B

MAKALAH HAK PATEN. Nama Kelompok: 1. Chaniffatul Maghfirroh 2. Melan Apriliani 3. Siswo Hadi Purnomo 4. Tri Cahyono. Kelas: 2 TI-B MAKALAH HAK PATEN Nama Kelompok: 1. Chaniffatul Maghfirroh 2. Melan Apriliani 3. Siswo Hadi Purnomo 4. Tri Cahyono Kelas: 2 TI-B TEKNIK INFORMATIKA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property BAB II TINJAUAN PUSTAKA Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights (IPR) sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional bahkan internasional tidak lepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kondisi yang tidak mengenal lagi batas-batas wilayah. Aspek ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. satu kondisi yang tidak mengenal lagi batas-batas wilayah. Aspek ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi diartikan sebagai suatu proses transformasi sosial yang membawa kondisi umat manusia yang berbeda, terpencar di seluruh dunia ke satu kondisi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang berarti bahwa semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang berarti bahwa semua manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahluk sosial yang berarti bahwa semua manusia membutuhkan komunikasi dalam menjalani kehidupannya. Seiring perkembangan jaman maka berdampak pada

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 242, Tam

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 242, Tam No. 301, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Perjanjian. Lisensi Kekayaan Intelektual. Permohonan. Pencatatan. Syarat dan Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 ATAS TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 ATAS TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MAKALAH ETIKA PROFESI RAHASIA DAGANG

MAKALAH ETIKA PROFESI RAHASIA DAGANG MAKALAH ETIKA PROFESI RAHASIA DAGANG Nama Kelompok: 1. Pemi wahyu ningseh 2. Resgianto 3. Siti Soffa Putri Setiowati TEKNIK INFORMATIKA PROGRAM STUDI DI LUAR DOMISILI KABUPATEN LAMONGAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA

Lebih terperinci