BAB II PERSPEKTIF TEORITIS. keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (self fulfilment),

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PERSPEKTIF TEORITIS. keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (self fulfilment),"

Transkripsi

1 BAB II PERSPEKTIF TEORITIS A. Aktualisasi Diri 1. Pengertian Aktualisasi Diri Menurut Maslow (dalam Alwisol, 2004:261) aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (self fulfilment), supaya dapat menyadari semua potensi dirinya untuk menjadi apa saja yang dapat dia lakukan, menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya, manusia yang dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain bahkan tidak menyadari ada kebutuhan semacam itu. Mereka mengekspresikan kebutuhan dasar kemanusiaan secara alami dan tidak mau ditekan oleh budaya. Aktualisasi diri adalah proses bawaan dimana orang cenderung untuk tumbuh secara spritual dan menyadari potensinya. Orang yang mencapai aktualisasi diri memiliki pengetahuan yang realistis mengenai dirinya dan mampu menerima dirinya apa adanya. Mereka mandiri, spontan dan menyenangkan. Mereka cenderung memiliki rasa humor yang filosofis, dan mereka umumnya mencintai sesama manusia. Mereka adalah orang yang tidak mudah mengikuti orang lain tetapi sangatlah etis (Friedman dan Shustack, 2006: ). Kebutuhan need for self actualizatiion menurut Maslow (dalam Sarwono, 2002: ) adalah kebutuhan payung yang didalamnya terkandung 17 metakebutuhan yang tidak tersusun secara hirarki, melainkan saling mengisi, kebutuhan ini yaitu: kebenaran, kebaikan, keindahan, keseluruhan, dikhotomitransedensi, berkehidupan, keunikan, kesempurnaan, keniscayaan, penyelesaian, 1

2 2 keadilan, keteraturan, kesederhanaan, kekayaan, tanpa susah payah, bermain dan mencukupi diri sendiri. Jika berbagai meta-kebutuhan tidak terpenuhi maka akan terjadi meta-patologi seperti: apatisme, kebosanan, putus asa, tidak punya rasa humor lagi, keterasingan, mementingkan diri sendiri, kehilangan selera, dan sebagainya. Maslow (dalam Corey, 2013:82) mengungkapkan tendensi ke arah pertumbuhan dan aktualisasi merangkum kekuatan utama yang menggerakkan proses terapeutik. Menurut kodratnya, manusia memiliki dorongan yang kuat ke arah aktualisasi diri dan ingin mencapai lebih dari sekedar keberadaan yang aman tetapi statis. Kecenderungan dasarnya adalah mencapai potensinya yang tertinggi sekalipun harus berhadapan dengan masalah-masalah internal dan penolakanpenolakan eksternal. Menurut Maslow (dalam Corey, 2013:82), orang yang mengaktualisasikan diri itu adalah kesanggupan menoleransi dan bahkan menyambut ketidaktentuan dalam hidup mereka, penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain, kespontanan dan kreativitas, kebutuhan akan privacy dan kesendirian, otonomi, kesanggupan menjalin hubungan interpersonal yang mendalam dan intens, perhatian yang tulus terhadap orang lain, rasa humor, keterarahan kepada diri sendiri, dan tidak adanya dikotomi yang artificial. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan tertinggi dari suatu hirarki kebutuhan, namun dipandang juga sebagai tujuan final dan tujuan ideal dari kehidupan manusia. Tujuan untuk mencapai aktualisasi diri bersifat alami yang dibawa sejak lahir (Alwisol, 2004:263).

3 3 Sementara itu menurut Rogers (dalam Suryabrata, 2013:263), organisme mempunyai satu kecenderungan dan dorongan dasar, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri. Dalil ini didasarkan oleh Snygg dan Combs sesuai dengan gagasan yang serupa dikemukakan Angyal dan Maslow. Dalil ini bersandar pada pangkal duga bahwa organisme adalah semata-mata sistem monistis-dinamis di mana satu pendorong cukup untuk segala macam tingkah laku. Jadi ada satu pendorong dan satu tujuan. Menurut Abraham Maslow dalam Jaenudin (2015:142) aktualisasi diri merupakan puncak dari perwujudan segenap potensi manusia ketika hidupnya penuh gairah dinamis dan tanpa pamrih, konsentrasi penuh dan terserap secara total dalam mewujudkan manusia yang utuh dan penuh. Maslow menyatakan bahwa aktualisasi diri bukan hanya pengungkapan kreasi, karya atau kemampuan khusus. Setiap orang mampu mengaktualisasikan dirinya dengan cara melakukan hal yang terbaik atau bekerja sebaik-baiknya sesuai dengan bidang masingmasing, baik orangtua, buruh, mahasiswa, dosen, maupun sekretaris. Oleh karena itu bentuk dari aktualisasi berbeda-beda. Manusia mengaktualisasikan diri menurut garis yang diwarisi. Makin dewasa organisme itu dia makin terdiferensiasikan, makin luas, makin otonom dan makin tersosialisasikan. Jadi, ada semacam gerakan maju pada kehidupan tiap orang dan kekuatan inilah yang dapat dipakai sebagai modal oleh therapist untuk memperbaiki pasiennya. Pada dasarnya tingkah laku itu adalah usaha organisme yang berarah tujuan (goal-directed, doelgericht), yaitu untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan sebagaimana yang dialaminya serta dalam medan

4 4 sebagaimana diamatinya. Walaupun ada banyak kebutuhan-kebutuhan namun itu semua mengabdi kepada tujuan organisme untuk mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri (Suryabrata, 2013:263). Sejalan dengan pendapat Maslow menurut Rogers (dalam Pervin, Cervone dan John, 2010 : ) aktualisasi diri, yaitu pemenuhan potensi inheren seseorang. Konsep aktualisasi mencakup kecenderungan organisme untuk tumbuh dari sebuah entitas sederhana menjadi kompleks, bergerak dari kebergantungan kepada kemandirian, dari kekakuan ke proses perubahan dan kebebasan ekspresi. Menurut konsep ini, setiap orang punya kecenderungan mengurangi kebutuhan atau ketegangan, akan tetapi dia menekankan pada kenikmatan dan kepuasan yang bersumber dari aktifitas yang meningkatkan atau memperkaya organisme tersebut. Rogers (Feist & Feist, 2011:9) juga mengungkapkan aktualisasi (selfactualization) merupakan bagian dari kecenderungan aktualisasi sehingga tidak sama dengan kecenderungan itu sendiri. Kecenderungan aktualisasi merujuk pada pengalaman organisme dari individu; sehingga hal tersebut merujuk pada manusia secara keseluruhan: kesadaran dan ketidaksadaran, fisiologis dan kognitif. Sebaliknya, aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri sebagaimana yang dirasakan dalam kesadaran. Saat organisme dan diri yang dirasakan selaras, kedua kecenderungan aktualisasi hampir identik, namun apabila pengalaman organisme seseorang tidak selaras dengan pandangan mereka terhadap diri, perbedaan akan terjadi antara kecenderungan aktualisasi dan kecenderungan aktualisasi diri.

5 5 Aktualisasi merupakan tujuan yang ideal. Menurut Rogers (dalam Alwisol, 2004:345) akan selalu ada bakat yang harus dikembangkan, keterampilan yang harus dikuasai, ataupun dorongan biologik yang dapat lebih dipuaskan secara lebih efisien untuk mencapai aktualisasi diri. Rogers (Feist & Feist, 2011:7-8) mengungkapkan bahwa asumsi yang berkaitan dan relevan adalah kecenderungan aktualisasi, atau kecenderungan setiap manusia (selain hewan lain dan tanaman) untuk bergerak menuju keutuhan atau pemuasan dari potensi. Kecenderungan ini merupakan satu-satunya motif yang dimiliki oleh manusia. Kebutuhan untuk memuaskan dorongan lapar, untuk mengekspresikan emosi mendalam yang mereka rasakan, dan untuk menerima diri seseorang adalah contoh-contoh dari satu motif aktualisasi. Oleh karena setiap manusia beroperasi sebagai satu organisme yang utuh, aktualisasi meliputi keseluruhan bagian manusia: fisiologis dan intelektual, rasional dan emosional, kesadaran dan ketidaksadaran. Kecenderungan untuk memelihara dan meningkatkan suatu organisme, termasuk ke dalam kecenderungan aktualisasi. Kebutuhan pemeliharaan termasuk kebutuhan dasar, seperti makan, udara, dan keamanan; serta meliputi pula kecenderungan untuk menolak perubahan dan mencari status quo. Kebutuhan meningkatkan diri diekspresikan dalam bentuk yang beragam, termasuk rasa penasaran, keriangan, eksplorasi diri, pertemanan, dan kepercayaan diri bahwa seseorang dapat meraih pertumbuhan psikologis. Manusia memiliki kekuatan kreatif untuk menyelesaikan masalah, mengubah konsep diri mereka, dan menjadi lebih terarah di dalam dirinya. Individu memersepsikan pengalaman

6 6 mereka sebagai suatu realita, dan mengetahui bahwa realita mereka lebih baik daripada siapapun. Mereka tidak perlu untuk diarahkan, dikontrol, dinasihati atau dimanipulasi untuk mendorong mereka menuju aktualisasi (Feist & Feist, 2011:8). Pendirian Rogers (Feist & Feist, 2011:8) adalah bahwa manusia mau untuk menghadapi ancaman dan rasa sakit karena kecenderungan dasar biologis untuk sebuah organisme memenuhi sifat alamiahnya yang mendasar. Kecenderungan aktualisasi diri menurut Rogers (dalam Alwisol, 2004: ) merupakan sumber tunggal energi kehidupan manusia. Secara alami kecenderungan aktualisasi itu akan menunjukkan diri melalui rentangan luas tingkah laku, yakni: 1) Tingkah laku yang berakar pada proses fisiologik, termasuk kebutuhan dasar (air, makan, udara), kebutuhan mengembangkan dan memerinci fungsi tubuh serta regenerasi. 2) Tingkah laku yang berkaitan dengan motivasi psikologik untuk menjadi diri sendiri, proses aktif untuk menjadi sesuatu, bermain mencipta, memulai mengeksplorasi, menghasilkan perubahan lingkungan, menggerakkan organisme ke arah perluasan otonomi dan self-sufficiency. 3) Tingkah laku yang tidak meredakan tegangan tetapi justru meingkatkan tegangan, yakni tingkah laku yang dikendalikan oleh proses pertumbuhan merealisasi semua potensi dan kapasitas yang dimilikinya. Berbagai pendapat aktualisasi diri menurut para ahli dapat penulis simpulkan bahwa aktualisasi merupakan pemenuhan potensi inheren seseorang

7 7 dimana konsep aktualisasi mencakup manusia bergerak dari kebergantungan kepada kemandirian. Maka dari itu aktualisasi diri adalah kebutuhan tertinggi dari setiap manusia meskipun tujuan untuk mencapai aktualisasi ini bersifat alamiah yang dibawa sejak lahir. Manusia yang ingin berkembang, berubah ke arah yang lebih baik, mengarahkan hidup yang lebih bermakna adalah manusia yang berusaha untuk mencapai aktualisasi diri. 2. Tingkat Pencapaian Aktualisasi Diri Manusia memiliki beberapa kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dalam hidupnya. Menurut Maslow (dalam Alwisol, 2004: ) kebutuhan dasar manusia yaitunya: 1) Kebutuhan dasar satu: kebutuhan fisiologis Kebutuhan ini berupa kebutuhan makan dan minum. Kebutuhan fisiologis harus dipuaskan oleh pemuas yang seharusnya, tetapi ada juga kebutuhan yang dapat dipuaskan dengan pemuas yang lain. 2) Kebutuhan dasar dua: kebutuhan keamanan (safety) Sesudah kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncul kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur hukum, keteraturan, batas, kebebasan dari rasa takut dan cemas. Kebutuhan keamanan adalah pertahanan hidup jangka panjang. 3) Kebutuhan dasar tiga: kebutuhan dimiliki dan cinta (belonging and love) Sesudah kebutuhan fisiologis dan keamanan terpuaskan, kebutuhan dimiliki atau menjadi bagian dari kelompok sosial dan cinta

8 8 menjadi tujuan dan dominan. Kebutuhan dimiliki ini terus penting sepanjang hidup. 4) Kebutuhan dasar empat: kebutuhan harga diri (self esteem) Manakala kebutuhan dimiliki dan mencintai telah relatif terpuaskan, kekuatan motivasinya melemah, diganti motivasi harga diri. Kebutuhan harga diri menimbulkan perasaan dan sikap percaya diri, diri berharga, diri mampu, serta perasaan berguna dan penting di dunia. 5) Kebutuhan meta: kebutuhan aktualisasi diri Sesudah semua kebutuhan dasar terpenuhi, muncullah kebutuhan meta atau kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan menjadi sesuatu yang orang itu mampu mewujudkannya memakai (secara maksimal) seluruh bakat kemampuan-potensinya. Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (self fulfilment), untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat melakukannya, dan untuk menjadi kreatif serta bebas mencapai puncak prestasi potensinya. Teori Maslow ini menyatakan bahwa seorang akan mencapai aktualisasi apabila orang tersebut telah memenuhi empat kebutuhan dasar di atasnya yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan dimiliki dan cinta, dan kebutuhan harga diri. Apabila seseorang telah mencapai kebutuhan aktualisasi diri seseorang tersebut telah menjadi manusia yang utuh. Seperti yang telah dijelaskan di atas maka tidak banyak yang dapat mencapai aktualisasi diri ini karena orang

9 9 tidak bisa menyeimbangkan antara kebanggaan dan kerendahan hatinya. Sementara itu Rogers (dalam Alwisol, 2004: ) berpendapat kebutuhan manusia terbagi atas: 1) Pemeliharaan (maintenance), yaitu kebutuhan yang timbul dalam rangka memuaskan kebutuhan dasar seperti makanan, udara dan keamanan, serta kecenderungan untuk menolak perubahan dan mempertahankan keadaan sekarang. Pemeliharaan bersifat konservatif, dalam bentuk keinginan untuk mempertahankan konsep diri yang dirasa nyaman. Orang melawan ide baru, mengaburkan pengalaman yang tidak sesuai dengan self, karena takut dengan perkembangan dan perubahan akan menimbulkan bahaya yang menyakitkan. 2) Peningkatan diri (enhancment), walaupun ada keinginan yang kuat untuk mempertahankan keadaan tetap seperti apa adanya (status quo), orang tetap ingin belajar dan berubah. Kebutuhan untuk menjadi lebih, untuk berkembang dan untuk mencapai tujuan dinamakan kebutuhan peningkatan diri. Kebutuhan peningkatan diri, diekspresikan dalam berbagai bentuk termasuk rasa ingin tahu, kegembiraan, eksplorasi diri, kemasakan dan persahabatan. 3) Penerimaan positif dari orang lain (positive regard of others), yaitu ketika kesadaran self muncul, bayi mulai mengembangkan kebutuhan untuk dicintai, atau diterima oleh orang lain disekitarnya. Kebutuhan untuk diterima positif ada pada semua manusia, dan tetap menjadi motivasi yang kuat sepanjang hayat.

10 10 4) Penerimaan positif dari diri sendiri (self regard), yaitu bersamaan dengan berkembangnya penerimaan positif dari orang lain, anak juga mengembangkan penerimaan positif dari diri sendiri. Penerimaan diri ini merupakan akibat dari pengalaman kepuasan/frustrasi dari kebutuhan penerimaan positif dari orang lain. Berdasarkan pendapat Maslow di atas, pendapat Rogers dapat dipahami bahwa kebutuhan aktualisasi diri tercapai apabila telah memenuhi kebutuhan empat di atas. Pada mulanya, kebutuhan penerimaan diri tergantung kepada persepsi bahwa orang lain (khususnya pada orang tua) memperhatikan, mengasihi, menghadiahi, atau menilai tinggi dirinya. Kalau orang itu merasa dirinya dicintai atau disenangi orang lain, maka kebutuhan diterima positif orang lain dapat terpuaskan. Hal ini akan menimbulkan kepuasan kepada diri sendiri, sehingga diterima positif orang lain menjadi persyaratan menerima positif diri sendiri. Namun sesudah penerimaan diri berkembang, itu menjadi independen dan membentuk sistemnya sendiri. Orang mengembangkan perasaan diri penting dalam lingkup sosialnya. 3. Karakteristik Aktualisasi Diri Maslow (dalam Aspinwall & Staudinger, 2002 dalam Pervin, dkk, 2010:219) menyimpulkan bahwa aktualisasi diri individu memiliki karakteristik subagai berikut: a. mereka menerima diri mereka sendiri dan orang lain sebagaimana adanya.

11 11 b. Dapat menaruh perhatian kepada diri sendiri tetapi juga mampu menyadari kebutuhan dan keinginan orang lain. c. Mereka dapat merespon keunikan orang dan situasi ketimbang merespon dengan cara mekanikal atau streotip. d. Mereka dapat menjalin hubungan akrab setidaknya dengan beberapa orang istimewa. e. Mereka dapat menjadi kreatif dan spontan. f. Mereka dapat menolak kompromi dan bersikap tegas ketika merespon tuntutan realitas. Maslow (dalam Feist, Feist, Robert dan Tomi, 2017: ) membuat 16 karakteristik sementara yang merupakan ciri-ciri orang-orang yang mengaktualisasi diri sampai batasan tertentu, yaitu: persepsi yang lebih efisisen akan kenyataan, penerimaan akan diri, orang lain dan hal-hal alamiah, spontanitas, kesederhanaan dan kealamian, berpusat pada masalah, kebutuhan akan privasi, kemandirian, penghargaan yang selalu baru, pengalaman puncak, gemeinschaftsgefuhl, hubungan interpersonal yang kuat, struktur karakter yang demokratis, diskriminasi antara cara dan tujuan, rasa humor yang filosofis, kreativitas, tidak mengikuti enkulturasi, cinta, seks, dan aktualisasi diri. Menurut Maslow dalam Jaenudin (2015: ), berdasarkan ciri-ciri kepribadian yang teraktualisasikan, tipe tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Tipe kepribadian sosial dan ekonomi, orang-orang yang termasuk kedalam golongan ini memiliki ciri-ciri mampu mengamati realitas secara efisien, hidup secara spontan, sederhana dan wajar, memiliki

12 12 kemandirian dari lingkungan, mampu menerima diri sendiri dan orang lain serta kodratnya, menggunakan seluruh hidup untuk membantu sesama dan mampu menjalin hubungan dengan orang lain. 2) Tipe politik, golongan ini memiliki ciri-ciri mampu melakukan penolakan terhadap enkulturasi, selalu terpusat pada masalah, memiliki karakter demokrasi dan mampu membedakan cara dan tujuan. 3) Tipe religi, objeknya dapat mengalami pengalaman puncak bukan hanya dilakukan dengan pengalaman keagamaan tetapi juga melalui tulisan. 4) Tipe estetika, memiliki kreativitas, kesegaran, dan apresiasi serta memiliki rasa humor yang filosofis. Berbagai karakteristik yang telah di tulis oleh Maslow dapat diketahui bagaimana seseorang tersebut bisa mengaktualisasikan dirinya. Terlihat seorang bisa mengaktualisasikan dirinya bukan hanya bisa menerima diri sendiri tetapi juga bisa menerima keberadaan orang lain sebagaimana mestinya, mampu menyadari kebutuhan dan keinginan orang lain, dapat merespon lingkungan sekitar, mereka dapat menjalin hubungan akrab dengan lingkungan sekitar, kreatif, bersikap tegas. Sehingga dapatlah disimpulkan seorang yang mengaktualisasikan dirinya bukan hanya untuk kepentingan dan kesenangan diri sendiri melainkan juga kepentingan dan kesenangan orang lain. 4. Konsep Aktualisasi Diri Menurut Rogers (dalam Pervin dkk, 2010: 217), proses kepribadian yang paling fundamental adalah kecenderungan untuk melihat ke depan menuju

13 13 perkembangan kepribadian. Konsep ini mencakup kecenderungan setiap orang untuk menurunkan kebutuhan atau ketegangan, tetapi juga menekankan pada kesenangan dan kepuasan yang berasal dari aktifitas yang dapat memperbaiki organisme. 1) Self-consistency dan ketidaksesuaian Sebagian besar kehidupan psikologis terdiri atas konflik, keraguan dan tekanan psikologis, bukan hanya terdiri atas pergerakan yang terus-menerus menuju aktualisasi pribadi. Orang mencari konsistensi diri dan perasaan kongruensi antara dirinya dan pengalaman mereka sehari-hari. Menurut Rogers (dalam Pervin dkk, 2010: ), fungsi organisme adalah mempertahankan konsistensi (tidak ada konflik) antara persepsi diri dan untuk mencapai kongruensi antara persepsi mengenai diri dan pengalaman: kebanyakan dari cara berperilaku yang diadopsi oleh organisme adalah perilaku yang konsisten dengan konsep yang ada pada diri. Rogers menekankan pada pentingnya fungsi kepribadian yang memiliki kesesuaian antara diri dengan pengalaman. Satu jenis kesesuaian yang penting bagi Rogers adalah antara self dan kesadaran terhadap perilaku dan pengalaman. 2) Kesadaran, ketidaksesuaian dan proses pertahanan diri Rogers (dalam Pervin dkk, 2010: ), menyatakan bahwa kecemasan adalah hasil dari adanya kesenjangan antara pengalaman dan persepsi mengenai diri. Bagi Rogers proses pertahanan diri

14 14 bukanlah inti dari pertahanan melawan impuls psikologis yang dikenali pada id. Pertahanan diri melibatkan pertahanan melawan hilangnya konsistensi dan mengintagrasikan self. Bagi Rogers (Pervin dkk, 2010: ), ketika kita mempersepsikan pengalaman sebagai sesuatu yang mengancam karena terjadi konflik dengan konsep diri, kita tidak mengizinkan pengalaman tersebut masuk dalam kesadaran. Melalui proses yang disebut dengan subsection, kita dapat menjadi sadar pada pengalaman yang memiliki kesenjangan dengan konsep diri sebelum mencapai kesadaran. Respon terhadap ancaman ditampilkan dengan pengenalan adanya pengalaman yang mengalami konflik dengan self dengan cara mempertahankan diri. Oleh karena itu, kita bertindak secara defensif dan berusaha untuk menyangkal kesadaran terhadap pengalaman yang secara samar dipersepsi ketidaksesuaian dengan struktur diri. Pernyataan Rogers di atas mengenai konsep aktualisasi diri menunjukkan bahwa proses kepribadian yang paling fundamental adalah kecenderungan untuk melihat ke depan menuju perkembangan kepribadian. Konsep ini dapat dikatakan seseorang memiliki kecenderungan untuk menurunkan ketegangan, tetapi juga menekankan pada kesenangan dan kepuasan yang berasal dari aktifitas yang dapat memperbaiki seseorang selain itu individu dapat merespon ancaman yang akan masuk dalam kesadaran sehingga seorang dapat mempertahankan dirinya dengan baik. 5. Faktor Aktualisasi Diri

15 15 Rogers (dalam Feist dan Feist, 2010:9-10) mengajukan faktor aktualisasi diri terbagi atas dua subsistem, yaitu konsep diri (self-concept) dan diri ideal (ideal self). Konsep diri adalah seluruh aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari (walaupun tidak selalu akurat) oleh individu tersebut. Saat manusia sudah membentuk konsep dirinya, ia akan menemukan kesulitan dalam menerima perubahan dan pembelajaran yang penting. Pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri mereka, biasanya disangkal atau hanya diterima dengan bentuk yang telah didistorsi atau diubah. Sedangkan diri ideal adalah pandangan seseorang atas diri sebagaimana yang diharapkannya yang meliputi semua atribut, biasanya yang positif, yang ingin dimiliki oleh seseorang Faktor aktualisasi diri yang dinyatakan oleh Rogers dapat dikatakan bahwa faktor yang mempengaruhi individu untuk mengaktualisasikan dirinya yaitu dilihat dari individu memiliki konsep diri yang merupakan seluruh aspek yang ada dalam diri individu yang apabila ada pengalaman baru yang tidak sesuai dengan dirinya biasanya mereka tidak mau langsung menerima pengalaman baru tersebut. Selain itu individu juga memiliki diri ideal sehingga individu tersebut memandang diri mereka sesuai dengan apa yang diharapkan. B. Hemofilia 1. Pengertian Hemofilia Hemofilia adalah penyakit keturunan yang disebabkan kurangnya faktor pembekuan darah (Budhi & Suryani, 2009:132). Selanjutnya Permana (dalam Mangunsong, 2011:37) mengungkapkan, hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia

16 16 yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia adalah suatu kelainan genetis (menurun) di mana tubuh kurang memproduksi salah satu protein yang sangat diperlukan dalam proses pembekuan darah yang disebut sebagai faktor pembekuan darah. Hemofilia adalah kelainan pendarahan yang tidak wajar karena kekurangan protein pembekuan darah. Kondisi ini umumnya biasa terjadi pada orang Afrika, kemungkinan merupakan adaptasi genetis dari pembawa gen sebagai perlindungan terhadap malaria (Johnson, 2014:83). Menurut Sloane (2003:63) hemofilia adalah gangguan perdarahan dimana darah tidak dapat membeku dengan baik adalah kondisi gen terikat-x lainnya pada manusia dan penampakannya ditemukan terutama pada laki-laki. Arif (2000:499) mengemukakan hemofilia adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius, berhubungan dengan defisiensi faktor VIII, IX atau XI. Biasanya hanya terdapat pada anak laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat resesif. Hemofilia adalah kelainan utama penyebab perdarahan berlebihan. Berbeda dengan pembentukan bekuan abnormal di pembuluh yang utuh, gangguan hemostatik yang sebaliknya adalah kegagalan pembentukan bekuan di pembuluh yang cedera, yang menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengancam nyawa walaupun trauma penyebabnya relatif ringan (Sherwood, 2001:362). Faktor pembekuan darah sangat berperan penting dalam proses penyembuhan luka di saat terjadi perdarahan sehingga perdarahan sulit dihentikan

17 17 pada penderita hemofilia. Gejala yang umum terjadi adalah lebam kebiruan pada otot-otot disertai rasa nyeri yang sangat, terutama jika perdarahan terjadi di persendian. Kesalahan penanganan dan pengobatan yang tidak tuntas dapat mengakibatkan kecacatan bahkan kematian (Permana dalam Mangunsong, 2011:37). Company, Saunders., Philadelphia dan Pennsylvania (2011:981) menyatakan hemofilia adalah diatesis hemoragik yang terjadi dalam dua bentuk utama yaitu hemofilia A dengan defisiensi faktor koagulasi VIII dan hemofilia B dengan defisiensi faktor koagulasi IX. Kedua bentuk ditentukan oleh sebuah gen mutasi dekat telomer lengan panjang kromosom X, tetapi pada lokus yang berbeda dan ditandai oleh perdarahan intramuskular dan subskutan, perdarahan dari mulut, gusi, bibir dan lidah; hematuria; serta hemartrosis. Price dan Wilson (2005:301) mengungkapkan perdarahan spontan dapat terjadi jika kadar aktifitas faktor kurang dari 1%. Akan tetapi, pada kadar 5% atau lebih perdarahan umumnya terjadi berkaitan dengan trauma atau prosedur pembedahan. Manifestasi klinis meliputi perdarahan jaringan lunak, otot dan sendi terutama sendi-sendi yang menopang berat badan, disebut hermatrosis (perdarahan sendi). Perdarahan berulang ke dalam sendi menyebabkan degenerasi kartilago artikularis disertai gejala-gejala atritis. Perdarahan retroperitoneal dan intraknial merupakan keadaan yang mengancam jiwa. Derajat perdarahan berkaitan dengan banyaknya aktifitas faktor dan beratnya cedera. Perdarahan dapat terjadi segera atau berjam-jam setelah cedera.

18 18 Hemofilia merupakan kelainan perdarahan kongenital yang disebabkan oleh kekurangan faktor VIII (faktor anti hemofilik) yang terkait dengan hemofilia A, atau faktor IX (faktor Christmas) yang terkait dengan hemofilia B. Kedua hemofilia diturunkan secara X-linked resesif, dan umumnya ditemukan pada lakilaki (Purwanto, 2012:169). Hemofilia adalah kelompok kelainan pembekuan darah dengan karakteristik sexlinked resesif dan autosomal resesif, dimana perdarahan dapat terjadi tanpa penyebab trauma yang jelas atau berupa perdarahan spontan. Hemofilia dibagi atas tiga jenis yaitu hemofilia A, B, dan C. hemofilia A dan B diturunkan secara seksual, sedangkan hemofilia C diturunkan secara autosomal. Pada kasus hemofilia A terdapat defisiensi faktor VIII; kasus hemofilia B dengan defisiensi faktor IX; dan hemofilia C dengan defisiensi faktor XI (Yoshua & Angeline:2013). Hemofilia adalah kecenderungan perdarahan yang hampir seluruhnya timbul pada pria. Kasus penyakit ini 85% disebabkan oleh defisiensi faktor VIII, hemofilia ini disebut hemofilia A atau hemofilia klasik. Wanita hampir tidak pernah menderita hemofilia karena paling sedikit satu dari kedua kromosom X- nya mempunyai gen-gen yang sempurna. Bila salah satu kromosom X-nya mengalami defisiensi maka ia akan menjadi carrier hemofilia, menurunkan penyakit pada separuh prianya dan menurunkan sifat carrier hemofilia kepada separuh anak wanitanya (Guyton & Hall, 1997:59). Sementara itu menurut Ginsberg (dalam Price & Wilson, 2005: ) hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter yang paling sering dijumpai,

19 19 bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (FVIII) atau faktor IX (FIX), dikelompokkan sebagai hemofilia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait-x. Semua anak perempuan dari lakilaki yang menderita hemofilia adalah carrier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang carrier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia, dapat terjadi wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia dan ibu carrier) tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi. Permana (dalam Mangunsong, 2011:37-38) mengungkapkan bahwa hemofilia termasuk kelainan yang jarang terjadi. Menurut World Federation of Hemophilia diperkirakan satu dari penduduk pria mengidap hemofilia. Penderita hemofilia memang pada umumnya adalah pria, sedangkan pembawa sifat (carrier) hemofilia adalah perempuan. Jumlah penderita hemofilia yang tercatat belum mencerminkan jumlah sebenarnya, karena masih banyak keluarga, terutama di daerah perdesaan yang belum mengerti tentang hemofilia meskipun keluarganya ada yang terkena. Berbagai pendapat mengenai hemofilia dapat dipahami bahwa hemofilia merupakan penyakit keturunan yang dimiliki individu dimana tubuh penderita tersebut kurang memproduksi salah satu protein yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sehingga penderita mengalami kegagalan pembekuan darah. Berhubungan seorang yang menderita hemofilia memiliki kesukaran dalam pembekuan darah hal ini dapat berakibat fatal bagi penderita sendiri dikarenakan penderita harus

20 20 melindungi dirinya agar tubuhnya tidak mengalami perdarahan sehingga penderita hemofilia harus berhati-hati dalam menjalani aktivitas sehari-hari. 2. Jenis-Jenis Hemofilia Permana (dalam Mangunsong, 2011:38) menuliskan bahwa hemofilia dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Hemofilia A Disebut hemofilia klasik karena merupakan jenis yang paling banyak, yaitu kekurangan faktor pembekuan nomor VIII. Pengobatannya dengan pemberian suntikan konsentrat faktor VIII atau transfusi komponen darah berupa cryo precipitate. b. Hemofilia B Disebut juga Christmas disease karena ditemukan pertama kalinya oleh seseorang bernama Steven Christmas asal Kanada. Terjadi akibat kekurangan faktor pembekuan nomor IX. Pengobatannya dengan pemberian suntikan konsentrat faktor IX atau transfusi komponen darah berupa Fresh Frozen Plasma (FFP). c. Hemofilia C Kekurangan faktor pembekuan nomor IX. Pengobatannya dengan transfusi komponen darah berupa Fresh Frozen Plasma (FFP). Price dan Wilson (2005:301) diklasifikasikan berdasarkan jumlah kadar faktor pembeku darah yang dimiliki, menjadi: 1) Hemofilia berat: kadar aktivitas faktor kurang dari 1%. 2) Hemofilia sedang: kadar aktivitas faktor diantara 1% dan 5%.

21 21 3) Hemofilia ringan: kadar faktor pembeku darah 5% atau lebih. Company, dkk (2011:981) menyatakan hemofilia terbagi menjadi empat jenis, yaitu: 1) Hemofilia A yang paling umum ditemukan, keadaan terkait kromosom X disebabkan oleh defisiensi faktor koagulasi VIII, disebut juga classical h. 2) Hemofilia B adalah jenis hemofilia yang umum ditemukan, keadaan terkait kromosom X yang disebabkan oleh defisiensi faktor koagulasi IX disebut juga Chrismas disease 3) Hemofilia B Leyden adalah hemofilia bentuk sementara, terdapat defisiensi faktor koagulasi IX, perdarahan cenderung menurun setelah pubertas. 4) Hemofilia C adalah hemofilia yang disebabkan oleh defisiensi faktor XI. Sementara itu Corwin (2009: ) membagi hemofilia sebagai berikut: 1) Hemofilia A Hemofilia A disebut juga hemofilia klasik yaitu penyakit resesif terkait X yang terjadi akibat kesalahan pengkodean gen untuk faktor VIII koagulasi. Hemofilia klasik adalah penyakit koagulasi herediter yang paling sering dijumpai. Penyakit ini dijumpai pada anak laki-laki yang mewarisi gen defektif pada kromosom X dari ibunya. Ibu biasanya bersifat heterozigot untuk penyakit ini dan tidak memperlihatkan gejala. Akan tetapi 25% kasus terjadi akibat mutasi

22 22 baru pada kromosom X. Gen defektif dapat dihasilkan oleh salah satu dari beberapa delesi atau mutasi titik yang berlainan. Tanpa faktor VIII, jalur koagulasi intrinsik terganggu dan terjadi perdarahan hebat hanya dari luka kecil atau robekan mikrovaskular. Perdarahan biasanya terjadi di persendian dan dapat menimbulkan nyeri hebat serta ketidakmampuan (disabilitas). 2) Hemofilia jenis lain Hemofilia ini terjadi akibat tidak adanya salah satu faktor koagulasi. Hemofilia ini terbagi atas: a. Hemofilia B adalah penyakit terkait X yang disebabkan tidak adanya faktor IX. b. Hemofilia C adalah penyakit antosomal yang disebabkan tidak adanya faktor XI. c. Penyakit von Willebrand adalah penyakit dominan autosomal akibat abnormallitas von Willebrand Factor (vwf). Faktor ini dilepaskan dari sel endosel dan trombosit, yang memiliki peran penting dalam pembentukan sumbat trombosit. Jika faktor vwf mengalami penurunan, kadar faktor VIII juga akan berkurang. Sebagai gambaran pembanding, orang normal memiliki kadar faktor pembekuan antara 100% hingga 150%. Hal tersebut dapat dilihat bahwa penderita hemofilia sangat rentan untuk mengalami perdarahan pada saat beraktifitas (Mangunsong, 2011:39).

23 23 Perdarahan hemofilia dapat bermacam-macam tingkatannya, bergantung pada tingkat defisiensi genetik. Biasanya perdarahan tidak terjadi kecuali sesudah mendapat trauma, tetapi beratnya trauma yang menimbulkan perdarahan hebat dan lama bisa saja sangat ringan dan luput dari perhatian. Perdarahan setelah pencabutan gigi seringkali dapat berlangsung berminggu-minggu. Berbagai penggolongan hemofilia di atas terlihat penderita hemofilia banyak terjadi pada pria dikarenakan pria memiliki kromosom X dan wanita hanya membawa sifat saja (carrier). Namun, tidak menutup kemungkinan penyakit hemofilia terdapat pada perempuan apabila ibu pembawa carrier dan ayah mempunyai kromosom X hemofilia. Meskipun dengan banyaknya penggolongan hemofilia tersebut semua penderita hemofilia sama-sama harus mendapatkan suntikan faktor pembentukan darah serta transfusi komponen darah sesuai dengan jenisnya. 3. Etiologi (Penyebab atau Asal Mula Penyakit) Hemofilia menurut Johnson (2014:83) yaitu hasil dari kelainan genetik dan biasa terjadi karena kekurangan faktor VIII (hemofilia A) atau kekurangan faktor IX (hemofilia B atau penyakit Christmas). Namun, hemofilia yang ketiga terjadi karena mutasi gen. Gen X terikat oleh suatu sifat yang diturunkan saat terpengaruh oleh pihak laki-laki (XhY) dengan pihak perempuan pembawa sifat (XhX) yang menghasilkan 25% kemungkinan anak perempuan dan laki-laki menderita kelainan tersebut, anak perempuan pembawa sifat atau anak tanpa penyakit dan pembawa. Perempuan pembawa sifat juga menunjukkan gejala

24 24 (simtomatik). Permana dalam mangunsong (2011:38) mengungkapkan cara hemofilia diturunkan adalah sebagai berikut: a. Jika wanita carrier Hemofilia menikah dengan pria normal maka pada setiap kehamilan ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi yaitu mendapatkan: anak lelaki normal, anak lelaki penderita hemofilia, anak perempuan normal, atau anak perempuan pembawa sifat hemofilia. Masing-masing kemungkinan persentasenya 25 %. b. Jika pria penderita hemofilia menikah dengan perempuan normal maka ada dua kemungkinan yang terjadi pada setiap kehamilan yaitu mendapatkan anak lelaki yang normal dan anak perempuan yang pembawa sifat hemofilia (carrier hemophilia). c. Jika laki-laki penderita hemofilia menikah dengan wanita carrier hemofilia maka kemungkinan yang terjadi adalah mempunyai anak laki-laki hemofilia, anak laki-laki normal, anak perempuan carrier hemofilia atau anak perempuan hemofilia (namun kasus ini sangat jarang terjadi). Pernyataan di atas terlihat bahwa penyakit hemofilia merupakan kelainan genetis (keturunan) dimana penyakit hemofilia dibawa dari orang tua si penderita sehingga penyakit hemofilia ini langsung diturunkan kepada si anak. 4. Gejala dan Gambaran Hemofilia Corwin (2009: ) membagi gambaran klinis hemofilia, yaitu pada penderita hemofilia nyeri dan fraktur tulang dapat terjadi, penurunan berat badan dan keletihan dapat terjadi, disfungsi neurologis karena kerusakan tulang, infeksi

25 25 berulang akibat penurunan fungsi tulang, perdarahan yang berlebihan atau spontan setelah mengalami luka ringan, pembengkakan, nyeri, dan kelainan degeneratif pada persendian. Menurut Johnson (2014:84) tanda-tanda dan gejala-gejala hemofilia adalah sebagai berikut: a. Perdarahan dapat bermacam-macam tergantung dari keparahan defisiensi, yaitu perdarahan tiba-tiba, perdarahan karena cedera, perdarahan karena cedera besar atau operasi. b. Hemarthrosis (perdarahan pada persendian) di lutut, siku, dan pergelangan kaki ditandai dengan kekakuan, geli, atau sakit sebagai tanda awal pendarahan dan kerusakan progresif. c. Kehangatan, kemerahan, bengkak, dan rasa sakit yang hebat serta ketidakmampuan bergerak. d. Epistaksis (bukan pendarahan yang paling sering terjadi). e. Hematoma yang menyebabkan sakit pada suatu titik karena tekanan. f. Pendarahan dalam kepala yang dapat menyebabkan perubahan status sel saraf (neutrostatus) dan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang paling sering terjadi pada hemofilia ialah perdarahan, baik yang terjadi di dalam tubuh (internal bleeding) maupun yang terjadi di luar tubuh (external bleeding). Internal bleeding yang terjadi dapat berupa: hypema, hematemesis, hematoma, perdarahan intraknial, hematuria, melena, dan hemartrosis. Terdapatnya external bleeding dapat bermanifestasi sebagai perdarahan masif dari mulut ketika ada gigi yang tanggal atau pada ekstraksi gigi;

26 26 perdarahan masif ketika terjadi luka kecil; dan perdarahan dari hidung tanpa sebab yang jelas (Yoshua & Angliadi, 2013:68). Menurut Carpenito (2000:534) penderita hemofilia memiliki gejala: a. Nyeri yang berhubungan dengan pembengkakan sendi dan keterbatasan sendi sekunder akibat hemartrosis. b. Risiko terhadap kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan pembengkakan sendi dan keterbatasan gerakan sendi sekunder akibat hemartrosis. c. Risiko terhadap perubahan membran mukosa oral yang berhubungan dengan trauma akibat makanan yang kasar dan ketidakcukupan higiene gigi. d. Risiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program teraupeutik yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi, kontraindikasi, transmisi genetik, bahaya lingkungan, dan pengobatan darurat untuk mengatasi perdarahan. Bagi penderita hemofilia sendiri tentunya hemofilia menjadi sebuah tekanan yang menyakitkan, tidak hanya fisik tetapi juga psikis. Pengaruh hemofilia terhadap kondisi psikologis penderitanya yaitu penderita memiliki pribadi yang tertutup, kurang percaya diri, takut mendekati lawan jenis, depresi, ingin bunuh diri; merasa berbeda dengan teman-temannya, merasa tidak bebas karena selalu diawasi; beban dianggap anak malas karena sering tidak masuk sekolah dan ketinggalan pelajaran (Permana dalam Mangunsong, 2011:41):

27 27 5. Penanganan Penderita Hemofilia Penderita hemofilia harus mendapatkan penanganan yang baik berupa penanganan dalam bidang psikologis maupun penanganan dalam bidang medis, hal ini dapat dijelaskan yaitu: a. Bidang Psikologis Permana (dalam Mangunsong, 2011:41) mengemukakan hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak psikologis dari hemofilia, antara lain: 1)Orang tua menanamkan sikap percaya diri sejak kecil. 2)Miliki sikap terbuka dan berikan informasi mengenai hemofilia secara bertahap kepada orang-orang terdekat, termasuk calon pasangan hidup. 3)Memahami bahwa penderita hemofilia bukanlah orang bodoh, mereka memiliki inteligensi normal. 4)Mencari wadah untuk para penderita hemofilia sebagai sarana berkumpul dan bertukar informasi. Bergabung dengan organisasi semacam ini memberikan perasaan senang karena tidak sendiri, dan merasa berguna karena bisa menguatkan orang lain. Misalnya ikut serta dalam organisasi seperti di tingkat dunia ada WFH (World Federation of Hemophilia), di Indonesia ada Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI), sedangkan di Jawa Barat ada Yayasan Peduli Hemofilia yang bersifat Independen.

28 28 Penanganan psikologis pada penderita hemofilia sangat diperlukan oleh penderita sendiri dimana hal ini dapat menjadi pegangan bagi penderita agar penderita tidak merasa minder dan stres serta depresi dengan keadaan yang dapat menyebabkan kondisi penderita sendiri semakin memburuk selain itu penderita bisa menghadapi dan menerima penyakit ini dengan baik. b. Bidang Medis Tata laksana umum pada hemofilia A perlu dihindari trauma. Pada masa bayi, lapisi tempat tidur dan bermain dengan busa. Awasi anak dengan ketat saat anak belajar berjalan. Saat anak semakin besar, perkenalkan dengan aktifitas fisik yang tidak berisiko trauma. Hindari obat yang mempengaruhi fungsi platelet dan dapat mencetuskan perdarahan seperti aspirin, dan lain-lain. Terapi pengganti dilakukan dengan memberikan kriopresipitat atau konsentrat faktor VIII. Tata laksana umum pada hemofilia B sama dengan hemofilia A. Terapi pengganti dilakukan dengan memberikan fesh frozen plasma (FFP) atau konsentrat faktor IX (Arif, 2000:499). Pengobatan hemofilia menganjurkan pemberian infus profilaktik yang dimulai pada usia satu hingga dua tahun pada anakanak yang mengalami defisiensi berat untuk mencegah penyakit sendi kronis (Lusher dalam Price dan Wilson, 2005:301). Intervensi dini saat timbul gejala-gejala perdarahan paling awal, serta penggantian faktor praoperatif pada pasien. Pengobatan ditujukan untuk meningkatkan

29 29 faktor atau aktifitas yang berkurang ke tingkat normal dan dengan demikian mencegah komplikasi (Price dan Wilson, 2005:301). Protokol penanganan kasus kelainan pembekuan darah yang dianjurkan berdasarkan kadar plasma spesifik, yakni kadar faktor pembekuan VIII/IX dalam darah. Pada kasus hermatosis, bila tidak didapatkan respon dengan pemberian terapi hematologi, perlu dipikirkan tindakan joint aspiration (arthrocentesis). Tindakan ini harus dilakukan 3-4 hari setelah onset hemartrosis untuk mengistirahatkan sendi yang terkena, sehingga pada saat join aspiration dilakukan, inflamasi yang terjadi tidak terlalu hebat. Joint aspiration ditujukan untuk membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak sendi. Kontra indikasi joint aspiration ialah adanya proses infeksi baik sistemik maupun lokal yang sedang berlangsung. Pemilihan ukuran jarum sekitar 25-30G untuk mengurangi nyeri saat penusukan dan inflamasi setelah joint aspiration selesai dilakukan (Yoshua & Angliadi, 2013:71). Bila seorang penderita hemofilia klasik mengalami perdarahan yang hebat dan lama, dapat dikatakan terapi satu-satunya yang paling efektif ialah penyuntikan faktor VIII yang telah dimurnikan. Harga faktor VIII sangat mahal, dan penyediaannya terbatas karena hanya dapat diambil dari darah manusia dalam jumlah yang sangat terbatas. Akan segera tersedia faktor VIII hasil rekayasa genetik yang dapat dipakai oleh manusia (Guyton dan Hall, 1997:589).

30 30 Beratnya perdarahan, kompleksitas pembedahan yang sudah diantisipasi, berat badan pasien, kadar faktor spesifik pasien akan menentukan dosis untuk penggantian. Pada perdarahan ringan seperti pada awal perdarahan otot atau sendi, tingkat aktifitas cukup dipertahankan sebanyak 20% hingga 50% untuk beberapa hari. Perdarahan berat seperti perdarahan intraknial atau pembedahan, sebaiknya dicapai tingkat aktifitas 100% dan dipertahankan minimal selama dua minggu (Price dan Wilson, 2005:301). Menurut Johnson (2014:85), tindakan yang dilakukan pada penderita hemofilia adalah dengan memberikan faktor VIII karena diperlukan untuk menggantikan faktor penggumpalan darah yang hilang. Berikan DDVAP (1-deamino-8-D-arginine vasopressin) untuk hemofilia yang tidak terlalu parah (tipe I atau II A) untuk meningkatkan produksi faktor VIII. Kortikosteroid unutk penanganan hemartrosis akut dan memberikan ibuprofen atau obat anti peradangan non steroid lain (NSAID) sebagai penahan rasa sakit. 6. Prognosis Prognosis pasien hemofilia sebenarnya baik bila semua pihak yang terlibat senantiasa bekerja sama dalam menghadapi penyakit ini. Disabilitas berat dan kematian akibat hemofilia serta komplikasinya hanya terjadi sekitar 5-7% pada hemofilia berat. Penentuan prognosis pada hemofilia tidak sepenuhnya tergantung pada komplikasi yang terjadi, melainkan harus dilihat secara keseluruhan

31 31 termasuk masalah psikososial yang terkait dan tingkat kepercayaan diri pasien (Yoshua & Angliadi, 2013:71). Hal demikian sangat diperlukan oleh penderita hemofilia agar dapat memiliki konsep diri yang baik serta mengaktualisasikan dirinya dengan baik sehingga penderita memiliki psikososial dan kepercayaan diri yang baik untuk menghadapi penyakit ini. C. Studi Penelitian yang Relevan Guna melengkapi penelitian ini, peneliti menggunakan pijakan dan kajian sebelumnya yang berkaitan dengan variabel yang sama dengan kajian peneliti yaitu tentang hemofilia. Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah: 1. Penelitian Amelia C, dkk, Perdarahan Intraknial pada Hemofilia: Karakteristik, Tata Laksana, dan Luaran (Amelia C, dkk, 2011). Subjek dalam penelitian ini adalah pasien hemofilia berusia >1 bulan hingga 18 tahun yang dirawat dengan diagnosis perdarahan intraknial di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM dalam kurun waktu 1 Januari Desember Metodologi penelitian ini adalah dengan mengumpulkan data dari Registrasi Hemofilia Divisi Hematologi-Onkologi dan Rekam Medik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta. Hasil penelitian Amelia C, dkk (2011) menemukan bahwa angka kejadian perdarahan intraknial pada hemofilia di RSCM 7,4%. Ketersediaan faktor pembekuan untuk replacement therapy dan kerjasama tim multidisiplin sangat penting untuk memperbaiki luaran

32 32 pasien hemofilia yang mengalami perdarahan intraknial (Amelia C, dkk, 2011). 2. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Simatupang, Windiastuti dan Oswari (2013), dengan judul Faktor Risiko Timbulnya Inhibitor Faktor VIII pada Anak dengan hemofilia A. Penelitian ini dilakukan pada anak dengan rentangan usia subjek 10 (1,5-18) tahun dengan hemofilia A di Departemen IKA-RSCM. Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah uji potong lintang dilakukan pada anak usia 18 tahun di Pusat Hemofilia Terpadu IKA-RSCM. Hasil penelitian Simatupang, dkk (2013) menemukan bahwa penelitian ini adalah prevalensi inhibitor 37,5%, inhibitor positif lebih sering ditemukan pada pasien hemofilia berat yang mendapat terapi pertama kali sebelum berusia satu tahun. Penelitian ini tidak berhasil membuktikan faktor resiko bermakna untuk timbulnya inhibitor pada anak dengan hemofilia A. 3. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Purwanto dengan judul Hemophilia. Subyek dalam penelitian ini adalah seorang anak berusia empat tahun, yang memiliki sejarah memar yang berlebihan dan pendarahan, juga menderita pembengkakan yang menyakitkan sendi dan hematoma otot. Metode dan bahan yang dipakai dalam penelitian ini yaitu Full Blood Examination (FBE) ditentukan dengan menggunakan Beckman Coulter A ˁ.T 5diff hematologi analyzer. Protrombin Waktu (PT) menggunakan prinsip reagen Thromborel S: proses koagulasi dipicu oleh

33 33 inkubasi plasma di 37C dengan Thromborel S yang berisi baik tromboplastin (dari plasenta manusia) dan kalsium. Hasil penelitian ini Purwanto menemukan bahwa kasus hemofilia A pada seorang bocah berusia empat tahun yang memiliki riwayat memar berlebihan dan pendarahan, dan pembengkakan painfull sendi dan hematoma otot. Penelitian ini didiagnosis berdasarkan pada sejarah medis, examinatiion fisik, dan pertimbangan uji laboratorium Berbagai penelitian yang telah peneliti cantumkan diatas terlihat bahwa penelitian yang telah dilakukan pada penderita hemofilia ini adalah di bidang medis, dan belum ada peneliti menemukan penelitian pada penderita hemofilia di bidang psikologi. Maka dari itu peneliti akan meneliti penderita hemofilia di bidang psikologi, yaitu Aktualisasi Diri Pada Penderita Hemofilia (Studi Pada Penderita Hemofilia X di Kota Padang).

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan proses aktualisasi pada dirinya di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan proses aktualisasi pada dirinya di masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia itu diciptakan oleh Allah dalam struktur jasmani dan rohani. Manusia pada saat diciptakan telah membawa sifat-sifat spesifik yang membedakan dirinya

Lebih terperinci

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar : Kep. Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Lebih terperinci

Motif Ekstrinsik. Motif yang timbul dari rangsangan luar. Contoh : pemberian hadiah jika seseorang dapat menyelesaikan tugas dengan baik.

Motif Ekstrinsik. Motif yang timbul dari rangsangan luar. Contoh : pemberian hadiah jika seseorang dapat menyelesaikan tugas dengan baik. M o t i f Motive motion Gerakan; sesuatu yang bergerak; menunjuk pada gerakan manusia sebagai tingkah laku. Rangsangan pembangkit tenaga bagi terjadinya tingkah laku. Keadaan dalam diri subyek yang mendorong

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

PENGANTAR KEBUTUHAN DASAR MANUSIA MASLOW. 02/02/2016

PENGANTAR KEBUTUHAN DASAR MANUSIA MASLOW. 02/02/2016 PENGANTAR SEKITAR TAHUN 1950, ABRAHAM MASLOW (PSIKOLOG DARI AMERIKA) MENGEMBANGKAN TEORI TENTANG KEBUTUHAN DASAR MANUSIA YANG DIKENAL DENGAN ISTILAH HIERARKI KEBUTUHAN DASAR MANUSIA MASLOW. 1 HIERARKI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan sangat penting maka pemerintah Indonesia memberikan perhatian berupa subsidi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Abraham Maslow Abraham Maslow membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam lima tingkat berikut: 1. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Abraham Maslow Abraham Maslow membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam lima tingkat berikut: 1. Kebutuhan fisiologis Abraham Maslow membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam lima tingkat berikut: 1. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar, antara lain pemenuhan oksigen dan pertukaran gas, kebutuhan cairan

Lebih terperinci

TEORI HIRARKI KEBUTUHAN

TEORI HIRARKI KEBUTUHAN 7 TEORI HIRARKI KEBUTUHAN Motivasi : Teori Hirarki Maslow menyusun teori motivasi manusia, dimana variasi kebutuhan manusia dipandang tersusun dalam bentuk hirarki atau berjenjang. Setiap jenjang kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termaksud juga di indonesia, namun masih menyimpan banyak persoalan

BAB I PENDAHULUAN. termaksud juga di indonesia, namun masih menyimpan banyak persoalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemofilia merupakan penyakit keturunan, dengan manifestasi berupa gangguan pembekuan darah, yang sudah sejak lama dikenal di belahan dunia ini termaksud juga di indonesia,

Lebih terperinci

Teori-teori Belajar. Teori Humanistik. Afid Burhanuddin. Memahami teori toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran.

Teori-teori Belajar. Teori Humanistik. Afid Burhanuddin. Memahami teori toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran. Teori-teori Belajar Afid Burhanuddin Belajar Mengajar Kompetensi Dasar Memahami teori toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran Indikator Memahami hakikat teori pembelajaran Memahami

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kongenital faktor koagulasi di dalam darah. Penyakit ini diturunkan secara X-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kongenital faktor koagulasi di dalam darah. Penyakit ini diturunkan secara X- 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hemofilia adalah gangguan koagulasi yang disebabkan defisiensi kongenital faktor koagulasi di dalam darah. Penyakit ini diturunkan secara X- linked recessive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

Etiology dan Faktor Resiko

Etiology dan Faktor Resiko Etiology dan Faktor Resiko Fakta Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus hepatitis C merupakan virus RNA yang berukuran kecil, bersampul, berantai tunggal, dengan sense positif Karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini depresi menjadi jenis gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh masyarakat (Lubis, 2009). Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan

Lebih terperinci

Sejarah dan Aliran-Aliran Psikologi

Sejarah dan Aliran-Aliran Psikologi Sejarah dan Aliran-Aliran Psikologi Modul ke: Eksistensialisme dan Humanisme Fakultas Psikologi Dra. Anna Amanah, Psi., MSi. www.mercubuana.ac.id Program Studi Psikologi Perkembangan Aliran-Aliran Pesatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kanker payudara seperti dapat melakukan sadari (periksa payudara

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kanker payudara seperti dapat melakukan sadari (periksa payudara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kronik yang paling banyak ditemukan pada wanita dan ditakuti karena sering menyebabkan kematian. Angka kematian akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisik adalah bagian dari tubuh manusia yang mudah dilihat dengan kasat mata, termasuk bagian kulit. Kulit merupakan bagian yang terluas dari tubuh dan bagian terpenting

Lebih terperinci

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar MOTIVASI DALAM BELAJAR Saifuddin Azwar Dalam dunia pendidikan, masalah motivasi selalu menjadi hal yang menarik perhatian. Hal ini dikarenakan motivasi dipandang sebagai salah satu faktor yang sangat dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dalam masyarakat industri modern adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun sampai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar di dunia. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat beresiko terkena kanker. Kanker

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Gambaran Umum Penelitian Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota Yogyakarta pada tanggal 9 Agustus - 1 September 2016. Data dikumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

Gangguan Pada Bagian Sendi

Gangguan Pada Bagian Sendi Gangguan Pada Bagian Sendi Haemarthrosis ( Hemarthrosis ) Hemarthrosis adalah penyakit kompleks di mana terjadi perdarahan ke dalam rongga sendi - Penyebab (Etiologi) Traumatic nontraumatic Degrees - Gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO)

Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) 1 Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) Sakit : pola respon yang diberikan oleh organisme hidup thd

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu emosi yang paling sering di alami oleh manusia. Kadang-kadang kecemasan sering disebut sebagai bentuk ketakutan dan perasaan gugup yang dialami

Lebih terperinci

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda Apakah Anda menderita nyeri MAKOplasty pilihan tepat untuk Anda Jangan biarkan radang sendi menghambat aktivitas yang Anda cintai. Tingkatan Radang Sendi Patellofemoral compartment (atas) Medial compartment

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dari bahasa Yunani, yaitu haima yang artinya darah dan philein yang artinya

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dari bahasa Yunani, yaitu haima yang artinya darah dan philein yang artinya BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemofilia Hemofilia adalah gangguan produksi faktor pembekuan yang diturunkan, berasal dari bahasa Yunani, yaitu haima yang artinya darah dan philein yang artinya mencintai

Lebih terperinci

POLA PEWARISAN PENYAKIT HIPERTENSI DALAM KELUARGA SEBAGAI SUMBER BELAJAR GENETIKA

POLA PEWARISAN PENYAKIT HIPERTENSI DALAM KELUARGA SEBAGAI SUMBER BELAJAR GENETIKA Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 POLA PEWARISAN PENYAKIT HIPERTENSI DALAM KELUARGA SEBAGAI SUMBER BELAJAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan Mengatur Berat Badan Pengaturan berat badan adalah suatu proses menghilangkan atau menghindari timbunan lemak di dalam tubuh. Hal ini tergantung pada hubungan antara jumlah makanan yang dikonsumsi dengan

Lebih terperinci

Alfred Adler. Individual Psychology

Alfred Adler. Individual Psychology Alfred Adler Individual Psychology Manusia lahir dengan tubuh yang lemah dan inferior, suatu kondisi yang mengarah pada perasaan inferior sehingga mengakibatkan ketergantungan kepada orang lain. Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir hingga lansia. Ketika memasuki usia dewasa awal tugas perkembangan individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah individu unik yang berada dalam proses tumbuh kembang dan mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang berbeda dengan

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1. Kesimpulan Bab ini berusaha menjawab permasalahan penelitian yang telah disebutkan di bab pendahuluan yaitu melihat gambaran faktor-faktor yang mendukung pemulihan pada

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran diri (body image) dan dukungan sosial pada tiga orang wanita yang mengalami penyakit kanker payudara yang telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecemasan merupakan istilah yang menggambarkan keadaan khawatir dalam kehidupan sehari-hari (Dalami, 2005). Kecemasan dapat ditimbulkan dari peristiwa sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Dimana pada usia lanjut tubuh akan mencapai titik perkembangan yang maksimal, setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak BAB I PENDAHULUAN 1,1. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan menjadi syarat utama agar individu bisa mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi. semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi. semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun negatif. Seiring dengan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sampai saat ini kanker masih menjadi momok bagi semua orang, hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Thesis Diajukan kepada Program Studi Magister Sains Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja

BAB 1 PENDAHULUAN. karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Stroke atau gangguan peredaran darah otak ( GPDO) merupakan penyakit neurologik yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun lokal.

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Penokohan Penokohan merupakan satu bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk

Lebih terperinci

PRINSIP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

PRINSIP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA PRINSIP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA BY: BASYARIAH LUBIS, AMKeb, sst, mkes Makhluk Yang Utuh atau paduan dari unsur biologis, psikologis, sosial & Spiritual. Makhluk Biologis : Sistem organ tubuh Lahir, tumbang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Olahraga, baik yang bersifat olahraga prestasi maupun rekreasi merupakan aktivitas yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan fisik maupun mental. Akan tetapi,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holmes dan Rahe tahun 1967 dengan menggunakan Live Event Scale atau biasa

BAB I PENDAHULUAN. Holmes dan Rahe tahun 1967 dengan menggunakan Live Event Scale atau biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik sehat secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi yang sehatlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi perhatian utama secara global dalam kesehatan. Setiap tahun terjadi peningkatan kasus dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan aset berharga, tidak hanya bagi individu tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan aset berharga, tidak hanya bagi individu tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan aset berharga, tidak hanya bagi individu tetapi juga untuk negara manapun. Setiap negara dapat berkembang cepat ketika penduduknya sehat dan menjalani

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan Sariawan Neng...! Kata-kata itu sering kita dengar pada aneka iklan suplemen obat panas yang berseliweran di televisi. Sariawan, gangguan penyakit pada rongga mulut, ini kadang ditanggapi sepele oleh penderitanya.

Lebih terperinci

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai dengan peradangan pada sinovium, terutama sendi sendi kecil dan seringkali

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. timbulnya berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang dapat terjadi yaitu diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. timbulnya berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang dapat terjadi yaitu diabetes 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup yang tidak sehat dapat mempengaruhi kesehatan individu. Kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji dan kurangnya olahraga telah menjadi pola hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Dukungan Sosial 2.1.1 Definisi Persepsi dukungan sosial adalah cara individu menafsirkan ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan peristiwa

Lebih terperinci

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010 THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai seni kreatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI Hipoposphatasia merupakan penyakit herediter yang pertama kali ditemukan oleh Rathbun pada tahun 1948. 1,2,3 Penyakit ini dikarakteristikkan oleh gen autosomal resesif pada bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan, tempat tinggal, eliminasi, seks, istirahat dan tidur. (Perry, 2006 : 613)

BAB I PENDAHULUAN. makanan, tempat tinggal, eliminasi, seks, istirahat dan tidur. (Perry, 2006 : 613) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan sesuatu yang harus dipenuhi untuk meningkatkan derajat kesehatan. Menurut hirarki Maslow tingkat yang paling dasar dalam kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Flow Akademik 1. Definisi Flow Akademik Menurut Bakker (2005), flow adalah suatu keadaan sadar dimana individu menjadi benar-benar tenggelam dalam suatu kegiatan, dan menikmatinya

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan program Pendidikan

Lebih terperinci