KATA PENGANTAR. Puji syukur sudah sepantasnya dipanjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Puji syukur sudah sepantasnya dipanjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang"

Transkripsi

1

2

3

4 KATA PENGANTAR Puji syukur sudah sepantasnya dipanjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan rahmat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban terakhir sebagai mahasiswa guna melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan studi Program Sarjana (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Udayana. Adapun judul skripsi ini adalah TANGGUNG GUGAT PEMERINTAH PROVINSI BALI SEBAGAI PEMBERI IZIN PENGGARAP TANAH NEGARA. Penulis menyadari bahwa kekurangan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu, untuk menyempurnakan isi skripsi ini penulis mengharapkan kritik, saran dan bimbingan serta petunjuk-petunjuk dari semua pihak guna kelengkapan dan penyempurnaan skripsi ini. Penulisan skripsi ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD.KEMD., selaku Rektor Universitas Udayana. 2. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana. vi

5 3. Bapak I Ketut Sudiarta, S.H., M.H. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana. 4. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana. 5. Bapak I Wayan Suardana, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana. 6. Bapak A.A Gede Oka Parwata, SH.,MSi., selaku Ketua Program Ekstensi Fakultas Hukum Universitas Udayana. 7. Bapak AA. Ngurah Yusa Darmadi., SH., MH., selaku Ketua Program Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana. 8. Bapak Dr. I Nyoman Suyatna, SH.,MH selaku Pembimbing I yang sangat sabar dalam memberikan bimbingan, masukan-masukan, saran-saran kepada penulis dan berkenan meluangkan waktu beliau guna memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Bapak Kadek Sarna, SH.,Mkn., selaku Pembimbing II yang sangat sabar dalam memberikan bimbingan, masukan-masukan, saran-saran kepada penulis dan berkenan meluangkan waktu beliau guna memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Bapak Dr. I Ketut Westra SH., MH. selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing saya dari awal kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana. 11. Bapak dan Ibu Pegawai Laboratorium, perpustakaan, tata usaha, yang telah memberikan bantuan dalam hal administrasi selama mengikuti perkuliahan dan penyusunan skripsi ini. vii

6 12. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang selama ini telah mengajar dan memberikan ilmu pengetahuannya kepada saya. 13. Kedua orang tua saya I Gede Sukadana SH., MH., MM. dan Ni Made Ariani yang selalu memberikan kasih sayang, doa serta nasehat dan semangat kepada saya dalam penyusunan skripsi ini. 14. Adik saya I Made Adhitya Widhiardana yang selalu memberikan dukungan untuk penyusunan skripsi ini. 15. Teman-teman penulis, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah menemani hari-hari penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana, serta memberi semangat dan dorongan mental untuk menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan bagi perkembangan ilmu hukum pada khususnya. Denpasar, 9 Juli 2015 Penulis viii

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM... PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI... PENGESAHAN PANITIA PENGUJI... SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... i ii iii iv v vi ix xii xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Ruang Lingkup Masalah Originalitas Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Manfaat Praktis Landasan Teoritis Teori Kewenangan Teori Negara Hukum Teori Perizinan Metode Penelitian Jenis Penelitian Jenis Pendekatan Sumber Bahan Hukum Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik Pengolahan Bahan Hukum ix

8 BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN PERIZINAN PENGGARAPAN TANAH NEGARA Pengertian Tentang Perizinan Izin Izin Penggarap Tanah Negara Pengertian Tanah Negara dan Hak Pengelolaan Tanah Negara Pengertian Tanah Negara Pengertian Hak Pengelolaan Tanah Negara Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat dalam Pemberian Izin Penggarap Tanah Negara Tanggung Jawab Pemerintah Daerah dalam Pemberian Izin Penggarapan Tanah Negara Tanggung Gugat Pemerintah Daerah dalam Pemberian Izin Penggarapan Tanah Negara BAB III PENGATURAN GUGATAN TERHADAP PEMERINTAH PROVINSI BALI SEBAGAI PEMBERI IZIN Pengaturan Kewenangan Pemerintah Provinsi Bali sebagai Pemberi Izin Prosedur Gugatan Penerima Izin terhadap Pemerintah Provinsi Bali sebagai Pemberi Izin Prosedur Gugatan melalui PTUN Prosedur Gugatan melalui Pengadilan Negeri Putusan Gugatan Penerima Izin terhadap Pemerintah Provinsi Bali sebagai Pemberi Izin Kasus Posisi Pembahasan Kasus BAB IV TANGGUNG GUGAT PEMERINTAH PROVINSI BALI SEBAGAI PEMBERI IZIN PENGGARAP TANAH NEGARA KEPADA PETANI PENGGARAP Pengaturan Kewenangan Pemerintah Provinsi Bali Dalam Pemberian Izin Penggarapan Tanah Negara x

9 4.2 Tanggung Gugat Pemerintah Provinsi Bali Sebagai Pemberi Izin Penggarap Tanah Negara Kepada Petani Penggarap BAB V PUNUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xi

10 ABSTRAK Masyarakat Bali yang menempati dan menggarap tanah di wilayah Pulau Bali secara turun temurun berdasarkan izin menggarap yang telah diberikan oleh Pemerintah Provinsi Bali tentunya sangat bergantung pada adanya tanah yang dapat digarap dan menghasilkan untuk melanjutkan kehidupan dan kesejahteraan mereka. Jika Pemerintah Provinsi Bali mengambil alih tanah tersebut kemudian diberikan kepada investor, tentunya akan menimbulkan kekecewaan dan kesengsaraan bagi masyarakat Bali itu sendiri. Kondisi tersebut di atas melatarbelakangi penelitian ini dalam rangka mengetahui (1) Apakah Pemerintah Provinsi Bali sebagai pemberi izin untuk penggarap tanah negara dapat digugat?; dan (2) Bagaimanakah tanggung gugat Pemerintah Provinsi Bali sebagai pemberi izin penggarap tanah negara kepada petani penggarap. Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan kasus. Sumber bahan hukum dalam penelitian ini terdiri dari: primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum merupakan teknik studi kepustakaan. Analisis bahan hukum yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan argumentasi hukum berdasarkan logika hukum deduktif-induktif dan penyajian secara deskriptif dengan jalan menyusun secara sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang ilmiah. Hasil penelitian menunjukkan (1) Pemerintah Provinsi Bali sebagai pemberi izin untuk penggarap tanah negara dapat digugat oleh masyarakat penggarap mengingat Pemerintah Provinsi Bali telah mengeluarkan 2 (dua) buah diskresi atau keputusan di atas obyek yang sama. Jika Pemerintah Provinsi Bali bermaksud memberikan hak atas tanah yang sudah diberi izin untuk digarap oleh masyarakat, maka seharusnya Pemerintah Provinsi Bali mencabut terlebih dahulu izin untuk menggarap tanah negara oleh masyarakat tersebut. Dalam hal Pemerintah Provinsi Bali memberikan hak atas tanah tanpa mencabut terlebih dahulu izin penggarapan tanah, maka masyarakat penggarap dapat mengajukan gugatan kepada Pemerintah Provinsi Bali; dan (2) Tanggung gugat Pemerintah Provinsi Bali sebagai pemberi izin penggarap tanah negara kepada petani penggarap dapat berupa pemberian ganti rugi dalam bentuk uang atau ganti tanah di lokasi dan di wilayah lain. Kata Kunci: Penggarapan Tanah, Izin, Tanggung Gugat. xii

11 ABSTRACT Balinese people who occupy and cultivate the land on the island of Bali from generation to generation based on the work permit has been granted by the Provincial Government of Bali based on the cultivation permit has been granted by the Provincial Government of Bali certainly very dependent on their cultivate land and produce to continue their lives and prosperity. If the Provincial Government of Bali to take over the land then given to investors, will certainly lead to disappointment and misery for the people of Bali itself. The above mentioned condition serves as background of this research in frame of disclosing (1) Is the Provincial Government of Bali as the licensor for state land cultivator can be sued?; and (2) How can accountability of Provincial Government of Bali as the licensor of state land cultivator for cultivate peasants? The type of research is a normative legal research with statute approach, conceptual approach and case approach. Sources of legal materials in this research consisted of primary, secondary and tertiary legal materials. The technique of collecting legal material used is literature study techniques. Analysis of legal materials collected in this research performed by legal argumentation based on the legal of deductive-inductive logic and presented descriptively by arranging systematically to obtain a scientific conclusion. The research result indicated that (1) The Provincial Government of Bali as the licensor for state land cultivator can be sued by the cultivators society considering the Provincial Government of Bali has issued two (2) pieces of discretion or decisions over the same object. If the Provincial Government of Bali intends to provide land rights that had been given permission to be cultivated by the society, the Provincial Government of Bali should first revoke permission to cultivate on state land by the society. In case of the Provincial Government of Bali provides land rights without prior permission revoke the cultivation of the land, then the cultivators society can filed a lawsuit against the Provincial Government of Bali; and (2) The accountability of Provincial Government of Bali as the licensor of state land cultivator for cultivate peasants can be either compensation in the form of money or replace the land at the other location and in other regions. Keywords: Land Cultivation, Permit, Accountability. xiii

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pulau Bali dikenal dengan pulau seribu pura, ada pula yang menyebutnya sebagai pulau dewata. Secara geografis Provinsi Bali terletak pada 8 3'40"- 8 50'48" lintang Selatan dan '53" '40" Bujur Timur. Relief dan topografi Pulau Bali di tengah-tengah terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur. Provinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok dengan batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur berbatasan dengan Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat), sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan sebelah barat berbatasan dengan Selat Bali (Provinsi Jawa Timur). Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibu kota provinsi. Bali yang merupakan daerah yang memberikan perhatian khusus terutama di bidang pariwisata dan pertanian sangat perlu untuk menjaga keindahan alamnya demikian juga daerah obyek wisatanya yang menjadi sumber keuangan sebagian besar penduduk Bali seperti, Garuda Wisnu Kencana (GWK), Kintamani, Bedugul, Danau Batur, Taman Ayun, Istana Presiden Tampak Siring, Pura Besakih, Tanah Lot, Sangeh, Alas Kedaton, Bali Bird Park, situs Goa 1

13 2 Lawah, situs Goa Gajah, Pantai Lovina, Pantai Sanur, Pantai Nusa dua, Jimbaran, Pantai Dream Land, Pantai Kuta, Legian dan lain sebagainya. 1 Guna mencapai salah satu tujuan pokoknya, yaitu meletakan dasar-dasar bagi terbentuknya unifikasi dan kesederhanaan pada hukum tanah nasional, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) membuat ketentuan konversi. Lewat ketentuan konversi, hak-hak lama berdasarkan hukum adat dan hukum barat, disesuaikan dengan UUPA. Khusus bagi tanah-tanah adat yang bukan obyek konversi, penyesuaiannya terhadap UUPA difasilitasi dengan ketentuan penegasan hak. Bahkan, pada tahun 1962 dikeluarkan sebuah peraturan yang memungkinkan tanah-tanah adat yang tidak didukung oleh bukti-bukti hak untuk didaftarkan menjadi salah satu hak atas tanah menurut UUPA. Istilah hukum yang diberikan pada model ini adalah pengakuan hak. Dalam perjalanannya, pendaftaran konversi tanah-tanah adat tidak berlangsung mulus. Salah satu penyebab utamanya adalah terhentinya keberlakuan UUPA dalam kawasan hutan serta superioritas keberlakukan hukum pertambangan dalam wilayah kuasa pertambangan. Bukan rahasia umum lagi bahwa dalam kawasan hutan dan wilayah kuasa pertambangan tersebut justru terdapat tanah-tanah adat baik yang dilekati hak perorangan maupun hak ulayat. Adapun tanah-tanah adat yang tidak berlokasi baik dalam kawasan hutan maupun wilayah kuasa pertambangan juga mengalami penggerusan akibat pemberian hak-hak tanah menurut UUPA seperti HGU untuk perkebunan dan HGB untuk pembangunan real estate. 1 I Putu Agus Suarsana Ariesta, 2008, Daya Guna dan Hasil Guna Penggunaan Tanah Melalui Konsolidasi Tanah (Land Consolidation) di Denpasar Utara-Bali, Tesis, Program Pascasarjana Program Studi Megister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, Semarang, h. 23

14 3 Namun sekalipun terus dipojokan dengan rejim hukum kehutanan, pertambangan dan HGU dan HGB, masih terdapat banyak masyarakat adat yang terus melangsungkan pemilikan, pemanfaatan dan pemakaian atas tanah-tanah adat. Sekalipun demikian, mengacu pada pengertian formal mengenai tanah garapan, mereka bukan lagi sebagai pemilik atau pihak yang dianggap berhak. Kini, masyarakat adat tersebut berubah kedudukan menjadi sebatas penggarap. Disebut penggarap karena aktifitas mereka untuk mengusahakan dan mengerjakan tanah-tanah tersebut tidak didasarkan pada salah satu hak atas tanah dalam UUPA. Menurut Tjondronegoro istilah penggarapan identik dengan istilah penyakapan yakni petani yang secara sah mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif tanah yang bukan miliknya, dengan memikul sebagian atau seluruh resiko produksinya. 2 Tanah-tanah adat yang tidak jadi dikonversi ke dalam salah satu hak atas tanah menurut UUPA, sebagaimana digambarkan di atas, hanyalah salah satu sumber lahirnya tanah garapan. Dalam literatur-literatur hukum agraria, tanah garapan di atas digolongkan sebagai tanah garapan di atas tanah negara, termasuk tanah negara yang dikuasai oleh instansi pemerintah dan badan hukum milik negara/pemerintah. Sumber yang lain adalah tanah-tanah kosong atau terlantar. Sekalipun berstatus tanah hak, namun karena tidak sedang dimanfaatkan atau dipergunakan, tanah-tanah ini kemudian diduduki oleh penduduk setempat atau oleh para imigran. Fenomena tanah kosong yang diduduki dan dipergunakan oleh penduduk, belakangan juga merebak dalam kawasan hutan, baik pada bekas konservasi HPH maupun kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi. 2 Gejala Informalitas pada Tanah Garapan, =ww#hl=id&sclient=psyab&q=mekanisme+dalam+pemberian+izin++penggarapan+tanah+negara &oq=mekanisme+dalam+pemberian+izin++penggarapan+tanah+negara&gs_l=serp , diakses pada tanggal 31 Oktober 2012

15 4 Peranan pembangunan dalam masa-masa sekarang ini, sangatlah dirasakan adanya peningkatan kebutuhan akan tanah untuk keperluan berbagai macam aspek dalam menumbuhkan pembangunan yang merata bagi lapisan masyarakat, terutama pembangunan dibidang fisik baik desa maupun kota. Tanah sebagai modal dasar pembangunan memegang peranan yang sangat penting untuk melaksanakan kegiatan pembangunan, seperti mendirikan gedung sekolah, pelebaran jalan dan lain sebagainya. Akan tetapi banyaknya tanah yang tersedia untuk keperluan pembangunan sangatlah terbatas. Adapun faktor yang melatarbelakangi penulis mengangkat judul di atas, berawal dari seringnya muncul sengketa mengenai tanah diantara kelompokkelompok yang ada di masyarakat yang sangat mengharapkan suatu keadilan. Adapun ukuran keadilan itu subyektif dan relatif. Subyektif, karena ditentukan oleh manusia (hakim) yang mempunyai wewenang untuk memutuskan, namun tidak mungkin memiliki kesempurnaan yang absolut. Relatif, karena bagi seseorang dirasa sudah adil, tetapi bagi orang lain dirasa sama sekali tidak adil. Oleh kerena itu dalam setiap kegiatan pembangunan tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah, akan tetapi juga dibutuhkan peran aktif dari pihak swasta dan masyarakat pada umumnya. Untuk memenuhi kebutuhan akan tanah bagi pemerintah maupun perusahaan swasta, kecil sekali kemungkinannya menggunakan tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara dikarenakan persediaan tanahnya yang terbatas. Sebagai solusinya adalah menggunakan tanahtanah hak rakyat dengan memberikan ganti rugi kepada pemegang hak atas tanah. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 UUPA telah disebutkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

16 5 Ini berarti, bahwa hak atas tanah apapun yang dimiliki seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanah itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari haknya, sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Tetapi dalam ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat). Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah saling mengimbangi sehingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya. Berhubungan dengan fungsi sosialnya, maka adalah suatu hal yang sewajarnya bahwa tanah itu harus dipelihara baik-baik, agar bertambah kesuburannya serta dicegah kerusakannya. Kewajiban memelihara tanah ini tidak saja dibebankan kepada pemiliknya atau pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan menjadi beban pula dari setiap badan hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum dengan tanah itu. Dalam melaksanakan ketentuan ini akan diperhatikan kepentingan pihak yang ekonomis lemah. 3 Pranata hukum yang mengatur pengambilan tanah-tanah penduduk untuk keperluan pembangunan, dilakukan dengan melalui : 4 1. Pengadaan tanah Pengadaan tanah ialah setiap kegiatan yang mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut. 3 Arif, 1994, Undang-Undang Pokok Agraria, Cet III, Mandar Maju, Bandung, h Ibid

