BAB II KRITERIA INVENSI PATEN SEDERHANA DI BIDANG TEKNOLOGI ALAT-ALAT PERTANIAN. A. Paten Sebagai Benda Immateril dan Bagian Hak Kekayaan Industri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KRITERIA INVENSI PATEN SEDERHANA DI BIDANG TEKNOLOGI ALAT-ALAT PERTANIAN. A. Paten Sebagai Benda Immateril dan Bagian Hak Kekayaan Industri"

Transkripsi

1 BAB II KRITERIA INVENSI PATEN SEDERHANA DI BIDANG TEKNOLOGI ALAT-ALAT PERTANIAN A. Paten Sebagai Benda Immateril dan Bagian Hak Kekayaan Industri Dalam memahami lingkup Hak Kekayaan Intelektual, perlu diketahui bahwa HKI merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud (immateril). Dalam arti hukum yang dimaksud dengan benda adalah segala sesuatu yang menjadi objek hak. Semua benda dapat diperjualbelikan, dapat diwariskan dan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Dalam KUH Perdata yang menempatkan HKI dalam sistem hukum benda yang diatur dalam Buku II KUH Perdata. Dalam Pasal 499 KUH Perdata dijelaskan bahwa barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi objek hak milik. HKI merupakan hak yang lahir dari kemampuan intelektual manusia. Kemampuan intelektual tersebut hasil kerja otak manusia yang merupakan benda immateril. Hal tersebut sejalan dengan penggolongan benda yang diatur dalam Pasal 503 KUH Perdata yang menghasilkan kelompok barang yang bertubuh (berwujud) dan barang yang tidak bertubuh (tidak berwujud). HKI dapat menjadi objek hak benda yang merupakan hak absolut atas suatu benda berwujud, sedangkan HKI sendiri merupakan hak absolut 27

2 atas benda tidak berwujud. Oleh karena itu, yang dilindungi dalam lingkup HKI adalah hak dari daya cipta seseorang yang berupa benda tidak berwujud (immateril), sedangkan jelmaan dari daya cipta tersebut berupa benda berwujud yang dilindungi oleh hukum benda dalam katagori benda terwujud (materil). 31 HKI dikelompokkan dalam beberapa bagian yaitu : 1. Hak cipta (copy rights) 2. Hak kekayaan industri (industrial property rights), yang terdiri dari : a. Paten b. Merek c. Desain Idustri d. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu e. Rahasia Dagang f. Varietas Tanaman. Hak paten merupakan bagian yang dilindungi dalam lingkungan hak kekayaan industri. Hak paten tersebut diberikan kepada inventor berupa hak eksklusif. Hak eksklusif itu diperoleh dari hasil kemampuan daya cipta inventor dalam melakukan suatu penelitian di bidang teknologi 31 O.K. Saidin, Op. Cit.

3 yang diterapkan dalam industri baik yang merupakan temuan baru maupun pengembangan dari invensi sebelumnya. Hak eksklusif ini diberikan dalam jangka waktu tertentu. Hak eksklusif yang diberikan kepada inventor merupakan hak absolut, sehingga hanya inventor yang memberikan izin kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Suatu invensi akan mendatangkan keuntungan ekonomi yang tidak hanya dinikmati oleh pemilik namun dapat juga dinikmati oleh pihak lain melalui lisensi. Dengan demikian inventor akan memperoleh keuntungan, yang tidak hanya keuntungan dari penggunaan sendiri tetapi dari keuntungan royalti dari lisensor. Suatu invensi harus mengandung langkah inventif (inventive step), baik itu temuan baru maupun pengembangan dari invensi sebelumnya. Hal ini menuntut inventor untuk terus kreatif dalam menemukan suatu invensi, sehingga suatu produk memiliki mutu atau kualitas yang bagus yang bernilai tinggi. Namun, unsur teknologi dan industri juga memiliki peranan yang penting. Invensi harus dalam bidang teknologi dan dapat diterapkan dalam industri (industri applicability). 32 Dengan adanya hak eksklusif, inventor akan mendapatkan hak monopoli untuk melaksanakan atau mendayagunakan invensinya. Akan 32 Ibid, hal. 227.

4 tetapi, apabila inventor tidak melaksanakannya maka patennya dicabut. Dan bagi inventor ini merupakan suatu penghargaan bagi kemampuan intelektualitas. 33 Hak inventor yang dimaksudkan menurut UU Paten Tahun 2001 adalah hak inventor berupa ide yang lahir dari kemampuan inventor dalam memecahkan masalah di bidang teknologi yang dapat diterapkan dalam industri. Jadi yang dilindungi bukan hasil dalam bentuk produk materil melainkan ide dari kemampuan intelektual seseorang yang kemudian dilaksanakan selama waktu tertentu serta membutuhkan tenaga dan biaya. Oleh karena itu, hasil invensi tersebut memiliki nilai ekonomi yang dapat menjadi objek harta kekayaan (property). Hak atas daya pikir intelektual dalam bidang teknologi tersebut dapat diakui menurut hukum sebagai hak kekayaan yang sifatnya tidak terwujud, dikenal juga sebagai hak paten. 34 B. Sejarah dan Perkembangan Paten di Indonesia Pada awalnya paten hanya diberikan untuk menarik para ahli dari luar negeri yang dimaksudkan agar para ahli tersebut dapat mengembangkan keahliannya sehingga dapat membuat negara yang bersangkutan lebih maju. Paten atau octroi ini telah ada sejak abad ke Rachmadi Usman, Op. Cit., hal OK. Saidin, Op.Cit, hal. 228.

5 dan 15 di beberapa negara maju seperti Inggris dan Italia. Pemberian paten tersebut menjadi semacam izin menetap bagi inventor. Namun peraturan mengenai pemberian hak paten itu sendiri baru ada pada abad ke-16. Dengan perkembangan waktu dan kemajuan teknologi, pada abad ke-20 perkembangan paten mengalami perubahan dari semacam izin menetap dan sebagai hadiah bagi para ahli dari luar negeri menjadi hak atas penemuan (invensi) yang diperoleh seorang penemu (inventor). Perkembangan ini terjadi di negara-negara Amerika Utara dan Amerika Selatan dan diikuti oleh negara-negara di Eropa dan di Kawasan Asia. 35 Di Indonesia perlindungan paten diatur berdasarkan octroiwet 1910 yang berlaku sejak tanggal 1 Juli Kemudian penyempurnaan UU Paten baru dapat dilakukan setelah Indonesia merdeka. UU octrooi dianggap tidak sesuai dengan negara Indonesia yang berdaulat. Namun, tidak berlakunya UU octrooi tersebut tidak langsung diikuti dengan pembentukan UU Paten yang baru, sehingga Menteri Kehakiman mengeluarkan pengumuman No. J.55/41/4 tentang Pendaftaran sementara Octrooi tanggal 12 Agustus 1953 dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. JG.1/2/17 tentang Permohonan Octroi Dari Luar Negeri tanggal 29 Oktober Ibid, hal. 229.

