BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Otoritas Negara dalam Penguasaan Hak Atas Tanah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Otoritas Negara dalam Penguasaan Hak Atas Tanah"

Transkripsi

1 19 BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Tinjauan Pustaka 1. Otoritas Negara dalam Penguasaan Hak Atas Tanah Otoritas Negara Republik Indonesia dalam penguasaan hak atas tanah bersumber dari konstitusi, di mana dalam Undang-undang Dasar dinyatakan bahwa salah satu tugas Negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan melindungi segenap bangsa Indonesia. Kemudian, dalam Pasal 33 UUD 1945, ditegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal tersebut tidak mengikutkan wilayah angkasa, namun berdasarkan konvensi dan hukum internasional wilayah angkasa sampai batas ketinggian tertentu adalah juga termasuk dalam yurisdiksi batas kedaulatan suatu negara. Dari Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa secara konstitusional Negara memiliki legitimasi yang kuat untuk menguasai tanah sebagai bagian dari bumi, akan tetapi penguasaan tersebut harus dalam kerangka kemakmuran rakyat. 2. Hak Menguasai Tanah Oleh Negara Hak menguasai tanah oleh Negara, dijabarkan dalam bentuk kewenangan tertentu untuk penyelenggaraan hak tersebut. Kewenangan yang diberikan oleh UUPA digolongkan dalam tiga bagian, yaitu pengaturan peruntukan, pengaturan hubungan hukum antara orang dengan bagian-bagian tanah, dan pengaturan hubungan hukum antara orang dan perbuatan hukum 1. Ketiga hal tersebut adalah merupakan intisari dari pengaturan Pasal 2 ayat (2) UUPA yang menyangkut 1 Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Universitas Trisakti, Jakarta, 2007, h

2 20 kewenangan yang diturunkan oleh Negara kepada Pemerintah. Pasal tersebut memberi wewenang pada Negara untuk mengatur bahwa tanah-tanah di daerah tertentu diperuntukkan untuk keperluan tertentu. Wewenang lain yang diberikan kepada Negara adalah untuk mengatur mengenai hak apa saja yang boleh dipunyai orang atas tanah, sifat hak tersebut, siapa yang bisa mempunyai tanah dengan hak tertentu, dan sebagainya. Wewenang yang lain diberikan kepada Negara yaitu : untuk mengatur apakah suatu hak boleh dialihkan pada pihak lain, apa syarat pengalihannya, apakah suatu hak boleh digunakan sebagai jaminan hutang, apakah orang boleh membiarkan saja hak atas tanahnya tanpa digunakan sama sekali, dan sebagainya. Ketiga jenis kewenangan Negara tersebut sesungguhnya merupakan kewenangan pengaturan yang wajar dimiliki oleh Negara, meskipun dapat berakibat adanya pembatasan-pembatasan pada orang yang memegang hak tertentu atas tanah. Pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh Negara tersebut tentunya harus berdasarkan pada kepentingan rakyat Indonesia untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Dengan demikian, hak atas tanah di Indonesia, termasuk hak milik bukan merupakan hak mutlak, yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk melakukan tindakan apa saja semaunya sendiri atas tanah yang dihakinya tersebut Independensi 3.1. Pengertian Independensi Independensi berasal dari kata dasar Independence yang berarti The state of quality of being independent; a country freedom to manage all its affairs, whether 2 dikunjungi pada tanggal 13 Desember pada pukul

3 21 external or internal without countrol by other country 3. Pengertian Independensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak ditemukan, tetapi memiliki padanan kata yaitu mandiri, kemandirian, bebas yang memiliki makna tidak memiliki ikatan pada pihak lain dalam melakukan segala bentuk aktifitasnya, bebas, otonom, ketidak berpihakan, kemandirian, atau hal lain yang memiliki persamaan makna tidak memiliki ketergantungan pada organ atau lembaga lain, dan dapat menjalankan tindakan sendiri termasuk dalam membuat suatu keputusan 4. Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menulis tentang independensi dalam konsep kedudukan Panitia Pengadaan Tanah di peraturan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam peraturan pengadaan tanah, Panitia Pengadaan Tanah terdiri dari beberapa unsur, namun yang paling mendominasi adalah unsur dari Pemerintah itu sendiri. Oleh karena itu terlebih dahulu harus diketahui pengertian dari pemerintah yang merupakan kemudi dalam bahasa latin asalnya Gubernaculum. Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan dalam bentuk (penerapan hukum dan Undang-Undang) di kawasan tertentu. Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada di bawah kekuasaan mereka. Pemerintah berbeda dengan pemerintahan, Pemerintah merupakan organ atau alat pelengkap jika dilihat dalam arti sempit pemerintah hanyalah lembaga eksekutif saja 5. 3 Bryan A Garner, Black Law Dictionary, seventh edition, West group:united States of America, 1999 page Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga. Departemen Pendidikan Nasional, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, h dikunjungi pada tanggal 13 Desember pukul

4 22 Dari penjelasan di atas, Independensi panitia pengadaan tanah dalam peraturan pengadaan tanah merupakan suatu kondisi dimana panitia pengadaan tanah merupakan penyelenggara dari kepentingan umum sehingga kedudukan panitia dalam hal ini harus dapat bersikap netral tanpa mengusung kepentingan salah satu pihak pun meskipun itu pihak instansi yang memerlukan tanah Tolak Ukur Independensi Kedudukan Dari pengertian di atas Panitia Pengadaan Tanah yang penulis maksud dalam penulisan skripsi ini adalah pelaksana dari pengadaan tanah yang berpedoman pada peraturan pengadaan tanah sebagai tolak ukur untuk menjalankan kedudukannya sebagai penyelenggara dari kepentingan umum. Independensi Panitia Pengadaan Tanah dalam peraturan pengadaan tanah dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana Panitia Pengadaan Tanah berkedudukan sebagai pihak yang netral karena menjadi penengah antara instansi yang memerlukan tanah dengan masyarakat selaku pemegang hak atas tanah. Kenetralan yang penulis maksud di sini yaitu suatu kondisi dimana Panitia Pengadaan Tanah tidak boleh mengusung kepentingan salah satu pihak, meskipun itu pihak instansi yang memerlukan tanah sekalipun yang merupakan bagian dari pemerintah itu sendiri karena dalam menjalankan tugasnya, Panitia Pengadaan Tanah tidak boleh ada keterbepihakan Panitia Pengadaan Tanah sebagai penyelenggara dari kepentingan umum, maka kegiatan pembangunan yang dilakukan harus memperhatikan kepentingan seluruh lapisan masyarakat dan dibatasi pada kegiatan pembangunan yang dilakukan dan dimiliki oleh pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan. Karena inti dari pembangunan

5 23 untuk kepentingan umum sendiri adalah untuk kepentingan masyarakat yang lebih banyak dan digunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kedudukan Panitia Pengadaan Tanah dalam posisi ini juga berfungsi sebagai mediator antara instansi yang memerlukan tanah dengan masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah. Mediator yang penulis maksud adalah Panitia Pengdaan Tanah merupakan penghubung untuk menyalurkan aspirasi masyarakat yang berkenaan dengan pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah Komposisi Keanggotaan Didalam independensi panitia pengadaan tanah sangat berkaitan erat dengan komposisi keanggotaannya. Untuk memenuhi keindependensian dari ke anggotaan dari panitia pengadaan tanah harus terdapat orang yang bukan dari instansi pemerintah atau orang yang netral dari kepentingan pengadaan tanah tersebut, agar terdapat keseimbangan didalam anggota panitia karena terdapat anggota yang tidak memihak kepentingan rencana pengadaan tanah saja Penentu Ganti rugi Penentu ganti kerugian dalam pengadaan tanah haruslah dari lembaga atau orang perseorangan yang professional yang dapat menentukan harga dengan layak dan adil, lembaga atau orang perseorangan tersebut haruslah dari luar instansi pemerintah agar tidak terdapat keterpihakan. sehingga terdapat independensi didalam proses penentuan ganti rugi karena terdapat lembaga atau perorangan yang tidak memiliki kepentingan didalam perencanaan pengadaan tanah. Meskipun jika tidak terdapat persetujuan nilai ganti rugi masih diberikan kesempatan pada pemegang hak atas tanah untuk mengajukan keberatan, dalam pengajuan keberatan pun harus terdapat badan lain dalam hal ini bukan termasuk

6 24 instansi pemerintah yang berkepentingan dalam perencanaan pengadaan tanah agar dapat memutus nilai ganti ruginya dapat dengan layak dan adil. 4. Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum Dalam bagian ini penulis akan menguraikan tentang pengertian dari pengadaan tanah, kepentingan umum, musyawarah, ganti kerugian (syarat layak, dasar perhitungan) Pengertian Pengadaan Tanah Pengertian tentang pengadaan tanah terdapat di masing-masing peraturan pengadaan tanah. Dalam PMDN No. 15 Tahun 1975 pengadaan tanah dikenal dengan istilah Pembebasan Tanah yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) yang bunyinya: Pembebasan tanah ialah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat di antara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi. Dalam pasal di atas terlihat jelas bahwa pembebasan tanah adalah proses melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah atau penguasa tanah dengan cara memberikan ganti kerugian, dalam pasal tersebut tidaklah adil karena untuk melepaskan hak atas tanah haruslah dari kerelaan setiap pemegang hak atas tanah, akan tetapi dengan pembebasan berarti tanpa kerelaan atau dengan paksaan pemegang hak atas tanah, hak atas tanahnya dapat diambil dengan cara memberikan ganti kerugian. Setelah PMDN No. 15 Tahun 1975 istilah Pembebasan tanah sudah tidak berlaku lagi dan diganti dengan pengadaan tanah yang terdapat di Pasal 1 ayat (1) Keppres No. 55 Tahun 1993 yang bunyinya: Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut.

7 25 Dari isi Pasal di atas terlihat adanya cara yang dilakukan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada orang yang berhak. Setelah Keppres No. 55 Tahun 1993 tidak berlaku munculah peraturan Perpres No. 36 Tahun 2005 yang di dalamnya juga mengatur mengenai pengertian dari pengadaan tanah sebagaimana telah diubah dalam Pasal 1 ayat (3) Perpres No. 65 Tahun 2006 yang bunyinya: Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah." Proses pengadaan tanah dalam peraturan ini berbeda dengan peraturan sebelumnya, karena di peraturan ini kegiatan untuk mendapatkan tanah tidak hanya terfokus pada proses penyerahan tanahnya saja tetapi juga pada bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Peraturan terbaru yang terdapat pengaturan mengenai pengertian pengadaan tanah adalah Pasal 1 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang bunyinya: Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Dari isi Pasal di atas terlihat bahwa proses pengadaan tanah yang dilakukan harus secara layak dan adil agar pemegang hak atas tanah yang tanahnya terkena pengadaan tanah tidak mengalami kemunduran akibat dari hak atas tanahnya terkena pembangunan untuk kepentingan umum. Selain pengertian pengadaan tanah berdasarkan peraturan pengadaan tanah, Gunanegara juga mendefiniskan mengenai pengadaan tanah yaitu proses

8 26 pelepasan hak atas kepemilikan orang atas tanah dan/atau benda-benda yang ada di atasnya yang dilakukan secara sukarela untuk kepentingan umum 6. karakter yaitu: Dari beberapa pengertian pengadaan tanah di atas terdapat persamaan - Adanya kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan melepaskan hak atas tanah menjadi milik Negara; - Adanya pemberian ganti kerugian. Berdasarkan uraian dari unsur pengadaan tanah tersebut, menurut penulis pengadaan tanah pada intinya merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan tanah dari pemilik tanah. Jadi pengadaan tanah dilakukan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dengan cara pemberian ganti rugi kepada pemegang hak atas tanah Kepentingan Umum Adanya kepentingan umum merupakan prinsip dasar jika ditinjau dari berbagai peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan pengadaan tanah di Indonesia. Secara eksplisit kata kepentingan umum didapati pada Pasal 18 UUPA yang berbunyi: Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang. Dalam UU No. 20 Tahun 1961 tentang Pecabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya, dalam pengertian kepentingan umum ditambahkan dengan kepentingan pembangunan. Dalam peraturan ini ketentuan 6 Gunanegara, Rakyat & Negara, Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembanguan, PT.Tatanusa, Jakarta, 2008, h. 2.

9 27 hukum yang terkait dengan kepentingan umum adalah Pasal 6 UUPA yang berbunyi: semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Pasal tersebut mengandung arti bahwa setiap pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah harus merelakan tanahnya apabila diperlukan atau dicabut oleh negara demi kepentingan umum. Setiap hak yang dikuasai atau dimiliki oleh seseorang tidak dibenarkan apabila dipergunakan hanya untuk kepentingan pribadinya. Maka dari itu, penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifatnya sehingga dapat bermanfaat bagi pemiliknya atau pemegang haknya maupun bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan Negara. Demikian juga dalam PMDN No. 15 Tahun 1975 tidak memberikan pengertian tentang kepentingan umum, hanya dalam konsideran disebutkan tentang pembebasan tanah yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan akan tanah dalam usaha-usaha pembangunan yang dilakukan oleh instansi/badan pemerintah maupun kepentingan swasta khususnya untuk keperluan pemerintah. Dalam hal ini berarti pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan untuk kepentingan umum maupun masyarakat luas. Menurut Michael G Kitay, doktrin kepentingan umum dalam berbagai negara diungkapkan dalam dua cara yaitu 7 : a. Pedoman Umum (General Guide) Negara hanya menyatakan bahwa pengadaan tanah dibutuhkan untuk kepentingan umum atau yang secara umum menyebutkan bahwa pengadaan tanah harus berdasarkan kepentingan umum (Public Purpose). Istilah Public menjadi social, general, commom, atau 7 Andrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, Cet ke-1, Sinar Grafika: Jakarta, h. 68.

10 28 collective. Sedangkan, kata purpose diganti menjadi need, necessity, interest, function, utility, atau use. Negara yang menggunakan pedoman umum ini, biasanya tidak secara eksplisit mencantumkan kegiatan yang termasuk kepentingan umum. a. Ketentuan-Ketentuan Daftar Penyebutan kepentingan umum dalam suatu daftar kegiatan yang secara jelas mengidentifikasikan tujuannya. Daftar ini secara eksplisit mengidentifikasi kepentingan itu. Kepentingan yang tidak terdaftar dalam daftar tersebut, tidak dapat dijadikan dasar pengadaan tanah. Maria Sumardjono menyatakan bahwa kepentingan umum dapat dijabarkan dalam 2 hal yakni 8 : - Berupa pedoman umum yang menyebutkan bahwa pengadaan tanah dilakukan berdasarkan alasan kepentingan umum melalui berbagai istilah. Karena berupa pedoman, hal ini dapat mendorong eksekutif secara bebas menyatakan suatu proyek memenuhi persyaratan kepentingan umum. - Penjabaran kepentingan umum dalam daftar kegiatan. Dalam prakteknya pengadaan tanah yang dilakukan berdasarkan alas an kepentingan umum melalui berbagai istilah dan pengadaan tanah yang dilakukan dengan cara penjabaran kepentingan umum dalam daftar kegiatan, di tempuh secara bersamaan. 8 Maria S.W. Sumardjono, Perpres No 36/ 2005: Dampaknya Bagi Kepentingan Umum, Kompas 16 Juni 2005.

11 29 Selain pengertian kepentingan umum di atas, dalam UU No. 2 Tahun 2012 terdapat pengertian tentang kepentingan umum yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 6 yang berbunyi: Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Berdasarkan beberapa pengertian pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam Keppres No. 55 Tahun 1993, Perpres No. 36 Tahun 2005, Perpres No. 65 Tahun 2006 dan UU No. 2 Tahun 2012, maka kegiatan yang dapat di kategorikan sebagai kepentingan umum ada 5 (lima) unsur yaitu 9 : a. Adanya kepentingan seluruh lapisan masyarakat; b. Dilakukan dan dimiliki oleh Pemerintah; c. Tidak digunakan untuk mencari keuntungan; d. Masuk dalam daftar kegiatan yang telah ditentukan; e. Perencannya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Musyawarah Pengadaan tanah diselenggarakan untuk kepentingan umum maka pelaksanaanya harus berdasarkan musyawarah antara instansi yang memerlukan tanah dengan pemilik tanah atau pemegang hak atas tanah. Sedangkan pemerintah dalam hal ini Panitia Pengadaan Tanah dalam kegiatan musyawarah berkedudukan sebagai mediator sehingga Panitia Pengadaan Tanah harus dapat bersikap netral. 9 Umar Said Sugiharto, Suratman, Noorhudha Muchsin, Hukum Pengadaan Tanah Pengadaan Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum Pra dan Pasca Reformasi, Penerbit Setara Press, Malang, 2015, h. 73.

12 30 Seluruh kegiatan pengadaan tanah dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pihak yang memerlukan tanah dan pemegang hak atas tanah. Kegiatan fisik pembangunan baru dapat dilaksanakan bila telah menjadi kesepakatan antara pihak dan ganti rugi telah diserahkan 10. Dalam kegiatan musyawarah kedudukan antara Instansi yang memerlukan tanah dan pemegang hak atas tanah harus seimbang. Kedudukan seimbang yang penulis maksud yaitu bukan hanya instansi yang membutuhkan tanah saja yang mendominasi jalannya semua kegiatan musyawarah termasuk dalam hal pengambilan keputusan, namun kedudukan seimbang disini bagaimana Panitia Pengadaan Tanah sebagai pihak yang netral mengambil keputusan dari proses dialogis yang dilakukan dalam musyawarah antara pemegang hak atas tanah dengan instansi yang memerlukan tanah dengan memperhatikan aspirasi, pendapat, dan keinginan dari pemegang hak atas tanah sehingga tidak merugikan kehidupannya di kemudian hari jika pengadaan tanah di lakukan di lokasi tersebut. Pengadaan tanah berbeda dengan pencabutan atas tanah yang dipaksakan walaupun tanpa musyawarah, apalagi untuk kebutuhan mendesak (Pasal 18 UUPA). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tiada pengadaan tanah tanpa musyawarah. Karena itu, pengadaan tanah berbasis pada kesepakatan, tanpa kesepakatan pada prinsipnya tidak ada pengadaan tanah. Kesepakatan dimaksud adalah kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. 10 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Kompas, Jakarta, 2009, h

13 Ganti Kerugian Dalam Pengadaan tanah, pemberian ganti kerugian yang layak kepada pemegang hak atas tanah berdasarkan kesepakatan dalam prinsip musyawarah. Tiada pengadaan tanah tanpa ganti kerugian. Oleh karena itu penentuan bentuk dan besar ganti kerugian juga merupakan aspek penting dalam pengadaan tanah. Oleh karenanya pemberian ganti rugi harus mampu meningkatkan kesejahteraan pelepas hak secara ekonomi. Sehingga pemegang hak atas tanah tidak mengalami kemunduran ekonomi setelah adanya pengadaan tanah. Ganti Kerugian merupakan penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Dalam ganti rugi terdapat beberapa unsur yaitu: Penentu Penilaian Ganti Rugi Salah satu unsur dari pengadaan tanah adalah pemberian ganti kerugian. Ganti rugi yang harus diberikan dalam pengadaan tanah haruslah ganti kerugian yang adil yang berarti bahwa pemberian ganti rugi tidak membuat seseorang menjadi lebih kaya atau lebih miskin dari keadaan semula 11. Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan tolak ukur dari syarat ganti rugi yang layak yaitu apabila ganti kerugian yang diberikan setidaknya tidak membuat menurunnya taraf kehidupan dari masyarakat yang terkena pengadaan tanah, bahkan ganti kerugian tersebut memiliki syarat layak yang cukup baik apabila dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari pada tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelumnya. 11 Ibid h. 250.

14 32 Untuk memenuhi syarat layak tersebut, maka di setiap peraturan pengadaan tanah terdapat penentu penilaian ganti kerugian yang berbeda. Pada PMDN No. 15 Tahun 1975 dan Keppres No. 55 Tahun 1993 yang berkedudukan sebagai penentu ganti kerugian adalah Panitia Pengadaan Tanah, kemudian di Pepres No.36 Tahun 2005 jo Perpres No. 65 Tahun 2006 dilakukan oleh Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah dan di UU No. 22 Tahun 2012 penentu penilaian ganti kerugian dilakukan oleh Penilai Pertanahan Dasar Perhitungan Untuk mencapai syarat yang ditentukan dalam pemberian ganti rugi dalam rangka pengadaan tanah tersebut, harus diperhitungkan dengan membuat standar tertentu. Dalam PMDN No. 15 Tahun 1975 dasar perhitungan ganti kerugian di dasarkan pada harga umum setempat atau harga rata-rata taksiran dari masingmasing anggota jika terjadi perbedaan taksiran. Sedangkan di Keppres No. 55 Tahun 1993 dan Perpres No. 36 Tahun 2005 jo Perpres No. 65 tahun 2006 dasar perhitungannya didasarkan pada: a. Nilai Jual Objek Pajak atau Nilai nyata/sebenarnya, dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak tahun berjalan berdasarkan penetapan/penilaian Lembaga/ Tim Penilai harga tanah yang ditunjuk oleh Panitia. b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan; c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian. d. faktor-faktor strategis yang dapat mempengaruhi harga tanah.

15 33 Sedangkan di peraturan terbaru pengadaan tanah, yaitu UU No. 2 Tahun 2012 dasar perhitungan ganti kerugiannya didasarkan pada hasil penilaian dari penilai pertanahan yang penilalaian dilakukan bidang per bidang tanah meliputi: - tanah, - ruang atas dan bawah tanah, - bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah - kerugian lain yang dapat dinilai. Adanya dasar perhitungan tersebut bisa dijadikan sebagai acuan dalam penentuan besarnya nilai ganti rugi, sehingga ganti rugi yang diberikan benarbenar ada landasan perhitungannya yang pasti. Oleh karena itu dapat memperkecil kemungkinan adanya sikap sewenang-wenang Panitia Pengadaan Tanah dalam menentukan ganti kerugiannya. Apabila pemegang hak atas tanah merasa nilai ganti rugi yang di berikan masih belum sesuai dengan nilai tanahnya maka pemegang hak atas tanah dapat mengajukan keberatan. B. Hasil Penelitian Dalam bagian hasil penelitian ini penulis akan menjabarkan pasal demi pasal di berbagai peraturan yang mengatur tentang kedudukan Panitia Pengadaan Tanah sebagai penyelenggara kepentingan umum dalam setiap peraturan pengadaan tanah. Peraturan tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum digunakan sebagai pedoman bagi Panitia Pengadan Tanah sebagai penyelenggara dari kepentingan umum sehingga Panitia Pengadaan Tanah dalam menjalankan kedudukannya dapat bersikap profesional dan independen. Dalam kedudukannya sebagai penyelenggara dari kepentingan umum Panitia Pengadaan

16 34 Tanah memiliki beberapa tolak ukur yang terdapat dalam masing-masing peraturan pengadaan tanah yaitu: 1. PMDN No. 15 Tahun 1975 Dalam peraturan ini, pengadaan tanah masih dikenal dengan istilah pembebasan tanah yaitu melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat di antara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi. Dalam peraturan ini terdapat juga pengertian tentang Panitia Pembebasan Tanah yang merupakan suatu Panitia dengan tugas melakukan pemeriksaan/penelitian dan penetapan ganti rugi dalam rangka pembebasan sesuatu hak atas tanah dengan atau tanpa bangunan/tanaman tumbuh di atasnya, yang pembentukannya ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah untuk masing-masing Kabupaten/Kotamadya dalam suatu wilayah Provinsi yang bersangkutan. Dalam peraturan ini juga dapat dilihat adanya susunan keanggotaan dari panitia pembebasan tanah yang terdiri dari unsur: - Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya sebagai Ketua merangkap anggota. - Seorang pejabat dari Kantor Pemerintah Daerah Tingkat II yang ditunjuk oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah yang bersangkutan sebagai anggota. - Kepala Kantor IPEDA/IREDA atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota. - Seorang pejabat yang ditunjuk oleh instansi yang memerlukan tanah tersebut sebagai anggota.

17 35 - Kepala Dinas Pekerjaan Umum Daerah Tingkat II atau pejabat yang ditunjuknya apabila mengenai tanah bangunan dan/atau Kepala Dinas Pertanian Daerah Tingkat II atau pejabat yang ditunjuknya jika mengenai tanah pertanian sebagai anggota. - Kepala Kecamatan yang bersangkutan sebagai anggota. - Kepala Desa atau yang dipersamakan dengan itu sebagai anggota. - Seorang pejabat dari Kantor Sub Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya yang ditunjuk oleh Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan sebagai Sekretaris bukan anggota. Gubernur Kepala Daerah dapat membentuk Panitia Pembebasan Tanah Tingkat Provinsi dengan susunan keanggotaan dari instansi-instansi sepanjang tanah yang dibebaskan itu terletak di wilayah beberapa Kabupaten/Kotamadya atau jika menyangkut proyek-proyek khusus. Adapun tugas dari panitia pembebasan tanah yaitu: - mengadakan inventarisasi serta penelitian setempat terhadap keadaan tanahnya, tanam tumbuh dan bangunan-bangunan; - mengadakan perundingan dengan para pemegang hak atas tanah dan bangunan/tanaman; - menaksir besarnya ganti rugi yang akan dibayarkan kepada yang berhak; - membuat berita acara pembebasan tanah disertai fatwa/pertimbangannya;

18 36 - menyaksikan pelaksanaan pembayaran ganti rugi kepada yang berhak atas tanah Bangunan/tanaman tersebut. Hal lain yang diatur dalam peraturan ini pengaturan terkait ganti kerugian. Di dalam mengadakan penaksiran/penetapan mengenai besarnya ganti rugi, Panitia Pembebasan Tanah harus mengadakan musyawarah dengan para pemilik/pemegang hak atas tanah dan/atau benda/ tanaman yang ada di atasnya berdasarkan harga umum setempat. Panitia Pembebasan Tanah berusaha agar dalam menentukan besamya ganti rugi terdapat kata sepakat diantara para anggota Panitia dengan memperhatikan kehendak dari para pemegang hak atas tanah. Apabila terdapat perbedaan taksiran ganti rugi di antara para anggota Panitia itu, maka yang dipergunakan adalah harga rata-rata dari taksiran masing-masing anggota. Kemudian keputusan Panitia Pembebasan Tanah mengenai besar/bentuknya ganti rugi tersebut disampaikan kepada instansi yang memerlukan tanah, para pemegang hak atas tanah dan para anggota Panitia yang turut mengambil keputusan. Akan tetapi jika terjadi penolakan ganti kerugian oleh pemilik tanah, maka Panitia Pembebasan Tanah setelah menerima dan mempertimbangkan alasan penolakan tersebut, dapat mengambil sikap sebagai berikut: - Tetap kepada putusan semula; - Meneruskan surat penolakan dimaksud dengan disertai pertimbangan-pertimbangannya kepada Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan untuk diputuskan.

19 37 Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan setelah mempertimbangkan dari segala segi, dapat mengambil keputusan yang bersifat mengukuhkan putusan Panitia Pembebasan Tanah atau menentukan lain yang bertujuan mencari jalan tengah agar dapat diterima oleh kedua belah pihak. Keputusan Gubernur disampaikan kepada masing-masing pihak yang bersangkutan dan Panitia Pembebasan Tanah. 2. KEPPRES No. 55 Tahun 1993 Dengan berlakunya Keppres No 55 Tahun 1993 ini sudah tidak digunakannya lagi istilah pembebasan tanah, melainkan sudah menggunakan istilah pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Menurut Keppres No. 55 tahun 1993 ini, Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut. Prosedur pengadaan tanah dilakukan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Adapun pengertian dari pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah. Untuk membantu jalannya pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, maka oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dibentuk Panitia Pengadaan Tanah yang disetiap Kabupaten atau Kotamadya Tingkat II. Jika dalam Pengadaan tanah yang terletak di dua wilayah Kabupaten/Kotamadya atau lebih dilakukan dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah Tingkat Provinsi yang diketuai atau dibentuk oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang

20 38 bersangkutan, dan susunan keanggotaannya sejauh mungkin mewakili Instansiinstansi yang terkait di Tingkat Provinsi dan Daerah Tingkat II yang bersangkutan. Panitia Pengadaan Tanah susunan keanggotaannya terdiri dari: - Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II sebagai Ketua merangkap Anggota; - Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota; - Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai Anggota; - Kepala Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab di bidang bangunan, sebagai Anggota; - Kepala Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab di bidang pertanian, sebagai Anggota; - Camat yang wilayahnya meliputi bidang tanah dimana rencana dan pelaksanaan pembangunan akan berlangsung sebagai Anggota; - Lurah/Kepala Desa yang wilayahnya meliputi bidang tanah dimana rencana dan pelaksanaan pembangunan akan berlangsung, sebagai Anggota; - Asisten Sekretaris Wilayah Desa Bidang Pemerintahan atau Kepala Bagian Pemerintahan pada Kantor Bupati/Walikotamadya sebagai Sekretaris I bukan Anggota; - Kepala Seksi pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagai Sekretaris II bukan Anggota.

21 39 Adapun tugas dari Panitia Pengadaan Tanah yaitu: - mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan; - mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya; - menaksir dan mengusulkan besarnya ganti kerugian atas tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan; - memberi penjelasan atau penyuluhan kepada pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut; - mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian; - menyaksikan pelaksanaan penyerahan uang ganti kerugian kepada para pemegang hak atas tanah bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada di atasnya; - membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan melalui musyawarah secara langsung antara pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah. Dalam hal jumlah pemegang hak atas tanah tidak memungkinkan terselenggaranya musyawarah secara efektif, maka musyawarah dilaksanakan Panitia Pengadaan Tanah dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan wakil-wakil yang

22 40 ditunjuk diantara dan oleh para pemegang hak atas tanah, yang sekaligus bertindak selaku kuasa mereka. Musyawarah dipimpin oleh Ketua Panitia Pengadaan Tanah. Adapun cara perhitungan ganti kerugian ditetapkan atas dasar: - harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya, dengan memperhatikan nilai jual obyek Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait untuk tanah yang besangkutan; - nilai jual bangunan yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab di bidang pertanian; - nilai jual tanaman yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian. Apabila dalam musyawarah telah dicapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah, maka Panitia Pengadaan Tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan tersebut. Jika musyawarah telah diupayakan berulang kali dan kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian tidak tercapai juga, Panitia Pengadaan Tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dengan sejauh mungkin memperhatikan pendapat, keinginan, saran dan pertimbangan yang berlangsung dalam musyawarah. Jika pemegang hak atas tanah yang tidak menerima keputusan panitia Pengadaan Tanah dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I disertai penjelasan mengenai sebab-sebab dan alasan keberatan tersebut. Kemudian setelah menerima keberatan dari pemilik tanah, Gubernur Kepala

23 41 Daerah Tingkat I mengupayakan penyelesaian mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian tersebut, dengan mempertimbangkan pendapat dan keinginan semua pihak. Setelah mendengar dan mempelajari pendapat dan keinginan pemegang hak atas tanah serta pertimbangan Panitia Pengadaan Tanah, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengeluarkan keputusan yang dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan Panitia Pengadaan Tanah mengenai bentuk dan atau besarnya ganti kergian yang akan diberikan. 3. PERPRES No. 36 Tahun 2005 jo PERPRES No. 65 Tahun 2006 Sama dengan peraturan sebelumnya, dalam peraturan ini juga terdapat pengertian tentang pengadaan tanah yaitu setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dan dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum di wilayah kabupaten/kota dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah kabupaten/kota yang dibentuk oleh Bupati/Walikota. Panitia pengadaan tanah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dibentuk oleh Gubernur. Pengadaan tanah yang terletak di dua wilayah kabupaten/kota atau lebih, dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah provinsi yang dibentuk oleh Gubernur. Pengadaan tanah yang terletak di dua

24 42 wilayah provinsi atau lebih, dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah yang dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri yang terdiri atas unsur Pemerintah dan unsur pemerintah daerah terkait. Susunan keanggotaan panitia pengadaan tanah terdiri atas unsur perangkat daerah terkait. Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota paling banyak 9 (sembilan orang) dengan susunan sebagai berikut: - Sekretaris Daerah sebagai Ketua merangkap Anggota; - Pejabat dari unsur perangkat daerah setingkat eselon II sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota; - Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap Anggota; dan - Kepala Dinas/Kantor/Badan di Kabupaten/Kota yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk sebagai Anggota. Adapun tugas dari Panitia Pengadaan Tanah yaitu: - memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat; - mengadakan penelitian dan inventarisasi atas bidang tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan; - mengadakan penelitian mengenai status hukum bidang tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya; - mengumumkan hasil penelitian dan inventarisasi

25 43 - menerima hasil penilaian harga tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dari Lembaga atau Tim Penilai Harga Tanah dan pejabat yang bertanggungjawab menilai bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah; - mengadakan musyawarah dengan para pemilik dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi; - menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan; - menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemilik; - membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak; - mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota; dan - menyampaikan permasalahan disertai pertimbangan penyelesaian pengadaan tanah kepada Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta apabila musyawarah tidak tercapai kesepakatan untuk pengambilan keputusan. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan melalui musyawarah dalam rangka memperoleh kesepakatan mengenai:

26 44 - pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilokasi tersebut; - bentuk dan besarnya ganti rugi. Musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah bersama panitia pengadaan tanah, dan instansi Pemerintah atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah. Dalam hal jumlah pemegang hak atas tanah tidak memungkinkan terselenggaranya musyawarah secara efektif, maka musyawarah dilaksanakan oleh panitia pengadaan tanah dan instansi Pemerintah atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah dengan wakil-wakil yang ditunjuk di antara dan oleh para pemegang hak atas tanah, yang sekaligus bertindak selaku kuasa mereka. Penunjukan wakil atau kuasa dari para pemegang hakharus dilakukan secara tertulis, bermaterai cukup yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah atau surat penunjukan/kuasa yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang. Musyawarah dipimpin oleh ketua panitia pengadaan tanah. Dalam rangka menetapkan dasar perhitungan ganti rugi didasarkan atas: - Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia; - nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggungjawab di bidang bangunan; - nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggungjawab di bidang pertanian.

27 45 Dalam rangka menetapkan dasar perhitungan ganti rugi, Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ganti rugi diserahkan langsung kepada pemegang hak atas tanah atau yang berhak sesuai dengan peraturan perundang-undangan; atau nadzir bagi tanah wakaf. Pemegang hak atas tanah yang tidak menerima keputusan panitia pengadaan tanah dapat mengajukan keberatan kepada Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sesuai kewenangan disertai dengan penjelasan mengenai sebab-sebab dan alasan keberatan tersebut. Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sesuai kewenangan mengupayakan penyelesaian mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi tersebut dengan mempertimbangkan pendapat dan keinginan dari pemegang hak atas tanah atau kuasanya. Setelah mendengar dan mempelajari pendapat dan keinginan pemegang hak atas tanah serta pertimbangan panitia pengadaan tanah, Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sesuai kewenangan mengeluarkan keputusan yang dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan panitia pengadaan tanah mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi yang akan diberikan. 4. UU No 2 Tahun 2012 UU No. 2 Tahun 2012 merupakan peraturan terbaru dari pengadaan tanah yang didalamnya termuat definisi dari pengadaan tanah yaitu kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak danadil kepada pihak yang berhak. Perbedaan dengan peraturan tanah sebelumnya,

28 46 peraturan ini mencantumkan tujuan dari pengadaan tanah adalah menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku kepentingan yang merupakan pemuka agama dan tokoh adat. Menurut pendapat penulis, pemangku kepentingan merupakan pihak yang memiliki kepentingan terhadap obyek pelepasan tanah seperti pihak yang berhak, pemerintah dan masyarakat. Sama halnya dengan peraturan yang lain, UU ini juga mengatur mengenai adanya proses musyawarah, tetapi menggunakan istilah lain yaitu konsultasi publik yang berarti proses komunikasi dialogis atau musyawarah antar pihak yang berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Apabila pihak yang berhak berhalangan hadir, dapat dilakukan perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh pihak yang berhak atas lokasi rencana pembangunan. Konsultasi Publik rencana pembangunan dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari Pihak yang Berhak yang dilakukan dengan melibatkan Pihak yang Berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta dilaksanakan di tempat rencana pembangunan Kepentingan Umum atau di tempat yang disepakati. Pelibatan Pihak yang Berhak dapat dilakukan melalui perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh Pihak yang Berhak atas lokasi rencana pembangunan. Kesepakatan dituangkan dalam bentuk berita acara kesepakatan. Atas dasar kesepakatan, Instansi yang memerlukan tanah mengajukan

29 47 permohonan penetapan lokasi kepada gubernur. Kemudian Gubernur menetapkan lokasi. Apabila sampai dengan jangka waktu 60 (enam puluh)hari kerja pelaksanaan Konsultasi Publik rencana pembangunan terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, dilaksanakan Konsultasi Publik ulang dengan pihak yang keberatan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Apabila dalam Konsultasi Publik ulang masih terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, Instansi yang memerlukan tanah melaporkan keberatan dimaksud kepada Gubernur setempat. Gubernur membentuk tim untuk melakukan kajian atas keberatan rencana lokasi pembangunan. Tim kajian terdiri atas: - Sekretaris daerah provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua merangkap anggota; - Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai sekretaris merangkap anggota; - Instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan pembangunan daerah sebagai anggota; - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai anggota; - Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota; dan akademisi sebagai anggota. Hasil kajian tim berupa rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan rencana lokasi pembangunan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan oleh Gubernur. Kemudian Gubernur

30 48 berdasarkan rekomendasi mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan. Dalam hal ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan, Gubernur menetapkan lokasi pembangunan. Dalam hal diterimanya keberatan atas rencana lokasi pembangunan, Gubernur memberitahukan kepada Instansi yang memerlukan tanah untuk mengajukan rencana lokasi pembangunan di tempat lain. Jika setelah penetapan lokasi pembangunan masih terdapat keberatan, Pihakyang Berhak terhadap penetapan lokasi dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya penetapan lokasi.pengadilan Tata Usaha Negara memutus diterima atau ditolaknya gugatan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya gugatan. Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalamwaktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum. Lembaga Pertanahan menetapkan Penilai sesuaidengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai adalah orang perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah mendapat izin praktek penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan tanah. Lembaga Pertanahan mengumumkan Penilai yang telah ditetapkan untuk

31 49 melaksanakan penilaian Objek Pengadaan Tanah yang memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan. Pelanggaran terhadap kewajiban Penilai dikenakan sanksi administratif dan/ atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi: tanah; - ruang atas tanah dan bawah tanah; - bangunan; - tanaman; - benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau - kerugian lain yang dapat dinilai. Nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan dengan berita acara yang menjadi dasar musyawarah penetapan Ganti Kerugian. Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan Pihak yang Berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Ganti Kerugian. Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang Berhak yang dimuat dalam berita acara kesepakatan.

32 50 Apabila tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, Pihak yang Berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan Ganti Kerugian. Pengadilan negeri memutus bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Jika terdapat Pihak yang keberatan terhadap putusan pengadilan negeri dalamwaktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Putusan pengadilan negeri/mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran Ganti Kerugian kepada pihak yang mengajukan keberatan. Dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan, karena hukum Pihak yang Berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya Ganti Kerugian. Pemberian Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah diberikan langsung kepada Pihak yang Berhak berdasarkan hasil penilaian yang ditetapkan dalam musyawarah dan/atau putusan pengadilan negeri/mahkamah Agung. Pada saat pemberian Ganti Kerugian Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian wajib melakukan pelepasan hak dan menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan Objek Pengadaan Tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan.

33 51 C. ANALISIS Dari hasil penelitian yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis akan memaparkan analisis independensi Panitia Pengadaan Tanah dalam setiap peraturan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, sehingga dapat diketahui pasal-pasal dalam peraturan pengadaan tanah yang menjadi tolak ukur independesi Panitia Pengadaan Tanah, sebagai penyelenggara dari kepentingan umum. Independensi yang penulis maksud disini merupakan independensi dalam konsep kedudukan Panitia Pengadaan Tanah di peraturan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang dalam proses pengadaan tanah harus bersikap netral dan tidak berpihak kepada salah satu pihak sekalipun itu pihak instansi yang memerlukan tanah, sehingga dalam menjalankan tugas dan kewenengannya sebagai penyelenggara dari kepentingan umum, panitia pengadaan tanah dapat bersikap obyektif tanpa menitikberatkan kepada salah satu pihak dalam mengambil sikap dan keputusan yang terkait dengan penyelenggaraan pengadaan tanah. Sebelum menganalisis independensi Panitia Pengadaan Tanah dalam masing-masing peraturan pengadaan tanah, penulis akan memaparkan tolak ukur independensi pemerintah dalam tiap peraturan pengadaan tanah yaitu sebagai berikut:

34 52 Tabel Tolak Ukur Independesi Pemerintah dalam Peraturan Pengadaan No. Tolak Ukur PMDN No.15 Tahun 1975 dan PMDN No.2 Tahun Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah - Panitia pengadaan tanah terdiri dari: a.) Unsur Kantor Pertanahan b.) Instansi Pemerintah yang terkait c.) Instansi yang memerlukan tanah. d.) Kepala Kecamatan. e.) Kepala Desa (Pasal 2 PMDN No. 15 Tahun 1975) Tanah KEPPRES No. 55 Tahun 1993 dan Perka BPN No.1 Tahun Panitia pengadaan tanah terdiri dari: a.) Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II b.) Unsur Kantor Pertanahan c.) Instansi Pemerintah yang terkait d.) Instansi yang memerlukan tanah. e.) Camat f.) Lurah/Kepala Desa (Pasal 7 Keppres No. 55 Tahun 1993) PERPRES No. 36 Tahun 2005 jo PERPRES No. 65 Tahun 2006 dan Perka BPN No.3 Tahun Panitia pengadaan tanah terdiri dari: a.) Unsur Kantor Pertanahan b.) Instansi Pemerintah yang terkait c.) Instansi yang memerlukan tanah. (Pasal 6 Perpres No.65 Tahun 2006 jo Pasal 14 Perka BPN No. 3 Tahun 2007) UU No. 2 Tahun 2012 dan PERPRES No.71 Tahun Panitia pengadaan tanah terdiri dari: a.) Tim Persiapan Pengadaan Tanah yang beranggotakan: Bupati/Walikota, satuan kerja perangkat daerah Provinsi terkait, Instansi yang memerlukan tanah, dan Instansi terkait lainnya. (Pasal 9 Perpres No.71 Tahun 2012) b.) Tim Kajian atas Keberatan Rencana Lokasi Pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi

BAB I PENDAHULUAN. tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup, tetapi lebih

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22,2012 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM Tanah adalah salah satu harta yang sangat berharga di muka bumi ini, yang dalam sepanjang sejarah peradaban umat manusia tak henti-hentinya memberikan problemaproblema

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sarana dan kebutuhan yang amat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sarana dan kebutuhan yang amat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan sarana dan kebutuhan yang amat penting bagi kehidupan manusia. Ketergantungan manusia pada tanah, baik untuk kebutuhan tempat pemukiman maupun

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

EKSISTENSI BERLAKUNYA PENCABUTAN HAK ATAS TANAH SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012

EKSISTENSI BERLAKUNYA PENCABUTAN HAK ATAS TANAH SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 PERSPEKTIF Volume 22 No. 1 Tahun 2017 Edisi Januari EKSISTENSI BERLAKUNYA PENCABUTAN HAK ATAS TANAH SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 Urip Santoso Dosen Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

DIKLAT PENGADAAN TANAH KATA PENGANTAR

DIKLAT PENGADAAN TANAH KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam menyelesaikan Modul Diklat Pengadaan Tanah. Modul ini disusun agar peserta diklat dapat mempelajari

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 1975 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA PEMBEBASAN TANAH

MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 1975 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA PEMBEBASAN TANAH MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 1975 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA PEMBEBASAN TANAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi kebutuha

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 Tentang : Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 Tentang : Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 Tentang : Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 55 TAHUN 1993 (55/1993) Tanggal : 17 JUNI 1993

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA DEPOK PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG

PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA DEPOK PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA DEPOK PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SKALA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA D A F T A R I S I DAFTAR ISI... i DAFTAR DIAGRAM... ii DAFTAR LAMPIRAN...iii Bab I. KETENTUAN UMUM... I - 1 A. Dasar Hukum...I - 1 B. Tujuan...I

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hak Atas Tanah Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bertambah akan tetapi justru makin berkurang. Dampaknya untuk

BAB I PENDAHULUAN. tidak bertambah akan tetapi justru makin berkurang. Dampaknya untuk 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah pertanahan merupakan salah satu persoalan pokok dalam pembangunan nasional kita. Kebutuhan akan tanah dari waktu ke waktu semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah adalah elemen sangat penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraris karena sebagian besar penduduknya adalah petani yang

Lebih terperinci

FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH. sumber gambar: flickr.com dan yahoo.com

FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH. sumber gambar: flickr.com dan yahoo.com FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH sumber gambar: flickr.com dan yahoo.com I. PENDAHULUAN Pembangunan merupakan faktor penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjadi salah satu indikator pertumbuhan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014 PERSOALAN GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN PEMBANGUNAN 1 Oleh : Angelia Inggrid Lumenta 2 ABSRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR : 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

UU No. 2 thn ASAS DAN TUJUAN POKOK-POKOK PENGADAAN TANAH PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH

UU No. 2 thn ASAS DAN TUJUAN POKOK-POKOK PENGADAAN TANAH PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH UU No. 2 thn. 2012 ASAS DAN TUJUAN POKOK-POKOK PENGADAAN TANAH PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH TAHAPAN PENGADAAN TANAH 1. PERENCANAAN 2. PERSIAPAN 3. PELAKSANAAN 4. PENYERAHAN HASIL PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL AGRARIA. Nomor : Ba. 12/10812/75 Jakarta,

DEPARTEMEN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL AGRARIA. Nomor : Ba. 12/10812/75 Jakarta, DEPARTEMEN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL AGRARIA Nomor : Ba. 12/10812/75 Jakarta, 3 12 1975 Lampiran : - Kepada yth.: Perihal : Pelaksanaan pembebasan tanah. 1. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I di Seluruh

Lebih terperinci

PROVINS! JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 1UO TAHUN 2016 TENT ANG

PROVINS! JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 1UO TAHUN 2016 TENT ANG WALIKOTA MOJOKERTO PROVINS! JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 1UO TAHUN 2016 TENT ANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM YANG LUASNYA TIDAK LEBIH

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016. Kata kunci: Pengadaan tanah, pembangunan, kepentingan umum

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016. Kata kunci: Pengadaan tanah, pembangunan, kepentingan umum PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 1 Oleh : Angraini Christy Lumantouw 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017 PENILAIAN GANTI KERUGIAN OLEH LEMBAGA PERTANAHAN MENURUT UNDANG UNDANG NO 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM 1 Oleh : Ricardo Irenius Tatibi 2 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 5 NO NORMA STANDAR MEKANISME KETATALAKSANAAN KUALITAS PRODUK KUALITAS SDM

RGS Mitra 1 of 5 NO NORMA STANDAR MEKANISME KETATALAKSANAAN KUALITAS PRODUK KUALITAS SDM RGS Mitra 1 of 5 B. PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN PEMBANGUNAN NO NORMA STANDAR MEKANISME KETATALAKSANAAN KUALITAS PRODUK KUALITAS SDM 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM YANG LUASNYA TIDAK LEBIH DARI

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012 SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG BIAYA OPERASIONAL DAN BIAYA PENDUKUNG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR.22 TAHUN 2013

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR.22 TAHUN 2013 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR.22 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN VERIFIKASI DOKUMEN PERENCANAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Lebih terperinci

1. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum dan pendanaannya.

1. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum dan pendanaannya. URAIAN MENGENAI TATA CARA PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Pembangunan untuk kepentingan umum

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN & ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN & ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN & ANALISIS Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pengaturan berkenaan dengan ganti rugi dalam pengadaan tanah berdasarkan peraturan yang ada. Dalam BAB ini akan dipaparkan

Lebih terperinci

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia PROSES-PROSES DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN KEPENTINGAN UMUM Oleh : Dwi Apriliati Puspitasari 1 ABSTRAKSI Kegiatan pembangunan untuk fasilitas umum selalu membutuhkan tanah sebagai lahan sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HAK MENGUASAI NEGARA ATAS TANAH, PENGADAAN TANAH DAN PENATAAN RUANG. A. Hak Menguasai Negara dan Hak Atas Tanah

BAB II TINJAUAN UMUM HAK MENGUASAI NEGARA ATAS TANAH, PENGADAAN TANAH DAN PENATAAN RUANG. A. Hak Menguasai Negara dan Hak Atas Tanah BAB II TINJAUAN UMUM HAK MENGUASAI NEGARA ATAS TANAH, PENGADAAN TANAH DAN PENATAAN RUANG A. Hak Menguasai Negara dan Hak Atas Tanah 1. Pengertian Hak Menguasai Negara Hak menguasai negara adalah suatu

Lebih terperinci

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BADAN PERTANAHAN NASIONAL BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 18 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK KEPERLUAN PERUSAHAAN KAWASAN INDUSTRI KEPALA BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan isi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. rakyat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor

BAB I PENDAHULUAN. dan isi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. rakyat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengadaan tanah di Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan pembangunan semakin meningkat, sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Dengan hal itu meningkat

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN. No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.222, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Verifikasi. Akreditasi. Lembaga Bantuan Hukum. Organisasi Kemasyarakatan.

BERITA NEGARA. No.222, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Verifikasi. Akreditasi. Lembaga Bantuan Hukum. Organisasi Kemasyarakatan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.222, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Verifikasi. Akreditasi. Lembaga Bantuan Hukum. Organisasi Kemasyarakatan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lebih terperinci

KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT)

KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT) KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN 2009 1. Latar Belakang Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT) yaitu Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SKALA KECIL PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SKALA KECIL DI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SKEMA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

SKEMA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SKEMA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM DISELENGGARAKAN MELALUI 4 TAHAPAN, YAITU: I. TAHAP PERENCANAAN PENGADAAN Instansi yang memerlukan tanah

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 4/Jun/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 4/Jun/2017 PENGADAAN TANAH OLEH PEMERINTAH DAERAH BERDASARKAN HARGA PASAR DAN NILAI OBJEK PAJAK (NJOP) 1 Oleh : Ingriany Supit 2 ABSTRAK Penelitian ini termasuk penelitian hukum normative. Jenis data yang digunakan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1994 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1994 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1994 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SKALA KECIL BAGI PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Ed. 1, Cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Ed. 1, Cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. PELAKSANAAN BENTUK GANTI RUGI ATAS TANAH MENURUT UU NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM 1 Oleh : Roy Frike Lasut 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI UTARA KEPUTUSAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 194 TAHUN 2014

PROVINSI SULAWESI UTARA KEPUTUSAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 194 TAHUN 2014 - 1 - NOMOR 194 TAHUN 2014 T E N T A N G PEMBENTUKAN PANITIA PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI BOLAANG

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI

PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 111 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN MENGENAI PENGADAAN TANAH DAN PERKEMBANGANNYA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Pengadaan Tanah

BAB II PERATURAN MENGENAI PENGADAAN TANAH DAN PERKEMBANGANNYA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Pengadaan Tanah BAB II PERATURAN MENGENAI PENGADAAN TANAH DAN PERKEMBANGANNYA A. Pengertian dan Dasar Hukum Pengadaan Tanah 1. Pengertian Pengadaan Tanah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti dari pengadaan adlaah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat pula

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat pula BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Pembukaan UUD 1945, dari tahun ke tahun terus meningkat. Bersamaan dengan itu jumlah penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH [[[ SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI KARO PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNANUNTUK KEPENTINGAN UMUM SKALA KECIL

BUPATI KARO PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNANUNTUK KEPENTINGAN UMUM SKALA KECIL BUPATI KARO PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNANUNTUK KEPENTINGAN UMUM SKALA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 112 TAHUN 2015 SERI E.104 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 112 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 112 TAHUN 2015 SERI E.104 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 112 TAHUN 2015 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 112 TAHUN 2015 SERI E.104 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 112 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANA PENDELEGASIAN PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.587, 2013 BADAN PERTANAHAN NASIONAL. Tanah. Pelaksanaan. Petunjuk Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG MEKANISME PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba No.661, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu

Lebih terperinci

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah 28 BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM A. Defenisi Pengadaan Tanah Pengadaan tanah merupakan perbuatan pemerintah untuk memperoleh tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan,

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 67 TAHUN 2017 TENTANG KOMITE DAERAH PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 67 TAHUN 2017 TENTANG KOMITE DAERAH PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 67 TAHUN 2017 TENTANG KOMITE DAERAH PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Hak Atas Tanah 1. Pengertian Hak Atas Tanah Tanah adalah suatu bagian yang ada dibumi ini yang masyarakat dapat menggunakan dan memanfaatkannya sebaik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAM UMUM PROPINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAM UMUM PROPINSI JAWA TIMUR -1- PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAM UMUM PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Reformasi Peraturan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Reformasi Peraturan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Reformasi Peraturan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Pendukung Lainnya Oleh M. Noor Marzuki Direktur Pengadaan Tanah Wilayah I Badan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2016 2 BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN HAK PERORANGAN WARGA MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci