BAB II PERNIKAHAN DALAM HUKUM ISLAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PERNIKAHAN DALAM HUKUM ISLAM"

Transkripsi

1 10 BAB II PERNIKAHAN DALAM HUKUM ISLAM 1. Pengertian dan Dasar Hukum Pernikahan 1.1 Pengertian Pernikahan Pernikahan dalam literatur fiqh yang berbahasa Arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah (نكاح) dan zawaj.(زواج) Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam al-quran dan Hadits Nabi SAW. Secara bahasa, nikah berarti.(عقد) dan juga berarti aqad (وطء) hubungan kelamin,(ضم) bergabung (Syarifuddin, 2006: 35-36) Secara terminologi, pernikahan adalah: Aqad yang menjadikan halalnya hubungan seksual antara seorang lakilaki dengan seorang perempuan, saling tolong menolong diantara mereka, serta menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya. ( Abu Zahrah, 1957: 19) Juga pengertian nikah terdapat dalam kitab Mahalli yaitu: Nikah secara bahasa adalah bercampur dan menurut istilah adalah akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin dengan menggunakan lafaz nakaha atau zawaja. (Mahalli, tth: 206) Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Undang-Undang RI No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, 2013: 2). Sedangkan menurut 10

2 11 Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2 pengertian pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. (Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, 2013: 324). Sementara prespektif ulama mengenai definisi pernikahan menurut 4 mazhab sebagaimana dijelaskan oleh Slamet Abidin dan Aminuddin dalam buku Beni Ahmad Saebani adalah sebagai berikut: 1. Ulama Hanafiyah mendefinisikan pernikahan sebagai suatu akad yang berguna untuk memiliki mut ah dengan sengaja. Artinya, seorang lakilaki dapat menguasai perempuan dengan seluruh anggota badannya untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan. 2. Ulama Syafi iyah mengatakan bahwa pernikahan adalah suatu akad dengan menggunakan lafazh nikah atau zauj, yang menyimpan arti memiliki. Artinya dengan pernikahan, seseorang dapat memiliki atau mendapatkan kesenangan dari pasangannya. 3. Ulama Malikiyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad yang mengandung arti mut ah untuk mencapai kepuasan dengan tidak mewajibkan adanya harga. 4. Ulama Hanabilah mengatakan bahwa pernikahan adalah akad dengan menggunakan lafazh nikah atau taswij, untuk mendapatkan kepuasan, artinya seorang laki-laki dapat memperoleh kepuasan dari seorang perempuan dan sebaliknya. Pengertian diatas terdapat kata-kata milik yang mengandung pengertian hak untuk memiliki melalui akad nikah. Oleh karena itu, suami istri dapat mengambil manfaat untuk mencapai kehidupan dalam rumah tangganya yang bertujuan membentuk keluarga sakinah mawaddah warahmah di dunia. (Saebani, 2013: 17) Pernikahan bukan hanya mempersatukan dua pasangan manusia, yakni laki-laki dan perempuan, melainkan mengikatkan tali perjanjian yang suci atas nama Allah, bahwa kedua mempelai berniat membangun

3 12 rumah tangga sakinah, tentram, dan dipenuhi oleh rasa cinta dan kasih sayang. Untuk menegakkan cita-cita kehidupan keluarga tersebut, pernikahan tidak cukup hanya bersandar pada ajaran-ajaran Allah dalam al-qur an dan as-sunnah yang sifatnya global, terlebih lagi pernikahan berkaitan pula dengan hukum suatu negara. Pernikahan baru dinyatakan sah jika menurut hukum Allah dan hukum negara telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. (Saebani, 2013: 18-19) ayat 21 Berdasarkan firman Allah SWT dalam al Quran surat an Nisa [4] Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (Qs. An-Nisa: 21) Jadi, pernikahan itu adalah aqad yang membolehkan hubungan kelamin antara seorang pria dengan wanita, karena dalam suatu proses pernikahan terdapat ijab (pernyataan penyerahan dari pihak perempuan) dan kabul (pernyataan penerimaan dari pihak laki-laki) dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan melanjutkan keturunan serta menjaga ketentraman jiwa. Selain itu, pernikahan juga bertujuan untuk memperluas dan mempererat hubugan kekeluargaan, serta membangun masa depan individu, keluarga dan masyarakat yang lebih baik.

4 Dasar Hukum Pernikahan Dalil Al Qur an Surat an-nisa [4] ayat 1 Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. SesungguhnyaAllah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Qs. An-Nisa: 1) Allah SWT memulai surat ini dengan perintah untuk bertaqwa dan anjuran untuk beribadah kepadanya, salah satu perintah itu dalam ayat ini adalah untuk menyambung silaturrahim. Allah SWT menciptakan manusia laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk membangun suatu hubungan rumah tangga, sehingga dapat terjalin hubungan silaturrahim antara kedua keluarga tersebut dan itu dinilai oleh Allah merupakan suatu ibadah Surat Yasiin [36] ayat 36

5 14 Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (Qs. Yasiin: 36) Ayat diatas menyucikan Allah dari segala sifat buruk atau kekurangan yang dibandingkan kepadanya. Allah SWT yang menciptakan segala tumbuh-tumbuhan dan menumbuhkan buah-buahan dengan cara menciptakan pasangan bagi masing-masing. Tujuan Allah menyatakan ayat ini adalah Allah lah yang maha suci dari segala kekurangan dan sifat buruk. Dialah Allah yang menciptakan pasangan-pasangan, yang berpungsi sebagai pejantan dan betina, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi seperti kurma dan anggur, dan demikian juga dari diri manusia, dimana terdiri dari laki-kaki dan perempuan Surat adz Dzariyat [51] ayat 49 Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Qs. Adz Dzariyat: 49) Semua makhluk memiliki pasangan, hanya sang Khaliq, Allah SWT yang tidak ada pasangannya, dan tidak juga sama dengan ciptaannya, ini merupakan suatu bukti kebesaran Allah kepada makhluknya. Adapun hubungan surat Yasiin ayat 36 di atas dengan surat Adz-Dzariyat ayat 49 ini adalah segala sesuatu baik makhluk hidup maupun mati, baik yang berada di langit dan dibumi telah diciptakan Allah berpasang-pasangan, agar saling melengkapi dan mengingat bahwa hanya Allah Yang Maha Esa dan hanya Dia Yang Maha Kuasa.

6 Surat Asy-Syura [42] ayat 11 Dia Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasanganpasangan (pula), dijadikan-nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat. (Qs. Asy-Syura: 11) Ayat diatas seolah-olah menyatakan Allah adalah pencipta langit dan bumi tanpa ada satu contoh sebelumnya, dan Allah juga pencipta makhluk-makhluk yang menghuninya. Dia telah menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasang-pasangan, baik sebagai lelaki (suami) maupun perempuan (isteri), dan begitu pula dengan jenis binatang ternak pasangan-pasangan buat masing-masing binatang, baik jantan maupun betina, sehingga manusia dan binatang-binatang itu dapat melanjutkan keturunan Surat Ar-Rum [30] ayat 21 Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan

7 16 merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Qs. Ar-Rum: 21) Ayat ini menguraikan tentang pengembangbiakan manusia serta bukti dan kuasa rahmat Allah SWT, dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah itu adalah dengan menciptakan manusia hidup berpasangpasangaan dari jenis manusia itu sendiri, supaya manusia itu tenang dan tentram serta cendrung kepada masing-masing pasangannya dan dijadikan Allah diantaranya mawaddah dan rahmat. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir tentang kuasa dan nikmat Allah SWT Dalil Hadits Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah SAW yang pernah dilakukan selama hidupnya dan menghendaki umatnya berbuat yang sama (Syarifuddin, 2006: 42). Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas ud r.a, Rasulullah SAW bersabda: Dari Abdullah Ibn Mas ud Radhiyallahu anhu, Rasulullah SAW berkata kepada kami: Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian memiliki kemampuan, maka menikahlah! Maka sesengguhnya menikah itu, akan menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Siapa saja yang belum mampu, berpuasalah karena puasa itu merupakan kendali baginya. (Al Asqalani, tth: 200) Maksud atau penjelasan hadis diatas adalah mengenai pemuda yang telah mampu memikul beban untuk menikah, Nabi Muhammad SAW menganjurkan untuk segera menikah, karena dengan menikah akan terjaga kemaluan dan juga pandangan manusia, sementara bagi para pemuda yang belum sanggup atau mampu secara lahir maupun bathin,

8 17 jalan keluar yang diberikan Nabi yaitu dengan cara melaksanakan puasa, tujuannya untuk mengendalikan hawa nafsu dan agar tidak terjadi perzinaan. Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah memuji Allah dan menyanjung-nya bersabda: "Tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barang siapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku." Muttafaq Alaihi. Hadis ini sebenarnya melarang manusia selama hidupnya hanya beribadah saja, sehingga tidak melakukan kebutuhan manusia lainnya. Makan, minum, berbuka dan menikah itu termasuk yang disuruh Allah SWT dan sunnah Nabi, jika dilakukan berdasarkan suruhannya, maka akan memperoleh pahala. Jadi bukan hanya beribadah seperti sholat, mengurangi tidur dan berpuasa itu yang berpahala. Barang siapa yang melakukan apa yang telah dilakukan Nabi, berarti telah menjalankan sunnah Nabi dan termasuk golongannya. Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: karen hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia." Muttafaq Alaihi dan Imam Lima.( Al Asqalani, tth: 201) Hadis ini menjelaskan tentang syarat calon yang akan dinikahi, walaupun pada hadis ini hanya diutarakan persyaratannya untuk perempuan, namun berlaku juga bagi laki-laki. Mencari calon yang memenuhi keempat kriteria dalam hadis ini memang sangat sulit, namun

9 18 jadikan syarat yang keempat itu menjadi tujuan utama atau syarat mutlak dalam memilih calon yang akan dinikahi, karena dengan beragama akan tercapai ketenangan hati dan berdampingan hidup bersama keluarga. Hadits Abdullah ibn Mas ud dari Alqamah, ia berkata: Ketika aku bersama Abdullah bin Mas'ud di Mina tiba-tiba bertemu dengan Usman, lalu ia berkata: Ya Aba Abdirrahman, saya ada hajat padamu, lalu keduanya berbisik: Usman berkata: Ya Aba Abdirrahman, sukakah anda saya kawinkan dengan gadis untuk mengingatkan kembali masa mudamu dahulu. Karena Abdullah bin Mas'uud tidak berhajat kawin maka ia menunjuk kepadaku dan berkata: Ya Alqamah, maka aku datang kepadanya, sedang ia berkata: Jika anda katakan begitu maka Nabi saw. bersabda kepada kami: Hai para pemuda siapa yang sanggup (dapat) memikul beban perkawinan maka hendaklah ia kawin, dan siapa yang tidak sanggup maka hendaknya ia berpuasa (menahan diri) karena puasa itu untuk menahan syahwatnya dari berbuat dosa. Dikeluarkan oleh Imam Bukhari pada bab nikah, Nabi SAW bersabda: barang siapa diantara kalian yang sudah memiliki kemapuan, maka menikahlah. Hadis ini menganjurkan kepada para pemuda yang telah sanggup untuk menikah, baik secara lahir dan bathin, maka segeralah untuk menikah. Namun bagi para pemuda yang belum sanggup untuk menafkahi isterinya begitu juga secara bathin, maka dianjurkan untuk

10 19 berpuasa dengan tujuan menahan syahwatnya agar tidak tejadi perzinaan Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974 Landasan hukum pernikahan terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) UU Pernikahan No 1 tahun 1974 yang rumusannya : Pasal 2 1. Pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. 2. Tiap-tiap pernikahan dicatat menurut peraturan-peraturan, perundang-undangan yang berlaku. Dengan perumusan pada Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada pernikahan diluar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-Undang Dasar Maksud dari hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang ini Kompilasi Hukum Islam Dasar pernikahan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 dan 3 disebutkan bahwa: Pasal 2 Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Pasal 3 Pernikahan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

11 20 Maksud pasal di atas kalimat akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan merupakan penjelasan dari ungkapan ikatan lahir batin yang terdapat dalam rumusan Undang-Undang, yang mengandung arti bahwa akad pernikahan itu bukanlah semata perjanjian yang bersifat keperdataan. Sementara ungkapan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, merupakan penjelasan dari ungkapan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Undangundang. Hal ini lebih menjelaskan bahwa pernikahan bagi umat Islam merupakan peristiwa agama dan oleh karena itu orang yang melaksanakannya telah melakukan perbuatan ibadah. 1.3 Hukum Pernikahan Hukum pernikahan yaitu hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan biologis antar jenis, dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan akibat pernikahan tersebut. (Thami, Sahrani, 2014: 8-9). Mengenai hukum asal pernikahan, para ulama berbeda pendapat, sesuai dengan perbedaan penafsiran terhadap ayat tentang nikah. Di antara mereka, seperti Imam Abu daud, Adz-Dzahiri berpendapat bahwa nikah itu asal hukumnya wajib. Adapun Imam Asy-Syafi i berpendapat bahwa nikah itu hukumnya mubah. Terlepas dari polemik para Imam tentang status hukum asal tentang nikah, hukum nikah dapat berubah sesuai kondisi dan situasi dan berpulang pada hukum yang lima ( al-ahkamul khasah), yaitu wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah. Jadi, andaikata ada lima orang dihadapkan pada nikah, belum tentu mereka menghukuminya dengan hukum yang sama. Hal ini bergantung pada bagaimana kondisi orangorang tersebut, disamping bagaimana situasi kelima orang tadi berada. (Hakim, 2000: 14)

12 21 Hakikat pernikahan itu merupakan akad yang membolehkan lakilaki dan perempuan melakukan suatu yang sebelumnya tidak dibolehkan. Dapat dikatakan bahwa hukum asal dari pernikahan adalah mubah. Namun dengan melihat kepada sifatnya sebagai sunnah Allah dan sunnah Rasul, tentu tidak mungkin dikatakan bahwa hukum asal pernikahan itu hanya semata mubah. Melangsungkan akad pernikahan disuruh oleh agama, bila telah berlangsungnya akad pernikahan itu, maka pergaulan laki-laki dengan perempuan menjadi mubah. (Syarifuddin, 2006: 43) Secara personal hukum nikah berbeda diantara para mukallaf, karena perbedaan kondisi mereka, baik dari segi karakter kemanusiaannya, maupun dari segi kemampuan hartanya. Oleh sebab itu, hukum nikah yang berlaku bagi seluruh mukallaf berhubungan erat dengan spesifikasinya, baik persyaratan harta, fisik dan atau akhlak. (Azzam, Hawwas, 2014: 44) Para ahli fiqh mengelompokkan hukum nikah itu kepada lima macam, yaitu: 1. Wajib Bagi orang yang telah mempunyai kemauan, kemampuan untuk nikah, dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya ia tidak nikah, hukum melakukan pernikahan bagi orang yang tersebut adalah wajib. Hal ini didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak melakukan perbuatan yang terlarang. Jika penjagaan diri itu harus dengan melakukan pernikahan, sedang menjaga diri itu wajib, maka hukum melakukan pernikahan itupun wajib sesuai dengan kaedah. (Ghozali, 2006: 19)

13 22 Sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu itu hukumnya wajib pula. Kaedah lain juga mengatakan. (Ghozali, 2006: 19) Sarana itu hukunya sama dengan hukum yang dituju. Melakukan pernikahan bagi orang tersebut merupakan sarana, sama dengan hukum pokok, yakni menjaga diri dari perbuatan maksiat. 2. Sunat Seseorang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan pernikahan, tetapi kalau tidak nikah tidak dikhawatirkan untuk berbuat zina, maka hukum melakukan pernikahan bagi orang tersebut adalah sunat. Alasan menetapkan hukum sunat adalah al Quran seperti tersebut dalam surat an Nur [24] ayat 32 Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hambahamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-nya) lagi Maha mengetahui. (Qs. Nur: 32)

14 23 3. Makruh Makruh bagi seseorang yang belum pantas untuk nikah, belum berkeinginan untuk nikah, sedangkan perbekalan untuk pernikahan juga belum ada. Begitu pula ia telah mempunyai perlengkapan untuk pernikahan, namun fisiknya mengalami cacat, seperti impoten. 4. Haram Bagi seseorang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melakukan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga, sehingga apabila ia melangsungkan pernikahan, ia dan isterinya akan terlantar, maka hukum melakukan pernikahan baginya adalah haram. Al Quran surat al Baqarah [2] ayat 159 melarang orang melakukan hal yang akan mendatangkan kerusakan. Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati. (Qs. Al-Baqarah: 159) Termasuk juga kedalam pernikahan yang diharamkan bila seseorang bermaksud menelantarkan orang lain, atau agar

15 24 wanita yang dinikahi itu tidak diurus, dan tidak dapat nikah dengan orang lain. 5. Mubah Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukanya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan istri. Pernikahannya itu hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya dan membina keluarga sejahtera. Hukum mubah ini juga ditunjukkan bagi orang yang antara pendorong dan penghambatnya itu sama, sehingga menimbulkan keraguan orang yang akan melakukan nikah, seperti mempunyai keinginan tetapi belum mempunyai kemampuan, mempunyai kemampuan untuk melakukan tetapi belum mempunyai kemauan yang kuat, artinya mubah hukumnya nikah bagi seseorang yang bila ia menikah atau tidak, tidak menimbulkan masalah, dengan kata lain, tidak ada halangan baginya untuk nikah dan tidak ada dorongan untuk wajib nikah. Melaksanakan pernikahan berarti mengikuti sunnah Rasul SAW yang mulia. Dapat disimpulkan hukum asal nikah adalah sunnah muakkadah bagi setiap muslim yang mempunyai keinginan dan kemampuan untuk menikah. Namun jika hubungan seorang laki-laki dan perempuan telah menjurus pada perbuatan maksiat atau mendekati zina, hukum nikah berubah menjadi wajib. Sebaliknya jika nikah disalah gunakan untuk tujuan-tujuan yang bertentangan dengan ajaran agama, maka hukum nikah berubah menjadi haram.

16 25 2. Rukun dan Syarat Pernikahan Rukun adalah sesuatu yang mesti ada untuk menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu. (Ghozali, 2003: 45-46) Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan, dalam suatu acara pernikahan umpamanya rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal, dalam arti pernikahan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Keduanya mengandung arti yang berbeda, dari segi rukun itu adalah sesuatu yang berada di dalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mengujudkannya, sedangkan syarat adalah sesuatu yang berada diluarnya dan tidak merupakan unsurnya. Syarat itu ada yang berkaitan dengan rukun dalam arti syarat yang berlaku untuk setiap unsur yang menjadi rukun. Ada pula syarat itu berdiri sendiri dalam arti tidak merupakan kriteria dari unsur-unsur rukun. (Syarifudin, 2006: 59) Menurut ulama Syafi iyah yang dimaksud dengan pernikahan adalah keseluruhan proses yang secara langsung berkaitan dengan pernikahan dengan segala unsurnya, bukan hanya akad nikah itu saja. Unsur pokok suatu pernikahan adalah calon mempelai laki laki dan perempuan yang akan nikah, akad pernikahan itu sendiri, wali mempelai wanita, serta dua orang saksi yang akan menyaksikan kelangsungan akad pernikahan itu. Berdasarkan pendapat ini rukun pernikahan itu secara lengkap adalah sebagai berikut. (Hamdani, 1989: 38) 1. Calon mempelai laki-laki. Syarat mempelai laki-laki adalah:

17 Beragama Islam 1.2 Laki-laki 1.3 Jelas orangnya 1.4 Dapat memberikan persetujuan 1.5 Tidak terdapat halangan pernikahan 2. Calon mempelai wanita. Syarat mempelai wanita adalah: 2.1 Beragama Islam 2.2 Perempuan 2.3 Jelas orangnya 2.4 Dapat dimintai persetujuan 2.5 Tidak terdapat halangan pernikahan 3. Wali dari mempelai perempuan yang akan mengakadkan pernikahan. Syarat wali adalah: 3.1 Laki-laki 3.2 Dewasa 3.3 Mempunyai hak perwalian 3.4 Tidak terdapat halangan perwalian Pembagian Wali ada dua, yaitu: ` Wali Aqrab(dekat), yaitu: Ayah kandung Kakek (dari garis ayah dan seterusnya ke atas dalam garis laki-laki) Wali Ab ad(jauh), yaitu: Saudara laki-laki kandung Saudara laki-laki seayah Anak saudara laki-laki kandung Anak saudara laki-laki seayah Paman kandung Paman seayah

18 Anak paman kandung Anak paman seayah Urutan wali diatas, bila semuanya tidak ada maka hak perwalian pindah kepada kepala negara (sultan) yang biasa disebut dengan wali hakim. Hal ini diungkapkan dalam pasal 23 Kompilasi Hukum Islam yaitu wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau enggan. (Ali, 2009: 17) Kompilasi Hukum Islam pasal 22 menjelaskan bahwa apabila wali nikah yang paling berhak tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah, atau karena ia menderita tunawicara, tuna runggu atau sudah uzur, hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah yang lain menurut derajat berikutnya. 4. Dua orang saksi Syarat saksi adalah. 4.1 Laki-laki 4.2 Baligh 4.3 Waras akalnya 4.4 Adil 4.5 Dapat mendengar dan melihat 4.6 Bebas, tidak dipaksa 4.7 Tidak sedang mengerjakan ihram; dan 4.8 Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab qabul. (Thami, Sahrani, 2014: ) 5. Aqad (ijab diucapkan oleh wali dan qabul diucapkan oleh calon mempelai pria) Syarat ijab qabul adalah. (Ali, 2009: 20-21) 5.1 Pernyataan mengawinkan dari wali 5.2 Pernyataan penerimaan dari calon memepelai pria 5.3 Memakai lafazh nikah atau lafazh lain yang sama maknanya

19 Bersambungan antara ijab dan qabul 5.5 Antara ijab dan qabul jelas maksudnya 5.6 Orang yang terkait dengan ijab tidak sedang melaksanakan ihram haji/umrah. Sedangkan mahar yang harus ada dalam setiap pernikahan tidak termasuk kedalam rukun, karena mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad pernikahan dan tidak mesti diserahkan pada waktu akad itu berlangsung, dengan demikian mahar itu termasuk kedalam syarat pernikahan. Undang-Undang pernikahan sama sekali tidak berbicara tentang rukun pernikahan. Undang-Undang pernikahan hanya membicarakan syarat-syarat pernikahan, yang mana syarat-syarat tersebut lebih banyak berkenaan dengan unsur-unsur atau rukun pernikahan. Kompilasi Hukum Islam secara jelas membicarakan rukun pernikahan sebagaimana yang terdapat dalam pasal 14, yang keseluruhan rukun tersebut mengikuti fiqh Mazhab Syafi i dengan tidak memasukkan mahar dalam rukun. (Syarifuddin, 2006: 61) 3. Larangan Pernikahan Maksud larangan dalam pernikahan adalah larangan untuk menikah antara seorang pria dan seorang wanita menurut syara dan tidak boleh malakukan pernikahan, artinya perempuan-perempaun mana saja yang tidak boleh dinikahi oleh seorang laki-laki atau sebaliknya, laki-laki mana saja yang tidak boleh menikahi seorang perempuan. Bila suatu pernikahan telah memenuhi seluruh rukun dan syarat yang di tentukan, pernikahan tersebut mesti terlepas dari segala hal yang menghalang. Halangan pernikahan itu disebut juga dengan larangan pernikahan, berdasarkan firman Allah SWT Surat An-Nisa [4] ayat 23:

20 29 Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anakanak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibuibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibuibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteriisteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. An-Nisa: 23) Sementara larangan nikah yang terjadi dalam masyarakat Simpang Kalam bahwa dilarang menikah antara keturunan Datuk Jalelo

21 30 dengan keturunan Sutan Kebaikan. Pada dasarnya masing-masing kedua keturunan ini tidak halangan atau mahram nikah seperti yang dijelaskan ayat di atas, baik secara hubungan keturunan (Nasab), sepersusuan (Radha ah), maupun pernikahan (Mushaharah). Namun dalam prakteknya larangan nikah bayo ini masih berlaku dalam masyarakat Simpang Kalam. Adapun halangan nikah itu ada dua macam, yaitu. (Bustami, 1999: 18-26) 1. Larangan untuk selama-lamanya (mu abbad) Hal-hal yang menyebabkan perempuan haram dinikahi untuk selamanya adalah: 1.1 Keturunan (nasab) Haram dinikahi karena keturunan atau pertalian darah ada tujuh, yaitu: Ibu Anak perempuan Saudara perempuan Saudara perempuan bapak Saudara perempuan ibu Anak perempuan dari saudara laki-laki Anak perempuan dari saudara perempuan 1.2 Susuan (radha ah) Perempuan yang haram dinikahi disebabkan oleh karena sesusuan, sama halnya dengan keturunan, yaitu: Ibu susuan Saudara sesusuan Saudara perempuan bapak susuan Saudara perempuan ibu susuan Anak perempuan dari saudara laki-laki sesusuan

22 Anak perempuan dari saudara perempuan sesusuan 1.3 Pernikahan (mushaharah) atau persemendaan Perempuan yang haram dinikahi karena mushaharah adalah: Ibu tiri Mertua (ibu istri) Anak tiri Menantu Istri yang sudah dili an 2. Larangan untuk sementara (ghairumu abbad) Adapun perempuan yang haram dinikahi untuk sementara adalah: 2.1 Perempuan dalam keadaan bersuami (selama ia dalam status istri dari seseorang) 2.2 Perempuan dalam keadaan beriddah sampai habis iddahnya 2.3 Mengumpulkan dua orang bersaudara 2.4 Bekas istri yang telah ditalak tiga sampai dia bersuami dengan laki-laki lain dan menggaulinya 2.5 Perempuan yang sedang mengerjakan ibadah haji (haji) 2.6 Perempuan kafir atau musyrik Sementara dalam Kompilasi Hukum Islam, larangan nikah seperti di atas, dijelaskan pula secara rinci dalam BAB IV, pasal (Undang- Undang R.I. Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum islam, 2013: ) Pasal 39 menyebutkan bahwa: Dilarang melangsungkan pernikahan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan: 1. Karena pertalian nasab:

23 Dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya. 1.2 Dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu. 1.3 Dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya. 2. Karena pertalian kerabat semenda: 2.1 Dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya. 2.2 Dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menurunkannya. 2.3 Dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali putusnya hubungan pernikahan dengan bekas istrinya itu qabla al-dukhul. 2.4 Dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya. 3. Karena pertalian sesusuan: 3.1 Dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis lurus ke atas. 3.2 Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus kebawah. 3.3 Dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke bawah. 3.4 Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas. 3.5 Dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya. Pasal 40 Dilarang melangsungkan pernikahan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu: 1. Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu pernikahan dengan pria lain.

24 33 2. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain. 3. Seorang wanita yang tidak beragama Islam. Pasal Seorang pria dilarang memadu istrinya dengan seorang wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan isterinya: 1.1 saudara kandung, seayah atau seibu, serta keturunannya. 1.2 Wanita dengan bibinya atau kemanakannya. 2. larangan tersebut pada ayat (1) tetap berlaku meskipun isteriisterinya telah ditalak raj i, tetapi masih dalam masa iddah. Pasal 42 Seorang pria dilarang melangsungkan pernikahan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang isteri yang keempat-empatnya masih terikat tali pernikahan atau masih dalam iddah talak raj i ataupun salah seorang di antara mereka masih terikat tali perniakhan sedang yang lainnya dalam masa iddah talak raj i. Pasal dilarang melangsungkan pernikahan antara seorang pria: 1.1 dengan seorang wanita bekas isterinya yang ditalak tiga kali. 1.2 Dengan seorang wanita bekas isterinya yang dili an. Pasal 44 Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan pernikahan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. Pasal 8 Undang-undang pernikahan menjelaskan. Pernikahan dilarang antara dua orang yang:

25 34 1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas. 2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya. 3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, dan ibu/bapak tiri. 4. Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan 5. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang. 6. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang nikah. (Muhdlor 1995, 55) Bila diperhatikan Undang-Undang pernikahan yang mengatur halangan nikah, baik menurut Kompilasi Hukum Islam maupun fikih kelihatannya hampir semua ketentuan yang terdapat dalam fikih telah diakomodir dalam peraturan perundangan tentang pernikahan yang berlaku di Indonesia dan begitu juga peraturan yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam. Ketentuan dalam perundangan dan Kompilasi Hukum Islam tersebut hampir seluruhnya berasal dari fikih yang bersumber langsung dari Al-Qur an. Perbedaan halangan nikah yang diatur dalam fikih dengan Kompilasi Hukum Islam terletak pada pembagian dari halangan nikah itu sendiri, dalam fikih dibagi dua macam yaitu halangan muabbad dengan muaqqat. Sementara dalam Kompilasi Hukum Islam tidak terdapat pembagian halangan nikah, namun dalam pasal 40 dilarang melangsungkan pernikahan antara seorang pria dengan seorang wanita

26 35 karena keadaan tertentu, hal ini menurut penulis termasuk bagian halangan nikah secara muaqqat yang ada dalam fikih. 4. Pernikahan yang Diharamkan 4.1 Nikah Mut ah Kata mut ah secara etimologi mengandung beberapa arti, diantaranya kesenangan, alat perlengkapan dan pemberian. Nikah mut ah dalam istilah bahasa hukum biasa disebutkan pernikahan untuk masa tertentu, dalam arti pada waktu akad dinyatakan berlaku ikatan pernikahan sampai masa tertentu yang bila masa itu telah datang, pernikahan terputus dengan sendirinya tanpa melalui proses perceraian. (Syarifuddin, 2006: 100) Kata mut ah berasal dari kata mata a yang berarti bersenangsenang. Perbedaannya dengan pernikahan biasa, selain adanya pembatasan waktu adalah tidak saling mewarisi, kecuali kalau disyaratkan, lafaz ijab yang berbeda, tidak ada talak, sebab sehabis kontrak (pernikahan itu putus), tidak ada nafkah iddah. (Hakim, 2000: 31) Ada yang mengatakan nikah mut ah disebut juga nikah kontrak (muaqqat) dengan jangka waktu tertentu atau tak tertentu, tanpa wali maupun saksi. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa nikah mut ah disebut juga nikah sementara atau nikah terputus, karena laki-laki yang menikahi perempuannya itu menentukan waktu, sehari, atau seminggu, atau sebulan. Dinamakan mut ah karena laki-lakinya bermaksud untuk bersenang-senang secara temporer. (Saebani, 2001: 55). Nikah mut ah masih dijalankan sampai sekarang oleh masyarakat yang bermazhab Syi ah Imamiyah yang tersebar diseluruh Iran dan sebagian Irak. Nikah mut ah ini disebut juga dengan nikah munqathi. (Syarifuddin, 2006: 100)

27 36 Menurut Imam Syaukani sepenuhnya kami hanya berpegang kepada syariat yang telah kami terima, bahwa menurut kami nikah mut ah itu diharamkan untuk selama-lamanya. Adapun adanya sekelompok sahabat yang menyalahi hukum ini dapat berarti mencidarakan hukum ini, dan kamipun tidak mendapat suatu alasan yang dapat dijadikan dasar untuk meringankan hukum nikah mut ah. (Sabiq, 1980: 67) Larangan nikah mut ah telah disepakati jumhur ulama dengan menyatakan bahwa tidak ada yang mengakui pernikahan tersebut, bahkan seluruh imam Mazhab menetapkan nikah mut ah adalah haram. Alasannya adalah: (Saebani, 2001: 55). Pertama, nikah mut ah tidak sesuai dengan yang dimaksudkan oleh al-qur an, juga tidak sesuai dengan masalah yang berkaitan dengan talak, iddah, dan kewarisan. Jadi pernikahan seperti itu batal sebagaimana bentuk pernikahan lain yang dibatalkan Islam. Kedua, Umar ketika menjadi khalifah berpidato dengan menyatakan keharaman nikah mut ah ketika itu para sahabat langsung menyetujuinya. Ketiga, Nikah mut ah sekedar bertujuan pelampiasan syahwat, bukan untuk mendapatkan keturunan dan memeliharanya. Nikah mut ah hanyalah pelampiasan nafsu yang menjadikan perempuan sebagai objek seksualitas laki-laki denagn mengatasnamakan kondisi darurat. Oleh karena itu, nikah mut ah disamakan dengan zina, jika dilihat dari segi tujuan untuk bersenang-senang semata-mata. Keharaman nikah mut ah itu berdasarkan Hadits Nabi SAW, yaitu. ( Asqalani, tth: 2008)

28 37 Dari Rabi' Ibnu Saburah, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku dahulu telah mengizinkan kalian menikahi perempuan dengan mut'ah dan sesungguhnya Allah telah mengharamkan cara itu hingga hari kiamat. maka barang siapa yang masih mempunyai istri dari hasil nikah mut'ah, hendaknya ia membebaskannya dan jangan mengambil apapun yang telah kamu berikan padanya." Riwayat Muslim, Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban. Dapat dipahami dari nikah mut ah itu tidak lebih dari pemuasan hawa nafsu. Tidak sedikit pun tersirat adanya i tikad baik, seperti ta abbud, maksud ibadah kepada Allah SWT, tolong menolong antara suami istri dan lain-lain, sebagai bagian dari tujuan pernikahan dalam Islam. Oleh karena itu, sangat pantas kalau jumhur ulama mengharamkannya. Di samping itu, nikah mut ah juga mendatangkan mudharat bagi wanita, dibuang tanpa perlindungan dan tanpa jaminan. Ia dapat begilir dari satu laki-laki ke laki-laki lain dalam waktu yang relatif singkat. Mudharat yang lebih besar akan menimpa anak keturunannya, seandainya dalam waktu yang singkat tersebut sempat membuahkan keturunan. Anak yang dilahirkan tidak memiliki perlindungan fisik maupun psikis. 4.2 Nikah Tahlil Secara etimologi tahlil berarti menghalalkan sesuatu yang hukumnya adalah haram. Kalau dikaitkan kepada pernikahan akan berarti perbuatan yang menyebabkan seseorang yang semula haram melangsungkan pernikahan menjadi boleh atau halal. Orang yang dapat menyebabkan halalnya orang lain melakukan pernikahan itu disebut muhallil, sedangkan orang yang telah halal melakukan pernikahan disebabkan oleh pernikahan yang dilakukan muhallil dinamai muhallallah. (Syarifudin, 2006: 104)

29 38 Nikah tahlil secara terminologi adalah pernikahan yang dilakukan untuk menghalalkan orang yang telah melakukan talak tiga untuk segera kembali kepada istrinya dengan nikah baru. (Syarifudin, 2006: 104). Muhallil disebut juga dengan istilah nikah cinta buta, yaitu seorang lakilaki menikahi perempuan yang telah ditalak tiga kali sehabis masa iddahnya kemudian menalaknya dengan maksud agar mantan suaminya yang pertama dapat menikahi dengan dia kembali. Mantan suaminya menyuruh orang lain menikahi bekas istrinya yang sudah ditalak tiga, kemudian berdasarkan perjanjian, istri tersebut diceraikan sehingga mantan suminya dapat menikahinya. (Saebani, 2001: 69) Nikah tahlil ini adalah suatu bentuk pernikahan yang semata-mata untuk menghalalkan kembalinya suami kepada mantan istrinya, tetapi mantan istrinya harus menikah lebih dahulu dengan laki-laki lain, dalam hal ini karena istri telah ditalak tiga oleh suaminya. Timbulnya praktek nikah tahlil ini disebabkan adanya larangan Allah SWT, di dalam al-qur an bagi suami yang telah menjatuhkan talak yang ketiga kepada istrinya untuk kembali kepada istrinya, kecuali bila mantan istrinya telah menikah dengan orang lain, seperti bunyi ayat: Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukumhukum Allah. (QS. Al-Baqarah: 230)

30 39 Untuk menghindari larangan tersebut, dibuatlah upaya agar seorang suami kembali kepada mantan istrinya, yaitu dengan menyuruh orang lain untuk menikahi mantan istrinya dalam waktu yang disepakati, dengan batasan waktu tertentu bahkan disertai pemberian upah, dan pemberian untuk biaya pernikahan itu sendiri. Pernikahan ini bertendensi mengelak hukum, akal-akalan yang licik dan merusak kesucian pernikahan. Allah SWT melarangnya dan juga melaknatnya. Perbedaannya dengan mut ah hanya terletak pada teknis pernikahan. Pada pernikahan mut ah lamanya pernikahan disebutkan secara jelas sesuai kehendak ketika akad. Sedang dalam nikah tahlil, lamanya waktu disepakati di balik layar antara mantan suami pertama dengan calon muhallil, baik dengan sepengetahuan mantan istri maupun tanpa sepengetahuannya. (Hakim, 2000: 40) Ulama sepakat menyatakan bahwa pernikahan tahlil itu hukumnya haram, karena sesuatu yang dilaknat pelakunya adalah sesuatu yang diharamkan. (Syarifuddin, 2006: 106). Berdasarkan hadits nabi Muhammad SAW dari Ibn Mas ud yang diriwayatkan oleh Ahmad, al Nasa i dan al Tarmizi dan dikeluarkan oleh empat perawi Hadits. Dari Ibnu Mas'ud, ia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melaknat muhallil (laki-laki yang menikahi seorang perempuan dengan tujuan agar perempuan itu dibolehkan menikah kembali dengan suaminya) dan muhallal lah (laki-laki yang menyuruh muhallil untuk menikahi bekas istrinya agar istri tersebut dibolehkan untuk dinikahinya lagi)." Riwayat Ahmad, Nasa'i, Dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi. ( Atsqalani, tth: 208) Dalil diatas menjelaskan tidak sahnya nikah tahlil, bahkan Allah SWT melaknat bagi orang yang melakukannya. Oleh karena itu, kalaupun terjadi pernikahan tersebut, status wanita itu tetap tidak halal bagi suami

31 40 yang pertama. Hal ini dimaksudkan agar pernikahan tersebut dimaksudkan untuk mengembalikan mantan suami kepada mantan istrinya walaupun dalam akad tidak secara eksplisit disebutkan. 4.3 Nikah Shigar Kata shigar berasal dari bahasa Arab yang berarti mengangkat kaki dalam kondisi tidak baik. (Syarifuddin, 2006: 107). Secara arti definitif, ditemukan dalam hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Nafi bin Ibnu Umar seorang laki laki menikahkan anak perempuannya dengan seorang laki laki lain, dengan syarat, bahwa laki-laki tersebut juga menikahkan anak perempuannya kepadanya, dan tidak ada mahar diantara keduanya. Nikah Syigar adalah apabila seorang laki-laki menikahkan seorang perempuan di bawah kekuasaannya dengan laki-laki lain, dengan syarat bahwa laki-laki ini menikahkan anaknya tanpa membayar mahar, artinya nikah syigar ini ialah nikah pertukaran. Ilustrasinya adalah bahwa seorang laki-laki memiliki seorang anak pertempuan, lalu ada seorang laki-laki yang ingin menikahi anaknya itu, karena ia tidak mempunyai uang untuk membayar mahar, ia pun menikahkan anaknya kepada lakilaki yang anaknya ditaksir tersebut, sehingga ia dapat menikahi anaknya tanpa harus membayar mahar. Oleh karena itu, nikah syigar seperti tukar guling, seorang wali memberikan anak perempuannya kepada seorang laki-laki untuk dinikahi, sedangkan seorang laki-laki yang dimaksudkan membebaskan mahar bagi wali yang telah memberikan anaknya. Nikah Syigar juga diartikan suatu bentuk pernikahan yang dilakukan pada masa jahiliyah, yang ada pada hakikatnya merupakan pertukaran wanita dari satu laki-laki ke laki-laki lain secara timbal balik. Bahkan, lebih cocok kalau disebut sebagai tukar-menukar wanita dari pada sebuah pernikahan. Syigar meniadakan maskawin atau mahar

32 41 sebagai suatu kewajiban dan menggantikannya dengan kehormatan wanita. (Hakim, 2000: 36) Ulama sepakat tentang keharaman hukum pernikahan shigar karena dilarang oleh Nabi SAW. Dari Nafi', dari Ibn Umar Radhiyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang perkawinan syighar. Syighar ialah seseorang menikahkan puterinya kepada orang lain dengan syarat orang itu menikahkan puterinya kepadanya, dan keduanya tidak menggunakan maskawin. Muttafaq Alaihi. Bukhari-Muslim dari jalan lain bersepakat bahwa penafsiran "Syighar" di atas adalah dari ucapan Nafi'.( Asqalani, tth: 205) Imam syafi i menurut yang dikutip dalam Subul al-salam mengatakan tidak mengetahui secara jelas apakah defenisi nikah syigar sebagaimana terdapat dalam hadis yang disebutkan di atas langsung dari Nabi, atau dirumuskan oleh Nafi, atau dari Ibnu Umar sebagai salah satu sanad, namun ta rif nikah syigar tersebut begitu populer dalam kitab fikih. Ulama sepakat tentang keharaman hukum pernikahan syigar karena jelas adanya larangan Nabi tersebut di atas dan Nabi pun menjelaskan illat hukumnya, yaitu tidak terdapatnya mahar dalam pernikahan tersebut sedangkan mahar itu merupakan salah satu syarat dalam pernikahan. 4.4 Nikah Waris Salah satu kebiasaan lain bangsa Arab Jahiliyah adalah menikahi mantan istri ayahnya. Istri-istri mendiang ayahnya dianggap sebagai warisan, seperti harta benda. Si anak boleh menikahinya tanpa harus membayar mahar, bahkan dia boleh menikahkan istri ayahnya kepada

33 42 orang lain dengan menerima maharnya. Ahli waris juga dapat mencegah istri ayahnya menikah dengan orang lain atau membiarkannya menjanda selama hidupnya, dalam al-qur an bentuk pernikahan seperti ini dilarang melalui firman Allah surat an-nisa ayat 22: Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. (QS. An-Nisa : 22) Semua bentuk pernikahan tersebut dilarang oleh agama Islam karena merupakan perbuatan yang tidak layak menurut etika kemanusiaan. Pernikahan semacam itu dapat menimbulkan ekses-ekses negatif, baik bagi pelaku secara pribadi, masyarakat, peradaban, dan agama. (Hakim, 2000: 42 5.Tujuan dan Hikmah Pernikahan 5.1 Tujuan Pernikahan Tujuan pernikahan menurut Agama Islam adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan bathin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan bathinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antara anggota keluarga. (Drajat, 1995: 48) Pernikahan juga betujuan untuk menata keluarga sebagai subjek untuk membiasakan pengalaman-pengalaman ajaran agama. Fungsi keluarga adalah menjadi pelaksana pendidikan yang paling menentukan.

34 43 Oleh sebab itu, keluarga merupakan salah satu di antara lembaga pendidikan informal, ibu-bapak yang dikenal mula pertama oleh putraputrinya dengan segala perlakuan yang diterima dan dirasakannya, dapat menjadi dasar pertumbuhan pribadi/kepribadian sang putra-putri itu sendiri. (Thami, Sahrani, 2014: 16) Tujuan pernikahan ialah menurut perintah Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur. Selain itu, tujuan pernikahan dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam menjalani hidupnya di dunia ini, juga mencegah perzinahan, agar tercipta ketenangan dan ketenteraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketenteraman keluarga dan masyarakat. (Ramulyo, 2004: 26-27) Manusia dibekali oleh Allah SWT mempunyai naluri manusiawi serta cara pemenuhannya. Oleh sebab itu, manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk mengabdikan dirinya kepada sang Khaliq, penciptanya, dalam semua aktivitas hidupnya. Allah SWT mengatur hidup manusia dengan aturan pernikahan. Jadi aturan pernikahan dalam Islam merupakan tuntunan agama yang perlu mendapat perhatian, sehingga tujuan melangsungkan pernikahanpun hendaknya ditujukan untuk ibadah dan taqarrub kepada Allah SWT. Sehingga kalau diringkas, tujuan suatu pernikahan adalah pemenuhan naluri manusia sekaligus ibadah kepada Allah SWT. (Drajat, 1995: 49). Berdasarkan tujuan di atas, maka tujuan pernikahan dapat dikembangkan menjadi lima, yaitu. (Drajat, 1995: 49-53) 1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan. Manusia mempunyai kecenderungan untuk mempunyai keturunan yang sah keabsahan anak keturunan diakui oleh dirinya sendiri, masyarakat, Negara dan kebenaran keyakinan agama

35 44 Islam memberi jalan untuk itu. Anak sebagai keturunan bukan saja sebagai pembantu-pembantu dalam hidup di dunia, bahkan akan memberi tambahan amal kebajikan di akhirat nanti manakala dapat mendidiknya menjadi anak yang shaleh. Kehidupan keluarga bahagia, umumnya antara lain ditentukan oleh kehadiran anakanak. Anak merupakan buah hati dan belahan jiwa, banyak hidup rumah tangga kandas karena tidak mendapat karunia anak. Al Quran menganjurkan agar manusia selalu berdoa agar dikarunia anak yang menjadi mutiara dari istrinya, sebagaimana tercantum dalam surat al Furqan [25] ayat 74: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orangorang yang bertakwa. (Qs. al-furqan:74) 2. Penyaluran syahwat dan penumpahan kasih sayang berdasarkan tanggung jawab. Sebagai sunnatullah, manusia selalu hidup berpasangan akibat adanya daya tarik, nafsu syahwat diantara dua jenis kelamin yang berlainan. Hidup bersama dan berpasangan tadi tidaklah harus selalu dihubungkan dengan masalah seks walaupun faktor ini merupakan faktor yang dominan. Kebutuhan manusia dalam bentuk nafsu syahwat ini memang telah menjadi fitrah manusia dan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, perlu disalurkan pada proporsi yang tepat dan sah sesuai derajat kemanusiaan. (Hakim, 2000: 16)

36 45 Sudah menjadi iradah Allah SWT, manusia diciptakan berjodoh-jodohan dan diciptakan mempunyai keinginan untuk berhubungan antara pria dan wanita. Al Quran melukiskan bahwa pria dan wanita bagaikan pakaian, artinya yang satu memerlukan yang lain, sebagaimana tersebut dalam surat al Baqarah [2] ayat 187: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah

37 46 untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. (Qs. al-baqarah: 187) Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT mengetahui kalau saja wanita dan pria diberi kesempatan untuk menyalurkan nalurinya itu akan berbuat pelanggaran, seperti dinyatakan ayat selanjutnya. Disamping menjadi media penyaluran hasrat seksual, pernikahan juga berfungsi menjadi media penyaluran cinta dan kasih sayang diantara pria dan wanita secara harmonis dan bertanggung jawab. Penyaluran cinta dan kasih sayang diluar perkawinan tidak akan menghasilkan keharmonisan dan tanggung jawab yang layak, karena didasarkan atau kebebasan yang tidak terikat oleh suatu norma ilahiah. Orang-orang yang tidak dapat melakukan penyaluran hasrat seksualnya melalui suatu ikatan pernikahan akan mengalami ketidakwajaran yang dapat menimbulkan kerusakan pada dirinya sendiri, ataupun pada orang lain. 3. Menimbulkan kesungguhan bertanggung jawab dan mencari harta yang halal. 4. Membangun rumah tangga dalam rangka membentuk masyarakat yang sejahtera berdasarkan cinta dan kasih sayang. (Ghozali, 2003: 30) Suatu kenyataan bahwa manusia hidup di dunia bermasyarakat, yang terdiri dari unit-unit keluarga yang terbentuk melalui pernikahan. Dalam hidupnya manusia memerlukan ketenangan dan ketentraman hidup. Ketenangan masyarakat dapat dicapai dengan adanya ketenangan dan ketentraman anggota keluarga dalam keluarganya. Ketentraman dan ketenangan keluarga tergantung dari keberhasilan pembinaan yang

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada untuk dapat terjadinya suatu perkawinan. Rukun perkawinan terdiri dari calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi

Lebih terperinci

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Oleh: Nasrullah, S.H., S.Ag., MCL. Tempat : Balai Pedukuhan Ngaglik, Ngeposari, Semanu, Gunungkidul 29 Agustus 2017 Pendahuluan Tujuan perkawinan

Lebih terperinci

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9 MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9 A. KELUARGA Untuk membangun sebuah keluarga yang islami, harus dimulai sejak persiapan pernikahan, pelaksanaan pernikahan, sampai pada bagaimana seharusnya suami dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan Usia Dini 1. Pengertian Perkawinan Usia Dini Menurut Ali Akbar dalam Rouf (2002) untuk menentukan seseorang melaksanakan kawin usia dini dapat dilihat dari sudut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015 PA.Prob Menurut

Lebih terperinci

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam Kompetensi Dasar : Pernikahan dalam Islam ( Hukum, hikmah dan ketentuan Nikah) Kelas : XII (duabelas ) Program : IPA IPS I. Pilihlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN 1. Pengertian Perkawinan Dalam ajaran Islam sebuah perkawinan merupakan peristiwa sakral bagi manusia, karena melangsungkan perkawinan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah

Lebih terperinci

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: APAKAH ITU MAHRAM Beberapa waktu yang lalu di berita salah satu televisi swasta nasional menayangkan kontak pemirsa. Di sana ada penelpon yang menyebutkan tentang kegeli-annya terhadap tingkah pejabat-pejabat

Lebih terperinci

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Abstrak Nikah Sirri dalam perspektif hukum agama, dinyatakan sebagai hal yang sah. Namun dalam hukum positif, yang ditunjukkan dalam Undang -

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD A. Analisis Persamaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Status Perkawinan Karena Murtad Dalam

Lebih terperinci

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti

Lebih terperinci

MBAREP DI DESA KETEGAN KECAMATAN TANGGULANGIN

MBAREP DI DESA KETEGAN KECAMATAN TANGGULANGIN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH ANAK PODO MBAREP DI DESA KETEGAN KECAMATAN TANGGULANGIN KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Terhadap Tradisi Larangan Nikah Anak Podo Mbarep Masyarakat desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM 62 BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM CUKUP UMUR DI DESA BARENG KEC. SEKAR KAB. BOJONEGORO Perkawinan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

SIAPAKAH MAHRAMMU? Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan1)

SIAPAKAH MAHRAMMU? Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan1) SIAPAKAH MAHRAMMU? Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan1) Adapun ketentuan siapa yang mahram dan yang bukan mahram

Lebih terperinci

MENTELU DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN LAMONGAN

MENTELU DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN LAMONGAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH MENTELU DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN LAMONGAN KECAMATAN LAMONGAN KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR A. Analisis Hukum Islam Terhadap Alasan Larangan Nikah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

JODOH DALAM PANDANGAN ISLAM http://sav3-prabandari.blog.friendster.com/2007/06/jodoh-dalam-pandangan-islam/ Allah swt berfirman dalam QS : Ar Ruum : 21 Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah Dia

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah

Lebih terperinci

Di antara jalan untuk mencapai ketenangan jiwa dan hati yang dituntukan oleh syariat adalah menikah. Sebagaimana firman Allah Ta'ala:

Di antara jalan untuk mencapai ketenangan jiwa dan hati yang dituntukan oleh syariat adalah menikah. Sebagaimana firman Allah Ta'ala: Pernikahan Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????????????????

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) Dimana memiliki sifat yang saling membutuhkan, karena sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok. 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

Apakah Kawin Kontrak Itu?

Apakah Kawin Kontrak Itu? KOPI- Nafsu seksual (syahwat) seorang pria kepada perempuan adalah hal yang fitrah, yaitu hal yang alamiah yang telah ditetapkan adanya oleh Allah kepada manusia (Lihat QS Ali Imran [3] : 14). Hanya saja,

Lebih terperinci

Lingkungan Mahasiswa

Lingkungan Mahasiswa Lingkungan Mahasiswa Pernikahan Apa Hubungannya ya Lingkungan Mahasiswa dengan Pernikahan????? Pernikahan Dini Pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang masih muda, seperti mahasiswa atau mahasiswi yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN SEKSUAL SUAMI-ISTRI Dr. Yusuf Al-Qardhawi. Pertanyaan:

HUBUNGAN SEKSUAL SUAMI-ISTRI Dr. Yusuf Al-Qardhawi. Pertanyaan: HUBUNGAN SEKSUAL SUAMI-ISTRI Dr. Yusuf Al-Qardhawi Pertanyaan: Sebagaimana diketahui, bahwa seorang Muslim tidak boleh malu untuk menanyakan apa saja yang berkaitan dengan hukum agama, baik yang bersifat

Lebih terperinci

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH 75 BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Pendapat Hakim Tentang Status Istri Setelah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan. BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN Dalam memahami batasan usia seseorang mampu menikah menurut Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Mazhab Syafi i, maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 A. Pengertian Perkawinan Nafsu biologis adalah kelengkapan yang diberikan Allah kepada manusia, namun tidak berarti bahwa hal tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian tentang perkawinan di Indonesia tercantum dalam Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disana dijelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kedudukan mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling berhubungan antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur an surat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur an surat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah menciptakan manusia di dunia ini menghendaki dan mengangkatnya menjadi khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur an surat Al-Baqarah:30 Artinya:

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk BAB I PENDAHULUAN Perkawinan memiliki arti penting bagi setiap orang, didalam kehidupan setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk membentuk sebuah keluarga itu maka setiap

Lebih terperinci

Dosa Memutuskan Hubungan Kekeluargaan

Dosa Memutuskan Hubungan Kekeluargaan Dosa Memutuskan Hubungan Kekeluargaan Khutbah Pertama:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????: (????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????)???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Hukum Islam terhadap Latar Belakang Pelarangan

Lebih terperinci

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain Oleh: Muhsin Hariyanto AL-BAIHAQI, dalam kitab Syu ab al-îmân, mengutip hadis Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Amr ibn al- Ash: Ridha Allah bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fitrah manusia adalah adanya perasaan saling suka antara lawan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fitrah manusia adalah adanya perasaan saling suka antara lawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sisi keistimewaan agama Islam adalah memberikan perhatian terhadap fitrah manusia dan memperlakukan secara realistis. Salah satu fitrah manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN A. Analisis Status Anak Dari Pembatalan Perkawinan No: 1433/Pdt.G/2008/PA.Jombang Menurut Undang-Undang Perkawinan Dan Menurut

Lebih terperinci

BAB II PEMBATALAN NIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB II PEMBATALAN NIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BAB II PEMBATALAN NIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Tinjauan Umum Tentang Pembatalan Nikah 1. Pengertian Pembatalan Nikah Menurut bahasa kata fasakh berasal dari bahasa Arab fasakha- yafsakhu-faskhan yang berarti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. UU Perkawinan dalam Pasal 1 berbunyi Perkawinan adalah ikatan lahir batin

II. TINJAUAN PUSTAKA. UU Perkawinan dalam Pasal 1 berbunyi Perkawinan adalah ikatan lahir batin 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan UU Perkawinan dalam Pasal 1 berbunyi Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN IZIN POLIGAMI TANPA ADANYA SYARAT ALTERNATIF PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KOTA MALANG NO. 913/Pdt.P/2003/PA.Mlg A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama 54 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pernikahan poligami hanya terbatas empat orang isteri karena telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal

Lebih terperinci

Menyoal Poligami dan Kendalanya Jumat, 26 Nopember 04

Menyoal Poligami dan Kendalanya Jumat, 26 Nopember 04 Artikel Buletin An-Nur : Menyoal Poligami dan Kendalanya Jumat, 26 Nopember 04 Hukum Poligami Para ulama telah sepakat bahwa poligami diperbolehkan di dalam Islam hingga empat istri. Hal ini berlandaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan seorang wanita dan seorang laki-laki, ada rasa saling tertarik antara satu sama

Lebih terperinci

SATUAN KEGIATAN LAYANAN DASAR UMUM BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA

SATUAN KEGIATAN LAYANAN DASAR UMUM BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA SATUAN KEGIATAN LAYANAN DASAR UMUM BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA Bidang Bimbingan Fungsi Layanan Standar Kompetensi Kompetensi dasar Tujuan Nama Kegiatan Jenis Layanan Metoda/Teknik Waktu Peserta Alat

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan Undang-Undang dapat diwujudkan dengan baik dan sempurna jika perkawinan tersebut sejak proses pendahuluannya

Lebih terperinci

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974 IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974 Samuji Sekolah Tinggi Agama Islam Ma arif Magetan E-mail: hajaromo@yahoo.co.id Abstrak Perkawinan di bawah tangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF Salah satu dampak menurunnya moral masyarakat, membawa dampak meluasnya pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia di dunia ini yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik antara satu dengan

Lebih terperinci

Perkawinan dengan Wali Muhakkam

Perkawinan dengan Wali Muhakkam FIQIH MUNAKAHAT Perkawinan dengan Wali Muhakkam Jl. KH. Abdurrahman Wahid Kel. Talang Bakung Kec. Jambi Selatan Kota Jambi Kode Pos. 36135 Telp./Fax. 0741-570298 Cp. 082136949568 Email : sumarto.manajemeno@gmail.com

Lebih terperinci

PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS

PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS بسم االله الرحمن الرحيم PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS MOTIVASI MENIKAH Kemuliaan yang Allah berikan kepada manusia adalah Dia memberikan pahala bagi semua bentuk ikatan cinta yang mengeratkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Alasan-Alasan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pasuruan Fitrah yang diciptakan Allah atas manusia mengharuskan

Lebih terperinci

Kultum Ramadhan: Menjalin Cinta Abadi Dalam Rumah Tangga

Kultum Ramadhan: Menjalin Cinta Abadi Dalam Rumah Tangga Kultum Ramadhan: Menjalin Cinta Abadi Dalam Rumah Tangga Ceramah Singkat Kultum Ramadhan: Menjalin Cinta Abadi Dalam Rumah Tangga Oleh: Ustadz Abdullah bin Taslim al-buthoni, MA Alhamdulillahi Rabbil alamin

Lebih terperinci

Renungan Pergantian Tahun

Renungan Pergantian Tahun Renungan Pergantian Tahun Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????[???????:102].?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????[??????:1].??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????[???????:70-71].??????:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

Islami. Pernikahan Dalam Islam

Islami. Pernikahan Dalam Islam Islami Pernikahan Dalam Islam Pernikahan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan lain

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Harta Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau berpaling dari tengah ke salah satu sisi, dan al-mal diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim * Terakreditasi Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas Nomor : 23a/DIKTI/Kep./2004 Tgl 4 Juni 2004 TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN Dahlan Hasyim * Abstrak Perkawinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan menimbulkan kewajiban nafkah atas suami untuk istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN Kehidupan manusia selalu mengalami perputaran, terkadang penuh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan kepada umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, Tujuan dan Dasar Hukum Perkawinan. a. Menurut Hanabilah: nikah adalah akad yang menggunakan lafaz nikah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, Tujuan dan Dasar Hukum Perkawinan. a. Menurut Hanabilah: nikah adalah akad yang menggunakan lafaz nikah 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan 1. Pengertian, Tujuan dan Dasar Hukum Perkawinan Perkawinan atau pernikahan dalam fikih berbahasa Arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah dan zawaj. Menurut fiqih,

Lebih terperinci

DAFTAR TERJEMAH No. BAB Hal Terjemah

DAFTAR TERJEMAH No. BAB Hal Terjemah DAFTAR TERJEMAH No. BAB Hal Terjemah 1 1 Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). (QS. Az-Zumar: 54).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling BAB 1 PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia dari dua jenis yang berbeda yaitu laki-laki dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan KUA Melaksanakan Pernikahan dengan Menggunakan Taukil Wali Nikah via Telepon Setelah mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG A. Analisis Praktek Jual Beli Emas di Toko Emas Arjuna Semarang Aktivitas jual beli bagi umat Islam sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HUKUM PERKAWINAN BAGI PENDERITA PENYAKIT IMPOTENSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV HUKUM PERKAWINAN BAGI PENDERITA PENYAKIT IMPOTENSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV HUKUM PERKAWINAN BAGI PENDERITA PENYAKIT IMPOTENSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis Pandangan Hukum Islam Dan Imam Madzhab Terhadap Perkawinan Bagi Penderita Impotensi Dalam sebuah perkawinan,

Lebih terperinci

Pentingnya Menyambung Silaturahmi

Pentingnya Menyambung Silaturahmi Pentingnya Menyambung Silaturahmi Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:??????????????????????????????????:???????????????????????

Lebih terperinci

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Nasab Anak Hasil Hubungan Seksual Sedarah Dalam Perspektif Hukum Islam Pada bab dua telah banyak

Lebih terperinci

Apa itu Nadzar dan Sumpah? NADZAR DAN SUMPAH

Apa itu Nadzar dan Sumpah? NADZAR DAN SUMPAH Pertanyaan: Apa itu Nadzar dan Sumpah? NADZAR DAN SUMPAH Pertanyaan Dari: Dani, Sulawesi Selatan (disidangkan pada hari Jum at, 23 Jumadilakhir 1432 H / 27 Mei 2011 M) As-salaamu alaikum wr. wb. Divisi

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Dari Penelitian yang penulis lakukan dilapangan 8 (delapan) orang responden. 1) Nama : KH.

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Dari Penelitian yang penulis lakukan dilapangan 8 (delapan) orang responden. 1) Nama : KH. BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Menjelaskan Persepsi Ulama Dari Penelitian yang penulis lakukan dilapangan 8 (delapan) orang responden. 1. Deskripsi Satu a. Identitas Responden 1) Nama : KH.

Lebih terperinci

AKHLAQ. Materi Akhlaq Studi Islam Intensif (SII) YISC Al Azhar

AKHLAQ. Materi Akhlaq Studi Islam Intensif (SII) YISC Al Azhar AKHLAQ I. Definisi Imam Ibnu Qudamah menyebutkan dalam Mukhtashor Minhajul Qoshidiin bahwa akhlaq merupakan ungkapan tentang kondisi jiwa, yang begitu mudah menghasilkan perbuatan tanpa membutuhkan pemikiran

Lebih terperinci

I TIKAF. Pengertian I'tikaf. Hukum I tikaf. Keutamaan Dan Tujuan I tikaf. Macam macam I tikaf

I TIKAF. Pengertian I'tikaf. Hukum I tikaf. Keutamaan Dan Tujuan I tikaf. Macam macam I tikaf I TIKAF Pengertian I'tikaf Secara harfiyah, I tikaf adalah tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. Dengan demikian, I tikaf adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG A. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Malang dalam Penolakan Izin Poligami

Lebih terperinci

Kedudukan Tauhid Bagi Seorang Muslim

Kedudukan Tauhid Bagi Seorang Muslim Kedudukan Tauhid Bagi Seorang Muslim Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.???????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA 3 IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA Oleh : Alip No. Mhs : 03410369 Program Studi : Ilmu Hukum UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

PENGAJIAN PENCERAH LAZISMU & MAJELIS TABLIGH PDM SURABAYA

PENGAJIAN PENCERAH LAZISMU & MAJELIS TABLIGH PDM SURABAYA PENGAJIAN PENCERAH LAZISMU & MAJELIS TABLIGH PDM SURABAYA Minggu, 22-09-2013 page 1 / 5 page 2 / 5 Pengajian Pencerah di Gedung Dakwah Muhammadiyah Surabaya, ahad 22 September 2013 pk 07.30 WIB, bersama

Lebih terperinci

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Penarikan Kembali Hibah Oleh Ahli Waris Di Desa Sumokembangsri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk sosial, dalam kehidupanya tersebut manusia membutuhkan interaksi dengan sesamanya, dari interaksi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH A. Isbat Nikah 1. Pengertian Isbat Nikah Kata isbat berarti penetapan, penyungguhan, penentuan. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Lebih terperinci

MACAM-MACAM MAHRAM 1. MAHRAM KARENA NASAB Allah berfirman:

MACAM-MACAM MAHRAM 1. MAHRAM KARENA NASAB Allah berfirman: Mahram Bagi Wanita Masalah mahram bagi wanita banyak diantara kaum muslimin yang kurang memahaminya. Padahal banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita yang berkaitan erat dengan masalah mahram ini.

Lebih terperinci