4.1 RENCANA KAWASAN LINDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4.1 RENCANA KAWASAN LINDUNG"

Transkripsi

1 RENCANA POLA RUANG Rencana pola ruang pada dasarnya merupakan penetapan lokasi serta besaran ruang untuk mewadahi berbagai jenis kegiatan fungsional perkotaan. Pola ruang wilayah Kota Bengkulu terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya. 4.1 RENCANA KAWASAN LINDUNG Penetapan kawasan lindung dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997, dan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun Kawasan lindung didefinisikan sebagai kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah, serta budaya, guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung di Kota Bengkulu terdiri dari: a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; b. kawasan perlindungan setempat; c. ruang terbuka hijau (RTH) Kota; d. kawasan suaka alam dan cagar budaya; dan e. kawasan rawan bencana alam Kawasan yang Memberikan Perlindungan terhadap Kawasan Bawahannya Di Kota Bengkulu kawasan ini merupakan kawasan resapan air yang terdapat di Kecamatan Singaran Pati seluas 545 hektar Kawasan Perlindungan Setempat Kawasan perlindungan setempat merupakan kawasan yang harus dibebaskan dalam upaya untuk memberikan perlindungan pada objek khusus yang ada. Dalam hal ini, kawasan perlindungan setempat terdiri dari kawasan sempadan danau, sempadan jaringan transmisi tenaga listrik, sempadan pantai, dan sempadan sungai. 138

2 A. Kawasan Sempadan Danau Kawasan lindung untuk kawasan sekitar danau di Kota Bengkulu adalah daratan sepanjang Danau Dendam Tak Sudah di Kecamatan Singaran Pati (seluar 18,65 hektar) yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau, yaitu 50 meter dari tepi danau. B. Sempadan Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Sempadan jaringan transmisi tenaga listrik meliputi sempadan di jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) di Kecamatan Sungai Serut sejauh 32 meter dihitung dari titik tengah jaringan tenaga listrik. C. Sempadan Pantai Kriteria penetapan sempadan pantai (berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, Pasal 56 ayat 1) dengan pengaturan sebagai berikut: 1. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau 2. Daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik Sempadan pantai Kota Bengkulu seluas kurang lebih 880 hektar, yang terdapat di Kecamatan Muara Bangkahulu, Kecamatan Teluk Segara, Kecamatan Ratu Samban, Kecamatan Ratu Agung, Kecamatan Gading Cempaka, dan Kecamatan Kampung Melayu. D. Sempadan Sungai Mengacu pada Permen PU No. 63/PRT/1993 tentang Pengaturan Garis Sempadan Sungai, diatur dua jenis garis sempadan sungai yaitu : 1. Sungai kecil dengan DAS 500 km 2 atau kurang memiliki garis sempadan sebesar 50 m. 2. Sungai besar dengan DAS lebih luas dari 500 Km 2 memiliki garis sempadan sebesar 100 m. 139

3 Kebijakan penetapan sempadan sungai juga mempertimbangkan hal - hal sebagai berikut : 1. Lebar sempadan sungai ideal sebagaimana tersebut di atas berlaku pada daerah aliran sungai yang belum dimanfaatkan untuk kegiatan terbangun, terutama permukiman. 2. Pada daerah aliran sungai yang melintasi kawasan permukiman atau kawasan perkotaan, pengaturan lebar sempadan sungainya disesuaikan dengan ketentuan peraturan daerah yang berlaku. 140

4 Gambar 4.1 Sketsa Sempadan Sungai Tak Bertanggul Gambar 4.2 Sketsa Sungai dan Dataran Banjir Gambar 4.2 Sketsa Sungai dan Dataran Banjir 141

5 Penetapan dan pengaturan garis sempadan sungai juga diatur berbeda untuk sungaisungai yang mengalir dalam wilayah perkotaan. Di Kota Bengkulu, luas sempadan sungai kurang lebih 765,72 hekta, meliputi: 1. Sempadan sungai bertanggul dengan lebar kurang lebih 25 (dua puluh lima) meter dari kaki tanggul terluar, terdapat di Sungai Air Bengkulu Kecamatan Muara Bangkahulu dan Kecamatan Sungai Serut; 2. Sempadan sungai tidak bertanggul dengan lebar sempadan kurang lebih 50 meter dari tepi sungai terdapat di Sungai Jenggalu Kecamatan Kampung Melayu, Kecamatan Gading Cempaka dan Kecamatan Ratu Agung; dan 3. Sempadan sungai yang berada pada kawasan perumahan dengan lebar sempadan kurang lebih 10 (sepuluh) meter, terdapat di sungai dan anak sungai di Kecamatan Sungai Serut, Kecamatan Kampung Melayu, Kecamatan Ratu Agung, Kecamatan Ratu Samban, Kecamatan Gading Cempaka, Kecamatan Muara Bangka hulu, Kecamatan Selebar, Kecamatan Singaran Pati dan Kecamatan Teluk Segara Kawasan Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Kriteria kawasan lindung untuk kawasan terbuka hijau kota adalah: 1. Lokasi sasaran kawasan terbuka hijau kota termasuk antara lain di kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan pendidikan, serta tepi sungai dan jalan yang berada di kawasan perkotaan. 2. Hutan yang terletak di dalam wilayah perkotaan atau sekitar kota dengan luas minimal 0,25 Ha. 3. Hutan yang terbentuk dari komunitas tumbuhan yang berbentuk kompak pada satu hamparan, berbentuk jalur atau merupakan kombinasi dari bentuk kompak dan bentuk jalur. 142

6 4. Jenis tanaman untuk hutan kota adalah tanaman tahunan berupa pohon-pohonan, tanaman hias atau herbal, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun jenis asli atau domestik. 5. Jenis tanaman untuk kawasan terbuka hijau kota adalah berupa pohon-pohonan dan tanaman hias atau herbal, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun jenis asli atau domestik. Ruang Terbuka Hijau dipersyaratkan dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. 20 (dua puluh) persen ruang terbuka hijau publik dan 10 (sepuluh) persen ruang terbuka hijau privat. Kawasan ruang terbuka hijau selain berfungsi sebagai paru-paru kota, juga berfungsi sebagai salah satu unsur pembentuk struktur tata ruang kota dan dalam pola ruang merupakan kawasan yang dapat berfungsi menunjang fungsi lindung. Pengelolaan kawasan/ruang terbuka hijau ini secara umum meliputi: 1. Pembatasan pendirian bangunan-bangunan, kecuali yang memiliki fungsi sangat vital atau bangunan-bangunan yang merupakan penunjang dan menjadi bagian dari kawasan ruang terbuka hijau. 2. Pengembangan kawasan ruang terbuka hijau sebagai bagian dari pengembangan fasilitas umum dan taman - taman kota/ lingkungan 3. Pengembangan kawasan ruang terbuka hijau sebagai pembatas antara kawasan industri dengan kawasan fungsional lain di sekitarnya, terutama kawasan permukiman. Untuk menghitung kebutuhan luas RTH publik Kota Bengkulu digunakan metode perhitungan kebutuhan RTH berdasarkan persentase sesuai dengan kebijakan tata ruang yang terbaru yaitu Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, yaitu: 1. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. 20 (dua puluh) persen ruang terbuka hijau publik dan 10 (sepuluh) persen ruang terbuka hijau privat. Maka perhitungan RTH adalah sebagai berikut : 143

7 a. Luas Wilayah Kota Bengkulu: Ha b. Standar: UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Luas RTH = 20% dari luas kota nya). c. Kebutuhan luas Ruang Terbuka Hijau (Kawasan Lindung) Kota Bengkulu sesuai standar UU No. 26 Tahun 2007 yaitu 30% dari Ha sama dengan 4.335,6 Ha. d. Kebutuhan luas Ruang Terbuka Hijau (Kawasan Publik) Kota Bengkulu sesuai standar UU No. 26 Tahun 2007: yaitu 20% dari Ha = 2.890,4 Ha. Dalam kaitannya dengan pengembangan pola ruang kota, maka penjabaran rencana Ruang Terbuka Hijau pada masing-masing fungsi kawasan Subpusat Pelayanan Kota di Kota Bengkulu untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 di halaman sebelah ini: 144

8 Tabel 4.1 PROYEKSI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BENGKULU TAHUN 2030 NO JENIS FASILITAS PENDUKUNG TAHUN 2011 TAHUN 2030 LUAS (Ha) LUAS (Ha) RTH PRIVAT 1 RTH Pekarangan rumah RTH Kawasan Peruntukan Perdagangan dan Jasa RTH Kawasan Peruntukan Pariwisata RTH Kawasan Peruntukan industri RTH Kawasan Peruntukan perkantoran RTH Kawasan peruntukan lainnya RTH PUBLIK 1 RTH Pada Jalur Jalan Kota RTH Taman Persimpangan Jalan RTH Taman kota RTH Makam RTH Hutan Kota RTH sempadan SUTM, Sungai, pantai, danau, KA 1, , Taman Lingkungan Sabuk Hijau Cagar Alam Sabuk Hijau TWA , , LUAS TOTAL RTH (Ha) 2, , % RTH % RTH PRIVAT % RTH PUBLIK Sumber: Hasil analisis,

9 Rencana pengembangan Ruang Terbuka Hijau kota dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek sebagai berikut: 1. Untuk menciptakan kenyamanan iklim mikro Kota Bengkulu, perlu dialokasikan minimal 30% luas wilayah kota sebagai ruang terbuka dengan tutupan vegetasi. Ruang Terbuka Hijau (RTH) tersebut dapat disediakan dalam bentuk : a. Ruang Terbuka Hijau Produktif seperti kawasan pertanian, dan perkebunan; b. Ruang Terbuka Hijau Konservasi, seperti hutan raya, hutan kota, dan catchment area; c. Ruang Terbuka Hijau Lingkungan, meliputi taman kota, taman lingkungan dan pekarangan; d. Ruang Terbuka Koridor, meliputi koridor jaringan jalan, jalur jaringan listrik tegangan tinggi, serta sepanjang perbatasan Kota Bengkulu dengan wilayah sekitarnya yang didesain dengan ketebalan zona penyangga meter; e. Ruang Terbuka Hijau Khusus, meliputi tempat pemakaman umum (TPU), pekarangan perkantoran, zona penyangga (bufferzone), kawasan pendidikan, kawasan rekreasi, dan kebun binatang; 2. Pemilihan jenis vegetasi disesuaikan dengan misi dari jenis Ruang Terbuka Hijau yang akan dikembangkan, misalnya: pada RTH koridor, jenis vegetasi yang dipilih harus memiliki sistem perakaran yang tidak merusak bahu atau badan jalan serta sistem percabangannya tidak mengganggu keselamatan lalu-lintas. Untuk pemenuhan kebutuhan lahan bagi Peruntukan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan RTH tiap WP(wilayah Pembangunan), diupayakan dari keberadaan taman kota yang ada di Kota Bengkulu beserta Kawasan Sempadan (Sempadan Sungai dan Sempadan Pantai dan Sempadan Kawasan Sekitar Danau). Berdasarkan hasil analisis mengenai kebutuhan taman di Kota Bengkulu dapat dilihat total pemenuhan kebutuhan RTH di Kota Bengkulu pada Tabel 4.2 di sebelah ini. 146

10 Tabel 4.2 Rencana Pemenuhan Kebutuhan RTH di Kota Bengkulu Jenis RTH Luasan (ha) Rencana Pemenuhan Kebutuhan (Publik)RTH 20% terdiri dari : Hutan/Taman Kota Sempadan Pantai Sempadan Sungai RTH Kecamatan (9 kecamatan)@ 2,4 Ha RTH Kelurahan RTH seluruh Kota Bengkulu(eksisting) Kekurangan RTH Publik (disebar secara proporsional sesuai luas WP dengan mempertimbangkan ketersediaan lahan masing-masing serta diperinci dalam Rencana yang lebih Rinci (RDTRK)') Kecamatan Ratu Agung, Ratu Samban dan Teluk Segara dpt dibentuk dari sempadan jalan dan saat ini tersedia Lahan Terbuka 78,35 Ha dan Hutan Pantai 108,23 Ha dan Semak Belukar(Kec. Ratu Agung 8,6 Ha)*) Kecamatan Muara Bangkahulu) dibentuk dari sempadan jalan dan lahan terbuka 171,94 Ha Kecamatan Sungai Serut, Gading Cempaka dan Singaran Pati, dibentuk dari sempadan jalan, sempadan waduk,dan TPU pemakaman (Kec. Gading Cempaka 1,68 Ha), Lapangan Golf (Kec. Gading Cempaka 43,93 Ha) dan Lahan Terbuka di seluruh Kecamatan(Gading Cempaka, Singaran Pati dan Sungai Serut 174,62 Ha Kecamatan Selebar, dibentuk dari sempadan jalan, dan Lahan Terbuka 400,58 Ha, RTH kawasan Bandar Udara, TPU (10,89 ha) dan Semak Belukar 1531,92 Ha Kecamatan Kampung Melayu, dibentuk dari sempadan jalan, lahan terbuka 66,41 ha, kawasan sekitar pelabuhan dan belukar rawa 307,75 Ha dan Semak Belukar 662,42 Ha Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, dapat dilihat kekurangan RTH. Untuk memenuhi kekurangan tersebut akan dilakukan penambahan hutan kota di Universitas Bengkulu dan perumahan KORPRI, penambahan hitungan sempadan jalan, sempadan Danau Dendam Tak Sudah, sempadan Danau Buatan, RTH di kawasan Bandar udara Fatmawati dan pelabuhan Pulau Baai. 147

11 Jenis pemanfaatan ruang yang diarahkan dalam ruang terbuka hijau yang diarahkan pengembangannya di Kota Bengkulu terdiri dari: 1. RTH Publik, meliputi: a. RTH Taman kota; b. RTH Taman Persimpangan Jalan; c. RTH Taman Lingkungan; d. RTH Kebun Raya; e. RTH Sempadan SUTM, sungai, pantai, dan danau; f. RTH Jalur Hijau Jalan; g. RTH Hutan Kota; h. RTH Pemakaman Umum dan Swasta. 2. RTH Privat, meliputi: a. RTH Pekarangan Rumah Tinggal; b. RTH kawasan peruntukan perdagangan dan jasa; c. RTH kawasan peruntukan pariwisata; d. RTH kawasan peruntukan industri; e. RTH kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan; f. RTH kawasan peruntukan perkantoran; dan g. RTH kawasan peruntukan lainnya seperti kawasan peruntukan pendidikan kesehatan, peribadatan, pelabuhan dan terminal, dan TPA. Arahan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bengkulu 1. Ruang Terbuka Hijau Publik RTH publik yang telah ada di Kota Bengkulu meliputi kawasan seluas kurang lebih 2.129,98 Ha atau 15,59 persen dari luas wilayah Kota Bengkulu. Pada akhir tahun perencanaan RTH yang ada akan dikembangkan menjadi seluas kurang lebih 3.234,56 Ha atau 23,68 persen dari luas kota. a. RTH Taman Kota RTH Taman kota adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kota atau bagian wilayah kota. Taman ini melayani minimal penduduk dengan standar minimal 0,3 m 2 per penduduk kota, dengan luas taman minimal 148

12 m 2. Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH (lapangan hijau), yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olah raga dengan minimal RTH 80% - 90%. Semua fasilitas tersebut terbuka untuk umum. Jenis vegetasi yang dipilih berupa pohon tahunan, perdu, dan semak ditanam secara berkelompok atau menyebar berfungsi sebagai pohon pencipta iklim mikro atau sebagai pembatas antar kegiatan. Kriteria pemilihan vegetasi untuk taman lingkungan dan taman kota adalah sebagai berikut: a) tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi; b) tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap; c) ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain seimbang; d) perawakan dan bentuk tajuk cukup indah; e) kecepatan tumbuh sedang; f) berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya; g) jenis tanaman tahunan atau musiman; h) jarak tanam setengah rapat sehingga menghasilkan keteduhan yang optimal; i) tahan terhadap hama penyakit tanaman; j) mampu menjerap dan menyerap cemaran udara; k) sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang burung. Taman kota yang telah ada di Kota Bengkulu terdapat di Kecamatan Singaran Pati dan Kecamatan Teluk Segara dengan luas kurang lebih 23,47 hektar. b. RTH Taman Persimpangan Jalan Taman persimpangan jalan dengan luas kurang lebih 0,3 hektar terdapat di Kecamatan Muara Bangkahulu, Kecamatan Sungai Serut, Kecamatan Teluk Segara, Kecamatan Ratu Agung, Kecamatan Ratu Samban, Kecamatan Gading Cempaka, Kecamatan Singaran Pati, Kecamatan Selebar dan Kecamatan Kampung Melayu. 149

13 c. RTH Taman Lingkungan Taman lingkungan dengan luas kurang lebih 147,78 hektar tersebar di Kecamatan Muara Bangkahulu, Kecamatan Sungai Serut, Kecamatan Teluk Segara, Kecamatan Ratu Agung, Kecamatan Ratu Samban, Kecamatan Gading Cempaka, Kecamatan Singaran Pati, Kecamatan Selebar dan Kecamatan Kampung Melayu. RTH Taman Rukun Tetangga Taman Rukun Tetangga (RT) dapat dimanfaatkan penduduk sebagai tempat melakukan berbagai kegiatan sosial di lingkungan RT tersebut. Untuk mendukung aktivitas penduduk di lingkungan tersebut, fasilitas yang harus disediakan minimal bangku taman dan fasilitas mainan anak-anak. Selain sebagai tempat untuk melakukan aktivitas sosial, RTH Taman Rukun Tetangga dapat pula dimanfaatkan sebagai suatu taman umum (community garden )dengan menanam tanaman obat keluarga/apotik hidup, sayur, dan buah-buahan yang dapat dimanfaatkan oleh warga. Gambar 4.5 Taman Kota Rukun Tangga 150

14 a. RTH Rukun Warga RTH Rukun Warga (RW) RTH Rukun Warga (RW) dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan remaja, kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan sosial lainnya di lingkungan RW tersebut. Fasilitas yang disediakan berupa lapangan untuk berbagai kegiatan, baik olahraga maupun aktivitas lainnya, beberapa unit bangku taman yang dipasang secara berkelompok sebagai sarana berkomunikasi dan bersosialisasi antar warga, dan beberapa jenis bangunan permainan anak yang tahan dan aman untuk dipakai pula oleh anak remaja. Gambar 4.6 Taman Kota Rukun Warga RTH Kelurahan RTH kelurahan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan penduduk dalam satu kelurahan. Taman ini dapat berupa taman aktif, dengan fasilitas utama lapangan olahraga (serbaguna), dengan jalur trek lari di seputarnya, atau dapat berupa taman pasif, dimana aktivitas utamanya adalah kegiatan yang lebih bersifat pasif, misalnya duduk atau bersantai, sehingga lebih didominasi oleh ruang hijau dengan pohon - pohon tahunan. 151

15 Tabel 4.3 Kelengkapan Fasilitas pada Taman Kelurahan Jenis Taman Koefisien Daerah Hijau (KDH) Fasilitas Vegetasi Aktif 70 80% 1. lapangan terbuka; 2. trek lari, lebar 5 m panjang 325 m; 3. WC umum; 4. 1 unit kios (jika diperlukan); 5. kursi kursi taman. 1. minimal 25 pohon (pohon sedang dan kecil); 2. semak; 3. perdu; 4. penutup tanah. Pasif 80 90% 1. minimal 25 pohon (pohon sedang dan kecil); 2. semak; 3. perdu; 4. penutup tanah. Sumber : Pedoman pemanfatan dan penyediaan RTH di Pekotaan, Dep. PU minimal 50 pohon (sedang dan kecil); 2. semak; 3. perdu; 4. penutup tanah. 152

16 Gambar 4.7 Taman Kota Kelurahan Ilustrasi Taman Kota Kelurahan RTH Kecamatan RTH kecamatan dapat dimanfaatkan oleh penduduk untuk melakukan berbagai aktivitas di dalam satu kecamatan. Taman ini dapat berupa taman aktif dengan fasilitas utama lapangan olahraga, dengan jalur trek lari di seputarnya, atau dapat berupa taman pasif untuk kegiatan yang lebih bersifat pasif, sehingga lebih didominasi oleh ruang hijau. Kelengkapan taman ini adalah sebagai berikut: 153

17 Tabel 4.4 Kelengkapan Fasilitas pada Taman Kecamatan Jenis Taman Koefisien Daerah Hijau (KDH) Fasilitas Vegetasi Aktif 70 80% 1. lapangan terbuka; 2. lapangan basket; 3. lapangan volley; 4. trek lari, lebar 5 m panjang 325 m; 5. WC umum; 6. parkir kendaraan; 7. termasuk sarana kios (jika diperlukan); 8. kursi-kursi taman. Pasif 80 90% 1. sirkulasi jalur pejalan kaki, lebar 1,5 2 m; 2. WC umum; 3. parkir kendaraan termasuk sarana kios (jika diperlukan); 4. kursi-kursi taman. 1. minimal 50 pohon (sedang dan kecil); 2. semak; 3. perdu; 4. penutup tanah. 1. lebih dari 100 pohon tahunan (pohon sedang dan kecil); 2. semak; 3. perdu; 4. penutup tanah. Sumber : Pedoman pemanfatan dan penyediaan RTH di Pekotaan, Dep. PU 2008 Gambar 4.8 Taman Kota Kecamatan 154

18 d. RTH Kebun Raya Kebun raya di Kota Bengkulu dikembangkan dengan luas kurang lebih... hektar dan terdapat di Kecamatan Singaran Pati. e. RTH Sempadan SUTM, sungai, pantai, dan danau RTH sempadan SUTM, sungai, pantai dan danau dengan luas kurang lebih 1.706,47 hektar terdapat di Kecamatan Muara Bangka Hulu, Kecamatan Sungai Serut, Kecamatan Singaran Pati, Kecamatan Ratu Samban, Kecamatan Ratu Agung, Kecamatan Teluk Segara, Kecamatan Gading Cempaka, dan Kecamatan Kampung Melayu. RTH ini nantinya akan dikembangkan menjadi seluas 1.733,97 hektar. f. RTH pada jalur hijau jalan Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20 30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan kelas jalan. Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Disarankan agar dipilih jenis tanaman khas daerah setempat, yang disukai oleh burung-burung, serta tingkat evapotranspirasi rendah. RTH ini tersebar di Kecamatan Teluk Segara, Kecamatan Ratu Samban, Kecamatan Ratu Agung, Kecamatan Gading Cempaka, dan Kecamatan Selebar dengan luas kurang lebih 22 hektar. RTH pada jalur hijau jalan akan lebih dikembangkan lagi menjadi 207 hektar tersebar di Kecamatan Muara Bangkahulu, Kecamatan Sungai Serut, Kecamatan Teluk Segara, Kecamatan Ratu Agung, Kecamatan Ratu Samban, Kecamatan Gading Cempaka, Kecamatan Singaran Pati, Kecamatan Selebar dan Kecamatan Kampung Melayu. Gambar 4.10 Penempatan Tata Letak Jalur Hijau Jalan 155

19 Tata Letak Jalur Hijau di Kiri-kanan jalan Ruang Pejalan Kaki Ruang pejalan kaki adalah ruang yang disediakan bagi pejalan kaki pada kiri-kanan jalan atau di dalam taman. Ruang pejalan kaki yang dilengkapi dengan RTH harus memenuhi hal-hal sebagai berkut: 1. Kenyamanan, adalah cara mengukur kualitas fungsional yang ditawarkan oleh sistem pedestrian yaitu: Orientasi, berupa tanda visual (landmark, marka jalan) pada lansekap untuk membantu dalam menemukan jalan pada konteks lingkungan yang lebih besar; Kemudahan berpindah dari satu arah ke arah lainnya yang dipengaruhi oleh kepadatan pedestrian, kehadiran penghambat fisik, kondisi permukaan jalan dan kondisi iklim. Jalur pejalan kaki harus aksesibel untuk semua orang termasuk penyandang cacat. 2. Karakter fisik, meliputi: Kriteria dimensional, disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya setempat, kebiasaan dan gaya hidup, kepadatan penduduk, warisan dan nilai yang dianut terhadap lingkungan; Kriteria pergerakan, jarak rata-rata orang berjalan di setiap tempat umumnya berbeda dipengaruhi oleh tujuan perjalanan, kondisi cuaca, kebiasaan dan budaya masyarakat. 156

20 Gambar 4.11 Pola Taman pada Jalur Pejalan Kaki Pedoman teknis lebih rinci untuk jalur pejalan kaki dapat mengacu pada Kepmen PU No. 468/KPTS/1998 tanggal 1 Desember 1998, tentang Persyaratan Teknis Aksesiblitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan dan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki. Pada umumnya orang tidak mau berjalan lebih dari 400 m. Tabel 4.6 Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Sepanjang Jalan Sesuai Dengan Fungsi Jalan Di Kota Bengkulu Unsur Rencana Arteri Primer Arteri Sekunder Kolektor Primer Kolektor Sekunder Lokal Kecepatan Kendaraan (km/jam) Lebar Lajur Jalan (m) 3,5 3,5 3,25 3,0 2,5 Lebar Jalur Median Min (m) 4,0 3,0 2,0 1,0 - Lebar Bahu Jalan (m) 2,5 2,0 1,5 1 ) 1 ) Lebar Trotoar (m) 3,5-5,0 3,0 4,0 2,5-3,5 2,0 3,0 1,0-2,0 Prosentase Hijau Jalan 15% 15% 10% 10% 5% Lebar Jalur Parkir (m) ,5/4,5 2 ) 2,5 2 ) 157

21 h. RTH Hutan Kota Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah sebagai penyangga lingkungan kota yang berfungsi untuk: a. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika; b. Meresapkan air; c. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; dan d. Mendukung pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia. Guna mengoptimalkan fungsi dan peran kawasan lindung dalam menjaga keseimbangan ekologi di Kota Bengkulu. maka pada saat ini sudah terdapat hutan kota seluas 29,51 Ha. Tujuan dari penyelengaraan Hutan Kota Bengkulu adalah: a. Menekan atau mengurangi peningkatan suhu udara di Kota Bengkulu dan Kawasan sekitarnya. b. Menekan atau mengurangi pencemaran udara (kadar carbon monoksida, ozon, carbon dioksida, nitrogen, belerang dan debu). c. Mencegah terjadinya penurunan air tanah dan air permukaan. Mencegah terjadinya banjir atau genangan, kekeringan dan peningkatan kandungan logam berat dalam air. Hutan kota dapat berbentuk: 1. Bergerombol atau menumpuk: hutan kota dengan komunitas vegetasi terkonsentrasi pada satu areal, dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan; 2. Menyebar: hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu, dengan luas minimal 2500 M2. Komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil; 3. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) seluas 90% - 100% dari luas hutan kota; 4. Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya. Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 m. 158

22 Struktur hutan kota terdiri dari: 1. Hutan kota berstrata dua, yaitu hanya memiliki komunitas tumbuh - tumbuhan pepohonan dan rumput; 2. Hutan kota berstrata banyak, yaitu memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan selain terdiri dari pepohonan dan rumput, juga terdapat semak dan penutup tanah dengan jarak tanam tidak beraturan. Gambar 4.3 Pola Hutan Kota Strata 2 Gambar 4.4 Pola Hutan Kota Strata Banyak Kriteria pemilihan vegetasi untuk Hutan Kota adalah : a) memiliki ketinggian yang bervariasi; b) sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung; c) tajuk cukup rindang dan kompak; d) mampu menjerap dan menyerap cemaran udara; e) tahan terhadap hama penyakit; 159

23 f) berumur panjang; g) toleran terhadap keterbatasan sinar matahari dan air; h) tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri; i) batang dan sistem percabangan kuat; j) batang tegak kuat, tidak mudah patah; k) sistem perakaran yang kuat sehingga mampu mencegah terjadinya longsor; l) seresah yang dihasilkan cukup banyak dan tidak bersifat alelopati, agar tumbuhan lain dapat tumbuh baik sebagai penutup tanah; m) jenis tanaman yang ditanam termasuk golongan evergreen bukan dari golongan tanaman yang menggugurkan daun (decidous); n) memiliki perakaran yang dalam. Hutan kota yang telah ada seluas kurang lebih 179,62 hektar di Kecamatan Muara Bangkahulu dan Kecamatan Selebar, dan akan lebih dikembangkan dengan luas kurang lebih 493,78 hektar. i. RTH Pemakaman Umum dan Swasta Penyediaan ruang terbuka hijau pada areal pemakaman disamping memiliki fungsi utama sebagai tempat penguburan jenasah juga memiliki fungsi ekologis yaitu sebagai daerah resapan air, tempat pertumbuhan berbagai jenis vegetasi, pencipta iklim mikro serta tempat hidup burung serta fungsi sosial masyarakat disekitar seperti beristirahat dan sebagai sumber pendapatan. Untuk penyediaan RTH pemakaman, maka ketentuan bentuk pemakaman adalah sebagai berikut: 1. ukuran makam 1 m x 2 m; 2. jarak antar makam satu dengan lainnya minimal 0,5 m; 3. tiap makam tidak diperkenankan dilakukan penembokan/perkerasan; 4. pemakaman dibagi dalam beberapa blok, luas dan jumlah masing-masing blok disesuaikan dengan kondisi pemakaman setempat; 5. batas antar blok pemakaman berupa pedestrian lebar cm dengan deretan pohon pelindung disalah satu sisinya; 6. batas terluar pemakaman berupa pagar tanaman atau kombinasi antara pagar buatan dengan pagar tanaman, atau dengan pohon pelindung; 160

24 7. ruang hijau pemakaman termasuk pemakaman tanpa perkerasan minimal 70% dari total area pemakaman dengan tingkat liputan vegetasi 80% dari luas ruang hijaunya. Gambar 4.9 Pola Penanaman Pada RTH Pemakaman Kebutuhan lahan Tempat Pemakaman Umum berdasarkan hasil analisis, didasarkan pada beberapa aspek antara lain : a. Jumlah penduduk Kota Bengkulu dan tingkat mortalitas rata-rata. b. Ketersediaan lahan pada masing-masing kecamatan. c. Alokasi lahan pemakaman umum dilakukan dengan mempertimbangkan radius pelayanan dengan asumsi setiap wilayah kecamatan minimal dilayani oleh 1 (satu) lahan TPU. Arahan pengembangan Tempat Pemakaman Umum adalah: a. Lahan TPU Kota diarahkan pengembangannya di Kelurahan Pagar Dewa dan Kelurahan Air Sebakul, Kecamatan Selebar, alternatif lain yang dapat dikembangkan adalah alokasi TPU Kota pada jalur lepas landas Bandara Fatmawati Soekarno. Hal ini dimaksudakan untuk tetap menjaga jalur lepas landas menjadi areal yang tidak terbangun namun tetap menjadi fasilitas kota. b. Selain itu untuk pelayanan wilayah dan pemenuhan kebutuhan akan Ruang Terbuka Hijau kota, maka TPU juga diarahkan untuk dikembangkan di setiap kecamatan 161

25 dengan luas yang disesuaikan dengan ketersediaan lahan dan kepadatan penduduknya. c. Apabila TPU di kecamatan-kecamatan yang berada di Kawasan Pusat Kota sudah penuh maka akan dilayani oleh TPU yang berada pada wilayah lain, sesuai lokasi dan radius ke TPU terdekat. Untuk pengaturan lebihlanjut tentang mekanisme pengelolaan lahan TPU yang dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang, perlu dilakukan studi khusus dalam bentuk masterplan penyediaan dan pengelolaan TPU, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap daerah, dan terlebih lagi, dapat mengatasi kendala ketersediaan lahan. Pemakaman umum dan swasta yang telah ada di Kota Bengkulu memiliki luas kurang lebih 50,34 hektar yang terletak di Kecamatan Muara Bangkahulu, Kecamatan Sungai Serut, Kecamatan Teluk Segara, Kecamatan Ratu Agung, Kecamatan Ratu Samban, Kecamatan Gading Cempaka, Kecamatan Singaran Pati, Kecamatan Selebar dan Kecamatan Kampung Melayu. Rencananya RTH ini akan dikembangkan menjadi kurang lebih 60,34 hektar. Sabuk Hijau Selain RTH yang telah disebutkan di atas, Kota Bengkulu juga akan mengembangkan Sabuk Hijau. Sabuk hijau merupakan RTH yang berfungsi sebagai daerah penyangga dan untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan (batas kota, pemisah kawasan, dan lain-lain) atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu, serta pengamanan dari faktor lingkungan sekitarnya. Sabuk hijau dapat berbentuk: RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau penggunaan lahan tertentu, dipenuhi pepohonan, sehingga berperan sebagai pembatas atau pemisah; Sabuk hijau kawasan TPA, sabuk hijau kawasan Industri, sabuk hijau sempadan sungai dan waduk buatan Hutan kota; Kebun campuran, perkebunan, pesawahan, yang telah ada sebelumnya (eksisting) dan melalui peraturan yang berketetapan hukum, dipertahankan keberadaannya. 162

26 Fungsi lingkungan sabuk hijau: Peredam kebisingan; Mengurangi efek pemanasan yang diakibatkan oleh radiasi energi matahari; Penapis cahaya silau; Mengatasi penggenangan; daerah rendah dengan drainase yang kurang baik sering tergenang air hujan yang dapat mengganggu aktivitas kota serta menjadi sarang nyamuk. Penahan angin; untuk membangun sabuk hijau yang berfungsi sebagai penahan angin perlu diperhitungkan beberapa faktor yang meliputi panjang dan lebar jalur. Sabuk hijau yang akan dikembangkan Kota Bengkulu adalah: 1. sabuk hijau Cagar Alam 502,66 hektar yang terdapat di Kecamatan Singaran Pati dan Kecamatan Sungai Serut; dan 2. sabuk hijau Taman Wisata Alam yang terletak di Kecamatan Ratu Agung, Kecamatan Gading Cempaka dan Kecamatan Kampung Melayu. 2. Ruang Terbuka Hijau Privat RTH privat meliputi kawasan seluas kurang lebih 728,74 hektar yang terdiri atas: a. RTH pekarangan rumah tinggal seluas kurang lebih 631,58 ha; b. RTH kawasan peruntukan perdagangan dan jasa seluas kurang lebih 18,22 ha; c. RTH kawasan peruntukan pariwisata seluas kurang lebih 9,57 ha; d. RTH kawasan peruntukan industri seluas kurang lebih 13,52 ha; e. RTH kawasan peruntukan perkantoran seluas kurang lebih 42,15 ha; dan f. RTH kawasan peruntukan lainnya seperti kawasan peruntukan pendidikan kesehatan, peribadatan, pelabuhan dan terminal, dan TPA seluas kurang lebih 13,7 ha. 163

27 Dalam perkembangannya RTH ini diperkirakan akan seluas kurang lebih 784,21 Ha atau 5,74 Ha persen dari luas kota dan terdiri dari: a. RTH pekarangan rumah tinggal seluas kurang lebih 631,58 ha; b. RTH kawasan peruntukan perdagangan dan jasa seluas kurang lebih 18,22 ha; c. RTH kawasan peruntukan pariwisata seluas kurang lebih 38 ha; d. RTH kawasan peruntukan industri seluas kurang lebih 40,56 ha; e. RTH kawasan peruntukan perkantoran seluas kurang lebih 42,15 ha; dan f. RTH kawasan peruntukan lainnya seperti kawasan peruntukan pendidikan, kesehatan, peribadatan, pelabuhan dan terminal, dan TPA seluas kurang lebih 13,7 ha. Untuk pengembangan RTH pada kawasan budidaya dapat dilihat pada tabel berikut: Fungsi Kawasan Tabel 4.5 Rencana Pengembangan RTH Pada Kawasan Budidaya Fungsi dan Rencana Kebutuhan Pemanfaatan Pengembangan RTH Pengembangan RTH Ruang Terbuka Hijau Kawasan Ruang untuk Pertanian perkotaan Upaya untuk mempertahankan Pertanian pengembangan budidaya yang terletak di kawasan pertanian kota tidak per-tanian kota diarahkan sebagian Kecamatan hanya dalam rangka ketahanan pada lokasi-lokasi yang Gading Cempaka, pangan namun juga sebagai memiliki sarana saluran sebagian Kecamatan bagian dari penataan lansekap irigasi teknis. Ratu Agung dan kota dalam upaya menjaga Upaya untuk mempertahankan kawasan pertanian kota tidak hanya sebagian Keca-matan Sungai Serut, Luas lahan untuk keseimbangan antara lahan terbangun dan lahan tidak terbangun dalam rangka ketahanan pertanian seluas 928,75 pangan namun juga sebagai ha bagian dari penataan lansekap kota dalam upaya menjaga keseimbangan antara lahan terbangun dan lahan tidak terbangun Kawasan Ruang Terbuka Hijau di Secara umum ruang tidak Pemanfaatan RTH pada Permukiman kawasan permukiman akan di terbangun di kawasan kawasan permukiman (RTH Privat) kembangkan untuk permukiman yang akan merupakan RuSang Terbuka meningkatkan kualitas dikembangkan di seluas Hijau privat di halaman rumah 164

28 Fungsi Kawasan Fungsi dan Rencana Kebutuhan Pemanfaatan Pengembangan RTH Pengembangan RTH Ruang Terbuka Hijau lingkungan dan estetika 40% dari luas lahan untuk yang harus ditanami dengan kawasan pengembangan kawasan pohon maupun perdu dengan Pada kawasan permukiman RTH dikembangkan sebagai Ruang Terbuka Hijau privat yang dihitung verdasarkan angka koefisien dasar hijau permukiman (7.278,85 ha). Ruang yang tidak terbangun di kawasan permukiman mencakup ketentuan- ketentuan yang akan diatur lebih lanjut sesuai dengan besarnya kapling serta arahan daripada Koefisien Dasar Hijau (KDH) (KDH) yang ditetap-kan setiap lahan seluas ha. Pada RTH milik publik dan arahan zonasi dengan ketentuan minimum sebagai berikut Lingkungan dengan kepadatan tinggi, KDH Untuk Ruang Terbuka Hijau publik dikembangkan berdasarkan herarki ruang yang meliputi RTH di bersifat publik dimanfaatkan sebagai ruang sosial budaya masyarakat yang dipadukan dengan fungsi olahraga dan rekreasi serta fungsi pendidikan minimum 10% tingkat tingkat RT, Sedangkan ruang terbuka milik Lingkungan dengan kepadatan sedang, KDH minimum 15% Lingkungan dengan kepadatan rendah KDH minimum 20% tingkat RW, Tingkat Kelurahan, Tingkat Kecamatan dan tingkat kota. Kebutuhan RTH dihitung berdasarkan standar pe-rencanaan privat yang bersifat publik akan diberikan insentif yang akan diatur lebih lanjut didalam peraturan zonasi yang termuat dalam Permen PU No. 5/2008 Kebutuhan di tingkat RT dan RW aan di rencanakan pada rencana tata ruang yang lebih rinci Kebutuhan RTH tingkat kelurahan untuk seluruh kota adalah 47 Ha Kebutuhan RTH tiap kecamatan minimum 2,4 ha. dengan demikian luas RTH tingkat kecamatan di seluruh Kota adalah 165

29 Fungsi Kawasan Fungsi dan Rencana Kebutuhan Pemanfaatan Pengembangan RTH Pengembangan RTH Ruang Terbuka Hijau 21,6 ha Kebutuhan lahan untuk RTH tingkat kota min 9,4 ha Kawasan Ruang Terbuka Hijau di Berdasarkan luas Pemanfaatan Ruang Terbuka Perdagangan kawasan perdagangan dan kawasan perdagangan Hijau dan non hijau di kawasan dan Jasa jasa di kembangkan untuk dan jasa yang akan perdagangan diarahkan untuk meningkatkan kenyamanan dikembangkan sesuai kegiatan : ruang serta peningkatan kualitas lingkungan serta estetika kawasan Pada kawasan perdagangan dan jasa Ruang Terbuka Hijau dikembangkan sebagai Ruang Terbuka Hijau semi publik privat yang dihitung berdasarkan angka koefisien dasar hijau (KHD) yang ditetapkan setiap arahan zonasi dengan ketentuan minimum : Lingkungan dengan kepadatan tinggi, KDH dengan pola ruang kota,maka Ruang Terbuka Hijau yang harus disediakan rata rata kurang lebih 15% dari luas kawasan perdagangan dan jasa. Dengan demikian maka luas RTH semi publik yang akan di kembangkan adalah : 167,02 ha dari luas kawasan perdagangan dan jasa seluas 1.113,2 ha kawasan perdagangan dan jasa o Penanaman pohon-pohon peneduh yang dapat menciptakan terbentuknya pengikliman mikro ruang kawasan perdagangan dan jasa dan meningkatkan kenyamanan ruang o Perdagangan dan jasa khusus untuk penyediaan ruang ruang restoran ruang luar o Plasa sebagai ruang berkumpulnya masyarakat umum minimum 10% Lingkungan dengan kepadatan sedang, KDH minimum 15% Lingkungan dengan kepadatan rendah KDH minimum 20% Kawasan Ruang Terbuka Hijau di Berdasarkan luas Pemanfaatan Ruang Terbuka Perkantoran kawasan perkantoran kawasan perkantoran Hijau dan Non Hijau di kawasan Pemerintah pemerintah baik di pusat kota pemerintah yang akan pemerintahan diarahkan untuk maupun di Bentiring di dikembangkan sesuai kegiatan : kembangkan untuk meningkatkan kenyamanan ruang serta peningkatan kualitas lingkungan serta estetika dengan pola ruang kota maka Ruang Terbuka Hijau yang harus disediakan rata rata o Penanaman pohon-pohon peneduh yang dapat menciptakan terbentuknya pengikliman mikro ruang 166

30 Fungsi Kawasan Fungsi dan Rencana Kebutuhan Pemanfaatan Pengembangan RTH Pengembangan RTH Ruang Terbuka Hijau kawasan kurang lebih 20-40% dari kawasan pusat peme- Untuk meningkatan fungsi ruang pelayanan publik, RTH di kawasan pemerintahan luas kawasan perkantoran pemerintah seluas 111,01 ha. rintahan meningkatkan kenyamanan ruang o Untuk penyediaan sosial dimanfaatkan sebagai ruang Dengan demikian maka budaya bagi masyarakat sosial budaya luas RTH publik (hijau dan non hijau) yang akan di kembangkan pada kawasan pemeritahan kurang lebih 23 ha sampai dengan 46 ha Kawasan Ruang Terbuka Hijau di Berdasarkan luas Pemanfaatan Ruang Terbuka Pendidikan kawasan pendidikan tinggi di kawasan pendidikan tinggi Hijau dan non hijau di kawasan Tinggi kembangkan untuk yang akan dikembangkan pendidikan tinggi meningkatkan kenyaman-an ruang serta peningkat-an kualitas lingkungan serta estetika kawasan. Dalam hal meningkatan fungsi ruang pendidikan tinggi, RTH di kawasan pemerintahan dimanfaat-kan sebagai ruang sosial budaya, penelitian dan estetika lingkungan sesuai dengan pola ruang kota (176,85 ha) maka Ruang Terbuka Hijau yang harus disediakan rata rata kurang lebih 40 60% dari luas kawasan pendidikan tinggi Denga demikian maka luas RTH publik yang akan di kembangkan Penanaman pohon-pohon peneduh yang dapat menciptakan terbentuknya pengikliman mikro ruang kawasan pendidikan tinggi dan meningkatkan kenyamanan ruang kurang lebih 70,74 ha sampai dengan 106 ha Kawasan Ruang Terbuka Hijau di Berdasarkan luas Pemanfaatan Ruang Terbuka Pariwisata kawasan pariwisata di kawasan pariwisata yang Hijau dan non hijau di kawasan kembangkan untuk me- akan dikembangkan pariwisata diarahkan untuk ningkatkan kenyamanan ruang sesuai dengan pola ruang kegiatan : serta peningkatan kualitas lingkungan serta estetika kawasan. Kawasan pariwisata pantai panjang, pengembangan Ruang Terbuka Hijau dilakukan untuk mitigasi bencana tsunami berupa kota (150,65 ha) maka Ruang Terbuka Hijau yang harus disediakan rata rata kurang lebih 60-80% dari luas kawasan pariwisata Luas RTH publik yang akan di kembangkan o Rekreasi aktif berupa Kegiatan rekreasi ruang luar o Penanaman pohon-pohon peneduh dan pengaman sempadan pantai yang dapat menciptakan terbentuknya pengikliman mikro ruang kawasan pariwisata serta 167

31 Fungsi Kawasan Fungsi dan Rencana Kebutuhan Pemanfaatan Pengembangan RTH Pengembangan RTH Ruang Terbuka Hijau pohon di sepadan pantai kurang lebih 90,36 ha meningkatkan kenyamanan Dalam hal meningkatan fungsi sampai dengan 120,48 ha ruang ruang kota, RTH di kawasan pariwisata dimanfaatkan sebagai ruang sosial budaya, dan estetika lingkungan Kawasan Ruang Terbuka Hijau di Berdasarkan luas Pemanfaatan Ruang Terbuka Industri dan kawasan industri dikem- kawasan industri dan Hijau dan non hijau di kawasan Pergudangan bangkan untuk barier / pergudangan yang akan industri dan pergudangan pembatas kawasan indus-tri dikembangkan sesuai diarahkan dengan penanaman dengan lingkungan sekitarnya. dengan pola ruang kota pohon- pohon peneduh yang Kawasan industri di tepi pantai, pengembangan Ruang Terbuka Hijau dilakukan untuk mitigasi bencana tsunami berupa pohon di sepadan pantai Dalam hal meningkatan fungsi ruang kota, RTH di kawasan pariwisata dimanfaatkan untuk meningkatkan estetika lingkungan maka Ruang Terbuka Hijau yang harus disediakan rata rata kurang lebih 20 30% dari luas kawasan industri dan pergudangan (1.459,51 ha) Dengan demikian maka luas RTH yang akan dikembangkan kurang lebih 291 ha sampai dengan 437,85 ha dapat menciptakan terbentuknya pengikliman mikro ruang kawasan industri dan pergudangan dalam upaya untuk meningkatkan kenyamanan ruang Kawasan Hijau RTH Kawasan hijau binaan Binaan dikembangkan secara khusus untuk Fungsi olahraga dan rekreasi baik di tingkat kecamatan maupun tingkat kota. Secara khusus RTH ini juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas kenyaman ruang melalui pembentukan iklim mikro kawasan Sumber : Hasil Rencana, 2011 Berdasarkan luas kawasan hijau binaan yang akan dikembangkan sesuai dengan pola ruang kota maka Ruang Terbuka Hijau yang harus disediakan rata rata kurang lebih % dari luas kawasan hijau binaan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau dan Non Hijau di kawasan olahraga dan rekreasi diarahkan untuk kegiatan : o Rekreasi ruang terbuka aktif o Perdagangan dan jasa yang berorientasi kepada rekreasi 168

32 Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.68/Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, bahwa Kawasan Cagar Alam termasuk dalam kategori kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Sehingga Kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar di Kota Bengkulu ini termasuk dalam Kawasan Lindung Suaka Alam. Kawasan suaka alam ini bertujuan untuk melindungi perkembangan flora dan fauna yang khas dan beraneka ragam. Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan satwa dan daerah pengungsian satwa. Kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar di Kota Bengkulu merupakan kawasan yang dalam PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN ditetapkan sebagai Kawasan Lindung Nasional.Tujuan perlindungan terhadap cagar alam (sebagai bagian dari kawasan suaka alam) adalah untuk melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. Kawasan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai di Kota Bengkulu, dengan luas 967,20 Ha berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 termasuk dalam Kategori Kawasan Pelestarian Alam. Kawasan suaka alam dan cagar budaya Kota Bengkulu meliputi: a. Kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar Reg.61 dengan luas kurang lebih 545 hektar di Kecamatan Singaran Pati; b. Taman Wisata Alam Pantai Panjang Pulau Baai Reg.91 seluas kurang lebih 967,2 Ha di Kecamatan Gading Cempaka dan Kecamatan Kampung Melayu; c. Kawasan Kampung Cina, Benteng Marlborough dan Tapak Paderi dengan dengan luas kurang lebih 5,2 hektar di Kelurahan Malabero, Kecamatan Teluk Segara; d. Kawasan Persada Bung Karno dengan luas kurang lebih 2,01 hektar di Kelurahan Anggut Atas, Kecamatan Teluk Segara; e. Kawasan Taman Makam Sentot Ali Basyah dengan luas kurang lebih 0,7 hektar di Kelurahan Bajak, Kecamatan Teluk Segara; 169

33 f. Kawasan Masjid Jamik dengan luas kurang lebih 0,75 hektar di Kelurahan Pintu Batu, Kecamatan Teluk Segara; dan g. Kawasan Wisata Tabot dengan luas kurang lebih 3,46 hektar di Kelurahan Sawah Lebar, Kecamatan Teluk Segara Kawasan Rawan Bencana Memperhatikan kondisi Kota Bengkulu, kawasan rawan bencana meliputi kawasan rawan bencana tsunami dan kawasan rawan bencana banjir. Meskipun memiliki resiko keamanan, kawasan ini tidak seutuhnya tidak dapat dibangun, melainkan pemanfaatannya harus disertai dengan upaya untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana alam. Perlu dilakukan kajian untuk mengidentifikasi daerah bahaya berdasarkan kemungkinan tingkat kerusakan yang akan terjadi. Kawasan rawan bencana masing-masing ditetapkan sebagai berikut: a. Kawasan rawan bencana tsunami meliputi kawasan sepanjang pantai di Kecamatan Muara Bangkahulu, Kecamatan Teluk Segara, Kecamatan Ratu Samban, Kecamatan Ratu agung, Kecamatan Gading Cempaka, Kecamatan Sungai Serut, dan Kecamatan Kampung Melayu. b. Kawasan rawan bencana banjir meliputi sepanjang Jl. Irian di Kelurahan Tanjung Agung, Kecamatan Sungai Serut, sebagian Kelurahan Rawa Makmur dan Kelurahan Rawa Makmur Permai, Kecamatan Kampung Melayu. Kawasan Rawan Bencana Banjir Kawasan rawan banjir di Kota Bengkulu adalah di sepanjang Jl. Irian tepatnya di Kelurahan Tanjung Agung sudah dilakukan upaya untuk mencegah dan mengurangi dampak merugikan melalui pembuatan pintu-pintu air yang dilengkapi dengan pompa air, peninggian Jl. Irian sebagai tanggul untuk mengatasi meluapnya Sungai Air Bengkulu. Untuk lebih memaksimalkan upaya pencegahan banjir di lokasi tersebut perlu dilakukan upaya lebih jauh berupa pembuatan danau buatan (polder) sebagai penampung banjir. Pembuatan polder diintegrasikan dengan upaya pengembangan pariwisata dan budidaya pertanian dan perikanan kota. Secara khusus pengelolaan kawasan rawan bencana banjir dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut : 170

34 a. Pencegahan terjadinya banjir melalui pengembangan polder pengendali banjir yang terpadu dengan pengembangan pintu air dan pompa air di Sungai Air Bengkulu serta revitalisasi Danau Dendam Tak Sudah; b. Pada kawasan banjir yang sudah terbangun perlu dilakukan kajian untuk merelokasi penduduk yang bermukim di kawasan rawan banjir; c. Pada lahan yang belum terbangun dilakukan dengan melarang atau member-lakukan disinsentif pengembangan ruang pada kawasan rawan banjir. Dalam hal terjadi bencana banjir, ruang evakuasi yang disediakan adalah: 1. Gedung Sekolah Dasar di Kelurahan Tanjung Jaya Kecamatan Sungai Serut; 2. Gedung Sekolah Menengah Pertama di Kelurahan Semarang Kecamatan Sungai Serut; 3. Gedung Kantor Pemerintah Kota di Kelurahan Semarang Kecamatan Teluk Segara; Kawasan Rawan Bencana Tsunami Untuk mengurangi korban jiwa dan dampak kerusakan dari gejala alam ini diperlukan sebuah kajian mitigasi bencana yang diwujudkan ke dalam pemetaan rawan bencana, rencana penetapan bangunan penyelamat (escape building), rencana jalur penyelamatan/evakuasi (escape road), dan rencana lokasi penyelamatan darurat (shelter). Dengan demikian diharapkan dampak dari bencana tersebut paling tidak dapat diminimalisir sedini mungkin, baik pada saat kejadian maupun pada saat pasca kejadian. Dengan demikian maka perlu dilakukan kajian untuk mengidentifikasi Identifikasi daerah bahaya berdasarkan kemungkinan tingkat kerusakan yang akan terjadi, Mengidentifikasi bangunan umum terdekat yang dapat dijadikan sebagai bangunan perlindungan (escape building), dan Mengidentifikasi jalur-jalur jalan yang dapat digunakan untuk menyelamatkan diri (escape road) menuju bangunan perlindungan. Morfologi tanah Kota Bengkulu pada umumnya bergelombang. Di satu sisi kondisi ini menguntungkan karena akan menghambat/mereduksi kekuatan gelombang tsunami. Di sisi lain morfologi tanah yang bergelombang menciptakan adanya cekungan-cekungan tanah yang akan menjebak air tsunami. Dalam upaya untuk mitigasi bencana tsunami maka didalam RTRW kota ini perlu dilakukan penetapan zona bahaya yang menjadi dasar untuk mengarahkan pemanfaatan ruang selanjutnya. 171

35 Penetapan zona bahaya dilakukan sebagai berikut : Zona bahaya didasarkan atas Permukiman yang berada di sekitar pantai dengan ketinggian di bawah 10 m diperkirakan akan hancur diterjang gelombang tsunami. Selanjutnya kawasan ini disebut sebagai kawasan bahaya I. Permukiman (dengan konstruksi permanen) yang berada pada ketinggian di atas 10 m diperkirakan juga akan terkena gelombang tsunami, namun tidak sampai hancur. Kawasan ini selanjutnya disebut sebagai Kawasan Bahaya II. Kekuatan gelombang tsunami pada saat mencapai kawasan ini diperkirakan sudah berkurang hingga di bawah 50% karena sudah terhambat oleh bangunan-bangunan yang berada di kawasan Bahaya I. Permukiman yang berada di daerah cekungan kemungkinan akan terendam selama beberapa waktu oleh air tsunami yang terjebak di dalamnya beserta dengan berbagai material yang dibawanya. Air tsunami ini akan mematikan semua jenis tanaman, hewan dan bahkan orang yang sempat menghirupnya. Sehubungan dengan itu kawasan seperti ini selanjutnya akan disebut sebagai Kawasan Bahaya Ib. Setelah melalui Kawasan Bahaya II kekuatan gelombang tsunami terus menurun namun masih akan mengalir ke arah pedalaman seperti air banjir biasa. Pengalaman di Banda Aceh yang morfologinya sangat datar, air banjir seperti ini mencapai jarak 2,6 Km dari garis pantai. Di Kota Bengkulu diperkirakan air banjir seperti ini akan mengalir hingga 1,5 Km dari pantai RENCANA KAWASAN BUDIDAYA Kawasan budidaya didefinisikan sebagai kawasan yang dimanfaatkan secara terencana dan terarah sehingga dapat berdayaguna dan berhasilguna bagi hidup dan kehidupan manusia. Rencana pengembangan kawasan budidaya ini merupakan upaya untuk mengendalikan alih fungsi guna lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya Kawasan Peruntukan Perumahan Arahan pengembangan kawasan permukiman di Kota Bengkulu tetap mengacu pada kecenderungan perkembangan saat ini, dan gejala pertumbuhan kawasan permukiman pada kawasan-kawasan potensial sebagai akibat terstimulasi oleh program pembangunan pemerintah kota. 172

36 Untuk menciptakan lingkungan permukiman yang nyaman (kecuali kawasan perumahan di pusat kota yang telah terbentuk), maka pada kawasan pusat kota dan sepanjang pantai tidak direkomendasikan untuk pengembangan permukiman dengan kepadatan sangat tinggi (>75%). Ini dilakukan mengingat luas wilayah Kota Bengkulu saat ini masih memungkinkan untuk ditata dengan baik hingga beberapa tahun ke depan. Dalam rangka realisasi tersebut, maka diperlukan langkah-langkah kongkrit sebagai berikut: 1. Pemberlakuan maksimum KDB 60% pada setiap bangunan baru yang akan dibangun. 2. Demikian pula halnya dengan densitas bangunan per satuan lahan (Ha), disesuaikan secara proporsional terhadap KDB dan alokasi ruang untuk prasarana lingkungan (jaringan jalan, drainase, dan pedestrian). 3. Pekarangan yang ada, diarahkan pemanfaatannya bagi penanaman vegetasi baik berupa tanaman produktif maupun tanaman hias. 4. Kawasan permukiman tidak memiliki akses langsung ke jalan arteri dan kolektor, tetapi secara hirarkis dihubungkan oleh jalan-jalan lingkungan. 5. Kawasan permukiman lama diarahkan dengan intensifikasi penggunaan lahan, menggunakan teknik dan instrumen yang sesuai. 6. Kawasan permukiman di kawasan baru (kawasan pengembangan) diarahkan dengan ekstensifikasi menggunakan teknik dan instrumen seperti guided land development dan insentif pengadaan akses serta infrastruktur. Dengan demikian, distribusi pengaturan kepadatan kawasan permukiman adalah sebagai berikut : a. Kawasan perumahan kepadatan tinggi dengan luas kurang lebih 2.854,47 hektar terdapat meliputi Kelurahan Jitra, Kelurahan Pasar Melintang, Kelurahan Pondok Besi, Kelurahan Kebun Ross, Kelurahan Pintu Batu, Kelurahan Tengah Padang, Kelurahan Bajak, dan Kelurahan Kampung Bali, Kecamatan Teluk Segara; Kelurahan Kelurahan Tanah Patah, Kelurahan Kebun Tebeng, Kelurahan Sawah Lebar Baru, Kelurahan Sawah Lebar, Kelurahan Nusa Indah, Kelurahan Kebun Kenanga, Kelurahan Kebun Beler, Kecamatan Ratu Agung; Kelurahan Anggut Bawah, Kelurahan Penurunan, Kelurahan Padang Jati, Kelurahan Belakang Pondok; Kelurahan Pengantungan, Kelurahan Kebun Dahri, Kelurahan Kebun Geran, Kelurahan Anggut Atas, dan Kelurahan Anggut Dalam Kecamatan Ratu Samban; Kelurahan Padang Harapan, Kelurahan Jalan Gedang, dan Kelurahan Cempaka Permai, Kecamatan Gading Cempaka; Kelurahan Suka Merindu, Kecamatan Sungai 173

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU, MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU, MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DALAM WILAYAH KOTA BENGKULU DENGAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai Dari data hasil Sensus Penduduk 2010, laju pertumbuhan penduduk Kota Binjaitahun 2000 2010 telah mengalami penurunan menjadi

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan pembangunan

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI -157- LAMPIRAN XXII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI A. KAWASAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3 LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU. WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI Rencana Pola ruang adalah rencana distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Bentukan kawasan yang

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang 62 BAB VII PERENCANAAN 7.1 KONSEP PERENCANAAN 7.1.1 Konsep Dasar Perencanaan Penelitian mengenai perencanaan lanskap pasca bencana Situ Gintung ini didasarkan pada tujuan mengembalikan fungsi situ mendekati

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

ANALISA PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PERKOTAAN, STUDI KASUS KOTA MARTAPURA

ANALISA PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PERKOTAAN, STUDI KASUS KOTA MARTAPURA ANALISA PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PERKOTAAN, STUDI KASUS KOTA MARTAPURA A-10 Tutur Lussetyowati Program Studi Teknik Arsitektur Universitas Sriwijaya tutur_lus@yahoo.co.id ABSTRAK Penyediaan ruang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat mengkritisi issue issue aktual tentang penataan

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN 2012-2032 I. UMUM Ruang dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan interaksi sistem sosial

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) Sekilas RTH Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL. PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/96;

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN 6.1. Struktur Peruntukan Lahan e t a P Gambar 6.1: Penggunaan lahan Desa Marabau 135 6.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan a. Rencana Penataan Kawasan Perumahan Dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR

RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR Oleh : BIMA SAKTI L2D005352 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN 201424 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 63/2002, HUTAN KOTA *39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI LAMPIRAN XV PERATURAN DAERAH TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH TANGERANG 2012-2032 PERATURAN ZONASI STRUKTUR RUANG PUSAT PELAYANAN KAWASAN SUB PUSAT PELAYANAN Pusat pelayanan

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KOTA BENGKULU

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KOTA BENGKULU ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KOTA BENGKULU Arahan pemanfaatan ruang diwujudkan berdasarkan kebijakan struktur dan pola tata ruang yaitu menjabarkan dan menyusun tahapan dan prioritas program berdasarkan persoalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa ruang selain

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN Zona (berdasarkan Kawasan Lindung Kawasan Hutan Manggrove (Hutan Bakau Sekunder); Sungai, Pantai dan Danau; Rel Kereta Api pelindung ekosistim bakau

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43),

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43), BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kota berupa pembangunan infrastruktur, namun sayangnya terdapat hal penting yang kerap terlupakan, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Sumatera Utara digunakan sebagai merupakan acuan dalam pelaksanaan pengendalian

Lebih terperinci