Hubungan Kerapatan Lamun Terhadap Kelimpahan Gastropoda di Desa Tanjung Siambang, Dompak Tanjungpinang Kepulauan Riau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hubungan Kerapatan Lamun Terhadap Kelimpahan Gastropoda di Desa Tanjung Siambang, Dompak Tanjungpinang Kepulauan Riau"

Transkripsi

1 1 Hubungan Kerapatan Lamun Terhadap Kelimpahan Gastropoda di Desa Tanjung Siambang, Dompak Tanjungpinang Kepulauan Riau Muhammad Hazbi Trengginas Alfathoni Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP-Universitas Maritim Raja Ali Haji Ita Karlina, S.Pi., M.Si. Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP-Universitas Maritim Raja Ali Haji Yales Veva Jaya, S.Pi., M.Si. Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP-Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK Penelitian ini di lakukan di tanjung siambang, dompak, kota tanjung pinang kepulauan riau. Penelitian ini di laksanakan pada bulan maret 2017 sampai ngan juli Di peroleh hasil kerapatan lamun hanya pada kisaran 6 15 tegakan/m 2 ter kata gorikan lamun yang jarang. Secara keselurahan di ketahui bahwa kerapatan tertinggi terdapat pada jenis Enhallus accoroides. Kelimpahan gastropoda di ketahui berkisar antara 0, ind /m 2 dengan kelimpahan tertinggi pada jenis Clypeomorus consicus. Dapat di simpulkan dari hasil regresi bahwa setiap kenaikan 10,88 tegakan dari kerapatan lamun maka akan mengakibatkan kenaikan kelimpahan gastropoda senilai 3,10 individu Kata kunci : Kerapatan Lamun, Kelimpahan Gastropoda, Analisis Hubungan

2 2 Seagrass Density Relation to Gastropoda Abundance in Tanjung Siambang Village, Tanjung Pinang, Riau Islands Muhammad Hazbi Trengginas Alfathoni Student of Marine Science, Faculty of Marine Science and Fisheries-UMRAH Ita Karlina, S.Pi., M.Si. Lecture of Marine Science, Faculty of Marine Science and Fisheries-UMRAH Yales Veva Jaya, S.Pi., M.Si. Lecture of Marine Science, Faculty of Marine Science and Fisheries-UMRAH ABSTRACT The research was conducted in Tanjung Siambang, Dompak, TanjungPinang City, Riau Islands. This research was conducted in March 2017 until July The yield of seagrass density is only in the range of 6 15 ind/m 2 of uncommon categorized seaweed. Overall it is known that the highest density is found in the type of Enhallus accoroides. The abudance in the Clypeomorus consicus species. It can be concluded from the regression result that any increase of 10,88 stands from seagrass density will result in an increase of abudance of gastropods worth 3.10 individuals. Keywords: Seagrass Density. Gastropoda Abudance, Relationship Analysis

3 3 BAB I PENDAHULUAN Perairan Pesisir Dompak menyimpan potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar, terutama potensi marikultur, dan pariwisata bahari serta keanekaragaman biota perairan. Adapun Biota yang bernilai ekonomis terdiri dari kelompok moluska, krustasea, policaeta.kelompok biota diatas yang umumnya dimanfaatkan secara optimal dan bernilai ekonomis yaitu gastropoda.kondisi gastropoda sangat berpengaruh sesuai dengan kondisi habitat pada ekosistem perairan. Salah satu ekosisitem yang dimanfaatkan oleh gastropoda untuk habitat hidupnya yakni ekosistem lamun Izuan et al., ( 2014). Lamun adalah tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dari kelas Angiospermaea. Tumbuhan ini telah menyesuaikan diri untuk terbenam didasar subsrat. Lamun terdiri dari Rhizoma (Rhizome) atau akar rimpang dan batang yang terbenam, akan yang terbenam dan merayap secara horizontal (mendatar) dan berbuku-buku. Padang lamun adalah salah satu ekosistem produktif yang memiliki fungsi ekologi sebagai tempat pemijahan, perlindungan, habitat hidup, pemijahan, serta pengasuhan bagi biota ekonomis penting. Fungsi lamun diantaranya adalah sebagai penyedia tempat berlindung bagi biota-biota laut yang hidup di dalamnya, sertamerupakan daerah asuhan ( nursery ground ) bagi beberapa spesies biota laut Kordi, (2011). Salah satu biota yang hidup pada kawasan padang lamun adalah Gastropoda. Gastropoda memanfaatkan lamun sebagai habitat hidupnya. Di perairan Tanjung Siambang, Dompak terdapat hamparan padang lamun yang dijadikan sebagai habitat hidup Gastropoda yang dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber makanan. Dapat dikatakan bahwa kelimpahan dan sebaran jenis Gastropoda memiliki asosiasi yang erat terhadap keberadaan lamun. Berdasarkan hasil survei pada perairan Dompak banyak masyarakat yang mencari gastropoda untuk bahan makanan pada ekosistem lamun.namun sejauh ini beum ada penelitian terkait hubungan gastropoda dengan kondisi lamun.melihat pentingnya lamun sebagai habitat bagi hewan Gastropoda, maka perlu dilakukan penelitian yang menghubungkan pengaruh antara kerapatan lamun dengan kelimpahan Gastropoda di Tanjung Siambang, Dompak. BAB II METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Tanjung Siambang, Dompak,Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai denganjuli Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Lokasi Penelitian 2.2 Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objeknya. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain dan telah dilaporkan dalam bentuk publikasi.data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data yang meliputi data jenis dan kelimpahan Gastropoda, data kerapatan lamun dan data kondisi perairan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data pustaka-pustaka, penelitian terdahulu, masyarakat,kantor Kelurahandan Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan. 2.3 Prosedur Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu metode penelitian yang tidak melakukan perubahan/perlakuan khusus terhadap variabel yang akan diteliti dengan tujuan untuk memperoleh serta mencari keterangan secara faktual tentang objek yang diteliti Penentuan TitikSampling Penentuan lokasi penelitian dilakukan berdasarkan purposive sampling dengan

