BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Penelitian ini memberikan penilaian berupa baik atau buruknya fabel Kompas melalui hubungan antarstruktur dan kesatuan ceritanya. Anak sebagai pembaca dan penikmat cerita memiliki kebatasan secara pengalaman, bahasa, dan pengisahan cerita, jadi penentuan kualitas fabel didasarkan pada struktur cerita yang menyusunnya. Keterbatasan anak itulah yang menuntut karya sastra yang disajikan untuk anak harus memiliki kualitas yang baik secara struktur, sehingga anak dapat dengan mudah memahami apa yang disampaikan cerita. Penelitian ini menggunakan teori strukturalisme Robert Stanton karena teori ini dapat menjawab seluruh permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini. Penelitian ini juga menemukan formula cerita fabel yang menjadi ciri khas harian Kompas pada tahun Penulis menemukan beberapa penelitian yang bersinggungan dengan topik atau pun objek penelitian yang dipilih. Berikut adalah beberapa penelitian tersebut. Pertama penelitian mengenai cerita anak pada koran Kompas, yaitu penelitian oleh Burhan Nurgiyantoro yang berjudul Genre Sastra Anak di Harian Kompas Minggu. Objek penelitian ini adalah berbagai teks genre sastra anak yang dimuat dalam harian Kompas selama tahun Penelitian Burhan Nurgiyantoro ini mengungkap bahwa harian Kompas Minggu menampilkan 13

2 14 empat genre sastra anak, yaitu cerita fiksi, puisi, bacaan nonfiksi, dan komik. Genre fiksi terdiri atas subgenre cerita realistik, fantasi, fabel, dan fabel modern, genre puisi terdiri atas puisi ekspresif dan balada, bacaan nonfiksi terdiri atas bacaan informasional, sedang komik hanya berupa komik strip. Tiap genre dan subgenre menawarkan makna dan atau tema yang beragam yang menyangkut berbagai aspek kehidupan yang dalam jangkauan kejiwaan anak. Skripsi Asra Hayati Syahrul Nova berjudul Nilai-Nilai Didaktis dalam Cerita Anak Harian Kompas 2013 juga bersinggungan dengan topik penelitian ini. Skripsi ini membahas mengenai nilai-nilai didaktis yang terdapat dalam cerita anak harian Kompas pada tahun 2013, yaitu religius, kejujuran dan tanggung jawab, kerja keras dan disiplin, peduli, mandiri, cinta damai, hormat dan santun, kasih sayang, percaya diri, rendah hati dan dermawan, persatuan (nasionalisme), kerja sama, kreatif, dan menghargai prestasi. Berdasarkan analisis cerita anak pada harian Kompas tahun 2013 memiliki tema yang beragam, yaitu kesombongan, menyayangi binatang, kerja keras, mandiri, mencintai tanah air, percaya diri, peduli lingkungan, berbagi bersama, mencintai perdamaian, berpuasa, natal, kurban, salah sangka, kreatif, jujur, bersahabat, menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, tolong menolong dan menghormati guru. Skripsi dari Abdul Rahman Manurung dengan judul Analisis Nilai-Nilai Moral dalam Sastra Anak pada Harian Kompas Edisi Maret Skripsi ini membahas mengenai nilai moral yang terkandung dalam harian Kompas edisi Maret Ada sembilan nilai moral yang terdapat dalam cerita anak, yaitu

3 15 kreatif, kesabaran, kerja keras, hati nurani, tanggung jawab dan hormat, keberanian, mandiri, cinta tanah air, dan tolong-menolong. Kreatif menjadi ciri khas dalam cerita anak harian Kompas edisi Maret Laporan penelitian Hasanuddin berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Teks Sastra Anak pada Cerita Anak Terbitan Harian Kompas. Penelitian itu menggunakan cerita anak edisi Juni-Juli 2012 dengan jumlah 8 cerita anak. Laporan penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) nilai-nilai pendidikan karakter keimanan dan ketakwaan dengan indikator sikap dan perilaku percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, mengerjakan perintah dan larangan Tuhan, amanah, bersyukur, ikhlas, dan nilai-nilai pendidikan karakter kepedulian dengan indikator sikap dan patuh pada aturan, sopan, santun, demokratis, toleransi, suka membantu, anti kekerasan, pemaaf, menjaga kerahasiaan merupakan persoalan yang dijadikan tema utama di dalam teks sastra anak pada cerita anak harian Kompas; (2) nilai-nilai pendidikan karakter kecerdasan, nilai-nilai pendidikan karakter kejujuran, dan nilai-nilai pendidikan karakter ketangguhan merupakan persoalan yang dijadikan tema pendukung dalam cerita anak harian Kompas. Penelitian lain yang pernah dilakukan terhadap cerita anak adalah penelitian dari A. Nuryadin berupa skripsi yang berjudul Nilai Nilai Akhlak dalam Cerita Anak Harian Kompas. Dalam skripsinya tersebut, Nuryadin meneliti mengenai nilai-nilai akhlak yang dapat mendidik anak dan relevan dengan ajaran Islam pada cerita anak harian Kompas. Penelitian ini berkesimpulan bahwa cerita anak Kompas berisi pendidikan akhlak untuk anak-anak yang sesuai dengan ajaran akhlak pada agama Islam, yaitu akhlak

4 16 terhadap diri sendiri dengan mengajarkan bersikap tawadhu, tidak sombong, dan amanah. Penelitian lain yang masih berkaitan adalah penelitian yang disusun oleh Ardi, Monicha, dkk. dengan judul Kecenderungan Tematis Cerita Anak Dalam Harian Kompas Edisi Januari-Maret 2012: Kajian Sosiologi Sastra. Jurnal ini meneliti mengenai kecenderungan tema cerita anak Kompas edisi Januari- Maret Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti menyimpulkan ada empat tema yang ada di cerita anak Kompas, yaitu keluarga, kegigihan, kecerobohan, dan keegoisan. Kebaharuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian ini menilai kualitas fabel anak harian Kompas dan dapat menemukan formula cerita yang menjadi ciri khas fabel harian Kompas pada tahun Penelitian ini juga mengaplikasikan teori strukturalisme Stanton secara tepat. Mayoritas penelitian-penelitian sebelumnya hanya meneliti kecenderungan tematisnya saja, padahal hakikat dari strukturalisme adalah melihat kesatuan antarunsur yang menyusun cerita. Tidak seperti penelitian-penelitian sebelumnya yang hanya melihat kecenderungan genre, tema, dan nilai yang terkandung pada cerita anak harian Kompas, penelitian ini dapat menentukan baik dan buruknya cerita dan menemukan formula khas cerita anak fabel yang dimiliki oleh harian Kompas tahun Landasan Teori Piaget (dalam Susanto, 2012: 90) mengungkapkan bahwa struktur dicirikan dengan beberapa sifat, yakni totalitas, transformasi, dan otoregulasi.

5 17 Sifat struktur sebagai totalitas dapat diartikan bahwa struktur tidak dapat berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh. Transformasi diartikan sebuah struktur melakukan suatu proses dia bisa berubah. Otoregulasi hampir mirip dengan transformasi, struktur memiliki sifat adaptif yang dapat mengatur dirinya sendiri. Konsep utama strukturalisme adalah melihat kesatuan dari hubunganhubungan antarstruktur penyusunnya. Teeuw (1988: 135) mengungkapkan bahwa analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua struktur dan aspek karya sastra sehingga menghasilkan makna yang menyeluruh. Strukturalisme Robert Stanton membagi elemen atau unsur-unsur dalam sebuah karya sastra yang bersifat fiksi ke dalam beberapa kategori, yaitu fakta cerita, tema, dan sarana sastra. Ketiga unsur tersebut memiliki sifat yang saling berhubungan dan saling berkaitan antara unsur satu dengan unsur yang lain. a. Fakta-Fakta Cerita Menurut Stanton, fakta cerita atau struktur faktual terdiri atas karakter, alur, dan latar. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual cerita hanyalah salah satu cara bagaimana detaildetail diorganisasikan. Di samping itu, detail-detail tersebut juga membentuk berbagai pola yang pada gilirannya akan mengemban tema. Menurutnya, cerita yang masuk akal bukan selalu berarti tiruan kehidupan. Koherensi pengalaman adalah satu-satunya hal yang harus

6 18 dikandungnya. Koherensi tersebut akan tampak meyakinkan karena bertaut satu sama lain. Pengalaman-pengalaman bisa tampak koheren karena hukum sebab-akibat yang menghubungkannya akrab dan menyatu dengan dunia yang dialami. Sebaliknya, pengalaman pertama yang tidak lazim seperti kala memasuki bangku kuliah atau pada saat mendaftar sebagai tentara kadang akan terkesan inkoheren. Bila seorang pengarang bermaksud mengeksplorasi inkoherensi ini dalam ceritanya, hendaknya ia membatasi sebab-akibat yang mengurai kejadian-kejadian di dalamnya. Masuk akal dan tidak terhindarkan dipahami bukan sebagai alat untuk menilai sebuah cerita. Dua hal ini dimaksudkan agar sadar akan hukum sebab-akibat yang mempertautkannya (Stanton, 2012: 22-26). 1. Alur Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal yang fisik saja, seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter, kilasankilasan pandangannya, keputusan-keputusannya, dan segala yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya. Peristiwa-peristiwa yang tidak terhubung secara kausal sering dipandang tidak relevan terhadap alur dan kerap diabaikan dalam penulisan ringkasan alur. Akan tetapi, sebuah cerita yang dianggap

7 19 bagus jarang sekali mengandung peristiwa-peristiwa tidak relevan. Bahkan alur-alur tersebut lebih rekat dan padat jika dibandingkan dengan alur lain. Semakin sedikit karakter dalam sebuah cerita, semakin rekat dan padat pula alur yang mengalir di dalamnya. Setiap adegan yang dilakukan oleh seorang karakter akan memengaruhi hubungannya dengan karakter-karakter lain. Pada gilirannya, reaksi yang ditimbulkan oleh karakter-karakter lain itu akan balik memengaruhinya. Tegangantegangan (aksi-reaksi saling memengaruhi) tersebut terus-menerus berlangsung hingga akhirnya menjadi stabil. Karya seperti ini biasanya menekankan bahasannya pada hubungan-hubungan psikologis dan isuisu moral yang penting. Alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemenelemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya. Sama halnya dengan elemen-elemen lain, alur memiliki hukum-hukum sendiri; alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri keteganganketegangan. Konflik dan klimaks merupakan dua elemen dasar yang membangun alur. Dalam setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak jelas) yang hadir melalui hasrat dua

8 20 orang karakter atau hasrat seorang karakter dengan lingkungannya. Konflik-konflik spesifik ini merupakan subordinasi satu konflik utama yang bersifat eksternal, internal, atau dua-duanya. Klimaks adalah saat ketika konflik terasa sangat intens sehingga ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat terselesaikan ( terselesaikan bukan ditentukan ). Satu kekuatan mungkin menakhlukkan kekuatan lain, namun selayaknya kehidupan, keseimbangan lah yang seringkali menjadi penyelesaian karena tidak ada satu kekuatan pun yang sepenuhnya kalah atau menang. Klimaks utama sering berwujud satu peristiwa yang tidak terlalu spektakuler. Klimaks utama tersebut acap kali sulit dikenali karena konflik-konflik subordinat pun memiliki klimaks-klimaksnya sendiri. Bahkan, bila konflik sebuah cerita mewujud dalam berbagai bentuk atau cara dan melalui beberapa fase yang berlainan, akan sangat tidak mungkin menentukan satu klimaks utama. Akan tetapi, memilih satu tentu tidak akan ada ruginya karena pilihan tersebut masih dapat merangkum struktur cerita secara menyeluruh (Stanton, 2012: 26-32). 2. Karakter Istilah karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu individu yang muncul dalam cerita seperti ketika ada orang yang bertanya; Berapa karakter yang ada dalam cerita itu? Konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari

9 21 individu-individu tersebut seperti yang tampak implisit pada pertanyaan; Menurutmu, bagaimanakah karakter dalam cerita itu? Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu karakter utama yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Alasan seorang karakter untuk bertindak sebagaimana yang ia lakukan dinamakan motivasi. Motivasi spesifik adalah alasan atas reaksi spontan, yang mungkin juga tidak disadari, yang ditunjukkan oleh adegan atau dialog tertentu. Motivasi dasar adalah suatu aspek umum dari satu karakter atau dengan kata lain hasrat dan maksud yang memandu sang karakter dalam melewati keseluruhan cerita. Arah yang dituju oleh motivasi dasar adalah arah tempat seluruh motivasi spesifik bermuara (Stanton, 2012: 33-35). 3. Latar Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat berwujud dekor seperti sebuah cafe di Paris, pegunungan di California, sebuah jalan buntu di sudut kota Dublin dan sebagainya. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Meski tidak langsung merangkum sang karakter utama, latar dapat merangkum orang-orang yang menjadi dekor dalam cerita. Dalam berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar memiliki daya untuk memunculkan tone dan mood emosional sang karakter. Tone emosional ini disebut dengan istilah atmosfer. Atmosfer bisa jadi

10 22 merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang karakter atau sebagai salah satu bagian dunia yang berada di luar diri sang karakter (Stanton, 2012: 35-36). b. Tema Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap diri sendiri, atau bahkan usia tua. Tema merupakan pernyataan generalisasi, akan sangat tidak tepat diterapkan untuk cerita-cerita yang mengolah emosi karakterkarakternya. Ada beberapa istilah alternatif diajukan oleh para kritisi, tetapi tidak satu pun yang sesuai. Tema disebut juga gagasan utama, dan maksud utama secara fleksibel, tergantung pada konteks yang ada. Tema menyorot dan mengacu pada aspek-aspek kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai-nilai tertentu yang melingkupi cerita. Cara paling efektif untuk mengenali tema sebuah karya adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya. Kedua hal ini berhubungan sangat erat dan konflik utama biasanya mengandung sesuatu yang sangat berguna jika benar-benar dirunut. Setiap aspek cerita turut mendukung kehadiran tema. Oleh karena itu, pengamatan harus dilakukan pada semua hal seperti peristiwa-peristiwa, karakter-karakter, atau bahkan objek-objek yang sekilas tampak tidak relevan dengan alur utama. Jika

11 23 relevansi hal-hal tersebut dengan alur dapat dikenali, keseluruhan cerita akan terbentang gamblang. Selama menganalisis, hendaknya berpegang teguh pada yang telah diniatkan sejak awal (menemukan tema yang sesuai dengan cerita). Tema tersebut hendaknya memberi makna dan disugestikan pada dan oleh tiap bagian cerita secara simultan (Stanton, 2012: 36-46). c. Sarana Sastra Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) untuk memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai sesuatu yang bermakna. Metode semacam ini perlu karena dengan adanya sarana-sarana sastra seperti tone dan gaya, serta sudut pandang, pembaca dapat melihat berbagai fakta melalui pandangan pengarang, memahami maksud faktafakta tersebut sehingga pengalaman pun dapat dibagi. Sarana-sarana paling signifikan di antara berbagai sarana yaitu karakter utama, konflik utama, dan tema utama. Tiga sarana ini merupakan kesatuan organis cerita. Ketigatiganya terhubung demikian erat; ketiga-tiganya menjadi fokus cerita itu sendiri. Istilah kesatuan organis berarti bahwa setiap bagian cerita, bagaimanapun sifatnya-setiap karakter, konflik, dan tema sampingan, setiap peristiwa, setiap pola menjadi elemen penyusun tiga hal di atas. Bila prinsip ini diterapkan dengan sebenar-benarnya, analisis akan berhasil (Stanton, 2012: 46-51). 1. Judul Judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika

12 24 judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu. Akan tetapi, penting untuk selalu waspada bila judul tersebut mengacu pada satu detail yang tidak menonjol. Judul semacam ini acap (terutama sekali dalam cerita) menjadi petunjuk makna cerita bersangkutan (Stanton, 2012: 51). 2. Sudut Pandang Dari sisi tujuan, sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama. Meski demikian, perlu diingat bahwa kombinasi dan variasi dari keempat tipe tersebut bisa sangat tidak terbatas. Pada orang pertama-utama, sang karakter utama bercerita dengan kata-katanya sendiri. Pada orang pertama-sampingan, cerita dituturkan oleh satu karakter bukan utama (sampingan). Pada orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada semua karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga, tetapi hanya menggambarkan yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter saja. Pada orang ketiga-tidak terbatas, pengarang mengacu pada setiap karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir atau saat ketika tidak ada satu karakter pun hadir. Empat sudut pandang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya sama-sama memiliki keunggulan dan kelemahan. Sudut pandang orang pertama-utama memungkinkan pembaca untuk mengalami yang dialami oleh si karakter utama sehingga pembaca dapat menjalaninya seolaholah nyata. Akan tetapi, pembaca akan kesulitan ketika harus berpikir seperti layaknya si karakter. Dalam konteks ini, pembaca, si karakter, dan

13 25 pengarang melebur jadi satu. Agar dapat mengenali keunikan dalam diri karakter, pembaca harus selalu waspada akan hal-hal yang memisahkannya dari pengarang. Pada sudut pandang orang pertama-bukan utama (sampingan), sang narator dapat menggambarkan si karakter utama secara langsung sekaligus mengomentari perilakunya. Keunggulan lain, pengarang dapat menciptakan berbagai ketegangan dan kejutan dengan cara menyembunyikan pemikiran si karakter utama. Akan tetapi, masalah baru akan muncul sesudahnya. Apabila opini sang narator berbeda dengan sudut pandangnya sendiri, pengarang harus membiarkan pembaca tahu keterbatasan sang narator. Selain itu, pengarang juga harus mencari cara untuk menjelaskan kehadiran sang narator dan menceritakan seluruh peristiwa yang menarik. Sama halnya dengan sudut pandang orang pertama-utama, orang ketiga terbatas memungkinkan pembaca untuk mengetahui jalan pikiran seorang karakter (biasanya karakter utama). Akan tetapi, sudut pandang ini menghalangi pengetahuan pembaca terhadap alur yang dapat dimengerti oleh si karakter dan menutup kemungkinan bagi pembaca untuk tahu apa yang dipikirkan karakter lain terhadap karakter ini. Kelebihannya, pengarang dapat menggambarkan dan mengomentari sang karakter secara langsung. Akan tetapi, kebanyakan pengarang modern lebih memilih untuk berhati-hati menerapkan teknik ini. Para pengarang modern pasti akan mengatakan yang telah diutarakan dan diperbuat oleh si karakter, dan tentu saja, menggambarkan

14 26 penampilannya. Hanya saja, mereka biasanya menolak mengomentari karakter ini secara langsung. Alasannya, komentar pengarang tampak berdiri di luar karakter tersebut, seolah-olah berada di antara pembaca dan pengalaman si karakter. Pengarang modern akan lebih memilih menunjukkan ketimbang memberi tahu. Kesimpulan yang terlihat bahwa setiap sudut pandang memiliki kelebihan dan kekurangan. Pilihan yang diambil pengarang harus selalu bergantung pada problem yang mengemuka dalam ceritanya. Sudut pandang yang dipilih terkadang merupakan campuran dari beberapa sudut pandang. Meski sebagian besar cerita yang ditulis oleh seorang pengarang dituturkan lewat orang ketiga-terbatas, pengarang tersebut masih dapat mengisahkan satu atau dua adegan lewat kaca mata karakter kedua (Stanton, 2012: 52-60). 3. Gaya dan Tone Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Dua orang pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama, hasil tulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada bahasa dan menyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang-pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora. Campuran dari berbagai aspek di atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan gaya. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang gaya, pembaca harus membaca banyak cerita dari berbagai pengarang. Beberapa pengarang mungkin memiliki gaya yang unik dan efektif sehingga dapat dengan

15 27 mudah dikenali bahkan pada saat pembacaan pertama. Gaya semacam ini juga dapat memancing ketertarikan pembaca. Gaya juga bisa terkait dengan maksud dan tujuan sebuah cerita. Seorang pengarang mungkin tidak memilih gaya yang sesuai bagi dirinya, akan tetapi gaya tersebut justru pas dengan tema cerita. Jadi, gaya dan tema menampilkan pengarang yang sama. Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah tone. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan. Ketika seorang pengarang mampu berbagi perasaan (bahasa Inggris: mood) dengan sang karakter dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan, tone menjadi identik dengan atmosfer. Pada porsi tertentu, tone dimunculkan oleh fakta-fakta; satu cerita yang mengisahkan seorang pembunuh berkapak akan memunculkan tone gila. Akan tetapi, yang terpenting adalah pilihan detail pengarang ketika menyodorkan faktafakta itu dan tentu saja, gaya pengarang sendiri (Stanton, 2012: 61-64). 4. Simbolisme Simbol berwujud detail-detail konkrit dan faktual dan memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan serta emosi dalam pikiran pembaca. Dengan ini, pengarang membuat maknanya jadi tampak. Simbol dapat berwujud apa saja, dari sebutir telur hingga latar cerita seperti satu objek, beberapa objek bertipe sama, substansi fisik, bentuk gerakan, warna, suara, atau keharuman. Semua hal tersebut dapat

16 28 menghadirkan satu fakta terkait kepribadian seorang manusia, ketidakacuhan alam terhadap penderitaan manusia, ambisi yang semu, kewajiban manusia, atau romantisme masa muda. Dalam fiksi, simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung pada bagaimana simbol bersangkutan digunakan. Pertama, sebuah simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut. Dua, satu simbol yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan akan beberapa elemen konstan dalam semesta cerita. Tiga, sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu menemukan tema. Simbolisme sastra lebih menimbulkan persoalan bagi pembaca jika dibandingkan dengan sarana-sarana lain. Simbolisme sering dijumpai dalam peristiwa-peristiwa seperti dalam percakapan sehari-hari, ritual keagamaan, periklanan, pakaian, bahkan mobil. Simbol kebanyakan berwujud fakta-fakta logis dan simbol kesastraan menampilkan makna yang tidak diampu oleh simbol konvensional. Ada dua persoalan pembaca yang dapat diidentifikasi yaitu (1) mengenali detail-detail tertentu, apakah merupakan simbol dan (2) menemukan artinya. Pengarang dapat menonjolkan satu detail dengan menggambarkannya secara berlebihan ketimbang keperluan faktualnya; membuatnya tampak tidak biasa tanpa satu alasan pun, menjadikannya judul, dan sebagainya. Apapun metode yang dipakai, apabila sebuah detail ditonjolkan secara berlebihan melampaui kepentingannya dalam alur cerita, detail tersebut kemungkinan besar adalah simbol.

17 29 Langkah selanjutnya adalah menemukan makna dari simbol. Salah satu simbol yang khas adalah momen kunci atau momen pencerahan (dua istilah ini sering dipakai oleh para kritisi). Momen simbolis, momen kunci, atau momen pencerahan adalah tabula tempat seluruh detail yang terlihat dan hubungan fisis mereka dibebani oleh makna. Akan tetapi, pada sebagian besar cerita, satu momen simbolis dapat merangkum makna keseluruhan cerita. Secara teknis, momen simbolis itu merepresentasikan resolusi konflik utama dari cerita. Momen simbolis ini kerap disalahartikan sebagai klimaks, namun keduanya bias dibedakan dengan mudah. Klimaks merupakan momen tempat ada sesuatu terjadi ; sesuatu yang terjadi ini menentukan nasib dari para karakter. Sebaliknya, momen simbolis hanya sekedar representasi dari hal yang telah terjadi (Stanton, 2012: 64-71). 5. Ironi Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat ditemukan dalam hampir semua cerita (terutama yang dikategorikan bagus ). Bila dimanfaatkan dengan benar, ironi dapat memperkaya cerita seperti menjadikannya menarik, menghadirkan efekefek tertentu, humor, atau pathos, memperdalam karakter, merekatkan struktur alur, menggambarkan sikap pengarang, dan menguatkan tema. Untuk memahami cara kerja ironi, hendaknya dipahami dulu jenisjenisnya.

18 30 Dalam dunia fiksi, ada dua jenis ironi yang dikenal luas, yaitu ironi dramatis dan tone ironis. Ironi dramatis atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras diametris antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Pasangan elemenelemen tersebut terhubung satu sama lain secara logis (biasanya melalui hubungan kausal atau sebab-akibat). Tone ironis atau Ironi verbal digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan. Sudut pandang orang pertama utama adalah sarana yang cukup baik untuk mengeksplorasi ironi verbal. Sang narator mengungkapkan berbagai prasangka, kontradiksi, dan dugaan tanpa sadar sehingga malah menunjukkan kelemahan karakternya sendiri (Stanton, 2012: 74). B. Kerangka Pikir Penelitian terhadap fabel anak pada harian Kompas tahun 2015 ini menggunakan teori strukturalisme Robert Stanton. Teori strukturalisme Robert Stanton ini dapat menjawab segala permasalahan yang ditemukan dalam penelitian. Strukturalisme Robert Stanton ini melihat kualitas cerita melalui kesatuan antarunsur yang menyusun cerita. Adapun kerangka pikir yang digunakan untuk menganalisis fabel anak pada harian Kompas tahun 2015 adalah sebagai berikut.

19 31 1. Pada tahap awal, penulis menentukan objek penelitian, yaitu cerita anak pada harian Kompas tahun Kemudian dilakukan pengamatan sungguhsungguh. Setelah dilakukan pengamatan sungguh-sungguh, penulis mengarahkan objek penelitian kepada fabel anak pada harian Kompas tahun Tahap berikutnya adalah membaca keseluruhan fabel yang ada dalam cerita anak harian Kompas tahun Kemudian, dipilih tiga fabel yang dirasa paling tepat untuk anak untuk kemudian dikaji lebih dalam. 3. Berikutnya adalah mengklasifikasikan data dengan menggunakan teori strukturalisme Robert Stanton. Setiap fabel dianalisis struktur ceritanya, yaitu fakta cerita, tema, dan sarana sastra. Kemudian fabel dianalisis kesatuan ceritanya, berupa kesatuan organik, kesatuan cerita, dan kesatuan dunia. Lahkah berikutnya adalah menilai kualitas fabel berdasarkan hubungan antarstrukturnya. Melalui tahap-tahap analisis sebelumnya, dapat ditemukan formula khas cerita anak fabel harian Kompas tahun Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan berupa kualitas cerita anak fabel pada harian Kompas tahun 2015 melalui hubungan antarunsurnya. Kemudian, menemukan formula khas yang menyusun fabel anak pada harian Kompas tahun Untuk lebih detail, kerangka pikir pada penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut.

20 32 Bagan Kerangka Pikir Cerita Anak Fabel Harian Kompas pada Tahun 2015: Kajian Strukturalisme Robert Stanton Fabel Harian Kompas Tahun 2015 Fakta Cerita Tema Sarana Sastra Kesatuan Kualitas Fabel harian Kompas tahun 2015 Formula Cerita Fabel harian Kompas tahun 2015 Simpulan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang struktural sastra dan sosiologi sastra. Pendekatan struktural dilakukan untuk melihat keterjalinan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak lepas dari kebutuhan material dan non-material. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak lepas dari kebutuhan material dan non-material. Adapun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia tidak lepas dari kebutuhan material dan non-material. Adapun yang dimaksud dengan kebutuhan material adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara ke dalam film Pintu Terlarang disutradarai oleh Sheila Thimoty belum

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Manusia adalah makhluk dengan daya kreativitas dan daya imajinasi yang

BAB I PENGANTAR. Manusia adalah makhluk dengan daya kreativitas dan daya imajinasi yang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia adalah makhluk dengan daya kreativitas dan daya imajinasi yang tinggi. Manusia diberi kemampuan untuk mencipta apa yang mereka butuhkan guna memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah sebuah benda yang kita jumpai, sastra adalah sebuah nama dengan alasan. dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman, 1990: 71).

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah sebuah benda yang kita jumpai, sastra adalah sebuah nama dengan alasan. dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman, 1990: 71). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak definisi yang menjelaskan tentang pengertian sebuah sastra. Sastra bukanlah sebuah benda yang kita jumpai, sastra adalah sebuah nama dengan alasan tertentu diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang populer di antara bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain sebagainya. Sebutan

Lebih terperinci

GENRE SASTRA ANAK DI HARIAN KOMPAS MINGGU

GENRE SASTRA ANAK DI HARIAN KOMPAS MINGGU LAPORAN PENELITIAN GENRE SASTRA ANAK DI HARIAN KOMPAS MINGGU Oleh Burhan Nurgiyantoro FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Januari 2006 i KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak adalah karya sastra yang dari segi isi dan bahasa sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional anak. Bahasa yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra berasal dari bahasa sanskerta, yang tersusun dari kata sas dan tra.

BAB I PENDAHULUAN. Sastra berasal dari bahasa sanskerta, yang tersusun dari kata sas dan tra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sastra berasal dari bahasa sanskerta, yang tersusun dari kata sas dan tra. Sas yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, instruksi, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada. Sastra merupakan suatu karya fiksi yang memiliki pemahaman mendalam,

BAB I PENDAHULUAN. ada. Sastra merupakan suatu karya fiksi yang memiliki pemahaman mendalam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra merupakan suatu karya fiksi yang memiliki pemahaman mendalam, bukan hanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

NILAI NILAI DIDAKTIS DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY. Oleh : Rice Sepniyantika ABSTRAK

NILAI NILAI DIDAKTIS DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY. Oleh : Rice Sepniyantika ABSTRAK NILAI NILAI DIDAKTIS DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY Oleh : Rice Sepniyantika ABSTRAK Penelitian ini mengambil novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy sebagai

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang peneliti penelitian sebelumnya, konsep dan landasan teori. Peneliti penelitian sebelumnya berisi tentang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dilakukan pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan

BAB V KESIMPULAN. dilakukan pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan BAB V KESIMPULAN Berdasarkan analisis menggunakan pendekatan struturalisme yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai cerpen Dodolitdodolitdodolibret karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pertelevisian ditandai dengan banyaknya jenis acara yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pertelevisian ditandai dengan banyaknya jenis acara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia pertelevisian merupakan dunia yang sangat cepat berkembang. Perkembangan dunia pertelevisian ditandai dengan banyaknya jenis acara yang ditayangkan selama dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan material meliputi kebutuhan pokok, sekunder dan tersier.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan material meliputi kebutuhan pokok, sekunder dan tersier. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan umat manusia tidak lepas dari kebutuhan material dan nonmaterial. Kebutuhan material meliputi kebutuhan pokok, sekunder dan tersier. Sedangkan dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian pembahasan yang telah dipaparkan di atas,

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian pembahasan yang telah dipaparkan di atas, BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari rangkaian pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Bidayat al-hidayah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMA SMA Negeri 1 Wonogiri Mata Pelajaran/Tema : Bahasa Indonesia/ Kelas/Semester Waktu : XI / Ganjil : 1 x Pertemuan (2 x 45 menit) Hari : Kamis, 23 Desember

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah suatu hal yang yang tidak bisa lepas dari diri seorang manusia, dalam pribadi setiap manusia pasti memiliki rasa cinta atau rasa ingin tahu terhadap

Lebih terperinci

CERITA BERSAMBUNG RENGAT-RENGAT ING KACA BENING (CERMIN BERSIH YANG RETAK) KARYA YUNANI (ANALISIS STRUKTURALISME ROBERT STANTON)

CERITA BERSAMBUNG RENGAT-RENGAT ING KACA BENING (CERMIN BERSIH YANG RETAK) KARYA YUNANI (ANALISIS STRUKTURALISME ROBERT STANTON) CERITA BERSAMBUNG RENGAT-RENGAT ING KACA BENING (CERMIN BERSIH YANG RETAK) KARYA YUNANI (ANALISIS STRUKTURALISME ROBERT STANTON) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Banyak pengarang-pengarang baru yang mulai bermunculan. Novel-novel

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Banyak pengarang-pengarang baru yang mulai bermunculan. Novel-novel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel berbahasa Jawa setelah terbitnya Serat Riyanta berkembang sangat pesat. Banyak pengarang-pengarang baru yang mulai bermunculan. Novel-novel berbahasa Jawa muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan makna atau pesan yang terkandung di dalamnya. Tema dan ide cerita dalam novel juga sangat beragam, misalnya, yang

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan makna atau pesan yang terkandung di dalamnya. Tema dan ide cerita dalam novel juga sangat beragam, misalnya, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Novel merupakan salah satu karya sastra yang tidak asing bagi pembaca. Novel hadir sebagai alat untuk merepresentasikan kehidupan manusia. Pengalaman kemanusiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan pengungkapan realitas kehidupan masyarakat secara imajiner. Dalam hal ini, pengarang mengemukakan realitas dalam karyanya berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang hidup di dalam masyarakat (Esten, 2013: 2). Sastra berkaitan

I. PENDAHULUAN. yang hidup di dalam masyarakat (Esten, 2013: 2). Sastra berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan media komunikasi yang menyajikan keindahan dan memberikan makna terhadap kehidupan dan pemberian pelepasan ke dunia imajinasi (Budianta, 2006:

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Karya sastra seperti novel memiliki unsur-unsur yang membentuk

BAB VI KESIMPULAN. Karya sastra seperti novel memiliki unsur-unsur yang membentuk 116 BAB VI KESIMPULAN Karya sastra seperti novel memiliki unsur-unsur yang membentuk kesatuan antara satu unsur dengan unsur yang lain sehingga mewujudkan sebuah dunia di dalamnya. Novel Mahar Cinta Gandoriah

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. makhluk lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari pasti mengalami apa itu proses. dalam kehidupan sosial (Soekanto, 1996: 140).

II. KAJIAN PUSTAKA. makhluk lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari pasti mengalami apa itu proses. dalam kehidupan sosial (Soekanto, 1996: 140). II. KAJIAN PUSTAKA 1.1 Interaksi Sosial Manusia merupakan makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia dilahirkan dimuka bumi ini untuk saling bersosialisasi dengan makhluk

Lebih terperinci

05. MEMBUAT CERITA KOMIK. KOMIK 04 MEMBUAT CERITA KOMIK / Hal. 1

05. MEMBUAT CERITA KOMIK. KOMIK 04 MEMBUAT CERITA KOMIK / Hal. 1 05. MEMBUAT CERITA KOMIK KOMIK 04 MEMBUAT CERITA KOMIK / Hal. 1 KOMIK 04 MEMBUAT CERITA KOMIK / Hal. 2 Komik = Cerita + Gambar PENDAHULUAN Komik Intrinsik Ekstrinsik Jiwa Komik Tema Cerita Plot Penokohan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata BAB II LANDASAN TEORI Seperti yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa sastra adalah suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata lain, kegiatan sastra itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Novel Cinta Brontosaurus karya Raditya Dika belum pernah dijadikan objek penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, penulis memberikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan dengan bahasa dan gaya bahasa yang menarik.

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan dengan bahasa dan gaya bahasa yang menarik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil cipta, kreasi, imajinasi manusia yang berbentuk tulisan, yang dibangun berdasarkan unsur ekstrinsik dan unsur instrinsik. Menurut Semi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu: a. psikosastra b. kesepian c. frustasi d. kepribadian a. Psikologi Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karya satra merupakan hasil dokumentasi sosial budaya di setiap daerah. Hal ini berdasarkan sebuah pandangan bahwa karya sastra mencatat kenyataan sosial budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang dianyam

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Peristiwa yang terjalin dalam novel Nagabonar Jadi 2 terbentuk menjadi

BAB IV KESIMPULAN. Peristiwa yang terjalin dalam novel Nagabonar Jadi 2 terbentuk menjadi BAB IV KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan Peristiwa yang terjalin dalam novel Nagabonar Jadi 2 terbentuk menjadi alur maju serta hubungan kausalitas yang erat. Hal ini terlihat pada peristiwaperistiwa yang memiliki

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Umi Fatonah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan analisis data, hasil analisis, dan pembahasan penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, bahwa cerpen-cerpen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Film juga telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selain

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI RELIGIUS DALAM NOVEL ASSALAMUALAIKUM BEIJING! KARYA ASMA NADIA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

ANALISIS NILAI RELIGIUS DALAM NOVEL ASSALAMUALAIKUM BEIJING! KARYA ASMA NADIA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA ANALISIS NILAI RELIGIUS DALAM NOVEL ASSALAMUALAIKUM BEIJING! KARYA ASMA NADIA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Laeli Nur Rakhmawati Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN ENCEP KUSUMAH MENU UTAMA PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN UNSUR PROSA FIKSI CERPEN NOVELET NOVEL GENRE SASTRA SASTRA nonimajinatif Puisi - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati I Proses pendidikan ada sebuah tujuan yang mulia, yaitu penanaman nilai yang dilakukan oleh pendidik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia di dunia ini tidak bisa lepas dari problematika kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia di dunia ini tidak bisa lepas dari problematika kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia di dunia ini tidak bisa lepas dari problematika kehidupan. Bisa dikatakan manusia hidup berdampingan dengan problematika tersebut. Demikian juga dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sepanjang pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun rohani (Tarigan, 1984:118). Artinya, karya fiksi semisal novel, satu di

BAB I PENDAHULUAN. maupun rohani (Tarigan, 1984:118). Artinya, karya fiksi semisal novel, satu di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai sebuah rangkaian cerita, karya sastra termasuk kategori fiksi. Fiksi menceritakan atau melukiskan kehidupan, baik fisik maupun psikis, jasmani

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR Pada bab II ini penulis membahas mengenai studi terdahulu tentang novel Ziarah Yang Terpanjang karya K.Usman yang digunakan penulis sebagai acuan dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. Ungkapan tersebut berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, semangat, dan keyakinan dalam suatu kehidupan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang mengandung konsep atau gagasan tertentu. Dalam kegiatan komunikasi, katakata dijalin satukan

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) KURIKULUM 2013 KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) / MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) KELAS VII - IX MATA PELAJARAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) Nama Guru NIP/NIK Sekolah : : : 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang berkaitan dengan memperjuangkan kepentingan hidup manusia. Sastra merupakan media bagi manusia untuk berkekspresi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti, dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan ekspresi jiwa pengarang (Faruk, 2010: 44). Karya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan ekspresi jiwa pengarang (Faruk, 2010: 44). Karya digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan ekspresi jiwa pengarang (Faruk, 2010: 44). Karya sastra berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara nyata atau

Lebih terperinci

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Mashura SMP Negeri 2 ToliToli, Kab. ToliToli, Sulteng ABSTRAK Strategi

Lebih terperinci

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI Ma mur Saadie SASTRA GENRE SASTRA nonimajinatif - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan harian Puisi imajinatif Prosa Fiksi Drama GENRE SASTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maulida Zahara, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maulida Zahara, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak pernah terlepas dari realitas sosial (Pradopo, 2009:114).

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak pernah terlepas dari realitas sosial (Pradopo, 2009:114). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tidak pernah terlepas dari realitas sosial (Pradopo, 2009:114). Suatu karya sastra menampilkan pelbagai permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilainilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai karakter bangsa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang membahas mengenai nilai sosial dalam karya sastra sebelumnya dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi. Hal ini menunjukkan sastra sebagai

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari semua pembahasan yang telah dipaparkan maka melahirkan sebuah. kesimpulan sebagai berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari semua pembahasan yang telah dipaparkan maka melahirkan sebuah. kesimpulan sebagai berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari semua pembahasan yang telah dipaparkan maka melahirkan sebuah kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai-nilai pendidikan akhlak di dalam kitab Ta lim Muta allim adalah 1) Akhlak

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis melalui media

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi 58 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi sasaran penelitian. Peneliti dapat memilih salah satu dari berbagai metode yang ada sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang dialaminya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dilihat sebagai dokumen sosial budaya. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa karya sastra mencatat kenyataan sosial budaya suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra sebagai hasil karya seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan aspek penting dalam penelitian. Konsep berfungsi untuk menghindari kegiatan penelitian dari subjektifitas peneliti serta mengendalikan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci