BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki"

Transkripsi

1 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya Sudjana (2012:22). Sementara menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Howard Kingsley dalam Sudjana (2010:45) mengungkapkan bahwa hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita. Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan motoris. Untuk mencapai hasil belajar kita melewati unsur-unsur proses belajar mengajar. Unsur utama dalam proses belajar mengajar adalah tujuan, metode, alat, dan penilaian. Tujuan pembelajaran pada hakikatnya adalah arah dari proses belajar mengajar atau sebagai rumusan tingkah laku yang hendak dicapai oleh siswa setelah melalui 7

2 8 proses belajar mengajar. Bahan pembelajaran merupakan seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau dibahas sehingga dapat sampai pada tujuan yang ditetapkan. Metode atau alat adalah cara atau teknik yang digunakan guru dalam menyampaikan pelajaran agar siswa paham. Penilaian adalah tindakan yang dilakukan pendidik untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang direncanakan dicapai. Semua yang ada dalam pembelajaran merupakan proses. Proses adalah suatu kegiatan yang dilalui oleh siswa, sedangkan kemampuankemampuan siswa setelah melewati proses pengajaran disebut hasil belajar. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar Benyamin Bloom dalam Sudjana (2012: 22-33) yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang berkenaan dengan enam aspek yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah

3 9 psikomotor, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan gerakan keterampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif. Jadi, dari beberapa pendapat tersebut, hasil belajar merupakan kemampuankemampuan yang diperoleh siswa setelah memperoleh pengalaman belajarnya, kemampuan-kemampuan tersebut meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar tersebut perlu dinilai dengan menggunakan tes hasil belajar. Kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor menjadi objek penilaian hasil belajar. Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemmapuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Dalam penelitian ini akan dikembangkan penilaian hasil belajar ranah kognitif, untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menguasai isi dan bahan pengajaran yang diajarkan. Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif ini terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. 1) Tipe Belajar Pengetahuan : pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari knowledge dalam taksonomi Bloom. Tetapi maknanya tidak sepenuhnya dapat ditetapkan dalam setiap materi. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil ini menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar berikutnya.

4 10 2) Tipe Belajar Pemahaman : merupakan tingkatan kedua setelah pengetahuan. Pemahaman ini memiliki tiga kategori yaitu, tingkat rendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya. Tingkat kedua adalah penafsiran, yaitu menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan mana yang bukan pokok. Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya. 3) Tipe Hasil Belajar Aplikasi : aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide teori atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. 4) Tipe Hasil Belajar Analisis : analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas susunannya. Analisis merupakan tipe yang kompleks yang menghubungkan tipe pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. 5) Tipe Hasil Belajar Sintesis : penyatuan unsur-unsur atau bagianbagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir sintesis merupakan salah satu pijakan untuk menjadikan siswa berpikir kritis, sedangkan berpikir kritis merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan. 6) Tipe Hasil Belajar Evaluasi : evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan, metode, materi, dan lain-lain. Mengembangkan kemampuan evaluasi dilandasi pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis akan mempertinggi mutu evaluasinya. Aspek kognitif yang dinilai adalah aspek pengetahuan dan pemahaman saja karena sesuai dengan keadaaan, kondisi serta materi siswa kelas V di SD Negeri 1 Pliken. Dalam pelaksanaannya instrumen hasil belajarnya berupa nilai siswa yang diambil dari hasil evaluasi. Hasil evaluasi ini dijadikan alat ukur kemampuan siswa selama proses pembelajaran. Pada penelitian ini juga terdapat LKS atau Lembar Kerja Siswa yang diberikan setelah pementasan drama selesai dilakukan,

5 11 serta ada soal evaluasi yang diberikan pada akhir siklus. LKS ini hanya digunakan sebagai hasil dari latihan siswa dalam memahami konsep materi yang telah diajarkan, sedangkan yang digunakan sebagai data yang akan diolah pada penelitian ini adalah nilai dari evaluasi yang diambil dari setiap akhir pertemuan siklus I maupun siklus II. Hasil ini menentukan siswa telah memahami konsep materi atau belum. Adapun rancangan kisi-kisi hasil belajar pada ranah kognitif yang akan digunakan adalah sebagai berikut: Tabel 2.1. Rancangan kisi-kisi hasil belajar kognitif. No Indikator Kognitif 1. Siswa dapat menyebutkan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan. 2. Siswa dapat menceritakan jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan. Aspek Pengetahuan Pemahaman Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes hasil belajar antara lain (Purwanto, 2010:23-24) : a. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional. b. engukur sampel yang representatif dari hasil belajar dan elajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan. c. Didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. d. Dibuat seandal (reliabel) mungkin sehingga mudah diinterpretasikan dengan baik. e. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru. Dibidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi.

6 12 Hasil belajar bidang afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak memberi penekanan pada bidang kognitif saja. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru, kebiasaan belajar, dan lain-lain. Ada beberapa tingkatan hasil belajar afektif sebagai tujuan dan hasil belajar. Tingkatan tersebut dimulai dari tingkatan yang sederhana sampai tingkatan yang kompleks: 1) Reciving/attending yaitu semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. 2) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. 3) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala/stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut. 4) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dan lain-lain. 5) Pembentukan pola hidup, mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi hak milik pribadi (internalisasi) dan menjaddi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri. Lembar penilaian afektif siswa diisi pada saat pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode Role Playing. Lembar afektif diisi langsung oleh observer dengan menilai sikap setiap siswa

7 13 selama pembelajaran berlangsung. Data ini kemudian dijadikan bahan penelitian hasil belajar. Dalam aspek afektif ini ditekankan pada setiap siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pada aspek ini, yang dinilai yaitu semua aspek. Terdapat rancangan kisi-kisi hasil belajar aspek afektif adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Rancangan Kisi-kisi Hasil Belajar Afektif No Indikator Aspek Afektif Kode 1. Bersedia tidak menggangu Reciving A teman yang sedang berbicara di depan 2. Bersedia memerankan Responding B perannya dengan baik 3. Bersedia membereskan Organisasi C peralatan drama dengan tertib 4. Menghargai dan menjiwai Pembentukan pola D perannya hidup Hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan menurut Simpson dalam Winkel (1996:249) yakni : 1) Persepsi, mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan (stimulus) dan perbedaan antara rangsangan-rangsangan yang ada. 2) Kesiapan, mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan mental. 3) Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik, sesuai dengan contoh yang diberikan (imitasi).

8 14 4) Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena sudah dilatih secukupnya, tanpa memperhatikan contoh yang diberikan lagi. 5) Gerakan kompleks, mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat, dan efisien. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa subketerampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang teratur. 6) Penyesuaian pola gerakan, mencakup kemampuan untuk mengadakan oerubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran. 7) Kreativitas, mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri. Dalam aspek ini, penelitian ditekankan pada keterampilan proses/kinerja siswa selama berperan atau melaksanakan metode Role Playing. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian psikomotor. Aspek yang dinilai yaitu menirukan, manipulasi, dan naturalisasi saja. Sementara untuk aspek artikulasi dan keseksamaan tidak diteliti atau dinilai karena penilaian disesuaikan dengan materi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Rancangan kisi-kisi hasil belajar pada aspek psikomotor adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 Rancangan kisi-kisi hasil belajar psikomotor. No Indikator Psikomotor Aspek Kode 1. Siswa mau menampilkan peran yang Kesiapan A dilakonkannya. 2. Siswa mau menirukan peran. Gerakan B terbimbing 3. Siswa melakukan perannya dengan baik dan urut. Gerakan kompleks C

9 15 b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Belajar merupakan suatu proses perkembangan hal tersebut terdapat dalam teori Gestalt dalam Susanto (2013:12). Artinya bahwa secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan. Perkembangan sendiri memerlukan sesuatu baik yang berasal dari diri siswa sendiri maupun pengaruh dari lingkungannya. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pertama, siswa; dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga, dan lingkungan. Secara perinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal, yang terdapat dalam Slameto (2013:52-72) sebagai berikut: 1) Faktor Internal Faktor internal meliputi dua faktor yaitu : faktor fisiologis dan faktor psikologis: a) Faktor Fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan fungsifungsi fisiologis. Faktor fisiologis sangat menunjang atau melatar belakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya dibanding jasmani yang keadaannya kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan jasmani tetap sehat, nutrisi harus cukup. Hal ini disebabkan, kekurangan kadar makanan akan mengakibatkan keadaan jasmani lemah yang mengakibatkan lekas mengantuk dan lelah. b) Faktor Psikologis, yaitu yang mendorong atau memotivasi belajar. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :

10 16 (1) Adanya keinginan untuk tahu. (2) Agar mendapatkan simpati dari orang lain. (3) Untuk memperbaiki kegagalan. (4) Untuk mendapatkan rasa aman. 2) Faktor Eksternal Faktor-faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri siswa yang ikut mempengaruhi belajar siswa, yang antara lain berasal dari orang tua, sekolah, dan masyarakat. a) Faktor yang berasal dari orang tua Faktor yang berasal dari orang tua ini utamanya adalah bagaimana cara mendidik, mengawasi, serta memberi semangat untuk belajar. b) Faktor yang berasal dari sekolah Faktor yang berasal dari sekolah dapat berasal dari guru, mata pelajaran yang ditempuh, dan metode yang diterapkan. Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar siswa, yaitu menyangkut kepribadian guru, kemampuan mengajarnya. Terhadap mata pelajaran, karena kebanyakan siswa memusatkan perhatiannya kepada yang diminati saja, sehingga mengakibatkan nilai yang diperolehnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Keterampilan, kemampuan, dan kemauan belajar siswa tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan orang lain. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas guru untuk membimbing siswa dalam belajar. c) Faktor yang berasal dari masyarakat Kehidupan seorang siswa tidak lepas dari kehidupan dalam masyarakat. Faktor masyarakat bahkan sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan siswa. Pengaruh masyarakat bahkan sulit untuk dikendalikan. Mendukung atau tidak mendukung perkembangan siswa, masyarakat juga ikut mempengaruhi. Berdasarkan uraian para ahli dapat disimpulkan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu faktor internal (yang berasal dari dalam individu) dan faktor eksternal (yang berasal dari luar individu).