4 4 transek kuadran yang dibentangkan secara sistematis kearah laut.berdasarkan luasan habitat dan penyebaran padang lamun di perairan Tanjung Siambang Dompak, maka ditentukan sebanyak 8 transek dengan jarak antar transek sejauh 100 meter. Panjang transek yang digunakan adalah sejauh 100 meter kearah laut, dengan jarak antar plot sejauh 20 meter, sehingga dalam satu transek terdiri dari 5 plot pengamatan.lokasi dan koordinat lokasi dapat dilihat pada tabel. Tabel. Titik Koordinat Transek Transek X Coord Y Coord T T T T T T T T Setelah diperoleh nilai kerapatan lamun pada masing-masing plot pada masingmasing transek, maka di bedakan antara kondisi lamun yang padat, sedang, serta jarang. Setelah dikelompokkan tersebut, baru dilakukan analisis hubungan kerapatan lamun dengan kelimpahan gastropoda yang dijumpai pada masing-masing plot yang sudah dikelompokkan.sehingga dari hasil ini diperoleh tingkat hubungan lamun dengan gastropoda pada kondisi lamun yang padang, sedang, serta jarang Pengamatan Lamun Metode pengumpulan data mengacu pada KepmenLH No.200 Tahun Unit sampling adalah kuadrat ukuran 1 m x 1 m. Pengamatan lamun meliputi jenis dan jumlah pada setiap plot/kuadrat. Sampling dilakukan dengan sistematik menggunakan metode transek kuadrat dimulai pada daerah surut terendah sampai daerah subtidal yang diperkirakan masih terdapat lamun. Prosedur sistematik sampling dilakukan dengan meletakkan transek diletakkan tegak lurus pantai kearah laut.unit sampling adalah kuadrat ukuran 1 m x 1 m yang ditempatkan secara teratur sepanjang transek dengan ukuran transek bergantung kondisi stasiun. Pada setiap unit sampling (kuadrat) dihitung jumlah dan jenis lamun yang diambil menggunakan sekop kecil. Lamun yang dijumpai didalam plot diambil 1 rimpang untuk diidentifikasi jenisnya kemudian dilakukan perhitungan kerapatan lamun dengan menghitung jumlah tegakan setiap jenisnya. Lamun yang terhitung kemudian dicatat dengan menggunakan kertas underwater, data lamun siap untuk dianalisis. Sampel lamun yang terdapat di lokasi praktik lapang diambil dengan menggunakan tangan hingga akarnya (rhizoma) dan diidentifikasi jenisnya. Untuk identifikasi jenis lamun dilakukan dengan acuan inventarisasi jenis lamun di Indonesia (Kep Men LH No. 200 Tahun 2004). Untuk jenis lamun sulit untuk diidentifikasi di lapangan dilakukan identifikasi lebih lanjut di Laboratorium Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji Pengamatan Gastropoda Pengamatan Gastropoda menggunakanpetak contoh (Transect Plot) yang digunakan dalam penelitian ini adalah petak contoh berbentuk persegi yang dibuat dengan pipa paralon ukuran ¾ inch dan dilubangi dengan ukuran 1x1m 2.Menurut Hitalessy et al., (2015). pengambilan contoh gastropoda dilakukan dengan menggunakan metode transek linier kuadrat berukuran 1 x 1 m 2, yang dilakukan pada saat air surut. Contoh (sampel) Gastropoda diambil langsung dengan menggunakan skop dan menggali sedalam 15 cm kedalam substrat. Pengambilan sampel dilakukan dengan bantuan skop karena substrat pada lokasi penelitian merupakan pasir, sehingga tidak memungkinkan untuk diambil langsung dengan tangan.gastropoda yang diambil adalah Gastropoda yang berada dalam petak contoh (plot) yang telah ditentukan sepanjang jarak pasang surut (intertidal). Contoh (sampel) Gastropoda dimasukkan kedalam kantong plastik bening yang telah diberi label sesuai untuk setiap titik dan plotnya. Kemudian bersihkan dari lumpur/kotoran yang menempel dan sortir berdasarkan titik dan plotnya. Contoh Gastropoda yang sudah bersih kemudian sebelum diidentifikasi diawetkan dengan menggunakan formalin 10 %. Contoh Gastropoda yang sudah di awetkan, dilakukan identifikasi untuk mengetahui jenis Gastropoda yang ditemukan. Identifikasi dilakukan dengan melihat bentuk cangkang, warna, corak dan jumlah putaran cangkang. Setiap jenis yang ditemukan dicocokan karakteristik

5 5 morfologinya dengan melihat pada web identifikasi biota. Web identifikasi yang digunakan yakni buku siput dan kerang Indonesia Dharma, (1988). 2.4 Pengukuran Parameter Perairan Pengukuran parameter kualitas air dilakukan sebagai data pendukung dalam menggambarkan kondisi perairan pada lokasi penelitian. Pengukuran parameter perairan yang dilakukan adalah suhu, salinitas, substrat, ph,dan DO Pengolahan Data Kerapatan Lamun Kerapatan Jenis (Ki), yaitu jumlah total individu jenis lamun suatu unit area yang diukur. Kerapatan jenis lamun dihitung dengan rumus Fachrul, (2007). : Dengan: Ki = kerapatan jenis ke-i ni = Jumlah total individu dari jenis ke-i A = Luas area total pengambilan sampel (m 2 ) Kerapatan Relatif (KR), yaitu perbandingan antara jumlah individu jenis dan jumlah total individu seluruh jenis. Kerapatan relatif lamun dihitung dengan rumus Fachrul, (2007). : Dengan: KR = Kerapatan relatif ni = Jumlah individu ke-i n = Jumlah individu seluruh jenis Kelimpahan Gastropoda Kelimpahan diartikan sebagai satuan jumlah individu yang ditemukan per satuan luas. Menurut Fachrul, (2007).perhitungan kelimpahan jenis Gastropoda dapat di rumuskan sebagai berikut : Di= Dimana : Di= Kelimpahan jenis (individu/m 2 ) Ni= Jumlah individu dari spesies ke-i (individu) A= Luas area pengamatan (m 2 ) Kelimpahan relatif dihitung dengan rumus kelimpahan relative menurut Fachrul, (2007). sebagai berikut: RDi= x 100% Dimana: RDi = KelimpahanRelatif (%) ni= Jumlah individu dari spesies ke-i (individu) N= Jumlah individu dari seluruh spesies (individu) 3.8. Analisis Data Data yang diperoleh di tabulasi secara keseluruhan. Untuk kualitas perairan akan mengacu kepada Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut (Kepmen LH no 51 tahun 2004). Selanjutnya di analisis secara deskriftif Kuantitatif dengan studi literatur dan penelitian terdahulu, serta jurnal yang diterbitkan. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Menurut Damayanti et al., (2013).analisis regresi linear digunakan untuk mengetahui gambaran tentang faktor abiotik yang memberikan pengaruh terhadap struktur komunitas Moluska di Padang Lamun.Dalam uji regresi linier, diperlukan minimal 2 variabel yang akan dihubungkan dalam hal ini kerapatan lamun sebagai variabel bebas (independent), dan kelimpahan gastropoda sebagai variabel terikat (dependent). Untuk data hubungan antara kerapatan lamun dengan kelimpahan Gastropoda di analisis dengan menggunakan Regresi Linear Sederhana menggunakan bantuan software ms. Excel dengan persamaan yaitu: Dimana: Y = Kelimpahan Gastropoda X = KerapatanLamun a = intercept b = Slope BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Kondisi Lamun di Perairan Tanjung Siambang Jenis-jenis Lamun yang Dijumpai Jenis lamun di perairan Tanjung Siambang, Dompak Kota Tanjungpinang teridentifikasi sebanyak 3 spesies lamun

6 6 yakni Enhallus accoroides, Thalassia hemprichii, dan Halodule uninervis. Jenis lamun E. accoroides diketahui memiliki struktur daun dan akar yang besar dengan tipikal akar serabut dan daun yang kasar.jenis ini memiliki sebaran yang cukup luas diperairan Indonesia.bahkan menurut Supriharyono, (2007). jenis E. accoroides memiliki sebaran yang cukup luas pada lautan india hingga bagian tropis pasifik barat. Pendapat lain menurut Nontji, (2007).jenis E. accoroides pada saat air surut daunnya akan tersembul kepermukaan perairan,daunnya berbentuk seperti pita yang panjangm memiliki biji yang dapat dijadikan sebagai makanan atau jenis ini lebih dikenal dengan sebutan samo samo. Jenis T. hemprichii memiliki daun yang melebar namun pendek,dengan pangkal daun berwarna hitam dan halus umumnya dijumpai pada area pasang surut (intertidal). Menurut Supriharyono, (2007).T. hemprichii tersebar didaerah tropis dilautan india dan bagian darat pasifik salah satunya Indonesia. Jenis H. uninervis memiliki tipikal daun yang kecil halus serta memiliki kerapatan yang cukup tinggi,berdasarkan penelitian diperairan Desa Pengudang jenis ini dapat dijumpai area pasang surut atau daerah intertidal.menurut Supriharyono, (2007). memiliki sebaran sepanjang pantai seluruh laut tropis Atlantik dan indo-pasifik Kerapatan Lamun Kerapatan lamun menggambarkan jumlah tegakan lamun yang terdapat pada suatu luasan tertentu. Nilai kerapatan lamun di perairan Tanjung Siambang, Dompak dapat dilihat secara lengkap seperti pada tabel. Tabel. Nilai kerapatan lamun di perairan Tanjung Siambang, Dompak Jenis Lamun Enhallus accoroides Thalassia Hemprichi Halodule Univervis Kerapatan (tegakan/m 2 ) Kerapatan Relatif (%) Total dikategorikan atas 5 skala, skala 1 untuk lamun dengan kerapatan < 25 ind/m 2 yang termasuk dalam koodisi lamun sangat jarang, skala 2 untuk lamun dengan kerapatan berkisar ind/m 2 yang termasuk dalam kondisi lamun jarang, skala 3 untuk lamun dengan kerapatan berkisar ind/m 2 yang termasuk dalam kondisi lamun agak rapat, skala 4 untuk lamun dengan kerapatan berkisar ind/m 2 yang termasuk dalam kondisi lamun rapat, sedangkan skala 5 untuk lamun dengan kerapatan > 175 ind/m 2 yang termasuk dalam kondisi lamun sangat rapat. Dengan demikian kondisi lamun di perairan Desa Tanjung Siambang tergolong jarang. Kerapatan jenis lamun Perairan Tanjung Siambang pada Enhallus accoroides sebesar 15 tegakan/m 2, jenis Thalassia hemprichii sebesar 10 tegakan/m 2, sedangkan jenis Halodule univervis sebesar 6 tegakan/m 2. Secara keseluruhan diketahui bahwa kerapatan tertinggi terdapat pada jenis E. accoroides. Jenis lamun E. accoroides atau yang disebut dengan Tropical Eelgrass umumnya tumbuh pada sedimen berpasir/berlumpur dan didaerah dengan pengadukan/bioturbasi yang tinggi, juga dapat tumbuh pada sedimen medium dan kasar, dominan pada padang lamun campuran, selalu tumbuh dengan jenis T. hemprichi dan dapat hidup pada kedalaman intertidal hingga 25 meter Dahuri, (2003). 3.2 Kondisi Gastropoda di Perairan Tanjung Siambang Kelimpahan Gastropoda Kepadatan/kelimpahan merupakan suatu pendekatan pengamatan komunitas untuk melihat jumlah satu jenis organisme yang mendiami suatu wilayah per satuan luas area pengamatan Fachrul, (2007).kelimpahan jenis gastropoda dalam penelitian ini dianalisis dengan menghitung jumlah kepadatannya per satuan meter persegi serta dalam satuan hektar. Kelimpahan jenis dan kelimpahan relatif gastropoda di perairan Tanjung siambang dapat dilihat pada tabel berikut. Kerapatan lamun di perairan Tanjung Siambang total sebesar 31 tegakan/m 2. Menurut Gosaris, Haris.(2012). skala kondisi lamun berdasarkan kerapatan