17 6 2. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah Pelepasan adalah kegiatan melepaskan hubungan antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah. Pengadaan tanah erat sekali hubungannya dengan pembebasan atau pelepasan hak atas tanah yang diperlukan baik untuk kepentingan umum maupun untuk kepentingan swasta, yang sering kali menimbulkan persoalan dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai kepentingan yang saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Menurut Soedharyo Soimin, pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum semula yang terdapat diantara pemegang hak/penguasa atas tanah dengan cara pemberian ganti rugi. 5 Namun dalam prakteknya, rakyat sering dijadikan akses para penguasa. Rakyat seringkali tidak diikutsertakan dalam musyawarah dan mengambil suatu kebijaksanaan yang menyangkut nasib dan masa depan mereka. Pada umumnya mereka hanya diberi pengarahan yang harus diterima dengan penuh kepatuhan, bahkan rakyat seringkali dibodohi dengan janji-janji yang menggiurkan, sehingga mereka merasa kecewa dan merasa dirugikan karena mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Bila persoalan semacam ini tidak mendapatkan perhatian yang serius, pada gilirannya akan menimbulkan masalah yang berdampak politik. Hal-hal tersebut di atas tentunya menimbulkan keresahan dalam masyarakat yang dirugikan secara moril dan materil. Padahal dalam pelaksanan 5 Soedharyo Soimin, 2001, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, h. 76

18 7 pengadaan tanah harus tetap berdasarkan prinsip-prinsip dan ketentuan hukum yang sesuai dengan prinsip bahwa negara kita adalah suatu negara hukum. Oleh karenanya, dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau pembangunan diperlukan suatu pendekatan yang bersifat terpadu melalui legal aprroach (pendekatan dari segi hukum), prosperty approach (pendekatan dari segi kesejahteraan), security approach (pendekatan dari segi ketertiban umum) dan humanity approach (pendekatan dari segi kemanusiaan). Dengan legal approach dimaksudkan bahwa prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan hukum tetap dijadikan landasan sesuai dengan prinsip bahwa negara kita adalah negara hukum. Prosperty approach dimaksudkan kita harus memperhatikan asas-asas ketertiban keamanan, sehingga stabilitas nasional akan tetap terpelihara. 6 Pembangunan dari rakyat mengandung makna bahwa rakyat merupakan faktor dominan diberikan peranan sentral dalam menggerakkan pembangunan dan perlu ditingkatkan kemampuannya untuk berproduksi dengan baik melalui investigasi dibidang sumber daya manusia. Pembangunan oleh rakyat berarti memberikan setiap manusia Indonesia memperoleh kesempatan yang adil untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan untuk rakyat berarti menjamin bahwa setiap kemajuan yang diperoleh sebagai hasil pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak. Masyarakat bali yang menempati dan menggarap tanah di wilayah pulau bali secara turun temurun berdasarkan izin menggarap yang telah diberikan oleh Pemerintah Provinsi Bali tentunya sangat bergantung pada adanya tanah yang 6 Abdurahman, 1995, Masalah Pencabutan hak-hak Atas Tanah, Pembebasan Tanah dan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum di Indonesia, PT. Citra Aditya, Bandung, h. 51

19 8 dapat digarap dan menghasilkan untuk melanjutkan kehidupan dan kesejahteraan mereka. Jika pemerintah provinsi bali mengambil alih tanah yang telah digarap oleh masyarakat bali secara turun temurun berdasarkan izin yang telah diberikan oleh pemerintah provinsi bali kemudian diberikan kepada investor, tentunya akan menimbulkan kekecewaan dan kesengsaraan bagi masyarakat Bali itu sendiri. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka judul yang dapat diangkat dalam tulisan ini adalah Tanggung Gugat Pemerintah Provinsi Bali sebagai Pemberi Izin Penggarap Tanah Negara. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah Pemerintah Provinsi Bali sebagai pemberi izin untuk penggarap tanah negara dapat digugat? 2. Bagaimanakah tanggung gugat Pemerintah Provinsi Bali sebagai pemberi izin penggarap tanah negara kepada petani penggarap? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk menjamin adanya ketegasan dan keutuhan serta untuk mencegah kekaburan permasalahan, maka disini perlu ditegaskan ruang lingkup masalah yang menyangkut tentang: 1. Untuk mengetahui apakah Pemerintah Provinsi Bali sebagai pemberi izin untuk penggarap tanah negara dapat digugat. 2. Untuk mengetahui tanggung gugat Pemerintah Provinsi Bali sebagai pemberi izin penggarap tanah negara kepada petani penggarap.

20 9 Dalam penulisan ilmiah menentukan ruang lingkup masalah merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin adanya keutuhan dan ketegasan serta untuk mencegah kekaburan permasalahan, karena terlalu luas atau terlalu sempit Orisinalitas Penelitian Penelitian tentang Tanggung Gugat Pemerintah Provinsi Bali sebagai Pemberi Izin Penggarap Tanah Negara menekankan pada Kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah Provinsi Bali sebagai Pemberi izin Penggarap Tanah Negara. Ada beberapa skripsi yang menulis berdasarkan hasil penelitian tentang Tanggung gugat, Perizinan, dan Penggarap Tanah Negara antara lain: 1. Ayu Kartika Gusti Saputri Olii yang menulis Skripsi berjudul Pendelegasian Wewenang Perizinan di Kabupaten Banyumas (Studi Di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas), dengan hasil penelitian Bupati Banyumas kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan perizinan Kabupaten Banyumas adalah menggunakan pendelegasian kewenangan delegasi. Pendelegasian kewenangan dengan delegasi adalah penyerahan atau pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh pejabat atau badan yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada badan atau pejabat lainnya. Dengan adanya pendelegasian kewenangan kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan maka tanggung jawab yuridis tidak lagi berada ditangan Bupati Banyumas tetapi beralih kepada Kepala Badan 7 Soerjono Soekanto, 1982, Tata Cara Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Hukum, Gahlia, Jakarta, h. 12

21 10 Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Bayumas selaku delegataris Hanif Dewi Wardhani yang menulis Skripsi berjudul Pelayanan Publik Dalam Proses Pengurusan Perizinan Di Kabupaten Cilacap (Studi Kasus Di Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Terpadu), dengan hasil penelitian ini menunjukkan (1) bahwa pelayanan publik dalam proses pengurusan perizinan di Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Cilacap dalam hal prosedur dalam pelayanan perizinan IMB, SIUP, izin lokasi, izin gangguan, dan izin reklame sudah dilakukan sesuai dengan prosedur pelayanan (2) Kendala yang dihadapi Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Cilacap yaitu arana dan prasarana yang menunjang dalam proses pelayanan perizinan seperti komputer mengalami kerusakan, kurang lengkapnya persyaratan administrasi pemohon, adanya keterbatasan pegawai dalam memanfaatkan teknologi modern;(3) upaya-upaya yang dilakukan yaitu mensosialisasikan informasi mengenai prosedur pelayanan perizinan dan persyaratan setiap perizinan melalui website di dan membagikan selebaran-selebaran ke masyarakat, memberikan kuisioner mengenai kinerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Cilacap secara berkala sesuai dengan mekanisme yang berlaku. 9 8 Ayu Kartika Gusti Saputri Olii, 2011, Pendelegasian Wewenang Perizinan Di Kabupaten Banyumas, Skripsi, Kementerian Pendidikan Nasional Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Hukum Purwokerto. 9 Hanief Dewi Wardani, 2012, Pelayanan Publik Dalam Proses Pengurusan Perizinan di Kabupaten Cilacap (Studi Kasus Di Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Terpadu), Skripsi. Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.

22 11 3. Mulyadi yang menulis Skripsi berjudul Tinjauan Hukum Status Penguasaan Tanah Balete Di Daerah Pesisir Danau Lapompakka Kabupaten Wajo, dengan Hasil penelitian yang diperoleh adalah status penguasaan tanah balete yang didasarkan pada hukum kebiasaan setempat yang mayoritas tidak dilengkapi dengan dengan izin pengelolaan maupun kepemilikan dari pemerintah setempat. UUPA tidak mengatur mengenai tanah balete tetapi karena berada di daerah pesisir dan terjadi akibat endapan lumpur maka dikategorikan sebagai tanah timbul. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang penatagunaan tanah menetapkan bahwa tanah timbul (tanah balete) merupakan tanah negara yang harus dimohonkan hak pengelolaan dan kepemilikan dengan memperhatikan garis sempadan danau dan rencana tata ruang wilayah. Kendala dalam penegasan status penguasaan tanah balete sebagai tanah negara adalah pemerintah belum melakukan tindakan untuk mendata mengenai tanah balete di wilayah tersebut serta keengganan masyarakat setempat untuk melaporkan tanah balete dikuasainya selama ini, sehingga penguasaannya tidak mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum Shirley Devy Valleta yang menulis Skripsi berjudul Tanggung Gugat Perjanjian Waralaba Pada Es Teler 77" Di Surabaya, dengan hasil penelitian bahwa bentuk perjanjian waralaba merupakan bentuk perjanjian baru, meskipun demikian tiada halangan untuk saling mengikatkan diri 10 Mulyadi, 2013, Tinjauan Hukum Status Penguasaan Tanah Balete di Daerah Pesisir Danau Lapompakka Kabupaten Wajo. Skripsi. Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.

23 12 dalam perjanjian ini selama tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Dalam waralaba terkandung asas, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas itikad baik, asas kesamarataan dalam hukum, asas pikul bareng, asas infornatieplicht dan asas confidential. Perihal kerugian yang dialami konsumen berkaitan dengan makanan yang dikonsumsi dalam sistem waralaba menjadi tanggung jawab pewaralaba karena nelakukan wanprestasi sesuai Pasal 1243 KUH Perdata, karena adanya hubunsan hukum berbentuk jual beli antara pewaralaba dengan konsumen. Berdasarkan asas pikul bareng yang menyangkut kemitraan bisnis, maka kerugian yang menyangkut apa yang telah diperjanjikan antara pengwaralaba dan pewaralaba menjadi tanggung jawab bersama. Tetapi kerugian karena kecerobohan/ kelalaian pewaralaba merupakan tanggung jawab pewaralaba sendiri. Seyogyanya pemerintah berupaya untuk membuat kontrak standar mengenai perjanjian waralaba, di dalam penggunaannya sebagai acuan oleh para pihak agar tidak terjadi masalah sehubungan belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengaturnya secara khusus dan tegas. 11 Dari keempat Skripsi tersebut di atas, tidak satu pun yang meneliti dan menulis tentang Tanggung Gugat Pemerintah Provinsi Bali sebagai Pemberi Izin Penggarap Tanah Negara, dan Skripsi ini ditulis berdasarkan penelitian dengan menganalisis putusan Pengadilan Negeri Denpasar. 11 Shirley Devy Valleta, 1994, Tanggung Gugat Perjanjian Waralaba Pada Es Teler 77" Di Surabaya. Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Surabaya.

24 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui dan memahami tanggung gugat pemerintah Provinsi Bali dengan pemberi izin penggarap tanah Negara Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui tanggung jawab pemerintah Provinsi Bali sebagai pemberi izin penggarap tanah negara kepada petani penggarap. 2. Untuk mengetahui tanggung gugat pemerintah Provinsi Bali sebagai pemberi izin penggarap tanah Negara. 1.6 Manfaat Peneletian Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian/ bahan penelitian lebih lanjut, serta menambah informasi mengenai tentang tanggung gugat pemerintah provinsi Bali sebagai pemberi ijin penggarap tanah Negara Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan memberikan informasi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pemerintahan provinsi Bali yang terkait dalam pemberi ijin penggarap tanah Negara. 1.7 Landasan Teoritis Teori yang digunakan untuk melakukan penelitian dalam penulisan skripsi adalah Teori Kewenangan, Teori Negara Hukum, dan Teori Perijinan.

25 Teori Kewenangan Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam Hukum Tata Pemerintahan (Hukum Administrasi), karena pemerintahan baru dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Keabsahan tindakan pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perihal kewenangan dapat dilihat dari Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan Publik dan Lembaga Negara dalam menjalankan fungsinya. Wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum. 12 Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Hassan Shadhily menerjemahkan wewenang (authority) sebagai hak atau kekuasaan memberikan perintah atau bertindak untuk mempengaruhi tindakan orang lain, agar sesuatu dilakukan sesuai dengan yang diinginkan. 13 Lebih lanjut Hassan Shadhily memperjelas terjemahan authority dengan memberikan suatu pengertian tentang pemberian wewenang (delegation of authority). Delegation of authority ialah proses penyerahan wewenang dari seorang pimpinan (manager) kepada bawahannya (subordinates) yang disertai timbulnya tanggung jawab untuk melakukan tugas tertentu. 14 Proses delegation of authority dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 12 SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h Tim Penyusun Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h Ibid, h. 172

26 15 1. Menentukan tugas bawahan tersebut 2. Penyerahan wewenang itu sendiri 3. Timbulnya kewajiban melakukan tugas yang sudah ditentukan. I Dewa Gede Atmadja, dalam penafsiran konstitusi, menguraikan sebagai berikut : Menurut sistem ketatanegaraan Indonesia dibedakan antara wewenang otoritatif dan wewenang persuasif. Wewenang otoritatif ditentukan secara konstitusional, sedangkan wewenang persuasif sebaliknya bukan merupakan wewenang konstitusional secara eksplisit. 15 Wewenang otoritatif untuk menafsirkan konstitusi berada ditangan MPR, karena MPR merupakan badan pembentuk UUD. Sebaliknya wewenang persuasif penafsiran konstitusi dari segi sumber dan kekuatan mengikatnya secara yuridis dilakukan oleh : 1. Pembentukan undang-undang; disebut penafsiran otentik 2. Hakim atau kekuasaan yudisial; disebut penafsiran Yurisprudensi 3. Ahli hukum; disebut penafsiran doktrinal. Penjelasan tentang konsep wewenang, dapat juga didekati melalui telaah sumber wewenang dan konsep pembenaran tindakan kekuasaan pemerintahan. Teori sumber wewenang tersebut meliputi atribusi, delegasi, dan mandat. 16 Prajudi Atmosudirdjo berpendapat tentang pengertian wewenang dalam kaitannya dengan kewenangan sebagai berikut : 15 I Dewa Gede Atmadja, 1996, Penafsiran Konstitusi Dalam Rangka Sosialisasi Hukum: Sisi Pelaksanaan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekwen, Pidato Pengenalan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana 10 April, h Ibid.

27 16 Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaa yang berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undang-Undang) atau dari Kekuasaan Eksekutif/Administratif. Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik. 17 Kekuasaan menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Wewenang mengandung arti hak dan kewajiban. Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu. Kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu. 18 Dalam hukum administrasi negara wewenang pemerintahan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan diperoleh melalui cara-cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat. Atribusi terjadinya pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Atribusi kewenangan dalam peraturan perundangundangan adalah pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang pada puncaknya diberikan oleh Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI 1945) atau UU kepada suatu lembaga negara atau pemerintah. Kewenangan tersebut melekat terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap diperlukan. Disini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta h. 18 Ridwan, HR., 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.

28 17 Pada delegasi, terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha negara lainnya. Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. Misal, dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara Pasal 93 (1) Pejabat structural eselon I diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri yang bersangkutan (2) Pejabat struktural eselon II ke bawah diangkat dan diberhentikan oleh Menteri yang bersangkutan. (3) Pejabat struktural eselon III ke bawah dapat diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat yang diberi pelimpahan wewenang oleh Menteri yang bersangkutan. Pengertian mandat dalam asas-asas Hukum Administrasi Negara, berbeda dengan pengertian mandataris dalam konstruksi mandataris menurut penjelasan UUD NRI 1945 sebelum perubahan. Menurut penjelasan UUD NRI 1945 Presiden yang diangkat oleh MPR, tunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Presiden adalah mandataris dari MPR, dan wajib menjalankan putusan MPR. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi. Dalam Hukum Administrasi Negara mandat diartikan sebagai perintah untuk melaksanakan atasan; kewenangan dapat sewaktu-waktu dilaksanakan oleh pemberi mandat, dan tidak terjadi peralihan tanggung jawab. Berdasarkan uraian tersebut, apabila wewenang yang diperoleh organ pemerintahan secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari undang-undang, yaitu dari redaksi pasal-pasal tertentu dalam peraturan undang-undang. Penerima

29 18 dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada pada penerima wewenang ( atributaris ). Perbedaan antara delegasi dan mandat. Dalam hal delegasi mengenai prosedur pelimpahannya berasal dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan yang lainnya dengan peraturan perundang-undangan, dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih ke delegataris. Pemberi delegasi tidak dapat menggunakan wewenang itu lagi, kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang dengan asas contrarius actus. Artinya, setiap perobahan, pencabutan suatu peraturan pelaksanaan perundang-undangan, dilakukan oleh pejabat yang menetapkan peraturan dimaksud, dan dilakukan dengan peraturan yang setaraf atau yang lebih tinggi. Dalam hal mandat, prosedur pelimpahan dalam rangka hubungan atasan bawahan yang bersifat rutin. Adapun tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada pemberi mandat. Setiap saat pemberi mandat dapat menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan itu. 19 Sedangkan Huisman membedakan delegasi dan mandat sebagai berikut : Delegasi, merupakan pelimpahan wewenang ( overdracht van bevoegdheid ); kewenangan tidak dapat dijalankan secara insidental oleh organ yang memiliki wewenang asli ( bevoegdheid kan door het oorsprokenlijk bevoegde orgaan niet incidenteel uitgoefend worden ); terjadi peralihan tanggung jawab ( overgang van verantwoordelijkheid ); harus berdasarkan UU ( wetelijk basis vereist ); harus tertulis ( moet schriftelijk ); Mandat menurut Huisman, merupakan perintah untuk 19 Philipus M. Hadjon, 1994, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press,Yogyakarta, h. 32.

30 19 melaksanakan (opdracht tot uitvoering); kewenangan dapat sewaktu-waktu dilaksanakan oleh mandans (bevoeghdheid kan door mandaatgever nog incidenteel uitgeofend worden ); tidak terjadi peralihan tanggung jawab (behooud van verantwoordelijkheid); tidak harus berdasarkan UU (geen wetelijke basis vereist); dapat tertulis, dapat pula secara lisan (kan schriftelijk, mag ook mondeling). 20 Atribusi diperoleh berdasarkan pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat Undang-undang kepada organ pemerintahan, delegasi diperoleh berdasar pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya, dan mandat diperoleh ketika organ pemerintahan mengijinkan kewenangannya dijalankan organ pemerintahan lain atas namanya. Sumber dan cara memperoleh kewenangan ini berimplikasi erat pada letak tanggung jawab atas wewenang tersebut (prinsip tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban, di mana pada atribusi dan delegasi disertai dengan berpindahnya tanggung jawab kepada penerima kewenangan, sementara dalam mandat tetap menjadi tanggung jawab pemberi kewenangan sebab pada hakikatnya yang terjadi bukanlah pelimpahan kewenangan tetapi penyerahan tugas (biasanya antara atasan dan bawahan) secara intraorganisasi (yang terjadi hanyalah hubungan internal organisasi) Teori Negara Hukum Negara dikatakan sebagai suatu Negara Hukum dapat dilakukan melalui penelusuran pandangan ilmiah para ahli. Menurut pendapat yang dikemukakan 20 Ridwan HR, Op.Cit, h. 26.

31 20 oleh Friedrich Julius Stahl sebagaimana dikutip oleh Jimly Asshiddiqie yang memberikan unsur-unsur atau ciri-ciri dari suatu Negara Hukum adalah sebagai berikut: 1. Adanya Perlindungan Hak Asasi Manusia; 2. Adanya Pembagian Kekuasaan; 3. Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang; dan 4. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara. 21 A.V. Dicey mengemukakan unsur-unsur rule of law adalah sebagai berikut: Supremasi absolut atau dominasi hukum yang bertentangan dengan kekuasaan sewenang-wenang dan meniadakan kesewenang-wenangan atau kesewenangan bebas yang begitu luas dari pemerintah; 2. Persamaan di hadapan hukum atau penundukan yang sama dari semua golongan kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court ini berarti tidak ada orang yang berada di atas hukum, baik pejabat maupun warga negara biasa berkewajiban untuk mentaati hukum yang sama. 3. Konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land, bahwa hukum konstitusi bukanlah sumber tetapi merupakan konsekwensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan, singkatnya prinsip-prinsip hukum privat melalui tindakan peradilan dan parlemen Jimly Asshiddiqie, 2012, Hukum Tata Negara Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, h. 22 Ibid.

32 21 sedemikian diperluas sehingga membatasi posisi crown dan pejabatpejabatnya. Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Negara Kesatuan Indonesia adalah sebuah negara yang dalam menyelenggarakan pemerintahan adalah berdasarkan atas prinsip-prinsip hukum untuk membatasi kekuasaan pemerintah, ini berarti bahwa kekuasaan Negara dibatasi oleh hukum (rechtsstaat), bukan didasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) yang secara jelas ditentukan dalam Batang Tubuh UUD NRI Dengan demikian dalam penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan sistem pemerintahan yang oleh K.C. Wheare dinyatakan, first of all it is used to describe the whole system of government of a country, the collection of rule are partly lega, in the sense that courts of law ill recognized as law but which are not less effective in regulating the government than the rules of law strictly so called 23 yang artinya pertama, dalam arti luas bahwa sistem pemerintahan dari suatu negara adalah merupakan himpunan peraturan yang mendasari serta mengatur pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya, kedua yaitu dalam arti sempit merupakan sekumpulan peraturan yang legal dalam lapangan ketatanegaraan suatu negara yang dimuat dalam suatu dokumen atau beberapa dokumen terkait satu sama lain. Secara konseptual istilah negara hukum di Indonesia dipadankan dengan dua istilah dalam bahasa asing, yaitu: K.C. Wheare, 1975, Modern Constitutions, Oxpord University Press, London, h I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi: Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, h. 157

33 22 1. Rechtsstaat (Belanda), digunakan untuk menunjuk tipe negara hukum yang diterapkan di negara-negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental atau civil law system. 2. Rule of law (Inggris), menunjuk tipe negara hukum dari negara Anglo Saxon atau negara-negara yang menganut common law system. Konsep negara hukum di Indonesia disamakan begitu saja dengan konsep rechtstaat dan konsep the rule of law, hal ini dapat dimaklumi karena bangsa indonesia mengenal istilah negara hukum melalui konsep rechtsstaat yang pernah diberlakukan Belanda pada masa kedudukannya di Indonesia, pada perkembangan selanjutnya terutama sejak perjuangan menumbangkan apa yang dalam periodisasi politik disebut perjuangan menumbangkan orde lama negara hukum begitu saja diganti dengan the rule of law. 25 Indonesia tidak seyogyanya tidak begitu saja mengalihkan konsep the rule of law atau konsep rechtstaat sebagai jiwa dan isi dari negara hukum Indonesia, karena pada dasarnya Indonesia telah memiliki konsep negara hukumnya sendiri yaitu konsep Negara Hukum Pancasila. Menurut Philipus M. Hadjon, dengan merujuk bahwa asas utama Hukum Konstitusi atau Hukum Tata Negara Indonesia adalah asas negara hukum dan asas demokrasi serta dasar negara Pancasila, oleh karena itu dari sudut pandang yuridisme Pancasila maka secara ideal bahwa Negara Hukum Indonesia adalah Negara Hukum Pancasila. 26 Lebih rinci disebutkan bahwa unsur-unsur Negara Hukum Pancasila adalah sebagai berikut: 25 Philipus M. Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, sebuah studi tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Peradaban, Jakarta, h I Dewa Gede Atmadja, Op. Cit., h. 16

34 23 1. keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan nasional; 2. hubungan yang fungsional dan proporsional antara kekuasaan negara; 3. prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir; 4. keseimbangan antara hak dan kewajiban. Unsur-unsur negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila menurut Sri Soemantri Martosoewignjo adalah sebagai berikut: Adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga negara; 2. Adanya pembagian kekuasaan negara; 3. Bahwa dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya pemerintah harus selalu berdasarkan atas hukum yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis; 4. Adanya kekuasaan kehakiman yang dalam menjalankan kekuasaannya merdeka Teori Perizinan Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, atau als opheffing van een algemene verdobsregel in het concentare geval (sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkrit). Lebih lanjut, Ateng Syafrudin 27 Sri Sumantri Martosoewignjo, 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, h. 11

35 24 mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh. 28 Adrian Sutedi mengartikan izin (vergunning) sebagai suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undangundang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Izin juga dapat diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan. 29 Adapun pengertian perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh Pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat. Perizinan dapat berbentuk penaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang mengharuskan adanya pengawasan. 30 Secara umum, terdapat dua kategori utama dalam perizinan publik, yaitu perizinan untuk warga perorangan dan perizinan untuk organisasi/pelanggan komersial. Hal-hal yang termasuk dalam kategori perizinan untuk warga perorangan misalnya surat-surat catatan sipil dan IMB untuk rumah tinggal. Sedangkan perizinan publik dalam ketegori kedua, dapat dibagi menjadi empat 28 Ridwan, HR., Op. Cit., h Adrian Sutedi, 2010, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta. h Ibid, h. 168

36 25 kelompok, yaitu: fasilitas dan peralatan komersial, kendaraan umum, izin usaha, dan izin industri. 31 Ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu sebagai fungsi penertipan dan fungsi pengatur. Sebagai fungsi penertib, dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan usaha masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain. Berkaitan dengan itu, maka ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud. Sedangkan izin sebagai fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukkannya, sehingga terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah. 32 Pemerintah melalui izin terlibat dalam kegiatan warga negara. Dalam hal ini pemerintah mengarahkan warganya melalui instrumen yuridis berupa izin. Izin dapat dimaksudkan untuk mencapai berbagai tujuan tertentu. Menurut Spelt dan Ten Berge, motif-motif untuk menggunakan sistem izin dapat berupa keinginan untuk mengarahkan (mengendalikan/sturen) aktivitas-aktivitas tertentu, mencegah bahaya bagi lingkungan, keinginan melindungi objek-objek tertentu, hendak membagi benda-benda yang sedikit, dan mengarahkan dengan menyeleksi orangorang dan aktivitas-aktivitas. Berkaitan dengan tujuan dan fungsi perizinan dijelaskan bahwa secara umum, tujuan dan fungsi perizinan adalah untuk pengendalian daripada aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu dimana ketentuannya berisi pedoman-pedoman 31 Samudra Wibawa, 1994, Evaluasi Kebijakan Publik, Raja Grafindo, Jakarta, h Sutedi, Op.Cit. h. 193

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM )

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM ) SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM ) Penerapan asas negara hukum oleh pejabat administrasi terikat dengan penggunaan wewenang kekuasaan. Kewenangan pemerintah ini

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM TESIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM IDA BAGUS ADHI BHAWANA NIM 1392461016 PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PELAYANAN PUBLIK PADA PEMERINTAH KOTA DENPASAR

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PELAYANAN PUBLIK PADA PEMERINTAH KOTA DENPASAR SKRIPSI PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PELAYANAN PUBLIK PADA PEMERINTAH KOTA DENPASAR PUTU DIKA WIJAYATAMA 0916051117 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 i SKRIPSI PENERAPAN

Lebih terperinci

SKRIPSI TANGGUNG JAWAB KONTRAKTOR DALAM PERJANJIAN KONTRAK KERJA KONTRUKSI ANTARA KONTRAKTOR DENGAN KONSUMEN

SKRIPSI TANGGUNG JAWAB KONTRAKTOR DALAM PERJANJIAN KONTRAK KERJA KONTRUKSI ANTARA KONTRAKTOR DENGAN KONSUMEN SKRIPSI TANGGUNG JAWAB KONTRAKTOR DALAM PERJANJIAN KONTRAK KERJA KONTRUKSI ANTARA KONTRAKTOR DENGAN KONSUMEN I MADE ARY ANANDA PUTRA NIM. 0816051035 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 i SKRIPSI

Lebih terperinci

PENERAPAN APPRAISAL RIGHT TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK YANG LEMAH DALAM PENGGABUNGAN PERUSAHAAN (MERGER)

PENERAPAN APPRAISAL RIGHT TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK YANG LEMAH DALAM PENGGABUNGAN PERUSAHAAN (MERGER) PENERAPAN APPRAISAL RIGHT TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK YANG LEMAH DALAM PENGGABUNGAN PERUSAHAAN (MERGER) I WAYAN ERI ABADI PUTRA NIM: 1016051050 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET BAGI DEBITUR DI LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD), DESA PAKRAMAN KABA KABA KECAMATAN KEDIRI, KABUPATEN TABANAN

PENYELESAIAN KREDIT MACET BAGI DEBITUR DI LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD), DESA PAKRAMAN KABA KABA KECAMATAN KEDIRI, KABUPATEN TABANAN PENYELESAIAN KREDIT MACET BAGI DEBITUR DI LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD), DESA PAKRAMAN KABA KABA KECAMATAN KEDIRI, KABUPATEN TABANAN ANAK AGUNG NGURAH BAGUS CANDRA DINATA NIM. 0916051193 FAKULTAS HUKUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Peradilan administrasi merupakan salah satu perwujudan negara hukum, peradilan administrasi di Indonesia dikenal dengan sebutan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA GEDUNG MILIK PEMERINTAH ANTARA PEMERINTAH KOTA DENPASAR DENGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG

PROBLEMATIKA YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA GEDUNG MILIK PEMERINTAH ANTARA PEMERINTAH KOTA DENPASAR DENGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG SKRIPSI PROBLEMATIKA YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA GEDUNG MILIK PEMERINTAH ANTARA PEMERINTAH KOTA DENPASAR DENGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG NI WAYAN IDA YULIANA PERTIWI 1116051159 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SKRIPSI TINDAKAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM MENANGGULANGI BERKURANGNYA TANAH PERTANIAN DI KOTA DENPASAR

SKRIPSI TINDAKAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM MENANGGULANGI BERKURANGNYA TANAH PERTANIAN DI KOTA DENPASAR SKRIPSI TINDAKAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM MENANGGULANGI BERKURANGNYA TANAH PERTANIAN DI KOTA DENPASAR I GEDE RENDY PURNAMA PUTRA DARMADA NIM. 1016051153 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA ANAK AGUNG GEDE MAHENDRA NIM

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA ANAK AGUNG GEDE MAHENDRA NIM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA ANAK AGUNG GEDE MAHENDRA NIM. 0916051085 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERUSAHAAN

Lebih terperinci

SKRIPSI KEKUATAN PEMBUKTIAN PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

SKRIPSI KEKUATAN PEMBUKTIAN PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS SKRIPSI KEKUATAN PEMBUKTIAN PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS IDA AYU GITA SRINITA 1116051079 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Lebih terperinci

SKRIPSI PELAKSANAAN PEMUNGUTAN ROYALTI HAK CIPTA LAGU UNTUK KEPENTINGAN KOMERSIAL

SKRIPSI PELAKSANAAN PEMUNGUTAN ROYALTI HAK CIPTA LAGU UNTUK KEPENTINGAN KOMERSIAL SKRIPSI PELAKSANAAN PEMUNGUTAN ROYALTI HAK CIPTA LAGU UNTUK KEPENTINGAN KOMERSIAL OLEH : SANG KOMPIANG JULI ARTA 0816051218 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 i SKRIPSI PELAKSANAAN PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

PENGATURAN PENGGUNAAN DESAIN YANG SAMA PADA PRODUK MOBIL YANG MEREKNYA BERBEDA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

PENGATURAN PENGGUNAAN DESAIN YANG SAMA PADA PRODUK MOBIL YANG MEREKNYA BERBEDA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI SKRIPSI PENGATURAN PENGGUNAAN DESAIN YANG SAMA PADA PRODUK MOBIL YANG MEREKNYA BERBEDA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI I PUTU ADI DANA PRATAMA NIM. 1116051096 FAKULTAS

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS BERKENAAN DENGAN PENANDATANGANAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PERSEROAN TERBATAS MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI

KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS BERKENAAN DENGAN PENANDATANGANAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PERSEROAN TERBATAS MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI TESIS KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS BERKENAAN DENGAN PENANDATANGANAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PERSEROAN TERBATAS MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI KOMANG FEBRINAYANTI DANTES 1292461007 PROGRAM MAGISTER

Lebih terperinci

PEMALSUAN TANDATANGAN AKTA OLEH PARA PIHAK DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIIL

PEMALSUAN TANDATANGAN AKTA OLEH PARA PIHAK DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIIL SKRIPSI PEMALSUAN TANDATANGAN AKTA OLEH PARA PIHAK DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIIL I PUTU DENNY PRADNYANA PUTRA NIM. 1203005250 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 i SKRIPSI PEMALSUAN TANDATANGAN

Lebih terperinci

KEWENANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH(BLUD) DALAM HAL PENGAWASAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN

KEWENANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH(BLUD) DALAM HAL PENGAWASAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN TESIS KEWENANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH(BLUD) DALAM HAL PENGAWASAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN I GEDE PERDANA YOGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012 TESIS KEWENANGAN

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK (CHILD LABOR) PADA USAHA AIR MINUM ISI ULANG TIRTHA SEMADHI DENPASAR UTARA

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK (CHILD LABOR) PADA USAHA AIR MINUM ISI ULANG TIRTHA SEMADHI DENPASAR UTARA 1 SKRIPSI IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK (CHILD LABOR) PADA USAHA AIR MINUM ISI ULANG TIRTHA SEMADHI DENPASAR UTARA MADE YUNITA ASRINI 1016051134 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

TANGGUNG GUGAT PERJANJIAN WARALABA PADA,ES TELER 77" 01 SURABAYA ABSTRAK SKRIPSI

TANGGUNG GUGAT PERJANJIAN WARALABA PADA,ES TELER 77 01 SURABAYA ABSTRAK SKRIPSI TANGGUNG GUGAT PERJANJIAN WARALABA PADA,ES TELER 77" 01 SURABAYA ABSTRAK SKRIPSI OLEH SHIRLEY DEVY VALLETA NRP 28800ft7 NIRM 88. 7. 004. 12021.06035 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SURABAYA SURABAYA 1994 Sunb-v.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. NRI 1945) yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. NRI 1945) yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan. Apabila dilihat secara geografis, Indonesia memiliki letak yang strategis

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG MENGKONSUMSI MAKANAN KADALUWARSA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG MENGKONSUMSI MAKANAN KADALUWARSA SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG MENGKONSUMSI MAKANAN KADALUWARSA AGUS FAHMI PRASETYA NIM. 1103005181 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 i SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

HAK EKSEKUSI KREDITOR SEPARATIS TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITOR PAILIT (STUDY KASUS PUTUSAN NO.06/PLW/PAILIT/2015/PN.NIAGA.SBY JO.

HAK EKSEKUSI KREDITOR SEPARATIS TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITOR PAILIT (STUDY KASUS PUTUSAN NO.06/PLW/PAILIT/2015/PN.NIAGA.SBY JO. HAK EKSEKUSI KREDITOR SEPARATIS TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITOR PAILIT (STUDY KASUS PUTUSAN NO.06/PLW/PAILIT/2015/PN.NIAGA.SBY JO. NO.20/PAILIT/2011/PN.NIAGA.SBY) GEDE ADI NUGRAHA NIM.

Lebih terperinci

INVESTASI ASING PADA SEKTOR PARIWISATA DI BIDANG PERHOTELAN DI BALI

INVESTASI ASING PADA SEKTOR PARIWISATA DI BIDANG PERHOTELAN DI BALI SKRIPSI INVESTASI ASING PADA SEKTOR PARIWISATA DI BIDANG PERHOTELAN DI BALI I GUSTI AYU INTEN ARDIANTARI 1103005060 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 SKRIPSI INVESTASI ASING PADA SEKTOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern sekarang ini, banyak sekali dilakukan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Pembangunan terjadi secara menyeluruh diberbagai tempat hingga

Lebih terperinci

I KETUT PARTHA CAHYADI NIM

I KETUT PARTHA CAHYADI NIM SKRIPSI IMPLIKASI PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DI KABUPATEN GIANYAR I KETUT PARTHA CAHYADI NIM.1116051157 FAKULTAS

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI TUKANG GIGI KARENA KELALAIAN DALAM MELAKUKAN PEKERJAANNYA DITINJAU DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI TUKANG GIGI KARENA KELALAIAN DALAM MELAKUKAN PEKERJAANNYA DITINJAU DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA SKRIPSI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI TUKANG GIGI KARENA KELALAIAN DALAM MELAKUKAN PEKERJAANNYA DITINJAU DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA dan UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas Desentralisasi dalam penyelengaraan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas Desentralisasi dalam penyelengaraan pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas Desentralisasi dalam penyelengaraan pemerintahan menurut pasal 1 angka 7 Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yaitu

Lebih terperinci

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA KAMAR RUMAH KOST DI KECAMATAN KUTA

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA KAMAR RUMAH KOST DI KECAMATAN KUTA SKRIPSI PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA KAMAR RUMAH KOST DI KECAMATAN KUTA VIRIYANANTA GOTAMA NIM. 1103005022 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 PENYELESAIAN WANPRESTASI

Lebih terperinci

PELANGGARAN ASAS-ASAS HUKUM HUMANITER DALAM SENGKETA BERSENJATA DI PALESTINA

PELANGGARAN ASAS-ASAS HUKUM HUMANITER DALAM SENGKETA BERSENJATA DI PALESTINA SKRIPSI PELANGGARAN ASAS-ASAS HUKUM HUMANITER DALAM SENGKETA BERSENJATA DI PALESTINA CHYNTYA DEWI NEGARA 0916051147 FAKULTAS HUKUM PROGRAM EKSTENSI UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 PELANGGARAN ASAS-ASAS

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM OVERMACHT DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA SEPEDA MOTOR (MOTOR BIKE RENT) OLEH PENYEWA WARGA NEGARA ASING

AKIBAT HUKUM OVERMACHT DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA SEPEDA MOTOR (MOTOR BIKE RENT) OLEH PENYEWA WARGA NEGARA ASING SKRIPSI AKIBAT HUKUM OVERMACHT DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA SEPEDA MOTOR (MOTOR BIKE RENT) OLEH PENYEWA WARGA NEGARA ASING KOMANG ADI ARTAWAN NIM. 1116051192 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Vol. 5 No. 2 Maret 2001, Lembaga Penelitian

Lebih terperinci

KEPAILITAN PT ASURANSI JIWA BUANA PUTRA YANG IZIN USAHANYA TELAH DICABUT : STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 229 K/PDT

KEPAILITAN PT ASURANSI JIWA BUANA PUTRA YANG IZIN USAHANYA TELAH DICABUT : STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 229 K/PDT SKRIPSI KEPAILITAN PT ASURANSI JIWA BUANA PUTRA YANG IZIN USAHANYA TELAH DICABUT : STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 229 K/PDT.SUS-PAILIT/2013 ANAK AGUNG INTAN PERMATA SARI NIM

Lebih terperinci

KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN SEHUBUNGAN DENGAN PENGANGKATAN ANAK OLEH ORANG TUA TUNGGAL ( Single Parent Adoption)

KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN SEHUBUNGAN DENGAN PENGANGKATAN ANAK OLEH ORANG TUA TUNGGAL ( Single Parent Adoption) SKRIPSI KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN SEHUBUNGAN DENGAN PENGANGKATAN ANAK OLEH ORANG TUA TUNGGAL ( Single Parent Adoption) (Studi Kasus Pengadilan Negeri Denpasar) NI LUH PUTU WIDIASTUTI NIM.

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan mineral dan batubara dapat menjadi salah satu tolak ukur kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENANAM MODAL ASING DALAM SENGKETA HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENANAM MODAL ASING DALAM SENGKETA HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENANAM MODAL ASING DALAM SENGKETA HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA OLEH : ADE HENDRA YASA NIM : 0916051080 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 i PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945 KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945 Oleh : Indah Permatasari 1 ABSTRACT The local government is given authority by the constitution to establish local regulations.

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN AGEN DALAM PENGANGKUTAN MULTIMODA

PERTANGGUNGJAWABAN AGEN DALAM PENGANGKUTAN MULTIMODA 1 SKRIPSI PERTANGGUNGJAWABAN AGEN DALAM PENGANGKUTAN MULTIMODA NI LUH PUTRI SANTIKA NIM. 1003005101 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 2 PERTANGGUNGJAWABAN AGEN DALAM PENGANGKUTAN MULTIMODA

Lebih terperinci

TANGGUNGG JAWAB PERUSAHAAN TERHADAP PEKERJA DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN KERJA PADA CV. SINAR KAWI DI TAMPAKSIRING GIANYAR

TANGGUNGG JAWAB PERUSAHAAN TERHADAP PEKERJA DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN KERJA PADA CV. SINAR KAWI DI TAMPAKSIRING GIANYAR SKRIPSI TANGGUNGG JAWAB PERUSAHAAN TERHADAP PEKERJA DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN KERJA PADA CV. SINAR KAWI DI TAMPAKSIRING GIANYAR OLEH: I.B. PUTU WIRA ADITYA 1103005183 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN DALAM KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN DALAM KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN DALAM KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) MAYA SEPTIA BUDI AYU NINGTIAS NIM. 1103005030 FAKULTAS

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM SISTEM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK (ONLINE SYSTEM)

KEPASTIAN HUKUM SISTEM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK (ONLINE SYSTEM) SKRIPSI KEPASTIAN HUKUM SISTEM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK (ONLINE SYSTEM) NI NYOMAN RATIH KESUMA DEWI NIM. 1103005095 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 KEPASTIAN HUKUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya peraturan

Lebih terperinci

SKRIPSI PRO DAN KONTRA PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA ( STUDY KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR)

SKRIPSI PRO DAN KONTRA PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA ( STUDY KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) SKRIPSI PRO DAN KONTRA PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA ( STUDY KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) I KETUT EKA SAPUTRA NIM 1116051234 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA ADDENDUM DALAM KONTRAK PEMBORONGAN MADE YUDHA WISMAYA NIM

PENYELESAIAN SENGKETA ADDENDUM DALAM KONTRAK PEMBORONGAN MADE YUDHA WISMAYA NIM PENYELESAIAN SENGKETA ADDENDUM DALAM KONTRAK PEMBORONGAN MADE YUDHA WISMAYA NIM. 1016051156 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 PENYELESAIAN SENGKETA ADDENDUM DALAM KONTRAK PEMBORONGAN Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), maka

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI TERHADAP PERLINDUNGAN DISABILITAS

KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI TERHADAP PERLINDUNGAN DISABILITAS KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI TERHADAP PERLINDUNGAN DISABILITAS Oleh I Kadek Indyana Pranantha Anak Agung Sri Utari Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Makalah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

SKRIPSI PENEGAKKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 26 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

SKRIPSI PENEGAKKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 26 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR SKRIPSI PENEGAKKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 26 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR I MADE ADITYA WIRYADARMA NIM. 0916051064 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan nama Lembaga Ombudsman

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan nama Lembaga Ombudsman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semangat reformasi mengharapkan suatu penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersih dari segala bentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di seluruh wilayah

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : I GUSTI AGUNG JORDIKA PRAMANDITYA NIM

SKRIPSI. Oleh : I GUSTI AGUNG JORDIKA PRAMANDITYA NIM SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDER) PERSEROAN PENANAMAN MODAL ASING BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE Oleh : I GUSTI AGUNG JORDIKA PRAMANDITYA NIM.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA MENGENAI SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIAL DALAM PERSPEKTIF TINDAK PIDANA KORUPSI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KOSNSTITUSI NOMOR :

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA MENGENAI SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIAL DALAM PERSPEKTIF TINDAK PIDANA KORUPSI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KOSNSTITUSI NOMOR : SKRIPSI KEBIJAKAN HUKUM PIDANA MENGENAI SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIAL DALAM PERSPEKTIF TINDAK PIDANA KORUPSI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KOSNSTITUSI NOMOR : 03/PUU-IV/2006 MUHAMMAD ZAINAL ABIDIN NIM. 1103005144

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : I GUSTI NGURAH AGUNG DARMASUARA NIM

SKRIPSI OLEH : I GUSTI NGURAH AGUNG DARMASUARA NIM SKRIPSI PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA DENPASAR DALAM PENETAPAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA DENPASAR OLEH : I GUSTI NGURAH AGUNG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi yang berjudul HAMBATAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN KARENA

KATA PENGANTAR. pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi yang berjudul HAMBATAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN KARENA KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas berkat asung kerta waranugraha Nya serta didorong oleh kemauan dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) HAK CIPTA SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 49 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat awal kemerdekaan, para pendiri bangsa telah sepakat menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERATURAN KAPOLRI NO. 8 TAHUN 2011 DALAM PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DI KABUPATEN TABANAN

PELAKSANAAN PERATURAN KAPOLRI NO. 8 TAHUN 2011 DALAM PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DI KABUPATEN TABANAN SKRIPSI PELAKSANAAN PERATURAN KAPOLRI NO. 8 TAHUN 2011 DALAM PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DI KABUPATEN TABANAN I Made Pidia Aquariesta NIM : 1016051049 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh :

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh : 41 FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN Oleh : Gusti Ayu Ratih Damayanti, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram Abstract In principle, there were two forms of

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN TEKNIK UNDERCOVER BUY DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI DI POLRESTA DENPASAR) I PUTU WISNU NUGRAHA NIM.

SKRIPSI PERANAN TEKNIK UNDERCOVER BUY DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI DI POLRESTA DENPASAR) I PUTU WISNU NUGRAHA NIM. SKRIPSI PERANAN TEKNIK UNDERCOVER BUY DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI DI POLRESTA DENPASAR) I PUTU WISNU NUGRAHA NIM. 1016051047 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 i PERANAN

Lebih terperinci

SKRIPSI PUTU ALVIN JANITRA NIM

SKRIPSI PUTU ALVIN JANITRA NIM SKRIPSI EFEKTIVITAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/ M-DAG/PER/4/2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PENGADAAN, PEREDARAN, DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DI KOTA

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR SKRIPSI KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEBERADAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEWAJIBAN OLEH TENAGA KERJA DALAM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) DI HOTEL HORISON JIMBARAN

PELAKSANAAN KEWAJIBAN OLEH TENAGA KERJA DALAM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) DI HOTEL HORISON JIMBARAN SKRIPSI PELAKSANAAN KEWAJIBAN OLEH TENAGA KERJA DALAM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) DI HOTEL HORISON JIMBARAN I PUTU AGUS SUMARNATA NIM: 0816051021 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Oleh Dikson Kristian I Nyoman Suyatna Cokorda Dalem Dahana Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERBIT KARTU KREDIT BERKAITAN DENGAN PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/2/PBI/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU ANANDITA

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05 MAKALAH ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK Menganalisis pelanggaran AAUPB terhadap Surat Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi

Lebih terperinci

TESIS ASAS ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH

TESIS ASAS ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH TESIS ASAS ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH NGURAH WAHYU RESTA NIM 1292462008 PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 ASAS ITIKAD

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN Rangga Dwi Prasetya Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Narotama Surabaya

Lebih terperinci

PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA BAGI PEKERJA PADA PT. TARU SAKTI UTAMA DI KUTA BADUNG

PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA BAGI PEKERJA PADA PT. TARU SAKTI UTAMA DI KUTA BADUNG SKRIPSI PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA BAGI PEKERJA PADA PT. TARU SAKTI UTAMA DI KUTA BADUNG NI NYOMAN RISKA AGUSTINA NIM. 1216051045 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 i PELAKSANAAN

Lebih terperinci

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK)

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK) HAK PENGELOLAAN PERAIRAN PESISIR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Indra Lorenly

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PIALANG TERHADAP INVESTOR AKIBAT KESALAHANNYA DALAM KEGIATAN PASAR MODAL

TANGGUNG JAWAB PIALANG TERHADAP INVESTOR AKIBAT KESALAHANNYA DALAM KEGIATAN PASAR MODAL SKRIPSI TANGGUNG JAWAB PIALANG TERHADAP INVESTOR AKIBAT KESALAHANNYA DALAM KEGIATAN PASAR MODAL I GUSTI MADE WISNU PRADIPTHA NIM. 0903005228 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013 i TANGGUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat) BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tertuang di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk

Lebih terperinci

KONSEKUENSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG INISIATIF DEWAN PERWAKILAN RAKYAT YANG TIDAK MENDAPAT PENGESAHAN DARI PRESIDEN

KONSEKUENSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG INISIATIF DEWAN PERWAKILAN RAKYAT YANG TIDAK MENDAPAT PENGESAHAN DARI PRESIDEN SKRIPSI KONSEKUENSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG INISIATIF DEWAN PERWAKILAN RAKYAT YANG TIDAK MENDAPAT PENGESAHAN DARI PRESIDEN OLEH: I MADE GEDE DARMA SUSILA NIM:0816051010 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Konsep yang dianut adalah konsep negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pokok Agraria yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria yang

BAB I PENDAHULUAN. Pokok Agraria yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria yang selanjutnya disebut dengan

Lebih terperinci

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL i SKRIPSI HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL MELYA SARAH YOSEVA NIM. 0816051032 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN SKRIPSI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN I GEDE MADE KRISNA DWI PUTRA NIM : 0803005200 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PENGGUNA JASA AKUNTAN PUBLIK. Study Kasus di Kantor Akuntan Publik Budiman, Wawan, dan Pamudji

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PENGGUNA JASA AKUNTAN PUBLIK. Study Kasus di Kantor Akuntan Publik Budiman, Wawan, dan Pamudji SKRIPSI WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PENGGUNA JASA AKUNTAN PUBLIK Study Kasus di Kantor Akuntan Publik Budiman, Wawan, dan Pamudji NYOMAN TRIE CHRISNADEWI NIM. 1116051188 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

WEWENANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

WEWENANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR TESIS WEWENANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR I WAYAN ADI SUMIARTA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS WEWENANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lebih terperinci

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI BARANG KERAJINAN PERAK PADA PERUSAHAAN MUNIR SILVER

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI BARANG KERAJINAN PERAK PADA PERUSAHAAN MUNIR SILVER SKRIPSI WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI BARANG KERAJINAN PERAK PADA PERUSAHAAN MUNIR SILVER Oleh : I GUSTI NGURAH ANOM SANTIKA PUTRA NIM : 0916051101 PROGRAM EKSTENSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI ATAS HAK SUBROGASI TERHADAP KERUGIAN TERTANGGUNG YANG TIMBUL AKIBAT PIHAK KE TIGA

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI ATAS HAK SUBROGASI TERHADAP KERUGIAN TERTANGGUNG YANG TIMBUL AKIBAT PIHAK KE TIGA TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI ATAS HAK SUBROGASI TERHADAP KERUGIAN TERTANGGUNG YANG TIMBUL AKIBAT PIHAK KE TIGA AGUS TONI PURNAYASA NIM. 1016051051 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENYERAHAN PEKERJAAN DALAM SISTEM OUTSOURCING PADA LEMBAGA KONSERVASI BALI BIRD PARK DAN REPTILE PARK DI GIANYAR

PELAKSANAAN PENYERAHAN PEKERJAAN DALAM SISTEM OUTSOURCING PADA LEMBAGA KONSERVASI BALI BIRD PARK DAN REPTILE PARK DI GIANYAR SKRIPSI PELAKSANAAN PENYERAHAN PEKERJAAN DALAM SISTEM OUTSOURCING PADA LEMBAGA KONSERVASI BALI BIRD PARK DAN REPTILE PARK DI GIANYAR I KADEK SURYAWAN NIM. 1116051184 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

KEWENANGAN BADAN PETANAHAN NASIONAL TERHADAP KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YANG MEMBATALKAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH

KEWENANGAN BADAN PETANAHAN NASIONAL TERHADAP KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YANG MEMBATALKAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH KEWENANGAN BADAN PETANAHAN NASIONAL TERHADAP KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YANG MEMBATALKAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH Oleh : A. A. Gede Aditya Kusuma 1 I Wayan Parsa 2 Nengah Suharta 3 Program

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH ABSTRACT: Oleh : Putu Tantry Octaviani I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

OLEH : EFIK YUSDIANSYAH

OLEH : EFIK YUSDIANSYAH OLEH : EFIK YUSDIANSYAH ISTILAH KEKUASAAN (LEGISLATIF) KEWENANGAN (EKSEKUTIF) KOMPETENSI (YUDISIAL) KEKUASAAN Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain sesuai dengan tujuan dan keinginannya.

Lebih terperinci

LEGALITAS HEWAN TERNAK SEBAGAI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

LEGALITAS HEWAN TERNAK SEBAGAI OBJEK JAMINAN FIDUSIA SKRIPSI LEGALITAS HEWAN TERNAK SEBAGAI OBJEK JAMINAN FIDUSIA OLEH : KADEK LISA KARTINI MAHASARI SUTEJA NIM. 0816051202 FAKULTAS HUKUM PROGRAM EKSTENSI UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 i LEGALITAS HEWAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. rahmat dan karunia-nya skripsi yang berjudul Peranan Awig-Awig Sebagai

KATA PENGANTAR. rahmat dan karunia-nya skripsi yang berjudul Peranan Awig-Awig Sebagai KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-nya skripsi yang berjudul Peranan Awig-Awig Sebagai Sosial Kontrol Masyarakat Terkait Larangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR TESIS PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN PENETAPAN BATAS MAKSIMUM PEMILIKAN TANAH PERTANIAN SESUDAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 56 (PRP) TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN WANI WIDJAJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENERBITAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI

PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENERBITAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENERBITAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister Program Magister

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci