BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Hak Atas Tanah 1. Pengertian Hak Atas Tanah Tanah adalah suatu bagian yang ada dibumi ini yang masyarakat dapat menggunakan dan memanfaatkannya sebaik mungkin dengan tidak melanggar peraturan yang berlaku di indonesia. Telah diatur dalam Pasal 4 ayat 1 undang-undang pokok agraria yang berbunyi sebagai berikut : Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. 2. Jenis-Jenis Hak Atas Tanah a. Hak Milik 1) Pengertian Hak Milik Menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA bahwa yang dimaksu dengan Hak Milik adalah Hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6. Hal ini sejalan dengan definisi yang diberikan Boedi Harsono yang mendefinisikan Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah

2 19 dan memberi kewenangan untuk menggunakannya bagi segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas sepanjang tidak ada larangan khusus untuk itu. 16 2) Hapusnya Hak Milik Hak milik dapat hapus karena beberapa alasan, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 27 UUPA yang berbunyi: a. tanahnya jatuh kepada negara; 1. Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18/Untuk kepentingan umum, 2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya, 3. Karena diterlantarkan, 4. Karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2), b. Tanahnya musnah. b. Hak Guna Usaha 1) Pengertian Dan Dasar Hukum Hak Guna Usaha (HGU) Hak Guna Usaha atau HGU diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UUPA yang berbunyi: Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu sebagai mana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. 2) Hapusnya Hak Guna Usaha a. Jangka waktu berakhir b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi 16 Boedi Harsono, Op. Cit, Hal. 292

3 20 c. Dilepaskan oleh pemegang hak nya sebelum jangka waktunya berakhir d. Dicabut untuk Kepentingan Umum e. Diterlantarkan f. Tanahnya Musnah g. Ketentuan Dalam Pasal 30 ayat (2) c. Hak Guna Bangunan 1) Pengertian Dan Dasar Hukum Hak Guna Bangunan Menurut Pasal 35 ayat (1) UUPA bahwa yang dimaksud dengan Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. 2) Hapusnya Hak Guna Bangunan a. Jangka waktu telah berakhir b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir d. Dicabut untuk kepentingan umum e. Diterlantarkan f. Tanahnya Musnah g. Ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2) d. Hak Pakai Menurut ketentuan Pasal 41 ayat (1) UUPA, bahwa yang dimaksud dengan hak pakai adalah: Hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang

4 21 B. Tinjauan Umum Tentang Fungsi Sosial Secara etimologis, Fungsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diartikan sebagai kegunaan suatu hal. Sedangkan pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan berkenaan dengan masyarakat, suka memperhatikan kepentingan umum. Kemudian kedua komponen kata tersebut disimpulkan melalui pandangan kamus antropologi, yang mengartikan gabungan kata tersebut yaitu fungsi sosial yang diartikan sebagai kegunaan suatu hal bagi hidup suatu masyarakat. 17 Menurut Leon Duguit, Fungsi Sosial adalah tidak ada hak subyektif (subjectief recht), yang ada hanya fungsi sosial. Pada pemakaian sesuatu hak atas tanah, yang menjadi perhatian hanya kepentingan masyarakat. 18 Menurut Graham Philpott dalam Land Programme mengemukakan beberapa prinsip antara lain sebagai berikut : 1. tanah sebagai tempat hidup dan tempat kehidupan dan sebagai tempat identitas memiliki fungsi sosial. 2. pemilikan tanah tidak pernah mutlak karena fungsi sosial atas tanah sangat penting. 19 Didalam ketentuan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, tanah merupakan faktor utama keberhasilan dan kelancaran dalam keberhasilan pembangunan nasional. Karena begitu pentingnya arti tanah dalam 17 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. 18 A.P. Parlindungan, 1998, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, CV. Mandar Maju Bandung, hal Adrian Sutedi, 2007, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 83.

5 22 penunjang pembangunan nasional diberbagai segi maka pemerintah dalam Undang-Undasng dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 menyebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Melalui hak menguasai dari Negara inilah maka Negara selaku badan penguasa akan dapat senantiasa mengendalikan atau mengarahkan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang ada, yaitu dalam lingkup penguasaan secara yuridis yang beraspek publik. 20 Sedangkan jika mengacu pada Pasal 6 UUPA bahwa yang dimaksud dengan Fungsi Sosial adalah Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial Ini berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan mempergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara Muhammad Bakri, 2007, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria), Citra Media, Yogyakarta, hal Boedi Harsono, Op.Cit, hal. 296.

6 23 C. Tinjauan Umum Tentang Pengadaan Tanah 1. Pengertian Pengadaan Tanah Menurut pasal 1 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2012 bahwa yang dimaksud dengan Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. 2. Objek Pengadaan Tanah Adapun Objek Pengadaan Tanah menurut pasal 1 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2012 meliputi tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai. 3. Asas-asas Pengadaan Tanah Pelaksanaan Pengadaan Tanah harus dilaksanakan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud didalam Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2012 yang meliputi asas: a. Kemanusiaan Yang dimaksud dengan asas kemanusiaan adalah pengadaan tanah harus memberikan perlindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. b. Keadilan Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah memberikan jaminan penggantian yang layak kepada pihak yang berhak dalam proses

7 24 pengadaan tanah sehingga mendapatkan kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang lebih baik. c. Kemanfaatan Yang dimaksud dengan asas kemanfaatan adalah hasil pengadaan tanah mampu memberikan manfaat secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. d. Kepastian Yang dimaksud dengan asas kepastian adalah memberikan kepastian hukum tersedianya tanah dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan dan memberikan jaminan kepada pihak yang berhak untuk mendapatkan ganti kerugian yang layak. e. Keterbukaan Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan dilaksanakan dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pengadaan tanah. f. Kesepakatan Yang dimaksud dengan asas kesepakatan adalah bahwa proses pengadaan tanah dilakukan dengan musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan kesepakatan bersama. g. Keikutsertaan Yang dimaksud dengan asas keikutsertaan adalah dukungan dalam penyelenggaraan pengadaan tanah melalui partisipasi masyarakat, baik

8 25 secara langsung maupun tidak langsunh, sejak perencanaan sampai dengan kegiatan pembangunan. h. Kesejahteraan Yang dimaksud dengan asas kesejahteraan adalah bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan dapat memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan pihak yang berhak dan masyarakat secara luas. i. Keberlanjutan Yang dimaksud dengan asas keberlanjutan adalah kegiatan pembangunan dapat berlangsung secara terus menerus, berkesinambungan, untuk mencapai tujuan yang diharapkan. j. Keselarasan Yang dimaksud dengan asas keselarasan adalah bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan dapat seimbang dan sejalan dengan kepentingan masyarakat dan negara. D. Tinjauan Tentang Kepentingan Umum Kepentingan umum secara etimologis terdiri dari dua kata yaitu kepentingan dan umum. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata kepentingan berasal dari kata dasar penting yang berarti amat perlu, amat utama, sangat berharga, dan kata kepentingan mengandung arti keperluan, sesuatu yang penting. Sedangkan kata umum mempunyai arti keseluruhan, sekaliannya, untuk siapa saja, khalayak manusia, masyarakat luas. Walaupun secara etimologis pengertian tersebut diatas tersebut dapat

9 26 dipahami menurut ilmu bahasa tersebut tetapi belum dapat dijadikan sebagai pengertian yuridis dari kepentingan umum. Menurut Mertokusumo kepentingan umum menyangkut kepentingan bangsa dan negara, pelayanan umum dalam masyarakat luas, rakyat banyak dan atau pembangunan. Tidak jauh berbeda dengan pendapat Mertokusumo, John Salindeho mendefenisikan kepentingan umum sebagai kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat atas dasar asas-asas pembangunan nasional dengan mengindahkan ketahanan nasional serta wawasan nusantara. 22 Menurut Maria S.W. Soemardjono, konsep kepentingan umum selain harus memenuhi peruntukannya juga harus dapat dirasakan kemanfaatannya (socially profitable atau for public use, atau actual use by the public). Dan agar unsur kemanfaatan ini dapat dipenuhi, artinya dapat dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan dan/atau secara langsung, untuk penentuan suatu kegiatan seyogianya melalui penelitian terpadu. 23 Menurut Oloan Sitorus dan Dayat Limbong kepentingan umum Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan yang luas. Namun demikian rumusan tersebut terlalu umum dan tidak ada batasannya John Salindeho, 1988, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, Hal Adrian Sutedi, Op.cit., hal Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, 2004, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, Hal. 6.

10 27 Pasal 18 UUPA menyatakan bahwa: Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undangundang. Dalam penjelasan Pasal 18 UUPA menjelaskan kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak menurut cara yang diatur undang-undang. Dimana kemudian Pasal 18 UUPA tersebut yang melatarbelakangi lahirnya UU 20/1961. Setelah berlakunya UU 2/2012, pengertian kepentingan umum tersebut lebih tegas sebagaimana ditegaskan lebih lanjut pada Pasal 1 angka (6) UU No.2/2012 jo. Perpres No.71/2012, yaitu kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Lingkup kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum tertuang dalam pasal 10 UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang berbunyi: a. pertahanan dan keamanan nasional; b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api; c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya; d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal; e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi; f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik; g. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah; h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah; i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah; j. fasilitas keselamatan umum;

11 28 k. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah; l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik; m. cagar alam dan cagar budaya; n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa; o. penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa; p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah; q. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan r. pasar umum dan lapangan parkir umum. Lingkup kegiatan kepentingan umum yang terdapat dalam UU 2/2012 tersebut di atas cakupannya sangat luas dikarenakan semakin banyaknya kebutuhan pembangunan yang akan dilaksanakan pemerintah kedepannya, sebagai konsekuensinya adalah makin banyak juga tanah yang dibutuhkan untuk melaksanakan pembangunan tersebut. Sehingga sebagai pemilik tanah yang tanahnya menjadi objek lokasi pembangunan terkadang diperhadapkan kepada dilema yaitu apakah harus mengutamakan kepentingan individu disatu sisi sebagai pemilik tanah yang sah yang dilindungi hukum dan di sisi lain harus berkorban demi kepentingan umum. Alasan untuk digunakan bagi kepentingan umum itu acapkali adalah alasan pembenar yang dirasakan warga masyarakat sehingga menyerahkan tanahnya untuk digunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Oleh karena itu, kepentingan umum dapat dikatakan sebagai kepentingan umum bila peruntukan dan manfaatnya dirasakan benar-benar oleh masyarakat secara keseluruhan atau secara langsung, termasuk oleh pemilik tanah sebelumnya, dimana kemudian kegiatan pembangunannya

12 29 dilakukan dan dimiliki oleh pemerintah dan tidak digunakan untuk tujuan mencari keuntungan semata atau tidak bersifat komersil. E. Tinjauan Umum mengenai Ganti Rugi 1. Pengertian Ganti Rugi Menurut pasal 1 angka 10 UU No. 2 Tahun 2012 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Ganti Kerugian tersebut adalah Penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. 2. Pengertian Penilaian Ganti Rugi Adapun yang melakukan penilaian terhadap ganti kerugian tersebut dilakukan oleh penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 11 yang berbunyi; Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai, adalah orang perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan tanah. Selanjutnya dalam Pasal 32 ayat (1) dijelaskan bahwa Penilai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan. Adapun Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai menurut Pasal 33 UU No. 2 Tahun 2012 tersebut, dilakukan bidang per bidang tanah meliputi: a. tanah; b. ruang atas tanah dan bawah tanah; c. bangunan; d. tanaman; e. benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau

13 30 f. kerugian lain yang dapat dinilai. Menurut A.P. Parlindungan, dalam pemberian uang ganti rugi tersebut diperbedakan antara tanah yang sudah bersertifikat dengan tanah yang belum bersertifikat dan antara tanah adat dengan tanah garapan. 25 Schenk memberikan petunjuk 26 antara lain : 1. Kerugian yang langsung dan sebagai akibat dari pencabutan hak tersebut. 2. Juga kerugian bisa terjadi karena berkurangnya nilai dari yang dicabut hak tersebut karena berkurangnya dari yang tinggal karena tidak semua dicabut haknya. 3. Akibat pencabutan hak, maka orang yang dicabut haknya tersebut telah hilang penghasilannya, sehingga perlu untuk menggantikannya ataupun memindahkan perusahaan ataupun biaya-biaya untuk pindah ataupun biaya untuk membina kembali. 4. Akibat pencabutan hak tersebut, dia harus membayar lebih besar pajak yang harus dibayarnya karena pencabutan hak tersebut. Soetomo berpendapat dalam hal ganti kerugian yang harus dijamin ialah: nilai hak milik itu sepanjang hal ini sesuai dengan pengorbanan daripada orang yang memperolehnya. Jadi kalau nilai itu kita bayarkan kembali sudahlah cukup dan apabila dengan berpindahnya benda itu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Yang harus dicegah adalah pemberian ganti kerugian yang melampaui batas oleh karena adanya hubungan khusus yang tertentu dari pemilik terhadap benda yang akan dicabut haknya. Nilai-nilai dari ganti kerugian adalah obyektif dari benda-benda itu. 27 Penetapan ganti rugi yang diberikan harus memperhatikan status hak atas tanah yang bersangkutan. Jika statusnya Hak Milik, maka harus 25 A.P. Parlindungan, 1993, Pencabutan Dan Pembebasan Hak Atas Tanah Suatu Studi Perbandingan, Cetakan ke- 1, Bandung, Penerbit Mandar Maju, hal Ibid. 27 Soetomo, 1984, Pembebasan, Pencabutan, Permohonan Hak Atas Tanah, Usaha Nasional, Surabaya, hal

14 31 menjadi pertimbangan dan perkiraan yang akurat terhadap harga ganti ruginya. Artinya, harus lebih besar dari hak-hak atas tanah lainnya seperti HGB dan HGU. Ganti rugi tidak saja hanya kepada tanahnya, tetapi juga harus bangunan, pagar, tanam-tanaman, dan lain-lainnya Bentuk Ganti Kerugian Adapun bentuk ataupun jenis daripada ganti kerugian menurut Pasal 74 ayat (1) dapat berupa : (1) Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk: a. uang; b. tanah pengganti; c. permukiman kembali; d. kepemilikan saham; atau e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Bentuk ganti kerugian diberikan sesuai dengan nilai Ganti Kerugian yang nominalnya sama dengan nilai yang ditetapkan oleh Penilai yang sudah disepakati dalam musyawarah penetapan ganti kerugian. F. Tinjauan Tentang Musyawarah Secara etimologis, bahwa yang dimaksud dengan musyawarah berarti berunding dan berembuk, sedangkan menurut istilah musyawarah adalah perundingan bersama anatara dua orang atau lebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik. 28 Adrian Sutedi, Op.cit, hal. 64

15 32 Sedangkan menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pasal 34 ayat (3), Musyawarah diartikan sebagai penyampaian nilai ganti kerugian oleh pihak pertanahan dalam hal ini panitia pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian tim penilai kepada masyarakat. G. Tinjauan Tentang Penyelesaian Sengketa 1. Pengertian Sengketa Pengertian sengketa disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan, pertikaian, perselisihan pendapat dan perkara di pengadilan. 29 A. Mukti Arto memberikan pengertian sengketa, yaitu suatu sengketa itu timbul biasanya karena adanya permasalahan dalam masyarakat dan ada dua hal yang menimbulkan masalah yaitu adanya perbedaan antara das sollen dan das sein dan adanya perbedaan antara apa yang diinginkan dengan apa yang terjadi, keduanya merupakan masalah dan bila masalah itu disebabkan oleh pihak lain, maka masalah tersebut menimbulkan sengketa. Sengketa ini bila berada dalam ruang lingkup tatanan hukum, maka ia akan menjadi sengketa hukum dan sengketa hukum ini ada yang dibawa ke pengadilan dan ada yang tidak dibawa ke pengadilan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op.cit, hal Urip Santoso, 2016, Penyelesaian Sengketa Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Surabaya, Jurnal Ilmiah, Vol. XXI, No.3, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Hal

16 33 Eddy Pranjoto memberikan pengertian sengketa yaitu suatu sengketa akan terjadi manakala ada dua kepentingan yang saling berbenturan yang tidak dapat disatukan, hanya saja tidak semua sengketa itu harus diselesaikan melalui pengadilan. 31 Sengketa adalah perselisihan yang terjadi di antara para pihak yang berbeda kepentingan, yang penyelesaiannya dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Dalam Bahasa Ingrris terdapat istilah conflict dan dispute. Conflict diartikan konflik, sedangkan dispute diartikan sengketa. Sarjita menyatakan bahwa konflik merupakan situasi atau kondisi adanya pertentangan atau ketidaksesuaian antara para pihak yang akan dan sedang mengadakan hubungan atau kerjasama. Pada umumnya konflik akan terjadi dimana saja sepanjang terjadi interaksi atau hubungan antara sesama manusia, baik antara individu dengan individu atau kelompok dengan kelompok dalam melakukan sesuatu. Rachmadi Usman menyatakan bahwa baik kata conflict atau dispute, keduanya mengandung pengertian tentang adanya perbedaan kepentingan di antara kedua belah pihak atau lebih. Conflict diartikan konflik, sedangkan dispute diartikan sengketa. Suatu konflik tidak akan berkembang menjadi sengketa, apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan yang tidak puas atau keprihatinannya, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pihak-piha yang dianggap 31 Ibid

17 34 sebagai penyebab kerugian atau pihak lain. Dengan demikian, sengketa merupakan kelanjutan dari konflik, atau sebuah konflik akan berubah menjadi sengketa apabila tidak dapat diselesaikan. Dalam sengketa, pihak yang dirugikan oleh pihak lain sudah melakukan upaya untuk menyelesaikan masalahnya dengan jalan musyawarah, gugatan ke pengadilan, atau diselesaikan di luar pengadilan. Berdasarkan sifat sengketa, sengketa dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu: Pertama, Sengketa tata usaha negara. Sengketa timbul disebabkan oleh diterbitkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh badan/pejabat tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara diselesaikan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Kedua, Sengketa perdata. Sengketa timbul disebabkan oleh wanprestasi (ingkar janji) atau perbuatan melanggar hukum. Sengketa perdata diselesaikan melalu gugatan ke Pengadilan Negeri atau diselesaikan di luar pengadilan. 2. Penyelesaian Sengketa Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara oleh para pihak yang bersengketa, yaitu: Pertama, Penyelesaian sengketa di pengadilan dan sengketa di luar pengadilan. a. Penyelesaian Sengketa Di Pengadilan (Litigasi) Penyelesaian sengketa di pengadilan, yaitu salah satu pihak yang bersengketa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara apabila sifat sengketanya adalah sengketa tata usaha negara, atau mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri apabila

18 35 sifat sengketanya adalah sengketa perdata. Penyelesaian sengketa melalui gugatan ke pengadilan dikenal dengan sebutan litigasi. b. Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan (Non Litigasi) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu para pihak yang bersengketa bersepakat menyelesaikan sengketanya dengan jalan musyawarah untuk mencapai kesepakatan (mufakat). Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam bentuk negosiasi, konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. Negosiasi, konsiliasi, mediasi, dan arbitrase merupakan alternatif penyelesaian sengketa atau Alternative Dispute Resolusition, yaitu para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan sengketanya di luar pengadilan dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga. 3. Cara Penyelesaian Sengketa Dalam Pengadaan Tanah Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 a. Gugatan Ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada tahapan persiapan terdapat kegiatan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dalam bentuk surat keputusan yang diterbitkan oleh gubernur. Pada kegiatan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dapat ditolak oleh pihak yang berhak dalam bentuk keberatan. Pasal 23 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 menetapkan cara penyelesaian terhadap penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, yaitu: Pertama, Dalam hal setelah penetapan

19 36 lokasi pembangunan untuk kepentingan umum masih terdapat keberatan, pihak yang berhak terhadap penetapan lokasi lokasi dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya penetapan lokasi. Kedua, Pengadilan Tata Usaha Negara memutus diterima atau ditolaknya gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya gugatan. Ketiga, Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Keempat, Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Kelima, Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Sengketa yang diselesaikan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan sengketa yang bersifat tata usaha negara sebagai akibat diterbitkan Keputusan Tata Usaha Negara (selanjutnya disingkat KTUN). Keputusan Gubernur tentang penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum merupakan KTUN sehingga penyelesaiannya melalui gugatan ke Pengadilan Tata

20 37 Usaha Negara oleh pihak yang merasa dirugikan atas diterbitkan Keputusan Gubernur. Pengertian KTUN disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. b. Keberatan ke Pengadilan Negeri. Pada tahapan pelaksanaan kegiatan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum diadakan kegiatan musyawarah penetapan ganti kerugian. Musyawarah untuk menetapkan ganti kerugian dilakukan oleh Lembaga Pertanahan (BPN RI) dengan pihak yang berhak. Dalam musyawarah terdapat kegiatan saling mendengar, saling memberi, dan saling menerima pendapat, serta keinginan untuk mencapai kesepakatan mengenai sengketa ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Dalam musyawarah ini, Lembaga Pertanahan Nasional (BPN RI) dan pihak yang berhak dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum kedudukannya sejar atau sederajat, atau tidak ada yang berkedudukan lebih tinggi daripada pihak yang lain. Para pihak yang bersengketa mempunyai hak atau kebebasan untuk

21 38 menyampaikan pendapatnya, tidak boleh ada penekanan atau pemaksaan kehendak oleh satu pihak terhadap pihak yang lain. Hasil musyawarah antara Lembaga Pertanahan Nasional RI dan pihak yang berhak adalah mencapai kesepakatan (mufakat) atau tidak mencapai kesepakatan (mufakat). Musyawarah penetapan ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum diatur dalam Pasal 37 Undang- Undang No. 2 Tahun 2012, yaitu: Pertama, Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai Pertanahan disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34. Kedua, Hasil kesepakatan dalam musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak yang dimuat dalam berita acara kesepakatan. Kalau dalam musyawarah antara Lembaga Pertanahan (BPN RI) dan pihak yang berhak mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian mencapai kesepakatan, maka kesepakatan tersebut dimuat dalam berita acara kesepakatan. Apabila dalam musyawarah antara Lembaga Pertanahan (BPN RI) dan pihak yang berhak mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian tidak

22 39 mencapai kesepakatan, maka Pasal 38 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 mengatur penyelesaian sengketanya, yaitu: Pertama, Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1). Kedua, Pengadilan Negeri memutus bentuk dan/ atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Ketiga, Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Keempat, Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Kelima, Putusan Pengadilan Negeri/ Mahkamah Agung Republik Indonesia memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang mengajukan keberatan. Pihak yang berhak yang tidak mensepakati bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian yang ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan (BPN RI) sebagai PPT dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat. Undang-Undang No. 2 Tahun 2012

23 40 menetapkan bahwa hak yang dimiliki oleh pihak yang berhak yang tidak mensepakati bentuk dan/ atau besarnya ganti kerugian yang ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan (BPN RI) sebagai PPT adalah mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri bukan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri setempat. Pengadilan Negeri memutus keberatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian yang diajukan oleh pihak yang berhak. Atas putusan yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri tersebut, pihak yang berhak dapat menerima atau menolak putusan tersebut. Kalau pihak yang berhak menolak putusan Pengadilan Negeri, maka pihak yang berhak dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI. Mahkamah Agung RI memutus kasasi yang diajukan oleh pihak yang berhak. Putusan Mahkamah Agung RI merupakan putusan yang terakhir (final), sehingga tidak ada upaya Peninjauan Kembali (PK). Putusan Pengadilan Negeri atau Mahkamah Agung RI yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran ganti kerugian oleh instansi yang memerlukan tanah kepada pihak yang berhak. Penyelesaian sengketa mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum di Pengadilan Negeri merupakan sengketa keperdataan. Sengketa keperdataan dapat disebabkan oleh wanprestasi (ingkar janji) atau perbuatan melanggar hukum.

24 41 Penyelesaian sengketa mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum di Pengadilan Negeri disebabkan oleh perbuatan melanggar hukum bukan wanprestasi (ingkar janji) sebab antara Lembaga Pertanahan (BPN RI) sebagai PPT dan pihak yang berhak belum ada hubungan hukum. Oleh karena itu, sengketa mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum disebabkan oleh perbuatan melanggar hukum oleh Lembaga Pertanahan (BPN RI) sebagai PPT.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22,2012 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga e-mail: urip_sts@yahoo.com ABSTRAK Perolehan tanah untuk kepentingan umum dapat ditempuh

Lebih terperinci

1. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum dan pendanaannya.

1. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum dan pendanaannya. URAIAN MENGENAI TATA CARA PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Pembangunan untuk kepentingan umum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

Undang-Undang No. 2 tahun 2012

Undang-Undang No. 2 tahun 2012 BAPPENAS Undang-Undang No. 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum D A F T A R I S I : Jenis Kepentingan 1 Umum Pokok-pokok 1 Tahapan 2 Perencanaan 2 Ganti Kerugian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang

Lebih terperinci

GORR Dipastikan Tuntas 2019, Khusus Segmen I,II, Segmen III Tersendat Pembebasan Lahan

GORR Dipastikan Tuntas 2019, Khusus Segmen I,II, Segmen III Tersendat Pembebasan Lahan GORR Dipastikan Tuntas 2019, Khusus Segmen I,II, Segmen III Tersendat Pembebasan Lahan http://hargo.co.id/wp-content/uploads/2018/02/1c5f640b-62aa-4d1b-bf60-d3f650e19792.jpg GORONTALO, Hargo.co.id Mega

Lebih terperinci

SKEMA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

SKEMA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SKEMA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM DISELENGGARAKAN MELALUI 4 TAHAPAN, YAITU: I. TAHAP PERENCANAAN PENGADAAN Instansi yang memerlukan tanah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa dalam

Lebih terperinci

FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH. sumber gambar: flickr.com dan yahoo.com

FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH. sumber gambar: flickr.com dan yahoo.com FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH sumber gambar: flickr.com dan yahoo.com I. PENDAHULUAN Pembangunan merupakan faktor penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjadi salah satu indikator pertumbuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

DIKLAT MANAJEMEN PROYEK. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

DIKLAT MANAJEMEN PROYEK. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum DIKLAT MANAJEMEN PROYEK Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum muntibdg@yahoo.com PUSDIKLAT KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM Drs. Muntiyono, ST.,MM.,MT. Widyaiswara Utama NIP : 19520619 197602 1 001 Balai Diklat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG HAK ATAS TANAH DAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG HAK ATAS TANAH DAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM BAB II KAJIAN TEORI TENTANG HAK ATAS TANAH DAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM A. Ruang Lingkup Hukum Agraria Kata agraria mempunyai arti yang sangat berbeda antara bahasa yang

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Ed. 1, Cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Ed. 1, Cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. PELAKSANAAN BENTUK GANTI RUGI ATAS TANAH MENURUT UU NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM 1 Oleh : Roy Frike Lasut 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PELEPASAN TANAH DESA BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

UU No. 2 thn ASAS DAN TUJUAN POKOK-POKOK PENGADAAN TANAH PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH

UU No. 2 thn ASAS DAN TUJUAN POKOK-POKOK PENGADAAN TANAH PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH UU No. 2 thn. 2012 ASAS DAN TUJUAN POKOK-POKOK PENGADAAN TANAH PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH TAHAPAN PENGADAAN TANAH 1. PERENCANAAN 2. PERSIAPAN 3. PELAKSANAAN 4. PENYERAHAN HASIL PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Lebih terperinci

PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH DESA

PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH DESA PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA GIRIPANGGUNG, Menimbang : a. bahwa Tanah Desa merupakan kekayaan

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan Pasal 16 Peraturan Menteri Dalam Negeri

Lebih terperinci

dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur

dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari pembangunan nasional Indonesia yang juga sejalan dengan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan seluruh

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN 85 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5280,2012 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM I. UMUM Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBAGUNAN KEPENTINGAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBAGUNAN KEPENTINGAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBAGUNAN KEPENTINGAN UMUM A. Pengadaan Tanah Istilah pengadaan tanah mulai populer sejak tahun 1993 ketika Pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden

Lebih terperinci

ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH

ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH kreditgogo.com I. Pendahuluan Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, pemerintah perlu menyelenggarakan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013 GANTI RUGI NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP) PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM 1 (Studi Kasus Pelebaran Jalan Martadinata dan Yos Sudarso Kota Manado) Oleh : Ricko Sangian 2 Abstrak Di Negara Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. II/No.3/Jul-Okt/2014. PEMBERIAN GANTI RUGI ATAS PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM 1 Oleh : Trifosa Tuna 2

Lex Administratum, Vol. II/No.3/Jul-Okt/2014. PEMBERIAN GANTI RUGI ATAS PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM 1 Oleh : Trifosa Tuna 2 PEMBERIAN GANTI RUGI ATAS PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM 1 Oleh : Trifosa Tuna 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah utnuk mengetahui bagaimanakah pengaturan hukum pengadaan tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,

Lebih terperinci

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia PROSES-PROSES DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN KEPENTINGAN UMUM Oleh : Dwi Apriliati Puspitasari 1 ABSTRAKSI Kegiatan pembangunan untuk fasilitas umum selalu membutuhkan tanah sebagai lahan sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hak Atas Tanah Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.

Lebih terperinci

RATUMELA MARTEN SABONO N P M

RATUMELA MARTEN SABONO N P M JURNAL TINJAUAN YURIDIS TENTANG BENTUK GANTI KERUGIAN DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 GUNA MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN HUKUM DisusunOleh:

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL Urip Santoso (Dosen Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Jln. Darmawangsa Dalam selatan Surabaya) Abstract: Government is a side or party

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 2 3 4 1 A Pembangunan Perumahan TIDAK SESUAI dengan peruntukkan lahan (pola ruang) Permasalahan PENATAAN RUANG dan PERUMAHAN di Lapangan B Pembangunan Perumahan yang SESUAI dengan peruntukkan lahan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014 PERSOALAN GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN PEMBANGUNAN 1 Oleh : Angelia Inggrid Lumenta 2 ABSRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2014 BUPATI BANDUNG

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

BAB II. Pada tahap pelaksanaan dalam pengadaan tanah yang dilakukan oleh. Pemerintah Kota Binjai, terjadi pada Tahun 2005, sehingga mengacu kepada

BAB II. Pada tahap pelaksanaan dalam pengadaan tanah yang dilakukan oleh. Pemerintah Kota Binjai, terjadi pada Tahun 2005, sehingga mengacu kepada 27 BAB II PERBANDINGAN ANTARA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 1993 DENGAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 SERTA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 65 TAHUN 2006 PADA PENGADAAN TANAH YANG DILAKUKAN OLEH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan Hukum tanah mengatur salah satu aspek yuridis di bidang pertanahan yang sering disebut sebagai hak hak penguasaan atas tanah. 12 Ketentuan

Lebih terperinci

BAB II. A. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Di Indonesia. 1. Pengertian Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum

BAB II. A. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Di Indonesia. 1. Pengertian Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum BAB II MENGHINDARI TERJADINYA KONFLIK ANTARA PIHAK YANG BERHAK ATAS TANAH DENGAN PIHAK YANG MEMERLUKAN TANAH DALAM PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM A. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. kelangsungan hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu

BAB II TINJAUAN UMUM. kelangsungan hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Pertanahan 1. Pengertian Tanah Tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali. 1 Tanah dalam arti hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH A. Pengertian Tanah Menarik pengertian atas tanah maka kita akan berkisar dari ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, hanya saja secara rinci pada ketentuan

Lebih terperinci

DIREKTORAT PENGATURAN DAN PENGADAAN TANAH PEMERINTAH

DIREKTORAT PENGATURAN DAN PENGADAAN TANAH PEMERINTAH REFORMASI PERATURAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SERTA PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM MELALUI KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN SWASTA (KPS) (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan

Lebih terperinci

EKSISTENSI BERLAKUNYA PENCABUTAN HAK ATAS TANAH SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012

EKSISTENSI BERLAKUNYA PENCABUTAN HAK ATAS TANAH SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 PERSPEKTIF Volume 22 No. 1 Tahun 2017 Edisi Januari EKSISTENSI BERLAKUNYA PENCABUTAN HAK ATAS TANAH SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 Urip Santoso Dosen Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGADAAN TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGADAAN TANAH 1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGADAAN TANAH A. Hak Atas Tanah 1. Pengertian Hak Atas Tanah Dalam pengertian yuridis tanah merupakan permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah adalah adalah hak dari sebagian

Lebih terperinci

PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM Tanah adalah salah satu harta yang sangat berharga di muka bumi ini, yang dalam sepanjang sejarah peradaban umat manusia tak henti-hentinya memberikan problemaproblema

Lebih terperinci

NOTA DINAS No. /ND/XIX.KDR.l.3/ 10/ Pengendali Teknis Pemeriksaan Manajemen Aset

NOTA DINAS No. /ND/XIX.KDR.l.3/ 10/ Pengendali Teknis Pemeriksaan Manajemen Aset NOTA DINAS No. /ND/XIX.KDR.l.3/ 10/ 2014 Kepada Yth. Dari Pengendali Teknis Pemeriksaan Manajemen Aset Kasubbag Hukum Lampiran Hal Kajian Hukum atas Temuan Pemeriksaan Terkait Msalah Pengadaan Tanah Pem

Lebih terperinci

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah 28 BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM A. Defenisi Pengadaan Tanah Pengadaan tanah merupakan perbuatan pemerintah untuk memperoleh tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk

Lebih terperinci

BAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS

BAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS 14 BAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS 2.1. Pembebasan Hak Atas Tanah Sebagai Cara Perolehan Tanah Untuk Pembangunan Oleh Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bertambah akan tetapi justru makin berkurang. Dampaknya untuk

BAB I PENDAHULUAN. tidak bertambah akan tetapi justru makin berkurang. Dampaknya untuk 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah pertanahan merupakan salah satu persoalan pokok dalam pembangunan nasional kita. Kebutuhan akan tanah dari waktu ke waktu semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT)

KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT) KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN 2009 1. Latar Belakang Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT) yaitu Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Teknis Penataan Ruang; BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI SITUBONDO, Menimbang :4.

BUPATI SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI SITUBONDO, Menimbang :4. BUPATI SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAII KABUPATEN SITUBONDO NoMoR lr{ tanuw zor+ TENTANG PENYELESNAN GANTI KERUGIAN PENGADAAN TANAII UNTUK KEPENTINGAN UMUM DAERAH DENGAN RAIIMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 816 TAHUN : 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah adalah elemen sangat penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraris karena sebagian besar penduduknya adalah petani yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI GROBOGAN, a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pendaftaran Tanah 2.1.1. Pengertian Pendaftaran Tanah Rumusan pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KAS DESA

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KAS DESA PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KAS DESA DESA PANGGUNGHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL KECAMATAN SEWON DESA PANGGUNGHARJO

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KEBIJAKAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEBIJAKAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Rahayu Subekti, SH MHum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret email: rahayusubekti@yahoo.co.id Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia masih

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 SERTIFIKAT KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI OTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NO. 5 TAHUN 1960 1 Oleh : Reynaldi A. Dilapanga 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah manusia mencari nafkah. Diatas tanah pula manusia membangun rumah sebagai tempat bernaung dan membangun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan profesinya maka dia menjalankan suatu peranan (role). Setiap

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGADAAN TANAH UNTUK PERLUASAN KAWASAN TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN INTERNASIONAL TANJUNG PRIOK

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGADAAN TANAH UNTUK PERLUASAN KAWASAN TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN INTERNASIONAL TANJUNG PRIOK 13 BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGADAAN TANAH UNTUK PERLUASAN KAWASAN TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN INTERNASIONAL TANJUNG PRIOK A. Landasan Teori Umum A.1. Tinjauan Umum Tentang Pengadaan Tanah Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 38 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 38 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 38 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 671 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN HAK PERORANGAN WARGA MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH 2. 1. Pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015 PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2012 (LAND ACQUISITION FOR DEVELOPMENT FOR PUBLIC INTEREST BASED ON LAW NO. 2 IN 2012) 1 Oleh : Sylvana Ellen

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI TUKAR-MENUKAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 1 Oleh: Natalia Maria Liju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup baik manusia, hewan, atau tumbuh-tumbuhan. Manusia hidup dan tinggal diatas tanah dan memanfaatkan tanah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang relevan sebelumnya Salah satu Penelitian yang relevan sebelumnya mengkaji tentang Upaya Badan Pertanahan Nasional (BPN) Dalam menyelesaikan masalah tanah, dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN UTILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Agraria a. Pengertian Hukum Agraria Keberadaan Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya,

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI PATI,

TENTANG BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah adalah permukaan bumi yang merupakan suatu kebutuhan fundamental bagi setiap warga Negara Republik Indonesia, keberadaan tanah dalam kehidupan manusia mempunyai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya peraturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan atas

I. PENDAHULUAN. Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan atas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan atas tanah. Sengketa tanah tidak dapat dihindari dizaman sekarang, ini disebabkan karena berbagai

Lebih terperinci