7 7 Tabel. Kelimpahan Jenis Gastropoda di Perairan Tanjung Siambang, Dompak Jenis Gastropoda Rata-rata Kelimpahan (Ind/m 2 ) Kelimpahan Relatif (%) Clypeomorus consicus Cypreae vredenburgi Pyrene epamella Strombus turturella Total Diketahui dari hasil perhitungan kelimpahan jenis gastropoda bahwa jenis Clypeomorus consicus memiliki nilai kelimpahan sebesar 1,58 ind/m 2 degan kelimpahan relatif 61,8%. Jenis Cypreae vredenburgi memiliki nilai kelimpahan sebesar 0,20 ind/m 2 degan kelimpahan relatif 7,8%. Jenis Pyrene epamella memiliki nilai kelimpahan sebesar 0,38 ind/m 2 degan kelimpahan relatif 14,7%. Sedangkan jenis Strombus turturella memiliki nilai kelimpahan sebesar 0,4 ind/m 2 degan kelimpahan relatif 15,7%. Dilihat dari gambar diatas, jenis gastropoda memiliki kepadatan yang berbeda beda. Namun dari data tersebut, diketahui bahwa jenis yang memiliki kepadatan tertinggi adalah jenis Clypeomorus consicus, sedangkan jenis dengan kepadatan terendah adalah jenis Cypraea vredenburgi. Dari kondisi tersebut menunjukkan bahwa Clypeomorus consicus banyak dijumpai karena kesesuaian kondisi perairan kemudian didukung oleh kondisi substrat yang lebih kasar yaitu pasir hingga pasir berlumpur. Menurut Nurjanah, (2013). gastropoda pada kelas Cerithidae memiliki penyebaran yang luas dan beragam, mulai dari daerah berlumpur, berpasir, serta pantai berbatu.jenis ini umumnya banyak ditemukan pada kawasan muara serta berbagai zona pada habitat laut. Sedangkan untuk jenis Strombus turturella merupakan jenis konsumtif yang dipatenkan sebagai ikon makanan khas Pulau Bintan, sehingga kelimpahan S. turturella (gonggong) juga rendah, di akibatkan karena penangkapan yang terjadi pada gastropoda jenis ini oleh para nelayan karena jenis ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi yang membuat keberadaannya di alam semakin sedikit. Menurut Izuan et al., (2014). menyatakan bahwa Siput Gonggong di perairan Pulau Bintan Riau, sering ditemukan di antara tumbuhan lamun dengan substrat berlumpur. Biota ini sering dieksploitasi oleh masyarakat pesisir sebagai sumber protein alternatif dari laut.karena semakin intensifnya biota ini dieksploitasi, dengan demikian populasinya di alam semakin terancam.gonggong merupakan Mollusca yang termasuk kelas Gastropoda dengan spesies Strombus sp. 4.3 Kondisi Parameter Fisika Kimia di Perairan Tanjung Siambang Kondisi parameter fisika dan kimia yang diukur meliputi suhu, salinitas, derajat keasaman (ph), oksigen terlarut (DO), dan Substrat. Secara lengkap hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Kondisi parameter fisika dan kimia perairan Tanjung Siambang,Dompak Suhu Salinitas Jenis Satuan Ratarata Kisaran Baku mutu o C * o / oo * Derajat Keasaman (ph) ,5 ** Oksigen Terlarut (DO) mg/l >5 ** Substrat - Pasir - Keterangan (*) Menurut Wijayanti (2007) (**) Menurut Kepmen LH No. 51 (2004) Dari hasil pengukuran suhu di perairan Tanjung siambang pada setiap transek pengamatan adalah dengan rata rata 30,1 0 C. Mengacu pada baku mutu menurut Wijayanti, (2007). bahwa kisaran suhu optimum untuk mendukung kehidupan gastropoda adalah kisaran C. Dengan demikian, kondisi suhu pada perairan Tanjung siambang lebih tinggi dari baku mutu yang ditetapkan, namun masih cukup layak untuk mendukung kehidupan gastropoda. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa masih ditemukannya 4 jenis gastropoda dengan tingkat keseragaman jenis yang tinggi, dengan demikian kondisi perairan masih cukup layak untuk kehidupan gastropoda di perairan Tanjung siambang. Kondisi suhu yang tinggi ini di akibatkan karena cuaca yang cukup terik dan

8 8 musim panas pada saat penelitian, dengan kondisi ini memungkinkan air laut mengalami paparan sinar matahari dalam waktu yang lama sehingga menyebabkan suhu diperairan lebih meningkat. Pendapat ini didukung oleh Effendi. (2003). suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses metabolisme organisme di perairan. Suhu di perairan akan mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat berdasarkan garis edar matahari, waktu dan kedalaman. Hasil pengukuran salinitas menunjukkan bahwa nilai salinitas pada perairan Tanjung siambang berada pada rata rata 31,6 0 / 00. Menurut pendapat Wijayanti, (2007). bahwa kisaran nilai salinitas yang sesuai bagi kehidupan gastropoda berada pada kisaran / 00. Dengan demikian, kondisi salinitas pada perairan Tanjung siambang masih sesuai dengan ambang batas optimal yang dianjurkan, hal ini di buktikan dengan tidak adanya gastropoda yang mendominasi artinya semua jenis gastropoda masih dapat mentoleransi kondisi perairan, terutama kondisi salinitas. Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air laut. Salinitas sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik didalam air, semakin tinggi salinitasnya maka akan semakin besar pula tekanan osmotiknya. Biota di perairan memerlukan banyak energi dari makanannya untuk menyesuaikan diri terhadap tekanan osmotik tersebut Kordi, (2007). Kondisi derajat keasaman (ph) dari hasil penelitian menunjukkan rata-ratanya sebesar 7,6. Dengan demikian kondisi derajat keasaman (ph) ini melebihi ambang baku mutu yang dianjurkan untuk kehidupan optimal organisme gastropoda. Jika mengacu pada ketetapan Kepmen LH (2004) yang menentukan bahwa nilai derajat keasaman (ph) yang optimum bagi kehidupan biota perairan adalah pada kisaran 7 8,5. Tingginya nilaiderajat keasaman (ph) tidak begitu berpengaruh terhadap kondisi gastropoda yang ada di perairan Tanjung siambang, dibuktikan dengan masih ditemukannya 8 jenis gastropoda dengan keanekaragaman yang sedang serta keseragaman yang tinggi. Artinya kondisi perairan termasuk kondisi derajat keasaman (ph) masih cukup layak untuk kehidupan gastropoda pada perairan Tanjung siambang. Kondisi ph yang tinggi merupakan pengaruh dari pemukiman yang ada di sekitar perairan Tanjung siambang yang menghasilkan buangan sampah organik ke perairan. Menurut Effendi. (2003). kondisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme akuatik, karena akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik. Kondisi ini terjadi karena aktifitas pemukiman yang terjadi di sekitar perairan yang menghasilkan bahan organik masuk ke perairan sehingga kondisi Derajat Keasaman (ph) tinggi dan tidak stabil, serta aktifitas mikrobiologi yang terjadi pada perairan tersebut. Hasil pengukuran kandungan Oksigen terlarut (DO) mendapatkan hasil rata-rata Oksigen terlarut (DO) yaitu sebesar 7,2 mg/l. Mengacu pada Kepmen LH (2004) kandungan Oksigen terlarut (DO) yang sesuai untuk kehidupan organisme akuatik adalah sebesar > 5 mg/l. Dengan demikian kondisi Oksigen terlarut (DO) melebihi kisaran optimal yang ditentukan sehingga layak untuk kehidupan organisme akuatik salah satunya adalah gastropoda. Sedangkan menurut Effendi (2003) kandungan oksigen terlarut minimal 2 mg/l sudah cukup mendukung kehidupan organisme perairan secara normal. Namun menurut Kordi (2007), meskipun beberapa jenis organisme akuatik masih dapat hidup pada kondisi oksigen 2-3 mg/l, namun sebagian besar biota akuatik hidup baik pada kadar oksigen minimal 5 mg/l. Nurjanah (2013) mengatakan bahwa kondisi Oksigen Terlarut (DO) diperairan tergantung pada suhu, fotosintesis, tingkat penetrasi cahaya, aliran air, serta jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air. Berdasarkan hasil ayakan substrat menunjukkan tipe substrat pada perairan Tanjung siambang yaitu pasir. Secara keseluruhan kondisi substrat cocok untuk kehidupan gastropoda karena umumnya substrat pasir dan pasir campuran lumpur mangandung banyak bahan organik yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Nurjanah (2013) menyebutkan bahwa kondisi substrat berpengaruh terhadap perkembangan komunitas moluska dimana substrat yang terdiri lumpur dan pasir

