Perbedaan Kadar SGOT, SGPT, Ureum, dan Kreatinin Pada Penderita TB Paru Setelah Enam Bulan Pengobatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perbedaan Kadar SGOT, SGPT, Ureum, dan Kreatinin Pada Penderita TB Paru Setelah Enam Bulan Pengobatan"

Transkripsi

1 Perbedaan Kadar SGOT, SGPT, Ureum, dan Kreatinin Pada Penderita TB Paru Setelah Enam Bulan Pengobatan Abstrak Siti Aminah Jurusan Analis Kesehatan, Politeknik Kesehatan kemenkes Tanjungkarang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan dunia. WHO 2010 melaporkan Indonesia di peringkat kelima dengan jumlah terbesar insiden TB di dunia. Tahun 2011 Kota Bandar Lampung memiliki 1314 kasus TB. Pengobatan TB diberikan paket OAT-KDT. Penggunaan OAT dalam jangka panjang mempunyai risiko hepatotoksisitas ditandai dengan peningkatan enzim transaminase dan gangguan fungsi ginjal. Mengetahui distribusi frekuensi dan perbedaan kadar SGOT, SGPT, Ureum dan Kreatinin pada penderita TB Paru setelah 6 bulan pengobatan.jenis penelitian eksperimen rancangan One Group Pretest- Posttest. Variabel bebas Penderita TB Paru yang menjalani pengobatan 6 bulan dan variabel terikat SGOT, SGPT, Ureum dan Kreatinin, dilakukan pada September Juni 2013, jumlah sampel 75 orang. Diperoleh hasil jumlah penderita yang mengalami peningkatan kadar setelah 6 bulan pengobatan pada SGOT 56,0%, SGPT 49,3%, Ureum 54,6% dan Kreatinin 40,0%. Pada uji statistik didapatkan P value SGOT(0,049), SGPT (0,159), Ureum (0,005) dan Kreatinin (0,13 3) dapat disimpulkan, ada perbedaan kadar SGOT dan Ureum, tetapi tidak tidak ada perbedaan kadar SGPT dan Kreatinin pada penderita TB Paru setelah enam bulan pengobatan. Sebagian besar kadar meningkat namun dalam batas normal sehingga penggunaan OAT-KDT yang direkomendasikan oleh pemerintah masih aman untuk digunakan sesuai aturan dan diawasi oleh petugas kesehatan Kata kunci : Penderita TB Paru, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin Different Levels SGOT, SGPT, urea, and creatinine Pulmonary TB In Six Months After Treatment Abstract Tuberculosis (TB) is an infectious disease remains a global health problem. WHO in 2010 reported that Indonesia ranked fifth with the largest number of TB incidence in the world. In 2011 the city of Bandar Lampung has TB cases in TB treatment is given OAT-KDT package. The use of long-term OAT have an increased risk of hepatotoxicity characterized by transaminase enzymes and impaired renal function. Knowing the frequency distribution and differences in levels of SGOT, SGPT, urea and creatinine in patients with pulmonary TB after 6 months of treatment. Experimental research design type One Group Pretest-Posttest. The independent variable of TB patients who underwent 6 months of treatment and the dependent variable SGOT, SGPT, urea and creatinine, conducted in September June 2013, the number of samples of 75 persons. The results obtained indicate the number of patients who have elevated levels after 6 months of treatment in 56.0% of SGOT, SGPT 49.3%, 54.6% urea and creatinine was 40.0%. In the statistical test P value obtained SGOT (0,049), SGPT (0.159), urea (0.005) and creatinine (0.133) it can be concluded, there is a difference levels of AST and urea, but no difference ALT and creatinine levels in patients with pulmonary TB after six months of treatment. Most of the levels are increasing but within normal limits so that the use of OAT-KDT recommended by the government is still safe to use as directed and supervised by health workers Keywords: Patients with pulmonary TB, SGOT, SGPT, Urea, Creatine Korespondensi: Siti Aminah,S.Pd.,M.Kes, Jurusan Analis Kesehatan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Tanjungkarang, Jalan Soekarno-Hatta No. 1 Hajimena Bandar Lampung, mobile , aminahkurun@ymail.com Jurnal Analis Kesehatan: Volume 2, No. 2, September

2 Pendahuluan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, yang masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara yang sedang berkembang. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis ini masih tinggi. Saat ini hampir sepertiga penduduk dunia terinfeksi kuman ini, dan kematian akibat tuberkulosis hampir dua juta jiwa tiap tahunnya. World Health Organization (2010) melaporkan bahwa jumlah penderita tuberculosis di Indonesia sebesar 429 ribu orang, dan Indonesia berada pada peringkat kelima dengan jumlah terbesar insiden kasus tuberkulosisdidunia. 1 Situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat, dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries) seperti salah satunya Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh karena kegagalan pengobatan 1 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh unit pelayanan kesehatan terutama Puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Saat ini pengobatan tuberkulosis diberikan dalam bentuk paket berupa obat anti tuberkulosis kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) secara umum yaitu Rifampisin, Isoniazid, Etambutol, dan Pyranizamid. Keuntungan pemberian OAT-KDT adalah memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai, namun demikian, terdapat beberapa risiko terjadinya efek samping pada pasien. Efek samping yang paling sering ditemukan antara lain gangguan pen-cernaan, neuritis, gangguan penglihatan, serta gangguan fungsi hati, dan fungsi ginjal. Salah satu risiko hepatotoksik akibat pemberian obat antituberkulosis berhubungan dengan kejadian drug induced hepatitis. Obat antituberkulosis lini pertama yang mempunyai potensi hepatotoksik adalah isoniazid, rifampisin, dan pyrazinamide 2.Suatu penelitian di Iran menunjukkan bahwa 45% penderita tuberculosis paru yang dirawat di rumah sakit mengalami Adverse Drug Reactions (ADR) akibat pemberian obat antituberkulosis. Adverse Drug Reactions (ADR) Gravendeel et all. (2003), pada penelitiaanya di Sulawesi Selatan menyatakan, fase terapi intensif keluhan gastrointestinal dan keluhan pada otot dan persendian lebih sering dikeluhkan selama lebih 2 minggu pada pasien yang mendapat terapi OAT program. Sari et all. (2011), men - ambahkan bahwa 10 Puskesmas di Banten dan Jawa Barat menunjukkan sebanyak 92 pasien yang mendapatkan terapi OAT, mengeluhkan 30 efek samping pada 1 bulan setelah dimulainya terapi OAT. Obat tuberkulosis isoniazid lebih banyak dilaporkan mempunyai efek samping hepatotoksisitas, yang kejadiannya bervariasi yaitu antara 1-30%. Hepatotoksisitas ini ditandai dengan peningkatan baik ringan maupun berat dari kadar Alanine Transferase (ALT). Pemberian kombinasi Isoniazid dan Rifampisin juga akan memperbesar risiko hepatotoksisitas 3 Dua macam enzim yang sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati termasuk dalam golongan aminotransferase, yakni enzim yang mengkatalisis pemindahan gugus amino secara reversible antara asam amino dan asam alfa-keto. Aspartat aminotransferase (AST) atau glutamate oksaloasetat transaminase (GOT) mengerjakan reaksi antara aspartat dan alfaketoglutamat. Alanin aminotransfersase (ALT) atau glutamate piruvat transaminase (GPT) melakukan reaksi serupa antara alanin dan asam alfa ketoglutamat. Pada penyakit hati kadar GOT dan GPT dalam serum cenderung berubah sejajar. Jika sel hati mengalami kerusakan, enzim-enzim itu yang dalam keadaan normal berada di dalam sel akan masuk ke dalam peredaran darah 4 Selain kerusakan sel hati efek samping obat tuberculosis terhadap sistem peredaran darah dan ginjal yaitu rifampisin, reaksi hipersensitivitasnya dapat berupa demam, pruritus, urtikaria, berbagai macam kelainan kulit, rasa sakit pada mulut dan lidah, eosinophilia, hemolisis, hemoglobinuria, hematuria, insufisiensi ginjal dan gagal ginjal akut. Efek samping dari Isoniazid dan pyrazinamide yang paling banyak ditemui adalah meningkatnya aktivitas enzim SGOT daan SGPT, karena itu hendaknya dilakukan pemeriksaan fungsi hati sebelum pengobatan 261 Jurnal Analis Kesehatan: Volume 2, No. 2, September 2013

3 dengan OAT dimulai, dan pemantauan terhadap transaminase serum dilakukan secara berkala selama pengobatan berlangsung. Jika jelas timbul kerusakan hati maka terapi dengan pyrazinamid harus dihentikan karena pyrazinamid tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan fungsi hati 2 Kota Bandar Lampung pada tahun 2011 memiliki jumlah penduduk jiwa dengan kasus TB berjumlah 1314 kasus diantaranya BTA positif berjumlah 1000 kasus. Hal ini menunjukkan penemuan kasus TB di Kota Bandar Lampung (CDR) sebes ar 70% dengan target yang ditetapkan sebesar 75%dari perkiraan. Pada pengobatan TB Paru di Puskesmas, pasien yang didiagnosa menderita TB paru langsung diberikan OAT-KDT tanpa dilakukan pemeriksaan fungsi hati dan fungsi ginjal terlebih dulu, bahkan selama pengobatan sampai akhir pengobatan pun pasien hanya dipantau melalui pemeriksaan mikroskopis (BTA) tanpa memantau aktivitas enzim SGOT,SGPT, Ureum dan Kreatinin. Mengingat begitu pentingnya memantau aktivitas enzim- enzim tersebut akibat efek samping OAT-KDT terhadap fungsi hati dan fungsi ginjal maka peneliti merasa perlu dilakukan pemeriksaan SGOT,SGPT, Ureum dan Kreatinin untuk mengetahui kadar sebelum dan setelah pengobatan dengan OAT-KDT, maka berdasarkan data dan hal tersebut di atas peneliti ingin mengetahui seberapa besar pengaruh OAT-KDT terhadap aktivitas enzim pada fungsi hati dan ginjal melalui pemeriksaan SGOT, SGPT, Ureum dan Kreatinin serum pada penderita TB paru yang mendapatkan pengobatan di beberapa puskesmas di wilayah Kota Bandar Lampung. Pengobatan TB bertujuan untuk menyem-buhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT 1 Tabel 1. Jenis, sifat dan dosis OAT. Dosis yang direkomendasikan Jenis OAT Sifat (mg/kg) Harian 3 x seminggu Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12) Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12) Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40) Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35) ( Depkes RI,2010) Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia kategori 1 2HRZE/ 4(HR)3, Kategori 2 : 2HRZES/ (HRZE)/ 5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini disediakan juga paduan Paduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT - KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien 1.Pengobatan tuberkulosis diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan tahap lanjutan. Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif Jurnal Analis Kesehatan: Volume 2, No. 2, September

4 tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan 1. Paduan OAT KDT Kategori 1 diberikan untuk pasien baru TB paru BTA positif, pasien baru TB paru BTA negatif dengan foto toraks positif, Pasien TB ekstra paru 1 Berat Badan Tabel 2. Dosis paduan OAT KDT kategori I: 2(HRZE)/ 4(HR)3 Tahap Intensif Tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275) Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150) Kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT Kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT Kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT 71 Kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT Kategori 2 diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya pasien kambuh, pasien gagal, pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default). OAT Sisipan diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir pengobatan intensif masih tetap BTA positif ( tidak terjadi koversi). Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selam sebulan (28 hari). Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana peng-obatan TB sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin dan ethambutol maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan rifampisin dan isoniazid selama 6 bulan. Bila ada kecurigaan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan TB. Pasien TB dengan kelainan hati kronik dengan SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3kali maka OAT tidak diberikan dan bila sedang dalam pengobatan, maka harus dihentikan. Jika peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati tidak boleh menggunakan pyrazinamid. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE. Isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pyrazinamid (Z) dapat diekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawasenyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasienpasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Ethambutol diekskresi melalui ginjal, sehingga harus dihindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Ethambutol dan streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai fungsi ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR 1 Pemeriksaan kimia darah digunakan untuk mendeteksi kelainan hati, menentukan diagnosis, mengetahui berat ringannya penyakit, mengikuti perjalanan penyakit dan penilaian akhir pengobatan. Pengukuran kadar bilirubin serum, aminotransferase, alkali fosfatase, γgt dan albumin sering disebut sebagai tes fungsi hati atau LFTs. Pada banyak kasus, tes-tes ini dapat mendeteksi penyakit hati dan empedu asimtomatik sebelum munculnya manifestasi klinis. Tes- tes ini dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama, antara lain peningkatan enzim aminotransferase (juga dikenal sebagai transaminase), SGPT dan SGOT biasanya mengarah pada perlukaan hepatoseluler atau inflamasi. 263 Jurnal Analis Kesehatan: Volume 2, No. 2, September 2013

5 Keadaan patologis yang mempengaruhi sistem empedu intra dan ekstra hepatis dapat menyebabkan peningkatan fosfatase alkali dan γgt. Fungsi sintesis hati, seperti produksi albumin, urea dan faktor pembekuan. Pada keadaan gagal hati akut, glukosa darah dan ph arteri dapat juga dipertimbangakan sebagai petanda bantuan cadangan fungsional hati. Bilirubin dapat meningkat pada hampir semua tipe patologis hepatobilier 4 Kadar senyawa nitrogen bukan protein (Non Protein Nitrogen, NPN) diukur sebagai indeks untuk fungsi ginjal. Bagian terbesar dari nitrogen dalam darah terdapat dalam proteinprotein dan jumlah itu mencapai ber- gram per dl. Zat- zat yang tergabung dalam NPN adalah ureum, kreatinin, asam urat, amonia dan asamasam amino; zat- zat tersebut berupa produkproduk dari metabolisme protein, sedangkan banyaknya hanya mencapai miligram per Dl 5. Ureum adalah satu molekul kecil yang mudah mendifusi ke dalam cairan ekstra sel, tetapi pada akhirnya akan dipekatkan dalam urine dan diekskresi. Jika balans nitrogen dalam keadaan mantap, ekskresi ureum kira- kira 25 gram setiap hari. Kadar ureum dalam serum mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi. Metoda penetapan adalah dengan mengukur nitrogen dan hasil penetapannya disebut sebagai nitrogen ureum dalam darah (Blood Urea Nitrogen, BUN). Dalam serum normal konsentrasi BUN adalah 8-25 mg/dl. Meningkatnya kadar ureum dalam darah disebut uremia. Keadaan ini paling sering disebabkan oleh ekskresi ureum yang terhambat oleh kegagalan fungsi ginjal 5. Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin. Kreatin yang terutama disintesis oleh hati, terdapat hampir semuanya dalam otot rangka; di hati kreatin terikat secara reversibel kepada fosfat dalam bentuk fosfokreatinin, yakni senyawa penyimpan energi. Namun sebagian kecil dai kreatin tersebut secara irreversibel berubah menjadi kreatinin yang tidak mempunyai fungsi sebagai zat berguna dan adanya dalam peredaran darah hanya untuk diangkut ke ginjal. Jumlah kreatinin yang disusun sebanding dengan massa otot rangka; kegiatan otot tidak banyak berpengaruh. Nilai rujukan untuk pria 0,6-1,3 mg/dl dan untuk wanita 0,5-1,0 mg/dl serum. Banyaknya kreatinin yang disusun selama sehari hampir tidak berubah, kecuali jika banyak jaringan otot sekaligus rusak oleh trauma atau sesuatu penyakit. Ginjal dapat mengekskresi kreatinin tanpa kesulitan. Berkurangnya aliran darah dan urine tidak banyak mengubah ekskresi kreatinin, karena perubahan singkat dalam pengaliran darah dan fungsi glomerulus dapat diimbangi oleh meningkatnya sekresi kreatnin oleh tubuli. Kreatinin dalam darah meningkat apabila fungsi renal berkurang. Jika pengurangan fungsi renal terjadi lambat- lambat dan disampingnya masa otot juga menyusut secara berangsur, maka ada kemungkinan kadar kreatinin dalam serum tetap sama, meskipun ekskresi per 24 jam kurang dari normal 5 Farmakokinetik adalah nasib obat didalam tubuh, atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu absorpsi (A), dist ribusi (D), metabolism (M), dan ekskresi (E). metabolism obat terutama terjadi dihati, yaitu membrane endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat non polar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekresi melalui ginjal atau empedu. Obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya dan sel organisme. Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional hal ini mencakup 2 konsep penting. Pertama obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, obat tidak menimbulkan fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada. 6 Metode Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan rancangan one group pre test- post test. Variabel bebas (independent )pada penelitian ini adalah Penderita TB Paru pengguna OAT-KDT. Variabel terikat (dependent) pada penelitian ini adalah SGOT, SGPT, Ureum dan Kreatinin. Penelitian dilaksanakan di 10 Puskesmas pelaksana Program TB di wilayah Kota Bandar Lampung, yaitu Puskesmas: Kedaton, Simpur, Sumur Batu, Satelit, Kota Karang, Panjang, Gedong Air, Sukaraja, Kemiling dan Sukabumi. Tempat pengambilan sampel dan pemeriksaan BTA dilakukan di 10 puskesmas tersebut di Jurnal Analis Kesehatan: Volume 2, No. 2, September

6 atas. Pemilihan puskesmas-puskesmas tersebut di atas sebagai lokasi penelitian terkait dengan tingginya kasus TB pada puskesmas tersebut yang berada di wilayah Kota Bandar Lampung, tempat pemeriksaan kimia darah dilakukan di Laboratorium Klinik Swasta. Waktu penelitian September 2012 sampai dengan Juli Populasi penelitian ini adalah pasien TB Paru yang mendapatkan OAT-KDT pada bulan September sampai dengan Nopember 2012 di Puskesmas pelaksana Program TB di wilayah Kota Bandar Lampung. Sampel penelitian ini adalah semua pasien TB paru di 10 puskesmas pelaksana Program TB di wilayah Kota Bandar Lampung yaitu Puskesmas: Kedaton, Simpur, Sumur Batu, Satelit, Kota Karang, Panjang, Gedong Air, Sukaraja, Kemiling dan Sukabumi; yang telah minum OAT- KDT selama 6 bulan dan memenuhi kriteria sampel pada penelitian ini. Jumlah sampel yang telah diperiksa pada tahap awal (sebelum minum OAT-KDT) adalah 105 orang, drop out 30 orang, sehingga hanya 75 orang. Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah penderita yang telah selesai pengobatan enam bulan dengan OAT- KDT yang memenuhi kriteria sampel yaitu usia dewasa ( usia 18 tahun), terdiagnosa menderita Tuberkulosis Paru, kasus baru tuberkulosis, mendapat Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap dan diminum secara teratur selama 6 bulan, tidak menderita HIV/AIDS, tidak memiliki riwayat gangguan fungsi ginjal sebelumnya, tidak memiliki riwayat gangguan fungsi hati sebelumnya, tidak memiliki riwayat gangguan kekebalan tubuh, tidak memiliki riwayat penyakit kanker/ keganasan. Sampel penelitian ini diambil dengan teknik Non Probability Sampling (tidak secara acak) yaitu Jugement sampling, sehingga hanya sampel yang memenuhi syarat kriteria yang dijadikan sampel penelitian 7 kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopis BTA di laboratorium 10 Puskesmas Pelaksana Program TB di wilayah kerja Kota Bandar Lampung, dan pemeriksaan kadar SGOT, SGPT, Ureum dan Kreatinin dalam serum. Data yang telah diperoleh, kemudian dilakukan analisis univariat untuk mengetahui prosentase jumlah penderita yang mengalami peningkatan, tetap, penurunan kadar. Kemudian dilanjutkan analisis bivariat untuk mengetahui perbedaan kadar SGOT, SGPT, Ureum dan Kreatinin (variabel bebas) pada penderita TB Paru setelah enam bulan pengobatan (variabel terikat). Uji yang digunakan yaitu uji T Paired/ berpasangan (Tdependent) Hasil Penelitian Tabel 3 Distribusi frekuensi kadar SGOT, SGPT, Ureum dan Kreatinin pada penderita TB Paru setelahenam bulan pengobatan Variabel Penelitian Perubahan Kadar antara sebelum dan setelah minum OAT-KDT Kadar Meningkat Jumlah Penderita Persentase (%) Kadar Menurun Jumlah Penderita Persentase (%) Tidak ada Perubahan Kadar antara sebelum dan setelah minum OAT-KDT Jumlah Penderita Persentase (%) Jumlah Total Penderita SGOT 41 54, ,6 8 10,7 75 SGPT 37 49, ,3 7 9,3 75 Ureum 42 56, ,6 7 9,3 75 Kreatinin 30 40, , ,0 75 Berdasarkan tabel 5 didapatkan hasil bahwa setelah penderita TB mendapatkan pengobatan OAT-KDT selama enam bulan maka jumlah pasien yang mengalami 265 Jurnal Analis Kesehatan: Volume 2, No. 2, September 2013

7 peningkatan kadar SGOT sebanyak 41 orang (54,7%), penurunan kadar SGOT sebanyak 26 orang (34,6%) dan yang tidak mengalami perubahan kadar SGOT sebanyak 8 orang (10,7%). Pada pemeriksaan SGPT terjadi peningkatan kadar sebanyak 37 orang (49,3%), penurunan kadar sebanyak 31 orang (41,3%) dan yang tidakmengalami perubahan kadar sebanyak 7 orang (9,3%). Pada pemeriksaan Ureum terjadi peningkatan kadar sebanyak 42 orang (56,0%), penurunan kadar sebanyak 26 orang (34,6%) dan yang tidak mengalami perubahan kadar sebanyak 7 orang (9,3%). Pada pemeriksaan Kreatinin terjadi peningkatan kadar sebanyak 30 orang (40,0%), penurunan kadar sebanyak 18 orang (24,0%) dan yang tidak mengalami perubahan kadar sebanyak 27 orang (36,0%). Tabel 4. Distribusi Rata-Ratadan Standar Deviasi kadarsgot, SGPT, Ureum dan Kreatinin sebelum dansetelah Pengobatan OAT-KDT selama enam bulan Sebelum Pengobatan Setelah Pengobatan Variabel Standar Rata-rata Standar Deviasi Rata-rata Deviasi SGOT 19,99 4,859 21,93 7,958 SGPT 16,12 6,555 17,73 9,439 Ureum 18,96 5,896 21,00 6,325 Kreatinin 0,732 0,1757 0,757 0,1868 Berdasarkan tabel 6 nilai rata-rata hasil SGOT sebelum pengobatan 19,99 U/L dan setelah pengobatan 21,93 U/L dengan standar deviasi sebelum pengobatan 4,859 dan setelah pengobatan 7,958. Pada hasil SGPT terdapat nilai rata-rata sebelum pengobatan 16,12 U/L dan setelah pengobatan 17,73 U/L dengan standar deviasi sebelum pengobatan 6,555 dan setelah pengobatan 9,439. Pada hasil Ureum terdapat nilai rata-rata sebelum pengobatan 18,96 mg/dl dan setelah pengobatan 21,00 mg/dl dengan standar deviasi sebelum pengobatan 5,896 dan setelah pengobatan 6,325. Pada hasil Kreatinin terdapat nilai ratarata sebelum pengobatan 0,732 mg/dl dan setelah pengobatan 0,757 mg/dl dengan standar deviasi sebelum pengobatan 0,1757 dan setelah pengobatan 0,1868. Setelah dilakukan analisa univariat maka dilanjutkan dengan analisa bivariat menggunakan uji t untuk melihat seberapa besar perbedaan kadar SGOT, SGPT, Ureum dan Kreatinin pada penderita TB paru pengguna OAT-KDT setelah enam bulan pengobatan. Tabel 5. Analisa bivariat perbedaan kadar SGOT, SGPT, Ureum dan Kreatinin pada penderita TB Paru setelah enam bulan pengobatan Variabel Selisih rata-rata (d) T hitung P value Α N SGOT 1,94 U/L 2, SGPT 1,61 U/L 1,423 0,159 Ureum 2,04 mg/dl 2, Kreatinin 0,025 mg/dl 1,520 0,133 5% 75 Berdasarkan tabel di atas terlihat selisih rata-rata (d) SGOT adalah 1,94 U/L, nilai t hitung 2,003 didapatkan P value 0,049 sehingga P value < 0,05 hal ini berarti ada perbedaan nilai antara sebelum dan sesudah pengobatan sehingga H0 ditolak yang berarti ada perbedaan kadar SGOT setelah enam bulan pengobatan. Hasil SGPT didapatkan selisih rata-rata (d) sebesar 1,61 U/L, nilai t hitung 1,423 didapatkan P value 0,159 sehingga P Jurnal Analis Kesehatan: Volume 2, No. 2, September

8 value > 0,05 hal ini berarti tidak ada perbedaan nilai yang bermakna antara sebelum dan sesudah pengobatan sehingga gagal menolak hipotesis yang berarti bahwa tidak ada perbedaan kadar SGPT setelah enam bulan pengobatan. Hasil Ureum didapatkan selisih rata-rata (d) sebesar 2,040mg/dl, nilai t hitung 2,881 didapatkan P value 0,005 yang berarti P value < 0,05 hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan setelah enam bulan pengobatan sehingga H0 ditolak. Hasil Kreatinin didapatkan selisih rata-rata (d) sebesar 0,025 mg/dl, nilai t hitung 1,520 didapatkan P value 0,133 yang berarti P value > 0,05 hal ini berarti tidak ada perbedaan nilai yang bermakna antara sebelum dan sesudah pengobatan sehingga gagal menolak hipotesis, yang berarti tidak ada perbedaan kadar Kreatinin pada penderita TB Paru setelah enam bulan pengobatan. Pembahasan Perbedaan Kadar SGOT Penelitian terhadap enzim transaminase sebelum dan sesudah pengobatan TB sangat penting untuk mengetahui proses fisiologis yang berhubungan dengan peningkatan dan penurunan kadar enzim tersebut seperti pada penyakit kerusakan hati. Gangguan fisiologis terjadi karena nekrosis sel hati yang di sertai oleh bocornya enzim-enzim sitoplasma sel hati dalam jumlah yang besar sehingga menyebabkan kadar SGOT dan SGPT meningkat. Pada pemeriksaan SGOT jumlah penderita yang mengalami peningkatan kadar antara sebelum dan setelah pengobatan sebanyak 41 orang (54,7%). Te rjadinya peningkatan kadar SGOT 54,7 % setelah enam bulan pengobatan, menunjukkan kecenderungan ada pengaruh penggunaan OATKDT terhadap kadar enzym transaminase, meskipun demikian peningkatan yang terjadi sebagian besar dalam batas normal walaupun ada beberapa yang meningkat di atas nilai normal, namun peningkatan kadar SGOT dapat dikatakan klinis jika meningkat dua kali di atas nilai normal. Uji t paired dilakukan untuk menganalisa hubungan antara OAT- KDT dengan kadar SGOT, hasil uji statistik SGOT didapatkan nilai P value 0,049 yang berarti < 0,05 hal ini berarti ada perbedaan nilai antara sebelum dan sesudah pengobatan sehingga H0 ditolak yang berarti bahwa ada perbedaan kadar SGOT pada penderita TB Paru setelah enam bulan pengobatan meskipun perbedaan tersebut lemah. Hal ini dapat terjadi karena OAT-KDT yang terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E) me miliki fungsi utama sebagai pembunuh kuman TB secara perlahan, dimana pada tahap awal (intensif) obat tersebut di minum setiap hari selama dua bulan sampai mendapatkan hasil BTA negatif (konversi), kemudian dilanjutkan sampai enam bulan (tahap lanjut) guna mematikan kuman persister agar tidak kambuh 1 Dikarenakan obat dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama maka obat tersebut dapat mengakibatkan nekrosis multilobular sehingga terjadi peningkatan enzim transaminase yang merupakan penanda awal kerusakan hati 2, namun hubungan yang ada lemah sehingga penggunaan OAT-KDT masih aman untuk pengobatan TB sepanjang penggunaannya sesuai aturan dan diawasi oleh petugas kesehatan. Dalam penelitian serupa yang dilakukan sebelumnya oleh Akhmad Lishon Fadjri di RSUD Demang Sepulau Raya Lampung Tengah menyatakan ada perbedaan bermakna kadar SGOT antara sebelum dan setelah 2 bulan pengobatan dengan OAT-KDT. Perbedaan Kadar SGPT Pada pemeriksaan SGPT jumlah penderita yang mengalami peningkatan kadar antara sebelum dan setelah pengobatan sebanyak 37 orang (49,3%). Peningkatan yang terjadi sebagian besar dalam batas normal meskipun ada yang meningkat di atas nilai normal, namun peningkatan kadar SGPT dapat dikatakan klinis jika meningkat dua kali di atas nilai normal. Uji t paired dilakukan untuk menganalisa hubungan antara OAT- KDT dengan kadar SGPT, hasil uji statistik SGPT didapatkan nilai P value 0,159 yang berarti > 0,05 hal ini berarti tidak ada perbedaan nilai yang bermakna antara sebelum dan sesudah pengobatan yang berarti bahwa tidak ada hubungan penggunaan OAT-KDT dengan peningkatan kadar SGPT setelah enam bulan pengobatan. Hal ini bisa saja terjadi karena secara umum SGPT lebih cepat dibebaskan dari hepatosit ke dalam darah dalam keadaan akut 3, sehingga dalam jangka waktu enam bulan kemungkinan SGPT kembali normal seolah tidak terjadi peningkatan kadar. Kadar SGPT dapat kembali menurun setelah enam bulan pengobatan antara lain karena pada 267 Jurnal Analis Kesehatan: Volume 2, No. 2, September 2013

9 tahap lanjutan (4 bulan) OAT tidak mengandung Pirazinamid 1, dimana efek samping yang paling umum dan serius dari pirazinamid adalah kelainan hati, sehingga jika jelas timbul kerusakan hati maka terapi dengan pirazinamid harus dihentikan. Kadar SGOT yang meningkat juga akan menurun kembali jika pengobatan rifampisin dihentikan 4, namun pada tahap lanjutan rifampisin tetap diberikan hanya saja dosisnya yang berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan OAT-KDT aman untuk digunakan jika sesuai aturan dan diawasi oleh petugas kesehatan. Hasil ini berbeda dengan penelitian serupa yang dilakukan sebelumnya oleh Akhmad Lishon Fadjri di RSUD Demang Sepulau Raya Lampung Tengah menyatakan ada perbedaan bermakna kadar SGPT antara sebelum dan setelah 2 bulan pengobatandengan OAT-KDT. Perbedaan ini terjadi karena lamanya waktu pengobatan yang juga berbeda yaitu enam bulan. Perbedaan Kadar Ureum Pada pemeriksaan Ureum sebagian besar penderita mengalami peningkatan kadar setelah pengobatan, jumlah penderita yang mengalami peningkatan sebanyak 42 orang (56,0%). Uji t paired dilakukan untuk menganalisa hubungan antara OAT- KDT dengan kadar Ureum, hasil uji statistik Ureum didapatkan P value 0,005 yang berarti < 0,05 hal ini berarti ada perbedaan nilai yang signifikan antara sebelum dan sesudah pengobatan yang berarti bahwa ada hubungan yang cukup kuat penggunaan OAT- KDT dengan peningkatan kadar Ureum setelah enam bulan pengobatan, meskipun semua peningkatan yang terjadi masih dalam batas normal, sehingga OAT-KDT masih aman untuk digunakan selama sesuai dosis dan dalam pengawasan petugas kesehatan. Peningkatan kadar ureum terjadi karena menurut teori ginjal rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan kimia karena ginjal menerima 25% dari curah jantung, sehingga sering dan mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah besar dan merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat, serta mempunyai fungsi sebagai organ utama untuk membuang produk sisa metabolism yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk tersebut antara lain ureum dan kreatinin 6 Peningkatan yang terjadi dalam batas normal ini dapat disebabkan karena rifampisin yang merupakan salah satu antibiotik penyebab nefritis interstisial yaitu peradangan pada sel-sel ginjal yang bukan bagian dari unit pengumpulan cairan (kamus kesehatan,2013), dimana nefritis interstisial akut akibat obat merupakan reaksi hipersensitivitas yang terbalik terhadap sejumlah obat-obatan yang meningkat. Reaksi mulai timbul kurang lebih 15 hari setelah pemaparan dengan obat. Gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat dapat terjadi, tetapi dapat menghilang segera atau perlahan-lahan dengan dihentikannya obat 6, sehingga meskipun secara statistik memang terjadi perbedaan bermakna, namun secara substansi tidaklah mempunyai perbedaan yang berarti, karena semua hasil ureum dalam batas normal, sehingga disimpulkan tidak ada peningkatan kadar ureum antara sebelum dan setelah pengobatan OAT-KDT selama enam bulan dibandingkan dengan nilai normal. Perbedaan Kadar Kreatinin Pada pemeriksaan Kreatinin jumlah penderita yang mengalami peningkatan kadar antara sebelum dan setelah pengobatan sebanyak 30 orang (40,0%). Peningkatan yang terjadi sebagian besar dalam batas normal meskipun ada beberapa yang meningkat di atas nilai normal, namun dapat dikatakan tidak berarti secara klinis. Uji statistik t paired dilakukan untuk menganalisa hubungan antara OAT- KDT dengan kadar Kreatinin, hasil uji Kreatinin didapatkan P value 0,133 yang berarti P value > 0,05 hal ini berarti tidak ada perbedaan nilai yang bermakna antara sebelum dan sesudah pengobatan. Hal ini dapat terjadi karena pada tahap lanjut (selama 4 bulan) pengobatan OAT- KDT yang mengandung rifampisin tidak diminum setiap hari tapi seminggu tiga kali sehingga dosisnya berkurang yang kemungkinan menyebabkan sebagian besar kadar kreatinin masih normal, dimana Rifampisin merupakan antibiotik dalam OAT- KDT yang memiliki efek terhadap ginjal (nefritis interstisial dan gagal ginjal akut) sebagai reaksi hipersensitif meskipun jarang terjadi 4 sehingga penggunaan OAT-KDT yang direkomendasikan oleh pemerintah masih aman untuk digunakan jika sesuai aturan dan diawasi oleh petugas kesehatan. Simpulan,terjadi peningkatan kadar SGOT 41 %, SGPT 37 %, Ureum 42 %, Kreatinin 30 %. Ada perbedaan kadar SGOT dan Ureum, namun tidak ada perbedaan kadar Jurnal Analis Kesehatan: Volume 2, No. 2, September

10 SGPT dan Kreatinin pada penderita TB Paru setelah enam bulan pengobatan, tetapi sebagian besar kadar meningkat namun dalam batas normal sehingga penggunaan OAT-KDT yang direkomendasikan oleh pemerintah masih aman untuk digunakan jika sesuai aturan dan diawasi oleh petugas kesehatan. Daftar Pustaka 1. Departemen Kesehatan Republik IndonesiaPedoman Nasional Penangglangan Tuberkulosis, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Istiantoro, Yati H; Setiabudy,Rianto, Farmakologi dan 3. Terapi Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, Jakarta Halaman Wilson, Lorraine M, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol2, Edisi 6. EGC, Jakarta Halaman Amirudin, Rifai,, Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI,Jakarta Halaman Widmann, Frances K, Tinjauan Klinis atas Hasil pemeriksaaan Laboratorium. Edisi 9 EGC, Jakarta., 1992 Halaman Guyton, Arthur C,, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC. Jakarta. 398, Notoatmodjo, Soekidjo, Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta Djojodibroto, R Darmanto,Respirologi (Respiratory Medicine). EGC. Jakarta Halaman. 269 Jurnal Analis Kesehatan: Volume 2, No. 2, September 2013

I. PENDAHULUAN. prevalensi tuberkulosis tertinggi ke-5 di dunia setelah Bangladesh, China,

I. PENDAHULUAN. prevalensi tuberkulosis tertinggi ke-5 di dunia setelah Bangladesh, China, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Price, 2006). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, sebagian kecil oleh bakteri Mycobacterium africanum dan Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. Tuberkulosis di Indonesia merupakan masalah utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh masyarakat dunia. Saat ini hampir sepertiga penduduk dunia terinfeksi kuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang paling sering mengenai organ paru-paru. Tuberkulosis paru merupakan

Lebih terperinci

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah: SOP PENATALAKSANAAN TB PARU 1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. 2. Tujuan Untuk menyembuhkan pasien, mencegah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk terapi anti tuberkulosis (TB), tetapi hepatotoksisitas yang dihasilkan dari penggunaan obat

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR UREUM-KREATININ SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN OBAT ANTITUBERKULOSIS FASE AWAL

PERBEDAAN KADAR UREUM-KREATININ SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN OBAT ANTITUBERKULOSIS FASE AWAL PERBEDAAN KADAR UREUM-KREATININ SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN OBAT ANTITUBERKULOSIS FASE AWAL Restu Matra Pratiwi 1, Suryanto 2 1 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini termasuk salah satu prioritas nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Dalam perkembangannya, tuberkulosis telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat berakibat fatal bagi penderitanya, yaitu bisa menyebabkan kematian. Penyakit yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemberian OAT fase awal di BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemberian OAT fase awal di BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian Penelitian tentang perbedaan kadar SGOT-SGPT sebelum dan sesudah pemberian OAT fase awal di BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru) Ngadinegaran,

Lebih terperinci

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3 INTISARI GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG DAHLIA (PARU) DENGAN DIAGNOSIS TB PARU DENGAN ATAU TANPA GEJALA HEMAPTO DI RSUD ULIN BANJARMASIN PADA TAHUN 2013 Ari Aulia Rahman

Lebih terperinci

UNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN

UNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN CV. Kharisma CMYK s+op PETUNJUK PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS FIXED DOSE COMBINATION (OAT-FDC) UNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jakarta

Lebih terperinci

Pengobatan TB pada keadaan khusus. Kuliah EPPIT 15 Departemen Mikrobiologi FK USU

Pengobatan TB pada keadaan khusus. Kuliah EPPIT 15 Departemen Mikrobiologi FK USU Pengobatan TB pada keadaan khusus Kuliah EPPIT 15 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 a. TB pada Kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang biasanya sering menyerang paru, tetapi juga bisa menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru selanjutnya disebut TB paru merupakan penyakit menular yang mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi

Lebih terperinci

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN 2008 2009 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah HIV/AIDS. Pada tahun 2012, terdapat 8.6 juta orang

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah HIV/AIDS. Pada tahun 2012, terdapat 8.6 juta orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia hingga saat ini. TB menjadi penyakit infeksi penyebab kematian terbesar kedua di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paruparu.mycobacterium tuberculosis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Depertemen Kesehatan RI (2008) Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Sampai saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TB Paru adalah salah satu masalah kesehatan yang harus dihadapi masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta kematian, dan diperkirakan saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yang jumlah penderitanya mengalami peningkatan setiap tahun cukup besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Anak A.1. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum. 9,10 Tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan tuberkulosis yang menyerang organ diluar paru-paru disebut

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan tuberkulosis yang menyerang organ diluar paru-paru disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang menyerang organ tubuh terutama paru. Tuberkulosis paru merupakan tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia termasuk negara berkembang seperti Indonesia. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kedua setelah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang mudah menular dimana dalam tahun-tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun jumlah angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui jenis-jenis efek samping pengobatan OAT dan ART di RSUP dr.

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui jenis-jenis efek samping pengobatan OAT dan ART di RSUP dr. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam, dengan fokus untuk mengetahui jenis-jenis efek samping pengobatan OAT dan ART di RSUP dr. Kariadi

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DEWASA DI INSTALASI RAWAT JALAN BALAI BESAR KESEHATAN PARU X TAHUN 2011

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DEWASA DI INSTALASI RAWAT JALAN BALAI BESAR KESEHATAN PARU X TAHUN 2011 EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DEWASA DI INSTALASI RAWAT JALAN BALAI BESAR KESEHATAN PARU X TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI Oleh : OCTY JEN CAMILA K 100 080 040 FAKULTAS

Lebih terperinci

TUBERKULOSIS. Fransiska Maria C. Bag. FKK-UJ

TUBERKULOSIS. Fransiska Maria C. Bag. FKK-UJ TUBERKULOSIS Fransiska Maria C. Bag. FKK-UJ PENGERTIAN Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang penyebabnya adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan organ yg terinfeksi bakteri TB

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian.

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian. 21 BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian. 2.1 Bahan Sediaan obat uji yang digunakan adalah kapsul yang mengandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PRAKATA... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PRAKATA... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PRAKATA... i ii iii iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv INTISARI...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari

Lebih terperinci

Meti Kusmiati, Danil Muharom Program Studi DIII Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

Meti Kusmiati, Danil Muharom Program Studi DIII Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya GAMBARAN KADAR SGOT HATI PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU (TB PARU) YANG SEDANG MENJALANI PENGOBATAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DI PUSKESMAS KAWALU TASIKMALAYA Meti Kusmiati, Danil Muharom Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek penting yang dicari oleh semua orang. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyebab kematian utama yang diakibatkan oleh infeksi. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru,

I. PENDAHULUAN. mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah infeksi bakteri melalui udara yang disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru, meskipun organ dan jaringan-jaringan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR LEUKOSIT SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA FASE AWAL

PERBEDAAN KADAR LEUKOSIT SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA FASE AWAL PERBEDAAN KADAR LEUKOSIT SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA FASE AWAL Gita Bestari 1, Adang 2 1 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Lebih terperinci

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4 PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS Edwin 102012096 C4 Skenario 1 Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan Tuberkulosis (TB) dunia oleh World Health Organization (WHO) yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah pasien TB terbesar

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 1 GAMBARAN HASIL AKHIR PENGOBATAN PASIEN TB PARU BTA POSITIF YANG MENGGUNAKAN STRATEGI DOTS TIDAK MENGALAMI KONVERSI SPUTUM SETELAH 2 BULAN PENGOBATAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2004-2012 Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Tuberkulosis 1.1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi masalah di Dunia. Hal ini terbukti dengan masuknya perhatian terhadap penanganan TB dalam MDGs.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular yang bersifat kronik dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang. Diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World Health Organization

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dengan berat 1,2 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa, menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen, dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting saat ini. WHO menyatakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia tlah terinfeksi kuman Tuberkulosis.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru masih merupakan masalah utama kesehatan yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) (FK-UI, 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia tiap tahun dan menduduki peringkat nomor dua penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu melalui inhalasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mycobacterium tuberculosis. Insidensi TB di Asia Tenggara pada tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mycobacterium tuberculosis. Insidensi TB di Asia Tenggara pada tahun 2008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Insidensi TB di Asia Tenggara pada tahun 2008 diperkirakan sekitar 3.17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible disease adalah penyakit yang secara klinik terjadi akibat dari keberadaan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih cukup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan Berobat Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar tuberkulosis menyerang organ paru-paru, namun bisa juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis (Djojodibroto, 2009). Indonesia merupakan negara dengan kasus TB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi Indonesia sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yaitu masyarakat, bangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru yaitu salah satu penyakit menular yang menyerang organ paru-paru. Tuberkulosis adalah salah satu penyakit yang tertua yang dikenal oleh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diagnosis yang tepat, pemilihan obat serta pemberian obat yang benar dari tenaga kesehatan ternyata belum cukup untuk menjamin keberhasilan suatu pengobatan jika tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. TB merupakan penyakit dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB Paru) sampai saat ini masih masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukan

Lebih terperinci

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu : Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis pada tahun 2007 dan ada 9,2 juta penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Perilaku masyarakat adalah perilaku proakftif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru tetapi juga dapat mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis (TBC) 1. Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER : Triswaty Winata, dr., M.Kes.

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER : Triswaty Winata, dr., M.Kes. ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2015 Annisa Nurhidayati, 2016, Pembimbing 1 Pembimbing 2 : July Ivone, dr.,mkk.,m.pd.ked. : Triswaty

Lebih terperinci

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN.  Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3 345 Artikel Penelitian Hubungan Tingkat Kepatuhan Penderita Tuberkulosis Paru dengan Perilaku Kesehatan, Efek Samping OAT dan Peran PMO pada Pengobatan Fase Intensif di Puskesmas Seberang Padang September

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah penting bagi kesehatan karena merupakan salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993 memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru,

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah infeksi bakteri melalui udara yang disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru, meskipun organ dan jaringan-jaringan

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Tuberculosis Paru. Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S.

Tinjauan Pustaka. Tuberculosis Paru. Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S. Tinjauan Pustaka Tuberculosis Paru Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S. TB Paru Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit akibat infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, Penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi merupakan minuman psikostimulant yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi merupakan minuman psikostimulant yang akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kopi 1. Pengertian kopi Kopi adalah salah satu minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi merupakan minuman psikostimulant yang akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Gambaran Umum TBC Paru a. Definisi Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis sebagian besar menyerang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengawas Menelan Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS (Directly Observed Treatment Short- Course) dalam stategi penanggulangan tuberkulosis paru adalah pengobatan paduan OAT jangka

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU ROTINSULU BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007

ABSTRAK PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU ROTINSULU BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007 ABSTRAK PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU ROTINSULU BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007 Yanuarita Dwi Puspasari, 2009. Pembimbing I : July Ivone, dr., MS Pembimbing II : Caroline Tan Sardjono,

Lebih terperinci