11 17 2. Metode Role Playing a. Pengertian Role Playing Melalui Role Playing, siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenal perasaannya sendiri dan perasaan orang lain. Mereka memperoleh cara berperilaku baru untuk mengatasi masalah seperti dalam permainan perannya dan dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah. Menurut Sagala (2010:2113) metode Role Playing berarti cara menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan dan mempertontonkan atau mendramatisasikan cara tingkah laku dalam hubungan sosial. Jadi Role Playing ialah metode mengajar yang dalam pelaksanaannya siswa mendapat tugas dari guru untuk mendramatisasikan suatu kondisi yang mengandung suatu problem, agar siswa dapat memecahkan suatu masalah yang muncul dari situasi sosial. Menurut Bruce Joyce, Marsha Well dan Emily Calhoun (2000:61) mengungkapkan bahwa metode bermain peran yaitu: In role playing, students explore human relations problems by enacting problem situations and then discussing the enactments. Together, students can explore feelings, attitudes, values, and problem solving strategies. Dalam bahasa Indonesia maksudnya dalam bermain peran, siswa mengeksplore permasalahan-permasalahan dan kemudian mendiskusikan peranan tersebut. Bersama-sama siswa dapat mengeksplore perasaan, sikap, nilai dan penyelesaian masalah. Pendapat tersebut didukung oleh Akhmad Sudrajad dalam Subagiyo

12 18 (2013:5) role playing merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antar manusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan siswa. Role playing adalah jenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan, dan sekaligus melibatkan unsur senang Jill Hadfield dalam Subagiyo (2013:5). Metode role playing adalah cara belajar dengan mengeksplorasi kemampuan siswa dalam memerankan suatu peranan yang diciptakan situasi tertentu tentang masalah-masalah sosial, yang pada prosesnya siswa akan merasakan, menempatkan dirinya kepada orang lain sehingga siswa dapat mengetahui watak dan merasakan perasaan orang lain melalui proses pemanasan, pemilihan permainan, penataan panggung, penunjukkan beberapa siswa sebagai pengamat, pelaksanaan permainan peran, pelaksanaan diskusi dan evaluasi pelaksanaan bermain peran oleh guru dan siswa, permainan ulang bermain peran, pembahasan diskusi dan evaluasi yang lebih diarahkan pada realitas, dengan berbagi pengalaman serta pengambilan kesimpulan tentang pelaksanaan bermain peran. b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Role Playing Langkah-langkah metode role playing menurut Uno (2009:26) mengemukakan pendapat bahwa memiliki prosedur bermain peran yang terdiri dari 9 langkah, antara lain:

13 19 1) Pemanasan, 2) Memilih Peran, 3) Menata Panggung, 4) Guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat, 5) Permainan peran dimulai, 6) Guru bersama siswa mendiskusikan, 7) Permainan peran ulang, 8) Pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitas, 9) Hal ini menjadi bahan diskusi. Pada kegiatan pemanasan, guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan menguasainya. Bagian berikutnya dari proses pemanasan adalah menggambarkan permasakahan dengan jelas disertai contoh. Langkah kedua yaitu memilih pemeran (partisipan) mencari gambaran karakter peran yang hendak dimainkan. Setelah didapat gambaran karakter peran dalam masalah, kemudian menentukan pemain. Langkah ketiga yaitu menata panggung. Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa di mana dan bagaimana peran itu akan dimainkan. Penataan panggung ini dapat sederhana atau kompleks. Yang paling sederhana adalah hanya membahas skenario (tanpa dialog lengkap) yang menggambarkan urutan permainan peran. Langkah keempat yaitu menyiapkan penonton sebagai pengamat. Fungsi pengamat sebagai pemberi komentar atau bisa juga sebagai evaluator permainan. Evaluasi menyangkut pemecahan masalah, cara pemain dalam memainkan peran yang ada pada skenario, proses kerjasama antar pemain dalam

14 20 menyelesaikan masalah yang dihadapi dan hal-hal yang berhubungan dengan role playing. Langkah kelima yaitu permainan peran dimulai. Permainan peran dimulai secara spontan. Pada awalnya akan banyak siswa yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Langkah keenam, guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan tadi. Usulan perbaikan akan muncul. Mungkin ada siswa yang meminta untuk berganti peran. Langkah ketujuh yaitu permainan peran ulang. Seharusnya, pada permainan peran kedua ini akan berjalan lebih baik. Siswa dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan skenario. Langkah kedelapan, pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitas. Kenyataan yang ada pada saat bermain peran didiskusikan, misaknya pada saat permainan peran dilakukan, banyak peran yang melampaui batas kenyataan. Langkah kesembilan, siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Guru membahas baiknya sebaiknya mengatasi hal tersebut. Dengan cara ini, siswa akan belajar tentang kehidupan.

15 21 c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Role playing Metode Role Playing dalam Djamarah (2010:89) mempunyai beberapa kelebihan, antara lain: 1) Membuat daya ingatan siswa menjadi tajam dan tahan lama. 2) Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. 3) Siswa yang berbakat akan semakin terpupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama. 4) Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya. 5) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggungjawab dengan sesamanya. 6) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik. Metode Role Playing dalam Djamarah (2010:89) mempunyai beberapa kekurangan, antara lain: 1) Siswa yang tidak ikut bermain peran cenderung pasif. 2) Banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam rangka pemahaman isi bahan pelajaran maupun dalam pelaksanaan pertunjukan. 3) Memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain sempit menjadi kurang bebas. 4) Kelas lain menjadi sering terganggu oleh suara pemain dan suara penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan dan sebagainya. Untuk mengatasi kekurangan yang ada sehingga pelaksanaan metode Role Playing bisa dilaksanakan dengan baik maka Sagala (2010:214) memberikan catatan tentang usaha mengatasi kekurangankekurangan dari metode Role Playing, antara lain ialah: 1) Guru harus menerangkan kepada siswa untuk memperkenalkan metode ini, bahwa dengan role playing siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual di masyarakat. Kemudian guru mengajak beberapa siswa yang berperan, masingmasing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya,

16 22 dan siswa yang lain menjadi penonton dengan tugas-tugas tertentu pula. 2) Guru harus memilih masalah yang urgen sehingga menarik minat siswa. Guru dapat menjelaskan dengan baik dan menarik, sehingga siswa terangsang untuk memecahkan masalah itu. 3) Agar siswa memahami peristiwanya maka guru harus bisa menceritakan sambil mengatur adegan pertama. 4) Bobot atau luasnya bahan pelajaran yang akan didramakan harus sesuai dengan waktu yang tersedia. Teori belajar yang terkait dengan metode role playing adalah teori belajar Piaget. Teori konstruktivisme Piaget adalah teori perkembangan mental Piaget yang juga biasa disebut teori perkembangangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Menurut Rahyubi (2014:143) teori kontruktivisme Piaget menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang merupakan bentukan orang itu sendiri. Proses pembentukan pengetahuan itu terjadi apabila seseorang mengubah atau mengembangkan skema yang telah dimiliki dalam berhadapan dengan tantangan, rangsangan, dan persoalan. Teori Piaget seringkali disebut kontruktivisme personal karena lebih menekankan pada keaktifan pribadi seseorang dalam mengkrontuksikan pengetahuannya. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan

17 23 pengetahuan dibenak mereka sendiri. Selain itu, Piaget banyak melakukan penelitian tentang proses seorang anak dalam belajar dan membangun pengetahuannya. Teori kontruktivisme yaitu teori yang mengutamakan proses pembelajaran. 3. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) a. Pengertian Mata Pelajaran IPS Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tidak lain adalah mata pelajaran atau mata kuliah yang mempelajari kehidupan sosial yang kajiannya mengintegrasikan bidang-bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora (Nursid, 2005:9). Pandangan lainnya tentang IPS dalam lembaga pendidikan seperti dalam Kurikulum Pendidikan Dasar Tahun 1993, disebutkan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, sosiologi, dan tata negara. Susanto (2013:139). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan perpaduan antara ilmu sosial dan kehidupan manusia yang di dalamnya mencakup antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, sosiologi, agama, dan psikologi. Tujuan utamanya adalah membantu mengembangkan kemampuan dan wawasan siswa yang menyeluruh (komprehensif) tentang berbagai aspek ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan (humaniora).

18 24 Untuk merealisasikan tujuan tersebut, proses belajar mengajar tidak hanya terbatas pada aspek-aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) saja, melainkan meliputi juga aspek sikap (afektif) dalam menghayati serta menyadari kehidupan yang penuh dengan masalah, tantangan, hambatan dan persaingan ini. Melalui pendidikan IPS, siswa dididik dibina dan dikembangkan kemampuan mental intelektualnya menjadi warga negara yang berketerampilan dan berkepedulian sosial serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. b. Tujuan Mempelajari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Dalam Ilmu Pengetahuan Sosial terdapat tujuan mempelajari ilmu tersebut, menurut Nur Hadi yang dikutip dari Susanto (2013:146), menyebutkan bahwa ada empat tujuan pendidikan IPS, yaitu: 1) Knowledge Knowledge, sebagai tujuan utama dari pendidikan IPS yaitu membantu para siswa sendiri untuk mengenal diri mereka sendiri dan lingkungannya, dan mencakup geografi, sejarah, politik, ekonomi, dan sosiologi psikologi. 2) Skill, yang mencakup keterampilan berpikir (thinking skills). 3) Attitudes, yang terdiri atas tingkah laku berpikir (intellectual behavior) dan tingkah laku sosial (social behavior). 4) Value, yaitu nilai yang terkandung di dalam masyarakat yang diperoleh dari lingkungan masyarakat maupun lembaga pemerintahan, termasuk di dalamnya nilai kepercayaan, nilai ekonomi, pergaulan antarbangsa, dan ketaatan kepada pemerintah dan hukum. Adapun tujuan pembelajaran IPS di SD, menurut Munir yang dikutip dari Susanto (2013: ), sebagai berikut: 1) Membekali siswa dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan kelak di masyarakat.

19 25 2) Membekali siswa dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. 3) Membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan bidang keilmuan serta bidang keahlian. 4) Membekali siswa dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan keterampilan keilmuan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan tersebut. 5) Membekali siswa dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Tujuan lain secara eksplisit yaitu dengan mempelajari kondisi masyarakat seperti yang dimuat dalam pendidikan IPS, maka siswa akan dapat mengamati dan mempelajari norma-norma atau peraturan serta kebiasaan-kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat tersebut, sehingga siswa mendapat pengalaman langsung adanya hubungan timbal balik yang saling memengaruhi antara kehidupan pribadi dan masyarakat. Dalam pendidikan IPS, siswa akan memperoleh pengetahuan dari yang sederhana sampai yang lebih luas (expanding community), yakni siswa akan mulai diperkenalkan dengan diri sendiri (self), kemudian keluarga, tetangga, lingkungan RT dan RW, kelurahan atau desa, kecamatan, kota/kabupaten, provinsi, negara, negara tetangga, kemudian dunia. c. Pokok Bahasan Materi IPS Kelas V Penelitian pada kali ini peneliti mengambil mata pelajaran IPS kelas V di SD Negeri 1 Pliken pada materi peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan yang terdapat pada semester II (genap). Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Kompetensi Dasar 2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh-tokoh dalam memproklamasikan

20 26 kemerdekaan, materi yang akan dipelajari yaitu pertemuan di Dalat, berita kekalahan Jepang, peristiwa Rengasedengklok, perumusan teks proklamasi, dan detik-detik menjelang proklamasi kemerdekaan. Guru memberikan materi tentang peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia di sekolah dasar khususnya. Melalui kegiatan bermain peran (role playing). Penelitian ini menekankan peningkatan hasil belajar siswa pelajaran IPS yang terdapat pada pembelajaran IPS di SD. Materi pada pelajaran IPS akan diajarkan sesuai dengan siklus yang telah direncanakan yakni selama dua siklus, dalam setiap siklus terdapat 2 kali pertemuan. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah drama yang berkaitan dengan materi peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia. B. Hasil Penelitian yang Relevan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Fredy Franmoko pada tahun 2006 yang berjudul Role Playing sebagai metode peningkatan kemampuan berbicara siswa kelas IX SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto oleh Fredy Franmoko, penelitian dilakukan dengan 3 siklus. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Guru mampu dengan baik menerapkan pembelajaran dengan metode role playing pada pembelajaran kemampuan berbicara siswa kelas IX SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto dengan langkah-langkah: memilih situasi bermain peran, memilih pemain, memilih pemain peran, mempersiapkan penonton sekaligus pengamat, menata panggung, memainkan

21 27 peran, diakhiri dengan diskusi dan evaluasi, dan (2) Metode role playing dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas IX SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto dibuktikan dengan antusisas siswa dalam, pembelajaraan terlihat kondusif, tidak ditemukan siswa yang diam, siswa berbicara dengan peran masing-masing. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berbicara siswa pada setiap siklus. Pada tes awal, ketuntasan kemampuan siswa berbicara hanya mencapai 33%, ketuntasan siswa pada siklus pertama 60,60%, siklus kedua 78,78%, dan siklus ketiga 87,90%. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Titin Sunaryati pada tahun 2012 yang berjudul Peningkatan Sikap Demokratis Siswa Melalui Metode Bermain Peran Dalam Pembelajarn PKn, diketahui bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran dapat meningkatkan sikap demokratis siswa dalam pembelajaran PKn, pembelajaran PKn tentang sikap demokratis melalui metode bermain peran dalam musyawaah dapat membuat siswa bersikap menghargai, toleran, percaya diri, penuh keberanian dan bertanggung jawab serta termotivasi untuk lebih aktif dalam kegiatan belajar di kelas dengan tertib. Pada siklus I presentasi keberhasilan guru dari 55% menjadi 68% dan pada siklus II presentasi hasil guru dan siswa 92,5%. Perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah metode pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar IPS di kelas V. Perbedaannya terletak pada variabel yang ditingkatkannya, apabila Franmoko meneliti tentang peningkatan kemampuan berbicara dan Titin meneliti tentang peningkatan sikap demokratis siswa, maka peneliti meneliti tentang hasil belajar pada mata pelajaran IPS.

22 28 C. Kerangka Berpikir Pembelajaran IPS di SD khususnya sejarah sering dianggap sulit oleh siswa karena siswa harus banyak menghafal materi yang ada dengan teknik konvensional. Saat pembelajaran berlangsung, siswa cenderung pasif dan kurang antusias dalam belajar, siswa merasa cepat bosan dengan materi yang diajarkan. Hal tersebut menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPS. Dengan metode role playing ini diharapkan dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar, selain itu dengan menggunakan metode Role Playing diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenal perasaannya sendiri dan perasaan orang lain, dan siswa juga memperoleh cara berperilaku baru untuk mengatasi masalah dan meningkatkan keterampilan dalam memecahkan masalah. Di samping itu metode ini juga diupayakan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi peristiwa-peristiwa menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Langkah-langkah ini dapat diperoleh melalui analisis masalah yang terdapat di kelas yang akan diteliti. Langkah-langkah yang dilakukan dituliskan dalam kerangka berpikir dari mulai kondisi awal sampai kondisi akhir dikatakan berhasil. Secara sistematik kerangka berpikir dapat ditunjukkan sebagai berikut:

23 29 Kondisi Awal Belum menggunakan metode pembelajaran role playing Siswa kurang antusias dalam belajar, pembelajaran di kelas belum menyentuh ketiga ranah Tindakan Siklus I Refleksi Siklus II Refleksi Kondisi Akhir Penggunaan metode role playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di kels V SD Negeri 1 Pliken Gambar 2.1.Kerangka Berpikir Peneliti D. Hipotesis Tindakan Penggunaan model pembelajaran yang tepat pada proses pelaksanaan pembelajaran dan perencanaan pembelajaran disusun dengan matang, maka tujuan pembelajaran akan tercapai dengan optimal. Berdasarkan hal tersebut, maka diajukan hipotesis tindakan yaitu:

24 30 1. Penggunaan metode Role Playing pada materi peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan kelas V di SD Negeri 1 Pliken dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa aspek kognitif. 2. Penggunaan metode Role Playing pada materi peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan kelas V di SD Negeri 1 Pliken dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa aspek afektif. 3. Penggunaan metode Role Playing pada materi peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan kelas V di SD Negeri 1 Pliken dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa aspek psikomotor.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5 Hasil belajar adalah perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pendidikan tidak lepas dari proses belajar mengajar, yang di dalamnya meliputi beberapa komponen yang saling terkait, antara lain; guru (pendidik),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,

Lebih terperinci

METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS. Oleh : Ari Yanto )

METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS. Oleh : Ari Yanto ) METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS Oleh : Ari Yanto ) Email : ari.thea86@gmail.com Abstrak Salah satu masalah yang dihadapi oleh tenaga pengajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Menurut Hakim (2000: 14), belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan

yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU DI KELAS VIII-B DI SMP NEGERI 1 BOLAANG Tjitriyanti Potabuga 1, Meyko

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu (1) informasi verbal; (2) keterampilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. KAJIAN TEORI 1. Lingkungan Sekolah a. Pengertian Lingkungan Sekolah Manusia sebagai makhluk sosial pasti akan selalu bersentuhan dengan lingkungan sekitar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori A. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah dirinya menjadi lebih baik untuk berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak

BAB II KAJIAN TEORITIS. pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teoretis 1. Strategi Cooperative Script Dalam strategi pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru dituntut untuk mampu memilih dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru dituntut untuk mampu memilih dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru dituntut untuk mampu memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi untuk mengaktifkan siswa. Belajar merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ilmu Pengetahuan Sosial 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial Pendidikan ilmu pengetahuan sosial merupakan proses mendidik dan memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu startegi pembelajaran yang paling tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Aktivitas Belajar Aktivitas dalam hal ini berarti siswa aktif dalam mengerjakan soal-soal atau tugas-tugas yang diberikan dengan rasa senang dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Model Pembelajaran Role Playing (model bermain peran) a Pengertian Role playing atau bermain peran menurut Zaini, dkk (2008:98) adalah suatu aktivitas pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan komponen dari ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap. BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Pembelajaran sejarah Belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan, yang menghasilkan

Lebih terperinci

BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang Vol.4 No 1 Pebruari 2017 ISSN

BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang Vol.4 No 1 Pebruari 2017 ISSN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS III DI SD NEGERI SETRAGALIH KECAMATAN CIBOGO

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Slavin (1994:152) dalam (Anni,2004:2) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman, lebih lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan undang undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pada sub bab ini, peneliti akan membahas mengenai teori - teori yang berkaitan dengan variabel yang sudah ditentukan. Adapaun teori yang berkaitan dengan variabel

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA R. ArnisFahmiasih 1 ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah kemampuan pembelajaran sastra dalam memerankan drama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu gambaran untuk kemampuan yang ada pada diri seseorang. Kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu berbeda-beda, dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pendidikan pada umumnya dilaksanakan disetiap jenjang pendidikan melalui pembelajaran. Oleh karena itu, ada beberapa komponen yang menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Belajar dan Hasil Belajar A. Pengertian belajar Belajar adalah upaya pemenuhan reaksi mental dan atau fisik terhadap penglihatan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara keseluruhan dari siswa setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil

Lebih terperinci

2016 PERBAND INGAN HASIL BELAJAR SISWA ANTARA MOD EL PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO D ENGAN MOD EL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK D I SMKN 1 SUMED ANG

2016 PERBAND INGAN HASIL BELAJAR SISWA ANTARA MOD EL PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO D ENGAN MOD EL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK D I SMKN 1 SUMED ANG BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Model Pembelajaran 2.1.1 Definisi Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Eksperimen Eksperimen adalah bagian yang sulit dipisahkan dari Ilmu Pengetahuan Alam. Eksperimen dapat dilakukan di laboratorium maupun di alam terbuka. Metode ini mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Kajian Teori 1. BELAJAR Menuru Sunaryo dalam Komalasari (2014,hlm. 2) mengatakan bahwa Belajar merupakan suatu kegiatan dimana seseorang membuat atau menghasilkan

Lebih terperinci

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kemampuan keterampilan dan sikap. Seseorang dapat belajar dari pengalaman sendiri maupun pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dapat dicapai dengan

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dapat dicapai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di sekolah dasar merupakan langkah awal untuk mencapai keberhasilan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dapat dicapai dengan mengembangkan kemampuan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Belajar 1. Pengertian Disiplin Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang keberhasilan siswa di kelas maupun di sekolah. Ini bertujuan agar siswa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Para ahli dalam bidang belajar pada umumnya sependapat bahwa perbuatan belajar itu adalah bersifat komplek, karena merupakan suatu

Lebih terperinci

Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( )

Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( ) PELAKSANAAN PENGUKURAN RANAH KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOMOTOR PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS III SD MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA Oleh : Iin Nurbudiyani * Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pendidikan. Guru sebagai salah satu komponen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Slameto

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan perubahan Kurikulum 2013 merupakan sebuah ikhtiar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan perubahan Kurikulum 2013 merupakan sebuah ikhtiar dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia saat ini telah mengalami beberapa perubahan yang terjadi karena dilakukannya berbagai usaha pembaharuan dalam proses pendidikan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan di kelas V SDN. Cisitu 2

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan di kelas V SDN. Cisitu 2 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan di kelas V SDN. Cisitu 2 dilatarbelakangi oleh adanya masalah dalam pembelajaran IPS terutama masalah hasil belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Hamalik (2009: 155) hasil belajar tampak sebagai

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Hamalik (2009: 155) hasil belajar tampak sebagai BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Hamalik (2009: 155) hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami aktivitas belajar (Anni dkk, 2009: 85). Perolehan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata komunikasi berasal dari kata latin cum yang kata depan yang berarti dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat

Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal 88 93 dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat PELAKSANAAN PENGUKURAN RANAH KOGNITIF, bahwa AFEKTIF, tidak DAN semua PSIKOMOTOR bentuk evaluasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, oleh siswa dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pada jenjang

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 79 Universitas Indonesia. Materi dan metode..., Muhammad Yakob, FIB UI, 2009

BAB 4 KESIMPULAN. 79 Universitas Indonesia. Materi dan metode..., Muhammad Yakob, FIB UI, 2009 BAB 4 KESIMPULAN Dari hasil pembahasan karya akhir ini dapat disimpulkan bahwa materi ajar cerpen adalah subtansi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dalam proses pembelajaran sastra tingkat MTs.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. (Dalam bukunya Purwanto,

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. (Dalam bukunya Purwanto, 8 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar (Winkel,1965 : 51) Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. (Dalam bukunya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tahu, setelah belajar berubah menjadi tahu. Belajar menurut Gagne

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tahu, setelah belajar berubah menjadi tahu. Belajar menurut Gagne BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pembelajaran Belajar adalah proses perubahan tingkah laku, dari yang awalnya tidak tahu, setelah belajar berubah menjadi tahu. Belajar menurut Gagne (Winataputra, 2005:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan. BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Proses Pembelajaran Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan. Suyono dan Hariyanto (2014) mengatakan belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Examples Non Examples Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga lima orang dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di tanah air selalu dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menciptakan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Fiqih dengan melalui penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe picture and

BAB V PEMBAHASAN. Fiqih dengan melalui penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe picture and BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas II di MIN Sumberjati Kademangan Blitar pada mata pelajaran Fiqih dengan melalui penerapan model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu menmbuhkembangkan potensi diri, sosial, dan alam di kehidupannya. Sesuai dengan perkembangan zaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia diera global seperti saat ini menjadi kebutuhan yang amat menentukan bagi masa depan seseorang dalam kehidupannya, yang menuntut

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) 1. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENDIDIKAN IPS DI SMP 1.1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual Ada kecenderungan dewasa ini utnuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengatakan Learning is show by a behavior as a result of

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengatakan Learning is show by a behavior as a result of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar Istilah belajar menurut beberapa ahli, di antaranya oleh Slameto (2003) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Dalam Bab II ini akan diuraikan kajian teori yang merupakan variabel dalam penelitian yang dilakukan yaitu hasil belajar, pendekatan CTL, dan alat peraga. 2.1.1 Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal senada pun diungkapkan oleh Gunawan (2013, hlm. 48) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Hal senada pun diungkapkan oleh Gunawan (2013, hlm. 48) menyatakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk individu, juga disebut sebagai makhluk sosial, artinya manusia memerlukan kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap dan keterampilan peserta didik. Pelaksanaannya bukanlah usaha mudah

BAB I PENDAHULUAN. sikap dan keterampilan peserta didik. Pelaksanaannya bukanlah usaha mudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dalam pengembangan pribadi, hasilnya dapat terwujud dalam perubahan tingkah laku, pengetahuan, sikap dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan memiliki tempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Observasi Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 A. Landasan Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA 1. Hasil belajar a. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan individu untuk memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses Belajar Mengajar merupakan interaksi edukatif yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses Belajar Mengajar merupakan interaksi edukatif yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses Belajar Mengajar merupakan interaksi edukatif yang dilakukan oleh guru dan siswa di dalam situasi tertentu. Mengajar atau lebih khusus lagi melaksanakan proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengertian Belajar Pendapat tentang pengertian belajar ada bermacam-macam. Pendapat tersebut lahir

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengertian Belajar Pendapat tentang pengertian belajar ada bermacam-macam. Pendapat tersebut lahir BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Pendapat tentang pengertian belajar ada bermacam-macam. Pendapat tersebut lahir berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda. Menurut Slameto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa mampu menguasai saling keterkaitannya dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Kata

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika BAB II KAJIAN TEORI A. Pendekatan Realistik 1. Pengertian Pendekatan Realistik Pendekatan realistik adalah salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang menekankan pada keterkaitan antar konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran PKn 2.1.1.1 Hakekat PKn Menurut Azra dalam (Mawardi dan Sulasmono, 2011: 10), Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. Pada intinya, fokus IPS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. Pada intinya, fokus IPS 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Pengertian IPS merujuk pada kajian yang memusatkan perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. Pada

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR SISWA DAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING. pendidikan dalam rangka untuk perbaikan, peningkatan dan kemajuan

BAB II HASIL BELAJAR SISWA DAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING. pendidikan dalam rangka untuk perbaikan, peningkatan dan kemajuan BAB II HASIL BELAJAR SISWA DAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Dalam dunia pendidikan terdapat dua proses atau kegiatan utama yang sering jadi perbincangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. seorang karakter di suatu cerita fiksi. Pada metode bermain peranan, titik tekanannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. seorang karakter di suatu cerita fiksi. Pada metode bermain peranan, titik tekanannya BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Metode Bermain Peran Bermain peran adalah suatu tipe permainan dimana pemain mengatur peran seorang karakter di suatu cerita fiksi. Pada metode bermain

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Everyone Is Teacher Here (ETH) a. Pengertian Tipe Everyone Is Teacher Here (ETH) Strategi pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan manusia memiliki kualitas yang lebih baik. Dari tidak tahu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan manusia memiliki kualitas yang lebih baik. Dari tidak tahu menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mengandung pengertian suatu perbuatan yang di sengaja untuk menjadikan manusia memiliki kualitas yang lebih baik. Dari tidak tahu menjadi tahu, dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004:22). Sedangkan menurut Horwart

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran sejarah sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran sejarah sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata pelajaran sejarah sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional yang diajarkan di sekolah kepada siswa Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas,

Lebih terperinci

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN MATERI PEMILIHAN PENGURUS ORGANISASI SEKOLAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN.

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN MATERI PEMILIHAN PENGURUS ORGANISASI SEKOLAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN. Dinamika: Jurnal Praktik Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Dasar & Menengah Vol. 7, No. 2, April 2017 ISSN 0854-2172 MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN MATERI PEMILIHAN PENGURUS ORGANISASI SEKOLAH MELALUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia Indonesia seutuhnya, pembangunan di bidang pendidikan. pendidikan banyak menghadapi berbagai hambatan dan tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. manusia Indonesia seutuhnya, pembangunan di bidang pendidikan. pendidikan banyak menghadapi berbagai hambatan dan tantangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Hakikat Belajar Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR SISWA DAN METODE PEMBELAJARAN RESITASI. 1. Pengertian Metode Pembelajaran Resitasi

BAB II HASIL BELAJAR SISWA DAN METODE PEMBELAJARAN RESITASI. 1. Pengertian Metode Pembelajaran Resitasi BAB II HASIL BELAJAR SISWA DAN METODE PEMBELAJARAN RESITASI A. Metode Resitasi 1. Pengertian Metode Pembelajaran Resitasi Metode resitasi merupakan salah satu metode pembelajaran yang menekankan pada siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembelajaran sastra merupakan bagian dari pembelajaran bahasa yang harus dilaksanakan oleh guru. Guru harus dapat melaksanakan pembelajaran sastra dengan menarik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79).

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dengan demikian akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada. Pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT Mirna Herawati Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan dimulai dari sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah pertama (SMP) yang

Lebih terperinci