9 Kerapatan (tegakan/m2) 9 dengan sedikit liat merupakan substrat yang disenangi oleh Gastropoda. Menurut Nybakken (1992) umumnya gastropoda dan bivalvia hidup disubstrat untuk menentukan pola hidup, ketiadaan dan tipe organisme.ukuran sangat berpengaruh dalam menentukan kemampuan gastropoda dan bivalvia menahan sirkulasi air.bahan organik dan tekstur sedimen sangat menentukan keberadaan dari gastropoda dan bivalvia.tekstur sedimen atau substrat dasar merupakan tempat untuk menempel dan merayap atau berjalan, sedangkan bahan organik merupakan sumber makanan. 4.4 Hubungan Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan Gastropoda di Perairan Tanjung Siambang Hasil Analisis Regresi Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan Gastropoda yang telah dianalisis dengan kurva hubungan regresi secara lengkap dapat dilihat pada gambar Kurva Hubungan Regresi y = x R² = Kelimpahan (ind/m2) Gambar. Hasil Analisis Regresi Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan Gastropoda. Dari data diatas, dapat dilihat bahwa hubungan antara variabel x (Kerapatan Lamun) dan variabel y (kelimpahan gastropoda) bersifat positif dengan nilai b= + 18,741. Diperoleh hasil Multipel R senilai 0.29 yang mengartikan bahwa sebesar 29 % faktor kerapatan lamun dapat menggambarkan pengaruhnya terhadap kelimpahan gastropoda sedangkan nilai sebesar 71 % dipengaruhi oleh faktor luar lainnya. Dari analisis diatas diperoleh persamaan nilai hubungan regresinya yaitu : y = 10,88x + 3,10 artinya hubungannya bersifat positif, artinya kenaikan 1 satuan nilai variabel X, akan juga mengakibatkan kenaikan terhadap variabel Y, dengan asumsi faktor lain tetap dan tidak berubah. Dapat disimpulkan bahwa setiap kenaikan 10,88 tegakan dari kerapatan lamun maka akan mengakibatkan kenaikan kelimpahan gastropoda senilai 3,10 individu. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian yang dapat diambil yakni meliputi: a. Kerapatan lamun hanya pada kisaran 6 15 tegakan/m 2 terkategorikan lamun yang jarang. Secara keseluruhan diketahui bahwa kerapatan tertinggi terdapat pada jenis Enhallus accoroides. b. Kelimpahan gastopoda diketahui berkisar antara 0,2 1,58 ind/m 2 dengan kelimpahan tertinggi pada jenis Clypeomorus consicus. c. Dapat disimpulkan dari hasil regresi bahwa setiap kenaikan 10,88 tegakan dari kerapatan lamun maka akan mengakibatkan kenaikan kelimpahan gastropoda senilai 3,10 individu. 5.2 Saran Dari penelitian mendapatkan bahwa ada pengruh dari faktor lain selain kerapatan lamun yang dapat mempengaruhi kelimpahan gastropoda. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hungan faktor lain (kualitas air, substrat, bahan organik, serta faktor lainnya) terhadap kelimpahan gastropoda sehingga dapat menjelaskan faktor-faktor mana saja yang memiliki hubungan dengan gastropoda. DAFTAR PUSTAKA Dahuri, R Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. 412 hal. Damayanti. A. A, Istamar. S, dan Agus.D Struktur Komunitas Moluska Di Padang Lamun Teluk Gilimanuk Taman Nasional Bali Barat. UNM Dharma, B Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells). Bumi aksara

10 10 Effendi. H.2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.Kanisius. 258 hal. Fachrul, M.F Metode Sampling Ekologi.Bumi Aksara. 198 Hal. Gosari, J.A. dan Haris, A Studi Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di Kepulauan Spermonde. Torani. 22 (3) Hitalessy. R. B, Amin S. L., dan Endang Y. H Struktur Komunitas Dan Asosiasi Gastropoda Dengan Tumbuhan Lamun di Perairan Pesisir Lamongan Jawa Timur. PAL, 6 (1) Izuan, M., Viruly, L., Said, T Kajian Kerapatan Lamun Terhadap Kelimpahan Siput Gonggong (Strombus epidromis) di Pulau Dompak. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun. Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut. Kordi, H Ekosistem Lamun (Seagrass). Rineka Cipta. 191 hal. Kordi, K. M. G. H dan Tancung, A. B Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta. 224 hal Nontji. A Laut Nusantara. Djambatan. Nurjanah Keanekaragaman Gastropoda Di Padang Lamun Perairan Kelurahan Senggarang Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. [Skripsi]. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Nybakken. J.W Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. 459 hal. Supriharyono Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar. Wijayanti, M Kajian Kualitas Perairan Di Pantai Kota Bandar Lampung Berdasarkan Komunitas Hewan Makrobenthos, [Tesis], Universitas Diponegoro.

Hubungan Kerapatan Lamun Terhadap Kelimpahan Bivalvia di Perairan Tanjung Siambang Dompak Tanjungpinang Kepulauan Riau

Hubungan Kerapatan Lamun Terhadap Kelimpahan Bivalvia di Perairan Tanjung Siambang Dompak Tanjungpinang Kepulauan Riau 1 Hubungan Kerapatan Lamun Terhadap Kelimpahan Bivalvia di Perairan Tanjung Siambang Dompak Tanjungpinang Kepulauan Riau Rabbi Arrafli rabbiarrafli7@gmail.com Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN PESISIR TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN PESISIR TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN PESISIR TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG Jefri Naldi Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, jefrinaldi6571@gmail.com Arief Pratomo Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Nurtin Y.

Lebih terperinci

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN Devi Triana 1, Dr. Febrianti Lestari, S.Si 2, M.Si, Susiana, S.Pi, M.Si 3 Mahasiswa 1, Dosen

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN Nella Dwi Amiyati,nelladwi@gmail.com Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013. Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo

Lebih terperinci

ADI FEBRIADI. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

ADI FEBRIADI. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Kelurahan Penyengat Kota Tanjungpinang Adi Febriadi 1), Arief Pratomo, ST, M.Si 2) and Falmi Yandri, S.Pi, M.Si 2) ADI FEBRIADI Program Studi Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KERAPATAN LAMUN TERHADAP KELIMPAHAN BIVALVIA DI PERAIRAN PANTAI SAKERA KECAMATAN BINTAN UTARA KABUPATEN BINTAN

HUBUNGAN KERAPATAN LAMUN TERHADAP KELIMPAHAN BIVALVIA DI PERAIRAN PANTAI SAKERA KECAMATAN BINTAN UTARA KABUPATEN BINTAN HUBUNGAN KERAPATAN LAMUN TERHADAP KELIMPAHAN BIVALVIA DI PERAIRAN PANTAI SAKERA KECAMATAN BINTAN UTARA KABUPATEN BINTAN Rudy Armanda, Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Bintan merupakan salah satu bagian dari gugusan pulau yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.Wilayah administrasi gugus Pulau

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

Zarfen, Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Zarfen, Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH i HUBUNGAN PARAMETER KUALITAS PERAIRAN TERHADAP KERAPATAN LAMUN DI PERAIRAN DESA KELONG KECAMATAN BINTAN PESISIR KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Zarfen, zafren807@gmail.com Mahasiswa Jurusan Manajemen

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Enhalus acoroides PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Enhalus acoroides PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Enhalus acoroides PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN Nia Yulianti,niayulianti3794@gmail.com Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BB III BHN DN METODE PENELITIN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013. Tempat penelitian di Desa Brondong, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 1 BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Rudini, rudini1990@gmail.com Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH Arief Pratomo, ST, M.Si

Lebih terperinci

Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara.

Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara. Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara Suhandoko 1, Winny Retna Melani 2, Dedy Kurniawan 3 suhandoko.2001@gmail.com Program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA

KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA (Comparison Of Community Structure Seagrasses In Bantayan, Dumaguete City Philippines And

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Tidak terkecuali dalam hal kelautan. Lautnya yang kaya akan keanekaragaman hayati membuat

Lebih terperinci

Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu

Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VII No. /Juni 06 (6-7) Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu Saiyaf Fakhri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki daerah pesisir yang sangat panjang. Di sepanjang daerah tersebut hidup beranekaragam biota laut (Jati dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITAN

3. METODOLOGI PENELITAN 3. METODOLOGI PENELITAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pantai Sanur Desa Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali (Lampiran 1). Cakupan objek penelitian

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU

PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU Hardiyansah Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, hardiyansyah1515@gmail.com

Lebih terperinci

PERBEDAAN KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI ZONA INTERTIDAL EKOSISTEM MANGROVE DAN PANTAI BERPASIR TANJUNG SIAMBANG PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG

PERBEDAAN KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI ZONA INTERTIDAL EKOSISTEM MANGROVE DAN PANTAI BERPASIR TANJUNG SIAMBANG PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PERBEDAAN KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI ZONA INTERTIDAL EKOSISTEM MANGROVE DAN PANTAI BERPASIR TANJUNG SIAMBANG PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG Hamdani. hamdani0903@gmail.com Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari pulau dengan luasan km 2 yang terletak antara daratan Asia

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari pulau dengan luasan km 2 yang terletak antara daratan Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km 2 yang terletak antara daratan Asia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Proses pengambilan sampel dilakukan di Perairan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta pada tiga

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN PULAU PENGUJAN. Herry Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

KEANEKARAGAMAN BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN PULAU PENGUJAN. Herry Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, KEANEKARAGAMAN BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN PULAU PENGUJAN Herry Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Herry_IKL@yahoo.co.id Arief Pratomo Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, sea_a_reef@hotmail.com

Lebih terperinci

SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA

SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA 1 SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juni

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu menelusuri

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR Lili Kasmini 11 ABSTRAK Desa Ladong memiliki keanekaragaman mangrove yang masih tinggi yang berpotensi untuk tetap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD Oleh : IRMA DEWIYANTI C06400033 SKRIPSI PROGRAM STUD1 ILMU

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten 16 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, Madura (Gambar 6). Kabupaten Sumenep berada di ujung timur Pulau Madura,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 17 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008-Mei 2009 di Lokasi Rehabilitasi Lamun PKSPL-IPB Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan

Lebih terperinci

Fisheries and Marine Science Faculty Riau University ABSTRACT. 1). Students of the Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau

Fisheries and Marine Science Faculty Riau University ABSTRACT. 1). Students of the Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau ANALYSIS ORGANIC MATERIALS AND COMMUNITY STRUCTURE IN THE MANGROVE SWAMP OF MAKROZOOBENTHOS IN ROKAN HILIR REGENCY by Melia Azian 1 ), Irvina Nurrachmi 2 ), Syahril Nedi 3 ) Fisheries and Marine Science

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk mencari unsur-unsur, ciriciri, sifat-sifat

Lebih terperinci

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA STUDI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI PULAU KEMUJAN, KEPULAUAN KARIMUN JAWA Oleh: BAYU ADHI PURWITO 26020115130110 DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 5 3 '15 " 5 3 '00 " 5 2 '45 " 5 2 '30 " BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan April 2010, lokasi pengambilan sampel di perairan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian 3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan ekosistem mangrove Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak dan dilintasi garis khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang

Lebih terperinci

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA Nurida siregar*), Suwondo, Elya Febrita, Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu: BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2012. Penelitian ini dilakukan di Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek,

Lebih terperinci

Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Dini Arifa 1, Arief Pratomo 2, Muzahar 2 Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pb, Cd, dan Hg di Pantai perairan Lekok Kabupaten Pasuruan.

BAB III METODE PENELITIAN. Pb, Cd, dan Hg di Pantai perairan Lekok Kabupaten Pasuruan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode transek. Pengambilan sampel menggunakan metode eksploratif dengan pengamatan

Lebih terperinci

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU SEMINAR KOMPREHENSIF Dibawah Bimbingan : -Dr. Sunarto, S.Pi., M.Si (Ketua Pembimbing)

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya hayati perairan laut merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian berlokasi di perairan pantai Pulau Tujuh Seram Utara Barat Kabupaten Maluku Tengah dengan tiga stasiun sampling yang ditempatkan sejajar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang dilalui

Lebih terperinci

Kajian Kerapatan Lamun Terhadap Kepadatan Siput Gonggong (Strombus epidromis) di Pulau Dompak ABSTRAK

Kajian Kerapatan Lamun Terhadap Kepadatan Siput Gonggong (Strombus epidromis) di Pulau Dompak ABSTRAK Kajian Kerapatan Lamun Terhadap Kepadatan Siput Gonggong (Strombus epidromis) di Pulau Dompak Muhamad Izuan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, izuan07@gmail.com Lilly Viruly Program

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA YUSTIN DUWIRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013. Lokasi penelitian dilakukan di Perairan Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian. 1 Sehingga dalam jenis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian. 1 Sehingga dalam jenis 1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) Gautama Wisnubudi 1 dan Endang Wahyuningsih 1 1 Fakultas Biologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman makhluk hidup begitu banyak dalam kehidupan di muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya tumbuhan, hewan pun memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah lautan yang luas tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012. B.

Lebih terperinci

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh : Indra Ambalika Syari C64101078 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

STUDI SEBARAN GASTROPODA DI ZONA LITORAL DAERAH PULAU PUCUNG. Alman Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

STUDI SEBARAN GASTROPODA DI ZONA LITORAL DAERAH PULAU PUCUNG. Alman Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, STUDI SEBARAN GASTROPODA DI ZONA LITORAL DAERAH PULAU PUCUNG Alman Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Almansanwar@ymail.com Henky Irawan Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, henkyirawan.umrah@gmail.com Arief

Lebih terperinci

KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI

KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

Kelimpahan, Keanekaragaman dan Kemerataan Gastropoda di Ekosistem Mangrove Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara

Kelimpahan, Keanekaragaman dan Kemerataan Gastropoda di Ekosistem Mangrove Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara Kelimpahan, Keanekaragaman dan Kemerataan Gastropoda di Ekosistem Mangrove Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Riskawati Nento, 2 Femy Sahami dan 2 Sitti Nursinar 1 riskawati.nento@ymail.com

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

Kondisi Lingkungan (Faktor Fisika-Kimia) Sungai Lama Tuha Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya

Kondisi Lingkungan (Faktor Fisika-Kimia) Sungai Lama Tuha Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Kondisi Lingkungan (Faktor Fisika-Kimia) Sungai Lama Tuha Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Amirunnas * Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : lamun, kerapatan, strombus sp., tanjungpinang

ABSTRAK. Kata kunci : lamun, kerapatan, strombus sp., tanjungpinang ABSTRAK BASTIANSYAH MAYNOR, DERY. Hubungan Kerapatan Lamun dengan Strombus sp. Perairan Sekatap Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian secara umum berada di Kabupaten Indramayu tepatnya di Desa Brondong Kecamatan Pasekan. Wilayah pesisir di sepanjang pantai

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Kelimpahan Gastropoda Ekosistem Mangrove Desa Lamu Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo

Keanekaragaman dan Kelimpahan Gastropoda Ekosistem Mangrove Desa Lamu Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo 1 Keanekaragaman dan Kelimpahan Gastropoda Ekosistem Mangrove Desa Lamu Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo Yunita Lihawa 1, Femy M. Sahami 2, Citra Panigoro 3 Email : lihawa_y@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Indeks Keanekaragaman ( H) dari Shannon-Wiener dan Indeks Nilai Penting

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Indeks Keanekaragaman ( H) dari Shannon-Wiener dan Indeks Nilai Penting BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskrtiptif kuantitatif. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksploratif, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS SIPUT GONGGONG (Strombus sp.) DAN ANALISA KESESUAIAN HABITATNYA DI PERAIRAN DESA MANTANG BARU BINTAN PADILAH

STRUKTUR KOMUNITAS SIPUT GONGGONG (Strombus sp.) DAN ANALISA KESESUAIAN HABITATNYA DI PERAIRAN DESA MANTANG BARU BINTAN PADILAH STRUKTUR KOMUNITAS SIPUT GONGGONG (Strombus sp.) DAN ANALISA KESESUAIAN HABITATNYA DI PERAIRAN DESA MANTANG BARU BINTAN PADILAH JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci