KATA PENGANTAR. Batu, Juni 2017 KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA BATU. drg. KARTIKA TRISULANDARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Batu, Juni 2017 KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA BATU. drg. KARTIKA TRISULANDARI"

Transkripsi

1

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatnya, Profil Kesehatan Kota Batu Tahun 2016 dapat diterbitkan untuk merespon tingginya kebutuhan akan data dan informasi kesehatan, di tengah tengah banyaknya tantangan yang dihadapi terkait pemenuhan data dan informasi sebagai landasan pengambilan keputusan yang evidence based. Dalam Profil kesehatan Kota Batu Tahun 2016 ini pembaca dapat memperoleh data dan informasi mengenai demografi, sarana kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, pembiayaan kesehatan, kesehatan keluarga, pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan. Kami menyadari bahwa penyusunan profil ini masih banyak kekurangan dalam penyajian data, kelengkapan data, akurasi data serta ketepatan waktu penyajian. Untuk itu kami berharap adanya masukan yang positif untuk perbaikan ke depan. Akhirnya kami menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyusunan sampai dengan terbitnya dokumen Profil Kesehatan Kota Batu Tahun Besar harapan kami dokumen ini dapat digunakan secara optimal oleh pihak-pihak yang membutuhkan. Batu, Juni 2017 KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA BATU drg. KARTIKA TRISULANDARI i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi BAB I DEMOGRAFI... 1 A. Keadaan Penduduk... 1 B. Keadaan Ekonomi... 6 C. Keadaan Pendidikan... 6 D. Keadaan Pertanian... 7 E. Keadaan Pariwisata... 8 BAB II SARANA KESEHATAN... 9 A. Pusat Kesehatan Masyarakat Puskesmas dengan Upaya Kesehatan Kerja Puskesmas dengan Upaya Kesehatan Olahraga Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan komplementer B. Rumah Sakit Jenis Rumah Sakit Tempat Tidur Rumah Sakit C. Sarana Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sarana Produksi dan Distribusi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan Ketersediaan Obat dan Vaksin BAB III SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN A. Jumlah Tenaga Kesehatan Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit B. Rasio Tenaga Kesehatan BAB IV PEMBIAYAAN KESEHATAN A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) B. APBD Propinsi C. Dana Alokasi Khusus (DAK) D. Dana Bagi hasil Cukai Hasil Tembakau E. Pajak Rokok F. Kapitasi JKN ii

4 BAB V KESEHATAN KELUARGA A. Kesehatan Ibu Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Pelayanan Imunisasi Tetanus Toksoid bagi Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas Pelayanan / Penanganan Komplikasi Kebidanan Pelayanan Kontrasepsi.. 45 B. Kesehatan Anak Pelayanan Kesehatan Neonatal Penanganan Komplikasi Neonatal Imunisasi Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah. 56 C. Gizi Pemberian ASI Eksklusif Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Balita Usia 6 59 Bulan Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu (D/S) Penemuan dan Penanganan Gizi Buruk. 62 BAB VI PENGENDALIAN PENYAKIT A. Penyakit Menular Langsung Tuberkulosis HIV/AIDS Pneumonia Kusta Diare... B. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi Tetanus Neonatorum Campak Difteri Polio dan AFP C. Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Demam Berdarah Dengue Malaria iii

5 BAB VII KESEHATAN LINGKUNGAN 79 A. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.. 80 B. Tatanan Kawasan Sehat. 81 C. Air Minum D. Akses Sanitasi Layak E. Tempat tempat Umum yang Memenuhi Syarat Kesehatan 84 F. Tempat Pengelolaan Makanan LAMPIRAN iv

6 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 2.1 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Penduduk Sasaran Program Pembangunan kesehatan di Kota Batu Tahun Angka Partisipasi Sekolah di Kota Batu Tahun 2014 dan Tahun Perkembangan Jumlah Rumah Sakit Menurut Jenis Pelayanan yang 14 diberikan di Kota Batu Tahun Ketersediaan Tenaga Kesehatan Promotif dan Preventif di Puskesmas se Kota Batu Tahun Rasio Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah penduduk di Kota Batu Tahun v

7 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1 Jumlah Penduduk Kota Batu Menurut Jenis Kelamin Tahun Gambar 1.2 Piramida Penduduk Kota Batu Tahun Gambar 2.1 Jumlah Puskesmas Tahun Gambar 3.1 Jumlah Sumber Daya Manusia Kesehatan di puskesmas se Kota Batu Tahun Gambar 3.2 Jumlah Dokter Spesialis dan dokter Gigi Spesialis di Rumah Sakit di Kota Batu Tahun Gambar 4.1 Proporsi Jumlah Peserta Jaminan Kesehatan Menurut Segmen Peserta di Kota Batu Tahun Gambar 5.1 Angka Kematian Ibu di Kota Batu Tahun Gambar 5.2 Persentase Pencapaian K1 dan K4 Ibu Hamil di Kota Batu Tahun Gambar 5.3 Cakupan Pemberian 90 Tablet Tambah darah (Zat Besi) pada ibu Hamil di Kota Batu tahun Gambar 5.4 Cakupan Imunisasi TT 5 dan TT2+ pada Ibu Hamil di Kota Batu Tahun Gambar 5.5 Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Kota Batu Tahun Gambar 5.6 Cakupan Pelayanan Nifas di Kota Batu Tahun Gambar 5.7 Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani di Kota Batu Tahun Gambar 5.8 Cakupan peserta KB Baru dan KB Aktif di Kota Batu Tahun Gambar 5.9 Tren Angka Kematian Neonatal, Bayi dan Balita di Kota Batu Tahun Gambar 5.10 Cakupan Kunjungan Neonatus Kota Batu Tahun Gambar 5.11 Cakupan Penanganan Komplikasi Neonatal di Kota Batu Tahun Gambar 5.12 Cakupan Imunisasi Campak pada Bayi di Kota Batu Tahun Gambar 5.13 Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap pada bayi di Kota Batu Tahun Gambar 5.14 Angka Drop Out Cakupan Imunisasi DPT/Hb1 Campak pada bayi di Kota Batu Tahun Gambar 5.15 Pencapaian Desa / Kelurahan UCI di Wilayah Kota Batu Tahun Gambar 5.16 Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak SD dan Setingkat di Kota Batu Tahun Gambar 5.17 Tren Capaian ASI Eksklusif di Kota Batu Tahun Gambar 5.18 Cakupan Bayi, Anak Balita dan Balita Mendapat Vitamin A di Kota batu Tahun Gambar 5.19 Jumlah Balita Ditimbang di Posyandu Kota Batu Tahun Gambar 6.1 Angka Notifikasi Kasus TB per penduduk Tahun Gambar 6.2 Angka Keberhasilan Pengobatan Pasien Tuberkulosis di Kota Batu Tahun vi

8 Gambar 6.3 Jumlah Penemuan Kasus HIV & AIDS di Kota Batu Tahun Gambar 6.4 Persentase Kasus AIDS Menurut Golongan Umur di Kota Batu Tahun Gambar 6.5 Angka Kematian Akibat AIDS yang Dilaporkan di Kota Batu Tahun Gambar 6.6 Cakupan Penemuan Pneumonia pada Balita di Kota Batu Tahun Gambar 6.7 Penemuan Kasus Kusta Baru di Kota Batu Tahun Gambar 6.8 Cakupan Kasus Diare Ditangani di Kota Batu Tahun Gambar 6.9 Kasus Campak yang terjadi di Wilayah Kota Batu Tahun Gambar 6.10 Kasus Difteri di Kota Batu Tahun Gambar 6.11 Non polio AFP Rate per anak < 15 Tahun di Kota Batu Tahun Gambar 6.12 Angka Kesakitan dan Angka Kematian Akibat DBD di Kota Batu Tahun Gambar 6.13 Penemuan Kasus Malaria di Kota Batu Tahun Gambar 7.1 Persentase Penduduk dengan Akses Sanitasi Layak di Kota Batu Tahun Gambar 7.2 Persentase Tempat Tempat Umum yang Memenuhi Syarat Kesehatan di Kota Batu Tahun Gambar 7.3 Persentase Tempat Pengelolaan Makanan Memenuhi Syarat Di Kota Batu Tahun vii

9 BAB I DEMOGRAFI Ditinjau dari astronomi, Kota Batu terletak diantara sampai dengan Bujur Timur dan 7 44 sampai dengan 8 26 Lintang Selatan. Adapun batasbatas wilayah Kota Batu adalah sebagai berikut : Sebelah Utara: Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan Sebelah Timur: Kabupaten Malang Sebelah Selatan: Kabupaten Blitar dan Malang Sebelah Barat : Kabupaten Malang Luas kawasan Kota Batu secara keseluruhan adalah sekitar 199,09 Km² terbagi ke dalam 3 kecamatan dan Kecamatan Bumiaji merupakan kecamatan yang wilayahnya paling luas dibandingkan dua kecamatan lainnya. Kota Batu terletak pada ketinggian rata-rata 862 m di atas permukaan laut. Dilihat dari ketinggian wilayahnya, sebagian besar daerah di Kota Batu terletak di daerah perbukitan/lereng. Pada tahun 2016, Kota Batu terbagi menjadi 3 kecamatan, 19 desa, 5 kelurahan, 238 RW dan RT. Dilihat komposisi jumlah Desa/kelurahan, Kecamatan Bumiaji memiliki jumlah desa terbanyak yaitu masing-masing 9 desa. A. Keadaan Penduduk Hasil estimasi jumlah penduduk Kota Batu pada tahun 2016 sebesar jiwa, yang terdiri atas jiwa penduduk laki-laki dan jiwa penduduk perempuan. Angka tersebut merupakan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan dengan bimbingan dari Badan Pusat Statistik dengan menggunakan metode geometrik. Metode ini menggunakan prinsip bahwa parameter dasar demografi yaitu parameter fertilitas, mortalitas, dan migrasi per tahun tumbuh konstan. 1

10 Gambar 1.1 memperlihatkan laju pertumbuhan penduduk di Kota Batu tahun 2012 hingga Dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 pertumbuhan penduduk per tahun terus mengalami penurunan, dari per tahun menjadi per tahun. Tahun 2016 pertumbuhan penduduk sedikit meningkat dibandingkan tahun 2015 menjadi per tahun. Rasio jenis kelamin pada tahun 2016 sebesar 101, yang artinya terdapat 101 laki-laki di antara 100 perempuan. Gambar 1.1 Jumlah Penduduk Kota Batu Menurut Jenis Kelamin Tahun Laki-laki Perempuan Total Pertumbuhan Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010, Hasil Sensus Penduduk; Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2015, Hasil Estimasi Struktur umur penduduk menurut jenis kelamin dapat digambarkan dalam bentuk piramida penduduk. Berdasarkan estimasi jumlah penduduk, dapat disusun sebuah piramida penduduk tahun Dasar piramida menunjukkan jumlah penduduk, badan piramida bagian kiri menunjukkan banyaknya penduduk laki-laki dan badan piramida bagian kanan menunjukkan jumlah penduduk perempuan. Piramida tersebut merupakan gambaran struktur penduduk yang terdiri dari struktur penduduk muda, dewasa, dan tua. Struktur penduduk ini menjadi dasar bagi kebijakan kependudukan, sosial, budaya, dan ekonomi. 2

11 Gambar 1.2 Piramida Penduduk Kota Batu Tahun PEREMPUAN LAKI-LAKI Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2016, Hasil Estimasi Pada Gambar 1.2 ditunjukkan bahwa struktur penduduk di Indonesia termasuk struktur penduduk muda. Hal ini dapat diketahui dari usia 0-24 tahun (usia muda) lebih banyak jumlahnya dibandingkan usia di atasnya. Lebih melebarnya grafik pada usia muda membuktikan bahwa penduduk Kota Batu memiliki struktur muda. Bagian atas yang lebih pendek pada piramida tersebut menunjukkan angka kematian yang masih tinggi pada penduduk usia tua. Kondisi ini menuntut kebijakan terhadap penduduk usia tua. Konsentrasi penduduk di suatu wilayah dapat dipelajari dengan menggunakan ukuran kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk menunjukkan rata-rata jumlah penduduk per 1 kilometer persegi. Semakin besar angka kepadatan penduduk menunjukkan bahwa semakin padat penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Rata-rata kepadatan penduduk di Kota Batu tahun 2016 berdasarkan hasil estimasi sebesar jiwa per km2. Kepadatan penduduk berguna sebagai acuan dalam rangka mewujudkan pemerataan dan persebaran penduduk. 3

12 Indikator penting terkait distribusi penduduk menurut umur yang sering digunakan untuk mengetahui produktivitas penduduk yaitu Angka Beban Tanggungan atau Dependency Ratio. Angka Beban Tanggungan adalah angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang berumur tidak produktif (belum produktif/umur di bawah 15 tahun dan tidak produktif lagi/umur 65 tahun ke atas) dengan yang berumur produktif (umur tahun). Angka ini dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi persentase dependency ratio menunjukkan semakin tinggi beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase dependency ratio yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Angka Beban Tanggungan penduduk Indonesia pada tahun 2016 sebesar 48,63. Hal ini berarti bahwa 100 penduduk Indonesia yang produktif, di samping menanggung dirinya sendiri, juga menanggung orang yang tidak produktif. Penduduk sebagai determinan pembangunan perlu mendapat perhatian yang serius. Program pembangunan, termasuk pembangunan di bidang kesehatan, harus didasarkan pada dinamika kependudukan. Upaya pembangunan di bidang kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pencapaian derajat kesehatan yang optimal bukan hanya menjadi tanggung jawab dari sektor kesehatan saja, namun sektor terkait lainnya seperti sektor pendidikan, ekonomi, sosial dan pemerintahan juga memiliki peranan yang cukup besar. Kesehatan merupakan hak semua penduduk, sehingga ditetapkan target dan sasaran pembangunan kesehatan. Tabel 1.1 memperlihatkan data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan tahun 2016 menurut jenis kelamin. Data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan diperlukan bagi pengelola program terutama untuk menyusun perencanaan serta evaluasi hasil pencapaian upaya kesehatan yang telah dilaksanakan. 4

13 Tabel 1.1 Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan di Kota Batu Tahun 2016 No Sasaran Program Kelompok Umur / Formula Jenis Kelamin Laki - laki Perempuan Jumlah 1 Lahir Hidup Bayi 0 Tahun Batita (di bawah Tiga Tahun) 0 2 Tahun Anak Balita 1 4 Tahun Balita ( di bawah Lima Tahun) 0 4 Tahun Pra Sekolah 5 6 Tahun Anak Usia Kelas 1 SD / Setingkat 7 Tahun Anak Usia SD / Setingkat 7 12 Tahun Penduduk Usia Muda < 15 tahun Penduduk Usia Produktif Tahun Penduduk Usia Non Produktif 65 Tahun Penduduk Usia Lanjut 60 Tahun Penduduk Usia Lanjut Risiko Tinggi 70 Tahun Wanita Usia Subur Tahun Wanita Usia Subur Imunisasi Tahun Ibu Hamil 1,1 x lahir hidup Ibu Bersalin / Nifas 1,05 x Lahir hidup

14 B. Keadaan Ekonomi Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Berdasarkan data BPS, besaran pertumbuhan Produk Domestik Bruto Kota Batu pada tahun 2015 atas dasar harga berlaku sebesar Rp ,3 Milyar dan 9.145,95 Milyar atas dasar harga konstan. Pendukung utama PDRB ADHB Kota Batu tahun 2015 adalah sektor perdagangan, hotel dan restauran, sektor pertanian dan sektor jasa-jasa yang mencapai 5,6 milyar. Hal ini sejalan dengan posisi Kota Batu sebagai kota agro wisata dan agro politan. Sebagai daerah tujuan wisata, multiplier effect yang ditimbulkan pariwisata terhadap besaran PDRB cukup besar, luas dan berantai. Pertumbuhan ekonomi Kota Batu tahun 2015 yang mencapai 6,69 persen. Pertumbuhan ekonomi Kota batu digerakkan oleh semua sektor paling tinggi pertumbuhannya sektor konstruksi yang mencapai 10,01 sedikit mengalami penurunan dibandingkan tahun Sedangkan pertumbuhan yang paling kecil di alami sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 2,58 persen. Tingginya pertumbuhan ekonomi di Kota Batu akibat dari efek berganda dicanangkannya Kota Batu sebagai Kota Wisata setelah Bali dan Jogya. C. Keadaan Pendidikan Menurut data dari Dinas Pendidikan Kota Batu, dari sisi kelengkapan fasilitas pendidikan yang dapat diakses oleh penduduk di Kota Batu secara umum sudah cukup baik, di setiap kecamatan sudah tersedia fasilitas sekolah dasar sampai dengan SLTA. Namun berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2014 menunjukkan angka partisipasi kasar dan angka partisipasi murni di tingkat SLTA lebih kecil daripada tingkat pendidikan yang lebih rendah. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2012) diperoleh Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK). Statistik ini menunjukkan hampir semua penduduk Kota Batu usia 7-15 tahun bersekolah. Sementara ada 71,97 persen penduduk usia tahun yang sudah tidak bersekolah lagi. Namun jika dilihat kesesuaian antara umur dan jenjang pendidikan yang sedang ditempuh melalui APM, maka terlihat hanya 77,21 persen penduduk 6

15 berumur tahun yang bersekolah ditingkat SLTA. Angka APK yang cenderung lebih besar daripada APM menunjukkan banyak penduduk yang masuk sekolah lebih cepat dari yang seharusnya. Tabel 1.2 Angka Partisipasi Sekolah di Kota Batu, Tahun 2014 dan Tahun 2015 Angka Partisipasi Sekolah ,72 100, ,02 98, ,34 76,67 Sumber : Kota Batu Dalam Angka Tahun 2016 D. Keadaan Pertanian Kota Batu merupakan kota pariwisata dengan basis pertanian. Penduduk Kota Batu hampir sebagian besar bermata pencaharian utama sebagai petani. Oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi Pemerintah Daerah Kota Batu untuk memprioritaskan sektor pertanian dan pariwisata dalam pembanguan ekonomi dan wilayah. Sektor Pertanian merupakan sektor unggulan yang diharapkan dapat bersinergi dengan pertumbuhan sektor lainnya seperti pariwisata, perdagangan dan industri. Luas lahan sawah di Kota Batu tahun 2015 sebesar Ha, yang terdiri dari 668 Ha berada di Kecamatan Batu, Ha di Kecamatan Junrejo dan sisanya 714 Ha di Kecamatan Bumiaji. Berdasarkan sebaran wilayah di Kota Batu, luas lahan pertanian bukan sawah terluas berada di Kecamatan Bumiaji yaitu sebesar Ha, sementara di Kecamatan Batu dan Kecamatan Junrejo masing-masing sebesar Ha dan Ha. Data luas lahan bukan sawah di Kota Batu mencapai Ha. Lahan bukan sawah mempunyai berbagai penggunaan mulai dari yang produktif, non-produktif dan konservatif. Sebagian besar luas lahan bukan sawah adalah berupa penggunaan lahan lainnya sebesar Ha, yang sebagian besar berada di wilayah kecamatan Bumiaji (8.645 Ha). Luas lahan bukan sawah sisanya digunakan sebagai tegal/kebun. 7

16 E. Keadaan Pariwisata Kota Batu memiliki daya tarik terhadap pihak investor untuk menanamkan modal nya di bidang sarana wisata khususnya jasa akomodasi /penginapan berupa hotel, hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah hotel yang beroperasi di kota wisata ini. Jumlah hotel pada tahun 2015 tercatat sebanyak 538 unit, meningkat dibandingkan tahun 2014 yang berjumlah 489 unit. Konsep Kota Batu sebagai Kota Wisata rupanya telah memberikan dampak dari segi pendapatan asli daerah (PAD) Kota Batu, karena pariwisata berhasil mendongkrak kegiatan perekonomian di sektor lainnya. Jumlah pengunjung daya tarik wisata di Kota Batu Tahun 2015 adalah sebesar Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2014 sebesar pengunjung 8

17 BAB II SARANA KESEHATAN Derajat kesehatan masyarakat suatu negara salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan sarana kesehatan. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Sarana kesehatan yang diulas pada pada bagian ini terdiri dari fasilitas pelayanan kesehatan, sarana kefarmasian dan alat kesehatan, dan institusi pendidikan kesehatan milik pemerintah yang menghasilkan tenaga kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatanyang dibahas pada bagian ini terdiri dari Puskesmas dan rumah sakit. A. PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas menyebutkan bahwa Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya Kecamatan Sehat. Selain melaksanakan tugas tersebut, Puskesmas memiliki fungsi sebagai penyelenggara Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama serta sebagai wahana pendidikan tenaga kesehatan. Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. Upaya kesehatan perseorangan adalah suatu kegiatan dan/atau 9

18 serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan. Jumlah Puskesmas di Kota Batu pada Tahun 2016 sebanyak 5 unit, yang terdiri dari 3 unit Puskesmas rawat inap dan 2 unit Puskesmas non rawat inap. Jumlah ini masih sama dengan jumlah Puskesmas Tahun Gambar 2.1 Jumlah Puskesmas Tahun Jumlah Puskesmas Sumber : Seksi Pelayanan Kesehatan Selain memberikan pelayanan kesehatan ibu, anak, gizi, promosi kesehatan serta penyelenggaraan Puskesmas PONED, Puskesmas juga memberikan layanan terkait berbagai program kesehatan lainnya, yaitu Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan olahraga, dan tatalaksana kasus Kekerasan terhadap Anak (KtA). Bentuk pelayanan kesehatan tersebut diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan yang ada di wilayah kerja. Sebagai contoh upaya kesehatan kerja dibutuhkan pada Puskesmas dengan wilayah kerja yang memiliki banyak pusat industri 10

19 1. Puskesmas dengan Upaya Kesehatan Kerja Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Bab XII Kesehatan Kerja, Pasal menyebutkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Selain itu, pemerintah harus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap masyarakat dan terhadap setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya kesehatan di bidang kesehatan dan upaya kesehatan baik pada sektor formal (usaha besar dan menengah) maupun sektor informal (usaha mandiri/individu, rumah tangga, mikro dan kecil). Puskesmas memiliki peran strategis dalam upaya kesehatan kerja kedua sektor tersebut, utamanya pada sektor informal. 5 Puskesmas yang ada di Kota Batu telah melaksanakan Upaya Kesehatan Kerja. Upaya kesehatan kerja di Puskesmas diselenggarakan sesuai dengan keadaan dan permasalahan yang ada di wilayah Puskesmas atau spesifik lokal. Dengan demikian sampai saat ini upaya kesehatan kerja di Puskesmas lebih dititikberatkan pada wilayah industri. Pembinaan upaya kesehatan kerja dilaksanakan melalui kegiatan penguatan pelayanan kesehatan kerja, yaitu : 1. Pelatihan peningkatan kapasitas petugas kesehatan dalam bidang kesehatan kerja, 2. Pelatihan diagnosa Penyakit Akibat Kerja (PAK), 3. Peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan bidang kesehatan kerja, 4. Gerakan pekerja perempuan sehat dan produktif termasuk kesehatan reproduksi di tempat kerja dan pembinaan pelayanan kesehatan kerja di sektor informal dan formal termasuk perkantoran. 5. Pembinaan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) dengan fokus kegiatan pembinaan pelayanan kesehatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). 11

20 2. Puskesmas dengan Upaya Kesehatan Olahraga Upaya kesehatan olahraga diselenggarakan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat. Kesehatan olahraga merupakan upaya dasar dalam meningkatkan prestasi belajar, prestasi kerja dan prestasi olahraga melalui aktivitas fisik, latihan fisik dan olahraga seperti tercantum dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun Upaya kesehatan olahraga dapat dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas maupun pelayanan kesehatan rujukan. Di Kota Batu, seluruh puskesmas telah melaksanakan Upaya Kesehatan Olahraga. Upaya kesehatan olahraga yang diselenggarakan di Puskesmas meliputi pembinaan dan pelayanan kesehatan olahraga. Pembinaan kesehatan olahraga berupa pendataan kelompok, pemeriksaan kesehatan, dan penyuluhan kesehatan olahraga. Pembinaan tersebut ditujukan pada kelompok olahraga di sekolah, klub jantung sehat, Posyandu usia lanjut, kelompok senam ibu hamil, kelompok senam diabetes, kelompok senam pencegahan osteoporosis, pembinaan kebugaran jasmani jemaah calon haji, fitness center, dan kelompok olahraga/latihan fisik lain. Pelayanan kesehatan olahraga berupa konsultasi kesehatan olahraga, pengukuran tingkat kebugaran jasmani, penanganan cedera olahraga akut, dan sebagai tim kesehatan pada event olahraga. 3. Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer Pemerintah menjawab kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tradisional dengan meningkatkan kelembagaan struktur yang menangani bidang pelayanan kesehatan tradisional melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Per/Menkes/2010, yaitu Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional dan Komplementer, dibawah naungan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Pelayanan kesehatan tradisional berperan dalam siklus kehidupan atau continuum of care sejak dalam masa kandungan sampai usia lanjut, diberikan baik dengan metode keterampilan maupun ramuan. Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional menyatakan bahwa pelayanan kesehatan tradisional dibagi menjadi pelayanan kesehatan tradisional empiris, 12

21 pelayanan kesehatan tradisional komplementer dan pelayanan kesehatan tradisional integrasi. Seiring dengan adanya perubahan kebijakan pemerintah, Direktorat Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer menetapkan target sasaran Renstra Kementerian Kesehatan tahun , dimana pada tahun 2015 diharapkan sebesar 15% Puskesmas telah menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional. Puskesmas telah menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional jika memenuhi salah satu kriteria di bawah ini, yaitu : 1. Puskesmas memiliki tenaga kesehatan sudah dilatih pelayanan kesehatan tradisional. 2. Puskesmas melaksanakan asuhan mandiri kesehatan tradisional ramuan dan ketrampilan 3. Puskesmas melaksanakan kegiatan pembinaan meliputi pengumpulan data kesehatan tradisional, fasilitas registrasi/perizinan dan bimbingan teknis serta pemantauan pelayanan kesehatan tradisional dan komplementer. Pelayanan Kesehatan Tradisional belum dilaksanakan di seluruh Puskesmas Kota Batu. Kedepan, pengembangan pelayanan kesehatan tradisional perlu dilakukan melalui upaya yang komprehensif dan sistematis dalam rencana aksi sebagai penjabaran dari Renstra Kementerian Kesehatan B. RUMAH SAKIT Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat selain upaya promotif dan preventif, diperlukan juga upaya kuratif dan rehabilitatif. Upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif dapat diperoleh melalui rumah sakit yang juga berfungsi sebagai penyedia pelayanan kesehatan rujukan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/PER/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit mengelompokkan rumah sakit berdasarkan kepemilikan, yaitu rumah sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dikelola pemerintah, pemerintah daerah dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Sedangkan rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh bahan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero. 13

22 1. Jenis Rumah Sakit Pada tahun 2015, rumah sakit di Indonesia sebanyak RS yang terbagi menjadi Rumah Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat. Rumah sakit publik di Indonesia dikelola oleh Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, TNI/POLRI, kementerian lain serta swasta non profit (organisasi keagamaan dan organisasi sosial). Jumlah rumah sakit publik di Indonesia sampai dengan tahun 2015 sebanyak RS, yang terdiri dari Rumah Sakit Umum (RSU) dan 252 Rumah Sakit Khusus (RSK). Berbeda dengan rumah sakit publik, rumah sakit privat dikelola oleh BUMN dan swasta (perorangan, perusahaan dan swasta lainnya). Pada tahun 2015 terdapat 895 rumah sakit privat di Indonesia, yang terdiri dari 608 RSU dan 287 RSK. Jumlah rumah sakit publik maupun privat menunjukkan peningkatan pada kurun waktu 2013 sampai dengan 2014, dan sedikit mengalami penurunan pada tahun Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit mengelompokkan rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Adapun rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Tabel 2.1 Perkembangan Jumlah Rumah Sakit Menurut Jenis Pelayanan yang Diberikan di Kota Batu Tahun Rumah Sakit Umum Khusus Sumber : Seksi Pelayanan Kesehatan Jumlah Rumah Sakit Khusus di Kota Batu mengalami penurunan di Tahun 2015 dimana Rumah Sakit Paru milik Propinsi Jawa Timur beralih menjadi Rumah Sakit Umum Karsa Husada. Untuk Tahun 2016, terdapat tambahan 1 RSU Punten yang dimiliki swasta. 14

23 2. Tempat Tidur Rumah Sakit Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rujukan dan perorangan di suatu wilayah dapat dilihat dari rasio tempat tidur terhadap penduduk. Rasio tempat tidur di rumah sakit di Kota Batu pada tahun 2016 sebesar 1,72 per penduduk. Rasio ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan Tahun 2015, yaitu sebesar 1,75 per penduduk. Namun, rasio tempat tidur terhadap jumlah penduduk di Kota Batu ini telah memenuhi standar. C. SARANA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN 1. Sarana Produksi dan Distribusi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan Ketersediaan farmasi dan alat kesehatan memiliki peran yang signifikan dalam pelayanan kesehatan. Akses masyarakat terhadap obat khususnya obat esensial merupakan salah satu hak asasi manusia. Dengan demikian penyediaan obat esensial merupakan kewajiban bagi pemerintah dan institusi pelayanan kesehatan baik publik maupun privat. Sebagai komoditi khusus, semua obat yang beredar harus terjamin keamanan, khasiat dan mutunya agar dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Oleh karena itu, selain meningkatkan jumlah tenaga pengelola yang terlatih, salah satu upaya yang dilakukan untuk menjamin mutu obat hingga diterima konsumen adalah menyediakan sarana penyimpanan obat dan alat kesehatan yang dapat menjaga keamanan secara fisik serta dapat mempertahankan kualitas obat. Salah satu kebijakan dalam Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatkan akses dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) sesuai tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yaitu meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penyalahgunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan atau penggunaan yang salah/tidak tepat serta tidak memenuhi mutu keamanan dan pemanfaatan yang dilakukan sejak proses produksi, distribusi hingga penggunaannya di masyarakat. 15

24 Cakupan sarana produksi bidang kefarmasian dan alat kesehatan menggambarkan tingkat ketersediaan sarana pelayanan kesehatan yang melakukan upaya produksi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Sarana produksi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan antara lain Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional (IOT), Usaha Kecil Obat Tradisional/Usaha Mikro Obat Tradisional (UKOT/UMOT), Produksi Alat Kesehatan (Alkes) dan Produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), dan Industri Kosmetika. Di Kota Batu hanya terdapat sarana distribusi kefarmasian yaitu 15 apotek serta 1 Toko Obat dan tidak tersedia sarana produksi di bidang kefarmasian. 2. Ketersediaan Obat dan Vaksin Dalam upaya peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan melalui tersedianya obat, vaksin dan perbekalan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau di pelayanan kesehatan pemerintah, Kementerian Kesehatan telah menetapkan indikator rencana strategis tahun terkait program kefarmasian dan alat kesehatan, yaitu meningkatnya akses dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). Indikator tercapainya sasaran hasil tersebut pada tahun 2015 yaitu persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas sebesar 77%. Pemantauan ketersediaan obat tahun 2015 digunakan untuk mengetahui kondisi tingkat ketersediaan obat di Puskesmas. Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung pemerintah pusat dan daerah dalam rangka menentukan langkah-langkah kebijakan yang akan diambil di masa yang akan datang. Di era otonomi daerah, pengelolaan obat merupakan salah satu kewenangan yang diserahkan ke kabupaten/kota, kemudian didistribusikan ke Puskesmas tiap kabupaten/kota tersebut. Tidak adanya laporan secara periodik yang dikirim oleh Puskesmas, maka relatif sulit bagi pemerintah pusat untuk menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan. Adanya data ketersediaan obat di provinsi atau kabupaten/kota akan mempermudah penyusunan prioritas bantuan maupun intervensi program di masa yang akan datang. Untuk mendapatkan gambaran ketersediaan obat dan vaksin di Indonesia, dilakukan pemantauan ketersediaan obat dan vaksin. Obat yang dipantau 16

25 ketersediaannya merupakan obat indikator yang digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar dan obat yang mendukung pelaksanaan program kesehatan. Jumlah item obat yang dipantau adalah 20 item obat dan vaksin. Pemantauan ketersediaan obat dan vaksin dilaksanakan kepada 5 Puskesmas di Kota Batu. Berdasarkan data dan perhitungan yang dilakukan oleh Seksi Farmasi dan Alat Kesehatan didapatkan bahwa 86 % item obat dan vaksin esensial tersedia di Puskesmas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas telah mencapai target RPJMD Tahun 2016 Kota Batu yang sebesar 82%. 17

26 BAB III SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN Sumber daya manusia kesehatan (SDMK) merupakan salah satu sub sistem dalam sistem kesehatan nasional yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui berbagai upaya dan pelayanan kesehatan. Upaya dan pelayanan kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, memiliki etik dan moral tinggi, keahlian, dan berwenang. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Pada bab ini, akan dibahas mengenai SDMK terutama jumlah, rasio, registrasi,jumlah lulusan, dan pendayagunaan tenaga kesehatan. A. JUMLAH TENAGA KESEHATAN Tenaga di bidang kesehatan terdiri dari tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan dikelompokkan menjadi beberapa rumpun dan sub rumpun. Rumpun tenaga kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 11 adalah tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional, dan tenaga kesehatan lain. Pada tahun 2016, total SDMK di Kota Batu sebanyak 794 orang yang terdiri dari 782 orang tenaga kesehatan dan 12 orang tenaga penunjang kesehatan. Tenaga kesehatan dengan jumlah terbanyak pada tahun 2016 yaitu perawat sebanyak 336 orang atau 43,5% dari total tenaga kesehatan, sedangkan tenaga kesehatan dengan jumlah paling sedikit yaitu tenaga keterapian fisik sebanyak 5 orang atau sebesar 0,64% dari total tenaga kesehatan. 18

27 1. Tenaga Kesehatan di Puskesmas Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Untuk mendukung fungsi dan tujuan Puskesmas diperlukan sumber daya manusia kesehatan baik tenaga kesehatan maupun tenaga penunjang kesehatan. Pada peraturan yang sama di Pasal 16 Ayat 3 disebutkan bahwa minimal tenaga kesehatan di Puskesmas terdiri dari dokter atau dokter layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi dan tenaga kefarmasian. Sedangkan tenaga penunjang kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lainnya. Gambar 3.1 Jumlah Sumber Daya Manusia Kesehatan di Puskesmas se Kota Batu Tahun 2016 Analis Kesehatan; 5 Rekam Medis; 5 Nutrisionis; 5 Kesehatan Lingkungan; 5 Kesehatan Masyarakat; 5 Teknis Kefarmasian; 4 Perawat gigi; 6 Penunjang administrasi; 12 Perawat; 56 Dokter umum; 11 Dokter gigi; 6 Bidan; 52 Dokter umum Dokter gigi Bidan Perawat Perawat gigi Teknis Kefarmasian Kesehatan Masyarakat Kesehatan Lingkungan Nutrisionis Rekam Medis Analis Kesehatan Penunjang administrasi Sumber : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian 19

28 Total SDMK di Puskesmas di Kota Batu tahun 2016 sebanyak 172 orang yang terdiri dari 160 orang tenaga kesehatan (93 %) dan 12 orang tenaga penunjang kesehatan (7 %). Proporsi tenaga kesehatan di Puskesmas terbanyak yaitu perawat sebanyak 32,5 % (56 orang), sedangkan proporsi tenaga kesehatan di Puskesmas yang paling sedikit yaitu tenaga teknis kefarmasian sebesar 2,32% (4 orang). Jumlah dan jenis tenaga kesehatan Puskesmas dihitung berdasarkan analisis beban kerja dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerjanya, dan pembagian waktu kerja. Kecukupan Dokter di Puskesmas Pada Puskesmas non rawat inap, minimal jumlah dokter yaitu satu orang, sedangkan pada Puskesmas rawat inap minimal jumlah dokter dua orang, baik pada wilayah perkotaan, perdesaan, maupun kawasan terpencil dan sangat terpencil. Seluruh Puskesmas di Kota Batu telah memenuhi standar kecukupan dokter di Puskesmas dimana rata rata Puskesmas memiliki 2-3 dokter umum kecuali Puskesmas Junrejo yang merupakan Puskesmas non perawatan yang memiliki 1 dokter umum. Kecukupan Dokter Gigi di Puskesmas Jumlah dokter gigi di Puskesmas minimal satu orang, baik di Puskesmas rawat inap dan non rawat inap dan di wilayah perkotaan, perdesaan, maupun di kawasan terpencil dan sangat terpencil. Di Kota Batu pada tahun 2016, ke lima Puskesmas yang ada telah memenuhi jumlah standar dokter gigi, 4 Puskesmas dengan 1 dokter gigi, dan 1 Puskesmas yaitu Puskesmas Batu dengan 2 dokter gigi. Kecukupan Perawat di Puskesmas Perawat pada Puskesmas non rawat inap minimal berjumlah lima orang sedangkan pada Puskesmas rawat inap minimal berjumlah delapan orang. Kondisi ini merupakan standar minimal di wilayah perkotaan, perdesaan, dan kawasan terpencil dan sangat terpencil. Di Kota Batu pada tahun 2016, 4 Puskesmas telah memenuhi 20

29 standar jumlah perawat, kecuali 1 Puskesmas yaitu Puskesmas Junrejo yang hanya memiliki 4 orang perawat dari standar 5 perawat untuk Puskesmas non perawatan. Kecukupan Bidan di Puskesmas Jumlah bidan di Puskesmas non rawat inap minimal empat orang dan di Puskesmas rawat inap minimal tujuh orang. Kondisi ini merupakan standar minimal di wilayah perkotaan, perdesaan, dan kawasan terpencil dan sangat terpencil. Seluruh Puskesmas di Kota Batu telah memenuhi standar kecukupan jumlah bidan. Jumlah Puskesmas yang Memiliki Lima Jenis Tenaga Kesehatan Promotif dan Preventif Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, bahwa tenaga kesehatan di Puskesmas tidak hanya tenaga medis tetapi juga tenaga promotif dan preventif untuk mendukung tugas Puskesmas dalam melaksanakan upaya kesehatan masyarakat. Dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun , salah satu indikator dalam meningkatkan ketersedian dan mutu SDMK sesuai dengan standar pelayanan kesehatan yaitu jumlah Puskesmas yang memiliki lima jenis tenaga kesehatan promotif dan preventif. Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah tenaga kesehatan lingkungan, tenaga kefarmasian, tenaga gizi, tenaga kesehatan masyarakat, dan analis kesehatan. Tabel 3.1 Ketersediaan Tenaga Kesehatan Promotif dan Preventif di Puskesmas se Kota Batu Tahun 2016 Puskesmas Kesling Kefarmasian Gizi Kesehatan Analis Masyarakat Kesehatan Batu Sisir - Bumiaji Beji Junrejo - Sumber : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian 21

30 Dari Tabel 3.1 tersebut dapat dilihat bahwa dari 5 Puskesmas yang ada di Kota Batu, ada 3 Puskesmas yang memiliki lima jenis tenaga kesehatan promotif dan preventif yaitu Puskesmas Batu, Puskesmas Bumiaji dan Puskesmas Beji. Sedangkan Puskesmas Sisir tidak memiliki tenaga kefarmasian dan Puskesmas Junrejo tidak memiliki analis kesehatan 2. Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit dapat didirikan dan diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta. Sedangkan menurut pelayanan yang diberikan, rumah sakit terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Pelayanan spesialis yang ada di rumah sakit di antaranya pelayanan spesialis dasar, spesialis penunjang, spesialis lain, subspesialis, dan spesialis gigi dan mulut. Pelayanan spesialis dasar meliputi pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri dan ginekologi. Pelayanan spesialis penunjang meliputi pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, dan rehabilitasi medik. Pelayanan spesialis lain meliputi pelayanan mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik, dan kedokteran forensik. Jumlah dokter spesialis di rumah sakit di Kota Batu pada tahun 2016 sebanyak 64 orang yang terdiri dari 22 orang dokter spesialis dasar (34.3 %), 11 orang dokter spesialis penunjang (17.1 %), 30 orang dokter spesialis lain (47.1 %), dan 1 orang dokter gigi spesialis ( 1.5 %). Menurut jenis spesialisasinya, dokter spesialis terbanyak yaitu dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dan dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan jumlah masing masing 6 orang (9.3 %). 22

31 Gambar 3.2 Jumlah Dokter Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis di Rumah Sakit Dokter Gigi Spesialis; 1 di Kota Batu Tahun 2016 Spesialis Lain; 30 Spesialis Rehab Medik; 1 Spesialis Anak; 5 Spesialis Obsteri dan Ginekologi; 6 Spesialis Bedah; 5 Spesialis Patologi Klinik; 4 Spesialis Penyakit dalam; 6 Spesialis Anestesi; 3 Spesialis Anak Spesialis Obsteri dan Ginekologi Spesialis Penyakit dalam Spesialis Bedah Spesialis Anestesi Spesialis Radiologi Spesialis Patologi Klinik Spesialis Rehab Medik Spesialis Lain Dokter Gigi Spesialis Spesialis Radiologi; 3 Sumber : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian B. RASIO TENAGA KESEHATAN Rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk merupakan indikator untuk mengukur ketersediaan tenaga kesehatan untuk mencapai target pembangunan kesehatan tertentu. Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 54 Tahun 2013 tentang Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun , terget rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk pada tahun 2019 di antaranya rasio dokter umum 45 per penduduk, rasio dokter gigi 13 per penduduk, rasio perawat 180 per penduduk, dan rasio bidan 120 per penduduk. 23

32 Tabel 3.2 Rasio Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk di Kota Batu Tahun 2016 Tenaga Kesehatan Target rasio Rasio tenaga kesehatan tenaga kesehatan per di Kota batu per penduduk Dokter umum Dokter gigi 13 7 Perawat Bidan Sumber : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Dari Tabel 3.2 dapat dilihat bahwa di Kota Batu, target rasio tenaga kesehatan per penduduk belum dapat terpenuhi. Namun, hal ini dapat disebabkan karena data yang digunakan hanya dari tenaga kesehatan yang ada di lingkungan Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit di Kota Batu dan belum termasuk data tenaga kesehatan di klinik dan praktek swasta. 24

33 BAB IV PEMBIAYAAN KESEHATAN Salah satu sub sistem dalam kesehatan nasional adalah sub sistem pembiayaan kesehatan. Pembiayaan kesehatan sendiri merupakan besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakarat. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 menyebutkan bahwa pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan. Secara umum, sumber biaya kesehatan dapat dibedakan menjadi pembiayaan yang bersumber dari anggaran pemerintah dan pembiayaan yang bersumber dari anggaran masyarakat. Di dalam Bab Pembiayaan Kesehatan ini selanjutnya akan dibahas Pembiayaan untuk program dan kegiatan Dinas Kesehatan Kota Batu beserta jajarannya yang diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya Dana APBD Kab/Kota, Dana APBD Provinsi, Dana Alokasi Khusus, DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau), Pajak Rokok dan Kapitasi JKN. A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Alokasi APBD Dinas Kesehatan Kota Batu pada Tahun 2016 sebesar Rp yang terdiri atas Belanja Langsung sebesar Rp dan Belanja Tidak Langsung sebesar Rp Realisasi Belanja Langsung Tahun 2016 adalah sebesar Rp (84,41 %). 25

34 B. APBD Provinsi APBD Propinsi yang diterima Dinas Kesehatan Kota Batu berupa Dana Tugas Pembantuan (TP) Provinsi. Tugas Pembantuan (TP) adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Dana Tugas Pembantuan Kementerian Kesehatan dapat dialokasikan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Pada Tahun 2016, alokasi dana Tugas Pembantuan dari Propinsi Jawa Timur untuk Dinas Kesehatan Kota Batu sebesar Rp yang digunakan untuk Kegiatan Pendampingan Taman Posyandu. Realisasi dana TP pada Tahun 2016 adalah sebesar Rp (96,8 %). C. Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK bidang Kesehatan dialokasikan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang difokuskan pada penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak, penanggulangan masalah gizi, serta pencegahan penyakit dan penyehatan lingkungan terutama untuk pelayanan kesehatan penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan dan daerah bermasalah kesehatan. Alokasi dana DAK tahun 2016 untuk Dinas Kesehatan Kota Batu adalah sebesar Rp terdiri dari dana DAK Fisik sebesar Rp yang terealisasi sebesar Rp (54,8 %). Dana tersebut digunakan untuk Pelayanan Kefarmasian diantaranya untuk pembelian obat dan perbekalan kesehatan, lemari obat, perangkat keamanan untuk gudang obat, personal computer untuk operasional gudang farmasi, serta mobil untuk distribusi obat. Sementara itu, pada Pelayanan Dasar digunakan untuk pengadaan alat kedokteran gigi, alat kesehatan kebidanan serta pembelian mobil ambulans untuk 5 Puskesmas. 26

35 Selain dana DAK Fisik, Dinas Kesehatan Kota Batu juga menerima dana DAK Non Fisik yaitu BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) yang merupakan bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk percepatan pencapaian MDGs bidang kesehatan, melalui peningkatan kinerja Puskesmas dan jaringannya serta Poskesdes/Polindes, Posyandu dan UKBM lainnya dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Dana BOK adalah dana APBN Kementerian Kesehatan yang disalurkan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota melalui mekanisme Tugas Pembantuan. Selain itu diharapkan dengan bantuan ini dapat meningkatkan kualitas manajemen puskesmas, terutama dalam perencanaan tingkat puskesmas dan lokakarya mini puskesmas, meningkatkan upaya untuk menggerakkan potensi masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatannya, dan meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif yang dilakukan oleh puskesmas dan jaringannya serta poskesdes dan posyandu. Pemanfaatan dana BOK difokuskan pada beberapa upaya kesehatan promotif dan preventif meliputi kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), imunisasi, perbaikan gizi masyarakat, promosi kesehatan, kesehatan lingkungan dan pengendalian penyakit, dan upaya kesehatan lain sesuai risiko dan masalah utama kesehatan di wilayah setempat dengan tetap mengacu pada pencapaian target Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan serta target MDGs Bidang Kesehatan. Alokasi dana DAK Non Fisik (BOK) Tahun 2016 untuk Dinas Kesehatan Kota Batu sebesar Rp dengan penyerapan sebesar 82.9 % atau Rp D. Dana Bagi hasil Cukai Hasil Tembakau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai yang diamandemen menjadi UU Nomor 39 tahun 2007 mengatur kebijakan di bidang Cukai terutama pengaturan pembagian dan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) kepada daerah penghasil. Pemikiran yang berkembang pada tahun 2007 menghasilkan ketetapan pasal 66A UU Nomor 39 tahun 2007 ayat 1 yang menyebutkan bahwa penerimaan negara dari cukai hasil tembakau sebesar 2% dibagikan kepada Provinsi penghasil cukai hasil tembakau. Selanjutnya melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 54/PUU-VI/2008 ditetapkan bahwa Provinsi 27

36 penghasil tembakau juga menerima DBHCHT. DBHCHT yang dibagikan ke daerah penghasil bersifat earmarking, dimana penggunaan DBHCHT sudah diarahkan untuk mendanai kegiatan tertentu dalam rangka pengendalian, pengawasan dan mitigasi dampak negatif yang ditimbulkan dari produk hasil tembakau serta optimalisasi penerimaan CHT. Pasal 66A UU Nomor 39 tahun 2007 ayat 1 mengatur penggunaan DBHCHT tersebut, yaitu untuk : 1. Mendanai peningkatan kualitas bahan baku 2. Pembinaan industri 3. PEMBINAAN LINGKUNGAN SOSIAL 4. Sosialisasi ketentuan di bidang cukai 5. Pemberantasan barang kena cukai ilegal Diantara 5 peruntukan ini, peruntukan ketiga atau pembinaan lingkungan sosial mengamanatkan adanya perlindungan bagi warganya terhadap dampak negatif produk hasil tembakau (rokok) di bidang kesehatan. Hal ini juga sejalan dengan amanat Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 113 sampai pasal 116. Kegiatan yang bersumber dana DBHCHT pada Dinas Kesehatan Kota Batu Tahun 2016 adalah kegiatan Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat dengan Penyediaan Fasilitas Perawatan Kesehatan bagi Penderita Akibat Dampak Asap Rokok. Alokasi dana untuk kegiatan tersebut sebesar Rp dengan realisasi sebesar Rp (64.59%). E. Pajak Rokok Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh instansi pemerintah pusat yang kemudian disetor ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk. Dana pajak rokok ini akan masuk ke RKUD Provinsi sebagai APBD provinsi dan akan ditransferkan ke Kabupaten/Kota. Pasal 94 ayat (1) butir C UU No. 28 tahun 2009 ini mengatur bahwa 70% (tujuh puluh persen) hasil penerimaan pajak rokok diserahkan kepada kabupaten/kota dan 30% (tiga puluh persen) diserahkan kepada provinsi. Dalam pasal 31 UU No. 28 tahun 2009 diatur bahwa penerimaan pajak rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% 28

37 (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. Pada Tahun 2016, alokasi dana bersumber Pajak Rokok untuk Dinas Kesehatan Kota Batu adalah Rp yang digunakan untuk kegiatan Pelatihan Kegawatdaruratan dan Pembinaan Pelayanan Kesehatan Swasta. Dari alokasi tersebut, realisasinya adalah sebesar Rp (78,74%). F. Kapitasi JKN Untuk mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi WHA ke-58 tahun 2005 di Jenewa yang menginginkan setiap negara mengembangkan Universal Health Coverage (UHC) bagi seluruh penduduk, maka pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, di antaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah pusat memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan pemerintah daerah dengan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi atau terbagi-bagi, sehingga biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Untuk mengatasi hal tersebut, pada tahun 2004 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini mengamanatkan bahwa program jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk program Jaminan Kesehatan melalui suatu badan penyelenggara jaminan sosial. Badan penyelenggara jaminan sosial telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Untuk program Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, implementasinya telah dimulai sejak 1 Januari Program tersebut selanjutnya disebut sebagai program JKN. 29

38 JKN diselenggarakan untuk memberikan perlindungan kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Manfaat JKN terdiri atas dua jenis, yaitu manfaat medis dan manfaat non-medis. Manfaat medis berupa pelayanan kesehatan yang komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) sesuai dengan indikasi medis yang tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat non-medis meliputi akomodasi dan ambulans. Manfaat akomodasi untuk layanan rawat inap sesuai hak kelas perawatan peserta. Manfaat ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan antar fasilitas kesehatan, dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Manfaat JKN mencakup pelayanan pencegahan dan pengobatan termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Seperti misalnya untuk pelayanan pencegahan (promotif dan preventif), peserta JKN akan mendapatkan pelayanan: penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat; imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), difteri pertusis tetanus dan Hepatitis B (DPT-HB), Polio dan Campak; keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi; skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu, jenis penyakit kanker, bedah jantung, hingga dialisis (gagal ginjal). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN, peserta dalam program JKN meliputi setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran atau yang iurannya dibayar pemerintah. Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdiri atas dua kelompok yaitu Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan peserta bukan PBI jaminan kesehatan. Peserta PBI jaminan kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu. Peserta bukan PBI jaminan kesehatan adalah Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, serta bukan pekerja dan anggota keluarganya. 30

39 Pada tahap awal kepersertaan program JKN yang dimulai pada 1 Januari 2014 terdiri dari peserta PBI JKN (pengalihan dari program Jamkesmas), anggota TNI dan PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya, anggota POLRI dan PNS di lingkungan POLRI dan anggota keluarganya, peserta asuransi kesehatan sosial dari PT. Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dari PT. (Persero) Jamsostek dan anggota keluarganya, peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang telah berintegrasi, dan peserta mandiri (pekerja bukan penerima upah dan pekerja penerima upah). Sampai dengan Desember 2016, cakupan kepesertaan program JKN berjumlah peserta. Bila dibandingkan dengan tahun 2015, jumlah peserta BPJS Kesehatan meningkat sebesar 11.1 % yaitu dari jiwa pada tahun 2015 menjadi jiwa pada tahun Peserta BPJS Kesehatan pada tahun 2016 terdiri dari peserta PBI yang berjumlah jiwa dan peserta non PBI yang berjumlah jiwa. Peserta PBI terdiri dari peserta dengan iuran bersumber dari APBN sebanyak peserta dan tidak ada peserta dengan iuran yang bersumber dari APBD. Sedangkan peserta non PBI terdiri atas pekerja penerima upah yang berjumlah peserta, pekerja bukan penerima upah yang berjumlah peserta, dan bukan pekerja yang berjumlah peserta. Selain dari Jaminan Kesehatan Nasional, di Kota Batu peserta jaminan kesehatan juga berasal dari Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang berjumlah peserta. Proporsi jumlah peserta jaminan Kesehatan menurut segmen peserta dapat dilihat pada gambar berikut. 31

40 Gambar 4.1 Proporsi Jumlah Peserta Jaminan Kesehatan Menurut Segmen Peserta Di Kota Batu Tahun 2016 Jamkesda PBPU / Mandiri BP PBI APBN PBI APBN PPU PBPU / Mandiri BP Jamkesda PPU Sumber : BPJS Kesehatan,

41 BAB V KESEHATAN KELUARGA Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga mendefinisikan keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri, dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Menurut Salvicion dan Cells (1998), di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Lebih jauh lagi, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga, menyebutkan bahwa pembangunan keluarga dilakukan dalam upaya untuk mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Selain lingkungan yang sehat, masih menurut peraturan pemerintah tersebut, kondisi kesehatan dari tiap anggota keluarga sendiri juga merupakan salah satu syarat dari keluarga yang berkualitas. Sebagai komponen yang tidak terpisahkan dari masyarakat, keluarga memiliki peran signifikan dalam status kesehatan. Keluarga berperan terhadap optimalisasi pertumbuhan, perkembangan, dan produktivitas seluruh anggotanya melalui pemenuhan kebutuhan gizi dan menjamin kesehatan anggota keluarga. Di dalam komponen keluarga, ibu dan anak merupakan kelompok rentan. Hal ini terkait dengan fase kehamilan, persalinan dan nifas pada ibu dan fase tumbuh kembang pada anak. Hal ini yang menjadi alasan pentingnya upaya kesehatan ibu dan anak menjadi salah satu prioritas pembangunan kesehatan di Indonesia. Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak merupakan kelompok rentan terhadap keadaan keluarga dan sekitarnya secara umum. Sehingga penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan ibu dan anak penting untuk dilakukan. 33

42 A. KESEHATAN IBU Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di antaranya dapat dilihat dari indikator Angka Kematian Ibu (AKI). AKI adalah jumlah kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh, dll di setiap kelahiran hidup. Indikator ini tidak hanya mampu menilai program kesehatan ibu, terlebih lagi mampu menilai derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas. Jumlah kematian ibu di Kota Batu dari Tahun 2011 sampai dengan Tahun 2013 terus mengalami penurunan. Namun jumlah kematian Ibu di Kota Batu sejak tahun 2014 cenderung mengalami peningkatan hingga pada tahun 2015 sebesar 3 kematian per kelahiran hidup. Namun pada Tahun 2016, jumlah Kematian Ibu di Kota Batu menurun menjadi 2 kematian per kelahiran hidup. Kasus kematian ibu di Kota Batu pada tahun 2016 disebabkan oleh 1 kasus pneumoni dan 1 kasus inversio uteri disertai pendarahan pasca persalinan. Gambaran Jumlah Kematian Ibu di Kota Batu dari tahun 2011 hingga tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut ini Gambar 5.1 Jumlah Kematian Ibu di Kota Batu Tahun Jumlah Kematian Ibu Sumber : Seksi Kesehatan Keluarga 34

43 Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, dan pelayanan keluarga berencana. Pada bagian berikut, gambaran upaya kesehatan ibu yang disajikan terdiri dari : (1) Pelayanan kesehatan ibu hamil, (2) Pelayanan imunisasi Tetanus Toksoid wanita usia subur dan ibu hamil, (3) pelayanan kesehatan ibu bersalin, (4) pelayanan kesehatan ibu nifas, (5) pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan, dan (6) pelayanan kontrasepsi. 1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Pelayanan kesehatan ibu hamil diberikan kepada ibu hamil yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Proses ini dilakukan selama rentang usia kehamilan ibu yang dikelompokkan sesuai usia kehamilan menjadi trimester pertama, trimester kedua, dan trimester ketiga. Pelayanan kesehatan ibu hamil yang diberikan harus memenuhi elemen pelayanan sebagai berikut : 1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan; 2. Pengukuran tekanan darah; 3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA); 4. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri); 5. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus toksoid sesuai status imunisasi; 6. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan; 7. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ); 8. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling, termasuk keluarga berencana); 9. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya); dan 10. Tatalaksana kasus. 35

44 Selain elemen tindakan yang harus dipenuhi, pelayanan kesehatan ibu hamil juga harus memenuhi frekuensi minimal di tiap trimester, yaitu satu kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), satu kali pada trimester kedua (usia kehamilan minggu), dan dua kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu sampai persalinan). Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan atau janin berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan,dan penanganan dini komplikasi kehamilan. Penilaian terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan dengan melihat cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga kesehatan dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Sedangkan cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit empat kali sesuai jadwal yang dianjurkan di tiap trimester dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan. Capaian K1 dan K4 dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2015 disajikan pada gambar berikut ini : Gambar 5.2 Persentase Pencapaian K1 & K4 Ibu Hamil di Kota Batu Tahun K1 K Sumber : Seksi Kesehatan Keluarga 36

45 Gambar di atas menunjukkan bahwa secara umum terjadi peningkatan untuk kedua indikator, baik cakupan K1 maupun K4. Peningkatan kecenderungan tersebut mengindikasikan adanya perbaikan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ibu hamil. Salah satu komponen pelayanan kesehatan ibu hamil yaitu pemberian zat besi sebanyak 90 tablet (Fe3). Zat besi merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh untuk membentuk sel darah merah (hemoglobin). Selain digunakan untuk pembentukan sel darah merah, zat besi juga berperan sebagai salah satu komponen dalam membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot), kolagen (protein yang terdapat pada tulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung), serta enzim. Zat besi memiliki peran vital terhadap pertumbuhan janin. Selama hamil, asupan zat besi harus ditambah mengingat selama kehamilan, volume darah pada tubuh ibu meningkat. Sehingga, untuk dapat tetap memenuhi kebutuhan ibu dan menyuplai makanan serta oksigen pada janin melalui plasenta, dibutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak. Asupan zat besi yang diberikan oleh ibu hamil kepada janinnya melalui plasenta akan digunakan janin untuk kebutuhan tumbuh kembangnya, termasuk untuk perkembangan otaknya, sekaligus menyimpannya dalam hati sebagai cadangan hingga bayi berusia 6 bulan. Selain itu, zat besi juga membantu dalam mempercepat proses penyembuhan luka khususnya luka yang timbul dalam proses persalinan. Kekurangan zat besi sejak sebelum kehamilan bila tidak diatasi dapat mengakibatkan ibu hamil menderita anemia.anemia merupakan salah satu risiko kematian ibu, kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi terhadap janin dan ibu, keguguran, dan kelahiran prematur. 37

46 Gambar 5.3 Cakupan Pemberian 90 Tablet Tambah Darah ( Zat Besi) Pada Ibu Hamil di Kota Batu Tahun Fe3 (%) Sumber : Seksi Gizi Dari Gambar 5.3 terlihat bahwa cakupan pemberian 90 tablet tambah darah pada ibu hamil pada tahun ke tahun semakin meningkat. Pada Tahun 2016 dari ibu hamil, (93.5%) diantaranya mendapatkan 90 tablet tambah darah. 2. Pelayanan Imunisasi Tetanus Toksoid bagi Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil Salah satu penyebab kematian ibu dan kematian bayi yaitu infeksi tetanus yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani sebagai akibat dari proses persalinan yang tidak aman/steril atau berasal dari luka yang diperoleh ibu hamil sebelum melahirkan. Clostridium Tetani masuk melalui luka terbuka dan menghasilkan racun yang menyerang sistem syaraf pusat. Sebagai upaya mengendalikan infeksi tetanus yang merupakan salah satu faktor risiko kematian ibu dan kematian bayi, maka dilaksanakan program imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bagi Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi mengamanatkan bahwa wanita usia subur dan ibu hamil merupakan salah satu kelompok populasi yang menjadi sasaran imunisasi lanjutan. Imunisasi lanjutan adalah kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi imunisasi dasar pada bayi yang diberikan kepada anak Batita, anak usia sekolah, dan wanita usia subur termasuk ibu hamil. 38

47 Wanita usia subur yang menjadi sasaran imunisasi TT adalah wanita berusia antara tahun yang terdiri dari WUS hamil (ibu hamil) dan tidak hamil. Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu melakukan pelayanan antenatal. Imunisasi TT pada WUS diberikan sebanyak 5 dosis dengan interval tertentu, dimulai sebelum dan atau saat hamil yang berguna bagi kekebalan seumur hidup. Interval pemberian imunisasi TT dan lama masa perlindungan yang diberikan sebagai berikut: a. TT2 memiliki interval minimal 4 minggu setelah TT1 dengan masa perlindungan 3 tahun. b. TT3 memiliki interval minimal 6 bulan setelah TT2 dengan masa perlindungan 5 tahun. c. TT4 memiliki interval minimal 1 tahun setelah TT3 dengan masa perlindungan 10 tahun. d. TT5 memiliki interval minimal 1 tahun setelah TT4 dengan masa perlindungan 25 tahun. Screening status imunisasi TT harus dilakukan sebelum pemberian vaksin. Pemberian imunisasi TT tidak perlu dilakukan bila hasil screening menunjukkan wanita usia subur telah mendapatkan imunisasi TT5 yang harus dibuktikan dengan buku KIA, rekam medis, dan atau kohort. Kelompok ibu hamil yang sudah mendapatkan TT2 sampai dengan TT5 dikatakan mendapatkan imunisasi TT2+. Gambar berikut menampilkan cakupan imunisasi TT5 pada wanita usia subur dan cakupan imunisasi TT2+ pada ibu hamil. 39

48 6 Gambar 5.4 Cakupan Imunisasi TT 5 dan TT2+ pada ibu Hamil di Kota Batu Tahun TT 5 TT Sumber : Seksi Pencegahan Penyakit Cakupan Imunisasi TT5 Dan TT2 pada ibu hamil di Kota Batu cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Namun, data cakupan yang berada di bawah 6% ini tidak menggambarkan angka yang sebenarnya di masyarakat karena data tersebut adalah data ibu hamil yang riwayat imunisasinya tercatat dengan baik sesuai cohort. Sedangkan di masyarakat, masih banyak ibu hamil yang status imunisasinya sudah lengkap namun datanya tidak tercatat. 3. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin Upaya lain yang dilakukan untuk menurunkan kematian ibu dan kematian bayi yaitu dengan mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan, serta diupayakan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan yang dimulai pada kala I sampai dengan kala IV persalinan. Keberhasilan program ini diukur melalui indikator persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan terlatih (Cakupan PN) dan persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (cakupan PF). 40

49 Gambar 5.5 Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Kota Batu Tahun Linakes Sumber : Seksi Kesehatan Keluarga Dari grafik tersebut terlihat bahwa pada tahun 2016 cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kota Batu mengalami sedikit penurunan dari 95.1% di tahun 2014 menjadi 94,6% di tahun Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan melakukan pemetaan dan pemantauan ibu hamil dengan melibatkan multi pihak. Selain itu, peningkatan bidan di desa yang menempati desa dan pelatihan APN ( Asuhan Persalinan Normal ) sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan kepada ibu bersalin. 4. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada ibu nifas sesuai standar, yang dilakukan sekurang-kurangnya tiga kali sesuai jadwal yang dianjurkan, yaitu pada enam jam sampai dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari ke empat sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pasca persalinan. Masa nifas dimulai dari enam jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan. Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari : a) Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu); b) Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri); c) Pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain; d) Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif; 41

50 e) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana; f) Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan. Gambar berikut menyajikan cakupan pelayanan nifas di Kota Batu sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2016 Gambar 5.6 Cakupan Pelayanan Nifas di Kota Batu Tahun Cakupan Kunjungan Nifas Sumber : Seksi Kesehatan Keluarga Di wilayah Kota Batu, pada tahun 2016 terdapat sasaran ibu nifas. Dari jumlah tersebut sebanyak orang atau 92.4% mendapatkan pelayanan nifas. Cakupan pelayanan nifas ini naik dari tahun 2015 yang tercatat sebesar 91.6%. Capaian indikator KF3 yang meningkat merupakan hasil dari berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat termasuk sektor swasta. Diluncurkannya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sejak tahun 2010, puskesmas, poskesdes, dan posyandu lebih terbantu dalam mengintensifkan implementasi upaya kesehatan termasuk di dalamnya pelayanan kesehatan ibu nifas. Pelayanan kesehatan ibu nifas termasuk di antaranya kegiatan sweeping atau kunjungan rumah bagi yang tidak datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. 42

51 5. Pelayanan/Penanganan Komplikasi Kebidanan Komplikasi pada proses kehamilan, persalinan dan nifas juga merupakan salah satu penyebab kematian ibu dan kematian bayi. Komplikasi kebidanan adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan atau janin dalam kandungan, baik langsung maupun tidak langsung, termasuk penyakit menular dan tidak menular yang dapat mengancam jiwa ibu dan atau janin. Sebagai upaya menurunkan angka kematian ibu dan kematian bayi maka dilakukan pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan. pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu hamil, bersalin, atau nifas untuk memberikan perlindungan dan penanganan definitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Keberhasilan program ini dapat diukur melalui indikator cakupan penanganan komplikasi kebidanan (Cakupan PK). Indikator ini mengukur kemampuan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara profesional kepada ibu (hamil, bersalin, nifas) dengan komplikasi. Capaian indikator penanganan komplikasi kebidanan di Kota Batudari tahun 2012 hingga tahun 2016 disajikan pada gambar berikut Gambar 5.7 Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani di Kota Batu Tahun Komplikasi Kebidanan yang Ditangani Sumber : Seksi Kesehatan Keluarga 43

52 Jumlah sasaran ibu hamil di Kota Batu pada tahun 2016 adalah sebanyak orang dimana 20 persennya atau 696 ibu hamil adalah ibu hamil dengan komplikasi. Dari sasaran 696 tersebut, jumlah ibu hamil dengan komplikasi yang ditangani adalah 631 orang atau sebesar 90.7% naik dari capaian tahun 2015 sebesar 89.5%. Sebesar 20% dari kehamilan diprediksi akan mengalami komplikasi. Komplikasi yang tidak tertangani dapat menyebabkan kematian, namun demikian sebagian besar komplikasi dapat dicegah dan ditangani bila : 1) ibu segera mencari pertolongan ke tenaga kesehatan; 2) tenaga kesehatan melakukan prosedur penanganan yang sesuai, antara lain penggunaan partograf untuk memantau perkembangan persalinan, dan pelaksanaan manajemen aktif kala III (MAK III) untuk mencegah perdarahan pasca-salin; 3) tenaga kesehatan mampu melakukan identifikasi dini komplikasi; 4) apabila komplikasi terjadi, tenaga kesehatan dapat memberikan pertolongan pertama dan melakukan tindakan stabilisasi pasien sebelum melakukan rujukan; 5) proses rujukan efektif; 6) pelayanan di RS yang cepat dan tepat guna. Intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu dan neonatal yaitu melalui : 1) peningkatan pelayanan antenatal yang mampu mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara memadai; 2) pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan pasca persalinan dan kelahiran; serta 3) pelayanan emergensi obstetrik dan neonatal dasar (PONED) dan komprehensif (PONEK) yang dapat dijangkau secara tepat waktu oleh masyarakat yang membutuhkan. Beberapa terobosan dalam penurunan AKI dan AKB di Indonesia telah dilakukan, salah satunya Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Program tersebut menitikberatkan kepedulian dan peran keluarga dan masyarakat dalam melakukan upaya deteksi dini, menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil, serta menyediakan akses dan pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal 44

53 dasar di tingkat Puskesmas (PONED) dan pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal komprehensif di Rumah Sakit (PONEK). Dalam implementasinya, P4K merupakan salah satu unsur dari Desa Siaga. P4K mulai diperkenalkan oleh Menteri Kesehatan pada tahun Pelaksanaan P4K di desa-desa tersebut perlu dipastikan agar mampu membantu keluarga dalam membuat perencanaan persalinan yang baik dan meningkatkan kesiapsiagaan keluarga dalam menghadapi tanda bahaya kehamilan, persalinan, dan nifas agar dapat mengambil tindakan yang tepat. 6. Pelayanan Kontrasepsi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga menyebutkan bahwa program keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. KB merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T; terlalu muda melahirkan (di bawah usia 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan terlalu tua melahirkan (di atas usia 35 tahun). Selain itu, program KB juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tentram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. KB juga merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak, serta perempuan. Pelayanan KB menyediakan informasi, pendidikan, dan cara-cara bagi laki-laki dan perempuan untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak. Melalui tahapan konseling pelayanan KB, Pasangan Usia Subur (PUS) dapat menentukan pilihan kontrasepsi sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya berdasarkan informasi yang telah mereka pahami, termasuk keuntungan dan kerugian, risiko metode kontrasepsi dari petugas kesehatan. Program Keluarga Berencana (KB) dilakukan diantaranya dalam rangka mengatur jumlah kelahiran 45

54 atau menjarangkan kelahiran. Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang lebih dititikberatkan pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS) yang berada pada kisaran usia tahun. Sasaran pelaksanaan program KB yaitu Pasangan Usia Subur. Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami-istri yang terikat dalam perkawinan yang sah, yang istrinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun. Peserta KB Aktif adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang saat ini menggunakan salah satu alat kontrasepsi tanpa diselingi kehamilan. Peserta KB Baru adalah pasangan usia subur yang baru pertama kali menggunakan alat/cara kontrasepsi dan atau pasangan usia subur yang kembali menggunakan metode kontrasepsi setelah melahirkan/keguguran Gambar 5.8 Cakupan Peserta KB Baru dan KB Aktif di Kota Batu Tahun KB aktif KB baru Sumber : Seksi Kesehatan Keluarga Presentase peserta KB baru terhadap pasangan usia subur di Kota Batu pada tahun 2016 sebesar 5.3%. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian tahun 2014 yang sebesar 5.9%. Namun, capaian peserta KB aktif pada tahun 2016 sebesar 74.1% mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2016 sebesar 74.1%. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau 46

55 masyarakat, termasuk keluarga berencana. Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas. Pasangan Usia Subur bisa mendapatkan pelayanan kontrasepsi di tempat tempat yang melayani program KB. B. KESEHATAN ANAK Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia delapan belas tahun. Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan mampu menurunkan angka kematian anak. Indikator angka kematian yang berhubungan dengan anak yakni Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA). Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari) menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi terhadap 59% kematian bayi. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka Kematian Neonatus (AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per kelahiran hidup. Angka ini sama dengan AKN berdasarkan SDKI tahun 2007 dan hanya menurun 1 poin dibanding SDKI tahun yaitu 20 per kelahiran hidup. Di Kota Batu AKN, AKB, dan AKABA cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada Tahun 2016, Angka Kematian Neonatal adalah 2 per kelahiran hidup. Dari kelahiran hidup terdapat 5 kematian neonatal yang disebabkan karena asfixia, pneumonia aspirasi dan kelahiran kosong. Sedangkan Angka Kematian Bayi adalah 3 per kelahiran hidup yaitu dari kelahiran hidup terdapat 9 kematian bayi. 47

56 Gambar 5.9 Tren Angka Kematian Neonatal, Bayi dan Balita di Kota Batu Tahun Angka kematian neonatal Angka kematian bayi Angka kematian balita Sumber : Seksi Kesehatan Keluarga Data dan informasi yang akan disajikan berikut ini menerangkan berbagai indikator kesehatan anak yang meliputi, penanganan komplikasi neonatal, pelayanan kesehatan neonatal, imunisasi dasar, pelayanan kesehatan pada siswa SD/setingkat, dan pelayanan kesehatan peduli remaja. 1. Pelayanan Kesehatan Neonatal Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia sampai dengan 28 hari. Pada masa tersebut terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim dan terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi, berbagai masalah kesehatan bisa muncul. Sehingga tanpa penanganan yang tepat, bisa berakibat fatal. Beberapa upaya kesehatan dilakukan untuk mengendalikan risiko pada kelompok ini di antaranya dengan mengupayakan agar persalinan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan serta menjamin tersedianya pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir. Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau KN1 merupakan indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko kematian 48

57 pada periode neonatal yaitu 6-48 jam setelah lahir yang meliputi, antara lain kunjungan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM) termasuk konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, pemberian vitamin K1 injeksi, dan Hepatitis B0 injeksi bila belum diberikan. Selain KN1, indikator yang menggambarkan pelayanan kesehatan bagi neonatal adalah Kunjungan Neonatal Lengkap (KN lengkap) yang mengharuskan agar setiap bayi baru lahir memperoleh pelayanan Kunjungan Neonatal minimal tiga kali sesuai standar di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Gambaran cakupan kunjungan KN lengkap di Kota Batu terdapat pada gambar berikut ini Gambar 5.10 Cakupan Kunjungan Neonatus Kota Batu Tahun KN lengkap Sumber : Seksi Kesehatan Keluarga Dari diagram diatas terlihat bahwa pencapaian KN lengkap pada tahun 2016 mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun Dari jumlah bayi, yang mendapat pelayanan kunjungan neonatal lengkap sebanyak (96.7%), naik dari capaian tahun 2015 sebesar 95.02%. 2. Penanganan Komplikasi Neonatal Neonatal dengan komplikasi adalah neonatal dengan penyakit dan atau kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR, sindroma gangguan pernafasan, dan kelainan kongenital maupun yang termasuk klasifikasi 49

58 kuning dan merah pada pemeriksaan dengan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM). Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak yaitu asfiksia, bayi berat lahir rendah, dan infeksi (Riskesdas, 2007). Komplikasi ini sebetulnya dapat dicegah dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik, terlambatnya deteksi dini, dan kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan kesehatan. Penanganan neonatal dengan komplikasi adalah penanganan terhadap neonatal sakit dan atau neonatal dengan kelainan atau komplikasi/kegawatdaruratan yang mendapat pelayanan sesuai standar oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat) terlatih baik di rumah, sarana pelayanan kesehatan dasar maupun sarana pelayanan kesehatan rujukan. Pelayanan sesuai standar antara lain sesuai dengan standar MTBM, Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir, Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah, pedoman pelayanan neonatal essensial di tingkat pelayanan kesehatan dasar, PONED, PONEK atau standar operasional pelayanan lainnya Gambar 5.11 Cakupan Penanganan Komplikasi Neonatal di Kota Batu Tahun Komplikasi Neonatal Ditangani Sumber : Seksi Kesehatan Keluarga 50

59 Dari Gambar 5.11 dapat dilihat bahwa capaian penanganan neonatal dengan komplikasi mengalami kenaikan dari tahun 2015 yang sebesar 84.3% menjadi 87.1% pada tahun Imunisasi Setiap tahun lebih dari 1,4 juta anak di dunia meninggal karena berbagai penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) antara lain TBC, Difteri, Tetanus, Hepatitis B, Pertusis, Campak, Polio, radang selaput otak, dan radang paru-paru. Anak yang telah diberi imunisasi akan terlindungi dari berbagai penyakit berbahaya tersebut, yang dapat menimbulkan kecacatan atau kematian. Proses perjalanan penyakit diawali ketika virus/bakteri/protozoa/jamur, masuk ke dalam tubuh. Setiap makhluk hidup yang masuk ke dalam tubuh manusia akan dianggap benda asing oleh tubuh atau yang disebut dengan antigen. Secara alamiah sistem kekebalan tubuh akan membentuk zat anti yang disebut antibodi untuk melumpuhkan antigen. Pada saat pertama kali antibodi berinteraksi dengan antigen, respon yang diberikan tidak terlalu kuat.hal ini disebabkan antibodi belum mengenali antigen. Pada interaksi antibodi-antigen yang kedua dan seterusnya, sistem kekebalan tubuh sudah mengenali antigen yang masuk ke dalam tubuh, sehingga antibodi yang terbentuk lebih banyak dan dalam waktu yang lebih cepat. Proses pembentukan antibodi untuk melawan antigen secara alamiah disebut imunisasi alamiah. Sedangkan program imunisasi melalui pemberian vaksin adalah upaya stimulasi terhadap sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi dalam upaya melawan penyakit dengan melumpuhkan antigen yang telah dilemahkan yang berasal dari vaksin. Program imunisasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi penduduk terhadap penyakit tertentu. Program imunisasi diberikan kepada populasi yang 51

60 dianggap rentan terjangkit penyakit menular, yaitu bayi, balita, anak-anak, wanita usia subur, dan ibu hamil. a. Imunisasi Dasar pada Bayi Imunisasi melindungi anak terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Seorang anak diimunisasi dengan vaksin yang disuntikkan pada lokasi tertentu atau diteteskan melalui mulut. Sebagai salah satu kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi, setiap bayi wajib mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis BCG, 3 dosis DPT-HB dan atau DPT-HB-Hib, 4 dosis polio, dan 1 dosis campak. Dari imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan tersebut, campak merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih, hal ini sesuai komitmen Indonesia pada global untuk mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90% secara tinggi dan merata. Hal ini terkait dengan realita bahwa campak adalah salah satu penyebab utama kematian pada balita. Dengan demikian pencegahan campak memiliki peran signifikan dalam penurunan angka kematian balita. Gambar 5.12 Cakupan Imunisasi Campak pada Bayi di Kota Batu Tahun Cakupan Imunisasi Campak Sumber : Seksi Pencegahan penyakit Pada Tahun 2016, cakupan bayi yang mendapat imunisasi Campak meningkat dari capaian pada Tahun Dari bayi yang ada, 96.13% diantaranya atau 52

61 sejumlah telah mendapat imunisasi campak. Mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015 sebesar 94.27%. b. Imunisasi Lengkap pada Bayi Program imunisasi pada bayi bertujuan agar setiap bayi mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Keberhasilan seorang bayi dalam mendapatkan imunisasi dasar tersebut diukur melalui indikator imunisasi dasar lengkap. Gambar 5.13 Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi di Kota Batu Tahun Imundaskap Sumber : Seksi Pencegahan penyakit Dari diagram diatas terlihat bahwa cakupan imunisasi dasar lengkap pada tahun 2016 mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun Dari jumlah bayi, yang mendapat imunisasi dasar lengkap sebanyak (95.5%), naik dari capaian tahun 2015 sebesar 93.69%. c. Angka Drop Out Cakupan Imunisasi DPT/HB1-Campak Imunisasi dasar pada bayi seharusnya diberikan pada anak sesuai dengan umurnya. Pada kondisi ini, diharapkan sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara optimal. Namun demikian, pada kondisi tertentu beberapa bayi tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Kelompok inilah yang disebut dengan drop out (DO) imunisasi. Bayi yang mendapatkan imunisasi DPT/HB1 pada awal pemberian 53

62 ( %) imunisasi, namun tidak mendapatkan imunisasi campak, disebut angka drop out imunisasi DPT/HB1-Campak. Indikator ini diperoleh dengan menghitung selisih penurunan cakupan imunisasi Campak terhadap cakupan imunisasi DPT/HB1. Angka drop out imunisasi DPT/HB1-Campak pada tahun 2016 sebesar 4,14%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 0,74%. Angka drop out imunisasi DPT/HB1-Campak menunjukkan kecenderungan kenaikan sejak tahun 2015 sampai dengan tahun Namun kenaikan ini masih berada di bawah batas maksimal sebesar 5%. Kecenderungan kenaikan tersebut dijelaskan pada gambar berikut ini Gambar 5.14 Angka Drop Out Cakupan Imunisasi DPT/Hb1 - Campak pada Bayi di Kota Batu Tahun Sumber : Seksi Pencegahan penyakit d. Desa/Kelurahan UCI (Universal Child Immunization) Indikator lain yang diukur untuk menilai keberhasilan pelaksanaan imunisasi yaitu Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan. Desa/kelurahan UCI adalah gambaran suatu desa/kelurahan dimana 80% dari jumlah bayi (0-11 bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. Gambaran pencapaian UCI di wilayah Kota Batu selama lima tahun terakhir adalah sebagai berikut 54

63 (%) 120 Gambar 5.15 Pencapaian Desa / Kelurahan UCI di Wilayah Kota Batu Tahun Sumber : Seksi Pencegahan Penyakit Dari grafik diatas, terlihat bahwa capaian UCI untuk semua jenis antigen di Kota Batu pada tahun 2016 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun Hal ini dapat menjadi faktor resiko terjadinya kasus-kasus PD3I, seperti masih munculnya kejadian KLB difteri dan campak. Untuk mengendalikan penyakitpenyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, peningkatan kualitas program imunisasi yang diantaranya berupa peningkatan skill petugas imunisasi, peningkatan kualitas penyimpanan vaksin, sweeping sasaran maupun kampanye intensifikasi program imunisasi perlu terus dilakukan. Selain itu perlu digalang kemitraan dengan penyedia layanan persalinan seperti polindes, bidan praktek swasta, rumah bersalin maupun Rumah Sakit guna mengurangi miss opportunity dalam pemberian imunisasi pada bayi. Kerjasama lintas program juga perlu terus ditingkatkan agar di level pengambil kebijakan sampai pelayanan primer, pelayanan imunisasi terus mendapat perhatian bersama. Tidak kalah penting adalah program komunikasi, informasi dan edukasi terus menerus pada masyarakat agar masyarakat memperoleh pemahaman yang benar mengenai program imunisasi. 55

64 4. Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah Mulai masuk sekolah merupakan hal penting bagi tahap perkembangan anak. Banyak masalah kesehatan terjadi pada anak usia sekolah, misalnya pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti menggosok gigi dengan baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun, karies gigi, kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan dan masalah gizi. Pelayanan kesehatan pada anak termasuk pula intervensi pada anak usia sekolah. Anak usia sekolah merupakan sasaran yang strategis untuk pelaksanaan program kesehatan, karena selain jumlahnya yang besar, mereka juga merupakan sasaran yang mudah dijangkau karena terorganisir dengan baik. Sasaran dari pelaksanaan kegiatan ini diutamakan untuk siswa SD/sederajat kelas satu. Pemeriksaan kesehatan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama tenaga lainnya yang terlatih (guru UKS/UKSG dan dokter kecil). Tenaga kesehatan yang dimaksud yaitu tenaga medis, tenaga keperawatan atau petugas puskesmas lainnya yang telah dilatih sebagai tenaga pelaksana UKS/UKGS. Guru UKS/UKGS adalah guru kelas atau guru yang ditunjuk sebagai pembina UKS/UKGS di sekolah dan telah dilatih tentang UKS/UKGS. Dokter kecil adalah kader kesehatan sekolah yang biasanya berasal dari murid kelas 4 dan 5 SD dan setingkat yang telah mendapatkan pelatihan dokter kecil. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran tentang kebersihan dan kesehatan gigi bisa dilaksanakan sedini mungkin. Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan siswa tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut pada khususnya dan kesehatan tubuh serta lingkungan pada umumnya. Upaya kesehatan pada kelompok ini yang dilakukan melalui penjaringan kesehatan terhadap murid SD/MI kelas satu juga menjadi salah satu indikator yang dievaluasi keberhasilannya melalui Renstra Kementerian Kesehatan. Kegiatan penjaringan kesehatan selain untuk mengetahui secara dini masalah-masalah kesehatan anak sekolah sehingga dapat dilakukan tindakan secepatnya untuk mencegah keadaan yang lebih buruk, juga untuk memperoleh data atau informasi dalam menilai perkembangan kesehatan anak sekolah, maupun untuk dijadikan pertimbangan dalam menyusun perencanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). 56

65 Pemeriksaan gigi terhadap anak SD/MI di Kota Batu pada Tahun 2016 mendapatkan yang memerlukan tindakan perawatan gigi mengalami kenaikan dari tahun 2015 sebanyak anak menjadi anak di tahun Dengan adanya anak yang memerlukan perawatan di Puskesmas dari hasil kegiatan UKGS, perlu dilakukan rujukan untuk mendapatkan perawatan di Puskesmas. Perkembangan hasil perawatan gigi dibandingkan dengan yang memerlukan perawatan di Kota Batu kurun waktu 2012 sampai dengan tahun 2016 disajikan pada grafik berikut ini Gambar 5.16 Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak SD dan Setingkat di Kota Batu Tahun Perlu perawatan Mendapat perawatan Sumber : Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan Dari data yang diperoleh terdapat kenaikan jumlah anak yang perlu perawatan namun terjadi penurunan jumlah anak yang mendapatkan perawatan. Hal ini berpengaruh terhadap persentase anak yang mendapatkan perawatan yang turun dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2015 yang mendapatkan perawatan sebesar anak (93,4%) terhadap yang perlu perawatan sebesar anak, sedangkan untuk tahun 2016 yang mendapatkan perawatan sebesar anak (73,1%) terhadap yang perlu perawatan sebesar anak. 57

66 C. Gizi Pada subbab gizi ini akan dibahas upaya peningkatan gizi balita yaitu pemberian ASI eksklusif, cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita 6-59 bulan, cakupan penimbangan balita di posyandu serta penemuan dan penanganan gizi buruk. Selain itu pada subbab ini juga dibahas tingkat kecukupan energi dan protein pada balita, lansia juga pada penduduk secara keseluruhan. 1. Pemberian ASI Eksklusif Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan mineral). ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada bayi. Kolostrum berwarna kekuningan dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga. Hari keempat sampai hari kesepuluh ASI mengandung immunoglobulin, protein, dan laktosa lebih sedikit dibandingkan kolostrum tetapi lemak dan kalori lebih tinggi dengan warna susu lebih putih. Selain mengandung zat-zat makanan, ASI juga mengandung zat penyerap berupa enzim tersendiri yang tidak akan menganggu enzim di usus. Susu formula tidak mengandung enzim sehingga penyerapan makanan tergantung pada enzim yang terdapat di usus bayi. Menurut Riskesdas 2013, proses mulai menyusui terbanyak terjadi pada 1-6 jam setelah kelahiran (35,2%) dan kurang dari 1 jam (inisiasi menyusui dini) sebesar 34,5%. Sedangkan proses mulai menyusui terendah terjadi pada 7-23 jam setelah kelahiran yaitu sebesar 3,7%. 58

67 Gambar 5.17 Tren Capaian ASI Eksklusif di Kota Batu Tahun Target ASI eksklusif Sumber : Seksi Gizi Pada tahun 2016 pencapaian ASI Eksklusif mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2015, yaitu dari 75.4% menjadi 76.9%. Capaian ASI Eksklusif di Kota Batu dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini memperlihatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya ASI untuk anak semakin baik. 2. Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Balita Usia 6 59 Bulan Vitamin A adalah salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak, disimpan dalam hati, dan tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus dipenuhi dari luar tubuh. Kekurangan Vitamin A (KVA) dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh balita serta meningkatkan risiko kesakitan dan kematian. Kekurangan Vitamin A juga merupakan penyebab utama kebutaan pada anak yang dapat dicegah. Dalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2015 dinyatakan bahwauntuk mengurangi risiko kesakitan dan kematian pada balita dengan kekurangan Vitamin A, pemerintah menyelenggarakan kegiatan pemberian Vitamin A dalam bentuk kapsul vitamin A biru IU bagi bayi usia enam sampai dengan sebelas bulan, kapsul vitamin A merah IU untuk anak balita usia dua belas sampai dengan lima puluh sembilan bulan, dan ibu nifas. 59

68 Menurut Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A, pemberian suplementasi Vitamin A diberikan kepada seluruh balita umur 6-59 bulan secara serentak melalui posyandu yaitu; bulan Februari atau Agustus pada bayi umur 6-11 bulan serta bulan Februari dan Agustus pada anak balita bulan Gambar 5.18 Cakupan Bayi, Anak Balita dan Balita Mendapat Vitamin A di Kota Batu Tahun Vit A pada bayi Vit A pada anak balita Vit A pada balita Sumber : Seksi Gizi Cakupan anak balita yang memperoleh vitamin A sebanyak dua kali setahun (Februari dan Agustus) pada tahun 2016 sebanyak 94,5 % dari anak balita 1-4 tahun. Hasil ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang pencapaiannya 91,1 % dan telah memenuhi target yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. 3. Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu (D/S) Cakupan penimbangan balita di posyandu (D/S) adalah jumlah balita yang ditimbang di seluruh posyandu yang melapor di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi jumlah seluruh balita yang ada di seluruh posyandu yang melapor di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Peran serta masyarakat dalam penimbangan balita menjadi sangat penting dalam deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi buruk. Dengan rajin menimbang balita, maka pertumbuhan balita dapat dipantau secara intensif. Sehingga bila berat badan anak tidak naik ataupun jika ditemukan penyakit akan dapat segera dilakukan upaya 60

69 pemulihan dan pencegahan supaya tidak menjadi gizi kurang atau gizi buruk. Semakin cepat ditemukan, maka penanganan kasus gizi kurang atau gizi buruk akan semakin baik. Penanganan yang cepat dan tepat sesuai tata laksana kasus anak gizi buruk akan mengurangi risiko kematian sehingga angka kematian akibat gizi buruk dapat ditekan. Tindak lanjut dari hasil penimbangan selain penyuluhan juga pemberian makanan tambahan dan pemberian suplemen gizi. Gizi buruk dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi yang perlu lebih diperhatikan yaitu pada kelompok bayi dan balita. Pada usia 0-2 tahun merupakan masa tumbuh kembang yang optimal (golden period) terutama untuk pertumbuhan janin sehingga bila terjadi gangguan pada masa ini tidak dapat dicukupi pada masa berikutnya dan akan berpengaruh negatif pada kualitas generasi penerus Gambar 5.19 Jumlah Balita Ditimbang di Posyandu Kota Batu Tahun D/S Sumber : Seksi Gizi Dari tahun ke tahun tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu cenderung mengalami peningkatan namun belum dapat mencapai target 85%. Oleh karena itu, perlu peningkatan KIE secara rutin oleh petugas kesehatan di kegiatan posyandu. Petugas gizi dan bidan desa dapat meminta bantuan kader posyandu untuk ikut menggerakkan masyarakat atau memberikan pengumuman pada saat pengajian, arisan, atau pertemuan PKK tingkat RT/RW. Selain itu, balita yang sudah bersekolah di PAUD/PG/TK dapat dibawa ke Taman Posyandu agar data timbangnya tercatat di posyandu. 61

70 4. Penemuan dan Penanganan Gizi Buruk Berdasarkan penimbangan balita di posyandu, ditemukan sebanyak 6 balita gizi buruk di Kota Batu. Kasus gizi buruk yang dimaksud ditentukan berdasarkan perhitungan berat badan menurut tinggi badan balita Zscore < -3 standar deviasi (balita sangat kurus). Sedangkan menurut hasil Riskesdas 2013 prevalensi gizi sangat kurus pada balita sebesar 5,3%. Jika diestimasikan terhadap jumlah sasaran balita (S) yang terdaftar di posyandu yang melapor (15.804) maka perkiraan jumlah balita gizi buruk (sangat kurus) sebanyak sekitar 837 jiwa. Dengan demikian penemuan kasus balita gizi buruk masih jauh dibandingkan perkiraan kasus gizi buruk yang ada di masyarakat. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menimbang balitanya karena cakupan penimbangan balita belum mencapai tiga perempat dari jumlah balita yang terdaftar di posyandu yang melapor. Sedangkan kegiatan penimbangan balita yang dilakukan di posyandu diharapkan bisa mencapai minimal 80% dan sisanya dapat dicapai melalui penjaringan (sweeping) oleh tenaga kesehatan ke rumah balita. Selain itu peningkatan keterampilan petugas (kader) posyandu untuk mendeteksi status gizi balita juga perlu ditingkatkan. Upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penimbangan balita di posyandu yaitu melalui kerjasama lintas program dan lintas sektor, serta melibatkan peran aktif masyarakat dalam penimbangan balita. 62

71 BAB VI PENGENDALIAN PENYAKIT Pengendalian penyakit adalah upaya penurunan insidens, prevalens, morbiditas atau mortalitas dari suatu penyakit hingga level yang dapat diterima secara lokal. Angka kesakitan dan kematian penyakit merupakan indikator dalam menilai derajat kesehatan suatu masyarakat. Pengendalian penyakit yang akan dibahas pada bab ini yaitu pengendalian penyakit menular, meliputi penyakit menular langsung, penyakit yang dapat dikendalikan dengan imunisasi, penyakit yang ditularkan melalui vektor dan zoonosis, dan dampak kesehatan akibat bencana. A. PENYAKIT MENULAR LANGSUNG 1. Tuberkulosis Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insidens dan kematian akibat tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun India, Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10% dan 10% dari seluruh penderita di dunia (WHO, Global Tuberculosis Report, 2015). Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan yaitu pasien TB BTA (bakteri tahan asam) positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB meskipun dengan tingkat penularan yang kecil. Beban penyakit yang disebabkan oleh tuberkulosis dapat diukur dengan Case Notification Rate (CNR), prevalensi, dan mortalitas/kematian. 63

72 a. Prevalensi Tuberkulosis Pada tahun dilakukan survei prevalensi tuberkulosis yang bertujuan untuk menghitung prevalensi tuberkulosis paru dengan konfirmasi bakteriologis pada populasi yang berusia 15 tahun ke atas di Indonesia. Pada survei ini dilakukan penambahan metode pemeriksaan selain menggunakan pemeriksaan dahak mikroskopis dan pemeriksaan foto toraks ditambahkan pemeriksaan x-ray, gen expert dan kultur. Dengan penambahan metode pemeriksaan dalam penetapan kasus tuberkulosis ini maka jumlah penderita tuberkulosis yang terjaring menjadi lebih banyak daripada tahun-tahun sebelumnya. Angka prevalensi TB pada tahun 2014 menjadi sebesar 647/ penduduk meningkat dari 272/ penduduk pada tahun sebelumnya, angka insidensi tahun 2014 sebesar 399/ penduduk dari sebelumnya sebesar 183/ penduduk pada tahun 2013, demikian juga dengan angka mortalitas pada tahun 2014 sebesar 41/ penduduk, dari 25/ penduduk pada tahun 2013 (WHO, Global Tuberculosis Report, 2015). b. Kasus Tuberkulosis Pada tahun 2016 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 177 kasus, turun bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2015 yang sebesar 160 kasus. Penurunan jumlah kasus tuberkulosis yang ditemukan bukan berarti kasus Tb di Kota Batu menurun namun perlu ditingkatkan upaya Active Case Finding. Menurut jenis kelamin, jumlah kasus pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu 1,04 kali dibandingkan pada perempuan. Menurut kelompok umur, kasus tuberkulosis pada tahun 2016 paling banyak ditemukan pada kelompok umur tahun yaitu sebesar 24,85 % diikuti kelompok umur tahun sebesar 18,6 % dan pada kelompok umur tahun sebesar 14, 1 %. 64

73 c. Proporsi Pasien Tuberkulosis Paru Terkonfirmasi Bakteriologis di antara Semua Pasien Tuberkulosis Paru Tercatat/Diobati Persentase pasien tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis di antara semua pasien tuberkulosis paru tercatat (bakteriologis dan klinis), merupakan indikator yang menggambarkan prioritas penemuan pasien tuberkulosis yang menular di antara seluruh pasien tuberkulosis yang diobati. Angka ini minimal 70%, bila jauh lebih rendah, berarti diagnosis kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular. Proporsi pasien tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis di antara semua pasien tuberkulosis paru tercatat/diobati di Kota Batu belum mencapai target yang diharapkan. Dari 177 jumlah seluruh kasus TB, jumlah kasus BTA+ adalah 65 penderita yang berarti 36,7 %. d. Angka Notifikasi Kasus atau Case Notification Rate (CNR) Angka notifikasi kasus adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dan tercatat di antara penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan serial akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (tren) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut. Gambar 6.1 menunjukkan angka notifikasi kasus baru tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis dan angka notifikasi seluruh kasus tuberkulosis per penduduk dari tahun Angka notifikasi kasus baru tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis pada tahun 2016 di Kota Batu sebesar 29 per penduduk, meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 27 per penduduk. Sedangkan angka notifikasi seluruh kasus tuberkulosis pada tahun 2016 sebesar 87 per penduduk meningkat dibandingkan tahun 2015 sebesar 79 per penduduk. 65

74 Gambar 6.1 Angka Notifikasi Kasus TB per penduduk Tahun CNR kasus BTA + CNR seluruh kasus Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit e. Angka Keberhasilan Pengobatan Salah satu upaya untuk mengendalikan tuberkulosis yaitu dengan pengobatan. Indikator yang digunakan sebagai evaluasi pengobatan yaitu angka keberhasilan pengobatan (Success Rate). Angka keberhasilan pengobatan ini dibentuk dari penjumlahan angka kesembuhan (Cure Rate) dan angka pengobatan lengkap. Berikut ini digambarkan angka keberhasilan pengobatan tahun Gambar 6.2 Angka Keberhasilan Pengobatan Pasien Tuberkulosis di Kota Batu Tahun Success Rate Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit 66

75 Pada Gambar 6.2 terlihat kenaikan angka keberhasilan pengobatan pada tahun 2016 dibandingkan 3 tahun sebelumnya. Pada tahun 2016 angka keberhasilan pengobatan sebesar 82,26 %. WHO menetapkan standar angka keberhasilan pengobatan sebesar 85%. 2. HIV/AIDS HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain Estimasi dan proyeksi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia pada tahun 2015 adalah sebanyak orang dengan jumlah infeksi baru sebanyak orang (Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di Indonesia Tahun , Kemenkes RI). a. Jumlah Kasus HIV Positif dan AIDS Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV positif. Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu pada layanan Voluntary, Counseling, and Testing (VCT), sero survey, dan Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP). Jumlah kasus HIV positif yang dilaporkan pada tahun 2016 sebanyak 12 kasus, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya 1 kasus di Tahun Demikian juga kasus AIDS pada tahun 2016 mengalami kenaikan menjadi 33 kasus dari 28 kasus di Tahun Dari 33 kasus AIDS yang ditemukan pada Tahun 2016, sebesar % atau 20 penderita berjenis kelamin laki laki. Sementara % atau 13 penderita lainnya berjenis kelamin perempuan. Perkembangan jumlah kasus HIV positif dan AIDS per tahun sampai tahun 2015 disajikan pada Gambar

76 35 Gambar 6.3 Jumlah Penemuan Kasus HIV & AIDS di Kota Batu Tahun HIV AIDS Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit Gambar 6.4 Presentase Kasus AIDS Menurut Golongan Umur di Kota Batu Tahun 2016 > 50 tahun; 3% < 4 tahun; 9% tahun; 6% tahun; 82% Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit Gambaran kasus baru AIDS menurut kelompok umur (Gambar 6.4) menunjukkan bahwa sebagian besar kasus baru AIDS terdapat pada umur tahun. Kelompok umur tersebut masuk ke dalam kelompok umur produktif yang aktif secara seksual dan termasuk kelompok umur yang menggunakan NAPZA suntik. 68

77 b. Angka Kematian akibat AIDS Angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) akibat AIDS sejak 2012 cenderung menurun seperti terlihat pada Gambar 6.4 berikut ini. Namun, pada Tahun 2016 terjadi kenaikan CFR akibat AIDS menjadi 16% dari Tahun 2015 sebesar 6,9% Gambar 6.5 Angka Kematian Akibat AIDS yang Dilaporkan di Kota Batu Tahun Kematian AIDS Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit 3. PNEUMONIA Pneumonia merupakan penyebab dari 15% kematian balita, yaitu diperkirakan sebanyak balita di tahun Pneumonia menyerang semua umur di semua wilayah, namun terbanyak terjadi di Asia Selatan dan Afrika sub-sahara ( Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, jamur dan bakteri. Gejala penyakit pneumonia yaitu menggigil, demam, sakit kepala, batuk, mengeluarkan dahak, dan sesak napas. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu dengan meningkatkan penemuan pneumonia pada balita. Perkiraan kasus pneumonia secara 69

78 nasional sebesar 3.55% namun angka perkiraan kasus di masing-masing provinsi menggunakan angka yang berbeda-beda sesuai angka yang telah ditetapkan. Perkiraan kasus pneumonia di Jawa Timur sebesar 4.45% dari jumlah seluruh balita yang ada Gambar 6.6 Cakupan Penemuan Pneumonia pada Balita di Kota Batu Tahun Cakupan Penemuan Pneumonia Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit Dari Gambar 6.5 tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan penemuan kasus yang signifikan pada dua tahun terakhir. Penemuan kasus tahun 2016 sebesar 11.52% menurun dari penemuan kasus pada tahun 2015 sebesar 12.57%. Untuk lebih meningkatkan temuan kasus agar dapat memenuhi target pada tahun mendatang, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi yang berkesinambungan serta refreshing teknis pada petugas di poli rawat jalan dan poli rawat inap Puskesmas dan peningkatan kerjasama dengan fasilitas pelayanan kesehatan swasta yang juga melakukan kontak dengan pasien pneumonia. 4. KUSTA Jumlah penderita kusta yang dilaporkan dari 121 negara di 5 regional WHO sebanyak kasus di akhir tahun 2014 dengan kasus baru ( Penatalaksanaan kasus kusta yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata. Penyakit kusta disebut juga sebagai penyakit Lepra atau penyakit 70

79 Hansen disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini mengalami proses pembelahan cukup lama antara 2 3 minggu. Daya tahan hidup kuman kusta mencapai 9 hari di luar tubuh manusia. Kuman kusta memiliki masa inkubasi 2 5 tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5 tahun. Program Pemberantasan Penyakit Kusta di Provinsi Jawa Timur mulai dilaksanakan pada tahun 1989 yang meliputi wilayah Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan). Pada tahun 1994 mulai dikembangkan seluruh kabupaten/kota dimana pada saat itu jumlah penderita Kusta yang diobati sebanyak dengan prevalensi rate 3,40 per penduduk, sampai dengan Desember tahun 2014 jumlah penderita yang diobati sebanyak orang dengan prevalensi rate 1,07 per jumlah penduduk Gambar 6.7 Penemuan Kasus Kusta Baru di Kota Batu Tahun Kasus Baru Kusta Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit Pada tahun 2013 ditemukan 1 kasus baru Kusta MB, tahun 2014 tidak ditemukan kasus kusta baru, tahun 2015 ditemukan 2 kasus baru kusta MB dan pada Tahun 2016 ini ditemukan 1 kasus baru kusta MB. Sedikitnya penemuan kusta di Kota Batu dikarenakan status Kota Batu telah mencapai eliminasi kusta dengan angka prevalensi < 1 per penduduk. Pada tahun 2016, angka prevalensi kusta di kota Batu sebesar

80 5. DIARE Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Pada tahun 2015 terjadi 18 kali KLB Diare yang tersebar di 11 provinsi, 18 kabupaten/kota, dengan jumlah penderita orang dan kematian 30 orang (CFR 2,47%). Perkiraan jumlah penderita diare yang datang ke sarana kesehatan dan kader kesehatan sebesar 10% dari angka kesakitan dikali jumlah penduduk di satu wilayah kerja dalam waktu satu tahun. Angka kesakitan diare pada semua umur berdasarkan Rapid Survey 2015 adalah 270/1.000 penduduk. Maka diperkirakan jumlah penderita diare di fasilitas kesehatan sebanyak orang, sedangkan jumlah penderita diare yang dilaporkan ditangani di fasilitas kesehatan sebanyak orang atau 73.3% dan targetnya sebesar atau 100% Gambar 6.8 Cakupan Kasus Diare Ditangani di Kota Batu Tahun Diare ditangani Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit 72

81 B. PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I) 1. Tetanus Neonatorum Tetanus neonatorum disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang masuk ke tubuh melalui luka. Penyakit ini menginfeksi bayi baru lahir yang salah satunya disebabkan oleh pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril. Kasus tetanus neonatorum banyak ditemukan di negara berkembang khususnya negara dengan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang rendah. Pada tahun 2015, dilaporkan terdapat 53 kasus dari 13 provinsi dengan jumlah meninggal 27 kasus atau CFR 50,9%. Dibandingkan tahun 2014, terjadi penurunan baik jumlah kasus maupun CFR-nya, yaitu 84 kasus dari 15 provinsi dengan CFR sebesar 64,3%. Gambaran kasus Tahun 2015 di Indonesia menurut faktor risiko penolong persalinan, 33 kasus (62%) ditolong oleh penolong persalinan tradisional, misalnya dukun. Menurut cara perawatan tali pusat, hanya 6 kasus (11%) yang dirawat menggunakan alkohol/iodium, sedangkan yang lain menggunakan cara tradisional, lain-lain dan tidak diketahui. Menurut alat yang digunakan untuk pemotongan tali pusat, 22 kasus (42%) menggunakan gunting 12 kasus (59%) menggunakan bambu dan sisanya menggunakan alat lain atau tidak diketahui. Menurut status imunisasi sebanyak 32 kasus (60%) terjadi pada kelompok yang tidak diimunisasi. Selama 16 tahun Kota Batu berdiri tidak pernah ditemukan kasus Tetanus Neonatorum. 2. Campak Penyakit campak disebabkan oleh virus campak golongan Paramyxovirus. Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh droplet (ludah) orang yang telah terinfeksi. Sebagian besar kasus campak menyerang anak-anak usia pra sekolah dan usia SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka dia akan mendapatkan kekebalan terhadap penyakit tersebut seumur hidupnya. Pada tahun 2015, dilaporkan terdapat kasus campak, lebih rendah dibandingkan tahun 2014 yang sebesar kasus. Jumlah kasus meninggal sebanyak 1 kasus, yang terjadi di Provinsi Jambi. Incidence Rate (IR) campak pada tahun 2015 sebesar 3,20 per penduduk, menurun dibandingkan tahun

82 yang sebesar 5,13 per penduduk. Kondisi di atas dengan catatan data tahun 2015 dari 7 provinsi belum tersedia. Gambar 6.9 Kasus Campak yang Terjadi di Wilayah Kota Batu Tahun Kasus Campak Sumber : Seksi Pencegahan Penyakit Dari grafik diatas dapat dilihat dalam 4 tahun terakhir ini kasus campak di Kota Batu terus mengalami penurunan dari 43 kasus di Tahun 2013 menjadi 39 kasus di Tahun 2014 turun lagi 37 kasus di Tahun 2015 dan 31 kasus di Tahun Difteri Penyakit difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang sistem pernapasan bagian atas. Penyakit difteri pada umumnya menyerang anak-anak usia 1-10 tahun. Jumlah kasus difteri pada tahun 2015 sebanyak 252 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 5 kasus sehingga CFR difteri sebesar 1,98%. Dari 13 provinsi yang melaporkan adanya kasus difteri, kasus tertinggi terjadi di Sumatera Barat dengan 110 kasus dan Jawa Timur sebanyak 67 kasus. Terjadi peningkatan kasus yang besar di Provinsi Sumatera Barat (KLB) dibandingkan tahun 2014 yang hanya sejumlah 9 kasus. Untuk itu telah dilaksanakan Outbreak Respons Imunization (ORI). Sedangkan jumlah kasus difteri di Jawa Timur telah 74

83 menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2014 (396 kasus) dan 2013 (610 kasus). Dari seluruh kasus difteri, sebesar 37% tidak mendapatkan vaksinasi Gambar 6.10 Kasus Difteri di Kota Batu Tahun Kasus Difteri Sumber : Seksi Pencegahan Penyakit Kasus Difteri di Kota Batu mengalami lonjakan pada tahun 2012 hingga mencapai 16 kasus. Pada tahun 2013 kasus difteri mengalami penurunan yang cukup signifikan menjadi 3 kasus. Angka kejadian difteri kembali naik menjadi 9 kasus di tahun 2014 dan 10 kasus di tahun Pada Tahun 2016, kasus difteri kembali turun menjadi 3 kasus. 4. Polio dan AFP (Acute Flaccid Paralysis/Lumpuh Layu Akut) Polio disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem syaraf, utamanya menyerang anak balita dan menular terutama melalui fekal-oral. Polio ditandai dengan gejala awal demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher, serta sakit di tungkai dan lengan. Pada 1 dari 200 infeksi menyebabkan kelumpuhan permanen (biasanya pada tungkai), dan 5-10% dari yang menderita kelumpuhan meninggal karena kelumpuhan pada otot-otot pernafasan. Indonesia telah berhasil mendapatkan sertifikasi bebas polio bersama negaranegara South East Asia Region (SEARO) pada tanggal 27 Maret Saat ini tinggal 2 negara, yaitu Afghanistan dan Pakistan yang masih endemik polio. Setelah Indonesia dinyatakan bebas polio, bukan berarti Indonesia menurunkan upaya 75

84 imunisasi dan surveilens AFP, upaya pencegahan harus terus ditingkatkan hingga seluruh dunia benar-benar terbebas dari polio. Surveilans AFP adalah pengamatan yang dilakukan terhadap semua kasus lumpuh layuh akut (AFP) pada anak usia < 15 tahun, yang merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit polio, dalam upaya untuk menemukan adanya transmisi virus polio liar. Surveilans AFP merupakan indikator sensitivitas deteksi virus polio liar. Surveilans AFP juga penting untuk dokumentasi tidak adanya virus polio liar untuk sertifikasi bebas polio. Non polio AFP adalah kasus lumpuh layuh akut yang diduga kasus polio sampai dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium bukan kasus polio. Kementerian Kesehatan menetapkan non polio AFP rate minimal 2/ populasi anak usia <15 tahun. Pada tahun 2015, secara nasional non polio AFP rate sebesar 1,93/ populasi anak <15 tahun yang berarti belum mencapai standar minimal penemuan. Target kasus AFP di Kota Batu sebanyak 2 ( ditetapkan oleh propinsi), Pada tahun 2016 tidak ditemukan kasus AFP non polio, sehingga AFP rate Kota Batu menjadi 0 turun dari tahun 2015 sebesar 8.51 dan tidak memenuhi target yang ditetapkan. Jumlah penemuan kasus AFP selama tahun dapat dilihat pada grafik berikut ini Gambar 6.11 Non Polio AFP Rate per Anak < 15 Tahun di Kota Batu Tahun AFP Rate Sumber : Seksi Pencegahan Penyakit 76

85 C. PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOSIS 1. Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat. Pada tahun 2016 jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 119 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 4 orang (IR/Angka kesakitan= 58,8 per penduduk dan CFR/angka kematian= 3,4%). Dibandingkan tahun 2015 dengan kasus sebanyak 119 serta IR 59,4 terjadi penurunan kasus pada tahun 2016 namun angka kematian akibat DBD meningkat dari tahun 2015 sebesar 0,8% Gambar 6.12 Angka Kesakitan dan Angka Kematian Akibat DBD di Kota Batu Tahun IR DBD CFR DBD Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit 77

86 2. Malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles) betina, dapat menyerang semua orang baik laki-laki ataupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang dewasa. Berikut gambaran kasus malaria di Kota Batu 3.5 Gambar 6.13 Penemuan Kasus Malaria di Kota Batu Tahun Kasus Malaria Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit Kota Batu bukan daerah endemis malaria dan telah memiliki status eliminasi malaria. Pada tahun 2014 ditemukan 1 kasus malaria. Tahun 2016 ditemukan lagi 3 kasus malaria dimana seluruh kasus yang ditemukan adalah kasus impor yaitu penularan orang dari provinsi lain yang datang ke Jawa Timur. Hingga saat ini, Kota Batu belum menemukan kasus malaria dengan kategori penularan setempat (indigenous) atau penyakit malaria yang berasal dari Kota Batu sendiri. 78

87 BAB VII KESEHATAN LINGKUNGAN Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan sehat mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum, harus bebas dari unsur-unsur yang menimbulkan gangguan, di antaranya limbah (cair, padat, dan gas), sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan, vektor penyakit, zat kimia berbahaya, kebisingan yang melebihi ambang batas, radiasi, air yang tercemar, udara yang tercemar, dan makanan yang terkontaminasi. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan menyatakan bahwa kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial. Sedangkan menurut WHO, kesehatan lingkungan meliputi seluruh faktor fisik, kimia, dan biologi dari luar tubuh manusia dan segala faktor yang dapat mempengaruhi perilaku manusia. Kondisi dan kontrol dari kesehatan lingkungan berpotensial untuk mempengaruhi kesehatan. Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, peranan lingkungan sangat penting di samping faktor lain seperti kualitas pelayanan kesehatan dan perilaku masyarakat. Untuk itu program penyehatan lingkungan berupa penyehatan air dan sanitasi dasar, penyehatan permukiman dan tempattempat umum, penyehatan kawasan dan sanitasi darurat, higiene sanitasi pangan dan pengamanan limbah udara dan radiasi melalui kegiatan teknis penyehatan, pengamanan dan pengendalian pada media air, udara, tanah, pangan, sarana bangunan dan vektor atau binatang pembawa penyakit sangat diperlukan untuk percepatan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat. 79

88 A. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, yang dimaksud dengan STBM adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk mewujudkan perilaku yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam pelaksanaan STBM berpedoman pada lima pilar yaitu: 1. Stop buang air besar sembarangan (BABS). 2. Cuci tangan pakai sabun. 3. Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga. 4. Pengamanan sampah rumah tangga. 5. Pengamanan limbah cair rumah tangga. Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat adalah jumlah kumulatif desa/kelurahan yg terverifikasi melaksanakan STBM. Jumlah kumulatif desa/kelurahan yg terverifikasi sebagai desa melaksanakan STBM dengan memenuhi kriteria : 1. Telah dilakukan pemicuan STBM. 2. Telah memiliki natural leader. 3. Telah memiliki Rencana Kerja Masyarakat (RKM). Seluruh desa / kelurahan yang ada di wilayah Kota Batu telah melaksanakan STBM namun belum ada desa / kelurahan STBM yang telah memenuhi lima pilar STBM. Dalam upaya pencapaian ini masih ada beberapa kendala yang dihadapi di antaranya proses peningkatan perubahan perilaku tidak dapat dilakukan secara instan, cenderung membutuhkan waktu yang relatif lama dan kecukupan pendampingan petugas kepada masyarakat untuk menerapkan perilaku yang lebih sehat dalam kehidupan sehari-hari secara berkesinambungan. Untuk mengatasi kendala ini, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan seperti melakukan advokasi dan sosialisasi secara terpadu bersama lintas program/sektor serta mitra terkait (Promkes, Poltekes, Bappeda, Dinas Perumahan) dalam rangka internalisasi program di kabupaten/kota. Meningkatkan dan 80

89 memperkuat strategi kemitraan pemerintah-swasta (KPS) dalam rangka efektivitas intervensi kegiatan. Peningkatan dan penguatan sistem monitoring dan evaluasi STBM menggunakan sistem monev berbasis web dan SMS gateway dalam skala nasional. B. Tatanan Kawasan Sehat Tatanan Kawasan Sehat (TKS) merupakan salah satu indikator pelaksanaan kegiatan penyehatan lingkungan dalam Renstra Dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2005 dan Nomor 1138/Menkes/PB/VIII/2005 tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat. Kabupaten/Kota Sehat (KKS) adalah suatu kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat adalah juga merupakan pelaksanaan berbagai kegiatan dalam mewujudkan kabupaten/kota sehat berbasis masyarakat yang berkesinambungan, melalui forum yang difasilitasi oleh pemerintah kabupaten/kota. Kabupaten/kota yang menyelenggarakan kawasan sehat adalah kabupaten/kota yang menyelenggarakan pendekatan Kabupaten/Kota Sehat dengan membentuk Tim Pembina dan Forum Kab/Kota Sehat yang menerapkan minimal 2 Tatanan dari 9 Tatanan Kawasan Sehat yaitu : (1) Kawasan Permukiman, Sarana, dan Prasarana Umum, (2) Kawasan Sarana Lalu Lintas Tertib dan Pelayanan Transportasi, (3) Kawasan Pertambangan Sehat, (4) Kawasan Hutan Sehat, (5) Kawasan Industri dan Perkantoran Sehat, (6) Kawasan Pariwisata Sehat, (7) Ketahanan Pangan dan Gizi, (8) Kehidupan Masyarakat yang Mandiri, (9) Kehidupan Sosial yang Sehat. Pada tahun 2016, Kota Batu menyelenggarakan Tatanan Kawasan Sehat dengan menerapkan dua tatanan yaitu Kawasan Permukiman, Sarana, dan Prasarana Umum serta tatanan Kehidupan Masyarakat yang Mandiri yang berhasil meraih penghargaan Padapa Tingkat Propinsi Jawa Timur. Dalam pelaksanaan kegiatan TKS ini, masih terdapat masalah yang dihadapi, di antaranya masih belum sempurnanya standar indikator pelaksanaan kegiatan per- 81

90 Tatanan (9 Tatanan) dalam Kabupaten/Kota Sehat, masih sulitnya koordinasi Lintas Sektor Kementerian/Lembaga terkait dalam merespon kerja sama dengan Kemenkes untuk mewujudkan Kabupaten/Kota Sehat, kurangnya sosialisasi dan komitmen pemda dalam pengambilan keputusan akibat seringnya mutasi kepegawaian di daerah, kurang optimalnya fungsi tim pembina, baik di pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Kurangnya advokasi dan sosialisasi kegiatan penyehatan kawasan yang terdiri dari Kabupaten/Kota Sehat, Pasar sehat, pelabuhan sehat dan DTPK di setiap provinsi. Untuk mengatasi masalah tersebut, upaya yang dapat dilakukan yaitu mengembangkan jejaring dengan lintas sektor dan lintas program yang terkait dengan penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat dan menyusun rancangan Peraturan Presiden tentang Kabupaten/Kota Sehat. C. Air Minum Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Pada Permenkes tersebut juga disebutkan bahwa penyelenggara air minum wajib menjamin air minum yang diproduksinya aman bagi kesehatan. Dalam hal ini penyelenggara air minum di antaranya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, usaha perorangan, kelompok masyarakat dan/atau individual yang menyelenggarakan penyediaan air minum. Air minum yang aman bagi kesehatan adalah air minum yang memenuhi persyaratan secara fisik, mikrobiologis, kimia, dan radioaktif. Secara fisik, air minum yang sehat adalah tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna serta memiliki total zat padat terlarut, kekeruhan, dan suhu sesuai ambang batas yang ditetapkan. Secara mikrobiologis, air minum yang sehat harus bebas dari bakteri E.Coli dan total bakteri koliform. Secara kimiawi, zat kimia yang terkandung dalam air minum seperti besi, aluminium, klor, arsen, dan lainnya harus di bawah ambang batas yang ditentukan. Secara radioaktif, kadar gross alpha activity tidak boleh melebihi 0,1 becquerel per liter (Bq/l) dan kadar gross beta activity tidak boleh melebihi 1 Bq/l. 82

91 Pada Tahun 2016, penduduk dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak di Kota Batu sebesar 88,74 % dengan sarana air minum menggunakan perpipaan PDAM dan HIPPAM. Pengawasan kualitas air minum diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736/MENKES/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana dan Pengawasan Kualitas Air Minum, bahwa pengawasan internal dilakukan oleh penyelenggara air minum komersial dan pengawasan eksternal oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pengawasan kualitas air minum adalah penyelenggara air minum yang diawasi kualitas hasil produksinya secara eksternal oleh Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dan KKP yang dibuktikan dengan jumlah sampel pengujian kualitas air. Penyelenggara air minum adalah PDAM/BPAM/PT yang terdaftar di Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi); Sarana air minum perpipaan non PDAM; dan Sarana air minum bukan jaringan perpipaan komunal. Pada tahun 2016, di Kota batu dari 36 sarana air minum terdapat 30 sarana air minum yang diperiksa dimana 25 diantaranya atau sekitar 83,33% memenuhi syarat fisik, kimia dan bakteriologi. D. Akses Sanitasi Layak Sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan manusia. Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya beberapa penyakit. Berdasarkan konsep dan definisi MDGs, rumah tangga memiliki akses sanitasi layak apabila fasilitas sanitasi yang digunakan memenuhi syarat kesehatan antara lain dilengkapi dengan leher angsa, tanki septik (septic tank)/sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), yang digunakan sendiri atau bersama. Metode pembuangan tinja yang baik yaitu menggunakan jamban dengan syarat sebagai berikut: 1. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi. 2. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur. 83

92 3. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan. 4. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain. 5. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang benar-benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin. 6. Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang. 7. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal Gambar 7.1 Persentase Penduduk dengan Akses Sanitasi Layak di Kota Batu Tahun Penduduk dengan Akses Sanitasi Layak Sumber : Seksi Kesehatan Lingkungan Penduduk dengan akses sanitasi layak di Kota Batu pada tahun 2016 sebesar 80.7 %. Persentase capaian ini sama dengan Tahun Namun, terjadi peningkatan jumlah penduduk dengan akses sanitasi layak dari di Tahun 2015 menjadi di Tahun E. Tempat-Tempat Umum (TTU) Yang Memenuhi Syarat Kesehatan Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah tempat atau sarana umum yang digunakan untuk kegiatan masyarakat dan diselenggarakan oleh pemerintah/swasta atau perorangan, antara lain pasar rakyat, sekolah, fasyankes, terminal, bandara, stasiun, pelabuhan, bioskop, hotel dan tempat umum lainnya (minimal wajib mengelola 2 tempat-tempat umum, contoh pasar rakyat dan sekolah). 84

93 TTU yang memenuhi syarat kesehatan adalah tempat dan fasilitas umum minimal sarana pendidikan dan pasar rakyat yang memenuhi syarat kesehatan. TTU dinyatakan sehat apabila memenuhi persyaratan fisiologis, psikologis, dan dapat mencegah penularan penyakit antar pengguna, penghuni, dan masyarakat sekitarnya serta memenuhi persyaratan dalam pencegahan terjadinya masalah kesehatan. 1. Sarana pendidikan dasar yang dimaksud adalah Sekolah Dasar (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) dan yang sederajat milik pemerintah dan swasta yang terintegrasi. 2. Pasar rakyat yang dimaksud adalah pasar yang berlokasi permanen, ada pengelola, sebagian besar barang yang diperjual belikan yaitu kebutuhan dasar sehari-hari dengan fasilitas infrastruktur sederhana, dan dikelola oleh Pemerintah Daerah dan Badan Usaha Milik Daerah Gambar 7.2 Persentase Tempat - Tempat Umum yang Memenuhi Syarat kesehatan di Kota Batu Tahun TTU memenuhi syarat Sumber : Seksi Kesehatan Lingkungan Persentase tempat tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan pada tahun 2016 sebesar 77,66 % meningkat dari capaian tahun 2015 sebesar 73,2 %. Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan meningkatkan jumlah TTU yang memenuhi syarat diantaranya anggaran daerah untuk program kesehatan lingkungan masih rendah, belum semua daerah (kabupaten/kota termasuk puskesmas) memiliki peralatan pengukuran parameter kualitas lingkungan yang 85

94 sesuai, pendataan ulang di daerah untuk akurasi data yang tercatat, tumpang tindih regulasi antar kementerian/lembaga, yang belum sinergi dan masih belum optimalnya koordinasi baik lintas program maupun lintas sektor serta institusi terkait, baik di pusat maupun daerah. Upaya yang perlu dilakukan dalam peningkatan TTU di antaranya melakukan advokasi dan sosialisasi secara terpadu bersama lintas program di lingkungan Dinas Kesehatan Kota dan lintas sektor, institusi (perguruan tinggi, HAKLI, Persatuan Hotel dan Restauran Indonesia/PHRI, dan lainnya), serta mitra yang terkait lainnya baik di pusat dan daerah, melengkapi daerah dengan peralatan pengukuran parameter kualitas lingkungan, meningkatkan dan memperkuat strategi kemitraan, dan meningkatkan kapasitas pemilik/penyelenggara TTU agar ikut serta dalam peningkatan kualitas kesehatan lingkungan. F. Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) Tempat pengelolaan makanan (TPM) adalah usaha pengelolaan makanan yang meliputi jasaboga atau katering, rumah makan dan restoran, depot air minum, kantin, dan makanan jajanan. TPM dinyatakan sehat sesuai dengan Kepmenkes Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran. Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran, persyaratan higiene sanitasi yang harus dipenuhi meliputi: 1. Persyaratan lokasi dan bangunan. 2. Persyaratan fasilitas sanitasi. 3. Persyaratan dapur, rumah makan, dan gudang makanan. 4. Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi. 5. Persyaratan pengolahan makanan. 6. Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi. 7. Persyaratan penyajian makanan jadi. 8. Persyaratan peralatan yang digunakan Pelaksanaan kegiatan higiene sanitasi pangan merupakan salah satu aspek dalam menjaga keamanan pangan yang harus dilaksanakan secara terstruktur dan 86

95 terukur dengan kegiatan, sasaran dan ukuran kinerja yang jelas, salah satunya dengan mewujudkan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat kesehatan. TPM adalah Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) siap saji yang terdiri dari Rumah Makan/Restoran, Jasa Boga, Depot Air Minum, Sentra Makanan Jajanan, Kantin Sekolah. TPM yang memenuhi syarat kesehatan adalah TPM yang memenuhi persyaratan higiene sanitasi yang dibuktikan dengan sertifikat laik higiene sanitasi Gambar 7.3 Persentase Tempat Pengelolaan Makanan Memenuhi Syarat di Kota Batu Tahun Sumber : Seksi Kesehatan Lingkungan TPM Memenuhi Syarat Tempat Pengelolaan Makanan di Kota Batu pada Tahun 2016 sebanyak 130, dimana 102 diantaranya atau sebesar 78,46% memenuhi syarat Hygiene dan sanitasi. Capaian ini menurun dibandingkan Tahun 2015 sebesar 86,21%. Hal ini dikarenakan bertambahnya jumlah TPM yang ada namun belum memenuhi syarat kesehatan lingkungan diantaranya tidak tersedianya sarana cuci tangan dan jamban sehat. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan jumlah TPM yang memenuhi syarat di antaranya dengan memberikan dukungan aspek legal untuk operasionalisasi pembinaan dan pengawasan TPM dan Tempat Pengolahan Pangan (TPP), meningkatkan jejaring kemitraan, meningkatkan kapasitas SDM, menyediakan sarana dan prasarana seperti media KIE tentang higiene sanitasi pangan dan alat deteksi cepat sistem kewaspadaan dini KLB keracunan pangan, menyediakan pengelolaan data dan informasi yang up to date dan real time dengan e-monev 87

96 Higiene Sanitasi Pangan (HSP), mengembangkan daerah intervensi kabupaten/kota yang berkomitmen untuk pelaksanaan pembinaan dan pengendalian TPM terstandar, dan memfasilitasi tugas perbantuan sentra pangan jajanan di kabupaten/kota. 88

97 RESUME PROFIL KESEHATAN KOTA BATU TAHUN 2016 NO INDIKATOR ANGKA/NILAI L P L + P Satuan No. Lampiran A. GAMBARAN UMUM 1 Luas Wilayah 199 Km 2 Tabel 1 2 Jumlah Desa/Kelurahan 24 Desa/Kel Tabel 1 3 Jumlah Penduduk 101, , ,319 Jiwa Tabel 2 4 Rata-rata jiwa/rumah tangga 3.8 Jiwa Tabel 1 5 Kepadatan Penduduk /Km Jiwa/Km 2 Tabel 1 6 Rasio Beban Tanggungan 43.8 per 100 penduduk produktif Tabel 2 7 Rasio Jenis Kelamin Tabel 2 8 Penduduk 10 tahun ke atas melek huruf % Tabel 3 9 Penduduk 10 tahun yang memiliki ijazah tertinggi a. SMP/ MTs % Tabel 3 b. SMA/ SMK/ MA % Tabel 3 c. Sekolah menengah kejuruan % Tabel 3 d. Diploma I/Diploma II % Tabel 3 e. Akademi/Diploma III #REF! #REF! #REF! % Tabel 3 f. Universitas/Diploma IV #REF! #REF! #REF! % Tabel 3 g. S2/S3 (Master/Doktor) #REF! #REF! #REF! % Tabel 3 B. DERAJAT KESEHATAN B.1 Angka Kematian 10 Jumlah Lahir Hidup 1,630 1,571 3,201 Tabel 4 11 Angka Lahir Mati (dilaporkan) per Kelahiran Hidup Tabel 4 12 Jumlah Kematian Neonatal neonatal Tabel 5 13 Angka Kematian Neonatal (dilaporkan) per Kelahiran Hidup Tabel 5 14 Jumlah Bayi Mati bayi Tabel 5 15 Angka Kematian Bayi (dilaporkan) per Kelahiran Hidup Tabel 5 16 Jumlah Balita Mati Balita Tabel 5 17 Angka Kematian Balita (dilaporkan) per Kelahiran Hidup Tabel 5 18 Kematian Ibu Jumlah Kematian Ibu 2 Ibu Tabel 6 Angka Kematian Ibu (dilaporkan) 62 per Kelahiran Hidup Tabel 6

98 NO INDIKATOR ANGKA/NILAI L P L + P Satuan No. Lampiran B.2 Angka Kesakitan 19 Tuberkulosis Jumlah kasus baru TB BTA Kasus Tabel 7 Proporsi kasus baru TB BTA % Tabel 7 CNR kasus baru BTA per penduduk Tabel 7 Jumlah seluruh kasus TB Kasus Tabel 7 CNR seluruh kasus TB per penduduk Tabel 7 Kasus TB anak 0-14 tahun 6.21 % Tabel 7 Persentase BTA+ terhadap suspek #DIV/0! #DIV/0! 3.60 % Tabel 8 Angka kesembuhan BTA % Tabel 9 Angka pengobatan lengkap BTA % Tabel 9 Angka keberhasilan pengobatan (Success Rate) BTA % Tabel 9 Angka kematian selama pengobatan per penduduk Tabel 9 20 Pneumonia Balita ditemukan dan ditangani % Tabel Jumlah Kasus HIV Kasus Tabel Jumlah Kasus AIDS Kasus Tabel Jumlah Kematian karena AIDS Jiwa Tabel Jumlah Kasus Syphilis Kasus Tabel Donor darah diskrining positif HIV #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! % Tabel Persentase Diare ditemukan dan ditangani % Tabel Kusta Jumlah Kasus Baru Kusta (PB+MB) Kasus Tabel 14 Angka penemuan kasus baru kusta (NCDR) per penduduk Tabel 14 Persentase Kasus Baru Kusta 0-14 Tahun 0.00 % Tabel 15 Persentase Cacat Tingkat 2 Penderita Kusta % Tabel 15 Angka Cacat Tingkat 2 Penderita Kusta 0.49 per penduduk Tabel 15 Angka Prevalensi Kusta per Penduduk Tabel 16 Penderita Kusta PB Selesai Berobat (RFT PB) #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! % Tabel 17 Penderita Kusta MB Selesai Berobat (RFT MB) #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! % Tabel Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi AFP Rate (non polio) < 15 th - per penduduk <15 tahun Tabel 18 Jumlah Kasus Difteri Kasus Tabel 19 Case Fatality Rate Difteri 0 % Tabel 19 Jumlah Kasus Pertusis Kasus Tabel 19 Jumlah Kasus Tetanus (non neonatorum) Kasus Tabel 19 Case Fatality Rate Tetanus (non neonatorum) #DIV/0! % Tabel 19 Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum Kasus Tabel 19 Case Fatality Rate Tetanus Neonatorum #DIV/0! % Tabel 19

99 NO INDIKATOR ANGKA/NILAI L P L + P Satuan No. Lampiran Jumlah Kasus Campak Kasus Tabel 20 Case Fatality Rate Campak 0 % Tabel 20 Jumlah Kasus Polio Kasus Tabel 20 Jumlah Kasus Hepatitis B Kasus Tabel Incidence Rate DBD per penduduk Tabel Case Fatality Rate DBD % Tabel Angka Kesakitan Malaria (Annual Parasit Incidence ) #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! per penduduk berisiko Tabel Case Fatality Rate Malaria #DIV/0! #DIV/0! % Tabel Angka Kesakitan Filariasis per penduduk Tabel Persentase Hipertensi/tekanan darah tinggi % Tabel Persentase obesitas % Tabel Persentase IVA positif pada perempuan usia tahun 0.00 % Tabel % tumor/benjolan payudara pada perempuan tahun 0.00 % Tabel Desa/Kelurahan terkena KLB ditangani < 24 jam % Tabel 28 C. UPAYA KESEHATAN C.1 Pelayanan Kesehatan 39 Kunjungan Ibu Hamil (K1) 96 % Tabel Kunjungan Ibu Hamil (K4) % Tabel Persalinan ditolong Tenaga Kesehatan % Tabel Pelayanan Ibu Nifas % Tabel Ibu Nifas Mendapat Vitamin A % Tabel Ibu hamil dengan imunisasi TT % Tabel Ibu Hamil Mendapat Tablet Fe % Tabel Penanganan komplikasi kebidanan % Tabel Penanganan komplikasi Neonatal % Tabel Peserta KB Baru 5.26 % Tabel Peserta KB Aktif % Tabel Bayi baru lahir ditimbang % Tabel Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) % Tabel Kunjungan Neonatus 1 (KN 1) % Tabel Kunjungan Neonatus 3 kali (KN Lengkap) % Tabel Bayi yang diberi ASI Eksklusif % Tabel Pelayanan kesehatan bayi % Tabel Desa/Kelurahan UCI % Tabel Cakupan Imunisasi Campak Bayi % Tabel Imunisasi dasar lengkap pada bayi % Tabel Bayi Mendapat Vitamin A % Tabel 44

100 NO INDIKATOR ANGKA/NILAI L P L + P Satuan No. Lampiran 60 Anak Balita Mendapat Vitamin A % Tabel Baduta ditimbang % Tabel Baduta berat badan di bawah garis merah (BGM) % Tabel Pelayanan kesehatan anak balita % Tabel Balita ditimbang (D/S) % Tabel Balita berat badan di bawah garis merah (BGM) % Tabel Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan % Tabel Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat % Tabel Rasio Tumpatan/Pencabutan Gigi Tetap 1.85 Tabel SD/MI yang melakukan sikat gigi massal sekolah Tabel SD/MI yang mendapat pelayanan gigi sekolah Tabel Murid SD/MI Diperiksa (UKGS) % Tabel Murid SD/MI Mendapat Perawatan (UKGS) % Tabel Siswa SD dan setingkat mendapat perawatan gigi dan mulut % Tabel Pelayanan Kesehatan Usila (60 tahun +) % Tabel 52 C.2 Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan Persentase 75 Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan % Tabel Cakupan Kunjungan Rawat Jalan % Tabel Cakupan Kunjungan Rawat Inap % Tabel Angka kematian kasar/gross Death Rate (GDR) di RS per pasien keluar Tabel Angka kematian murni/nett Death Rate (NDR) di RS per pasien keluar Tabel Bed Occupation Rate (BOR) di RS % Tabel Bed Turn Over (BTO) di RS Kali Tabel Turn of Interval (TOI) di RS 3.54 Hari Tabel Average Length of Stay (ALOS) di RS - Hari Tabel 56 C.3 Perilaku Hidup Masyarakat 87 Rumah Tangga ber-phbs % Tabel 57

101 ANGKA/NILAI NO INDIKATOR No. Lampiran L P L + P Satuan C.4 Keadaan Lingkungan 88 Persentase rumah sehat % Tabel Penduduk yang memiliki akses air minum yang layak % Tabel Penyelenggara air minum memenuhi syarat kesehatan % Tabel Penduduk yg memiliki akses sanitasi layak (jamban sehat) % Tabel Desa STBM - % Tabel Tempat-tempat umum memenuhi syarat % Tabel 63 TPM memenuhi syarat higiene sanitasi % Tabel 64 TPM tidak memenuhi syarat dibina % Tabel 65 TPM memenuhi syarat diuji petik % Tabel 65 D. SUMBERDAYA KESEHATAN D.1 Sarana Kesehatan 94 Jumlah Rumah Sakit Umum 5.00 RS Tabel Jumlah Rumah Sakit Khusus 1.00 RS Tabel Jumlah Puskesmas Rawat Inap 3.00 Tabel Jumlah Puskesmas non-rawat Inap 2.00 Tabel 67 Jumlah Puskesmas Keliling 7.00 Tabel 67 Jumlah Puskesmas pembantu 6.00 Tabel Jumlah Apotek Tabel RS dengan kemampuan pelayanan gadar level % Tabel Jumlah Posyandu Posyandu Tabel Posyandu Aktif % Tabel Rasio posyandu per 100 balita 1.20 per 100 balita Tabel UKBM Poskesdes Poskesdes Tabel 70 Polindes Polindes Tabel 70 Posbindu Posbindu Tabel Jumlah Desa Siaga Desa Tabel Persentase Desa Siaga % Tabel 71 D.2 Tenaga Kesehatan 106 Jumlah Dokter Spesialis Orang Tabel Jumlah Dokter Umum Orang Tabel Rasio Dokter (spesialis+umum) per penduduk Tabel Jumlah Dokter Gigi + Dokter Gigi Spesialis Orang Tabel 72

102 NO INDIKATOR ANGKA/NILAI L P L + P Satuan No. Lampiran 110 Rasio Dokter Gigi (termasuk Dokter Gigi Spesialis) 8.40 per penduduk 111 Jumlah Bidan Orang Tabel Rasio Bidan per penduduk per penduduk Tabel Jumlah Perawat Orang Tabel Rasio Perawat per penduduk per penduduk Tabel Jumlah Perawat Gigi Orang Tabel Jumlah Tenaga Kefarmasian Orang Tabel Jumlah Tenaga Kesehatan kesehatan Orang Tabel Jumlah Tenaga Sanitasi Orang Tabel Jumlah Tenaga Gizi Orang Tabel 77 D.3 Pembiayaan Kesehatan 120 Total Anggaran Kesehatan ######## Rp Tabel APBD Kesehatan terhadap APBD Kab/Kota 2.51 % Tabel Anggaran Kesehatan Perkapita ######## Rp Tabel 81

103 TABEL 1 LUAS WILAYAH, JUMLAH DESA/KELURAHAN, JUMLAH PENDUDUK, JUMLAH RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT KECAMATAN KOTA BATU TAHUN 2016 NO KECAMATAN LUAS JUMLAH JUMLAH RATA-RATA KEPADATAN JUMLAH WILAYAH DESA + RUMAH JIWA/RUMAH PENDUDUK (km 2 DESA KELURAHAN PENDUDUK ) KELURAHAN TANGGA TANGGA per km BATU ,817 #DIV/0! BUMIAJI ,237 #DIV/0! JUNREJO ,265 #DIV/0! JUMLAH (KAB/KOTA) ,319 52, ,016 Sumber: - Badan Pusat Statistik Kota Batu

104 TABEL 2 NO KELOMPOK UMUR (TAHUN) JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK UMUR KOTA BATU TAHUN 2016 JUMLAH PENDUDUK LAKI-LAKI PEREMPUAN LAKI-LAKI+PEREMPUAN RASIO JENIS KELAMIN ,978 7,826 15, ,153 7,907 16, ,535 7,467 15, ,980 7,591 15, ,796 7,837 16, ,955 7,901 15, ,780 7,832 15, ,594 7,701 15, ,917 7,755 15, ,281 7,568 14, ,681 6,575 13, ,491 5,160 10, ,733 3,532 7, ,816 2,886 5, ,909 2,023 3, ,120 3,039 5, JUMLAH 101, , , ANGKA BEBAN TANGGUNGAN (DEPENDENCY RATIO) 44 Sumber: - Kantor Statistik Kabupaten/kota

105 TABEL 3 PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN KE ATAS YANG MELEK HURUF DAN IJAZAH TERTINGGI YANG DIPEROLEH MENURUT JENIS KELAMIN KOTA BATU TAHUN 2016 NO VARIABEL LAKI-LAKI JUMLAH PEREMPUAN LAKI-LAKI+ PEREMPUAN LAKI-LAKI PEREMPUAN LAKI-LAKI+ PEREMPUAN PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN KE ATAS 87, , ,785 PERSENTASE 2 3 PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN KE ATAS YANG MELEK HURUF PERSENTASE PENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN: a. TIDAK MEMILIKI IJAZAH SD b. SD/MI c. SMP/ MTs d. SMA/ MA e. SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN f. PERGURUAN TINGGI Sumber: BPS Kota Batu

106 TABEL 4 JUMLAH KELAHIRAN MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN DAN PUSKESMAS KOTA BATU TAHUN 2016 NO KECAMATAN NAMA PUSKESMAS HIDUP LAKI-LAKI MATI HIDUP + MATI JUMLAH KELAHIRAN PEREMPUAN HIDUP MATI HIDUP + MATI LAKI-LAKI + PEREMPUAN HIDUP MATI HIDUP + MATI BATU BATU BATU SISIR BUMIAJI BUMIAJI JUNREJO BEJI JUNREJO JUNREJO JUMLAH (KAB/KOTA) 1, ,643 1, ,579 3, ,222 ANGKA LAHIR MATI PER KELAHIRAN (DILAPORKAN) Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga Keterangan : Angka Lahir Mati (dilaporkan) tersebut di atas belum tentu menggambarkan Angka Lahir Mati yang sebenarnya di populasi

107 TABEL 5 NO KECAMATAN PUSKESMAS JUMLAH KEMATIAN NEONATAL, BAYI, DAN BALITA MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA BATU TAHUN BATU BATU BATU SISIR BUMIAJI BUMIAJI JUNREJO BEJI JUNREJO JUNREJO JUMLAH (KAB/KOTA) ANGKA KEMATIAN (DILAPORKAN) Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga NEONATAL JUMLAH KEMATIAN LAKI - LAKI PEREMPUAN LAKI - LAKI + PEREMPUAN BAYI a ANAK BALITA BAYI a ANAK BAYI a ANAK NEONATAL BALITA NEONATAL BALITA BALITA BALITA Keterangan : - Angka Kematian (dilaporkan) tersebut di atas belum tentu menggambarkan AKN/AKB/AKABA yang sebenarnya di populasi BALITA

108 TABEL 6 JUMLAH KEMATIAN IBU MENURUT KELOMPOK UMUR, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA BATU TAHUN 2016 KEMATIAN IBU JUMLAH LAHIR NO KECAMATAN PUSKESMAS JUMLAH KEMATIAN IBU HAMIL JUMLAH KEMATIAN IBU BERSALIN JUMLAH KEMATIAN IBU NIFAS JUMLAH KEMATIAN IBU HIDUP < < < < tahun JUMLAH 35 tahun JUMLAH 35 tahun JUMLAH 35 tahun JUMLAH tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun BATU BATU BATU SISIR BUMIAJI BUMIAJI JUNREJO BEJI JUNREJO JUNREJO JUMLAH (KAB/KOTA) 3, ANGKA KEMATIAN IBU (DILAPORKAN) 62 Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga Keterangan: - Jumlah kematian ibu = jumlah kematian ibu hamil + jumlah kematian ibu bersalin + jumlah kematian ibu nifas - Angka Kematian Ibu (dilaporkan) tersebut di atas belum bisa menggambarkan AKI yang sebenarnya di populasi

109 TABEL 7 NO KECAMATAN PUSKESMAS KASUS BARU TB BTA+, SELURUH KASUS TB, KASUS TB PADA ANAK, DAN CASE NOTIFICATION RATE (CNR) PER PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA BATU TAHUN 2016 JUMLAH SELURUH JUMLAH KASUS BARU TB BTA+ KASUS TB ANAK JUMLAH PENDUDUK KASUS TB 0-14 TAHUN L P L P L+P L+P L P L+P JUMLAH % JUMLAH % JUMLAH % JUMLAH % JUMLAH % BATU BATU 24,540 24,215 48, BATU SISIR 22,592 22,470 45, BUMIAJI BUMIAJI 29,261 28,976 58, JUNREJO BEJI 15,229 14,991 30, JUNREJO JUNREJO 10,097 9,948 20, JUMLAH (KAB/KOTA) 101, , , CNR KASUS BARU TB BTA+ PER PENDUDUK CNR SELURUH KASUS TB PER PENDUDUK Sumber: Seksi Pemberantasan Penyakit Keterangan: Jumlah pasien adalah seluruh pasien yang ada di wilayah kerja puskesmas tersebut termasuk pasien yang ditemukan di BBKPM/BPKPM/BP4, RS, Lembaga Pemasyarakatan, rumah tahanan, dokter praktek swasta, klinik dll Catatan : Jumlah kolom 6 = jumlah kolom 7 pada Tabel 1, yaitu sebesar:

110 TABEL 8 JUMLAH KASUS DAN ANGKA PENEMUAN KASUS TB PARU BTA+ MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA BATU TAHUN 2016 TB PARU NO KECAMATAN PUSKESMAS SUSPEK % BTA (+) BTA (+) TERHADAP SUSPEK L P L + P L P L + P L P L + P BATU BATU 1, #DIV/0! #DIV/0! BATU SISIR #DIV/0! #DIV/0! BUMIAJI BUMIAJI #DIV/0! #DIV/0! JUNREJO BEJI #DIV/0! #DIV/0! JUNREJO JUNREJO #DIV/0! #DIV/0! JUMLAH (KAB/KOTA) 0 0 1, #DIV/0! #DIV/0! 3.60 Sumber: Seksi Pemberantasan Penyakit Keterangan: Jumlah pasien adalah seluruh pasien yang ada di wilayah kerja puskesmas tersebut termasuk pasien yang ditemukan di BBKPM/BPKPM/BP4, RS, Lembaga Pemasyarakatan, rumah tahanan, dokter praktek swasta, klinik dll

111 TABEL 9 ANGKA KESEMBUHAN DAN PENGOBATAN LENGKAP TB PARU BTA+ SERTA KEBERHASILAN PENGOBATAN MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA BATU TAHUN 2016 NO KECAMATAN PUSKESMAS BTA (+) DIOBATI* ANGKA KESEMBUHAN (CURE RATE) L P L + P L ANGKA PENGOBATAN LENGKAP (COMPLETE RATE) P L + P ANGKA KEBERHASILAN PENGOBATAN (SUCCESS RATE/SR) JUMLAH KEMATIAN SELAMA PENGOBATAN L P L + P JUMLAH % JUMLAH % JUMLAH % JUMLAH % JUMLAH % JUMLAH % L P L+P L P L+P BATU BATU BATU SISIR BUMIAJI BUMIAJI JUNREJO BEJI JUNREJO JUNREJO JUMLAH (KAB/KOTA) ANGKA KEMATIAN SELAMA PENGOBATAN PER PENDUDUK Sumber: Seksi Pemberantasan Penyakit Keterangan: * kohort yang sama dari kasus yang dinilai kesembuhan dan pengobatan lengkap Jumlah pasien adalah seluruh pasien yang ada di wilayah kerja puskesmas tersebut termasuk pasien yang ditemukan di BBKPM/BPKPM/BP4, RS, Lembaga Pemasyarakatan, rumah tahanan, dokter praktek swasta, klinik dll

112 TABEL 10 NO KECAMATAN PUSKESMAS PENEMUAN KASUS PNEUMONIA BALITA MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA BATU TAHUN 2016 JUMLAH BALITA JUMLAH PERKIRAAN PENDERITA L P L + P L P L+P L P L+P JUMLAH % JUMLAH % JUMLAH % BATU BATU 1,924 1,884 3, BATU SISIR 1,772 1,748 3, BUMIAJI BUMIAJI 2,295 2,254 4, JUNREJO BEJI 1,195 1,166 2, JUNREJO JUNREJO , JUMLAH (KAB/KOTA) 7,978 7,826 15, PERSENTASE PERKIRAAN KASUS 4.45% Sumber: Seksi Pemberantasan Penyakit Keterangan: Jumlah kasus adalah seluruh kasus yang ada di wilayah kerja puskesmas tersebut termasuk kasus yang ditemukan di RS PNEUMONIA PADA BALITA PENDERITA DITEMUKAN DAN DITANGANI

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3 DAFTAR ISI hal. KATA SAMBUTAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i ii iv v x BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3 A. KEADAAN PENDUDUK 3 B. KEADAAN EKONOMI 8 C. INDEKS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 738 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SERANG Menimbang : DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEDIRI TARGET

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEDIRI TARGET PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEDIRI No SASARAN STRATEGIS No 1 Meningkatnya pelayanan kesehatan 1 Penurunan Angka 17 pada ibu, neonatus, bayi, balita

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor DATA/INFORMASI KESEHATAN KABUPATEN LAMONGAN Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI 2012 Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG BERKUALITAS Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA Dl JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945,

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 4037,6 ha 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 15 3 JUMLAH PENDUDUK 1 558178 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 327536 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI

Lebih terperinci

Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rakhmatnya sehingga buku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 1762,4 km2 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 desa 270+ kel 10 = 280 3 JUMLAH PENDUDUK 1 341700 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 2388161 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM LUAS WILAYAH 8,5 Ha 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 68 3 JUMLAH PENDUDUK 50,884 493,947,004,83 4 PENDUDUK 0 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 407,97 382,66 790,533 5 PENDUDUK 0 TAHUN KE ATAS DENGAN

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 1118KM2 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 367 3 JUMLAH PENDUDUK 1 576,544 561,855 1,138,399 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 469,818 464,301 934,119.0 5 PENDUDUK 10 TAHUN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Masyarakat Kolaka yang Sehat, Kuat. Mandiri dan Berkeadilan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2016 Hal. i

KATA PENGANTAR Masyarakat Kolaka yang Sehat, Kuat. Mandiri dan Berkeadilan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2016 Hal. i KATA PENGANTAR Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Taufik dan Hidayah - NYA, sehingga buku Profil Kesehatan Tahun dapat disusun. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka Tahun merupakan gambaran pencapaian

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 1.753,27 KM 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 309 3 JUMLAH PENDUDUK 1 2,244,772 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR dr. Hj. Rosmawati

KATA PENGANTAR dr. Hj. Rosmawati KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat menyelesaikan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka ini dengan baik. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka merupakan salah

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 203 K0TA TASIKMALAYA NO INDIKATOR TABEL A. GAMBARAN UMUM LUAS WILAYAH 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 3 JUMLAH PENDUDUK 4 PENDUDUK 0 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 0

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 167 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 151 3 JUMLAH PENDUDUK 1 1260565 1223412 2483977 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 1083136 1048577 2131713 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945, pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 305,519 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 442 3 JUMLAH PENDUDUK 1 1,277,610 1,247,873 2,525,483 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 972 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 192 3 JUMLAH PENDUDUK 1 852,799 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 682,447 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 203 KABUPATEN CIREBON NO INDIKATOR TABEL A. GAMBARAN UMUM LUAS WILAYAH 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 3 JUMLAH PENDUDUK 4 PENDUDUK 0 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 0

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM - 1 LUAS WILAYAH 1 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 381/ 5 3 JUMLAH PENDUDUK 1 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI SMP+ 6 JUMLAH

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 343 3 JUMLAH PENDUDUK 1 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI SMP+ 6 JUMLAH BAYI

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 299,019 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 417 desa/17 kel 3 JUMLAH PENDUDUK 1 5,077,210 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 17,650 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 20,994 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 DESA=309 KEL=8-3 JUMLAH PENDUDUK 1 869,767 819,995 1,689,232 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 673,079 551,261 1,224,340 5 PENDUDUK

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 T E N T A N G KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN CIREBON

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 272 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN SERDANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 (PERUBAHAN ANGGARAN) PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 (PERUBAHAN ANGGARAN) PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 (PERUBAHAN ANGGARAN) PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 belum mendapat data dari BPS 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 Kabupaten 3 JUMLAH PENDUDUK 1 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK (KIBBLA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya?

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, karena dengan tubuh yang sehat atau fungsi tubuh manusia berjalan

Lebih terperinci

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat.

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat. Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat. Pada misi V yaitu Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat telah didukung dengan 8 sasaran sebagai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Seluruh isi dalam buku ini dapat dikutip tanpa izin, dengan menyebut sumber.

Seluruh isi dalam buku ini dapat dikutip tanpa izin, dengan menyebut sumber. Pelindung/ Penasehat : Dr. dr. H. Rachmat Latief, SpPD., M.Kes., FINASIM drg.hj. Susilih Ekowati, M.Si Pengarah : Hj. Asmah, SKM., M.Kes Penyusun : Mohamad Nur, SKM Syahrir, S.Kom Agusyanti, SKM Nurmiyati

Lebih terperinci

Tim Penyusun Pengarah : dr. Hj. Rosmawati. Ketua : Sitti Hafsah Yusuf, SKM, M.Kes. Sekretaris : Santosa, SKM

Tim Penyusun Pengarah : dr. Hj. Rosmawati. Ketua : Sitti Hafsah Yusuf, SKM, M.Kes. Sekretaris : Santosa, SKM KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat menyelesaikan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2014 ini dengan baik. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka merupakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA 1 BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas kinerja pada Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar secara umum sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang terukur berdasar Rencana Strategis yang mengacu

Lebih terperinci

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 PRIORITAS 3 Tema Prioritas Penanggung Jawab Bekerjasama dengan PROGRAM AKSI BIDANG KESEHATAN Penitikberatan pembangunan bidang kesehatan melalui pendekatan preventif, tidak

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2015

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2015 UNIT KERJA : DINAS KESEHATAN A. Tugas Pokok : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh

Lebih terperinci

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas Indikator Kinerja Utama Pemerintah Kota Tebing Tinggi 011-016 3 NAMA UNIT ORGANISASI : DINAS KESEHATAN TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) Regional Meeting on Revitalizing Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan tentang perlunya melakukan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... I II VII VIII X BAB I PENDAHULUAN BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG A. GEOGRAFI... 4 B. KEPENDUDUKAN / DEMOGRAFI...

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGI 1. Visi Visi 2012-2017 adalah Mewujudkan GorontaloSehat, Mandiri dan Berkeadilan dengan penjelasan sebagai berikut : Sehat, adalah terwujudnya

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA 1 BAB II PERENCANAAN KINERJA Dalam mencapai suatu tujuan organisasi diperlukan visi dan misi yang jelas serta strategi yang tepat. Agar lebih terarah dan fokus dalam melaksanakan rencana strategi diperlukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : DINAS KESEHATAN Jenis Data :Pemerintahan Tahun : 2015 KESEHATAN Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data 1 2 3 4 5 A. Sarana Kesehatan

Lebih terperinci

2014 Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

2014 Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta 2014 Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta KATA PENGANTAR Profil Kesehatan merupakan data dan informasi yang menggambarkan situasi dan kondisi Kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PROFIL PUSKESMAS KARANGASEM I TAHUN 2012

PROFIL PUSKESMAS KARANGASEM I TAHUN 2012 PROFIL PUSKESMAS KARANGASEM I TAHUN PUSKESMAS KARANGASEM I TAHUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman tingkat persaingan di bidang kesehatan semakin meningkat demikian

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 UNIT KERJA : DINAS KESEHATAN A. Tugas Pokok : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN KELAS III PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr. KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi baik untuk jajaran manajemen kesehatan maupun untuk masyarakat umum perlu disediakan suatu paket data/informasi kesehatan yang ringkas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI JATIM DALAM ANGKA TERKINI TAHUN 2012-2013 TRIWULAN I

DAFTAR ISI JATIM DALAM ANGKA TERKINI TAHUN 2012-2013 TRIWULAN I DAFTAR ISI JATIM DALAM ANGKA TERKINI TAHUN 2012-2013 TRIWULAN I 1 DERAJAT KESEHATAN (AHH, AKB DAN AKI) 2 STATUS GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA 3 JUMLAH RUMAH SAKIT BERDASARKAN KEPEMILIKAN DAN PELAYANAN

Lebih terperinci

BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 2014 GAMBARAN UMUM

BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 2014 GAMBARAN UMUM BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 214 GAMBARAN UMUM Kota Makassar sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Selatan dan merupakan pintu gerbang dan pusat perdagangan Kawasan Timur Indonesia. Secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan manusia. Di era globalisasi ini banyak kita temukan penyakit-penyakit yang bukan hal biasa lagi.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015 DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Piere Tendean No. 24 Semarang Telp. 024-3511351 (Pswt.313) Fax. 024-3517463 Website : www.dinkesjatengprov.go.id

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TAHUN 2012 PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TABEL 1 LUAS WILAYAH, DESA/KELURAHAN, PENDUDUK, RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT KECAMATAN NO KABUPATEN/KOTA LUAS RATA-RATA KEPADATAN WILAYAH

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bid. Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 2. Staf Ahli Bid. Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat; 3. Staf Ahli Bid. Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan; 4. Staf Ahli Bid Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung.

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai Pasal 13 dan 14 huruf j Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dikatakan bahwa Kesehatan merupakan urusan wajib dan dalam penyelenggaraannya

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET PROGRAM /KEGIATAN (1) (2) (3) (4) (5) I Meningkatnya kualitas air 1 Persentase

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN TUGAS DINAS KESEHATAN, PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN IV.1. IV.2. VISI Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu dari penyelenggara pembangunan kesehatan mempunyai visi: Masyarakat Jawa

Lebih terperinci

Juknis Operasional SPM

Juknis Operasional SPM DIREKTORAT JENDERAL OTONOMI DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI Juknis Operasional SPM 1. KESEHATAN KABUPATEN/KOTA PROVINSI KABUPATEN : Jawa Timur : Tulungagung KEMENTERIAN KESEHATAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 1 1. Pendahuluan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini Standar Pelayanan Minimal Puskesmas Indira Probo Handini 101111072 Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan. kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan. kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas Kecamatan Matraman Tahun 2017 selesai disusun. Laporan Tahunan dan Profil

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta 2016 i KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberi rahmat dan hidayah Nya sehingga dapat tersusunnya Profil Kesehatan Dinas Kesehatan

Lebih terperinci