6 Pengaturan paten di Indonesia setelah kemerdekaan diatur dalam UU No. 6 Tahun 1989, yang merupakan Undang-undang Paten pertama yang dibuat oleh bangsa Indonesia, selanjutnya UU octrooi dinyatakan tidak berlaku lagi. UU No. 6 Tahun 1989 mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Agustus Sesuai dengan perkembangannya, Indonesia sebagai salah satu anggota WTO yang telah ikut dalam meratifikasi Agreement Establishing The world Trade Organization dituntut untuk melakukan perubahan terhadap undang-undang No. 6 Tahun Sebagai konsekuensinya, Indonesia membentuk UU No.13 tahun 1997 yang dipandang perlu untuk mengubah dan menyempurnakan beberapa ketentuan dalam UU No.6 Tahun 1989 sesuai dengan norma-norma dan standar perlindungan hukum HKI secara international. Dilakukannya perubahan terhadap UU No.6 Tahun 1989, maka UU No.13 Tahun 1997 kemudian disahkan pada tanggal 7 Mei Selanjutnya dengan perkembangan ekonomi baik nasional maupun internasional menuntut pemberian perlindungan paten yang lebih efektif. Indonesia kembali melakukan pembaruan terhadap UU No.13 Tahun 36 Budi Agus Riswandi dan M, Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum,. Raja Grafindo Persada, jakarta, 2004, hal. 116.

7 1997. Pembaruan ini disesuaikan dengan ratifikasi TRIPs-WTO. Dengan demikian Indonesia kembali mengesahkan UU No. 14 Tahun Kemudian dapat juga dijelaskan bahwa konvensi mengenai paten diawali dengan keikutsertaan Indonesia dalam konvensi Paris. Konvensi Paris dikenal dengan The Paris Convention For The Protection Industrial Property merupakan konvensi yang mengatur mengenai perlindungan paten secara international. Konvensi Paris ini diselenggarakan tahun 1880 di Paris yang dihadiri beberapa negara. Akan tetapi, persetujuan tersebut baru dapat ditandatangani pada tahun 1883, sehingga lebih dikenal dengan Uni Paris Konvensi Paris tersebut memuat 3 (tiga) hal penting, yaitu : 1. Ketentuan-ketentuan pokok mengenai prosedur, antara lain mengenai prosedur menjadi anggota Uni. Setiap negara harus mengajukan permohonan secara resmi untuk dapat menjadi anggota. Dan negara tersebut akan terikat pada naskah konvensi yang telah ada. 2. Prinsip-prinsip yang menjadi pedoman wajib negara anggota Uni, antara lain adanya perlakuan kesamaan hak nasional (national treatment). 3. Ketentuan-ketentuan mengenai materi paten itu sendiri. Konvensi Paris mulai berlaku sejak tanggal 2 Maret 1883, yang kemudian secara berkala terus direvisi Muhammad Djumhana dan R, Djubaedillah, Op, cit,, hal Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 30.

8 Indonesia ikut meratifikasi konvensi Paris berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 1973 pada tanggal 10 Mei Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Convention Establishing The World Intellectual Property Organization (WIPO). Hak kekayaan industri yang dilindungi menurut Konvensi Paris adalah paten, model dan rancang bangunan (utility models), desain industri, merek dagang, rahasia dagang, nama dagang, serta indikasi dan sebutan asal. Selain konvensi Paris, ada beberapa konvensi yang dilakukan dalam perkembangan perlindungan paten. Konvensi Strasbourg yang diadakan pada tahun Konvensi tersebut, menurut Abdul Kadir Muhammad adalah : untuk memudahkan pelaksanaan terhadap penemuan yang sehingga perlu adanya suatu sistem klasifikasi secara internasional untuk paten. WIPO dianggap sebagai sarana yang dapat mengurusi hal tersebut. Konvensi ini kemudian direvisi kembali tahun 1979 dan menurut konvensi tersebut, semua anggota Konvensi Paris dapat tunduk pada Konvensi Strasbourg ini. 39 Namun selain konvensi-konvensi tersebut di atas, ada pula perjanjian kerja sama paten (Patent Cooperation Treaty/PCT) yang ditandatangani di Amerika Serikat pada tahun Konvensi ini mengatur masalah kerjasama berkenaan dengan pemeriksaan paten. Melalui PCT suatu paten yang telah diperoleh di suatu negara dapat diakui 39 Ibid, hal. 33.

9 dan dilindungi di negara-negara lain. Dengan adanya perjanjian kerjasama tersebut maka suatu negara peserta dapat mengetahui apakah suatu paten yang dimohonkan itu memenuhi syarat novelty di negara inventor tersebut. Indonesia sendiri baru pada tahun 1953 kembali menjadi anggota Uni Paris. Sebelumnya Indonesia tidak diakui karena tidak mengajukan pernyataan tertulis untuk ikut dalam Konvensi Paris. Setelah Indonesia kembali menjadi anggota Uni Paris, maka Indonesia mengesahkan Konvensi WIPO melalui Keppres. Nomor 24 Tahun 1979, sebagaimana telah diubah dengan Keppres. Nomor 15 Tahun Sekaligus mengesahkan pula Patent Cooperation Treaty (PCT) berdasarkan Keppres. Nomor 16 Tahun Selain itu, dalam kerangka perjanjian multilateral GATT (saat ini menjadi WTO), pada bulan April 1994 di Marakesh, Maroko, telah berhasil disepakati satu paket hasil perundingan perdagangan yang paling lengkap yang pernah dihasilkan oleh GATT. Perundingan yang telah dimulai sejak tahun 1986 di Punta del Este, Uruguay, yang dikenal dengan Uruguay Round antara lain memuat persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade Aspects of Intellectual Property Rights/TRIPs). Persetujuan TRIPs memuat norma- 40 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit, hal

10 norma dan standar perlindungan bagi karya intelektual manusia dan menempatkan perjanjian internasional di bidang Hak Kekayaan Intelektual sebagai dasar. Di samping itu, persetujuan tersebut mengatur pula aturan pelaksanaan penegakan hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual secara ketat. 41 Sebagai salah satu negara yang telah menandatangani persetujuan Putaran Uruguay, Indonesia telah meratifikasi paket persetujuan tersebut dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization). C. Pengertian dan Kriteria Invensi Paten Sederhana 1. Pengertian Paten/Paten Sederhana. Istilah paten yang dipakai dalam peraturan hukum di Indonesia saat ini menggantikan istilah octrooi yang berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata auctor atau autorizare yang berarti dibuka. Namun sesuai perkembangan, istilah lebih populer, istilah paten tersebut diserapkan dari bahasa Inggris yaitu patent Sri Walny Rahayu, Op. Cit. 42 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit,, hal. 109

11 Kata auctor yang berarti dibuka dapat diartikan bahwa suatu invensi menjadi terbuka untuk diketahui oleh umum. Namun tidak berarti setiap orang dapat melaksanakan invensi tersebut tanpa ada izin dari inventornya. Invensi baru menjadi milik umum (public domain) apabila telah habis masa perlindungan patennya, dan pada saat itu paten baru terbuka untuk umum. Adanya informasi mengenai terbukanya invensi tersebut, memberikan kesempatan untuk orang lain yang berminat untuk pengembangan teknologi selanjutnya berdasarkan invensi tersebut. Sukandarrumidi mengatakan bahwa hak paten adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan produk atau proses yang berguna bagi manusia, yang dipergunakan untuk menikmati secara ekonomis hasil dari kreativitas intelektual. 43 Di dalam Kamus Komputer dan Teknologi Informasi, Paten diartikan sebagai : Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, dalam jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya atau memberikan persetujuan pada orang lain untuk melaksanakannya. Persyaratan bahwa suatu penemuan dapat dikategorikan ke dalam paten harus mengandung unsur kebaruan (novelty), memiliki langkah-langkah inventif (inventive steps) dan dapat diaplikasikan di industri (industrial applicability) Sukandarrumidi, Paten, Pusat Pelayanan HAKI, UGM, 2007, hal. 1. Kamus Komputer dan Teknologi Informasi, Paten, diakses Mei 2009.

