4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 36 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran umum Letak geografis Kota Sibolga terletak di antara LU dan BT BT. Kota Sibolga terdiri dari daratan seluas ha (10.77 km 2 ) dan lautan seluas ha. Berdasarkan letaknya luas wilayah Kota Sibolga yang berada di daratan Sumatera seluas ha, dan daratan kepulauan seluas ha (Pulau Poncan Besar seluas 92 ha, Pulau Poncan Kecil 2.5 ha, Pulau Panjang 87.3 ha, dan Pulau Sarudik 5.2 ha) (Gambar 5). Kota sibolga memiliki ketinggian 0-50 m di atas permukaan laut. Daerah kota Sibolga memiliki batas wilayah atara lain: * Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, * Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, * Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, * Sebelah barat berbatasan dengan Teluk Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah; Gambar 5 Sketsa wilayah Sibolga Wilayah administrasi Secara administrasi Pulau Poncan Besar dan Pulau Poncan Kecil terletak di Kelurahan Pasar Belakang Kecamatan Sibolga Kota. Kecamatan Sibolga Kota

2 37 memiliki luas wilayah km 2, yang didalamnya terdapat 4 kelurahan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Kelurahan di Kecamatan Sibolga Kota beserta luas wilayahnya No Kelurahan Luas Wilayah (Km 2 ) 1 Kota Beringin Pasar Baru Pasar Belakang Pancuran Gerobak Total Sumber : BPS Kota Sibolga 2008 Adapun Kecamatan Sibolga Kota memiliki batas wilayah antara lain : * Sebelah utara : Sungai Aek Doras, * Sebelah timur : Pegunungan Bukit Barisan, * Sebelah selatan : Kecamatan Sibolga Sambas, * Sebelah barat : Kecamatan Sibolga Utara; Iklim Daerah kota Sibolga berada di daerah khatulistiwa dengan iklim tropis. Data iklim bulanan tahun 2007 dan 2008 antara lain: a) Suhu udara Suhu udara bulanan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Temperatur bulanan tahun 2007 sampai tahun Gambar 6 terlihat fluktuasi suhu rata-rata bulanan di daerah Sibolga tidak ada perbedaan yang berlebihan. Suhu minimum dan maksimum berada di bulan februari 2007 dengan suhu minimum C dan maksimum C. Bulan Juli sampai

3 38 Desember 2007 alat untuk pengukuran suhu mengalami kerusakan sehingga data tidak dapat tersaji dalam Gambar 6. b) Curah hujan Curah hujan rata-rata bulanan berdasarkan jumlah hari hujan dan curah hujan dapat di lihat pada Gambar 7. Gambar 7 Jumlah hari hujan bulanan tahun 2007 sampai tahun Gambar 7 memperlihatkan bahwa curah hujan tertinggi terjadi pada bulan oktober 2007 dengan rentang waktu bulan september sampai November dengan jumlah hari hujan kurang dari 20 hari. c) Kelembaban udara Kelembaban rata-rata bulanan tahun 2007 sampai 2008 dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Kelembaban rata-rata bulanan tahun 2007 sampai tahun 2008.

4 39 Gambar 8 diatas terlihat bahwa kelembaban tertinggi terjadi kisaran bulan Agustus dan Oktober 2007 serta bulan Agustus 2008 sebesar 85%. Hal ini dapat diartikan bahwa kondisi kelembaban di daerah Sibolga relatif stabil. d) Arah dan kecepatan angin Arah dan kecepatan angin bulanan tahun 2007 sampai 2008 dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Arah dan kecepatan angin bulanan tahun 2007 sampai tahun Gambar 9 memperlihatkan bahwa arah angin berada diatas sehingga arah angin kebanyakan dari barat. Sedangkan kecepatan angin terjadi fluktuasi di setiap bulannya dengan kecepatan angin maksimum berkisar antara 4 18 knot. e) Penyinaran matahari Penyinaran matahari bulanan yang terjadi di Sibolga dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 Penyinaran matahari bulanan tahun 2007 sampai tahun 2008.

5 40 Penyinaran matahari yang terjadi selama 2 (dua) tahun mengalami fluktuasi, dengan penyinaran tertinggi terjadi di bulan Desember 2007 sebesar 85%. Dari data di atas terlihat bahwa kondisi penyinaran matahari masih tergolong relatif stabil pada daerah tropis. Apabila dilihat dari data iklim bulanan tahun 2007 sampai 2008, dapat dijelaskan bahwa telah terjadi fluktuasi iklim di kota Sibolga pada dua (2) tahun terakhir ini. Berdasarkan beberapa parameter yang ada, fluktuasi yang besar terjadi pada parameter curah hujan. Untuk parameter hari hujan, penyinaran matahari, kecepatan angin maupun kelembaban udara terjadi fluktuasi yang sedang. Sedangkan untuk suhu udara relatif stabil dari tahun ke tahunnya Kondisi kependudukan dan tenaga kerja Jumlah penduduk Kota Sibolga tahun 2007 sebesar jiwa yang terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa perempuan, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk per tahun ( ) sebesar 1.78 %. Apabila dibandingkan dengan luas Kota Sibolga (10.77 km 2 ) maka rata-rata tingkat kepadatan penduduknya mencapai jiwa / km 2 (Tabel 15 dan 16). Tabel 15 Luas wilayah, jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan kepadatan penduduk menurut kecamatan Kecamatan Luas Wilayah (km 2 ) Penduduk (Jiwa) Laki-laki Perempuan Jumlah Kepadatan Penduduk /km 2 Sibolga Utara Sibolga Kota Sibolga Selatan Sibolga Sambas Sumber : BPS Kota Sibolga (2008) Tabel 16 Pertumbuhan penduduk Kota Sibolga Tahun Periode Pertumbuhan Penduduk Sumber : BPS Kota Sibolga (2008)

6 41 Dilihat dari status pekerjaannya 49.58% angkatan kerja di Sibolga adalah buruh/karyawan/pegawai. Penduduk yang berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain sekitar 33.03%, berusaha dengan buruh 5.15%, pekerja bebas non pertanian sebesar 0.24% dan penduduk yang berprofesi sebagai pekerja keluarga sebesar 6.34% (Tabel 17). Tabel 17 Persentase status pekerjaan penduduk berdasarkan jenis kelamin (%) Status Pekerjaan Utama Laki-laki Perempuan Jumlah Berusaha sendiri tanpa bantuan Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar Berusaha dengan buruh tetap/buruh dibayar Buruh/karyawan/pegawai Pekerja bebas di pertanian Pekerja bebas di non pertanian Pekerja tidak dibayar Total Sumber : BPS Kota Sibolga (2008) Berdasarkan lapangan usaha utama dapat dilihat bahwa penduduk yang bekerja di sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel menempati urutan teratas yaitu sebesar 32.49%, sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan sebesar 21.63%, sedangkan sektor lainnya 22.32% (Tabel 18). Tabel 18 Persentase lapangan usaha utama penduduk berdasarkan jenis kelamin (%) Lapangan Usaha Utama Laki-laki Perempuan Jumlah Pertanian, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan Industri Pengolahan Perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel Jasa kemasyarakatan Lainnya (Pertambangan dan penggalian, Listrik, gas dan air, Bangunan,angkutan, pergudangan dan komunikasi, Keuangan asuransi, Usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan. Total Sumber : BPS Kota Sibolga (2008) Kondisi pendidikan dan sarana prasarana Tabel 19: Gambaran tentang pendidikan penduduk berikut sarananya di jelaskan dalam

7 42 Tabel 19 Kecamatan Jumlah sekolah, guru, murid menurut tingkat pendidikan berdasarkan kecamatan Tingkat Sekolah Dasar Tingkat SLTP Tingkat SLTA SD+ SLTP SLTA Guru Murid Guru Murid Guru Murid MI +MTS +MA Sibolga Utara Sibolga Kota Sibolga Selatan Sibolga Sambas Total Sumber : BPS Kota Sibolga (2008) Tahun 2007 Sibolga memiliki 61 sekolah pendidikan tingkat dasar yang terdiri dari 56 Sekolah Dasar negeri dan swasta dan 5 Madrasah Ibtidiyah negeri dan swasta, dengan jumlah guru keseluruhan sebanyak 791 guru murid. Sementara jumlah sekolah lanjutan tingkat pertama ada 17 sekolah yang terdiri dari 13 SLTP negeri dan swasta dan 4 MTS negeri dan swasta dengan jumlah guru dan murid seluruhnya masing-masing 471 guru dan banyaknya murid murid. Pada tahun yang sama jumlah sekolah lanjutan tingkat atas ada sebanyak 19 sekolah yang terdiri dari 16 SLTA negeri dan swasta dan 3 MA negeri dan swasta dengan jumlah guru dan murid seluruhnya masing-masing 646 guru dan murid. Tabel 20 Jumlah mahasiswa, dosen dan rasio mahasiswa terhadap dosen perguruan tinggi di Sibolga Perguruan Tinggi Mahasiswa Dosen Rasio Mahasiswa terhadap Dosen (%) Sekolah Tinggi Muhammadiyah (STITM) Sekolah Tinggi Perikanan Sibolga (STPS) Akademi Kebidanan (AKBID) Nauli Husada Akademi Perawat (AKPER) Nauli Husada Total Sumber : BPS Kota Sibolga (2008) Tabel 20 memperlihatkan bahwa Kota Sibolga memiliki 4 perguruan tinggi dengan total jumlah mahasiswa orang dan dosen 94 orang, dimana jumlah mahasiswa yang terbesar terdapat di Sekolah Tinggi Ilmu Muhammadiya (STITM) sebanyak 567 orang. Sekolah Tinggi Perikanan Sibolga (STPS) memiliki jumlah mahasiswa yang terendah hanya 35 orang. Sarana dan prasarana umum serta perikanan dapat dilihat pada Tabel 21 dan 22:

8 43 Tabel 21 Jumlah sarana kesehatan dan hotel berdasarkan Kecamatan di Sibolga Kecamatan RS Umum Puskesmas Puskes Pembantu Bintang Hotel Non Bintang Sibolga Utara Sibolga Kota Sibolga Selatan Sibolga Sambas Sumber : BPS Kota Sibolga (2008) Tabel 22 Jumlah prasarana pemasaran ikan di Sibolga tahun Tahun Permanen Pasar Ikan Darurat Tempat Pendaratan Ikan Pabrik Es Cold Storage Perebusan Ikan Galon Minyak Galangan Kapal Pengeringan Ikan Sumber : BPS Kota Sibolga (2008) Kondisi perekonomian dan pendapatan daerah Realisasi penerimaan Pemerintah Kota Sibolga pada tahun 2006 sebesar Rp milyar dimana dari total realisasi penerimaan tersebut berasal dari dana perimbangan sebesar 96.24% dan PAD 3.76%. Realisasi pengeluaran daerah sebesar Rp milyar terbagi untuk belanja publik sebesar 49.20% dan belanja aparatur sebesar 50.80%. Laju inflasi pada tahun 2007 sebesar 7.13%, dimana laju inflasi tertinggi terdapat pada bulan Juni sebesar 1.85%. Apabila dibandingkan dengan laju inflasi kumulatif Sumatera Utara dan Nasional tahun 2007, Kota Sibolga memiliki laju inflasi di atas laju inflasi Sumatera Utara dan Nasional (Tabel 23 dan 24). Tabel 23 Laju inflasi di Kota Sibolga tahun (%) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total Sumber : BPS Kota Sibolga (2008)

9 44 Tabel 24 Laju inflasi Sibolga, laju inflasi kumulatif Sumatera Utara dan Nasional Tahun Sibolga (%) Sumatera Utara (%) Nasional (%) Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara (2008) PDRB merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan suatu daerah. Berdasarkan harga berlaku nilai PDRB Sibolga tahun 2007 sebesar Rp trilyun sedangkan jika dilihat dari harga konstan sebesar Rp milyar dengan tingkat pertumbuhan perekonomian sebesar 5.53% (Tabel 25). Tabel 25 PDRB berdasarkan harga berlaku dan konstan serta pertumbuhan ekonomi Tahun Harga Berlaku (Jutaan Rp) Harga Konstan (Jutaan Rp) Pertumbuhan (%) Sumber : BPS Kota Sibolga (2008) Pengelolaan Pulau Poncan pada saat ini a) Sejarah pendirian resort di Pulau Poncan Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menurut UU No 27 tahun 2007 adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pulau Poncan merupakan Pulau yang berada di wilayah administrasi Kota Sibolga (Gambar 5). Pulau Poncan Besar memiliki luas area seluas ha dan Pulau Poncan Kecil memiliki luas ha. Pulau Poncan Besar telah di manfaatkan secara profesional, luas yang dimanfaatkan sampai saat ini seluas 10.7 ha dari total seluruh Pulau Poncan Besar seluas ha (Tabel 44). Pulau Poncan Kecil belum dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan keterangan Mariadi selaku Manager Hotel Wisata Indah yang merupakan bagian dari pengelola Sibolga Marine Resort di Pulau Poncan Besar bahwa Status kepemilikan adalah Hak Guna Usaha (HGU), akan tetapi ada dari beberapa kalangan serta masyarakat sekitarnya yang mengatakan bahwa kepemilikan Pulau Poncan merupakan hak milik dari beberapa

10 45 orang seperti Sibolga Marine Resort (SMR) yang dimiliki oleh Amran Lies. Perencanaan pembangunan Sibolga Marine Resort berawal pada tahun 1994, serta pada tahun 1997 Sibolga Marine Resort resmi di buka untuk umum dengan berbagai fasilitas hotel bintang 2 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pariwisata. Dari seluas 10.7 ha yang dimiliki hanya 7 ha yang baru dimanfaatkan secara optimal, sedangkan sisanya masih dalam keadaan belum di manfaatkan. b) Pengelolaan resort di Pulau Poncan Sibolga Marine Poncan adalah resort tepi laut yang sangat khusus sebagai satu-satunya fasilitas yang berorientasi laut di Pantai Barat Sumatera Utara. Di sini kami menawarkan pengalaman dan pemandangan yang sempurna bagi petualang, nelayan, pendayung, beachcomber dan hampir setiap orang akan menjadi santai dan menikmati pemandangan indah di lingkungan tropis. Selama ini pengelolaan yang dilakukan di Pulau Poncan oleh PT. Sibolga Marine Resort bersifat pribadi dan tanpa melibatkan Pemerintah Daerah dan masyarakat sekitarnya baik dari segi pendanaan maupun pengembangan, sehingga masih kurangnya koordinasi dengan Pemerintah Daerah serta masyarakat sekitarnya. Peranan dari pengelola selama ini cukup baik dari sektor ekonomi dengan terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat misalnya menjadi pegawai di resort (satpam, koki, pramusaji, cleaning service dll) juga ada masyarakat yang menyewakan kapalnya untuk melakukan penyeberangan ke Pulau Poncan dan ada juga yang menjadi pemandu wisata. Bagi pembangunan daerah pengelola juga memberikan kontribusi melalui sektor pajak. Aktivitas wisata di Pulau Poncan yang dilakukan oleh PT Sibolga Marine Resort menawarkan aktivitas secara professional dan menarik dengan beberapa aktivitas yang ada di lingkungan resort antara lain : (1) wisata memancing dengan menyiapkan pemandu untuk melakukan pemancingan baik di sekitar Pulau Poncan maupun ke Pulau-Pulau yang lebih jauh. (2) wisata selam dan snorkling dapat dilakukan dengan sendiri maupun bantuan dari pemandu selam yang akan membawa para penyelam melakukan kegiatan selam dan snorkling di sekitar Pulau Poncan maupun yang berada di lokasi penyelaman lainnya diluar kawasan resort. (3) aktivitas di sekitar resort dapat dilakukan seperti berjemur di pantai, berjalan mengelilingi pantai putih berpasir, padding kano, banana boat dan jet sky, fasilitas bermain untuk anak. (4) kegiatan hiking ke daerah perbukitan dan hutan yang ada di

11 46 Pulau Poncan Besar untuk melihat beberapa hewan reptil yang ada dan juga untuk melihat lubang jepang yang dijadikan benteng pertahanan selama perang dunia II untuk memantau aktivitas di Pelabuhan Sibolga. Akan tetapi seiring berjalannya waktu terjadinya penurunan kualitas lingkungan terutama terumbu karang merupakan permasalahan dan kendala umum yang sekarang dihadapi disebabkan pengelola selama ini tidak mempertimbangkan dampak negatif yang akan ditimbulkan dari kegiatan-kegiatan yang dihasilkan serta tanpa mempertimbangkan dan merencanakan pengembangan secara terpadu dan berkelanjutan. Kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan di Pulau Poncan adalah : 1. Kerusakan fisik habitat ekosistem terutama terumbu karang. yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan perikanan yang bersifat merusak penggunaan bahan peledak, bahan beracun, penambangan karang serta kegiatan pariwisata yang tidak bertanggung jawab (Gambar 13 dan 14). Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan dari masyarakat terhadap pelestarian lingkungan sumberdaya hayati yang ada di laut terutama terumbu karang. sehingga sumberdaya hayati laut yang merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi kehidupan organisme laut maupun masyarakat sekitar yang memanfaatkannya terabaikan dan terlupakan. 2. Over eksploitasi sumberdaya hayati laut, kondisi ini mengakibatkan kualitas lingkungan laut mengalami penurunan serta terjadi degradasi fisik terumbu karang yang merupakan tempat pemijahan, asuhan dan mencari makan bagi sebagian besar biota laut tropis. Data menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Poncan pada saat ini rata-rata sebesar 30.98% dengan variasi antara 27.27% % (Gambar 11). Hal ini menjadi permasalahan tersendiri bagi pengelolaan terumbu karang di Pulau Poncan. 3. Kurangnya koordinasi dan kerjasama antara pengelola dan pihak terkait baik pemerintah, swasta dan masyarakat. Kurangnya koordinasi antar pelaku pengelola terlihat dari berbagai kegiatan pembangunan di Pulau Poncan yang di lakukan secara sektoral oleh masing-masing pihak. Hal ini diakibatkan oleh sifat keegoan setiap pelaku pengelolaan juga karena tidak adanya sistem atau lembaga yang mampu mengkoordinasikan setiap kegiatan pengelolaan sumberdaya terutama pengelolaan terumbu karang di Pulau Poncan. Sebagai

12 47 contoh dapat dilihat terjadinya benturan kepentingan antara pemanfaatan sumberdaya dengan kegiatan konservasi lingkungan, antara pemanfaatan sumberdaya secara optimal dan lestari dengan pemanfaatan sumberdaya secara maksimal untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. 4. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia, isu keterbatasan sumberdaya masyarakat meliputi kurangnya peran serta dari masyarakat dalam pembangunan masyarakat pesisir. Sumberdaya pesisir memiliki produktivitas yang tinggi dan dapat diharapkan berperan penting dalam melestarikan pembangunan ekonomi masyarakat dan kesejahteraan. Rendahnya kualitas SDM selalu dikaitkan dengan kemiskinan masyarakat pesisir. Fakta dilapangan hingga saat ini sebagian besar masyarakat pesisir di sekitar Pulau Poncan masih dililit kemiskinan. Berbagai fenomena kerusakan lingkungan terutama kerusakan terumbu karang seringkali di akibatkan oleh penduduk miskin yang karena terpaksa (ketiadaan alternatif mata pencaharian) harus mengeksploitasi sumberdaya tersebut secara berlebihan. Salah satu penyebab dari kemiskinan masyarakat pesisir adalah karena tidak adanya konsep dan program yang nyata untuk pengembangan masyarakat pesisir sebagai subyek maupun obyek dari pembangunan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kemitraan baik dari segi pembinaan ketrampilan maupun pendanaan dari kalangan investor terhadap masyarakat lokal. 5. Lemahnya penegakan hukum, dengan adanya undang-undang pengelolaan sumberdaya pesisir, seharusnya masalah perbaikan lingkungan pesisir terutama terumbu karang menjadi fokus utama dalam pengelolaan suatu kawasan Pulau Poncan. Tetapi kenyataan terjadinya kerusakan sumberdaya yang selalu terjadi dan tidak menutup kemungkinan akan terus berlangsung apabila tidak segera diambil tindakan pencegahan. Hal ini di sebabkan karena lemahnya penegakan hukum yang diakibatkan belum adanya aturan yang mendasar dan jelas mengenai pengelolaan terumbu karang di Pulau Poncan. Pada dasarnya pengelolaan yang telah dilakukan pihak swasta telah memberikan peranan bagi perkembangan Kota Sibolga, akan tetapi kontribusinya masih belum maksimal untuk pembangunan Kota Sibolga dan juga diperlukan perhatian khusus terhadap keberlangsungan sumberdaya hayati yang ada di Pulau

13 48 Poncan serta permasalahan-permasalahan yang ada harus segera diselesaikan dengan melakukan pengelolaan secara terpadu, sehingga akan dapat melakukan rencana pengembangan ekowisata bahari yang berkelanjutan Potensi Sumberdaya Alam Sumberdaya perikanan Produksi perikanan Kota Sibolga tahun 2007 sebesar ton, sedangkan pada tahun 2008 mencapai ton, dimana terjadi peningkatan jumlah produksi sebesar ton atau sebesar 22.8%. Hasil tangkapan tersebut didominasi oleh ikan pelagis kecil antara lain : teri, layang, selar. Terjadinya kenaikan produksi ikan sebesar ton jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya disebabkan oleh keadaan laut yang cukup kondusif bagi para nelayan untuk pergi melaut (Tabel 26). Tabel 26 Jumlah produksi perikanan Kota Sibolga tahun Tahun Jumlah (Ton) Persentase (%) Sumber : Dinas Perikanan & BPS Kota Sibolga Jumlah nelayan yang ada di Sibolga pada tahun 2007 mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan tahun Akan tetapi pada tahun 2008 telah mengalami penurunan dibandingkan dengan jumlah nelayan pada tahun 2007 (Tabel 27). Tabel 27 Jumlah nelayan Sibolga tahun Tahun Nelayan Penuh (jiwa) Sambilan (jiwa) Jumlah (jiwa) Sumber : Dinas Perikanan & BPS Kota Sibolga

14 Sosial ekonomi masyarakat nelayan Hasil pengamatan dan informasi dari responden, dapat diketahui beberapa faktor yang dapat dilihat mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan, antara lain berdasarkan umur, tingkat pendidikan, besarnya pendapatan keluarga dan pengeluaran keluarga masyarakat nelayan jaring dan bagan. Sesuai dengan data yang diperoleh di lapangan telah diperoleh komposisi umur keluarga masyarakat yang memanfaatkan langsung sumberdaya pesisir (Tabel 28). Tabel 28 Komposisi umur keluarga nelayan (responden) Umur Responden (tahun) Jumlah Nelayan (orang) Persentase (%) > Total Sumber : Data primer (2009) Komposisi umur responden bervariasi atau berbeda. Pada interval umur tahun (45%) lebih banyak dibanding interval umur tahun (40%) dan tahun (15%). Akan tetapi perbedaan umur antara interval tahun dan tahun hanya 1 orang (5%). Ini menunjukkan bahwa masyarakat nelayan yang ada di Sibolga terutama responden pada penelitian ini yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan tergolong pada usia muda dan usia produktif sedangkan untuk usia yang relatif lanjut jumlahnya sangat kecil. Tingkat pendidikan keluarga responden dalam penelitian ini diperoleh komposisi tingkat pendidikan (Tabel 29). Tabel 29 Komposisi tingkat pendidikan nelayan (responden) Tingkat Pendidikan Responden Jumlah (orang) Persentase (%) SD - - SLTP 8 40 SLTA Total Sumber : Data primer (2009) Komposisi tingkat pendidikan responden selama penelitian untuk tingkat SD tidak ada, tingkat SLTP 8 orang (40%) sedangkan tingkat SLTA 12 orang (60%). Dimana tingkat SLTA lebih besar dibanding dengan yang lainnya. Ini menggambarkan bahwa masyarakat nelayan sekarang dari faktor pendidikan telah mulai mengalami peningkatan. Artinya pola pikir masyarakat juga akan ikut

15 50 berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri. Akan tetapi sangat disayangkan apabila tingkat pendidikan masyarakat nelayan hanya sampai di tingkat SLTA saja, sehingga kesempatan untuk memperbaiki kehidupan kearah yang lebih baik sedikit terhambat. Komposisi besarnya pendapat keluarga responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 30 dan komposisi besarnya pendapat keluarga responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 31: Tabel 30 Komposisi pendapatan nelayan (responden) Pendapatan Responden Jumlah (orang) Persentase (%) Rp Rp Rp Rp > Rp Total Sumber : Data primer (2009) Tabel 31 Komposisi pengeluaran nelayan (responden) Pengeluaran Responden Jumlah (orang) Persentase (%) Rp Rp Rp Rp > Rp Total Sumber : Data primer (2009) Komposisi pendapatan dan pengeluaran keluarga nelayan dalam penelitian ini menunjukkan keterkaitan antara kedua faktor tersebut yaitu pendapatan akan selalu mempengaruhi tingkat pengeluaran. Apabila pendapatannya rendah, maka terdapat kecenderungan pengeluarannya akan lebih rendah dari pendapatannya, hal ini secara otomatis terjadi karena pengeluaran nelayan pasti akan disesuaikan dengan pendapatannya. Sehingga ekonomi masyarakat nelayan akan terus dan dapat berjalan Potensi biofisik perairan di Pulau Poncan Pulau Poncan Besar memiliki luas ha dan Pulau Poncan Kecil memiliki luas ha. Pulau Poncan Besar telah di manfaatkan secara profesional, luas yang dimanfaatkan sampai saat ini seluas 10.7 ha dari total seluruh Pulau Poncan Besar seluas ha (Tabel 44). Pulau Poncan Kecil belum dimanfaatkan secara optimal. Sedangkan untuk luas hamparan terumbu karang di Pulau Poncan

16 51 Besar yaitu sebesar ha dan Pulau Poncan Kecil sebesar ha. Panjang pantainya Pulau Poncan Besar memiliki panjang 3.28 km 2, sedangkan Pulau Poncan Kecil memiliki panjang 0.99 km 2. Lebar pantai yang dimiliki Pulau Poncan Besar rata-rata 11 m sampai pasang tertinggi, sedangkan Pulau Poncan Kecil memiliki ratarata lebar 15 m sampai pasang tertinggi. Material dasar di Pulau Poncan merupakan pasir dengan memiliki tipe pantai yang landai dengan tingkat kemiringan (α) di Pulau Poncan Besar berkisar antara Sedangkan di Pulau Poncan Kecil memiliki tingkat Kemiringan (α) berkisar antara (Tabel 32). Tabel 32 Parameter biofisik perairan selama penelitian di Pulau Poncan Parameter Pulau Poncan Besar Pulau Poncan Kecil St 1 St 2 St 3 St 1 St 2 St 3 Salinitas ( 0 / 00 ) Suhu permukaan ( 0 C) Kecerahan (m) 5 5 4,5 4,5 5 5 Kecepatan Arus (cm/det) Kedalaman (m) 5 5 4,5 4,5 5 5 Tinggi Gelombang (m) < 1 < 1 < 1 < 1 2 < 1 Pasang Surut Panjang Pantai (m) Lebar Pantai (m) Material Dasar Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Tipe Pantai Landai Landai landai landai Landai Landai Kemiringan ( 0 ) Koordinat ' ' ' ' Sumber : Data primer hasil analisis (2009) ' ' ' ' ' ' ' ' Parameter biofisik perairan yang telah diamati dapat menunjukkan kondisi terumbu karang yang hidup di perairan Pulau Poncan, serta menunjukkan hasil pengukuran berada pada nilai kisaran yang masih bisa mendukung terhadap perkembangan terumbu karang antara lain: 1. Salinitas Salinitas diketahui juga merupakan faktor pembatas bagi kehidupan binatang karang. Salinitas pada Pulau Poncan Besar dan Pulau Poncan Kecil memiliki nilai kisaran / 00. Hal ini disebabkan adanya pengaruh air tawar yang masuk ke perairan, dimana jarak Pulau Poncan tidak terlalu jauh dengan daratan Sibolga. Salinitas air laut rata-rata di daerah tropis adalah sekitar 35 0 / 00, dan binatang karang hidup subur pada kisaran salinitas sekitar / 00 (Kinsman, 1964). Akan tetapi pengaruh salinitas terhadap kehidupan binatang karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan laut setempat atau juga adanya pengaruh dari alam seperti run-

17 52 off, badai, hujan, sehingga kisaran salinitas bisa sampai dari / 00 (Vaughan, 1919; Wells, 1932 dalam Supriharyono, 2007). Bahkan juga seringkali terjadi salinitas di bawah minimum dan di atas maksimum karang masih bisa hidup, seperti tercatat di perairan Pantai Bandengan, Jepara, Jawa Tengah salinitas mencapai nol permil (0 0 / 00 ) untuk beberapa jam pada waktu air surut yang menerima limpahan air tawar sungai (Supriharyono, 1986). 2. Suhu Suhu di Pulau Poncan berada pada kisaran nilai C, dimana suhu pada saat pengukuran relatif stabil. Suhu air merupakan faktor penting yang menentukan kehidupan karang. Hal ini juga menunjukkan bahwa nilai yang didapat pada pengukuran di lapangan masih mendukung untuk perkembangan ekosistem terumbu karang. Menurut Wells (1954); Kinsman (1964), dalam Supriharyono (2007), suhu yang yang baik untuk pertumbuhan karang adalah berkisar antara C. sedangkan batas minimum dan maksimum suhu berkisar antara C untuk minimum dan sekitar 36 0 C untuk suhu maksimum. 3. Kecerahan Kecerahan merupakan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalam tertentu. Kecerahan dan kedalaman perairan di Pulau Poncan merupakan pengukuran yang dilakukan sejalan dan bersamaan pada saat dilapangan. Dimana pada saat pengamatan kedalaman perairan sekitar m, dengan tingkat kecerahan pada semua stasiun pengamatan tersebut 100%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kecerahan perairan di Pulau Poncan baik dengan tingkat kecerahan 100%. Intensitas cahaya matahari mampu menembus perairan hingga kedalaman dimana ditemukan hamparan terumbu karang pada kisaran kedalam m, sehingga menjamin kelangsungan hidup organisme yang membutuhkan cahaya matahari di terumbu karang. Hal senada juga diungkapkan oleh Supriharyono (2007), mengingat binatang karang (hermatypic atau reef-building corals) hidupnya bersimbiose dengan ganggang (zooxanthellae) yang melakukan proses fotosintesa, maka pengaruh cahaya (illumination) adalah penting sekali. Terkait dengan pengaruh cahaya tersebut terhadap karang, maka faktor kedalaman juga membatasi kehidupan binatang karang. Menurut Kinsman (1964), secara umum karang tumbuh baik pada kedalaman kurang dari 20 m. Akan tetapi menurut Supriharyono (2007), tidak sedikit

18 53 spesies karang yang tidak mampu bertahan pada kedalaman hanya satu meter, disebabkan oleh karena kekeruhan air dan tingkat sedimentasi yang tinggi. 4. Kecepatan arus dan gelombang Hasil pengukuran dan pengamatan kecepatan arus serta gelombang yang terjadi di perairan Pulau Poncan memiliki kecepatan arus berkisar antara 4 cm/dt 13 cm/dt, dimana tinggi gelombang relatif stabil dengan ketinggian rata-rata dibawah 1 m, walaupun di Pulau Poncan Kecil pada stasiun 2 terjadi gelombang dengan ketinggian 2 m. Dilihat pada saat kondisi dilapangan hal ini tidak terlalu signifikan atau tidak terlalu berpengaruh bagi kehidupan terumbu karang. Tekanan hydrodinamis seperti arus dan gelombang akan memberikan pengaruh terhadap bentuk pertumbuhan karang dengan adanya kecenderungan semakin besar tekanan hydrodinamis, maka bentuk pertumbuhan karang lebih ke arah bentuk pertumbuhan mengerak (encrusting) (Supriharyono, 2000). Selain itu arus dibutuhkan untuk mendatangkan makanan berupa plankton. Menurut Nybakken (1992), pertumbuhan karang pada daerah berarus akan lebih baik dibandingkan dengan perairan tenang. 5. Pasang surut Data pasang surut yang digunakan dalam laporan ini adalah data pasut yang dikeluarkan oleh DISHIDROS TNI-AL pada buku daftar pasang surut kepulauan Indonesia tahun Tipe pasang surut juga dapat ditentukan secara kuantitatif dengan menggunakan bilangan Formzahl, yakni bilangan yang dihitung dari nilai perbandingan antara amplitudo (tinggi gelombang) komponen harmonik pasang surut tunggal utama dan amplitudo komponen harmonik pasang surut ganda utama. Hasil perhitungan pasang surut di perairan Sibolga memiliki nilai F = 0.35, sehingga perairan Sibolga memiliki pasang surut campuran bertipe ganda. Artinya setiap hari terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut yang berbeda tingginya Potensi terumbu karang di Pulau Poncan Hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan di Pulau Poncan Besar dan Poncan Kecil menunjukkan kondisi terumbu karang masuk dalam kategori sedang dengan rata-rata persentase 30.98%, dengan variasi tutupan antara % (Gambar 11).

19 54 Tabel 33 Persentase tutupan komunitas terumbu karang di Pulau Poncan Tutupan Terumbu Karang Pulau Poncan Besar (%) Pulau Poncan Kecil (%) St.1 St.2 St.3 St.1 St.2 St.3 Acropora Non Acropora Alga (macro, turf coralline, halimeda, algal assemblage) Other Fauna (soft corals, sponge, zoantids, others Abiotic (sand, rubble, silt, water, rock) Total Sumber : Data primer hasil analisis (2009) Tabel 33 diatas bahwa Persentase tutupan terumbu karang tertinggi tedapat di Pulau Poncan Kecil dengan rata-rata 34.69%. Persentase tutupan terumbu karang yang tertinggi di Pulau Poncan Kecil terdapat pada stasiun 1 sebesar 49.90% yang terdiri dari Acropora dan non Acropora, kemudian stasiun 3 sebesar 30.40% yang terdiri hanya non Acropora serta stasiun 2 sebesar 24.27% juga terdiri hanya non Acropora. Kategori lain yang cukup tinggi persentasenya adalah kategori abiotik (pasir, patahan karang, pasir berlumpur,batu) berkisar antara %, kemudian kategori alga berkisar antara %, serta kategori other (soft coral, sponge, zoanthids, others) berkisar antara %. Persentase tutupan terumbu karang di Pulau Poncan Besar rata-rata 27.27%. Dimana yang tertinggi di Pulau Poncan Besar terdapat pada stasiun 2 sebesar 37.00% yang terdiri dari Acropora dan non Acropora, kemudian stasiun 1 sebesar 24.93% yang terdiri dari Acropora dan non Acropora serta stasiun 3 sebesar 19.87% juga terdiri dari Acropora dan non Acropora. Kategori lain yang cukup tinggi persentasenya adalah kategori alga berkisar antara %, kemudian kategori abiotik (pasir, patahan karang, pasir berlumpur,batu) berkisar antara %, serta kategori other (soft coral, sponge, zoanthids, others) berkisar antara %. Hal yang sama juga berdasarkan penelitian CRITC-COREMAP II-LIPI (2007), menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Poncan masuk dalam kategori sedang, dengan variasi tutupan antara %. Dimana persentase tertinggi terdapat di Pulau Poncan Kecil sebesar 48.60%. Menurut Westmacott et al. (2000), menjelaskan bahwa ekosistem terumbu karang merupakan salah satu

20 55 ekosistem yang terancam di dunia. Tekanan terhadap ekosistem terumbu karang akibat aktifitas manusia. Persensate life coral di Pulau Poncan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 Persentase life coral di Pulau Poncan. Potensi terumbu karang yang berada pada kawasan pengelolaan yang dilakukan oleh pihak swasta berada pada stasiun II di Pulau Poncan Besar, persentase terumbu karang hidup di kawasan pengelolaan tesebut 37%. Apabila dilihat dari kondisi ini dibandingkan dengan kondisi stasiun lainnya yang ada di Pulau Poncan Besar, maka stasiun II ini lebih baik kondisi terumbu karang. Dilihat dari data bahwa pengelolaan ekowisata yang di lakukan oleh pihak swasta di Pulau Poncan Besar lebih baik dalam hal menjaga kondisi lingkungan terutama terumbu karang dibandingkan dengan stasiun I dan III yang belum adanya pengelolaan, walaupun demikian kondisi ini masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Bruce et al. (2002), ekowisata merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan. Ekowisata adalah wisata yang berbasis pada memperbolehkan orang untuk menikmati lingkungan alam dalam arah yang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan Potensi ikan karang di Pulau Poncan Ikan karang merupakan potensi sumberdaya di sekitar terumbu karang yang menjadi target pengamatan selain tutupan komunitas karang. Hasil pengamatan ikan karang di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 34:

21 56 Tabel 34 Total kelimpahan ikan di Pulau Poncan Lokasi Penelitian Kelimpahan Ikan (individu/ha) Pulau Poncan Besar Pulau Poncan Kecil Total Sumber : Data primer hasil analisis (2009) Total kelimpahan ikan di Pulau Poncan sebanyak ind/ha, hal ini menggambarkan kondisi kelimpahan ikan di kawasan Pulau Poncan secara menyeluruh. Kelimpahan ikan tertinggi terdapat di Pulau Poncan Kecil sebanyak ind/ha sedangkan Pulau Poncan Besar memiliki kelimpahan sebanyak ind/ha, akan tetapi perbedaannya tidak terlalu mencolok. Hal ini disebabkan oleh karena kondisi Pulau Poncan Kecil pada saat ini masih belum banyak terdapat aktifitas dibandingkan Poncan Besar, dan yang paling utama adalah disebabkan oleh kondisi terumbu karang di Poncan Kecil relatif lebih bagus dibandingkan dengan Poncan Besar. Choat dan Bellowed (1991), menyatakan bahwa interaksi antara ikan karang dengan terumbu karang sebagai habitat terbagi atas tiga hubungan yang berbentuk umum, yaitu: (a) interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari predator atau pemangsa terutama bagi ikan-ikan muda, (b) interaksi dalam mencari makan yang meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang hidup pada karang termasuk alga, (c) interaksi tidak langsung sebagai akibat struktur karang, kondisi hidrologi dan sedimentasi. Persentase kelimpahan ikan berdasarkan kelompoknya dapat dilihat pada Tabel 35: Tabel 35 Persentase kelimpahan ikan berdasarkan kelompoknya Kelompok Ikan Pulau Poncan Besar Kelimpahan Persentase (%) (individu/ha) Pulau Poncan Kecil Kelimpahan Persentase (%) (individu/ha) Indikator Target Major Total Sumber : Data primer hasil analisis (2009) Ikan karang yang ditemukan berdasarkan kelompoknya di Pulau Poncan pada umumnya dijumpai kelompok ikan major dengan persentase berkisar antara %. Kemudian kelompok ikan target dengan persentase %. Serta diikuti oleh kelompok ikan indikator yang memiliki persentase yang sangat kecil

22 57 yaitu berkisar antara %. Pulau Poncan Besar memiliki persentase kelompok ikan major lebih tinggi (97.60%) dibandingkan dengan Poncan Kecil (95.74%). Akan tetapi untuk kelompok ikan target dan indikator di Poncan Besar memiliki persentase yang lebih kecil (target=1.29%, indikator=1.11%) dibandingkan dengan Poncan Kecil (target=2.89, indikator=1.37) (Gambar 12). Gambar 12 Persentase kelimpahan ikan karang berdasarkan kelompoknya. Perbandingan antara kelompok ikan major, ikan target dan ikan indikator di Pulau Poncan Besar adalah 88:1:1, ini berarti bahwa untuk untuk setiap 90 ikan yang di jumpai di Poncan Besar kemungkinan komposisinya adalah terdiri dari 88 individu ikan major, 1 individu ikan target dan 1 individu ikan indicator. Pulau Poncan Kecil memiliki perbandingan kelimpahan ikan adalah 70:2:1. Artinya bahwa terdapat 73 ikan yang dijumpai di Pulau Poncan Kecil dengan komposisi yang terdiri dari 70 individu ikan major, 2 individu ikan target dan 1 individu ikan indikator. Hasil pengamatan di lapangan telah teridentifikasi sebanyak 49 jenis ikan karang yang termasuk kedalam 14 suku yang ada di Pulau Poncan. Apabila dilihat dari kelompoknya bahwa kelompok ikan major memiliki 35 jenis ikan terdiri dari 8 suku antara lain suku Labridae, Pomancentridae, Pomachantidae, Monacanthidae, Caesionodae, Aulosyomodae, Phemperidae, Malacantridae. Sedangkan kelompok ikan target memiliki 11 jenis ikan yang terdiri dari 5 suku antara lain suku Acanturidae, Seranidae, Scaridae, Lutjanidae, Scorpoenidae. Serta kelompok ikan indikator memiliki 3 jenis ikan terdiri hanya satu saku yaitu Chaetodontidae atau juga yang lebih sering dikenal dengan ikan kepe-kepe. Satmanatran (1992), mengemukakan bahwa kekayaan jenis ikan berkorelasi tidak nyata dengan penutupan karang (Acropora dan non Acropora), sedangkan kelimpahan individu berkorelasi

23 58 sangat nyata dengan komponen non Acropora dan total karang hidup. Kelompok ikan dan jumlah jenis berdasarkan sukunya yang teramati dapat dilihat pada Tabel 36: Tabel 36. Kelompok ikan dan jumlah jenis berdasarkan sukunya Kelompok Ikan Nama Suku Jumlah Jenis Indikator Chaetodontidae 3 Labridae 5 Pomancentridae 15 Pomachantidae 3 Major Monacanthidae 3 Caesionodae 4 Aulosyomodae 1 Phemperidae 2 Malacantridae 2 Acanturidae 3 Seranidae 2 Target Scaridae 3 Lutjanidae 2 Scorpoenidae 1 Total Sumber : Data primer hasil analisis (2009) Tingkat kerusakan terumbu karang di Pulau Poncan Kerusakan terumbu karang di Pulau Poncan disebabkan dari aktivitas manusia seperti penangkapan ikan dengan racun, bahan peledak, alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Kerusakan terumbu karang ini dilihat berdasarkan dengan kondisi fisik terumbu karang dan luasan kawasan pengamatan. Kerusakan juga disebabkan oleh pembuangan jangkar, sampah, penambangan karang serta pencemaran perairan (Gambar 13 dan 14). Kerusakan terumbu karang disebabkan oleh penggunaan racun dan penambangan karang dengan tingkat kerusakan yang tinggi. Semua stasiun pengamatan di Pulau Poncan Besar telah terjadi kerusakan yang disebabkan oleh racun dan penambangan karang dengan tingkat kerusakan yang tinggi. Kerusakan yang disebabkan oleh bahan peledak juga terjadi di semua stasiun pengamatan Pulau Poncan Besar dengan tingkat kerusakan yang sedang. Kerusakan yang disebabkan oleh jangkar terjadi di 3 (tiga) stasiun Pulau Poncan dengan tingkat kerusakan yang rendah, sedangkan penyebab kerusakan oleh bubu dan jaring terjadi di stasiun 1 dan 3 dengan tingkat kerusakan yang rendah, serta kerusakan yang disebabkan oleh sampah hanya terjadi di stasiun 1 dengan tingkat kerusakan yang rendah (Lampiran 14).

24 59 Semua stasiun pengamatan di Pulau Poncan Kecil telah terjadi kerusakan yang disebabkan oleh racun dan penambangan karang dengan tingkat kerusakan yang tinggi. Kerusakan yang disebabkan oleh bahan peledak di Pulau Poncan Kecil telah terjadi di stasiun 1 dengan tingkat kerusakan sedang serta stasiun 2 dan 3 dengan tingkat kerusakan yang tinggi. Kerusakan yang disebabkan oleh jangkar terjadi di 3 (tiga) stasiun Pulau Poncan dengan tingkat kerusakan yang rendah, sedangkan penyebab kerusakan oleh bubu dan jaring hanya terjadi di stasiun 1 dengan tingkat kerusakan yang rendah, serta kerusakan yang disebabkan oleh sampah tidak ada ditemukan di semua stasiun pengamatan Pulau Poncan Kecil (Lampiran 14). Menurut Westmacott et al. (2000), menjelaskan bahwa ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang terancam di dunia. Tekanan terhadap ekosistem terumbu karang akibat aktifitas manusia, seperti penangkapan ikan yang bersifat destruktif serta pencemaran lingkungan dianggap sebagai bahaya utama yang mengancam eksistensi terumbu karang. selanjutnya Van Woesik (2002), menyatakan bahwa karang yang berada pada daerah sedimentasi yang tinggi, umumnya akan membentuk pertumbuhan yang kecil atau encrusting. Gambar 13 Penyebab dan Tingkat Kerusakan terumbu Karang di Pulau Poncan Besar.

25 60 Gambar 14 Penyebab dan Tingkat Kerusakan terumbu Karang di Pulau Poncan Kecil Potensi nilai ekonomi terumbu karang di Pulau Poncan Dalam menentukan estimasi total nilai ekonomi dari terumbu karang perlu perhitungan dari beberapa manfaat antara lain manfaat langsung, manfaat tidak langsung serta manfaat pilihan dari terumbu karang tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37 Perhitungan manfaat ekonomi terumbu karang berdasarkan luasan terumbu karang seluas ha (P.Besar ha dan P.Kecil ha) No Manfaat Parameter Nilai Satuan I Manfaat Langsung I.1 Perikanan Karang Armada Penangkapan 14 Armada Frekuensi Penangkapan 180 trip/thn Produksi Ikan rata2 per trip 8 kg/trip Harga Ikan Rata Rp/kg Produksi Ikan Per Tahun kg/thn Nilai Produksi Ikan per tahun Rp/thn Biaya Pemanfaatan (30 %) Rp/thn Total Manfaat Rp/thn Manfaat Bersih Rp/ha/Thn I.2 Wisata Selam Jumlah orang yang berkunjung 1 klp/mggu 4 klp/bln 48 klp/thn Biaya kapal per trip Guide Perhari Akomodasi, perjalanan, makan dll (1 Kelompok ) Nilai Manfaat Menyelam Rp/Thn Biaya Pemanfaatan (30 %) Rp/Thn Total Rp/Thn Manfaat Bersih Rp/ha/Thn

26 61 I.3 Wisata Snorkling Jumlah orang yang berkunjung 2 klp/mggu 8 klp/bln 96 klp/thn Biaya kapal per trip Guide Perhari Akomodasi, perjalanan, makan dll (1 Kelompok ) Nilai Manfaat Snorkling Rp/Thn Biaya Pemanfaatan (30 %) Rp/Thn Total Rp/Thn Manfaat Bersih Rp/ha/Thn II Manfaat Tidak langsung II.1 Pendidikan dan Penelitian Jumlah orang yang berkunjung 3 Klp/thn Lama tinggal 7 hari/klp Akomodasi, perjalanan, makan.sewa kapal dll (1 Kelompok 3 Rp ) Nilai Manfaat Penelitian Rp/Thn Manfaat Bersih Rp/ha/thn II.2 Penahan Abrasi Penahan Abrasi (P.Besar) Biaya pembuatan Rp/1m 3 Biaya Penyusutan 10 % Rp Biaya Pembuatan Terkoreksi Rp/1m 3 Panjang Breakwater yang dibangun m Umur teknis 10 Tahun Nilai Breakwater thn Nilai Manfaat Breakwater Rp/thn Manfaat Bersih Rp/ha Penahan Abrasi (P.Kecil) Biaya pembuatan Rp/1m 3 Biaya Penyusutan 10 % Rp Biaya Pembuatan Terkoreksi Rp/1m 3 Panjang Breakwater yang dibangun 990 m Umur teknis 10 Tahun Nilai Breakwater thn Nilai Manfaat Breakwater Rp/thn Manfaat Bersih Rp/ha III Manfaat Pilihan III.1 Nilai Biodiversity Nilai Biodiversity (P.Besar) Nilai Biodiversity US $/km 52 US $/ha Nilai Biodiversity US $/ha Total Nilai Manfaat Rp. (Kurs ) Sumber : Data primer hasil analisis (2009) Nilai Biodiversity (P.Kecil) Nilai Biodiversity US $/km 52 US $/ha Nilai Biodiversity 600 US $/ha Total Nilai Manfaat Rp. (Kurs ) Perhitungan manfaat langsung ekonomi terumbu karang terdiri dari manfaat perikanan karang, wisata selam dan wisata snorkling. Kegiatan perikanan karang,

27 62 nelayan yang beroperasi di Pulau Poncan semuanya berasal dari daratan Kota Sibolga. Kelompok nelayan penangkapan ini memiliki 14 armada dengan frekuensi penangkapan rata-rata sebanyak 180 trip/tahun. Setiap kapal rata-rata membawa hasil tangkapan sebanyak 8 kg dengan harga rata-rata Rp /kg. Dengan produksi ikan per tahun sebanyak kg/tahun, maka hasil perikanan karang di Pulau Poncan bernilai Rp setiap tahunnya. Adapun biaya penyusutan atau operasional sekitar 30% dari total yaitu sebesar Rp /tahun. Jadi total manfaat dari perikanan karang di Pulau Poncan adalah Rp per tahun, atau manfaat bersih sebesar Rp /ha/tahun Manfaat langsung dari kegiatan wisata selam dan snorkeling dapat dijelaskan berdasarkan analisis yang dilakukan, yaitu untuk kegiatan wisata selam ada 1 kelompok setiap minggunya yang melakukan kegiatan selam berarti dalam sebelum ada 4 kelompok dimana dalam setahun 48 kelompok. Setiap kelompoknya harus mengeluarkan biaya antara lain sewa kapal Rp /trip, untuk guidenya Rp /hari, sedangkan akomodasi perjalanan dan lain-lainnya Rp dengan catatan 1 kelompoknya terdiri dari 4 orang. Sehingga total pengeluaran yang harus disediakan adalah sebesar Rp /kelompoknya. Dengan demikian nilai manfaat dari wisata selam adalah sebesar Rp untuk setiap tahunnya. Manfaat ekonomi langsung yang tinggi untuk kegiatan wisata di Pulau Poncan, maka pihak pengelola harus dapat menjaga potensi yang dimiliki agar tidak mengurangi nilai manfaat tersebut. Kegiatan wisata snorkling ada 2 kelompok setiap minggunya yang melakukan kegiatan selam berarti dalam sebelum ada 8 kelompok dimana dalam setahun 96 kelompok. Setiap kelompoknya harus mengeluarkan biaya antara lain sewa kapal Rp /trip, untuk guidenya Rp /hari, sedangkan akomodasi perjalanan dan lain-lainnya Rp dengan catatan 1 kelompoknya terdiri dari 6 orang, sehingga total pengeluaran yang harus disediakan adalah sebesar Rp /kelompoknya. Dengan demikian nilai manfaat dari wisata selam adalah sebesar Rp untuk setiap tahunnya. Manfaat tidak langsung terdiri dari kegiatan pendidikan dan pelatihan serta untuk penahan abrasi pantai. Pendidikan dan penelitian di estimasi sebanyak 3 kelompok /tahun selama 7 hari/ kelompoknya, dengan biaya yang dikeluarkan setiap

28 63 kelompok Rp , setiap kelompoknya terdiri dari 3 orang sehingga nilai manfaat dari pendidikan dan penelitian adalah sebesar Rp Manfaat tidak langsung dari penahan abrasi pantai dibagi menjadi dua (2) dikarenakan terdapat dua lokasi penelitian yaitu Pulau Poncan Besar dan Pulau Poncan Kecil. Manfaat penahan abrasi di Pulau Poncan Besar antara lain terumbu karang diasumsikan dapat melindungi pantai Pulau Poncan Besar dari abrasi. Dibutuhkan biaya untuk membangun breakwater berukuran 1 m 3 dengan biaya penyusutan 10%/tahun adalah Rp Jika untuk membangun pelindung pantai yang panjangnya m dengan daya ketahanan selama 10 tahun, maka akan dibutuhkan biaya sebesar Rp atau Rp /tahun. Estimasi biaya yang dibutuhkan untuk membangun breakwater di Pulau Poncan Kecil antara lain dibutuhkan biaya untuk membangun breakwater berukuran 1 m 3 dengan biaya penyusutan 10%/tahun adalah Rp Jika untuk membangun pelindung pantai yang panjangnya 990 m dengan daya ketahanan selama 10 tahun, maka akan dibutuhkan biaya sebesar Rp atau Rp /tahun Manfaat pilihan adalah merupakan manfaat dari nilai keanekaragaman hayati. Hasil penelitian yang dilakukan oleh White dan Trinidad (1998), menyatakan bahwa di Philipina nilai keanekaragaman hayati terumbu karang berkisar antara US $ /km 2. Untuk di Pulau Poncan Besar dan Pulau Poncan Kecil kisaran nilai yang diambil adalah nilai tengah dari $ /km 2 yaitu sebesar US $ /km 2, besaran ini diasumsikan karena terumbu karang yang ada di Pulau Poncan Besar maupun Poncan Kecil bukan merupakan Taman Nasional Wisata Laut yang dilindungi keberadaannya berdasarkan undang-undang. Nilai keanekaragaman hayati di Pulau Poncan Besar adalah dengan luasan terumbu karang adalah seluas ha, manfaat keanekaragaman hayati setiap hektarnya adalah US $ 52 dengan demikian nilai total manfaatnya adalah US $ dan apabila di konversi ke dalam nilai tukar rupiah yang diasumsikan 1 dollar setara dengan Rp maka nilai total manfaatnya adalah sebesar Rp Nilai keanekaragaman hayati di Pulau Poncan Kecil adalah dengan luasan terumbu karang adalah seluas ha, manfaat keanekaragaman hayati setiap hektarnya adalah US $ 52 dengan demikian nilai total manfaatnya adalah US $ 600

29 64 dan apabila di konversi ke dalam nilai tukar rupiah yang diasumsikan 1 dollar setara dengan Rp maka nilai total manfaatnya adalah sebesar Rp Total nilai ekonomi dari terumbu karang di Pulau Poncan dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38 Rangkuman total nilai ekonomi terumbu karang di Pulau Poncan Manfaat Sumberdaya Tipologi Nilai Nilai (Rp) Total (Rp) Manfaat Langsung a. Perikanan Karang b. Wisata Selam c. Wisata Snorkling Sub Total Manfaat Tidak Langsung a. Penelitian dan Pendidikan b. Penahan Abrasi (P.Besar) c. Penahan Abrasi (P.Kecil) Sub Total Manfaat Pilihan a. Nilai Biodiversity (P.Besar) b. Nilai Biodiversity (P.Kecil) Sub Total TEV /thn Sumber : Data primer hasil analisis (2009) Total nilai ekonomi untuk terumbu karang di Pulau Poncan yang dihitung berdasarkan luasan terumbu karang ha dari nilai pemanfaatan, antara lain : nilai manfaat langsung, nilai manfaat tidak langsung dan nilai manfaat pilihan adalah sebesar Rp /thn, yang terdiri atas nilai ekonomi pemanfaatan langsung sebesar Rp dan nilai ekonomi pemanfaatan tidak langsung sebesar Rp serta nilai ekonomi pemanfaatan pilihan sebesar Rp , sehingga nilai ekonomi terumbu karang di Pulau Poncan setiap hektarnya adalah sebesar Rp (Gambar 15). Hasil penelitian Rusly (2007), memperoleh hasil total nilai ekonomi untuk terumbu karang di Pulau Sangiang, Banten dengan luasan terumbu ha adalah sebesar Rp yang terdiri atas nilai manfaat langsung sebesar Rp dan nilai manfaat tidak langsung sebesar Rp serta nilai manfaat pilihan sebesar Rp Sehingga nilai ekonomi terumbu karang di Pulau Sangiang setiap hektanya adalah sebesar Rp Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Rusly (2007), maka hasil perhitungan total nilai ekonomi terumbu karang di Pulau Poncan pada penelitian ini jauh lebih besar dibandingkan di Pulau Sangiang untuk setiap hektarnya. Dengan demikian hasil perhitungan ini masih dapat memberikan gambaran terhadap nilai ekonomi terumbu karang yang ada di Pulau Poncan,

30 65 sehingga sangat diperlukannya perhatian khusus dari pengelola, pemerintah daerah dan masyarakat sekitarnya untuk melakukan pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan untuk dapat melestarikan sumberdaya hayati terutama terumbu karang. Gambar 15 Komposisi nilai ekonomi terumbu karang di Pulau Poncan. Komposisi persentase total nilai ekonomi terumbu karang di Pulau Poncan. Nilai ekonomi pemanfaatan tidak langsung merupakan persentase terbesar dengan 72%, kemudian nilai pemanfaatan langsung sebesar 27% dan nilai pilihan hanya sebesar 1%. Hal ini didasarkan karena komponen manfaat tidak langsung memiliki manfaat yang cukup besar dibandingkan dengan komponen lainnya dalam menjaga kestabilan garis pantai dari ancaman abrasi yang tidak nyata langsung kelihatan dengan menganalogikan membangun fisik bangunan untuk mencegah abrasi tersebut. Hal senada dikemukan oleh Aziz (2006), bahwa proporsi nilai manfaat tidak langsung paling besar dibandingkan dengan manfaat ekonomi lainnya yaitu sebesar 83.71%. Pariwisata dapat memberikan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir, sehingga secara ekonomi dapat memberikan insentif untuk konservasi, dan membantu mengurangi ketergantungan pada kegiatan perikanan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka (Brandon 1996, Gilman 1997, Brown 2002) Kesesuaian dan daya dukung ekowisata bahari di Pulau Poncan Kesesuaian wisata untuk snorkling Kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkling mempertimbangkan 7 parameter dengan empat (4) klasifikasi penilaian. Menurut Yulianda (2007), parameter tersebut antara lain adalah kecerahan, tutupan komunitas karang, jenis life

31 66 form, jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang dan lebar hamparan datar karang (Lampiran 15). Matrik kesesuaian wisata snorkeling dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39 Matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkling Lokasi Total Skor Kesesuaian IKW (%) Tidak Ada (%) Kategori Pulau Poncan Besar Stasiun S2 Stasiun S2 Stasiun S2 Rata-Rata S2 Pulau Poncan Kecil Stasiun S1 Stasiun S2 Stasiun S2 Rata-rata S2 Sumber : Data primer hasil analisis (2009) Hasil analisis dari tujuh parameter pada 3 stasiun pengamatan di Pulau Poncan Besar dan Pulau Poncan Kecil termasuk kedalam kategori sesuai (S2) untuk wisata snorkling. Ketiga stasiun pengamatan di Pulau Poncan Besar memiliki ratarata indeks kesesuaian wisata (IKW) 74.85%. Stasiun 1 memiliki total skor 42 dengan indeks kesesuaian wisata (IKW) 73.68%. Stasiun 2 memiliki total skor lebih tinggi yaitu skor 45 dengan indeks kesesuaian wisata (IKW) 78.95%, hal ini disebabkan ada salah satu parameter (jenis lifeform) yang memiliki skor tinggi yaitu skor 3 karena pada stasiun 2 ini memiliki jenis lifeform >12 jenis. Stasiun 3 memiliki total skor yang lebih rendah dari stasiun 1 dan 2 yaitu skor 41 dengan indeks kesesuaian wisata (IKW) 71.93%, hal ini disebabkan ada salah satu parameter (lebar hamparan datar karang) memiliki skor 2 karena hanya memiliki lebar hamparan datar karang > m. Stasiun pengamatan di Pulau Poncan Kecil memiliki rata-rata indeks kesesuaian wisata (IKW) 76.02% lebih besar dibandingkan dengan Poncan Besar dengan indeks kesesuaian wisata (IKW) 74.85%. Stasiun 1 di Pulau Poncan Kecil memiliki total skor lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 2 dan 3 yaitu skor 48 indeks kesesuaian wisata (IKW) 84.21% termasuk kedalam kategori sangat sesuai (S1), hal ini disebabkan ada tiga parameter yang memiliki skor lebih tinggi yaitu jenis lifeform dengan skor 3 karena >12 jenis, jenis ikan karang dengan skor 2 karena memiliki jenis dan lebar hamparan datar karang dengan skor 3 karena >500 m.

32 67 sedangkan untuk stasiun 2 dan 3 memiliki total skor yang sama yaitu 41 dengan indeks kesesuaian wisata (IKW) yang sama pula 71.93%. Jumlah dan total skor setiap parameter kesesuaian wisata snorkling dapat dilihat pada lampiran 14. Shafer dan Inglish (2000), melakukan pengamatan secara terperinci perjalanan wisatawan yang melakukan snorkling di Great Barrier Reff (Australia) menemukan bahwa semua komponen yang berhubungan dengan karang dan ikan sangat meningkatkan kepuasaan pengunjung, serta yang paling mempengaruhi kepuasaan pengunjunga adalah jenis ikan, ukuran karang, dan banyaknya jenis karang. Sedangkan Roman (2004), mengemukakan bahwa berdasarkan hasil survey terhadap 278 orang pengunjung yang melakukan snorkling di Taman Laut Nasional Mu Koh Chang (Thailand), rata-rata tanggapan dari pengunjung mengindikasikan tiga cirriciri utama biofisik yang sangat penting yaitu kecerahan, ikan dan karang. Planthong et al. (2000), melakukan penelitian di Great Barrier Reef bahwa kerusakan terumbu karang disebabkan oleh aktifitas snorkling Kesesuaian wisata untuk selam Kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam mempertimbangkan 6 parameter dengan empat (4) klasifikasi penilaian. Menurut Yulianda (2007), parameter tersebut antara lain adalah kecerahan, tutupan komunitas karang, jenis life form, jenis ikan karang, kecepatan arus dan kedalaman terumbu karang (Lampiran 16). Hasil analisis dari enam parameter pada 3 stasiun pengamatan di Pulau Poncan Besar dan Pulau Poncan Kecil termasuk kedalam kategori sesuai (S2) untuk wisata selam. Ketiga stasiun pengamatan di Pulau Poncan Besar memiliki rata-rata indeks kesesuaian wisata (IKW) 72.22%. Stasiun 1 memiliki total skor 39 dengan indeks kesesuaian wisata (IKW) 72.22%. Stasiun 2 memiliki total skor lebih tinggi yaitu skor 42 dengan indeks kesesuaian wisata (IKW) 77.78, hal ini disebabkan ada salah satu parameter (jenis life form) yang memiliki skor tinggi yaitu skor 3 karena pada stasiun 2 ini memiliki jenis lifeform >12 jenis, dimana kondisi ini berbanding lurus dengan wisata snorkling. Stasiun 3 memiliki total skor yang lebih rendah dari stasiun 1 dan 2 yaitu skor 36 dengan indeks kesesuaian wisata (IKW) 66.67%, hal ini disebabkan ada salah satu parameter (jenis ikan karang) memiliki skor 0 karena

33 68 hanya memiliki < 20 jenis ikan. Matrik kesesuaian wisata selam dapat dilihat pada Tabel 40. Tabel 40 Matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam Lokasi Total Skor Kesesuaian IKW (%) Tidak Ada (%) Kategori Pulau Poncan Besar Stasiun S2 Stasiun S2 Stasiun S2 Rata-Rata S2 Pulau Poncan Kecil Stasiun S2 Stasiun S2 Stasiun S2 Rata-rata S2 Sumber : Data primer hasil analisis (2009) Stasiun pengamatan di Pulau Poncan Kecil memiliki rata-rata indeks kesesuaian wisata (IKW) 70.37% lebih kecil dibandingkan dengan Poncan Besar dengan indeks kesesuaian wisata (IKW) 72.22%, hal ini berbanding terbalik dengan kondisi wisata snorkeling yang disebabkan karena ada beberapa parameter di salah satu stasiun pengamatan memiliki skor yang rendah. Stasiun 1 di Poncan Kecil memiliki total skor lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 2 dan 3 yaitu skor 42 indeks kesesuaian wisata (IKW) 77.78%, hal ini disebabkan ada dua parameter yang memiliki skor lebih tinggi yaitu jenis lifeform dengan skor 3 karena >12 jenis dan jenis ikan karang dengan skor 1 karena memiliki jenis. sedangkan untuk stasiun 2 dan 3 memiliki total skor yang sama yaitu 36 dengan indeks kesesuaian wisata (IKW) yang sama pula 66.67%. Kondisi ini berbanding lurus dengan kondisi untuk wisata snorkeling di Pulau Poncan Kecil. Jumlah dan total skor setiap parameter kesesuaian wisata selam dapat dilihat pada lampiran 15. Berdasarkan indeks kesesuaian wisata (IKW) untuk kegiatan selam dan snorkling Pulau Poncan termasuk kategori sesuai untuk pengembangan ekowisata bahari (Tabel 39 dan 40). Pengembangan ekowisata bahari di Pulau Poncan diperlukan beberapa tahapan serta strategi dalam pengembangannya agar kedepan pengelolaan yang dilakukan melalui penilaian secara menyeluruh dan terpadu serta berkelanjutan menuju pengelolaan yang berbasis konservasi.

34 Gambar 16 Peta zonasi arahan pemanfaatan berdasarkan indeks kesesuaian wisata (IKW) di Pulau Poncan. 69

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari dua pulau besar, yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa serta dikelilingi oleh ratusan pulau-pulau kecil yang disebut Gili (dalam

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terdiri atas 13.667 pulau tetapi baru sekitar 6.000 pulau yang telah mempunyai nama, sedangkan yang berpenghuni sekitar 1000 pulau. Jumlah panjang garis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan ekosistem perairan dangkal yang banyak dijumpai di sepanjang garis pantai daerah tropis yang terbentuk dari endapan massif kalsium karbonat (CaCO

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat yang tinggal di pulau pulau kecil atau pesisir di Indonesia hidupnya sangat tergantung oleh hasil laut, karena masyarakat tersebut tidak mempunyai penghasilan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian 3.1.1 Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting dan memiliki peran strategis bagi pembangunan Indonesia saat ini dan dimasa mendatang. Indonesia

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang V. KEADAAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang Wilayah Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari 12 pulau dan memiliki kondisi perairan yang sesuai untuk usaha budidaya. Kondisi wilayah

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis memiliki iklim tropis dan perairannya lumayan dangkal, sehingga menjadi tempat yang optimal bagi ekosistem terumbu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara geografis, Kecamatan Padang Cermin terletak di sebelah Tenggara Kabupaten

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele. 303 BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan sumberdaya dan potensi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Daerah Kecamatan Pulau Tiga merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Natuna yang secara geografis berada pada posisi 3 o 34 30 3 o 39

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan Tugas Akhir ini adalah membuat

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan Tugas Akhir ini adalah membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan Tugas Akhir ini adalah membuat sebuah video feature ilmu pengetahuan, yang mengenalkan potensi terumbu karang kepada anak-anak.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Panjang garis pantai di Indonesia adalah lebih dari 81.000 km, serta terdapat lebih dari 17.508 pulau dengan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut

BAB I PENDAHULUAN. Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut yang mempunyai peran penting dalam mempertahankan fungsi pesisir dan laut. Terumbu karang berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Negara Indonesia mempunyai wilayah pesisir dengan panjang garis pantai sekitar 81.791

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA

IV. GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA IV. GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA 4.1 Sejarah Kota Sibolga Kota Sibolga dahulunya merupakan bandar kecil di teluk Tapian Nauli dan terletak di pulau Poncan Ketek. Pulau kecil ini letaknya tidak jauh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati;

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati; 5 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Pulau Kecil Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km 2 (dua ribu kilometerpersegi) beserta kesatuan Ekosistemnya. Sumberdaya Pesisir dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508 pulau dengan panjang pantai sekitar 81.000 km 2 dan luas laut mencapai 5,8

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU Wilayah Kabupaten Indramayu terletak pada posisi geografis 107 o 52 sampai 108 o 36 Bujur Timur (BT) dan 6 o 15 sampai

Lebih terperinci

Nations Convention on the Law of the sea/ Konvensi Perserikatan Bangsa

Nations Convention on the Law of the sea/ Konvensi Perserikatan Bangsa PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PULAU BERHALA SERDANG BEDAGAI SEBAGAI KAWASAN ECO MARINE TOURISM (WISATA BAHARI BERWAWASAN LINGKUNGAN) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km 2 dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terkenal dengan kekayaan keindahan alam yang beraneka ragam yang tersebar di berbagai kepulauan yang ada di Indonesia dan

Lebih terperinci

JAKARTA (22/5/2015)

JAKARTA (22/5/2015) 2015/05/22 14:36 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan SELAMATKAN TERUMBU KARANG JAKARTA (22/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum banyak yang memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu kawasan terumbu karang dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi dunia. Luas terumbu karang Indonesia

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah lautan yang luas tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar

Lebih terperinci

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Secara geografis Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1 0 4 0 Lintang Selatan dan 102 0-106 0 Bujur Timur dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki ± 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km, serta

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN Miswar Budi Mulya *) Abstract The research of living coral reef

Lebih terperinci