ASAM AMINO DAN STRUKTUR JARINGAN SKIN ON FILLET IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) SEGAR DAN SETELAH PENGUKUSAN FARA MUSTIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ASAM AMINO DAN STRUKTUR JARINGAN SKIN ON FILLET IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) SEGAR DAN SETELAH PENGUKUSAN FARA MUSTIKA"

Transkripsi

1 ASAM AMINO DAN STRUKTUR JARINGAN SKIN ON FILLET IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) SEGAR DAN SETELAH PENGUKUSAN FARA MUSTIKA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2 2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Asam Amino dan Struktur Jaringan Skin On Fillet Ikan Kakap Putih (Lates Calcarifer) Segar dan Setelah Pengukusan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2016 Fara Mustika C *Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

4 4

5 ABSTRAK FARA MUSTIKA. Asam Amino dan Struktur Jaringan Skin On Fillet Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Segar dan Setelah Pengukusan. Dibimbing oleh AGOES M JACOEB dan ASADATUN ABDULLAH Ikan kakap putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu ikan ekonomis penting. Nilai gizi, kandungan asam amino serta jaringan fillet kakap putih di Indonesia belum ada yang melaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perubahan komposisi proksimat, protein larut air (PLA), protein larut garam (PLG) dan asam amino serta struktur jaringan fillet kakap putih segar dan setelah pengukusan. Fillet kakap putih mengandung 15 asam amino, 9 asam amino esensial dan 6 asam amino non esensial. Komposisi asam amino esensial tertinggi adalah lisin sebesar 10,39 g/100 g pada fillet kakap putih segar dan 7,2 g/100 g pada fillet kakap kukus, sedangkan asam amino non esensial tertinggi adalah glutamat sebesar 13,82 g/100 g pada fillet kakap segar dan 12,95 g/100 g pada fillet kakap kukus. Fillet kakap putih segar memiliki jaringan yang terdiri atas serabut-serabut yang masih kompak, sedangkan fillet kakap putih kukus memiliki jaringan daging yang sudah terputus-putus dan tidak kompak. Berdasarkan uji proksimat dan asam amino, kandungan gizi dan jaringan dalam ikan kakap putih berubah setelah pengukusan. Kata kunci: Asam amino, HPLC, Lates calcarifer. ABSTRACT FARA MUSTIKA. Amino Acids and Tissue from Fillet Skin On Barramundi (Lates calcarifer) Fresh and After Steaming. Supervised by AGOES M JACOEB and ASADATUN ABDULLAH Barramundi (Lates calcarifer) is one of high economical value fish. The nutritional value, amino acids and structure of barramundi fillet tissue in Indonesia no one has reported. This research was aimed to study the proximate composition, water-soluble protein, salt-soluble protein, amino acids content and the structure of barramundi fillet tissue in a fresh and steamed product. Barramundi fillets contained 15 amino acids, 9 essential amino acids and 6 non essential amino acids. The highest essential amino acid composition was lisin by g/100 g in fresh fillet and 7.2 g/100 g in steamed fillet, while the highest non essential amino acid composition was glutamate by g/100g in fresh fillet and g/100 g steamed fillet. Fresh barramundi fillet had connective fibers, while the steamed barramundi meat had disjointed and not compact fibers. Based on proximate and amino acid analysis, the nutrient content and meat s tissue structure changed caused by steaming method. Keywords: Amino acid, HPLC, Lates calcarifer.

6 6

7 Hak Cipta milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

8 8

9 ASAM AMINO DAN STRUKTUR JARINGAN SKIN ON FILLET IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) SEGAR DAN SETELAH PENGUKUSAN FARA MUSTIKA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

10 10

11

12 12

13 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga skripsi yang berjudul Asam Amino dan Struktur Jaringan Skin On Fillet Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Segar dan Setelah Pengukusan ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1 Dr Ir Agoes M Jacoeb Dipl-Biol dan Dr Asadatun Abdullah SPi MSM MSi selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, motivasi dan pengarahan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 2 Dr Ir Wini Trilaksani MSc selaku dosen penguji atas segala pengarahan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 3 Dr Ir Iriani Setyaningsih MS selaku dosen wakil GKM atas segala pengarahan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 4 Dr Eng Uju SPi MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 5 Dr Ir Iriani Setyaningsih MS selaku Ketua Program Studi S1 Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 6 Mustafa Kamal dan Indrawati selaku orang tua, Fazar Ibrahim SE selaku kakak tercinta, Muhammad Farhan dan Farida Yasha selaku adik tersayang yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungannya serta membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. 7 Teman-teman THP 49 yang telah memberikan masukan dan informasi penting pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 8 Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun diharapkan untuk perbaikan di masa depan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 2016 Fara Mustika

14

15 15 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan... 2 Manfaat Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan Alat Prosedur Penelitian Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Morfometrik Ikan Kakap Putih Proporsi Ikan Kakap Putih Komposisi Kimia Ikan Kakap Putih Kandungan Asam Amino Struktur Jaringan Fillet Kakap Putih KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

16 16 DAFTAR TABEL 1 Morfometrik dan bobot ikan kakap putih Komposisi kimia fillet ikan kakap putih segar dan kukus Asam amino fillet ikan kakap putih 15 4 Perbandingan asam amino pada beberapa ikan air laut.. 17 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir metode penelitian. 4 2 Ikan kakap putih (Lates calcarifer) Proporsi ikan kakap putih Struktur jaringan ikan kakap putih segar (40x10) Struktur jaringan ikan kakap putih kukus 10 menit (40x10) Struktur jaringan ikan kakap putih kukus 20 menit (40x10). 18 DAFTAR LAMPIRAN 1 Kromatografi standar asam amino Kromatografi fillet kakap putih segar 26 3 Kromatografi fillet kakap putih kukus 10 menit 27 4 Kromatografi fillet kakap putih kukus 20 menit 28 5 Contoh perhitungan kandunagan asam amino 29

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Sekitar 81% dari produksi ikan didunia dipersiapkan untuk konsumsi manusia dan diperkirakan bahwa permintaan ikan di dunia akan meningkat di semua benua terutama benua Asia, yaitu mencapai 19,7 kg per kapita pada tahun Permintaan ini adalah hasil dari persepsi positif konsumen bahwa ikan dan produkproduknya sehat dan bergizi sehingga memberikan efek menguntungkan pada kesehatan manusia (OECD/FAO 2015). Ikan kakap putih (Lates calcarifer) menurut Mathew (2009) merupakan ikan karang yang mempunyai nilai ekonomis dan nilai gizi yang tinggi sebagai ikan konsumsi. Pesatnya perkembangan budidaya kakap putih lebih banyak disebabkan oleh akses pasar ekspor yang cukup luas. Hal ini didukung oleh produksi ikan kakap putih di Indonesia tahun 2015 mencapai ton/tahun (KKP 2015). Ikan kakap putih merupakan salah satu ikan karang yang diduga memiliki kandungan gizi tinggi. Menurut Tacon dan Metian (2013) kandungan protein hewan perairan sekitar 17,3% pada ikan segar. Protein tersebut tersusun atas unit unit molekul kecil asam amino sebagai penyusunnya. Profil asam amino yang ada pada ikan karang belum banyak diketahui. Salah satu profil asam amino yang sudah diketahui yaitu ikan seabass sebanyak 16 asam amino yang terdiri dari 9 asam amino esensial (treonin, valin, fenilalanin, leusin, metionin, lisin, isoleusin, arginin dan histidin) dan 7 jenis asam amino nonesensial (aspartat, glutamat, serin, alanin, tirosin, prolin dan glisin) (Nurjanah et al. 2014). Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2012) menyebutkan rata-rata kecukupan protein sebesar 57 g/orang per hari. Konsumsi protein yang cukup bagi tubuh, harus diikuti dengan pengetahuan mengenai protein pada makanan itu sendiri. Masyarakat Indonesia mengonsumsi ikan dengan cara proses pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan ikan merupakan usaha yang penting dalam pengembangan subsektor perikanan di Indonesia, sehingga input yang diperoleh negara tidak terbatas dari pendapatan hasil ekspor bahan baku mentah saja melainkan ada nilai tambah yang dihasilkan karena ada proses pengolahan. Cara pengolahan yang umum dilakukan salah satunya adalah pengukusan. Penggunaan panas dalam proses pengolahan pada penelitian Kocatepe et al. (2011) sangat berpengaruh pada nilai gizi ikan. Proses pengolahan dapat bersifat menguntungkan terhadap bahan pangan tersebut yaitu peningkatan daya cerna. Berbagai penelitian menunjukkan pengaruh pengukusan dapat mengubah komposisi kimia ikan. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor suhu saja, namun lama waktu pengolahan juga dapat memengaruhi nilai gizi pangan. Jacoeb et al. (2013) menyatakan bahwa ikan kakap merah yang mengalami proses pengukusan pada suhu 100 C selama 10 menit, mengalami perubahan kadar air, lemak dan protein. Proses pengukusan juga diduga dapat menyebabkan perubahan kandungan asam amino pada ikan. Proses pengukusan dengan suhu antara C selama 20 menit pada penelitian Febriyanto (2016) dapat menurunkan kandungan asam amino ikan layur sebesar 0,64%.

18 2 Data mengenai komposisi kimia dan gizi serta keadaan struktur jaringan fillet dari ikan kakap putih serta pengaruh pengukusan saat ini masih belum banyak tersedia, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mempelajari perubahan pada komposisi kimia, kandungan asam amino dan struktur jaringan baik pada fillet kakap putih segar maupun setelah proses pengukusan pada waktu yang berbeda. Nilai gizi yang diperoleh dari penelitian akan berguna untuk membantu konsumen dalam memilih jenis ikan berdasarkan nilai gizi dan untuk melengkapi data komposisi nutrisi pangan hasil perairan. Rumusan Masalah Penelitian dan data mengenai komposisi kimia, kandungan asam amino, protein larut air dan larut garam serta jaringan fillet kakap putih di Indonesia belum banyak dilaporkan, padahal olahan ikan kakap putih sekarang ini semakin digemari. Proses pengukusan diduga dapat memberikan perubahan terhadap kandungan nilai gizi ikan, sehingga diperlukan penelitian mengenai perubahan komposisi kimia, protein larut air, protein larut garam, asam amino dan jaringan pada fillet kakap putih segar dan setelah proses pengukusan dan mencari metode waktu pengukusan yang tepat. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah menentukan komposisi kimia, protein larut air dan protein larut garam, jenis dan jumlah asam amino serta perubahan jaringan fillet kakap putih (Lates calcalifer) segar dan setelah proses pengukusan dengan suhu C dengan waktu 10 dan 20 menit. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai komposisi kimia, jenis dan jumlah asam amino serta jaringan ikan kakap putih akibat pengukusan. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk pemanfaatan ikan kakap putih lebih lanjut. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi karakterisasi bahan baku, analisis komposisi kimia, analisis asam amino, protein larut air, protein larut garam dan analisis jaringan.

19 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2016 sampai Mei Preparasi dan penentuan ciri-ciri morfometrik dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan preparat jaringan dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis jaringan dilakukan di Laboratorium Terpadu, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat, protein larut air dan protein larut garam dilakukan di Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan, dan analisis asam amino dilakukan di Laboratorium Terpadu, Institut Pertanian Bogor. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan kakap putih (Lates calcalifer). Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan preparat jaringan yaitu (Buffer Normal Formalin) BNF 10%, alkohol 70%-100%, xilol, parafin, Canada balsam, pewarna haematoksilin dan eosin. Analisis proksimat menggunakan akuades, katalis selenium, NaOH 40%, indikator Brom Cresol Green 0,1%, Methyl Red 0,1%, H3BO3 2%, H2SO4 pekat, kertas saring dan HCl 0,1 N. Bahan-bahan untuk analisis asam amino adalah NaOH, HCl 6 N, HCl 0,01 N, pereaksi (ortophthaldialdehid) OPA, metanol, merkapto etanol, larutan brij-30 30%, buffer Na-asetat ph 6,5, buffer kalium borat 1M ph 10,4 dan larutan standar asam amino 0,5 µmol/ml. Bahan-bahan untuk analisis protein larut air dan larut garam yaitu aquades dan 50 ml NaCl 5%. Alat Alat yang digunakan dalam pembuatan preparat dan analisis jaringan adalah mikrotom putar Yamoto RV-240, mikroskop cahaya Olympus CX41, kamera Olympus DP21 beserta software stream start dan optimalisasi gambar hasil pemeriksaan mikroskop menggunakan software Image analyzer. Analisis proksimat menggunakan desikator, tabung kjeldahl, tabung sokhlet, destilator dan tanur. Alat yang digunakan dalam analisis asam amino adalah oven, syringe 100 µl, pipet mikro 1 ml, tabung ulir, evaporator, kaca masir, dan High Performance Liquid Chromatrography (HPLC) Shimadzu CBM 20A. Analisis protein larut air dan larut garam menggunakan homogenizer, sentrifuse, dan kertas saring Whatman no.1.

20 4 Prosedur Penelitian Persiapan sampel Ikan kakap putih diperoleh dari TPI Muara Angke, Jakarta Utara dan diangkut ke Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan menggunakan coolbox yang berisi es dengan perbandingan es dan ikan (1:1), kemudian ikan langsung dianalisis morfometriknya, yang meliputi berat total, panjang baku, tinggi, dan lebar badan, selanjutnya dilakukan preparasi. Bahan baku dipreparasi dengan memisahkan daging (filleting), jeroan, sisik dan tulang untuk dihitung proporsinya. Fillet kakap putih yang diperoleh dari 1 ekor ikan yaitu 2 bagian fillet dengan berat 1 bagian fillet rata-rata 80,5 g, panjang 19,5 cm dan tebal 1,2 cm. Alat ukur yang digunakan yaitu penggaris dan neraca digital. Fillet ditentukan nilai proksimat, protein larut air, protein larut garam dan asam aminonya, serta struktur jaringannya, baik pada kondisi segar maupun setelah dikukus. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1. Ikan kakap putih Pengukuran berat dan morfometrik Preparasi Pengukuran proporsi Fillet (skin on) Analisis Proksimat Analisis Jaringan Analisis Asam Amino Analisis PLA dan PLG Pengukusan 10 menit dan 20 menit (suhu C) Fillet skin on kukus Analisis Proksimat Analisis Jaringan Analisis Asam Amino Analisis PLA dan PLG Gambar 1 Diagram alir metode penelitian ( = awal dan akhir; = proses; = analisis ) Pengukuran morfometrik ikan Pengukuran morfometrik meliputi pengukuran panjang baku, lebar, tinggi dan penimbangan bagian tubuh ikan kakap putih. Pengukuran morfometrik dilakukan pada setiap parameter pada masing-masing spesies.

21 5 Proporsi bagian tubuh ikan Proporsi dihitung sebagai persentase masing-masing bobot bagian tubuh (daging, tulang, dan jeroan) ikan. Perumusan matematika dari perhitungan proporsi adalah sebagai berikut: Proporsi (%) = Bobot bagian tubuh ikan (g) x100% Bobot utuh ikan (g) Proses pengukusan Penelitian dilakukan dengan tiga perlakuan, yaitu sampel fillet kakap putih segar, kukus 10 menit dan kukus 20 menit. Fillet kakap putih sebanyak 161 g dimasukkan ke dalam alat pengukusan menggunakan dandang dengan ukuran diameter 45cm dan tinggi 25cm yang telah berisi air sebanyak 4 liter dan telah dipanaskan pada suhu C serta dibiarkan selama 10 menit dan 20 menit, kemudian didinginkan pada suhu ruang. Sebelum dan sesudah proses pengukusan dilakukan penimbangan untuk mengetahui perubahan berat fillet. Sampel fillet segar dan kukus kemudian masing-masing dihaluskan, dimasukkan ke dalam alumunium foil ditutup rapat dan diberi kode. Sampel fillet kakap putih segar dan kukus siap untuk dianalisis. Prosedur analisis Metode analisis yang digunakan terdiri atas pengukuran morfometrik, pengukuran proporsi, pengujian proksimat berupa kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, pengujian asam amino, analisis protein larut air, larut garam dan struktur jaringan fillet yang dilakukan untuk ikan kakap putih segar dan kukus. Analisis proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan. Analisis proksimat meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat dengan metode by difference. 1 Analisis kadar air (AOAC 2005) Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang terdapat pada sampel fillet kakap putih. Tahap pertama yang dilakukan adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu o C hingga diperoleh berat konstan selama 15 menit. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan dibiarkan di suhu ruang kemudian ditimbang. Sampel fillet kakap putih ditimbang seberat 5 g, selanjutnya cawan yang telah diisi sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu o C selama 6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan di suhu ruang kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air sebagai berikut: Kadar air (%) = B C B A x100% Keterangan: A= Berat cawan porselen kosong (g) B= Berat cawan porselen dengan sampel fillet kakap putih (g) C= Berat cawan porselen dengan sampel fillet kakap putih setelah dikeringkan (g).

22 6 2 Analisis kadar abu (AOAC 2005) Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada fillet kakap putih. Cawan porselen dibersihkan dan dikeringkan dalam oven bersuhu sekitar 105 o C selama 30 menit. Cawan porselen tersebut dimasukkan ke dalam desikator (30 menit), kemudian ditimbang. Sampel fillet kakap putih yang sudah dicacah ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen, selanjutnya dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 o C selama 6 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator dibiarkan sampai suhu ruang kemudian ditimbang. Perhitungan kadar abu sebagai berikut: Kadar abu (%) = C A B A x 100% Keterangan: A= Berat cawan porselen kosong (g) B= Berat cawan porselen dengan sampel fillet kakap putih (g) C= Berat cawan porselen dengan sampel fillet kakap putih setelah dikeringkan (g). 3 Analisis kadar protein (AOAC 2005) Analisis protein untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada sampel fillet kakap putih. Tahapan yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, titrasi. (1) Tahap destruksi Sampel fillet kakap putih ditimbang seberat 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Setengah tablet kjeldahl atau selenium dimasukkan ke dalam labu kjeldahl yang berfungsi untuk mempercepat reaksi tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 o C. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi hijau bening. (2) Tahap destilasi Sampel yang telah didestruksi dilarutkan ke dalam labu takar 100 ml menggunakan akuades. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambah larutan NaOH 40% sebanyak 10 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan bromocresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi biru. (3) Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCL 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda kembali. Perhitungan kadar protein: Nitrogen (%) = (ml HCL sampel ml HCL blanco) x N HCL x 14 FP x 100% Mg sampel fillet kakap putih

23 7 Kadar Protein (%) = % nitrogen x faktor konversi Keterangan: N HCl = 0,1 N FK = faktor konversi = 6,25 Fp = faktor pengenceran = 10 4 Analisis kadar lemak (AOAC 2005) Sampel fillet kakap putih seberat 5 g dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet, kemudian labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya disambungkan dengan soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak heksana. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 80 o C menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Saat destilasi, pelarut akan tertampung di soxhlet dan dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 15 menit, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan. Perhitungan kadar lemak: Kadar lemak (%) = W3 W2 X 100% W1 Keterangan: W1 = Berat sampel fillet kakap putih (g) W2 = Berat labu kosong (g) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g). 5 Analisis karbohidrat Kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, abu, protein, dan lemak sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangan. Kadar karbohidrat dapat dihitung menggunakan rumus: Karbohidrat (%) = 100% - (% abu + % air + % lemak + % protein). Analisis asam amino (AOAC 2005) Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan HPLC. Sebelum digunakan, perangkat HPLC dibilas dahulu dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam. Begitu pula syringe yang akan digunakan dibilas dengan akuades. Analisis asam amino dengan menggunakan HPLC terdiri atas 4 tahap, yaitu: tahap pembuatan hidrolisat protein, tahap pengeringan, tahap derivatisasi, dan tahap injeksi serta analisis asam amino. a Tahap pembuatan hidrolisat protein Sampel ditimbang sebanyak 3 mg dan dihancurkan. Sampel yang telah hancur dihidrolisis asam menggunakan HCl 6 N sebanyak 1 ml yang kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 110 C selama 24 jam. Pemanasan dalam oven dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak

24 8 mengganggu kromatogram yang dihasilkan. Selain itu, pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi hidrolisis. b Tahap pengeringan Sampel yang telah dihidrolisis pada suhu kamar dipindahkan isinya ke dalam labu evaporator 50 ml, dibilas dengan 2 ml HCl 0,01 N dan cairan bilasan dimasukkan ke dalam labu evaporator. Proses ini diulangi hingga 2-3 kali. Sampel kemudian dikeringkan menggunakan rotary evaporator selama menit untuk mengubah sistein menjadi sistin. Sampel yang sudah kering ditambah dengan 5 ml HCl 0,01 N kemudian disaring dengan kertas saring milipore. c Tahap derivatisasi Larutan derivatisasi sebanyak 30 µl ditambahkan pada hasil pengeringan, larutan derivatisasi dibuat dari larutan buffer kalium borat dengan sampel 1:1 kemudian dicampurkan dengan larutan Ortoftalaldehida (OPA) dengan perbandingan 5:1 dengan sampel, selanjutnya campuran tersebut disaring menggunakan kertas saring Whatman. d Injeksi ke HPLC Hasil saringan sebanyak 5 µl diinjeksikan ke dalam HPLC. Pemisahan semua asam amino ditunggu sampai selesai. Waktu yang diperlukan sekitar 25 menit. Perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan dilakukan dengan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kandungan asam amino dalam bahan dapat dihitung dengan rumus: Asam amino (%) = Keterangan: C = Konsentrasi standar asam amino (0,5 µmol/ml) FP = faktor pengenceran (10 ml) BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol) Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino sebagai berikut: Temperatur : 27 C (suhu ruang) Jenis kolom HPLC : Ultra techspere (Coloum C-18) Kecepatan alir eluen : 1 ml/menit Tekanan : 3000 psi Fase gerak : Buffer Na-Asetat dan methanol 95% Detektor : Fluoresensi Panjang gelombang : 350 nm-450 nm Analisis protein larut air dan garam (Wahyuni 1992) Luas area sampel x C x Fp x BM x 100% Luas area standar x bobot sampel Analisis protein larut air Sampel 5 g ditambah 50 ml akuades, kemudian dihomogenkan dengan homogenizer selama 2-3 menit, suhu dijaga agar tetap rendah (5-8) C dengan menggunakan thermometer. Sampel disentrifugasi pada 3400 g selama 30 menit dengan suhu 10 ºC, selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatman no.1, filtrat ditampung dengan Erlenmeyer dan disimpan pada suhu 4 ºC. Sebanyak 1 ml filtrat dianalisis kandungan proteinnya dengan metode mikro kjehdahl.

25 9 Analisis protein larut garam Sampel 5 g ditambah 50 ml larutan NaCl 5%, kemudian dihomogenkan dengan homogenizer selama 2-3 menit, suhu dijaga agar tetap rendah (5-8) ºC dengan menggunakan thermometer. Sampel disentrifugasi pada 3400 g selama 30 menit dengan suhu 10 ºC, selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatman no.1, filtrat ditampung dengan Erlenmeyer dan disimpan pada suhu 4 ºC. Sebanyak 1 ml filtrat dianalisis kandungan proteinnya dengan metode mikro kjehdahl. Analisis jaringan (Angka et al. 1990) Pengamatan jaringan fillet ikan kakap putih diawali dengan pembuatan preparat dengan metode parafin. Tahap pembuatan preparat meliputi fiksasi, dehidrasi, clearing, impregnasi, embedding, blocking, trimming, pemotongan jaringan, pewarnaan, serta perekatan jaringan menggunakan mounting agent. Fiksasi dilakukan dalam larutan BNF (Buffer Normal Formalin) selama lebih dari 36 jam, larutan fiksasi dibuang dan didehidrasi melalui perendaman sampel dalam alkohol bertingkat pada suhu ruang dengan alkohol 70% selama 24 jam, 80% selama 2 jam, 90% selama 2 jam, 95% selama 2 jam dan 100% selama 12 jam. Proses clearing dimulai dari perendaman sampel dalam clearing agent. Sampel direndam dalam alkohol : xilol (1:1) selama 30 menit yang dilanjutkan dengan tahap impregnasi dan embedding. Tahap Impregnasi adalah perendaman sampel ke dalam xilol : parafin (1:1) dalam gelas piala selama 45 menit. Embedding adalah perendaman sampel di dalam parafin cair selama 45 menit. Kedua proses ini berlangsung di dalam oven pada suhu 60 C. Sampel yang telah dilakukan embedding dalam parafin cair lalu di blok (dicetak) dengan parafin cair yang kemudian dibekukan. Proses ini membutuhkan cetakan yang dapat dibuat dari kertas yang kaku, misalnya kertas kalender, dengan ukuran 2x2x2 cm. Parafin cair dituangkan ke dalam cetakan hingga memenuhi sekitar 1/8 bagian cetakan dan dibiarkan hingga sedikit membeku. Sampel kemudian disusun dalam cetakan dan dituangi parafin cair hingga terendam, serta dibiarkan membeku dalam suhu ruang selama 24 jam. Setelah parafin beku dengan sempurna, blok parafin dikeluarkan dari cetakan lalu dilakukan trimming menggunakan silet. Jaringan dipotong dengan mikrotom putar setebal 4 µm dan pita-pita paraffin direkatkan pada gelas obyek. Proses pewarnaan dilakukan menggunakan hematoksilin dan eosin. Pewarnaan diawali dengan perendamaan gelas obyek ke dalam xilol I dan xilol II masing-masing selama 2 menit, dilanjutkan perendaman dalam alkohol absolut 100%, 95%, 90%, 80%, 70%, dan 50% masing-masing selama 2 menit. Obyek dibilas dengan akuades selama 2 menit. Kemudian obyek dimasukkan ke dalam pewarna hematoksilin selama 7 menit dan dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kelebihan zat warna yang tidak diserap. Obyek direndam kembali dalam pewarna eosin selama 3 menit dan dicuci kembali dengan akuades. Preparat jaringan kemudian direndam dalam alkohol 50%, 70%, 85%, 90%, 100%, xilol I, xilol II masing-masing selama 2 menit. Proses selanjutnya adalah penutupan gelas obyek dengan pemberian mounting agent atau Canada Balsam pada gelas obyek, kemudian dikeringkan selama 24 jam. Pengamatan preparat awetan dilakukan dengan mikroskop cahaya Olympus CX41 dengan perbesaran hingga 100x. Proses pengambilan gambar dilakukan dengan kamera Olympus DP21, software stream

26 10 start dan optimalisasi gambar dilakukan dengan software image analyzer, gambar yang telah diambil selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Analisis Data Data hasil penelitian diolah menggunakan program aplikasi Microsoft Excel dan dianalisis secara deskriptif dengan menghitung nilai tengah dan standar deviasinya. Penelitian dilakukan dengan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan analisis proksimat, protein larut air dan protein larut garam dan dua kali ulangan analisis asam amino. Perhitungan nilai tengah dan standar deviasi dihitung dengan rumus mengacu pada Walpole (1982): Keterangan : x = nilai rata-rata xi = nilai x dalam ulangan ke-i n = jumlah data = n i=1 xi n σ = ( )2 n Keterangan: σ = standar deviasi, selalu positif x x = selisih nilai x dengan nilai reratanya n = jumlah item dari populasi / sampel besar (untuk sampel kecil, dipakai s dan notasi n diganti n-1). HASIL DAN PEMBAHASAN Morfometrik Ikan Kakap Putih Pengukuran morfometrik dilakukan untuk mengetahui panjang, tinggi dan lebar bobot ikan kakap putih. Ikan kakap putih merupakan salah satu jenis ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Habitat ikan kakap yaitu di dasar laut yang relatif stabil dan merupakan jenis ikan predator. Kakap putih yang digunakan pada penelitian ini memiliki ciri-ciri bentuk tubuh memanjang, pipih, dengan pangkal ekor mendalam tubuh berwana abu-abu dan ekor melebar. Ikan kakap putih berumur 1-3 bulan (ikan muda) berwarna gelap dan menjadi terang setelah umur 3-5 bulan (Mathew 2009). Ikan kakap putih yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Ikan yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 15 ekor.

27 11 Hasil analisis morfometrik dan bobot rata-rata ikan kakap putih dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar 2 Ikan kakap putih (Lates calcarifer) Tabel 1 Morfometrik dan bobot ikan kakap putih No Parameter Ikan kakap putih 1 Bobot (g) 305,93 ± 13,98 2 Panjang Total (cm) 28,8 ± 0,91 3 Tinggi (cm) 11,1 ± 0,42 4 Lebar (cm) 3,63 ± 0,22 Ikan kakap putih yang digunakan mempunyai berat yang bervariasi, yaitu g. Pengukuran morfometrik dapat memengaruhi hasil proporsi dari ikan kakap putih, diduga semakin besar bobot ikan maka semakin besar proporsi yang dihasilkan. Muthmainnah (2013) menyatakan bahwa hubungan antara pertambahan berat tubuh ikan dan pertambahan panjang ikan sangat berhubungan erat. Ikan kakap putih dengan ukuran bobot yang berbeda memiliki panjang tubuh serta proporsi tubuh yang berbeda pula. Perbedaan morfometrik dan bobot ikan kakap putih disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang memengaruhi pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar lebih mudah untuk dikontrol, misalnya makanan, lingkungan, dan suhu, sedangkan faktor dalam adalah faktor yang sulit untuk dikontrol, misalnya genetik dan ketahanan penyakit (Effendi 1997). Proporsi Ikan Kakap Putih Perhitungan proporsi tubuh dilakukan untuk mengetahui porsi bahan baku yang dapat dimanfaatkan. Proporsi bagian tubuh ikan kakap putih antara lain daging, tulang, jeroan dan sisik. Ikan kakap putih ditimbang berat utuhnya, kemudian dipreparasi dengan membagi menjadi daging, jeroan, sisik dan tulang untuk ditimbang. Persentasi proporsi kakap putih dapat dilihat pada Gambar 3. Daging ikan kakap putih mempunyai nilai proporsi terbesar. Penelitian yang dilakukan Ekawati (2014) juga menunjukkan proporsi terbesar pada daging ikan cakalang sebesar 57,8%. Perbedaan proporsi pada hasil perairan dapat dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah keadaan habitat, ukuran, jenis ikan dan kondisi fisiologis ikan.

28 12 Sisik 3,54% Jeroan 5,88% Daging 58,30% Tulang 37% Gambar 3 Proporsi ikan kakap putih Hasil ini membuktikan bahwa ikan kakap putih merupakan salah satu ikan yang dapat dimanfaatkan dagingnya sebagai bahan baku untuk diolah lebih lanjut, selain daging ikan kakap tersebut proporsi lainnya yaitu tulang, sisik, kulit dan jeroan dapat dimanfaatkan. Kulit ikan merupakan sumber mineral, dalam penelitian Jamilah et al. (2013) kulit ikan kakap putih dapat dijadikan bahan baku pembuatan kolagen. Bagian dari jeroan ikan dapat dijadikan pakan ternak dan hati ikan sebagai sumber minyak ikan. Komposisi Kimia Fillet Ikan Kakap Putih Analisis komposisi kimia suatu bahan pangan sangat penting dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kandungan gizi yang terdapat di dalam bahan pangan tersebut. Kadar proksimat fillet kakap putih segar dan setelah pengukusan yang meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kadar karbohidrat, protein larut air dan protein larut garam. Komposisi kimia pada fillet ikan kakap putih segar dan setelah pengukusan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia fillet ikan kakap putih segar dan kukus Parameter Segar (%) Kukus 10 menit (%) Kukus 20 menit (%) Air (BB) 79,45±0,35 77,06±1,29 76,1±0,26 Abu (BK) 5,94±0,01 5,36±0,01 5,17±0,02 Lemak (BK) 1,98±0,14 1,87±0,14 1,63±0,06 Protein (BK) 87,52±0,41 88,26±0,85 88,66±0,42 Karbohidrat 4,56±0,36 4,74±0,29 4,54±0,02 Kadar PLA (BK) 14,55±0,02 8,19±0,16 5,29±0,01 Kadar PLG (BK) 27,88±0,07 10,15±0,08 7,66±0,28 Keterangan : (BB) : basis basah; (BK): basis kering *nilai kadar proksimat, protein larut air dan protein larut garam dari rata-rata 3 ulangan *kadar karbohidrat dilakukan secara by difference Kadar air yang terdapat pada fillet kakap putih mengalami perubahan setelah proses pengukusan dari 79,45% menjadi 77,06%. Kadar air dari fillet ikan Rutilus frisikutum segar bervariasi dari 66% sampai 72% dan mengalami penurunan setelah proses pemasakan Hosseini et al. (2014). Penelitian lain pada ikan mackerel yang dilakukan Oduro et al. (2011) panas yang dialirkan pada mackerel saat proses

29 pengukusan menurunkan kandungan air dari 60,2% menjadi 56,6%, sehingga menyebabkan dehidrasi. Penurunan kadar air dalam produk akibat proses pengukusan disebabkan oleh menguapnya molekul air akibat reaksi termal. Hal ini menyebabkan kandungan air fillet ikan kakap putih kukus menjadi lebih rendah daripada fillet ikan kakap putih segar. Kadar abu pada fillet kakap putih mengalami perubahan setelah proses pengukusan dari 5,94% menjadi 5,17%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Aberoumand (2014) pada fillet ikan gish menunjukkan bahwa secara signifikan di semua metode pemasakan mengalami perubahan kadar abu. Penurunan kadar abu diduga disebabkan keluarnya mineral dari bahan ke dalam air saat proses pengukusan. Kandungan lemak ikan segar pada penelitian Tacon dan Metian (2013) sebesar 2,7%. Kandungan lemak fillet kakap putih pada mengalami perubahan setelah dikukus dari 1,98% menjadi 1,63%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Oduro et al. (2011), yang menunjukkan penurunan kadar lemak akibat proses pengukusan pada ikan mackerel. Pengolahan suhu tinggi juga akan merusak lemak dan mengubah kandungan lemak bahan pangan. Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan semakin meningkat. Kerusakan lemak yang terjadi akibat proses pengolahan pada penelitian Oduro et al. (2011) dapat mengakibatkan terjadinya oksidasi lemak. Selain lemak rusak karena oksidasi, lemak juga dapat rusak karena terhidrolisis. Kadar protein pada fillet kakap putih mengalami perubahan setelah dikukus dari 87,52% menjadi 88,66%. Perbedaan kadar protein antar perlakuan fillet kakap putih lebih dapat dijelaskan oleh hilangnya sebagian kandungan air pada fillet kakap putih yang telah dikukus sehingga menyebabkan lebih tingginya kadar protein total fillet kakap putih segar yang terukur. Penelitian Hosseini et al. (2014) pada fillet ikan Rutilus frisikutum mengalami peningkatan dari 21,52% menjadi 23,85%, umumnya kadar protein meningkat setelah proses pemasakan dengan metode pengolahan basah. Hal ini didukung dengan rendahnya kadar air daging ikan yang dikukus. Penurunan kadar air karena proses pengukusan akan menyebabkan protein lebih terkonsentrasi. Kualitas protein ditentukan oleh kandungan asam amino penyusunnya. Penelitian yang dilakukan Selcuk et al. (2010) menunjukkan kandungan protein mungkin berubah tergantung pada jenis spesies dan metode pengolahan yang digunakan. Berdasarkan kelarutannya, protein daging dibagi menjadi 3 yaitu protein larut air (sarkoplasma), protein larut garam (miofibril) dan protein jaringan ikat (stroma). Kandungan protein larut air (PLA) fillet kakap putih lebih kecil dibandingkan kandungan protein larut garamnya (PLG). Kandungan protein larut air pada fillet kakap putih segar sebesar 14,55%. Protein larut air yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih kecil daripada nilai protein total. Hal ini terjadi karena protein yang terhitung hanya protein larut air saja tanpa mengikutsertakan protein larut garam. Kandungan protein larut air pada proses pengukusan dengan waktu 10 dan 20 menit mengalami perubahan. Penurunan jumlah protein sarkoplasma akibat pengukusan diduga oleh mudah larutnya protein sarkoplasma dalam air, sehingga pada waktu pengukusan berlangsung terjadi koagulasi dan terlepas protein dari daging karena larut dengan air dan ikut keluar terbawa oleh uap air sehingga kandungannya dalam fillet kakap putih menurun. PLA memiliki bobot molekul yang relatif rendah sekitar 9,5-104,6 kda, ph isoelektrik tinggi dan struktur berbentuk bulat. Karakteristik 13

30 14 fisik ini mungkin yang bertanggung jawab untuk daya larut sarkoplasma yang tinggi dalam air (deman 1997). Kandungan PLG pada fillet kakap putih segar sebesar 27,88%. PLG yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih kecil daripada nilai protein total. Hal ini terjadi karena protein yang terhitung hanya protein larut garam saja tanpa mengikutsertakan protein larut air. Penelitian lain pada rajungan yang dilakukan (Jacoeb et al. 2012), PLG mengalami penurunan dari 40,87% menjadi 25,33%. Pemanasan yang dilakukan pada suhu tinggi, menyebabkan terjadinya denaturasi protein sehingga protein miofibril kehilangan sifat fungsionalnya dan kelarutannya di dalam larutan garam menjadi menurun. Protein larut garam berperan penting dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada saat pengolahan, seperti pada pengolahan produk surimi dan kamaboko. Informasi mengenai PLA dan PLG ini penting untuk mengetahui proporsi dari protein miofibril dan sarkoplasma fillet kakap putih serta pengaruh pengolahan terutama dengan pengukusan sehingga dapat menjadi informasi dasar sebagai pertimbangan pengolahan lanjutan terhadap komoditi ini baik menjadi produk intermediet ataupun produk akhir. Kandungan karbohidrat fillet kakap putih segar mengalami perubahan setelah proses pengukusan. Hasil dari penelitian Nurnadia et al. (2011) 20 jenis ikan bahwa pada ikan fringescale sardinella memiliki kandungan karbohidrat sebanyak 3%. Kandungan karbohidrat fillet kakap putih lebih tinggi dibandingkan daging ikan pada umumnya. Kandungan Asam Amino Analisis asam amino dilakukan untuk menduga komposisi asam amino dan menentukan kadar asam amino pada protein fillet kakap putih segar dan setelah proses pengukusan. Hasil dari analisis asam amino fillet kakap putih segar dan pengukusan menunjukkan adanya 15 asam amino yang terdiri dari 9 asam amino esensial (treonin, valin, fenilalanin, leusin, metionin, lisin, isoleusin, arginin dan histidin) dan 6 jenis asam amino nonesensial (aspartat, glutamat, serin, alanin, tirosin dan glisin). Kromatogram asam amino fillet kakap segar dan kukus dicantumkan pada Lampiran 2, 3 dan 4. Hasil analisis asam amino fillet kakap putih pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah asam amino esensial yang dominan pada fillet ikan kakap putih segar maupun setelah dikukus adalah lisin, sedangkan untuk asam amino non esensial yang dominan adalah asam amino glutamat. Jumlah asam amino fillet kakap putih setelah pengukusan mengalami perubahan dibandingkan fillet kakap putih segar. Hasil contoh perhitungan kadar asam amino dapat dilihat pada Lampiran 5. Setiap jenis asam amino memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain, begitu juga pengaruh suatu pengolahan terhadap jumlah asam aminonya. Tidak semua protein yang terkandung dalam bahan pangan mempunyai jumlah dan jenis asam amino yang sama (Sikorski 2001). Pengaruh pengolahan secara umum dengan menggunakan panas dapat mengakibatkan terjadinya penyusutan jumlah asam amino hingga 40% tergantung dari jenis pengolahan, suhu dan lamanya proses pengolahan (Harris dan Karmas 1989). Sifat fisikokimia setiap protein tidak sama, tergantung pada jumlah dan jenis asam aminonya.

31 15 Tabel 3 Asam amino fillet ikan kakap putih Asam amino g/100g protein Segar kukus 10 menit kukus 20 menit Esensial Treonin 0,88±0,00 1,03±0,01 2,66±0,14 Valin 4,62±0,28 4,55±0,28 4,43±0,16 Fenilalanin 3,87±0,03 3,88±0,18 3,93±0,23 Leusin 7,06±0,41 6,84±0,12 6,55±0,9 Metionin 2,65±0,31 3,14±0,24 3,22±0,59 Lisin 10,39±0,38 8,32±0,22 7,2±0,12 Isoleusin 4,45±0,45 4,51±0,03 4,65±0,06 Arginin 5,18±0,72 5,49±0,08 5,52±0,07 Histidin 2,26±0,72 1,98±0,03 1,74±0,09 Non-esensial Aspartat 7,91±0,24 8,87±0,03 8,89±0,03 Glutamat 13,82±0,00 13,79±0,03 12,95±0,04 Serin 3,09±0,52 3,33±0,22 3,37±0,03 Alanin 5,13±0,58 5,63±0,05 5,73±0,21 Tirosin 2,99±0,03 3,09±0,09 3,19±0,06 Glisin 4,99±0,58 5,28±0,03 5,29±0,09 Total 80,16±0,65 79,76±0,71 79,22±0,74 *nilai asam amino dari rata-rata 2 ulangan Fillet kakap putih yang diuji menghasilkan hampir semua jenis asam amino esensial kecuali triptofan. Hal ini terjadi karena triptofan mengalami kerusakan saat proses hidrolisis protein. Proses hidrolisis asam pada penelitian Ghaly et al. (2013) untuk memecah protein menjadi asam amino, namun metode ini menyebabkan asam amino serin dan triptofan mengalami kerusakan. Adapun tidak teridentifikasinya asam amino serin dan triptofan diduga karena pada tahap hidrolisis protein menggunakan asam yang dapat merusak asam amino tersebut. Asam amino fillet kakap putih kukus secara kuantitatif mengalami perubahan dibandingkan fillet kakap putih segar. Pengukusan dapat memengaruhi kandungan asam amino yang ada pada suatu bahan. Beberapa asam amino misalnya alanin, asam aspartat, sistin, asam glutamat, glisin, isoleusin, leusin, metionin, fenilalanin, serin, triptofan, dan tirosin larut air pada suhu C, hidroksiprolin, prolin, dan valin larut air pada suhu 0-75 C, dan histidin hanya larut air pada suhu 25 C (deman 1997). Asam amino esensial yang tertinggi fillet kakap putih segar maupun setelah dikukus adalah lisin. Kandungan asam amino lisin mengalami perubahan dari 10,39 g/100 g menjadi 7,2 g/100 g. Kandungan asam amino lisin pada penelitian Tacon dan Metian (2013) pada ikan segar sekitar 19,6% dari total protein ikan. Kadar asam amino lisin mengalami penurunan yang cukup besar, hal ini berkaitan dengan sifat lisin yang bersifat basa dalam pelarut air. Kerusakan dapat terjadi pada saat hidrolisis protein menggunakan asam, pengeringan, maupun derivatisasi. Menurut Sikorski (2001) lisin adalah asam amino yang paling rentan karena memiliki 2 gugus amino bebas yang mudah bereaksi selama proses pengolahan karena senyawa tersebut peka terhadap perubahan ph, oksigen, cahaya, panas atau kombinasinya. Makanan dari hasil perairan memiliki protein tinggi yang mudah dicerna dan nilai biologis tinggi pada profil asam amino esensial dan dapat dianjurkan sebagai persyaratan diet pada pola makan manusia. Asam amino

32 16 esensial metionin pada penelitian Tacon dan Metian (2013) pada ikan segar sekitar 6,4% dari total asam amino esensial. Asam amino non esensial yang tertinggi pada fillet kakap putih segar maupun setelah dikukus adalah asam glutamat. Menurut deman (1997), berdasarkan tingkat kelarutannya, asam glutamat memiliki tingkat kelarutan dalam air yang cukup rendah yaitu 0,7 g/100 ml pada suhu 25 C. Asam amino histidin juga merupakan asam amino pembatas pada asam amino essensial fillet kakap putih baik segar maupun setelah dikukus. Asam amino nonesensial pembatas pada fillet kakap putih segar dan setelah dikukus adalah serin. Jenis asam amino pada jenis ikan laut tersebut hampir sama, yaitu kandungan tertinggi pada asam aspartat dan asam glutamatnya. Tingginya kandungan asam amino glutamat dan aspartat terhadap fillet ikan kakap putih diduga terjadi karena proses analisis yang digunakan menggunakan metode hidrolisis asam yang mempunyai derajat hidrolisis yang lebih tinggi. Asam aspartat dan glutamat dihasilkan melalui hidrolisis asam dari asparigin dan glutamin (Lehninger 2005). Tabel 4 Perbandingan asam amino pada beberapa ikan air laut Asam amino Daging kakap putih (bk)* Daging cakalang (bk)** Segar Kukus Segar Goreng Esensial Treonin 0,88 1,03 3,30 2,69 Valin 4,62 4,55 4,25 3,43 Fenilalanin 3,87 3,88 3,23 2,5 Leusin 7,06 6,84 5,89 4,54 Metionin 2,65 3,14 6,29 1,79 Lisin 10,39 8,32 2,16 5,13 Isoleusin 4,45 4,51 3,89 3,07 Arginin 5,18 5,49 4,85 3,43 Histidin 2,26 1,98 6,72 5,51 Non-esensial Aspartat 7,91 8,87 7,35 5,72 Glutamat 13,82 13,79 11,22 8,48 Serin 3,09 3,33 2,69 2,02 Alanin 5,13 5,63 5,04 3,41 Tirosin 2,99 3,09 2,54 1,99 Glisin 4,99 5,28 4,83 3,01 Total 80,16 79,76 74,25 56,71 *Penelitian **Ekawati (2014) Perbedaan kandungan asam amino fillet kakap putih dengan biota laut lainnya dapat dilihat pada Tabel 4. Kandungan asam amino pada masing-masing spesies tidaklah sama. Kandungan total asam amino pada Tabel 4 menunjukkan jumlah asam amino pada fillet kakap putih cukup tinggi jika dibandingkan dengan jenis ikan laut lain. Proses pengukusan menunjukkan hasil penurunan asam amino yang lebih rendah dibandingkan dengan proses penggorengan terhadap daging ikan cakalang pada penelitian Ekawati (2014). Menurut Harivaindaran dan Tajul (2014) pada penelitiannya terhadap ikan hardtail scad, pengolahan dengan metode pengukusan merupakan metode yang lebih baik daripada metode penggorengan dan pemanggangan karena metode

33 17 pengukusan memiliki suhu yang lebih rendah dan kadar air yang tinggi. Semakin tinggi suhu yang digunakan mengakibatkan kadar protein pada bahan pangan semakin menurun. Secara umum pengaruh pengolahan menggunakan panas dapat mengakibatkan penyusutan jumlah asam amino tergantung dari jenis pengolahan, suhu dan lamanya proses pengolahan Selcuk et al. (2010). Struktur Jaringan Fillet Kakap Putih Analisis struktur jaringan fillet kakap putih dilakukan untuk melihat perubahan struktur jaringan fillet kakap putih sebelum dan sesudah pengukusan. Penyiapan preparat dilakukan dengan menggunakan metode parafin. Analisis struktur jaringan memerlihatkan bahwa protein pada fillet kakap putih mengalami kerusakan ditandai dengan miomer yang semakin mengalami kerusakan akibat pengukusan. Miomer transfersal terjadi keretakan maupun pengeroposan sehingga kehilangan bentuk aslinya. Bahuaud et al. (2008) menyatakan bahwa kehilangan air pada jaringan akan menyebabkan denaturasi pada protein otot dan kerusakan struktur membran. Struktur fillet kakap putih sebelum dan sesudah pengukusan dapat dilihat pada Gambar 4, 5, dan 6. Potongan melintang Potongan membujur Gambar 4 Struktur jaringan fillet kakap putih segar perbesaran (40x10). 1 = miomer utuh; 2 = ruang antar miomer; 3 = miomer retak; 4 = sarkolema retak; 5 = miomer memanjang; 6 = sarkolema utuh; 7 = ruang antar miomer Gambar 4 menunjukkan jaringan fillet kakap putih segar sudah memiliki susunan miomer utuh dengan mioseptum yang cukup lebar (1 dan 2), namun sebagian sudah mengalami kerusakan berupa retaknya sarkolema (4). Miomer terihat tersusun atas benang-benang fibril yang memanjang dan sebagian terputus (5), namun sarkolema pada fillet membujur terlihat sebagian sarkolema utuh (6). Jaringan fillet kakap putih segar terlihat adanya ruang antar miomer namun tidak terlihat adanya interstitial material (7).

34 Potongan melintang Potongan membujur Gambar 5 Struktur jaringan fillet kakap putih kukus 10 menit perbesaran (40x10) 8 = miomer transfersal; 9 = miomer transfersal; 10 = sisa mioseptum; 11 = interstitial material; 12 = miomer longitudinal; 13 = miomer longitudinal Jaringan fillet kakap putih kukus 10 menit menunjukkan jarak antara miomer dengan mioseptum masih cukup lebar, namun sudah terlihat adanya retakan miomer transfersal maupun longitudinal dan mengalami pengeroposan dan terlihat seperti spons (8, 9, 12 dan 13). Struktur jaringan fillet kakap putih 10 menit pada pemotongan melintang terlihat adanya sisa-sisa mioseptum (10). Jaringan fillet kakap putih kukus 10 menit sudah terlihat ruang antar miomer dan terlihat adanya interstitial material (11). Penelitian yang dilakukan Jacoeb et al. (2013) tentang pengaruh pengukusan terhadap ikan kakap merah yang berlangsung 10 menit dengan suhu 100 C menghasilkan struktur daging yang cukup kompak dan sebagian masih rapat, hal ini menunjukkan pemasakan dengan pengukusan mampu menghambat proses penurunan mutu ikan kakap putih. Potongan melintang Potongan membujur Gambar 6 Struktur jaringan fillet kakap putih kukus 20 menit perbesaran (40x10) 14 = miomer transfersal; 15 = miomer transfersal; 16 = interstitial material; 17 = miomer longitudinal; 18 = interstitial material Jaringan fillet kakap putih kukus 20 menit menunjukkan jarak antara miomer dan mioseptum semakin menyempit. Keretakan miomer transfersal maupun

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 14 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Pengolahan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai Juni 2011 bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan dan Laboratorium Preservasi dan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Pengambilan Sampel

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Pengambilan Sampel 14 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Agustus 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 20 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2011. Sampel sotong diambil di Muara Angke, Jakarta. Identifikasi sotong dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Juni 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan (Departemen

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu, Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU),

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 13 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai Juni 2011. Tempat-tempat yang digunakan adalah Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

Asam amino merupakan komponen utama penyusun

Asam amino merupakan komponen utama penyusun ANALISIS ASAM AMINO DALAM TEPUNG IKAN DAN BUNGKIL KEDELAI Saulina Sitompul Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein, dan dibagi dalam dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non-esensial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 20 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium biokimia, Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran dan Bobot Ikan Patin Ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kolam budidaya, Dramaga, Bogor. Ikan patin yang digunakan berupa sampel segar utuh

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI

KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel dari Balai Riset Pengembangan Budidaya Laut Lampung.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013) Penelitian deskriptif kuantitatif bertujuan

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013) Penelitian deskriptif kuantitatif bertujuan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif kuantitatif merupakan metode penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian. III.1 Bahan dan Alat yang Digunakan dalam Penelitian

Metodologi Penelitian. III.1 Bahan dan Alat yang Digunakan dalam Penelitian BAB III Metodologi Penelitian III. Bahan dan Alat yang Digunakan dalam Penelitian Obyek penelitian ini adalah teripang hitam (holothuria edulis). Sampel berupa daging teripang hitam (Holothuri edulis)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2017 di 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2017 di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang untuk pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei Tahun 2013 di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian Dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Laboratorium Nutrisi dan Kimia serta Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 18 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Agustus 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss. alat destruksi Kjeldahl 250ml -

BAB III BAHAN DAN METODE. Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss. alat destruksi Kjeldahl 250ml - BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Alat alat Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss alat destruksi Kjeldahl 250ml - - alat destilasi uap - - - labu destruksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian pengaruh konsentrasi larutan tawas terhadap protein terlarut dan kandungan asam amino pada ikan tongkol adalah melalui eksperimen di bidang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian pengaruh konsentrasi larutan tawas terhadap kandungan protein, nitrogen terlarut, dan kandungan nitrogen non protein pada ikan tongkol adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah 3. MATERI DAN METODE Proses pemanasan dan pengeringan gabah beras merah dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan. Proses penggilingan dan penyosohan gabah dilakukan di tempat penggilingan daerah Pucang

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan untuk preparasi sampel; Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 11 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2012 dan bertempat di beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 18 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Pantai Ekowisata Mangrove, Pantai Kapuk, Muara Karang, Jakarta Utara.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. 3.2 Alat Alat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2009. Pengujian proksimat bahan baku dilakukan di Laboratorium Biokimia, Pusat Antar Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Analisis Serat Kasar dengan Metode Analisis. 1. Menyiapkan kertas saring kering oven dengan diameter 4,5 cm, dicatat

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Analisis Serat Kasar dengan Metode Analisis. 1. Menyiapkan kertas saring kering oven dengan diameter 4,5 cm, dicatat LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Serat Kasar dengan Metode Analisis Proksimat 1. Menyiapkan kertas saring kering oven dengan diameter 4,5 cm, dicatat sebagai A gram. 2. Menyiapkan cawan porselen

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Lampiran1. Prosedur analisis proksimat 1. Prosedur analisis kadar air. 2. Prosedur analisis kadar serat kasar

Lampiran1. Prosedur analisis proksimat 1. Prosedur analisis kadar air. 2. Prosedur analisis kadar serat kasar LAMPIRAN 17 Lampiran1. Prosedur analisis proksimat 1. Prosedur analisis kadar air Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105-110 o C selama 1 jam, dan kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium. Faktor perlakuan meliputi penambahan pengembang dan pengenyal pada pembuatan kerupuk puli menggunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut Asap dengan Kombinasi Bumbu dilakukan pada bulan Agustus 2009 Januari 2010 yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai 13 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai penjual di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang dan Laboratorium

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Mei 2011 bertempat di Laboratorium Biologi Mikro 1 untuk identifikasi keong ipong-ipong, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Kampus Penelitian Pertanian, Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemanfaatan Susu Sapi,Susu Kerbau Dan Kombinasinya Untuk Optimalisasi Kadar Air, Kadar Lemak Dan Tekstur Keju Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 31 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pendugaan Umur simpan Tsukuda-ni Ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan Metode Akselerasi ini dilakukan pada bulan Februari-Juli 2009. Penelitian ini

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012 bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan (preparasi sampel dan analisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September 2013--Oktober 2013. Pengambilan sampel onggok diperoleh di Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) Lampiran 2. Hasil analisis kualitas air hari pertama

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) Lampiran 2. Hasil analisis kualitas air hari pertama LAMPIRAN 1 Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) perlakuan proksimat (% bobot kering) Protein Lemak Abu Serat kasar Kadar air BETN Pakan komersil 40,1376 1,4009 16,3450 7,4173

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Desikator. H 2 SO 4 p.a. pekat Tanur pengabuan

3 METODOLOGI. Desikator. H 2 SO 4 p.a. pekat Tanur pengabuan 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2011 sampai dengan Juni 2011. Sampel anemon laut (Stichodactyla gigantea) diambil disekitar kawasan Pulau Pramuka, Taman Nasional

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. III. MATERI METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen dan Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Alat dan Bahan. B. Metode Penelitian. 1. Persiapan Sampel

METODE PENELITIAN. A. Alat dan Bahan. B. Metode Penelitian. 1. Persiapan Sampel III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Sampel yang digunakan untuk pengukuran ripitabilitas yaitu isolat protein kedelai, kedelai yang ditambahkan dekstrin, dan kacang kedelai, sedangkan untuk pengukuran

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilakukan di divisi Research and Development PT Frisian Flag Indonesia, yang beralamat di Jalan Raya Bogor Km 5, Kelurahan Gedong, Pasar Rebo,

Lebih terperinci