BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kayu putih merupakan tanaman penghasil minyak atsiri sebagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kayu putih merupakan tanaman penghasil minyak atsiri sebagai"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kayu putih merupakan tanaman penghasil minyak atsiri sebagai salah satu hasil hutan non kayu. Di Indonesia umumnya tanaman kayu putih berwujud sebagai hutan alam dan hutan tanaman. Hutan alam terdapat di Maluku (pulau Buru, Seram, Nusa Laut dan Ambon), Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Irian Jaya, sedangkan yang merupakan hutan tanaman terdapat di Jawa Timur (Ponorogo, Kediri, Madiun), Jawa Tengah (Solo dan Gundih), Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Barat (Banten, Bogor, Sukabumi, Indramayu, Majalengka) (Kasmudjo, 1982). Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sistem pengelolaan hutan tanaman kayu putih dilaksanakan oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta dibawah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi D.I.Yogyakarta. Berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang dilakukan pada tahun 2012, luas tegakan kayu putih yang terdapat di KPH Yogyakarta adalah 4.508,75 ha, yang terbagi dalam kawasan lindung seluas 303,75 ha (6,74%), dan kawasan hutan produksi seluas 4.205,00 ha (93,26%). Untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan lindung, semuanya terdapat di BDH Kulon Progo- Bantul tepatnya di RPH Sermo, RPH Mangunan, dan RPH Dlingo. Sementara itu, untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan produksi, tersebar di 4 BDH yaitu BDH Playen (RPH Wonolagi, Kemuning, Gubung Rubuh, Menggoran, Kepek), BDH Karangmojo 1

2 (RPH Candi, Gelaran, Kenet, Nglipar), BDH Paliyan (RPH Grogol, Mulo), dan BDH Panggang (RPH Pucanganom) (Anonim, 2012). Hasil hutan tanaman kayu putih termasuk dalam Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) karena output utama dari tegakan ini adalah daun kayu putih yang dapat menghasilkan minyak kayu putih melalui proses penyulingan. KPH Yogyakarta mengopersasikan 2 pabrik Minyak Kayu Putih (MKP) dengan skala besar di Sendangmole dan Gelaran. Selain itu juga mengoperasikan 2 pabrik MKP skala kecil yang terletak di Dlingo dan Kediwung. Suplai bahan baku diperoleh dari tanaman kayu putih yang dikelola sendiri oleh KPH Yogyakarta. Menurut studi yang dilakukan oleh Astana (2005) dalam Kartikawati et al. (2014), selama ini industri minyak kayu putih baik yang diusahakan oleh rakyat, Perhutani maupun Dinas Kehutanan Provinsi DI Yogyakarta memberikan nilai yang rendah terhadap harga daun kayu putih. Harga daun hanya didasarkan pada perhitungan upah pemetikan dan pengangkutan ke pabrik penyulingan, dan berkisar antara Rp 90 Rp 215 per kg. Oleh sebab itu meski rendemennya rendah (maksimum 1 %) usaha penyulingan tetap menguntungkan. Akibat rendahnya harga daun ini maka tidak ada insensif bagi industri ini untuk mengembangkan tanaman kayu putih. Dalam pembangunan hutan tanaman kayu putih tidak terlepas dari biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli faktor-faktor produksi dengan tujuan menghasilkan output yaitu daun kayu putih. Faktor-faktor produksi itu adalah barang ekonomis (barang yang harus dibeli karena mempunyai harga), termasuk barang langka (scare), sehingga untuk mendapatkannya membutuhkan 2

3 pengorbanan berupa pembelian dengan uang. Biaya dalam faktor-faktor produksi dalam pengusahaan hutan tanaman kayu putih dapat dipisahkan menjadi investasi tetap, investasi langsung, dan biaya rutin. Dari total biaya produksi (penjumlahan investasi tetap, investasi langsung dan biaya rutin) yang dikeluarkan dapat dapat dihitung biaya produksi daun kayu putih persatuan hasil, yaitu dengan membagi total biaya produksi dan total produksi daun. Biaya produksi per satuan hasil ini dapat digunakan untuk menentukan harga dasar daun kayu putih yang sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan. KPH Yogyakarta belum mengetahui harga daun kayu putih. Selama ini dalam penjualan produk berupa minyak kayu putih harga input hanya dihitung dari biaya petik dan biaya angkutan saja, sehingga belum memperhitungkan keseluruhan biaya untuk menghasilkan input (daun kayu putih) tersebut. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai penghitungan biaya produksi daun kayu putih berdasarkan total biaya yang telah dikeluarkan selama proses produksi. Selain itu juga diperlukan menghitung biaya produksi daun kayu putih per satuan hasil (kilogram) untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan daun kayu putih per kilogram-nya supaya dapat membantu pengusahaan hutan kayu putih (dalam hal ini KPH Yogyakarta) untuk menentukan anggaran biaya dan jumlah produksi yang akan dicapai pada periode selanjutnya. 3

4 1.2 Perumusan Masalah KPH Yogyakarta merupakan tipe proyek yang memiliki hubungan vertikal yaitu suatu hubungan antar proyek dimana output dari suatu komponen merupakan input bagi komponen yang lain. Dalam hal ini output dari hutan kayu putih (daun kayu putih) menjadi input bagi pabrik minyak kayu putih. Permasalahan terkait dengan penelitian ini adalah KPH Yogyakarta memperoleh keuntungan semu dari proyek-proyek yang dijalankan. Maksud dari keuntungan semu adalah bahwa keuntungan yang diperoleh dari usaha penyulingan minyak kayu putih KPH Yogyakarta belum memperhitungkan biaya bahan baku (daun kayu putih). Selama ini di KPH Yogyakarta menurut studi yang dilakukan oleh Astana (2005) dalam Kartikawati et al. (2014), harga daun kayu putih hanya didasarkan pada perhitungan upah pemetikan dan pengangkutan ke pabrik penyulingan, dan bekisar antara Rp 90 Rp 215 per kg. Dengan demikian informasi mengenai biaya produksi daun kayu putih penting bagi KPH Yogyakarta untuk mengetahui keuntungan yang sesungguhnya diperoleh dalam mengusahakan hutan kayu putih dan pabrik minyak kayu putih. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dapat diajukan adalah: 1. Berapa struktur biaya investasi langsung, investasi tetap, biaya rutin dan total biaya produksi daun kayu putih? 2. Berapa besaran biaya produksi daun kayu putih per satuan hasil (Rp/kg)? 4

5 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu : 1. Mengetahui struktur biaya pengusahaan hutan tanaman kayu putih yang meliputi besarnya biaya investasi tetap, biaya investasi langsung, biaya rutin dan total biaya produksi daun kayu putih. 2. Menentukan besaran biaya produksi daun kayu putih per satuan hasil (Rp/kg). 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian tentang biaya produksi daun kayu putih, yaitu: 1. Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan bagi perusahaan. 2. Sebagai informasi untuk menentukan anggaran biaya produksi bagi perusahaan. 3. Sebagai bahan acuan bagi penelitian lebih lanjut. 5

BAB I PENDAHULUAN. Luas Hutan negara di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan LKPJ DIY

BAB I PENDAHULUAN. Luas Hutan negara di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan LKPJ DIY BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas Hutan negara di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan LKPJ DIY tahun 2013 yaitu seluas 18.715,0640 Ha atau sekitar 5,87% dari total luas seluruh DIY yaitu 318.518

Lebih terperinci

Jumat, 27 Juli Balai KPH Yogyakarta dibentuk berdasarkan Perda Nomor: 6 Tahun 2008 dan Pergub Nomor: 36 Tahun 2008.

Jumat, 27 Juli Balai KPH Yogyakarta dibentuk berdasarkan Perda Nomor: 6 Tahun 2008 dan Pergub Nomor: 36 Tahun 2008. PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KPH YOGYAKARTA Alamat : Jalan Argulobang No.13 Baciro, Telp (0274) 547740 YOGYAKARTA PENDAHULUAN 1. Wilayah KPH Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing bagi masyarakat di Indonesia karena dapat menghasilkan minyak kayu

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing bagi masyarakat di Indonesia karena dapat menghasilkan minyak kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kayu putih (Melaleuca leucadendron, LINN) merupakan tanaman yang tidak asing bagi masyarakat di Indonesia karena dapat menghasilkan minyak kayu putih (cajuputi oil)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam sehingga menjadikan Negara Indonesia sebagai negara yang subur

BAB I PENDAHULUAN. beragam sehingga menjadikan Negara Indonesia sebagai negara yang subur BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia sangat banyak dan beragam sehingga menjadikan Negara Indonesia sebagai negara yang subur dengan bermacam-macam ragam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 DAFTAR ISI HALAMAN COVER i HALAMAN JUDUL ii HALAMAN PENGESAHAN.. iii HALAMAN PERNYATAAN. iv KATA PENGANTAR. v DAFTAR ISI. vi DAFTAR TABEL. viii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN x INTISARI.. xi ABSTRACT..

Lebih terperinci

Pagu anggaran (Rp) Sistem Pelaksanaan. No Kegiatan/Paket Pekerjaan Volume. Lokasi Pekerjaan

Pagu anggaran (Rp) Sistem Pelaksanaan. No Kegiatan/Paket Pekerjaan Volume. Lokasi Pekerjaan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa Sumber Dana APBD Tahun Anggaran 2012 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Prov. DIY Sumber Jalan Argulobang nomor 19 Baciro Yogyakarta 55225 Telepon 0274-588518 Pagu anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan oleh Perhutani, baik berupa produk kayu maupun non kayu.

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan oleh Perhutani, baik berupa produk kayu maupun non kayu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kehutanan merupakan salah satu sumber devisa negara yang cukup menjanjikan. Selama ini Perum Perhutani identik dengan hasil hutan kayunya terutama kayu jati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan sektor yang berperan dalam meningkatkan pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku minyak atsiri. Indonesia menghasilkan 40 jenis dari 80 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan

Lebih terperinci

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 Disampaikan dalam : Rapat Koordinasi Teknis Bidang Kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam dari sektor kehutanan merupakan salah satu penyumbang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam dari sektor kehutanan merupakan salah satu penyumbang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam yang dimiliki negara Indonesia sangatlah beragam, sumber daya alam dari sektor kehutanan merupakan salah satu penyumbang bagi perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

Model produksi daun pada hutan tanaman kayuputih sistem pemanenan pangkas tunas LATAR BELAKANG

Model produksi daun pada hutan tanaman kayuputih sistem pemanenan pangkas tunas LATAR BELAKANG Model produksi daun pada hutan tanaman kayuputih sistem pemanenan pangkas tunas LATAR BELAKANG Tumbuh alami di Kep. Maluku Tumbuh baik di tanah tanah marjinal Industri padat karya Produksi jauh dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pasal 23 UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, tujuan pemanfaatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pasal 23 UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, tujuan pemanfaatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut pasal 23 UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, tujuan pemanfaatan hutan adalah untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Biomassa adalah segala material yang berasal dari tumbuhan atau hewan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Biomassa adalah segala material yang berasal dari tumbuhan atau hewan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Biomassa adalah segala material yang berasal dari tumbuhan atau hewan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan panas (Abimanyu dan Hendrana, 2014).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. Berbagai jenis tanaman pangan diusahakan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan para. pemangku kepentingan bahwa produk hasil hutan bukan kayu (HHBK)

BAB 1. PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan para. pemangku kepentingan bahwa produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kakao merupakan tanaman perkebunan yang memiliki peran cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi kayu dan prasarana pemanenan kayu dari hutan tergolong memadai

BAB I PENDAHULUAN. potensi kayu dan prasarana pemanenan kayu dari hutan tergolong memadai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan bahan baku hasil hutan berupa kayu terus meningkat seiring dengan lajunya perkembangan industri hasil hutan dan jumlah penduduk di Indonesia. Kebutuhan kayu

Lebih terperinci

DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1981 SERI D PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY) NOMOR : 9 TAHUN 1980 (1/1980) TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bibit tanaman hutan dan jenis tanaman serbaguna Multi Purpose Tree Species

BAB I PENDAHULUAN. bibit tanaman hutan dan jenis tanaman serbaguna Multi Purpose Tree Species BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Kebun Bibit Rakyat (KBR) merupakan salah satu program pemerintah yang ditujukan untuk terus meningkatkan capaian rehabilitasi hutan dan lahan. Program tersebut

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia

I. PENDAHULUAN. terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan proses alam yang mempengaruhi perubahan terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia yang mengubah komposisi

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tanaman kayu putih sebagai salah satu komoditi kehutanan

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tanaman kayu putih sebagai salah satu komoditi kehutanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan tanaman kayu putih sebagai salah satu komoditi kehutanan merupakan salah satu solusi yang realistis dalam menghadapi tantangan pengelolaan hutan saat ini.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Bantul merupakan bagian integral dari wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang mempunyai 17 kecamatan. Letak astronominya antara 110º12 34 sampai 110º31

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN Suwarno Asisten Direktur Perum Perhutani Unit 2 PENDAHULUAN Perusahaan Umum (Perum) Perhutani Unit 2 berdasar Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2010 mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. konsep pengelolaan hutan di Indonesia bersifat dinamis, sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. konsep pengelolaan hutan di Indonesia bersifat dinamis, sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang cukup potensial dan memiliki peran strategis dalam pembangunan. Dengan peran yang cukup strategis tersebut, konsep pengelolaan

Lebih terperinci

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 213 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 KEMENTERIAN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 1 IKHTISAR MENURUT SATKER

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ).

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak,

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16 KOMODITAS DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN MALUKU TENGAH Pembangunan ketahanan pangan dan pertanian di Indonesia merupakan focus dari arus utama pembangunan nasional. Secara perlahan diarahkan secara umum

Lebih terperinci

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Kawasan Hutan Total No Penutupan Lahan Hutan Tetap APL HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologi maupun sosial ekonomi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. ekologi maupun sosial ekonomi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peranan yang sangat besar dari segi ekologi maupun sosial ekonomi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan berbagai teknologi menyebabkan implikasi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Aspek pasar antara lain mengkaji potensi pasar baik dari sisi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG DEWAN PENGEMBANGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG DEWAN PENGEMBANGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG DEWAN PENGEMBANGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pembangunan daerah, terutama

Lebih terperinci

Perum Perhutani yang merupakan Badan Usaha Milik. Negara (BUMN) berbentuk perusahaan umum bertugas menyelenggarakan

Perum Perhutani yang merupakan Badan Usaha Milik. Negara (BUMN) berbentuk perusahaan umum bertugas menyelenggarakan I. PENDAHULUAN A. LATARBELAKANG Perum Perhutani yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk perusahaan umum bertugas menyelenggarakan kegiatan pengusahaan hutan di Pulau Jawa, meliputi Unit

Lebih terperinci

Tabel V.1.1. REKAPITULASI PRODUKSI KAYU BULAT BERDASARKAN SUMBER PRODUKSI TAHUN 2004 S/D 2008

Tabel V.1.1. REKAPITULASI PRODUKSI KAYU BULAT BERDASARKAN SUMBER PRODUKSI TAHUN 2004 S/D 2008 Tabel V.1.1. REKAPITULASI PRODUKSI KAYU BULAT BERDASARKAN SUMBER PRODUKSI TAHUN 2004 S/D 2008 Sumber Produksi (m3) Hutan Alam Hutan Tanaman HPH (RKT) IPK Perhutani HTI Jumlah (m3) 1 2004 3,510,752 1,631,885

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang dimanfaatkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang dimanfaatkan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan wisata adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAYU PUTIH DI KPMKP KRAI KABUPATEN GROBOGAN SKRIPSI. Program Studi Agribisnis

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAYU PUTIH DI KPMKP KRAI KABUPATEN GROBOGAN SKRIPSI. Program Studi Agribisnis ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAYU PUTIH DI KPMKP KRAI KABUPATEN GROBOGAN SKRIPSI Program Studi Agribisnis Oleh: TRI ASTUTI CAHYANINGRUM H0808151 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KAWASAN HUTAN/Forest Area (X Ha) APL TOTAL HUTAN TETAP PROPINSI

BAB I PENDAHULUAN. KAWASAN HUTAN/Forest Area (X Ha) APL TOTAL HUTAN TETAP PROPINSI 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Minyak dan gas bumi, batubara, emas dan tembaga serta barang tambang lainnyayang banyak ditemukan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI Oleh : Direktur Pengelolaan Air Irigasi Lombok, 27 29 November 2013 1 REALISASI KEGIATAN PUSAT DIREKTORAT

Lebih terperinci

2012, No

2012, No 2012, No.163 12 LAMPIRAN I FASILITAS TRANSPORT NO ESELON, PANGKAT/GOL PERJALANAN DINAS PESAWAT UDARA MODA TRANSPORTASI KAPAL LAUT KERETA API LAINNYA 1 2 3 4 5 6 7 1. Eselon I B Bisnis Kelas I B 2. Eselon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau dan mempunyai wilayah pantai sepanjang 54.716 kilometer. Wilayah pantai (pesisir) ini banyak

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN.

ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN. ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN. Dwi Nugroho Artiyanto E 24101029 DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jati (Tectona grandis L.f) tumbuh secara alami di seluruh Asia Tenggara dan merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabijakan pembangunan ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas hasil

BAB I PENDAHULUAN. kabijakan pembangunan ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis karena letak geografisnya diantara 6 o LU 11 o LS dan 95 o BT 141 o BT. Indonesia merupakan negara yang sedang melakukan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suaka Margasatwa Paliyan dengan luas total 434,834 Ha berada di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Suaka Margasatwa Paliyan dengan luas total 434,834 Ha berada di wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suaka Margasatwa Paliyan dengan luas total 434,834 Ha berada di wilayah Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul. Topografi kawasan berupa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 vember 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI MINYAK KAYU PUTIH DI KPHL TARAKAN

IDENTIFIKASI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI MINYAK KAYU PUTIH DI KPHL TARAKAN IDENTIFIKASI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI MINYAK KAYU PUTIH DI KPHL TARAKAN Mohammad Wahyu Agang Fakultas Pertanian, Universitas Borneo Tarakan Email: wahyoe_89@ymail.com ABSTRAK Agroindustri minyak kayu

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF J. P. Gentur Sutapa 1 dan Aris Noor Hidayat 2 1 Dosen Jurusan Teknologi Hasil Hutan

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami dan Retno Indryani Jurusan Teknik

Lebih terperinci

KAWASAN PERKEBUNAN. di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014

KAWASAN PERKEBUNAN. di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014 KAWASAN PERKEBUNAN di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014 FOKUS KOMODITI 1. Tebu 2. Karet 3. Kakao 4. Kopi (Arabika dan Robusta) 5. Lada 6. Pala 7. Sagu KAWASAN TEBU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di

Lebih terperinci

Kulon Progo. Hasil Kegiatan Orientasi Lapangan Pantai Selatan

Kulon Progo. Hasil Kegiatan Orientasi Lapangan Pantai Selatan Hasil Kegiatan Orientasi Lapangan Pantai Selatan Kulon Progo Oleh: Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY Balai Pengelolaan DAS OPS Balai Pemantapan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. 13, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DANPEMBANGUNAN NOMOR: KEP-188/K/1983 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang (good product) maupun jasa (services product) dan konservasi. Produk

BAB I PENDAHULUAN. barang (good product) maupun jasa (services product) dan konservasi. Produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan bukan kayu merupakan produk selain kayu yang dihasilkan dari bagian pohon atau benda biologi lain yang diperoleh dari hutan, berupa barang (good product)

Lebih terperinci

- 6 - TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL

- 6 - TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL - 6 - LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. potensial dapat mensubstitusi penggunaan kayu. Dalam rangka menunjang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. potensial dapat mensubstitusi penggunaan kayu. Dalam rangka menunjang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bambu merupakan kelompok hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang potensial dapat mensubstitusi penggunaan kayu. Dalam rangka menunjang industri berbasis bahan baku bambu, diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian nasional Indonesia salah satunya ditopang oleh sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian penduduk Indonesia. Sektor

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-17 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Montgomery, 1997; Kodoatie dan Sugiyanto, 2002; Farida dan Noordwijk, 2004;

BAB I PENDAHULUAN. Montgomery, 1997; Kodoatie dan Sugiyanto, 2002; Farida dan Noordwijk, 2004; BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai penelitian telah menyatakan bahwa musibah seperti banjir, kekeringan, longsor dan intrusi air laut merupakan dampak dari kesalahan penggunaan lahan Daerah

Lebih terperinci

SUSUNAN KEANGGOTAAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA PARIWISATA INDONESIA-SINGAPURA

SUSUNAN KEANGGOTAAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA PARIWISATA INDONESIA-SINGAPURA LAMPIRAN 1 KEPUTUSAN PRESIDEN SUSUNAN KEANGGOTAAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA PARIWISATA INDONESIA-SINGAPURA 1. Ketua : Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya; 2. Sekretaris : Staf Ahli Menteri Koordinator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Apabila dikelola secara baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suaka margasatwa merupakan salah satu bentuk kawasan suaka alam. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah kawasan yang mempunyai fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Salah satunya sebagai sumber penerimaan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 123 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 123 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 123 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 110 TAHUN 2016 TENTANG STANDARISASI HARGA BARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil sumber daya yang berasal dari hutan yang dapat di jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat dijadikan bahan baku

Lebih terperinci

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian, dan saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian, dan saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta jika ditinjau dari sudut geografis, memiliki sebagian wilayah yang dilewati oleh aliran sungai besar, yang tergabung dalam kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

REKAPITULASI REALISASI ANGGARAN PER SATKER PER KEWENANGAN TAHUN ANGGARAN 2015 KONDISI PER TANGGAL 4 JULI 2015

REKAPITULASI REALISASI ANGGARAN PER SATKER PER KEWENANGAN TAHUN ANGGARAN 2015 KONDISI PER TANGGAL 4 JULI 2015 REKAPITULASI REALISASI ANGGARAN PER SATKER PER KEWENANGAN TAHUN ANGGARAN 2015 KONDISI PER TANGGAL 4 JULI 2015 No. SATKER PAGU ANGGARAN (RP.) REALISASI (RP.) % 1 019032 DINAS KELAUTAN, PERTANIAN DAN KETAHANAN

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 89 TAHUN 2012 TENTANG STANDARISASI HARGA BARANG DAN JASA PADA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

NAMA SATKER LINGKUP BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2014

NAMA SATKER LINGKUP BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2014 NAMA SATKER LINGKUP BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2014 NO NAMA SATKER BADAN KETAHANAN PANGAN, KEMENTERIAN PERTANIAN DKI JAKARTA 1 DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN PROVINSI DKI JAKARTA

Lebih terperinci

Buletin Bulan Juni Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Bulan Juni Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Mei 2016 dan Prakiraan Juli, Agustus, September 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Maret Mei 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154 ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154

Lebih terperinci

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN DAN KELAS JABATAN SERTA TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN

Lebih terperinci

LUAS OPTIMUM PETAK UKUR UNTUK HUTAN TANAMAN KAYU PUTIH DI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN YOGYAKARTA

LUAS OPTIMUM PETAK UKUR UNTUK HUTAN TANAMAN KAYU PUTIH DI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN YOGYAKARTA LUAS OPTIMUM PETAK UKUR UNTUK HUTAN TANAMAN KAYU PUTIH DI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN YOGYAKARTA (Optimum Size of Sampling Plot for Cajuput Plantation at Forest Management Unit Yogyakarta) Budi Mulyana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah maju maupun di negara yang masih berkembang, di daerah dataran rendah

BAB I PENDAHULUAN. sudah maju maupun di negara yang masih berkembang, di daerah dataran rendah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu bentuk tata guna lahan yang lazim dijumpai di mana mana, di daerah tropis maupun di daerah beriklim dingin, di negara yang sudah maju

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. minyak bumi dan gas. Kepariwisataan nasional merupakan bagian kehidupan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. minyak bumi dan gas. Kepariwisataan nasional merupakan bagian kehidupan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan pariwisata menduduki posisi sangat penting setelah minyak bumi dan gas. Kepariwisataan nasional merupakan bagian kehidupan bangsa yang dapat meningkatkan perekonomian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam hutan. Hasil hutan dapat berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Hasil hutan kayu sudah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 211 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 DEPARTEMEN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 SEMULA SETELAH 1 IKHTISAR

Lebih terperinci

V. PRODUKSI HASIL HUTAN

V. PRODUKSI HASIL HUTAN V. PRODUKSI HASIL HUTAN V.1. Produksi Kayu Bulat Produksi kayu bulat dapat berasal dari Hutan Alam dari Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK),

Lebih terperinci

KEGIATAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TAHUN Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 31 Mei 2016

KEGIATAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TAHUN Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 31 Mei 2016 KEGIATAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TAHUN 2017 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 31 Mei 2016 PERKEMBANGAN SERAPAN ANGGARAN DITJEN. PERKEBUNAN TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari laut pesisir, laut lepas, teluk dan selat. Dari luas laut sebesar itu di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. dari laut pesisir, laut lepas, teluk dan selat. Dari luas laut sebesar itu di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dua per tiga luas wilayah Negara Indonesia adalah perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk dan selat. Dari luas laut sebesar itu di dalamnya

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA 2016 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA DAFTAR ISI BAB I PROSPEK INDUSTRI SEMEN 1 1.1. BERITA DAN ISU TERBARU 2 1.2. PELUANG INDUSTRI SEMEN 3 Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2010-2016

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini masalah lingkungan hidup menjadi tanggung jawab bersama seluruh masyarakat. Salah satu hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup ini adalah penanganan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan Latar Belakang Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi manusia. Perikanan budidaya dinilai

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi manusia. Perikanan budidaya dinilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan perikanan tangkap Indonesia yang sebagian besar saat ini telah mengalami overfishing menuntut pemerintah untuk beralih mengembangkan perikanan budidaya. Perikanan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN Forum SKPD

RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN Forum SKPD RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2017 Forum SKPD oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan DIY Yogyakarta, 28 Maret 2016 Outline 1. Potensi dan Permasalahan Pembangunan Sektoral 2. Isu Strategis

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2001 TENTANG DEWAN PENGEMBANGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2001 TENTANG DEWAN PENGEMBANGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2001 TENTANG DEWAN PENGEMBANGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mempercepat pembangunan Kawasan Timur Indonesia, daerah perbatasan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 1998 TENTANG TIM KOORDINASI DAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 1998 TENTANG TIM KOORDINASI DAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 1998 TENTANG TIM KOORDINASI DAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL Menimbang: a. bahwa Kerjasama Ekonomi Sub Regional antar daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah dari perekonomian dalam suatu negara adalah masalah pertumbuhan ekonomi dengan jangka waktu yang cukup lama. Perkembangan perekonomian diukur

Lebih terperinci