12 Dalam Pasal 1 angka 1 UU Paten Tahun 2001, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan paten adalah Hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Penjelasan dari definisi di atas bahwa paten merupakan hak eksklusif yang hanya diberikan kepada inventor selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan izin kepada orang lain untuk melaksanakan paten tersebut. Invensi tersebut khusus di bidang teknologi yang dapat diterapkan dalam industri. Orang lain dilarang melaksanakan paten tanpa ada persetujuan inventor atau pemegang paten. Di negara-negara lain paten sederhana dikenal dengan istilah utility models atau petty patent, yang diberikan untuk barang-barang atau alatalat yang digunakan sehari-hari. 45 Dalam UU Paten Tahun 2001 tidak ditemukan rumusan pengertian utility model, hanya memberikan batasan ruang lingkup utility model. Hal ini dicantumkan dalam Pasal 6 UU Paten Tahun 2001, yang menyebutkan bahwa setiap invensi berupa produk atau alat yang baru dan 45 Amir Pamuntjak, dkk, Sistem Paten, Djambatan, Jakarta, 1994, hal. 160.

13 mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, kontruksi atau komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk paten sederhana. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 6 UU Paten Tahun 2001, paten sederhana diperuntukkan bagi invensi yang berbentuk produk atau alat yang baru dan memiliki nilai praktis dari invensi sebelumnya. Paten dan paten sederhana merupakan hak khusus yang diberikan kepada penemu (inventor). Menurut Kamus Komputer dan Teknologi Informasi, Hak khusus (exclusive rights) diberikan kepada penemu atau pemegang paten untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan melarang orang lain tanpa persetujuan membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten. 46 Sedangkan Penemu adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama, yang melaksanakan kegiatan yang menghasilkan penemuan 47 dan pemegang paten adalah penemu sebagai pemilik paten atau orang yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas, yang terdaftar 46 Kamus Komputer dan Teknologi Informasi, Op.cit. 47 Ibid.

14 dalam Daftar Umum Paten. 48 Kecuali diperjanjikan lain dalam suatu perjanjian kerja, maka yang berhak memperoleh paten atas suatu penemuan yang dihasilkan adalah pihak yang memberikan pekerjaan. Ketentuan tersebut juga berlaku untuk penemuan yang dihasilkan oleh karyawan atau pekerja yang menggunakan data dan sarana yang tersedia dalam pekerjaannya, sekalipun perjanjian kerja tersebut tidak mengharuskannya untuk menghasilkan penemuan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam UU Paten Tahun 2001 disebutkan bahwa yang menjadi subjek paten adalah penemu (inventor), sebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 UU Paten Tahun 2001 yaitu : 1. Yang berhak memperoleh paten adalah inventor atau yang menerima lebih lanjut hak inventor yang bersangkutan. 2. Jika suatu invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama, hak atas inventor tersebut dimiliki secara bersamasama pula oleh para inventor yang bersangkutan. Dalam ketentuan Pasal 10 UU Paten Tahun 2001, bahwa hanya inventor atau yang menerima lebih lanjut hak inventor yang berhak atas paten tersebut. Pengalihan lebih lanjut hak inventor dapat dilakukan melalui pewarisan, hibah, wasiat, atau pun perjanjian tertulis yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. 48 Ibid.

15 Inventor adalah seseorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan dalam kegiatan yang menghasilkan invensi, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 3 UU Paten Tahun Oleh sebab itu seseorang atau beberapa orang tersebut baru akan dikatakan sebagai inventor apabila seseorang atau beberapa orang itu mengajukan permohonan untuk pertama kali atas suatu invensi yang dihasilkannya. Namun apabila terbukti lain sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 UU Paten Tahun 2001, maka yang dianggap inventor adalah seseorang atau beberapa orang yang pertama kali dinyatakan sebagai inventor dalam permohonan. Dengan demikian, hak dan kewajiban yang dimiliki seorang pemegang paten adalah meliputi : (1) Hak yang Dimiliki Pemegang Paten a. Hak eksklusif dan melarang orang lain b. Memberi lisensi c. Menggugat ganti rugi d. Menuntut orang yang melanggar (2) Kewajiban Pemegang Paten a. Membayar biaya pemeliharaan b. Wajib melaksanakan patennya di Indonesia Sukandarrumidi, Op.cit, hal. 2.

16 Jadi dalam hal inventor mendaftarkan invensinya, maka terhadapnya akan menimbulkan hak dan kewajiban sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Undang-undang Paten Tahun Menurut Rachmadi Usman, mengenai hal yang dianggap sebagai pemilik paten ini diatur dalam Pasal 12 UU Paten Tahun Berdasarkan Pasal 12 UU Paten Tahun 2001 ini, inventor yang terikat dalam hubungan kerja secara bersama-sama dapat memiliki hak atas paten tersebut secara kolektif, kecuali ada perjanjian lain yang telah ditentukan sebelumnya. Dan hak ekonomis atas paten tersebut pun dapat dialihkan atau beralih kepada orang lain. Sebagai imbalannya inventor akan memperoleh manfaat ekonomis yang dibayar dalam jumlah tertentu yang disepakati oleh kedua pihak. Namun pengalihan ini tidak menghapus hak moral yang dimiliki inventor untuk tetap dicantumkan dalam sertifikat paten. 50 Inventor memiliki hak eksklusif untuk memperoleh manfaat ekonomis dari hasil invensinya. Dalam Pasal 16 UU Paten Tahun 2001 disebutkan bahwa pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimiliki dan melarang pihak lain tanpa persetujuannya. Pemberian hak eksklusif tersebut hanya dalam jangka waktu tertentu saja. Penggunaan invensi yang semata-mata untuk penelitian dan pendidikan dikecualikan dalam UU Paten yang diatur Pasal 16 ayat (3) UU Paten Tahun 2001, namun hal tersebut dapat diberikan selama tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang paten itu sendiri. 50 Rachmadi Usman Op cit., hal. 233.

17 Sehingga pelaksanaan invensi tersebut tidak digunakan untuk kepentingan komersial yang dapat merugikan pemegang paten. Pemegang paten harus aktif dalam melindungi invensinya. Pemegang paten wajib membuat produk atau menggunakan proses yang telah diberikan paten di Indonesia. Namun apabila produk atau penggunaan proses tersebut dilakukan secara regional, maka ia dapat dikecualikan dan pengecualian ini ditujukan untuk menunjang alih teknologi yang secara tegas disebutkan dalam Pasal 17 UU Paten Tahun Paten mempunyai objek yang merupakan temuan (invensi) dibidang teknologi yang dapat diterapkan dalam perindustrian. Dalam Kamus Komputer dan Teknologi Informasi, Penemuan (invention) adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi yang dapat berupa proses atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi. 51 Adapun yang menjadi objek paten sederhana itu adalah alat atau produk yang memiliki nilai kebaruan dan dapat diterapkan dalam industri yang memiliki kegunaan praktis. 51 Kamus Komputer dan Teknologi Informasi, Op.cit.

18 Menurut Pasal 1 angka 2 UU Paten Tahun 2001, Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses. Atau dengan kata lain invensi merupakan ide yang lahir dari proses intelektualitas inventor yang membuahkan hasil dalam bentuk benda materil yang dapat diterapkan dalam proses industri. Dari ketentuan Pasal 6 UU Paten Tahun 2001, diketahui bahwa paten sederhana diperuntukkan bagi invensi yang berbentuk produk atau alat yang sederhana dan memiliki nilai praktis dari pada invensi sebelumnya. Objek paten sederhana tidak mencakup proses, penggunaan, komposisi dan produk yang merupakan Product by Process. 52 Kriteria yang termasuk paten sederhana, yaitu invensi yang diberikan untuk invensi yang berupa alat atau produk dan memiliki kegunaan yang lebih praktis. Invensi ini bersifat kasat mata (tangible) yang dalam penemuannya tidak melalui penelitian dan pengembangan yang mendalam, tetapi memiliki nilai kegunaan praktis sehingga bernilai ekonomis Rachmadi Usman, Op.Cit, hal Pasal 6 dan penjelasannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

19 Paten sederhana berbeda dengan paten, tingkat pengembangan teknologi untuk paten sederhana belum mencapai kriterium langkah invensi sebagaimana yang disyaratkan untuk perlindungan paten. Dalam pemeriksaan substantif, Dirjen. HKI hanya memeriksa kebaruan (novelty) dari invensi tersebut yang bukan sekedar berbeda ciri teknisnya melainkan memiliki kegunaan lebih praktis dari invensi sebelumnya. Paten sederhana juga harus dapat diterapkan dalam industri (industri applicability), artinya dapat diproduksi dan diperbanyak karena sifatnya yang memiliki kegunaan praktis dan mengandung nilai ekonomi didalamnya. Dalam Pasal 105 ayat (1) UU Paten Tahun 2001 menyebutkan bahwa permintaan paten sederhana hanya diberikan untuk satu invensi. Karena proses penemuannya berlangsung sederhana dan hasilnya pun bersifat sederhana, maka penemuan yang dihasilkan hanya berupa satu produk atau alat yang kasat mata. Berbeda dengan paten yang dapat dimintakan untuk satu atau lebih invensi yang merupakan satu kesatuan dari invensi tersebut. Kata sederhana yang digunakan pada paten sederhana dipahami bahwa invensinya tidak terlalu rumit secara teknis dan prosedural. Permintaan paten sederhana lebih dipermudah dibandingkan dengan permintaan paten. Tahapan pemeriksaan substantif dapat langsung

20 didahulukan tanpa didahului kewajiban untuk mengumumkan. Biaya yang dikenai lebih dapat ditekan dan tidak terdapat biaya pemeliharaan seperti pada paten. Paten sederhana menyangkut teknologi yang proses penemuannya dilaksanakan secara sederhana. 2. Kriteria Paten Sederhana. Berdasarkan uraian diatas, jelaslah bahwa kriteria paten sederhana adalah sebagai berikut : a. Kriteria invensi yang termasuk dalam Paten Sederhana adalah merupakan invensi yang berupa produk atau alat yang baru dan memiliki nilai kegunaan praktis dari pada invensi sebelumnya, disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, konstruksi atau komponennya; b. bersifat kasat mata atau berwujud (tangible). c. sifat baru dalam Paten Sederhana sama dengan Paten biasa yaitu bersifat universal. Dalam hal perbedaan paten dan paten sederhana, Sukandarrumidi merumuskannya dalam bentuk tabulasi yang antara lain menguraikan sebagai berikut : Sukandarrumidi, Op.cit, hal. 2.

21 TABEL 1 Perbedaan Paten Dan Paten Sederhana No. Keterangan Paten Paten Sederhana 1. Jumlah Klaim 2. Masa perlindungan 3. Pengumuman permohonan 1 invensi atau lebih yang merupakan satu kesatuan invensi 20 th (sejak tgl penerimaan permohonan paten) 18 bln setelah tanggal penerimaan 1 invensi 10 th (sejak tgl penerimaan permohonan paten) 3 bulan setelah tanggal penerimaan 4 Jangka waktu mengajukan keberatan 6 bulan terhitung sejak diumumkan 3 bulan terhitung sejak di umumkan Yang diperiksa dalam pemeriksaan subtantif Lama pemeriksaan subtantif Kebaruan (Novelty), langkah inventif, dapat diterapkan dalam industri 36 bln terhitung sejak tgl penerimaan permohonan pemeriksaan subtantif Kebaruan (Novelty), dapat diterapkan dalam industri 24 bln terhitung sejak tgl penerimaan permohonan pemeriksaan subtantif 7. Obyek paten Produk atau proses Produk atau alat Sumber : Sukandarrumidi. Paten, Pusat Pelayanan HAKI, UGM, D. Pengalihan Paten dan Lisensi Paten Sebagaimana halnya dengan HKI yang lain seperti hak cipta, merek, dan desain industri, paten sebagai hak atas benda bergerak immateril dapat dialihkan oleh inventornya atau oleh yang berhak atas

22 invensi tersebut kepada perorangan atau badan hukum. Pengalihannya bisa dilakukan secara menyeluruh atau secara terpisah-pisah. Dalam Pasal 66 ayat (1) UU Paten Tahun 2001 disebutkan bahwa; Paten beralih atau dialihkan baik dengan cara pewarisan, hibah, wasiat maupun melalui perjanjian tertulis. Dengan adanya pengalihan atau penyerahan paten ini kepada orang lain, beralih pula kekuasaan atas paten tersebut. Namun, yang beralih hanyalah hak ekonominya saja sedangkan hak moralnya tetap melekat pada diri inventornya. Pengalihan paten harus dilakukan menurut syarat dan tata cara yang diatur UU Paten Tahun 2001 dan peraturan pelaksanaannya. 55 Pengalihan paten wajib didaftarkan pada Dirjen. HKI dan dicatat dalam Daftar Umum Paten dengan dikenai biaya. Apabila pengalihan paten ini tidak didaftarkan maka pengalihatan tidak sah dan batal demi hukum. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 66 ayat (3) dan ayat (4) UU Paten Tahun Dalam Pasal 66 ayat (3) disebutkan bahwa segala bentuk pengalihan paten wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya. Dalam Pasal 66 ayat (4) UU Paten Tahun 2001 dijelaskan juga bahwa Pengalihan paten yang tidak memenuhi syarat dianggap tidak sah 55 Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 236.

23 dan batal demi hukum. Kecuali dalam hal pewarisan, hak sebagai pemakai terdahulu wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 67 UU Paten Tahun Dengan demikian hak sebagai pemakai terdahulu hanya dapat dialihkan atau beralih karena pewarisan. Peralihan pemilikan paten tidak menghapus hak inventor untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya dalam paten bersangkutan. 56 Seperti yang disebutkan dalam Pasal 68 UU Paten Tahun 2001 yaitu Pengalihan hak tidak menghapus hak inventor untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya dalam paten bersangkutan Hal ini karena adanya hak moral (moral rights) yang terus melekat pada diri inventor sampai berakhirnya paten. Jumlah permohonan paten secara kuantitatif hanya sedikit yang berasal dari dalam negeri dibandingkan dengan permohonan paten dari luar negeri. Hal ini disebabkan kemampuan orang Indonesia untuk menghasilkan invensi baru masih sedikit. Sehingga perjanjian lisensi sangat menunjang dan mempercepat laju industri melalui alih teknologi Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal Saidin, Op.Cit. hal. 281.

24 Sebagaimana halnya dengan paten, paten sederhana juga dapat dimintakan lisensi, namun lisensi yang dimintakan bukan wajib, seperti yang disebutkan dalam Pasal 107 UU Paten tahun 2001 bahwa paten sederhana tidak dapat dimintakan lisensi-wajib. Hal ini mengingat kesederhanaan invensi yang dihasilkan. Lisensi paten dilihat dari mendapatkannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu lisensi sukarela (contractual) dan lisensi wajib. Sedangkan dilihat dari sifatnya dapat pula dibagi dua, yaitu lisensi non-eksklusif dan lisensi eksklusif. Pada dasarnya UU Paten Tahun 2001 menganut sistem lisensi noneksklusif, artinya inventor dapat melaksanakan sendiri atau melisensikan lagi kepada pihak ketiga walaupun sebelumnya sudah diberikan lisensi kepada seseorang tertentu. Namun, tidak menutup kemungkinan apabila yang dipilih adalah lisensi eksklusif, asalkan dimuat dalam perjanjian lisensi tersebut. 58 Dalam perjanjian lisensi paten non-eksklusif, penerima lisensi tidak mempunyai hak terhadap pihak ketiga dan tidak dapat mengadakan perjanjian sub lisensi. Akan tetapi, pemilik atau pemegang paten tetap dapat memberikan atau mengadakan perjanjian dengan pihak lain apabila 58 Insan Budi Maulana, Lisensi Paten, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 10.

25 tidak ada ketentuan larangan yang dicantumkan dalam perjanjian sebelumnya. 59 Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 70 UU Paten Tahun Namun demikian, perjanjian lisensi tidak boleh menghambat perekonomian Indonesia. Adapun larangan yang secara tegas diatur dalam Pasal 71 ayat (1) UU Paten Tahun 2001, yaitu : 1. Perjanjian lisensi tidak boleh memuat ketentuan yang dapat merugikan perekonomian Indonesia. 2. Perjanjian lisensi dilarang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan invensi yang diberikan paten tersebut. Perjanjian lisensi ini harus didaftarkan pada Dirjen HKI dan dicatat dalam Daftar Umum Paten. Ketentuan tersebut di atas dalam Pasal 72 ayat (1) UU Paten Tahun 2001 yaitu Perjanjian lisensi harus dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya. Dengan adanya pendaftaran lisensi tersebut maka akan diketahui jumlah dan bentuk teknologi apa saja yang sudah dilisensikan. Selain itu, lisensi yang tidak didaftarkan tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga. Dengan demikian perjanjian lisensi tidak mengikat pihak ketiga dan perjanjian tersebut batal demi hukum. Dalam Pasal 73 UU Paten Tahun 2001 dijelaskan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian lisensi diatur dengan 59 Ibid., hal. 10.

26 peraturan pemerintah. Namun hingga saat ini peraturan pemerintah tersebut belum ada. Oleh karena itu, ketentuan perjanjian lisensi dapat tunduk pada ketentuan umum sebagaimana diatur dalam KUH Perdata dan kesepakatan para pihak selama tidak bertentangan dengan aturan hukum lainnya. 60 Mengenai pelaksanaan perjanjian lisensi tersebut tunduk dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yaitu : 1. Kesepakatan para pihak 2. Kecakapan 3. Hal tertentu 4. Causa yang halal Selain itu, mengenai perjanjian lisensi juga tergantung pada para pihak yang mempunyai kebebasan dalam berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Dengan demikian para pihak harus beritikad baik. E. Perlindungan Terhadap Paten dan Paten Sederhana yang Telah Didaftarkan Paten merupakan perlindungan hukum untuk karya intelektual di bidang teknologi. Karya intelektual tersebut dituangkan ke dalam suatu 60 Gunawan Widjaja, Lisensi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 58.

27 kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, yang dapat berupa proses atau produk atau penyempurnaan dan pengembangan produk dan proses. Jangka waktu yang diberikan pemerintah untuk melindungi paten sederhana adalah selama 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan paten sederhana (filling date) dan jangka waktu itu tidak diperpanjang, sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 9 UU Paten Tahun Dalam jangka waktu 10 tahun telah dianggap cukup untuk memberikan kepada inventor berupa manfaat ekonomi yang wajar. Karena penelitian paten sederhana dilakukan dalam waktu yang relatif singkat dengan cara yang sederhana pula serta biaya yang lebih murah pula. Perlindungan paten sederhana penting bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pada umumnya invensi berkualitas paten sederhana masih didominasi oleh negara-negara maju, seperti Jerman dan Jepang. Di negara Jerman dan Jepang, telah memiliki peraturan tentang paten sederhana di luar undang-undang patennya. 61 Dengan adanya pengaturan sendiri tentang paten sederhana dapat mendorong inventor lokal untuk lebih semangat dalam menemukan invensi baru di dalam negeri karena invensi tersebut dapat memperoleh perlindungan hukum melalui paten sederhana. 61 Amir Pamuntjak, dkk, Op..Cit.

28 1. Ruang Lingkup Perlindungan Berdasarkan Pasal 2 UU Paten Tahun 2001, invensi yang dapat dimintakan paten adalah invensi yang memenuhi kriteria, invensi tersebut mengandung nilai kebaruan, adanya langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri. Invensi yang dapat dimintakan perlindungan Paten adalah invensi yang: 62 a) Baru (novelty); Invensi dianggap baru jika pada tanggal penerimaan, invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya (prior art atau the state of art). Pengungkapan bisa berupa uraian lisan, melalui peragaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut. b. Mengandung langkah inventif (inventive step); Langkah inventif dimaksud adalah invensi yang bagi seseorang dengan keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat permohonan diajukan. c. Dapat diterapkan dalam industri (industrial applicable). Adapun yang dimaksud dengan dapat diterapkan dalam industri, yaitu invensi dapat diterapkan dalam industri 62 Departemen Hukum dan HAM, Bagan Pendaftaran Paten di Ditjen. HKI-Dephuk & HAM, Jakarta, 2006.

29 sesuai dengan uraian dalam permohonan. Jika invensi tersebut dimaksudkan sebagai produk, produk tersebut harus mampu dibuat secara berulang-ulang (secara massal) dengan kualitas yang sama, sedangkan jika invensi berupa proses, maka proses tersebut harus mampu dijalankan atau digunakan dalam praktik. 2. Invensi yang Tidak Dapat Di Patenkan/Tidak Mendapat Perlindungan Sebagai pengecualian, ada invensi-invensi yang tidak dapat dipatenkan, secara jelas disebutkan dalam Pasal 7 UU Paten Tahun 2001, yakni : a Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan b Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan c Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika d Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik dan proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikro-biologis.

30 3. Bentuk dan Lama Perlindungan Bentuk perlindungan Paten adalah pemberian hak eksklusif bagi Pemegang Paten untuk: a. Dalam hal Paten produk: 1. membuat; 2. menggunakan; 3. menjual; 4. mengimpor; 5. menyewakan; 6. menyerahkan; atau 7. menyediakan untuk dijual; atau 8. disewakan; atau 9. diserahkan b. Dalam hal Paten proses: Menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a. 63 Jangka waktu perlindungan untuk Paten adalah 20 (dua puluh) tahun tidak dapat diperpanjang, dan untuk Paten Sederhana 10 (sepuluh) tahun juga tidak dapat diperpanjang (Pasal 9 UU Paten 63 Ibid.

31 2001). Jangka waktu demikian dinilai cukup untuk memperoleh manfaat ekonomi yang wajar bagi pemegang Paten atau Paten Sederhana. 4. Pelanggaran dan Sanksi Untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisa, termasuk kegiatan untuk keperluan uji bioekivalensi atau bentuk pengujian lainnya, sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten, dianggap bukan merupakan pelanggaran pelaksanaan Paten yang dilindungi. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi pihak yang betulbetul memerlukan penggunaan invensi semata-mata untuk penelitian dan pendidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten adalah agar pelaksanaan atau penggunaan invensi tersebut tidak digunakan untuk kepentingan yang mengarah kepada eksploitasi untuk kepentingan komersial sehingga dapat merugikan bahkan dapat menjadi kompetitor bagi Pemegang Paten. Selain itu, ketentuan sanksi lainnya antara lain diatur sebagai berikut: (a) Menggunakan proses produksi yang diberi Paten, atau membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan

32 atau diserahkannya produk atau proses yang diberi Paten, dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). (b) Membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkannya produk atau alat yang diberi Paten sederhana, dipidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). (c) Tindak pidana dalam Paten merupakan delik aduan. 64 Berbagai ketentuan sanksi tersebut diatur dengan jelas dan tegas antara lain dalam Pasal 130 UU Paten Tahun 2001, secara tegas disebutkan bahwa pelaku pelanggaran paten dapat dipidana dengan penjara paling lama 4 (empat) tahun serta secara bersamaan harus membayar denda paling banyak Rp. 500,000,000,- (lima ratus juta rupiah). Sedangkan untuk paten sederhana diatur juga secara tegas dalam Pasal 131 UU Paten Tahun 2001, yaitu pelaku pelanggaran hak paten sederhana dapat dikenai ancaman pidana paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 250,000,000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah). Barang siapa yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3), Pasal 39 dan Pasal 41 UU Paten Tahun 2001 maka diancam dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun, seperti yang diatur dalam Pasal 132 UU Paten Tahun Ibid.

33 Pelanggaran paten merupakan delik aduan, sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 133 UU Paten Tahun Suatu pelanggaran paten baru dapat ditindak lanjuti oleh pihak yang berwenang apabila ada pengaduan yang dilakukan pemegang paten atas pelanggaran paten tersebut. Dalam hal penyidikan atas pelanggaran paten tersebut, maka yang dapat melakukan penyidikan adalah Penyidik Pejabat Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di departemen yang lingkup tugasnya dan tanggung jawabnya meliputi bidang HKI yang telah diberi wewenang khusus, (Pasal 129 ayat (1) UU Paten tahun 2001). Adapun yang menjadi wewenang penyidik PPNS-HKI adalah : 1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran aduan berkenaan dengan tindak pidana paten. 2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang paten. 3. Meminta keterangan dan barang bukti dari pihak yang terkait sehubungan dengan tindak pidana paten. 4. Melakukan pemeriksaan atas pembuktian catatan dan dokumen lainnya yang berkenan dengan tindak pidana paten. 5. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang terhadap barang bukti, pembukuan, catatan dan dokumendokumen lain, serta penyitaan terhadap barang-barang. 6. Meminta bantuan ahli dalam perkara pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana paten tersebut. (Pasal 129 ayat (2) UU Paten Tahun 2001).

34 Apabila telah terbukti terjadi pelanggaran paten maka hakim dapat memerintahkan untuk menyita barang-barang hasil pelanggaran paten dan dimusnahkan. (Pasal 134 UU Paten Tahun 2001). Selanjutnya untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi sebagai konsekuensi diberlakukannya perlindungan hukum terhadap inventor paten termasuk dalam hal ini paten sederhana, peraturan perundangundangan telah menyediakan beberapa lembaga yang dapat digunakan sebagai sarana penyelesaian hukumnya. Penggunaan terhadap salah satu lembaga penyelesaian sengketa tersebut ditentukan oleh objek atau sifat sengketa hukum yang terjadi dan juga kehendak pihak-pihak yang bersengketa untuk melakukan pilihan. Bila diperhatikan ketentuan dalam UU Paten Tahun 2001, maka sengketa paten dapat terjadi pada saat berlangsungnya proses pendaftaran dan setelah diterbitkannya sertifikat paten oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Sengketa yang terjadi pada tahap pendaftaran paten pada dasarnya menyangkut penolakan permohonan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI, sehingga pihak yang bersengketa adalah pemohon yang patennya ditolak dan Direktorat Jenderal HKI cq. Direktorat Paten. Sedangkan sengketa yang terjadi setelah diterbitkannya sertifikat paten dapat diselesaikan melalui proses hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi negara.

35 Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan penyelesaian sengketa pada Bab XII, yaitu Pasal 117 (1) Jika suatu Paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak berdasarkan Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, pihak yang berhak atas Paten tersebut dapat menggugat kepada Pengadilan Niaga. (2) Hak menggugat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku surut sejak Tanggal Penerimaan. (3) Pemberitahuan isi putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada para pihak oleh Pengadilan Niaga paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan. (4) Isi putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat dan diumumkan oleh Direktorat Jenderal. 65 Pasal 118 (1) Pemegang Paten atau penerima Lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga setempat terhadap siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16. (2) Gugatan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diterima apabila produk atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan Invensi yang telah diberi Paten. (3) Isi putusan Pengadilan Niaga tentang gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktorat Jenderal paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal putusan diucapkan untuk dicatat dan diumumkan. 66 Pasal 119 (1) Dalam hal pemeriksaan gugatan terhadap Paten-proses, kewajiban pembuktian bahwa suatu produk tidak dihasilkan dengan menggunakan Paten-proses sebagaimana dimaksud 65 Pasal 117 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 66 Pasal 118 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

36 dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dibebankan kepada pihak tergugat apabila: a. Produk yang dihasilkan melalui Paten-proses tersebut merupakan produk baru; b. Produk tersebut diduga merupakan hasil dari Paten-proses dan sekalipun telah dilakukan upaya pembuktian yang cukup untuk itu, Pemegang Paten tetap tidak dapat menentukan proses apa yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut. (2) Untuk kepentingan pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengadilan berwenang: a. memerintahkan kepada Pemegang Paten untuk terlebih dahulu menyampaikan salinan Sertifikat Paten bagi proses yang bersangkutan dan bukti awal yang menjadi dasar gugatannya; dan b. memerintahkan kepada pihak tergugat untuk membuktikan bahwa produk yang dihasilkannya tidak menggunakan Paten-proses tersebut. (3) Dalam pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pengadilan wajib mempertimbangkan kepentingan tergugat untuk memperoleh perlindungan terhadap rahasia proses yang telah diuraikannya dalam rangka pembuktian di persidangan. 67 Pembuktian terbalik diterapkan mengingat sulitnya penanganan sengketa Paten untuk proses. Sekalipun demikian, untuk menjaga keseimbangan kepentingan yang wajar di antara para pihak, hakim tetap diberi kewenangan memerintahkan kepada pemilik Paten untuk terlebih dahulu menyampaikan bukti salinan Sertifikat Paten bagi proses yang bersangkutan serta bukti awal yang memperkuat dugaan itu. Selain itu, 67 Pasal 119 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

37 hakim juga wajib mempertimbangkan kepentingan pihak tergugat untuk memperoleh perlindungan terhadap kerahasiaan proses yang telah diuraikannya dalam rangka pembuktian yang harus dilakukannya di persidangan. 68 Pengertian proses yang dipatenkan atau Paten bagi proses, pada dasarnya mengacu pada istilah yang sama, yaitu Paten-proses (process patent). Sedangkan perlindungan terhadap kerahasiaan tersebut sangat penting mengingat sifat suatu proses yang pada umumnya sangat mudah dimanipulasi atau disempurnakan oleh orang yang memiliki pengetahuan yang umum di bidang teknik atau teknologi tertentu. Dengan demikian, atas permintaan para pihak, hakim dapat menetapkan agar persidangan dinyatakan tertutup untuk umum. 69 Khususnya penyelesaian sengketa paten secara perdata, UU Paten Tahun 2001 telah mengatur mekanisme penyelesaiannya yakni melalui gugatan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga (litigasi) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (non-litigasi). Kedua sarana penyelesaian tersebut memiliki kelebihan dan kelemahannya masingmasing. Dari kedua bentuk mekanisme penyelesaian sengketa bisnis tersebut, mekanisme litigasi (jalur peradilan) memang lebih banyak 68 Penjelasan Pasal 119 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 69 Ibid.

38 dikenal dan sudah lama digunakan orang dalam penyelesaian sengketa bisnis dibandingkan mekanisme non litigasi. Akan tetapi, mekanisme peradilan ini dinilai banyak mengandung kelemahan, antara lain, lamanya proses beracara, tingginya biaya formal dan informalnya, persidangan dilakukan secara terbuka padahal kerahasiaan seringkali diperlukan dalam kegiatan bisnis, hakim yang memeriksa perkaranya umumnya tidak menguasai substansi permasalahan, dan lebih-lebih adanya mafia peradilan oleh para penegak hukum yang menghancurkan sendi-sendi keadilan hukum yang seharusnya dijunjung tinggi. 70 Sebaliknya, penyelesaian sengketa bisnis melalui mekanisme ADR (Alternative Dispute Resolution) memiliki kelebihan dibandingkan dengan bentuk litigasi. Diantara kelebihannya adalah sifat kesukarelaan dalam proses, prosedur cepat, rahasia (confidential), hemat waktu, hemat biaya, keputusan non yudisial, fleksibel dalam merancang syarat-syarat penyelesaian sengketa, win-win solution, dan tetap terpelihara hubungan baik antara pihak yang bersengketa Editor, Mencari Solusi Alternative, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 21, Oktober 2002, hal Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) & Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta 2000, hal

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Paten 1. Pengertian Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU Paten, yang dimaksud dengan Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan retifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 244, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan hak kekayaan intelektual yang

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dengan adanya perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undangundang tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan Kekayaan Intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 302, 1997 (HAKI. PATEN. Perdagangan. Penemuan. Ekonomi. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri; Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri; UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

MAKALAH HAK PATEN. Nama Kelompok: 1. Chaniffatul Maghfirroh 2. Melan Apriliani 3. Siswo Hadi Purnomo 4. Tri Cahyono. Kelas: 2 TI-B

MAKALAH HAK PATEN. Nama Kelompok: 1. Chaniffatul Maghfirroh 2. Melan Apriliani 3. Siswo Hadi Purnomo 4. Tri Cahyono. Kelas: 2 TI-B MAKALAH HAK PATEN Nama Kelompok: 1. Chaniffatul Maghfirroh 2. Melan Apriliani 3. Siswo Hadi Purnomo 4. Tri Cahyono Kelas: 2 TI-B TEKNIK INFORMATIKA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional

Lebih terperinci

NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN MENIMBANG: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensikonvensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

Tanya Jawab Tentang Paten

Tanya Jawab Tentang Paten Tanya Jawab Tentang Paten Apakah paten itu? Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PATEN. Disusun oleh : Dr. Henny Medyawati, SKom,MM. Sumber: UU NO. 14 tahun 2001, tentang Paten,2010, New Merah Putih, Yogyakarta

PATEN. Disusun oleh : Dr. Henny Medyawati, SKom,MM. Sumber: UU NO. 14 tahun 2001, tentang Paten,2010, New Merah Putih, Yogyakarta PATEN Sejarah dan pengertian hak paten, objek dan subjek hak paten, sistem pendaftaran, pengalihan hak paten, jangka waktu dan ruang lingkup hak paten, pemeriksaan permintaan paten, lisensi dan pembatalan

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI I. UMUM Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017. PENEGAKAN HUKUM HAK PATEN MENURUT TRIPS AGREEMENT DAN PELAKSANAANYA DI INDONESIA 1 Oleh: Rignaldo Ricky Wowiling 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017. PENEGAKAN HUKUM HAK PATEN MENURUT TRIPS AGREEMENT DAN PELAKSANAANYA DI INDONESIA 1 Oleh: Rignaldo Ricky Wowiling 2 PENEGAKAN HUKUM HAK PATEN MENURUT TRIPS AGREEMENT DAN PELAKSANAANYA DI INDONESIA 1 Oleh: Rignaldo Ricky Wowiling 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannyapenelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peraturan

Lebih terperinci

PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) muncul karena adanya kemampuan berpikir. Hasil dari daya cipta tersebut dimiliki secara khusus (eksklusif)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PATEN DAN SYARAT PENDAFTARAN. Paten merupakan suatu hak khusus berdasarkan undang-undang diberikan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PATEN DAN SYARAT PENDAFTARAN. Paten merupakan suatu hak khusus berdasarkan undang-undang diberikan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PATEN DAN SYARAT PENDAFTARAN 2.1 Pengertian Paten Paten merupakan suatu hak khusus berdasarkan undang-undang diberikan kepada si pendapat/si penemu (uitvibnder) atau menurut

Lebih terperinci

L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A

L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A No. 39, 1989 PERDATA, PERINDUSTRIAN, PIDANA, KEHAKIMAN, HAK MILIK, PATEN, TEKNOLOGI. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Rights (IPR), yaitu hak atas kepemilikan terhadap karya-karya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 39, 1989 (PERDATA, PERINDUSTRIAN, PIDANA, KEHAKIMAN, HAK MILIK, PATEN, TEKNOLOGI. Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. resmi dari Intellectual Property Rights (IPR). Berdasarkan substansinya, HKI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. resmi dari Intellectual Property Rights (IPR). Berdasarkan substansinya, HKI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL A. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HKI) adalah terjemahan resmi dari Intellectual Property Rights

Lebih terperinci

NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

MEREK. Umum. 1. Apakah merek itu?

MEREK. Umum. 1. Apakah merek itu? MEREK Umum 1. Apakah merek itu? Yang dimaksud dengan merek adalah suatu "tanda" yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memliki

Lebih terperinci

NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.252, 2016 HUKUM. Merek. Indikasi Geografis. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut serta dalam. menandatangani perjanjian multilateral pada tanggal 15 April 1994 di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut serta dalam. menandatangani perjanjian multilateral pada tanggal 15 April 1994 di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut serta dalam menandatangani perjanjian multilateral pada tanggal 15 April 1994 di Marakesh, Afrika Utara.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

MAKALAH ETIKA PROFESI RAHASIA DAGANG

MAKALAH ETIKA PROFESI RAHASIA DAGANG MAKALAH ETIKA PROFESI RAHASIA DAGANG Nama Kelompok: 1. Pemi wahyu ningseh 2. Resgianto 3. Siti Soffa Putri Setiowati TEKNIK INFORMATIKA PROGRAM STUDI DI LUAR DOMISILI KABUPATEN LAMONGAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia, LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 31, 1997 HAKI. MEREK. Perdagangan. Ekonomi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3681). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan

Lebih terperinci

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) 1. Pembahasan HAKI Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri.

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 19 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RGS Mitra 1 of 19 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RGS Mitra 1 of 19 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan 1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK 2.1 Desain Industri 2.1.1 Pengertian Dan Dasar Hukum Desain Industri Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan kedalam Industrial

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia telah meratifikasi konvensi-konvensi internasional di bidang HKI salah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia telah meratifikasi konvensi-konvensi internasional di bidang HKI salah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) 1. Dasar Hukum dan Lingkup HKI Indonesia telah meratifikasi konvensi-konvensi internasional di bidang HKI salah satunya persetujuan pembentukan World

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA DI BIDANG PATEN 1 Oleh : Aditia E Bawole 2

TINDAK PIDANA DI BIDANG PATEN 1 Oleh : Aditia E Bawole 2 TINDAK PIDANA DI BIDANG PATEN 1 Oleh : Aditia E Bawole 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan Paten menurut Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2001 dan bagaimana

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Syarat Serta Prosedur Pendaftaran dan Pembatalan Pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu 1. Syarat dan Prosedur Pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL Sebagai negara berkembang, Indonesia perlu mengupayakan adanya persaingan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA PERLINDUNGAN MEREK BAGI PEMEGANG HAK MEREK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK YAYUK SUGIARTI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep Yayuksugiarti66@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 241, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4043) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO Subjek dan Objek Hukum Arti & Peranan Hak Kekayaan Intelektual Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual Subjek Hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU I. UMUM Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di dalam era perdagangan global,

Lebih terperinci

(a) pembajakan merajalela akibatnya kreativitas menurun;

(a) pembajakan merajalela akibatnya kreativitas menurun; DESAIN INDUSTRI SEBAGAI BAGIAN PERLINDUNGAN HUKUM DI BIDANG HAKI Oleh: Widowati ABSTRAKSI Tujuan perusahaan didirikan adalah untuk memperoleh profit. Agar profit dapat diraih biasanya perusahaan melakukan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN I. UMUM a. Terminologi Pengaruh perkembangan teknologi sangat besar terhadap kehidupan sehari-hari dan dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB III UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA. A. Profil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

BAB III UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA. A. Profil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 45 BAB III UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA A. Profil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 1. Sejarah Perkembangan Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia Permasalahan hak

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN I. UMUM Pengaruh perkembangan teknologi sangat besar terhadap kehidupan sehari-hari dan dalam beberapa dasawarsa terakhir

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya terdapat tiga fungsi aparatur pemerintah seiring dengan bergulirnya reformasi birokrasi, yaitu fungsi penyelenggaraan pemerintah, fungsi penyelenggaraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia, pengertian DTLST dibedakan menjadi dua bagian yaitu desain tata letak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waralaba pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat, sistem ini dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1991 TENTANG TATA CARA PERMINTAAN PATEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1991 TENTANG TATA CARA PERMINTAAN PATEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1991 TENTANG TATA CARA PERMINTAAN PATEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan sistem paten sebagaimana diatur

Lebih terperinci

Dr. Tb. Maulana Kusuma Web: Gunadarma University

Dr. Tb. Maulana Kusuma   Web:  Gunadarma University Dr. Tb. Maulana Kusuma Email: mkusuma@staff.gunadarma.ac.id Web: http://mkusuma.staff.gunadarma.ac.id Gunadarma University Ruang Lingkup HKI Hak atas Kekayaan Intelektual didefinisikan sebagai suatu perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita ketahui bersama bahwa manusia itu tidak mungkin hidup sendiri oleh karena itu terjadilah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu tempat tertentu. Pengelompokkan

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. (Intelectual Property Rights Law)

TUGAS MATA KULIAH HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. (Intelectual Property Rights Law) TUGAS MATA KULIAH HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (Intelectual Property Rights Law) Hak Kekayaan Intelektual : Jenis Jenis dan Pengaturannya O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : C Dosen

Lebih terperinci

BAB II SYARAT-SYARAT DAN PROSEDUR PENDAFTARAN PATEN ASING DI INDONESIA

BAB II SYARAT-SYARAT DAN PROSEDUR PENDAFTARAN PATEN ASING DI INDONESIA BAB II SYARAT-SYARAT DAN PROSEDUR PENDAFTARAN PATEN ASING DI INDONESIA A. Sejarah dan Pengertian Paten Paten atau oktroi telah ada sejak abad XIV dan XV, contohnya di negara Italia dan Inggris. Tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1991 TENTANG TATA CARA PERMINTAAN PATEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1991 TENTANG TATA CARA PERMINTAAN PATEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1991 TENTANG TATA CARA PERMINTAAN PATEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan sistem paten sebagaimana diatur

Lebih terperinci

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut:

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut: DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU Perhatikan desain-desain handphone berikut: 1 1. Pengertian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang SIRKUIT TERPADU (integrated

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem No.2134, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pendaftaran Merek. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN MEREK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK RAHASIA DAGANG 1 Oleh : Ghiand Carllo Legrands 2 ABSTRAK Pada era globalisasi sekarang ini, dunia usaha yang penuh persaingan telah mendorong para pelaku bisnis untuk mengembangkan

Lebih terperinci

DESAIN INDUSTRI. Pendesain: seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri.

DESAIN INDUSTRI. Pendesain: seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri. DESAIN INDUSTRI PENGERTIAN DESAIN INDUSTRI Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri menyebutkan bahwa Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA MEREK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK. Abstract

PENYELESAIAN SENGKETA MEREK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK. Abstract PENYELESAIAN SENGKETA MEREK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK Anik Tri Haryani, S.H., M.Hum 1 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Abstract Brand is one component of

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN I. UMUM Pengaruh perkembangan teknologi sangat besar terhadap kehidupan sehari-hari dan dalam beberapa dasawarsa terakhir

Lebih terperinci

POKOK-POKOK REVISI UNDANG-UNDANG PATEN PARLAGUTAN LUBIS 2010 REVISI UU PATEN 1. Landasan Filosofis : -Memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat; - Mempermudah masyarakat dalam memahami UU Paten;

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Tidak dapat kita pungkiri bahwa merek merupakan suatu aset yang sangat berharga dalam dunia perdagangan sehingga memegang peranan yang sangat penting. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan bagi kekayaan intelektual merupakan langkah maju bagi Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu implementasi era pasar

Lebih terperinci