BAB I PENDAHULUAN. perapatan dunia (compression of the world) di bidang ekonomi. 1. perumahan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. perapatan dunia (compression of the world) di bidang ekonomi. 1. perumahan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator penting keberhasilan suatu negara. Negara negara di dunia bersaing untuk dapat mewujudkan kesejahteraan ekonomi negaranya. Fenomena ekonomi dunia yang ada sekarang ini membuat banyak negara, termasuk Indonesia dituntut untuk mengikuti kecenderungan arus globalisasi yang mengarah pada penduniaan dalam arti peringkasan atau perapatan dunia (compression of the world) di bidang ekonomi. 1 Sejalan dengan jumlah penduduk yang semakin berkembang pesat, tuntutan akan tersedianya berbagai fasilitas yang menunjang masyarakat juga mengalami peningkatan. Hal tersebut mendorong beberapa pihak baik swasta maupun pemerintah untuk melakukan pembangunan terutama di bidang perumahan. Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman secara tegas disebutkan bahwa negara bertanggungjawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan pemukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan. 2009), hlm Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi (Bandung : Books Terrace & Library, 1

2 2 Kebutuhan mengenai tempat tinggal di kota-kota besar berbanding terbalik dengan ketersediaan lahan atau tanah untuk pembangunan perumahan. Menyiasati problema mengenai hal tersebut, beberapa kota besar di berbagai negara di dunia memilih model pembangunan kompleks perumahan secara bertingkat (vertical). Pemenuhan hak atas rumah ini merupakan masalah nasional yang dampaknya sangat dirasakan masyarakat di seluruh wilayah tanah air. Hal itu dapat dilihat dari masih banyaknya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang belum dapat menghuni rumah yang layak, khususnya di perkotaan yang mengakibatkan terbentuknya kawasan kumuh. Pemenuhan kebutuhan perumahan tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun sebagai bagian dari pembangunan perumahan mengingat keterbatasan lahan di perkotaan. 2 Bangunan rumah bertingkat (vertical) belakangan ini marak dilakukan di Indonesia, yaitu dalam bentuk apartemen atau rumah susun. Bisnis properti kini menjadi trend yang diminati banyak orang sebagai investasi jangka panjang. Hal ini dibuktikan dengan pesatnya permintaan jumlah gedung perkantoran, pertokoan, pembangunan perumahan, apartemen atau rumah susun yang terus melesat. 3 Meningkatnya eksistensi bisnis properti dan kecenderungan pemerintah serta stake holder mengembangkan bangunan vertical yaitu rumah susun atau apartemen menjadi solusi di beberapa wilayah negara Indonesia yang mengalami keterbatasan lahan pemukiman dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk atau populasi, sehingga diperlukan ketersediaan 2 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Penjelasan Umum. 3 Suriansyah Murhaini, Hukum Rumah Susun Eksistensi, Karakteristik, dan Pengaturan, (Surabaya : Laksbang Grafika, 2008), hlm.1.

3 3 rumah susun sebagai tempat tinggal maupun untuk sentra niaga bisnis dan lainnya. 4 Pembangunan rumah susun ini diharapkan mampu mendorong pembangunan perkotaan yang sekaligus menjadi solusi peningkatan kualitas permukiman. Di negara lain model pembangunan kompleks perumahan secara bertingkat (vertical) ini juga kerap dipilih untuk dapat memenuhi kebutuhan hunian atau tempat tinggal bagi masyarakat kota, yakni dalam bentuk flat, strata title, maupun apartemen. Maraknya pembangunan model perumahan sudah barang tentu menimbulkan implikasi dari sisi hukum. Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat ialah memajukan kesejahteraan umum. Makna memajukan kesejahteraan umum ini dapat didefinisikan sebagai meningkatkan kondisi yang tenteram di bidang ekonomi bagi rakyat. Memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur merupakan cita-cita yang berangkat dari bidang perekonomian Indonesia. Bertitik tolak dari cita-cita inilah maka visi hukum ekonomi harus menunjukkan hukum yang bersifat akomodatif terhadap perwujudan masyarakat yang adil dan makmur, yaitu suatu keadilan yang proporsional dalam masyarakat. 5 Kegiatan ekonomi dapat dikelompokkan menjadi beberapa bidang kegiatan yang mempunyai karakteristik tertentu yaitu kegiatan jasa, produksi, distribusi, pemasaran, dan lain-lain. Dengan karakteristik tersebut, kegiatan- 2007), hlm Ibid. 5 Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, (Malang : Bayumedia Publishing,

4 4 kegiatan ekonomi membutuhkan peraturan-peraturan sehingga kegiatan-kegiatan ekonomi bisa berjalan tertib, lancar, dan seimbang. Dan peraturan-peraturan tersebut merupakan hukum, karena secara umum hukum mempunyai tujuan untuk menciptakan keseimbangan kepentingan, berupa kepastian hukum sehingga terwujud keadilan yang proporsional dalam masyarakat sejahtera. 6 Perkembangan terjadi pada pengaturan tentang rumah susun, diawali dengan dikeluarkannya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1984 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun, kemudian dikeluarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, kemudian dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988, kemudian dikeluarkan pula Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta Rumah Pemisahan Akta Rumah Susun, kemudian dikeluarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Tanah serta Penerbitan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, kemudian dikeluarkan pula Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1992 tentang Rumah Susun, dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 yang mengatur teknis pembangunan Rumah Susun, sampai pada akhirnya dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, peraturan inilah yang sampai sekarang menjadi acuan bagi segala sesuatu yang berkaitan dengan rumah susun. 6 Abd. Hakim G. Nusantara dan Nasroen Yasabari, Beberapa Pemikiran Pembangunan Hukum di Indonesia, (Bandung : Alumni, 1980), hlm

5 5 Mengenai rumah susun dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dinyatakan bahwa : Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. 7 Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa rumah susun merupakan bangunan bertingkat yang dihuni bersama dan merupakan satuan yang dapat dimiliki secara terpisah. Beberapa jenis rumah susun yang dikenal di Indonesia, yaitu rumah susun, apartemen, condominium, ketiganya termasuk dalam tipe flat, town house (pembangunan secara vertical). Pada dasarnya ketiganya memiliki fungsi yang sama, rumah susun merupakan hasil terjemahan dari condominium dan apartement itu sendiri. Secara sederhana pelaku dalam rumah susun/apartemen terbagi dalam 4 (empat) agen, yakni sebagai berikut: 8 1. Pengembang (developer), yakni seseorang atau perusahaan yang mengharapkan keuntungan dengan kegiatan pengembangan rumah susun/apartemen. 2. Pengguna (user), yakni seseorang atau perusahaan yang memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan atau memiliki rumah susun/apartemen. 7 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, BAB I Pasal 1 ayat (1). 8 Bisnis Properti Menguntungkan, (diakses pada tanggal 22 Juli 2016 pukul 21:14 WIB).

6 6 3. Investor, yakni seseorang atau perusahaan yang mengharapkan keuntungan dari modal yang ditanamkan untuk berinvestasi rumah susun/apartemen. 4. Spekulator, yakni seseorang atau perusahaan yang memperoleh keuntungan dari spekulasi penempatan modal dalam investasi rumah susun/apartemen. Selain itu masih ada beberapa faktor lain yang terlibat dalam dunia rumah susun/apartemen seperti banker; pengacara atau konsultan hukum yang terkait dengan keabsahan transaksi, pihak asuransi, dan lain-lain. Pemerintah Indonesia dalam hal kepemilikan apartemen menyatakan bahwa dalam hukum Indonesia dimungkinkan pemilikan apartemen-apartemen secara individual. Pada dasarnya terkait dengan siapa-siapa saja yang dapat memiliki rumah susun/apartemen akan senantiasa mengacu kepada Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam UUPA dikenal prinsip nasionalitas yang diatur pada pasal 9 ayat (1) yang menyatakan bahwa hanya warga negara indonesia yang dapat memiliki hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, sementara itu hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing dan pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang (pasal 26 ayat 2). Orang-orang asing dapat mempunyai tanah dengan hak pakai yang luasnya terbatas. Demikian juga pada dasarnya badanbadan hukum tidak dapat mempunyai hak milik (pasal 21 ayat 2). 9 9 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Penjelasan Umum (II angka 5).

7 7 Kepemilikan rumah susun/apartemen di Indonesia sendiri pada umumnya dapat dimiliki oleh perseorangan, orang asing, maupun badan hukum, namun ada hal-hal yang membatasi tentang rumah susun yang bagaimana yang dapat dimiliki oleh perseorangan, orang asing maupun badan hukum seperti halnya rumah susun/apartemen yang dibangun di atas tanah hak milik, maka yang dapat memiliki satuan apartemen hanya perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum tertentu, terbatas pada bank pemerintah, badan keagamaan, atau badan sosial. Jangka waktu penguasaannya tidak dibatasi oleh jangka waktu tertentu sehingga dapat beralih dan dialihkan dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa memerlukan proses perpanjangan hak. Apabila apartemen dibangun di atas tanah hak guna bangunan, maka yang dapat memiliki satuan apartemen adalah perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Adapun jangka waktu penguasaannya paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun. Apabila apartemen yang dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah negara, maka yang dapat memiliki adalah perseorangan warga negara Indonesia, perseorangan warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, perwakilan negara asing, badan internasional, Lembaga Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Jangka waktu untuk hak pakai ini paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Sedangkan untuk apartemen

8 8 yang didirikan di atas tanah hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan, perpanjangan hak guna bangunan atau hak pakai sangat bergantung pada persetujuan dari pemegang hak pengelolaannya. Tidak ada jaminan bahwa permohonan perpanjangan hak guna bangunan atau hak pakai akan disetujui. 10 Pembangunan suatu apartemen akan senantiasa berhubungan dengan pelaku usaha dan konsumen, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Pasal 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 11 Konsumen yang akan membeli rumah susun/apartemen sebelum pembangunan rumah susun dilakukan, akan melewati tahap awal yakni dengan melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan pihak pelaku pembangunan dan/atau agen pemasaran yang melakukan pemasaran apartemen dimana segala sesuatu yang dijanjikan oleh pelaku pembangunan dan/atau agen pemasaran akan mengikat dengan konsumen. Sedangkan konsumen yang akan membeli rumah susun/apartemen setelah pembangunan selesai, maka dilakukan melalui Akta Jual Beli (AJB). 12 Pengembang (developer) yang membangun suatu rumah susun/apartemen akan terus berusaha untuk melakukan berbagai cara agar 10 Ragam Alas Hak Kepemilikan Apartemen, (diakses pada tanggal 22 Juli 2016 pukul 22:46 WIB) 11 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 ayat (2). 12 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Pasal 42 hingga Pasal 43.

9 9 produk (rumah susun/apartemen) dapat terjual habis di masyarakat. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh pengembang (developer) untuk menjual rumah susun/apartemen. Berbagai penawaran dilakukan oleh pengembang (developer) untuk mempromosikan dan memasarkan produk-produknya. Pada umumnya, pemasaran apartemen dilakukan dengan menggunakan iklan atau brosur sebagai sarana mengkomunikasikan produk-produk yang dibuat dan/atau dipasarkan oleh pengembang kepada konsumennya. Kegiatan promosi sendiri dilakukan oleh pengembang untuk mengenalkan atau menyebarluaskan informasi dari produk yang telah dibuat oleh pengembang (developer). Iklan melalui brosur tersebut, juga ditujukan untuk menarik minat beli konsumen terhadap produk yang diperdagangkan, dalam hal ini adalah rumah susun/apartemen. Alasan masyarakat membeli perumahan dari pengembang adalah masyarakat dapat memperoleh rumah susun/apartemen secara lebih cepat, lebih terjangkau, tidak repot, dapat memilih unit yang sesuai dengan keinginan, dan mendapat fasilitas umum maupun fasilitas sosial. Namun kepercayaan masyarakat seringkali disalahgunakan oleh pengembang (developer). Dalam melakukan penawaran rumah susun/apartemen tidak jarang informasi yang diberikan oleh pengembang (developer) terlalu berlebihan sehingga membuat konsumen sangat tertarik atau mungkin bahkan justru membingungkan bagi konsumen sendiri. Begitu tendensiusnya pemasaran, tidak jarang informasi yang disampaikan tersebut malah menjadi menyesatkan (misleading information) atau tidak benar,

10 10 padahal konsumen sudah terlanjur menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan pengembang, atau bahkan sudah akad kredit dengan bank penyedia jasa kredit kepemilikan rumah. 13 Dan pada akhirnya mengakibatkan banyak konsumen yang merasa dirugikan atas itikad buruk pengembang atas penawarannya. Dampak yang paling nyata banyak terjadi akibat dari ketidaksesuaian penawaran pengembang (developer) dengan realita adalah terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen, diantaranya hak-hak individual konsumen rumah susun/apartemen. Pelanggaran tersebut antara lain berupa mutu bangunan di bawah standar, ukuran luas bangunan tidak sesuai dan lain sebagainya. Selain pelanggaran hak-hak konsumen, dapat pula timbul pelanggaran yang lain yaitu mengenai pelanggaran hak-hak kolektif konsumen rumah susun/apartemen. Pelanggaran tersebut seperti tidak dibangunnya fasilitas sosial dan/atau fasilitas umum, sertifikasi hak kepemilikan atas satuan rumah susun/apartemen, apartemen fiktif, banjir, dan soal kebenaran klaim atau informasi dalam iklan, brosur, pameran rumah susun / apartemen serta sarana promosi lainnya. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan kewajiban-kewajiban kepada pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usaha, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen. Kewajiban-kewajiban pelaku usaha secara tegas ditentukan pada Pasal 7 huruf b dan d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan: 13 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 82.

11 11 Pasal 7 huruf b: Pasal 7 huruf d: Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; Dari ketentuan pasal-pasal diatas, dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha wajib mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar dapat mewujudkan keseimbangan perlindungan bagi kepentingan konsumen. Berbagai masalah yang timbul akibat ketidaksesuaian antara iklan dan realisasinya ini, mengakibatkan banyak konsumen yang merasa bahwa hak-hak nya selaku konsumen telah dirampas. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengadakan penyusunan sebuah skripsi dengan judul: Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli Apartemen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. B. Perumusan Masalah Rumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian, diperlukan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang akan ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan.

12 12 Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas, antara lain: 1. Bagaimanakah aspek hukum kegiatan periklanan di bidang properti? 2. Bagaimanakah kedudukan iklan dalam jual beli apartemen ditinjau dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun? 3. Bagaimanakah penyelesaian sengketa konsumen apartemen terhadap penyalahgunaan iklan oleh pelaku usaha (Developer)? C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan Kegiatan penelitian yang dilakukan pasti memiliki suatu tujuan yang hendak dicapai. Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui aspek hukum kegiatan periklanan di bidang properti. 2. Mengetahui kedudukan iklan dalam jual beli apartemen ditinjau dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. 3. Mengetahui penyelesaian sengketa konsumen apartemen terhadap penyalahgunaan iklan oleh pelaku usaha (Developer). Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan, 14 sehingga 14 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), hlm. 3.

13 13 harapan penulis agar penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, adapun manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan mampu mengisi kekosongan hukum, memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat bagi penulis dan pembaca, khususnya mengenai keberadaan rumah susun/apartemen di Indonesia sehingga dapat membantu dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan rumah susun/apartemen. Selain itu juga untuk membuka khasanah berpikir penulis dan pembaca mengenai peran penting dari suatu iklan sebagai sarana promosi dalam jual beli apartemen, sehingga mampu menjadikan suatu perlindungan hukum bagi konsumen apartemen apabila terjadi suatu permasalahan terkait dengan kedudukan iklan sebagai sarana promosi. 2. Manfaat Praktis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat yang bergelut dalam bidang properti serta memberikan masukanmasukan, solusi, atau pandangan kepada calon konsumen dalam membeli produk-produk apartemen sehingga calon konsumen dapat berpikir kritis dan tidak asal menerima begitu saja produk yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya.

14 14 D. Keaslian Penulisan Sebelum melakukan penulisan skripsi yang berjudul Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli Apartemen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Penulis terlebih dahulu telah melakukan penelusuran pada perpustakaan di lingkungan Fakultas Hukum. Oleh karenanya, keaslian dan kebenaran ini dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis sendiri dan telah sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi secara akademik yaitu kejujuran, rasional, objektif, dan terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis dalam proses menemukan kebenaran ilmu sehingga dengan demikian penulisan Karya Tulis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritik yang sifatnya konstruktif. Selain itu, semua informasi di dalam skripsi ini berasal dari berbagai karya tulis penulis lain, baik yang dipublikasikan ataupun tidak, serta telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis dengan benar dan lengkap. Setelah dilakukan pemeriksaan, selanjutnya perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara mengeluarkan surat pada tanggal 27 Mei 2016 yang menyatakan tidak ada judul yang sama, namun judul skripsi ini memiliki kesamaan topik dengan beberapa judul skripsi. Adapun judul skripsi yang dimaksud adalah: 1. Nama : Suriyanti NIM : Judul : Aspek Yuridis Perjanjian Pemasangan Iklan (Studi Kasus Pemasangan Iklan di Radio Prapanca FM Medan) 2. Nama : Mistariningsih

15 15 NIM : Judul : Akibat Hukum Dari Iklan Yang Dapat Merugikan Konsumen 3. Nama : Rabithah Khairul NIM : Judul : Tinjauan Atas Undang-Undang No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun Dalam Penyediaan Perumahan dan Permukiman yang Layak Huni Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Walaupun terdapat kemiripan dengan beberapa judul di atas, namun terdapat perbedaan signifikan mengenai substansi pembahasan. Penelitian yang dilakukan dengan judul Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli Apartemen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun secara khusus membahas tentang bagaimana kedudukan iklan itu dalam terselenggaranya jual beli apartemen ditinjau dari Undang-Undang Rumah Susun. Sedangkan ketiga judul diatas membahas tentang hal yang berbeda. Judul pertama membahas mengenai perjanjian pemasangan iklan pada radio Prapanca FM Medan. Judul kedua membahas mengenai akibat hukum dari iklan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sedangkan judul ketiga membahas tentang penyediaan perumahan dan pemukiman yang layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.

16 16 E. Tinjauan Kepustakaan adalah: Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis dalam skripsi ini 1. Iklan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memberikan definisi terhadap iklan, yakni: 1. Iklan adalah berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan; 2. pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa (seperti surat kabar dan majalah) atau di tempat umum; Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlidungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) memberikan ketentuan mengenai iklan bagi pelaku usaha, pasal 7 huruf b UUPK menyatakan: Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; Berkaitan dengan hal diatas maka setiap pelaku usaha wajib memiliki sifat yang kooperatif sehingga konsumen tidak dirugikan dengan ketidakjelasan iklan yang diberikan. Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (selanjutnya disebut UURS) memuat pengaturan mengenai pemasaran produk yang dibangun oleh pelaku usaha (dalam hal ini developer). Pasal 42 ayat (1) UURS menyatakan: Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,

17 17 Pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan. Pasal 42 ayat (2) UURS menyatakan: Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku pembangunan sekurang-kurangnya harus memiliki: a. kepastian peruntukan ruang; b. kepastian hak atas tanah; c. kepastian status penguasaan rumah susun; d. perizinan pembangunan rumah susun; dan e. jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin. Pasal diatas dapat menjadi batasan bagi pelaku usaha (developer) dalam menerbitkan iklan untuk disebarkan kepada masyarakat guna tertib terhadap peraturan yang berlaku serta dapat terhindar dari pelanggaran norma hukum. Pengaturan ini juga mengatur kepada pelaku usaha (developer) untuk senantiasa memberikan informasi yang benar dan baik kepada konsumen. 2. Rumah Susun Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat, yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, bendabenda bersama dan tanah bersama. 16 Satuan Rumah Susun (SRS) adalah Bagian-bagian dalam rumah susun yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah. SRS harus mempunyai Bab V, Pasal 42 ayat (1) dan (2). 16 Andi Hamzah, I Wayan Suandra dan B. A. Manalu, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, Cet. Kedua, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1992), hlm. 27.

18 18 sarana penghubung ke jalan umum, tanpa mengganggu dan tidak boleh melalui SRS yang lain. 17 Menurut Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun menyebutkan bahwa Hak Milik atas satuan rumah susun meliputi hak kepemilikan perseorangan yang digunakan secara terpisah, hak bersama atas bagian-bagian bangunan, hak bersama atas benda dan hak bersama atas tanah yang kesemuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan. 18 Berikut merupakan penjelasan mengenai hak-hak bersama: 19 a. Bagian bersama Adalah bagian-bagian dari rumah susun yang dimiliki bersama secara tidak terpisah oleh semua pemilik satuan rumah susun dan diperuntukkan pemakaian bersama, seperti: lift, tangga, lorong, pondasi, atap bangunan, ruang untuk umum dan lain-lain. b. Tanah bersama Adalah sebidang tanah tertentu di atas mana bangunan rumah susun yang bersangkutan berdiri, yang sudah pasti status hak, batas-batas dan luasnya. Tanah tersebut bukan milik para pemilik satuan rumah susun yang ada di lantai dasar. Melainkan, seperti halnya bagian bersama, 17 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Cet. Kesepuluh, Ed. Revisi, (Jakarta : Djambatan, 2005), hlm Affan Mukti, Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, Cet. Pertama, (Medan : USU Press, 2006), hlm Boedi Harsono, Op cit., hlm. 350.

19 19 juga merupakan hak bersama semua pemilik satuan rumah susun dalam bangunan rumah susun yang bersangkutan. c. Benda bersama Adalah benda-benda dan bangunan-bangunan yang buka merupakan bagian dari bangunan gedung rumah susun yang bersangkutan, tetapi berada di atas tanah bersama dan diperuntukkan bagi pemakaian bersama. Seperti bangunan tempat ibadah, lapangan parkir, olahraga, pertamanan, tempat bermain anak-anak dan lain-lainnya. Benda-benda tersebut juga merupakan milik bersama yang tidak terpisah dari semua pemilik satuan rumah susun. Dalam memanfaatkan satuan rumah susun, tentunya para penghuni memiliki hak, kewajiban dan larangan yang harus dilaksanakan dan ditaati. Adapun hak, kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh penghuni satuan rumah susun adalah: 20 a. Hak penghuni satuan rumah susun: 1) Memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama secara aman dan tertib; 2) Mendapat perlindungan sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; 3) Memilih dan dipilih menjadi anggota pengurus perhimpunan penghuni; 20 Andi Hamzah, Op. cit., hlm. 46.

20 20 4) Menyewakan satuan rumah susun yang dimilikinya kepada pihak lain yang akan menjadi penghuni, asal tidak melebihi jangka waktu berlakunya hak atas tanah bersama yang bersangkutan; 21 5) Menunjuk hak milik satuan rumah susun yang dimilikinya sebagai jaminan kredit, dengan membebaninya dengan hak tanggungan; 6) Hak milik satuan rumah susun dapat beralih karena pewarisan; 7) Memindahkan hak milik satuan rumah susun melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan atau legaat. b. Kewajiban penghuni satuan rumah susun: 1) Mematuhi dan melaksanakan pengaturan tata tertib dalam rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; 2) Membayar iuran untuk membiayai pengelolaan bagian bersama, serta premi asuransi kebakaran; 3) Memelihara rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama; 4) Membentuk perhimpunan penghuni; 22 5) Membayar biaya operasional perhimpunan penghuni sesuai dengan nilai perbandingan proposionalnya; 6) Dalam hal apabila tanah bersama dimiliki bukan dengan hak milik, pemilik satuan rumah susun mengajukan permohonan perpanjangan 21 Boedi Harsono, Op. cit., hlm Ibid.

21 21 jangka waktu atau pembaharuan hak guna bangunan atau hak pakai bagi tanah bersama yang bersangkutan. c. Larangan bagi penghuni satuan rumah susun: 1) Melakukan perbuatan yang membahayakan keamanan, ketertiban dan keselamatan terhadap penghuni lainnya, bangunan dan lingkungannya; 2) Mengubah bentuk dan/atau menambah bangunan di luar satuan rumah susun yang dimiliki, tanpa mendapat persetujuan perhimpunan penghuni. UU Rumah Susun mengenal beberapa jenis rumah susun, yakni: 23 a. Rumah susun umum Rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah susun umum inilah yang kemudian berkembang menjadi rusunami dan rusunawa. Rusunami adalah akronim dari rumah susun umum milik, sedangkan rusunawa adalah akronim dari rumah susun umum sewa. b. Rumah susun khusus Merupakan rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus. c. Rumah susun negara Bab I, Pasal Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,

22 22 Yaitu rumah susun yang dimiliki oleh negara yang menjadi tempat tinggal, sarana pembinaan dan penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan pegawai negeri. d. Rumah susun komersial Adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan. Rumah susun komersial oleh pengembang sering disebut apartemen, flat atau kondominium. Berdasarkan penggunaannya, rumah susun kemudian dikelompokkan menjadi: 24 a. Rumah susun hunian Yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat tinggal. b. Rumah susun bukan hunian Adalah rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha dan atau kegiatan sosial. c. Rumah susun campuran Merupakan rumah susun yang sebagian berfungsi sebagai tempat tinggal dan sebagian lagi berfungsi sebagai tempat usaha. Hapusnya hak milik atas satuan rumah susun dapat terjadi karena hak atas tanahnya hapus menurut pertaturan perundangan yang berlaku, misalnya karena adanya pencabutan hak atas tanah dan sebagainya. Apabila hal ini terjadi, maka setiap pemilik berhak memperoleh bagian atas milik bersama, 24 Imam Koeswahyono, Hukum Rumah Susun: Suatu Bekal Pengantar Pemahaman, (Malang : Bayumedia, 2004), hlm

23 23 terhadap bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama sesuai dengan nilai perbandingan proporsionalnya. Hapus dalam pengertian ini hanyalah dalam arti hubungan hukum atau atas haknya. Misalnya karena seluruh satuan rumah susun beralih haknya kepada satu orang atau badan hukum, sehingga bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama tidak ada lagi karena dimiliki oleh satu orang atau badan hukum. Atau hak guna bangunan atas tanah berakhir karena tidak diperpanjang atau diperbaharui. Hak milik atas satuan rumah susun juga hapus karena tanah dan bangunannya musnah, misalnya karena bencana alam dan sebagainya. Atau karena hak milik atas satuan rumah susun tersebut diserahkan haknya secara sukarela oleh pemiliknya kepada negara Jual Beli Apartemen Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. 26 Sesuai dengan pengertian dalam Pasal 1457 KUH Perdata di atas, maka ada tiga makna pokok dari jual beli yaitu: a. Kesepakatan mengenai jenis dan bentuk benda yang dijual; b. Kesepakatan mengenai harga benda yang dijual; dan 25 Andi Hamzah, Op. cit., hlm R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2009), hlm. 366.

24 24 c. Penyerahan benda, yaitu mengalihkan hak kepemilikan atas kebendaan yang telah dijual. Bahwa pada hakikatnya disamping perbuatan atau tindakan hukum menyangkut perpindahan hak atas suatu kebendaan, jual beli juga merupakan suatu perjanjian, oleh karenanya secara yuridis pelaksanaan jual beli harus merujuk pada ketentuan umum mengenai perjanjian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat, yakni: 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2) kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3) suatu hal tertentu;dan 4) suatu sebab yang halal. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. 27 Rumah susun/apartemen ini selanjutnya dipasarkan oleh pelaku usaha dan/atau agen pemasaran, baik sebelum pembangunan dilakukan maupun setelah pembangunan selesai agar rumah susun/apartemen tersebut terjual. Dalam proses jual beli apartemen yang dilakukan akan menimbulkan hak dan Bab I, Pasal Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,

25 25 kewajiban masing-masing pihak dan dituangkan dalam perjanjian pengikatan jual beli atau akta jual beli apartemen yang akan mengikat kedua belah pihak. Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian diharuskan untuk melaksanakan kewajiban yang sudah menjadi tanggungjawabnya. Dan apabila salah satu pihak tidak dapat atau lalai melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya, maka pihak yang lain dapat menuntut atas kesalahannya. F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Metodologi merupakan logika yang menjadi dasar suatu penelitian ilmiah. 28 Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 29 Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat. 30 Penelitian hukum normatif sendiri mengacu pada berbagai bahan hukum sekunder, 31 yaitu inventarisasi berbagai peraturan hukum nasional dan internasional dalam bidang periklanan (advertising) dan 28 Soerjono Soekanto, Op. cit., hlm Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cet. Ketujuh, Ed. Pertama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar, (Medan : Fakultas Hukum, 2009), hlm Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Cet. Kedua, Ed. Pertama, (Jakarta : Sinar Grafika, 1996), hlm. 14.

26 26 rumah susun (apartemen), jurnal-jurnal dan karya tulis ilmiah lainnya, serta artikel-artikel berita terkait. Penulis dalam menulis skripsi ini menggunakan inventarisasi hukum positif yang meliputi peraturan perundang-undangan yang relevan dengan iklan, rumah susun, dan jual beli. Pengumpulan data diambil secara studi kepustakaan yang terdiri dari data-data primer dan sekunder kemudian ditelusuri dan diuraikan secara sistematis, faktual dan akurat. Sedangkan penelitian deskriptif ialah penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu. 32 Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan secara jelas, tentang kedudukan iklan dalam jual beli apartemen di Indonesia. 2. Data Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini, menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumen (document study). Metode penelitian kepustakaan dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. 33 Menurut Soerjono Soekanto, data sekunder dalam penelitian hukum terdiri atas tiga bahan hukum, yaitu: Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Cet. Kedua, Ed. Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), hlm Bambang Waluyo, Op. cit., hlm Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. cit., hlm. 13.

27 27 a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan berbagai peraturan hukum nasional yang mengikat, antara lain: 1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun ) KUH Perdata. 3) UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. 4) UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. 5) PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 6) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun ) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta peraturan-peraturan lainnya. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: rancangan undangundang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan berbagai karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan ini. c. Bahan hukum tersier (tertier), yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, majalah, dan seterusnya. Selain itu, bahan tersier ini juga meliputi berbagai bahan

28 28 primer, sekunder, dan tersier di luar bidang hukum yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, terutama dari bidang ekonomi. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran dalam penulisan skripsi, dalam hal ini digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan menganalisis data secara sistematis melalui buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahanbahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 4. Analisis Data Dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan melakukan analisis secara eksploratif terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan iklan, rumah susun, dan jual beli. Kemudian penulis menghubungkan dengan pendapat-pendapat ahli, asas-asas hukum, perbandingan hukum, dan sinkronisasi aturan hukum. Lalu penulis mencoba merumuskan dalam bentuk uraian dan akhirnya ditarik suatu kesimpulan sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan. G. Sistematika Penulisan Karya ilmiah yang baik adalah karya ilmiah yang disajikan secara sistematis, maka penulis membagi penulisan karya ilmiah ini ke dalam susunan yang terdiri atas 5 (lima) bab, selanjutnya tiap-tiap bab terbagi atas beberapa sub

29 29 bab tersendiri yang maksudnya adalah untuk mempermudah dalam menguraikan dan mendeskripsikan setiap permasalahan yang dikaji yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Adapun sistematika yang akan dikembangkan oleh penulis dalam penulisan skripsi yang berjudul Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli Apartemen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun ini adalah sebagai berikut: Bab I mengenai pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum dan menyeluruh yang disusun secara sistematis berkaitan dengan judul skripsi ini yang kemudian meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II mengenai aspek hukum kegiatan periklanan di bidang properti, bab ini akan membahas mengenai kegiatan periklanan di bidang properti di Indonesia yaitu mengenai sejarah bisnis periklanan, pengertian dan tujuan kegiatan periklanan, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang periklanan, jenis-jenis periklanan dan perbuatan yang dilarang bagi perushaan dalam kegiatan periklanan di bidang properti. Bab III mengenai kedudukan iklan dalam jual beli apartemen ditinjau dari undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang rumah susun, bab ini menguraikan tentang tinjauan umum rumah susun yang mana juga menjelaskan mengenai pengertian rumah susun pada umumnya dan asas-asas rumah susun, membahas tentang tinjauan umum tentang perjanjian, asas-asas hukum perjanjian, syarat sahnya perjanjian, tinjauan umum pengertian pelaku usaha (developer), tinjauan

30 30 umum pengertian konsumen, pengaturan tentang periklanan dalam undangundang nomor 20 tahun 2011 tentang rumah susun dan juga akan membahas tentang kedudukan iklan dalam jual beli apartemen. Bab IV mengenai penyelesaian sengketa konsumen apartemen terhadap penyalahgunaan iklan oleh pelaku usaha (developer), bab ini selanjutnya akan membahas mengenai penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diantaranya penyelesaian sengketa secara damai antara para pihak, penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan juga membahas mengenai penyelesaian sengketa konsumen melalui proses litigasi. Bab V mengenai kesimpulan dan saran, memberikan kesimpulan yang merupakan intisari bab-bab sebelumnya serta jawaban atas pokok-pokok permasalahan dalam penelitian ini. Selain itu, penulis juga mengemukakan saransaran mengenai pokok-pokok permasalahan yang telah di bahas agar menjadi bahan pertimbangan bagi orang-orang yang sedang membahas tentang kedudukan iklan dalam jual beli apartemen.

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358.

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah penduduk di kota-kota besar seperti halnya yang terjadi di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, mengakibatkan adanya keterbatasan tanah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia terutama di kota besar terjadi sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota besar dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta pribadi bangsa. Dan perlu dibina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia selain sandang dan pangan. Sudah sewajarnya jika setiap manusia mempunyai tempat tinggal yang layak sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian pemerintah dan publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan berkembangnya organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan pemerintah dan stock holder mengembangkan bangunan. pengembang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan pemerintah dan stock holder mengembangkan bangunan. pengembang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi bisnis yang meningkat terkhusus di bidang properti dan kecenderungan pemerintah dan stock holder mengembangkan bangunan vertikal yaitu rumah susun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan perekonomian yang ada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan perekonomian yang ada di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian yang ada di Indonesia menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan barang dan jasa pada masyarakat Indonesia. Perkembangan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI TUKAR-MENUKAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 1 Oleh: Natalia Maria Liju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu Tinjauan Falsafah Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Suatu Tinjauan Falsafah Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya selalu berusaha mencari yang terbaik. Sebagai makhluk sosial, dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya tadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau didalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau didalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, rumah merupakan kebutuhan dasar manusia mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia, yang sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian bangsa. Perumahan dan permukiman tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemerataan pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti perlengkapan rumah, transportasi dan lain-lain 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti perlengkapan rumah, transportasi dan lain-lain 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan adalah keinginan manusia untuk memiliki dan menikmati kegunaan barang atau jasa yang dapat memberikan kepuasan bagi jasmani dan rohani demi kelangsungan hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 salah satu cita-cita perjuangan bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur, seiring

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. 118 ayat (1) UU No. 20/2011 bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. 118 ayat (1) UU No. 20/2011 bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Semakin mahalnya harga tanah karena banyak yang membutuhkan tanah untuk pembangunan perumahan, pemerintah membangun rumah susun terutama untuk warga

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut. 1. penggunaan, peruntukan serta pelestarian akan tanah tersebut.

Bab I PENDAHULUAN. jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut. 1. penggunaan, peruntukan serta pelestarian akan tanah tersebut. 9 Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan tanah saat ini semakin meningkat, dimana peningkatan akan tanah tersebut terjadi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 PEMINDAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI LELANG MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 1 Oleh : Farrell Gian Kumampung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional dalam melaksanakan politik pertanahan bahwa negara. Tujuan Undang-undang Pokok Agraria adalah :

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional dalam melaksanakan politik pertanahan bahwa negara. Tujuan Undang-undang Pokok Agraria adalah : 0 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok- Pokok Agraria yang singkatan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL II SUMATERA BARAT DENGAN PIHAK KETIGA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat, dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam memperlancar arus barang dan lalu lintas orang yang timbul sejalan

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam memperlancar arus barang dan lalu lintas orang yang timbul sejalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran pelaku usaha ekspedisi selama ini dianggap sangat membantu dalam mempermudah pengiriman barang dari satu tempat ke tempat yang lain. Pentingya untuk saling melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa rumah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH AKIBAT HIBAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA 1 Oleh : Cry Tendean 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN 44 BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN 1. Tugas dan Wewenang Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sebagai badan hukum, pengurus perhimpunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2005:854).

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu. Pembangunan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Namun bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi sebutan yang teramat mahal, padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak awal didirikannya Republik Indonesia, yang menjadi tujuan utama pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat sebagai tempat pembangunan dan juga tempat mata pencaharian masyarakat. Tanah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk memikirkan dan melakukan upaya-upaya bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk memikirkan dan melakukan upaya-upaya bagaimana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan Penduduk di Indonesia yang demikian pesat memacu Pemerintah untuk memikirkan dan melakukan upaya-upaya bagaimana dapat mensejahterakan segenap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tanah merupakan salah satu sumber daya alam bagi kehidupan manusia dan merupakan salah satu kekayaan Indonesia yang mempunyai fungsi sosial amat penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk yang diberikan oleh bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya, adalah pemberian kredit dimana hal ini merupakan salah satu fungsi bank yang sangat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 75, 1985 AGRARIA. HAK MILIK. Bangunan. Kesejahteraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup baik manusia, hewan, atau tumbuh-tumbuhan. Manusia hidup dan tinggal diatas tanah dan memanfaatkan tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin berkembang pesat ini, kegiatan perdagangan merupakan kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan karena adanya saling ketergantungan antara

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U AN

BAB I P E N D A H U L U AN BAB I P E N D A H U L U AN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebutuhan rumah tempat tinggal atau hunian di daerah perkotaan semakin meningkat dan dirasakan kurang, mengingat jumlah perumahan yang tersedia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang semakin maju harus menjamin perlindungan dalam dunia usaha. Perkembangan tersebut memunculkan berbagai usaha yang terus berkembang di segala

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah bukan lagi suatu perjanjian seperti dalam pasal 1457 jo 1458 KUH Perdata Indonesia. Jual-beli tanah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu unsur yang paling penting bagi setiap manusia di dalam melangsungkan kebutuhan hidupnya. Tanah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENERBITAN KARTU KREDIT DI PT BNI (PERSERO) SURAKARTA

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENERBITAN KARTU KREDIT DI PT BNI (PERSERO) SURAKARTA 0 PELAKSANAAN PERJANJIAN PENERBITAN KARTU KREDIT DI PT BNI (PERSERO) SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Persyaratan guna Mencapai Derajat Hukum dan Ilmu Hukum pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya peraturan

Lebih terperinci

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 16 TAHUN 1985 (16/1985) Tanggal : 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Sumber : LN 1985/75; TLN NO. 3318 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini sedang giatnya melakukan pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana diberbagai sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian.

BAB I PENDAHULUAN. keluarnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Asuransi di Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangatlah pesat setelah pemerintah mengeluarkan regulasi pada tahun 1980 diperkuat keluarnya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di indonesia, maka

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di indonesia, maka BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di indonesia, maka kebutuhan masyarakat akan rumah semakin meningkat. Pembangunan perumahan merupakan salah satu upaya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan adanya dua satuan ukur yaitu panjang dan lebar. Tanpa disadari oleh manusia, tanah mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Hukum adalah segala aturan yang menjadi pedoman perilaku setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Hukum adalah segala aturan yang menjadi pedoman perilaku setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hukum adalah segala aturan yang menjadi pedoman perilaku setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat atau bernegara disertai sanksi yang tegas apabila dilanggar.

Lebih terperinci

BAB I A. LATAR BELAKANG

BAB I A. LATAR BELAKANG BAB I A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memerlukan sebidang tanah baik digunakan untuk membangun rumah maupun dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja

BAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerja Praktik merupakan suatu proses penerapan disiplin ilmu yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja praktik dilaksanakan. Dalam kerja praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hidup, tumbuh besar, dan berkembangbiak, serta melakukan segala aktivitas di atas tanah, sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk membedakan pendefinisian kata rumah menjadi tidak sekedar

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk membedakan pendefinisian kata rumah menjadi tidak sekedar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia sebagai makhluk sosial membtuhkan rumah sebagai tempat tinggal dan sebagai sarana melangsungkan kehidupannya.rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa rumah merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah manusia mencari nafkah. Diatas tanah pula manusia membangun rumah sebagai tempat bernaung dan membangun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pesat dan majunya teknologi internet mempermudah untuk mengakses informasi apapun yang dibutuhkan, termasuk di dalamnya informasi produk. Adanya kemudahan

Lebih terperinci