DINAMIKA HUBUNGAN DIPLOMASI INDONESIA-AUSTRALIA PASCA DISINTEGRASI TIMOR TIMUR 1999 BAB I PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DINAMIKA HUBUNGAN DIPLOMASI INDONESIA-AUSTRALIA PASCA DISINTEGRASI TIMOR TIMUR 1999 BAB I PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 pengantardiplomasi.blogspot.com/.../dinamika-hubungan-diplomasi-... DINAMIKA HUBUNGAN DIPLOMASI INDONESIA-AUSTRALIA PASCA DISINTEGRASI TIMOR TIMUR LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Sejak disintegrasi Timor-Timur dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia di tahun 1999, Indonesia dan Australia terlibat hubungan diplomatik bilateral yang kurang harmonis.indonesia-australia mengalami masa-masa munculnya mosi tidak percaya akibat berbagai insiden kemanusiaan yang terjadi di Timor-Timur ketika masih dalam wilayah NKRI (dalam masa itu Indonesia berada di bawah rezim Soeharto dengan tingkat realism tinggi dan melakukan pertahanan integrasi wilayah Republik Indonesia dengan hard powerdan dominasi TNI). Sesungguhnya, disintegrasi Timor-Timur sendiri secara tidak langsung ialah akumulasi dari dinamika yang dari tahun ke tahun semakin tidak sehat dalam hubungan diplomasi Indonesia-Australia.Hal ini karena ketidaksenangan Australia terhadap Indonesia bahkan dimulai sejak Timor-Timur memutuskan bersatu dengan NKRI lewat Deklarasi Balibo pasca Portugal meninggalkan Timor-Timur Pada tahun 1976, empat partai politik utama Timor- Timur (UDT, Apodeti, Kota, dan Trabalhista) [1] berkoalisi dan minta berintegrasi dengan NKRI karena vacuum of power yang terjadi di Timor-Timur. Asumsi yang berkembang di Australia ketika itu ialah Indonesia dianggap mengingkari komitmen politiknya di PBB [2] untuk membantu proses dekolonialisasi bagi bangsa-bangsa terjajah. Kedaulatan bangsa untuk mempertahankan Timor-Timur dengan jalan militer dianggap Australia telah melanggar hak penentuan nasib sendiri masyarakat Timor-Timur atas kedaulatan wilayahnya. Ketidak senangan ini berbuntut pada pelaporan kepada PBB, pencemaran nama baik Indonesia dimata internasional melaui media massa sehingga terjadi mobilisasi opini publik masyarakat internasional yang mengutuk tindakan Indonesia sebagai bentukfait accompli [3]. Ditambah lagi anggapan bahwa Portugal masih penguasa administratif wilayah Timor-Timur (pengingkaran terhadap vacuum power theory).masalah dibesar-besarkan dengan mengangkat Insiden Santa Cruz (penembakan pada demostran Timor-Timur pada 12 November 1991 di Dili, di kuburan Santa Cruz oleh TNI karena memprotes Indonesia dengan memajang foto Xanana Gusmao sebagai presiden bagi Timor-Timur yang merdeka).insiden ini disaksikan oleh dua jurnalis Amerika dan seorang jurnalis Australia pro-kemerdekaan Timor-Timur, yang sedang merekam proses pemakaman demonstran yang gugur akibat pertikaian dengan TNI. Rekaman pembantaian para demostran di Santa Cruz ini berhasil keluar dari Timor-Timur,

2 disiarkan di Australia hingga menjadi salah satu headline di media elektronik di Inggris pada awal tahun 1992 [4] Puncaknya, Indonesia meradang dengan pengiriman tentarainternational Force in East Timor. Tentara PBB dari Australia ini merupakan pasukan tempur yang setiap waktu bisa melakukan tindakan paksaan terhadap TNI maupun sipil Timor-Timur, bukannya pasukan pemeliharaan perdamaian (peace-keeping force) selama dilaksanakannya perundingan mengenai status Timor-Timur pada akhir tahun Bukan hanya itu, secara terang-terangan PM Australia, John Howard mengirimkan advisory opinion kepada presiden B.J Habibie untuk mengubah status otonomi luas terhadap Timor-Timur, menjadi pemberian referendum dan jajak pendapat sebagai solusi mandiri bagi Timor-Timur dalam menentukan nasibnya RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Sejauh mana keterlibatan Australia sebagai state actor dalam proses disintegrasi Timor- Timur dari Indonesia pada tahun 1999 dan bagaimana pola hubungan bilateral antara kedua belah negara sepanjang penyelesaian kasus disintegrasi? 2. Apa saja indikator yang menunjukkan menurunnya kualitas dan eksistensi hubungan diplomatik Indonesia-Australia, selama dan pasca disintegrasi Timor Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (dari pihak Indonesia)? 1.3. KERANGKA PEMIKIRAN Dr. Louise Diamond dan Ambassador John McDonald dalam bukunyamulti-track Diplomacy menyebutkan pentingnya diplomasi..diplomacy is associated in our minds with an interactive process, a back-and-forth between various parties, it about relationship, communication, connectedness. These are the key elements not only of peacemaking endeavors but also of social systems. If the term jiggles the mind to associate the system with this efforts and qualities it will be relevant. [5] Berdasarkan teori ini,peter Sutch dan Juanita Elias dalam bukaunya The Basics: International Relationsmengungkapkan bahwa segala jenis upaya diplomasi yang dilakukan harus dengan analisis objektif dimana fokus tertuju pada kekuataan hubungan antara dua buah negara [6]. Aktor-aktor pemerintah yang efektif dalam sebuah sistem akan mempengaruhi suksesnya diplomasi. Diplomasi dianggap sukses apabila kedua belah pihak berhasil mengatasi kepentingan-kepentingan yang berbeda, atau apabila kedua belah pihak berhasil berkompromi dalam mengatasi perbedaan kepentingan. [7] Selain pemerintah, salah satu diplomasi multi-track yang patut diperhitungkan ialah peran media massa dalam menciptakan opini publik. Media merupakan salah satu faktor penting, baik bagi keberhasilan maupun kegagalan diplomasi antara dua negara. Hal ini karena mobilisasi opini publik melalui pencitraan media (multilateral dan unilateral) yang konsisten akan mempengaruhi dinamika diplomasi yang diimplementasikan dalam foreign policysuatu negara. [8]

3 1.4. METODE PENELITIAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode penelitian deskriptif analitik, yaitu sebuah metodologi penelitian yang menggambarkan suatu permasalahan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki yang akan dibahas dan kemudian dianalisa dengan berlandaskan teori dalam kerangka pemikiran. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan sumber berbagai buku, jurnal, dan majalah yang berhubungan dengan karya tulis.selain itu, bahan-bahan bacaan yang terdapat pada media internet dengan sumber yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. [9] BAB II PEMBAHASAN Mobilisasi Opini Publik yang Kritis di Australia tentang Timor-Timur dan Penegakan HAM di Indonesia Sejak peristiwa Balibo pada Juli 1975, pemerintah Indonesia dianggap oleh pihak Australia bertanggung jawab atas kematian lima wartawan televisi Australia. Media massa Australia mulai menciptakan opini publik bahwa banyaknya konspirasi dibalik Peristiwa Balibo, seperti bahwa; integrasi Timor-Timur ke wilayah NKRI dianggap sebuah aneksasi secara militer, bukan integrasi natural (meskipun pada 1979 Australia pada akhirnya mengakui kedaulatan Timor- TImur sebagai bagian NKRI secara de jure ). Media juga menuduh Indonesia menutup-nutupi upaya transparansi kasus untuk konsumsi publik internasional. Opini publik Australia meyakini bahwa pemerintah Indonesia tidak bersungguh-sungguh berupaya menegakkan keadilan dan mengungkap kasus Balibo. Sikap ketidakpercayaan publik Australia terhadap Indonesia berimplikasi pada lemahnya dukungan publik Australia terhadap Indonesia, sehingga setiap isu negatif yang mencoreng reputasi dan citra Indonesia justru menjadi komoditas berita yang penting bagi media massa Australia. Ketika Insiden Santa Cruz di akhir 1991 diekspos pada publik internasional, media massa Australia bersifat sangat subjektif dan hiperbola dengan menyamakan kejadian ini dengan peristiwa pembunuhan berdarah akibat politik apartheid di Sharpeville, Afrika Selatan pada tahun [10] Secara terang-terangan publik Australia menyatakan diri kecewa dengan pemerintahnya yang mendukung kepemimpinan Soeharto di Indonesia ketika itu karena pada akhirnya dukungan terhadap penjahat kemanusiaan itu dianggap sebagai pengkhianatan bangsa Australia terhadap Timor-Timur yang pernah berperang bersama melawan tentara Jepang dalam World War II.

4 Pemberitaan yang tidak berimbang ini juga membawa dampak buruk bagi Indonesia, beberapa negara donor, menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Indonesia. [11] Speech act yang menyorot secara detail tentang rendahnya tingkat penghargaan bangsa Indonesia tehadap HAM pada rezim Soeharto menjadi salah satu senjata Australia menyerang Indonesia dalam struktur pergaulan internasional Lepasnya Timor-Timur dari Indonesia Lepasnya Timor-Timur dari Indonesia juga tidak terlepas dari perubahan haluan politik luar negeri Indonesia akibat dinamika politik domestik. Dalam proses memanasnya hubungan Australia dan Indonesia, Indonesia sendiri ketika itu tengah disibukkan dengan dinamika politik, pergantian pemerintahan yang melibatkan mobilisasi massa besar-besaran, jatuhnya rezim diktator Soeharto dan digantikan dengan B.J Habibie (wakil presiden Indonesia ketika itu). Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan political uncertainty yang mengganggu stabilitas sistem pemerintahan berakibat pada kualitas kinerja dari aktor dan pembuat kebijakan luar negeri.penurunan kualitas kerja ini berdampak sistemik terhadap perspektif dunia internasional pada Indonesia.Indonesia dianggap tidak represif dan beri tikad baik untuk menyelesaikan berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di negara, sehingga kian hari tekanan dunia internasional kian menyudutkan Indonesia sebagai negara yang diminta bertanggung jawab atas segala kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Timor-Timur. Sepanjang masa pemerintahan Soeharto yang cenderung otoriter, segala tindakan prodisintegrasi yang dilancarkan oleh massa di Timor-Timur, selalu diredam dengan tindakan militer. Asumsinya, pertahanan dan kedaulatan administratif suatu negara, berada dibawah kewenangan pemerintah negara itu sendiri.tindakan pelenyapan nyawa tanpa alasan yang proporsional ini tetap dilanjutkan meskipun dunia internasional terus mengawasi tindakan Indonesia, khususnya Australia. Selain menumpangi kendaraan politik untuk mendapatkan legitimasi untuk mengeksplorasi Timor-Timur di masa depan nanti, Australia juga turut adil dalam memperburuk hubungan antara Indonesia dan negara-negara di barat karena propaganda media pasca penyebaran rekaman gambar Inseiden Santa Cruz yang dianggap dunia internasional merupakan kasus pelanggaran HAM universal yang patut ditindak. Ketika tongkat estafet kepemimpinan beralih pada B.J Habibie, Timor-Timur bukan lagi daerah prioritas yang integrasinya diperjuangkan dengan militer. Seiring dengan meningkatnya tekanan dunia internasional terhadap Indonesia yang menuntut keadilan bagi hak Timor-Timur menentukan nasibnya sendiri, Menanggapi tuntutan internasional, kabinet baru Habibie dalam sidang 9 Juni 1998 memutuskan untuk memberikan status khusus dengan otonomi luas bagi Timor-Timur. Pada 18 Juni 1998, Sekjen PBB yang menganggap keputusan ini sebagai good will Indonesia mengutus seorang duta besar dan perwakilan dari Portugal untuk membahas mekanisme otonomi luas ini. Portugal menjadi satu dari tiga pihak dalam tripartite ini karena Timor-Timur merupakan daerah bekas kolonialisasi Portugal sebelum berintegrasi dengan Indonesia pada Deklarasi Balibo 1975.

5 Tripartite ini kemudian menjadi tim kecil yang bertanggungjawab dalam membuat kebijakan penentuan nasib bagi Timor-Timur. Konsep ini akhirnya memperoleh jalan buntu karena Portugal dan representasi PBB melancarkan imposing the political conditionalities (tekanan-tekanan politik). Tekanan ini semakin jelas ketika PM Australia John Howard pada Desember 1998 mengirim sejenis surat tertutup (advisory opinion) pada presiden Habibie yang ditegaskan oleh pemerintah Australia pada media hanya berupa dorongan bagi Indonesia untuk memberikan right of-self determination (hak untuk menentukan nasib sendiri) [12]. Namun nyatanya surat itu berhasil membuat pemerintah Indonesia mengubah haluan kebijakan untuk Timor-Timur. Jika diawal pemerintah memberikan otonomi luas, kemudian dengan alibi demokrasi pemerintah menyatakan bahwa lepas atau tidaknya Timor-Timur dari Indonesia akan ditentukan oleh rakyatnya sendiri. Singkatnya, akan diadakan jajak pendapat di Timor-Timur sebagai jalan damai bagi penyelesaian konflik. Keputusan ini dibawa ke ruang publik internasional pada 27 Januari 1999 oleh pemerintah Indonesia. Keputusan ini kemudian diimplementasikan pada 5 Mei 1999, dimana Tripartite menyetujui dan mendukung keputusan Indonesia untuk melaksanakan jajak pendapat di Timor- Timur. Jajak pendapat akan diselenggarakan oleh PBB dan rakyat akan diminta memilih apakah Timor-Timur masih akan dibawah bendera Indonesia atau menentukan nasib sendiri dengan kemerdekaan. Hasil jajak pendapat yang dilaksanakan pada 30 Agustus 1999 ini kemudian positif. Sebanyak 78,5 % rakyat Timor-Timur memilih untuk merdeka. Timor-Timur yang belum memiliki pemerintahan berdaulat pun, diserahkan kepada PBB.Seiring dengan itu, pemerintah Indonesia mencabut status Timor-Timur sebagai provinsi ke-27 Indonesia sekaligus meratifikasi hasil jajak pendapat yang dilaksanakan di Timor-Timur. Sedangkan untuk meredam gejolak kontra di dalam negeri, Habibie berdalih bahwa Timor-Timur nantinya hanya akan menambah beban Indonesia dalam menjalankan pemerintahan. Lagipula Timor-Timur, secara natural bukanlah bagian dari bangsa Indonesia, ada banyak karaketr kebangsaan yang berbeda antara Timor Barat dan Timor Timur. Mulai dari bahasa, ras, mata uang yang berlaku, kehidupan ekonomi maupun politik yang jauh berbeda dan tertinggal dari daerah-daerah lain di Indonesia. Sebagaimana teori zero sum, Australia kemudian menjadi negara pemenang sebagai pahlawan mobilisasi tanggapan internasional. PBB meminta Australia menyiapkan pasukan penjaga kedamaian masuk ke Timor-Timur, selain untuk meredam aksi kerusuhan pro integrasi, juga untuk mendepak pendudukan TNI dari Timor-Timur. Pasukan yang bernama Internasional Force in East Timor (INTERFET) bertugas sebagai protektor yang menjamin lancarnya kinerja UNCHR dalam memasok bantuan kemanusiaan bagi pengungsi dan menjamin keamanan mobilitas pengungsi keluar masuk Timor-Timur dan Timor Barat Indikasi Kelemahan Diplomasi Indonesia Dalam upaya menyelesaikan masalah Timor-Timur, aktor diplomasi yang diturunkan oleh Indonesia ialah aktor-aktor dalam sistem politik.aktor-aktor diplomasi tersebut berupa diplomat,

6 presiden, para pejabat militer, dan berbagai institusi yang sifatnya state actors. Penjelasan berikut ini akan menekankan faktor-faktor internal Indonesia yang perlu dievaluasi dalam upaya memperbaiki sistem dan mekanisme hubungan diplomatik. Pertama, kelemahan diplomasi Indonesia, baik dalam menyusun keputusan foreign policy maupun dinamika internal ialah signifikannya peran-peran aktor politik dengan latar belakang militer daripada aktor profesional yaitu para diplomat karir.hal ini terjadi karena sebagai panglima tertinggi seluruh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, presiden dapat mengintervensi politikluar negeri dan upaya diplomasi yang sebelumnya dilakukan oleh para pejabat karir.bila berkenaan dengan kepentingan militer, struktur organisasi Deplu yang bersifat kaku dapat bersifat fleksibel (pengaruh rezim dan faktor idiosinkratik pemimpin ketika itu).para pejabat militerlah yang menempati posisi strategis dalam Deplu, sehingga muncul persepsi yang kurang baik tentang militer dimata pejabat Deplu dan para diplomat. Sebagai diplomat, para pejabat militer tidak memiliki pelatihan dan pengalaman yang cukup untuk menangani masalah hubungan internasional dan diplomasi.intervensi militer di Deplu membuat Deplu kesulitan menjalankan politik luar negeri yang independen. Kedua, dominasi pimpinan tertinggi eksekutif di dalam pembuatan keputusan. [13] Rezim kepemimpinan Soeharto ketika itu membuat Deplu kemudian hanya berperan sebagai departemen teknis yang menangani masalah rutin dan sifatnya administratif. Sedangkan untuk masalah yang berkenaan dengan HAM, hubungan diplomatik, tindakan represif dalam pergaulan internasional, cenderung didominasi oleh para pejabat militer yang pro terhadap pimpinan eksekutif dan rezim.deplu hanya berperan sebagai agen hubungan masyarakat yang harus menjelaskan kepada dunia internasional alasan diplomatis dibalik kejadian tersebut. Ketiga, lemahnya strategi dan taktik diplomasi Deplu.Terkait kasus Timor-Timur, tidak ada strategi khusus menyangkut persepsi yang coba ditanamkan oleh pemerintah Indonesia terhadap publik (baik internal maupun internasional) saat kasus ini dianggap sebagai kasus pelanggaran HAM yang penting di mata internasional.indonesia malah mempersepsikan diri bahwa segala jenis tekanan internasional tersebut hanya bentuk interfensi dunia terhadap politik dalam negeri Indonesia. Dilain pihak, massa dan pimpinan massa prodisintegrasi Timor-Timur dengan aktif menjalin jaringan diplomatik dengan Australia, baik pada pemerintah maupun menarik perhatian media massa. Mereka melakukan diplomasi publik melalui berbagai aktivitas lobby informal dan aksi-aksi yang melibatkan masyarakat luas serta media massa internasional. Keempat, diplomat Indonesia dinilai Mochtar Kusumaatmadja, lebih banyak melakukan diplomasi kebatinan. [14] Maksudnya diplomat Indonesia bukan merupakan diplomat yang tidak memiliki kemampuan khusus menghadapi tekanan media dan publik. Budaya rezim telah mendidik diplomat menjadi aktor yang cenderung diam dan sulit berkomunikasi. Sifat kurang ekspresif dan kurang artikulatif para aktor first track diplomacy ini dimanfaatkan oleh pihak lawan (baik Timor-Timur maupun Australia) dengan mengembangkan jaringan diplomasi second track yang fleksibel dan aktif melalui NGOs, aktor individu, dan media massa internasional. [15]

7 BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Awal dari memburuknya hubungan Indonesia-Australia ialah kegagalan pimpinan tertinggi eksekutif Indonesia dalam menjaga citra bangsa, mewakili kepentingan pemerintah, dan mempertahankan hubungan yang stabil.hal in terjadi karena pada masa itu Indonesia berada dibawah pengaruh rezim otoriter yang menghalalkan tindakan militer untuk menjaga integrasi dalam dan luar negeri (bukan upaya diplomsi formal). Ketika rezim berganti, yang terjadi kemudian ialah rendahnya umpan balik (represif) Indonesia terhadap tuduhan yang dilemparkan, baik isu yang berkembang di komunitas global maupun propaganda media yang subjektif, menyebabkan eksistensi diplomasi Indoneis kian lemah.ini merupakan pelajaran bagi diplomasi Indonesia tentang pentingnya pencitraan, penguatan diplomasi konvensional, menggunakan alternatif diplomasi publik dan melibatkan lebih banyak aktor lagi dalam membangun hubungan diplomatik yang sehat (multi-track diplomacy). Pemerintah Indonesia juga mengalami kegagalan visi dan penetapan status dalam menangani masalah Timor-Timur.Meskipun kenyataannya isu Timor-Timur memberikan dampak signifikan terhadap pencitraan internasional, pemerintah Indonesia selalu mengingkari hal ini.khususnya terhadap mobilisasi opini publik di Australia, Indonesia tidak pernah menyusun dan menerapkan satu strategi khusus.dalam kasus Australia, Indonesia dianggap belum berhasil memenangkan hati publik Australia.Hal ini terjadi karena publik Australia menganggap Indonesia tidak serius menangani kasus Timor-Timur, baik disintegrasi maupun upaya penegakan HAM pasca runtuhnya orde baru. Selain itu, lepasnya Timor-Timur dari Indonesia merupakan pembelajaran bagi rezim birokrasi yang otoriter yang menempatkan pemimpin militer di birokrasi sehingga Deplu tidak memiliki otoritas sebagai departemen publik untuk melakukan aktivitas diplomasi yang independen karena selalu ditunggangi kepentingan sekelompok orang dengan kekuasaan Saran Untuk mengoptimalkan kinerja diplomat dan frist track diplomacy actorsindonesia, penulis mempunyai beberapa saran, 1. Sejak berubahnya pola hubungan internasional dalam komunitas global yang ditandai dengan meningkatnya aktor dalam hubungan internasional, pola diplomasi yang dilakukan pun layak berubah. Hal ini karena state actor tidak lagi bisa mengakomodir semua kepentingan mobilitas internasional.second track diplomacy dengan multi-track actor dianggap penting karena secara ideal second

8 track diplomacy akan memberikan kelengkapan negosiasi dan fasilitas yang sulit dicapai jika hanya mementingkan national interest masing-masing negara. 2. Perlu dicatat bahwa para pejabat militer tidak dilatih dan tidak mendapatkan pendidikan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bernegosiasi dengan negara lain. Sebagai Kementrian utama yang melaksanakan tugas-tugas utama Indonesia di luar negeri, Kemenlu semestinya diberi hak otoritas untuk mengambil kebijakan dalam mengejewantahkan faktor penghalang birokrasi dalam proses membangun hubungan diplomasi dengan negara lain (karena akan sulit bagi Kemenlu mencetak prestasi dibawah tekanan dan ketidaknyamanan kerja). 3. Kekerasan, militer dan hard power bukan lagi jalan yang ditempuh di abad 21 ini. negara-negara berlomba-lomba menyusun soft and smart power untuk mendapatkan posisi tawar yang bailk dalam komunitas internasional. 4. Pentingnya declassified documents bagi pemerintah Indonesia (terkait pembelajaran kasus disintegrasi Timor-Timur). Kebijakan untuk mengumumkan secara terbuka dokumen-dokumen pemerintahan setelah berakhirnya satu periode dalam permerintahan dianggap penting untuk review dan rekam jejak dalam penyelesaian isu-isu khusus. Keterbatasan akses terhadap dokumen negara (yang selalu dirahasiakan) membuat sebuah kebijakan seringkali kadang secara sistematis menjadi tidak berkesinambungan. Buku dan Artikel DAFTAR PUSTAKA Djelantik, Sukawarsini Diplomasi: Antara Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu Kumar, Rajesh Non-Alignment Policy of Indonesia. Jakarta: CSIS, Jakarta. Mc.Donald, Louise Multi-Track Diplomacy: A System Approach to Peace, Third Edition. USA: Kumarian Press, Inc. Nazir, Mohamad Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia. Pattiradjawane, Rene L. Indonesia dalam Politik Globalisasi. Kompas (5 Mei 2010):9. Suryokusumo, Sumaryo Studi Kasus Hukum Internasional. Jakarta: Tatanusa Sutch, Peter dan Juanita Elias The Basics, International Relations. New York: Routledge Volgy, Thomas J International Politics and States Strength. United Kingdom: Lynne Rienner Publisher Inc. Jurnal Downer, Alexander East Timor looking back on 1999, Australian Journal of International Affairs, vol.54/1, hal.5.

9 Kumar, Rajesh Indonesias Policy of Non-Alignment: Decolonialization and the Issue of East Timor, vol II, hal 59. Halaman Web diakses pada 13 Mei 2010 pukul diakses pada 12 Mei 2010 pukul Menteri&IDP=207&l=id diakses pada 12 Mei 2010 pukul i.html diakses pada 13 Mei 2010 pukul diakses pada 13 Mei 2010 pada pukul diakses pada 13 Mei 2010 pukul diakses pada 13 Mei 2010 pukul diakses pada 18 Mei 2010 pukul diakses pada 18 Mei 2010 pukul [1] Sumaryo Suryokusumo Studi Kasus Hukum Internasional, Cetakan 1, Jakarta: Tatanusa, hlm 95 [2] Majelis Umum PBB. Deklarasi PBB tentang Pemberian Kemerdekaan bagi Rakyat dan Bangsa-Bangsa Terjajah. Sidang Umum PBB 1960 dan 1961: Resolusi 1514 (XV) dan 1654 (XVI). [3] Suryokusumo, op.cit., hlm 97 [4] [5] Dr. Louise Diamond, Ambasadoor John McDonald Multi-Track Diplomacy. USA: Kumarian Press Inc., hlm [6] Peter Stuch, Juanita Elias The Basic: The International Relations. New York: Routledge, hlm [7] Sukawarsini Djelantik Diplomasi Antara Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm 103 [8] Ibid,.hlm 107 [9] Mohamad Nazir Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 15. [10] Loc,.cit

10 [11] Sukawarsini Djelantik, op.cit., hlm 128 [12] loc.cit,. [13] Sukawarsini Djelantik, op.cit., hlm 107 [14] Ibid,.hlm 114 [15] Ibid., hlm 110

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sejak awal integrasi ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun 1976, Timor Timur selalu berhadapan dengan konflik, baik vertikal maupun

Lebih terperinci

Pengaruh Politik Domestik Terhadap Kebijakan Politik Luar Negeri Australia

Pengaruh Politik Domestik Terhadap Kebijakan Politik Luar Negeri Australia Ciptahadi Nugraha 10/296341/SP/23828 Pengaruh Politik Domestik Terhadap Kebijakan Politik Luar Negeri Australia Seperti yang kita ketahui, dalam politik pemerintahan Australia terdapat dua partai yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masuknya Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia disahkan

BAB I PENDAHULUAN. Masuknya Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia disahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masuknya Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia disahkan melalui UU No. 7 Th. 1976 (LN. 1976-36) tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebelum Timor Timur berintegarasi dengan Indonesia, Timor Timur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebelum Timor Timur berintegarasi dengan Indonesia, Timor Timur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum Timor Timur berintegarasi dengan Indonesia, Timor Timur telah terpecah belah akibat politik devide at impera. Pada 1910 terjadi pemberontakan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam peneltian ini peneliti dapat melihat bahwa, Menteri Luar Negeri Ali Alatas melihat Timor Timur sebagai bagian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia BAB V KESIMPULAN Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia berubah dari super power state menjadi middle-power state (negara dengan kekuatan menengah). Kebijakan luar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. B.J. Habibie merupakan suatu keputusan yang seperti pedang bermata dua.

BAB V KESIMPULAN. B.J. Habibie merupakan suatu keputusan yang seperti pedang bermata dua. BAB V KESIMPULAN Pemberian Referendum terhadap Timor-Timur yang dikeluarkan Presiden B.J. Habibie merupakan suatu keputusan yang seperti pedang bermata dua. Dimana satu sisi mendapat pertentangan dari

Lebih terperinci

Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI

Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA PADA MASA ORDE BARU: STUDI KASUS OPERASI SEROJA / INTEGRASI TIMOR-TIMUR KE WILAYAH NKRI TINGKAT ANALISIS SISTEM GLOBAL Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode perjuangan tahun 1945-1949 sering disebut dengan masa perjuangan revolusi fisik atau periode perang mempertahankan kemerdekaan. Periode tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

Politik Global dalam Teori dan Praktik

Politik Global dalam Teori dan Praktik Politik Global dalam Teori dan Praktik Oleh: Aleksius Jemadu Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Oleh Dr. Muridan S. Widjojo (Koordinator Tim Kajian Papua LIPI) Ballroom B Hotel Aryaduta Jakarta, Senin,13 Desember 2010 Refleksi: 1. catatan

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

Pengadilan Internasional bagi Timor-Leste: ide yang tak mau pergi

Pengadilan Internasional bagi Timor-Leste: ide yang tak mau pergi Pengadilan Internasional bagi Timor-Leste: ide yang tak mau pergi Patrick Walsh Austral Policy Forum 09-17B 27 Augustus 2009 Ringkasan: Patrick Walsh, Penasehat Senior untuk Sekretariat Teknik Paska-CAVR,

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1 Tinjauan Buku MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS Djoko Walujo 1 Penulis : Muis, A. Judul Buku : Indonesia di Era Dunia Maya Teknologi Informasi dalam Dunia Tanpa Batas Penerbit : Remaja Rosdakarya,

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

Pendahuluan. Utama, Jakarta, 2000, p Hadi, dkk., pp

Pendahuluan. Utama, Jakarta, 2000, p Hadi, dkk., pp Pendahuluan Timor Timur berada di bawah penjajahan Portugal selama lebih dari empat abad sebelum akhirnya Revolusi Anyelir di tahun 1974 membuka jalan bagi kemerdekaan negaranegara koloninya. Setelah keluarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

BAB IV PERTIMBANGAN INDONESIA DALAM MEMBERIKAN REFERENDUM TIMOR TIMUR BERDASARKAN FAKTOR EKSTERNAL

BAB IV PERTIMBANGAN INDONESIA DALAM MEMBERIKAN REFERENDUM TIMOR TIMUR BERDASARKAN FAKTOR EKSTERNAL BAB IV PERTIMBANGAN INDONESIA DALAM MEMBERIKAN REFERENDUM TIMOR TIMUR BERDASARKAN FAKTOR EKSTERNAL A. Keterlibatan Australia Dalam Referendum Timor Timur Meskipun Australia bukanlah pihak yang berkepentingan

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA. 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik)

BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA. 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik) BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik) Dilihat dari gambaran umum dan penyebab konflik, maka dapat diciptakan sebuah model 2x2 matriks

Lebih terperinci

Sejak Edisi Pertama diterbitkan pada tahun 2008 sudah banyak perubahan yang terjadi baik

Sejak Edisi Pertama diterbitkan pada tahun 2008 sudah banyak perubahan yang terjadi baik Politik Global; Dalam Teori dan Praktik Edisi 2 oleh Aleksius Jemadu Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP Bab ini bertujuan untuk menjelaskan analisa tesis yang ditujukan dalam menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesa. Proses analisa yang berangkat dari pertanyaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA 151060046 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan suatu negara untuk menjadi lebih baik dari aspek kehidupan merupakan cita-cita dan sekaligus harapan bagi seluruh rakyat yang bernaung di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Sebagai bagian dari agenda untuk mewujudkan kondisi aman dan damai, upaya secara komprehensif mengatasi dan menyelesaikan permasalahan separatisme yang telah

Lebih terperinci

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD 1945 A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Dalam UUD 1945, pengaturan tentang pemerintah daerah diatur dalam Bab VI pasal

Lebih terperinci

Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai, oleh Roni Tabroni Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta

Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai, oleh Roni Tabroni Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai, oleh Roni Tabroni Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Portugal hingga Pada tahun 1975, proses penjajahan yang dilakukan oleh Portugal

BAB I PENDAHULUAN. Portugal hingga Pada tahun 1975, proses penjajahan yang dilakukan oleh Portugal BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Timor Timur merupakan salah satu negara yang pernah dijajah oleh Portugal hingga Pada tahun 1975, proses penjajahan yang dilakukan oleh Portugal berlangsung begitu

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak deklarasi Integrasi di Balibo pada 30 November 1975, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sejak deklarasi Integrasi di Balibo pada 30 November 1975, Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak deklarasi Integrasi di Balibo pada 30 November 1975, Indonesia menganggap Timor Timur sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI Disusun Oleh: TRI SARWINI 151070012 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negarawan merupakan karakter yang sangat penting bagi kepemimpinan nasional Indonesia. Kepemimpinan negarawan diharapkan dapat dikembangkan pada pemimpin pemuda Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma good governance muncul sekitar tahun 1990 atau akhir 1980-an. Paradigma tersebut muncul karena adanya anggapan dari Bank Dunia bahwa apapun dan berapapun bantuan

Lebih terperinci

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA Salah satu langkah penting dalam diplomasi internasional adalah penyelenggaraan KTT Luar Biasa ke-5 OKI untuk penyelesaian isu Palestina

Lebih terperinci

Sambutan Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripruna, Jakarta, 27 Oktober 2011 Kamis, 27 Oktober 2011

Sambutan Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripruna, Jakarta, 27 Oktober 2011 Kamis, 27 Oktober 2011 Sambutan Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripruna, Jakarta, 27 Oktober 2011 Kamis, 27 Oktober 2011 SAMBUTAN PENGANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA SIDANG KABINET PARIPURNA DI GEDUNG

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. dari revolusi di kerdua Negara tersebut. Bahkan di Mesir media sosial

BAB V. Kesimpulan. dari revolusi di kerdua Negara tersebut. Bahkan di Mesir media sosial BAB V Kesimpulan Berdasarkan tulisan diatas, dapat diambil argumen bahwa Media memiliki peranan yang sangat penting dalam isu politik dan hubungan internasional. Di kawasan Mesir dan Suriah bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ganda, sementara itu terdapat juga negara-negara yang menerapkan sistem

BAB I PENDAHULUAN. ganda, sementara itu terdapat juga negara-negara yang menerapkan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keanggotaan seseorang dari suatu komunitas bangsa biasanya berhubungan dengan hukum terkait kelahirannya, karena adanya hubungan darah ataupun karena imigrasi

Lebih terperinci

Telah terjadi penembakan terhadap delapan TNI dan empat warga oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bagaimana tanggapan Anda terkait hal ini?

Telah terjadi penembakan terhadap delapan TNI dan empat warga oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bagaimana tanggapan Anda terkait hal ini? Organisasi Papua Merdeka (OPM) terus beraksi dalam beberapa bulan terakhir di Papua. Aparat keamanan dan kepolisian jadi sasaran, termasuk warga sipil. Sudah banyak korban yang tewas karenanya, termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan peri-keadilan (MPR RI, 2012: 2).

I. PENDAHULUAN. dan peri-keadilan (MPR RI, 2012: 2). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan merupakan hak setiap bangsa untuk terlepas dan terbebas dari tekanan bangsa lain. Hal ini senada dengan isi pembukaan UUD 1945. Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN Pemilihan judul skripsi didasarkan pada permasalahan mengenai tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia sektor domestik yang bekerja di Malaysia. Terutama mengenai

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

Mengapa HT terus mendesak pemerintah mengirimkan tentara perang melawan Israel?

Mengapa HT terus mendesak pemerintah mengirimkan tentara perang melawan Israel? Hafidz Abdurrahman Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI Inggris melakukan berbagai upaya untuk mendudukkan Yahudi di Palestina namun selalu gagal. Tapi setelah khilafah runtuh dan ruh jihad mati barulah negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari pembahasan skripsi yang berjudul Gejolak Politik di Akhir Kekuasaan Presiden: Kasus Presiden Soeharto (1965-1967) dan Soeharto

Lebih terperinci

Budi Mulyana, Pengamat Hubungan Internasional

Budi Mulyana, Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana, Pengamat Hubungan Internasional Pemerintah Indonesia melayangkan nota protes ke Kedubes Amerika Serikat setelah koran terkemuka di Australia Sydney Morning Herald, Selasa (29/10), menyebut

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V, penulis memaparkan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Kesimpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap

Lebih terperinci

: Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si. Memahami Diplomasi

: Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si. Memahami Diplomasi Mata Kuliah Dosen : Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si Memahami Diplomasi Pada masa kini dengan berkembang luasnya isu internasional menyebabkan hubungan internasional tidak lagi dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita hidup ditengah derasnya perkembangan sistem komunikasi. Media massa adalah media atau sarana penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

RESUME KEPENTINGAN AUSTRALIA DI TIMOR LESTE. Konflik di Timor Leste mencapai titik kulminasi pada

RESUME KEPENTINGAN AUSTRALIA DI TIMOR LESTE. Konflik di Timor Leste mencapai titik kulminasi pada RESUME KEPENTINGAN AUSTRALIA DI TIMOR LESTE Konflik di Timor Leste mencapai titik kulminasi pada tanggal 11 Februari 2008 pagi dengan terjadinya serangan bersenjata yang dilakukan Mayor Alfredo Reinado

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap

BAB V KESIMPULAN. BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap BAB V KESIMPULAN BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap pembahasan yang ada di dalam karya tulis (skripsi) ini. Kesimpulan tersebut merupakan ringkasan dari isi perbab yang kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas

BAB I PENDAHULUAN. berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia menjadi masa yang berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas dari incaran negara

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tibet yang berusaha melawan Tiongkok. Setelah diasingkan ke Dharamsala, Dalai

BAB V PENUTUP. Tibet yang berusaha melawan Tiongkok. Setelah diasingkan ke Dharamsala, Dalai BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Tenzin Gyatso merupakan Dalai Lama ke-14 adalah seorang pemimpin spiritual Tibet sekaligus pemimpin pemerintahan Tibet yang dipilih secara turun temurun. Dalam konflik yang

Lebih terperinci

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan Oleh Hardy Merriman Aksi tanpa kekerasan menjadi salah satu cara bagi masyarakat pada umumnya, untuk memperjuangkan hak, kebebasan, dan keadilan. Pilihan tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian antar negara-negara

BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian antar negara-negara BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH A. Alasan Pemilihan Judul Liga Arab adalah organisasi yang beranggotakan dari negara-negara Arab. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA I. UMUM Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Agen, Konstituen, dan Khalayak. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: ,

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Agen, Konstituen, dan Khalayak. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: , Negosiasi Bisnis Minggu-11: Agen, Konstituen, dan Khalayak By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: 08122035131, Email: ailili1955@gmail.co.id Jumlah Pihak Dalam Negosiasi Negosiasi antar dua orang negosiator.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME Dinamika politik internasional pasca berakhirnya Perang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta

BAB 1 PENDAHULUAN. hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta merupakan anugerah Nya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN

ANGGARAN RUMAH TANGGA ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN Pasal 1 1. Anggota AJI adalah jurnalis yang telah memenuhi syarat profesional dan independen yang bekerja untuk media massa cetak, radio, televisi, dan

Lebih terperinci

Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku

Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku Indonesian Perspective, Vol. 2, No. 1 (Januari-Juni 2017): 77-81 Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku Tonny Dian Effendi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Membuka Ruang Kritis. Menolak Lupa

Membuka Ruang Kritis. Menolak Lupa Membuka Ruang Kritis Menolak Lupa http://sorgemagz.com Membuka Ruang Kritis, Menolak Lupa Oleh: Daywin Prayogo 1 You never need an argument against the use of violence, you need an argument for it Noam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER 145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik

Lebih terperinci

Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing.

Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing. Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing. Balas campur tangan militer Kenya di Somalia, kelompok al Shabab menyerang sebuah mal di Nairobi,

Lebih terperinci

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu

Lebih terperinci

BAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK

BAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK BAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK Untuk lebih mendalami hakekat pendidikan politik, berikut ini disajikan lagi beberapa pendapat ahli mengenai pendidikan politik. Alfian (1986) menyatakan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk Indonesia yang dinamakan Indonesian Commission dan merupakan bagian dari Pusat Tindak Pencegahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejarah perjuangan rakyat Timor Leste adalah sejarah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejarah perjuangan rakyat Timor Leste adalah sejarah perjuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah perjuangan rakyat Timor Leste adalah sejarah perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme. Selama 24 (dua puluh empat) tahun rakyat Timor Leste berjuang

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan

Lebih terperinci

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE 2014-2019 Tesis Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di pesisir Atlantik, yang kemudian diarahkan oleh satu Konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. negara di pesisir Atlantik, yang kemudian diarahkan oleh satu Konstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bermula dari para pendatang dari Eropa yang bermukim di Amerika utara sejak abad ke-16, bangsa Amerika menjadi sebuah bangsa baru yang lahir dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Tenggara yang terlingkup dalam satu kawasan, yaitu Asia Selatan. Negara-negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Rencana Iran menjadi tuan rumah KTT Non Blok mendapat perlawanan dari

BAB V KESIMPULAN. Rencana Iran menjadi tuan rumah KTT Non Blok mendapat perlawanan dari BAB V KESIMPULAN Rencana Iran menjadi tuan rumah KTT Non Blok mendapat perlawanan dari AS dan Israel. Kedua negara secara nyata mengajak negara anggota Non Blok untuk tidak hadir dalam agenda tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sekaligus (Abdullah, 2006: 77). Globalisasi telah membawa Indonesia ke dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sekaligus (Abdullah, 2006: 77). Globalisasi telah membawa Indonesia ke dalam BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perubahan yang terjadi di Indonesia selama setengah abad ini sesungguhnya telah membawa masyarakat ke arah yang penuh dengan fragmentasi dan kohesi sekaligus (Abdullah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada permintaan tebusan dalam pembebasan sandera. Namun hal tersebut ditolak

BAB I PENDAHULUAN. pada permintaan tebusan dalam pembebasan sandera. Namun hal tersebut ditolak BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Abu Sayyaf merupakan kelompok bersenjata yang berbasis di sekitar kepulauan selatan Filipina. Kelompok tersebut menyandera 10 warga negara Indonesia yang sedang

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN INDONESIA DALAM MEMBERIKAN REFERENDUM KEPADA TIMOR TIMUR PADA TAHUN 1999 DI ERA B.J HABIBIE

PERTIMBANGAN INDONESIA DALAM MEMBERIKAN REFERENDUM KEPADA TIMOR TIMUR PADA TAHUN 1999 DI ERA B.J HABIBIE PERTIMBANGAN INDONESIA DALAM MEMBERIKAN REFERENDUM KEPADA TIMOR TIMUR PADA TAHUN 1999 DI ERA B.J HABIBIE INDONESIA CONSIDERATION IN GIVING TO THE REFERENDUM IN EAST TIMOR IN 1999 IN B.J HABIBIE ERA JURNAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deklarasi terhadap pembentukan sebuah negara yang merdeka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pembentukan struktur atau perangkatperangkat pemerintahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. alam atau krisis kemanusiaan yang diakibatkan oleh benturan kepentingan antara para aktor

PENDAHULUAN. alam atau krisis kemanusiaan yang diakibatkan oleh benturan kepentingan antara para aktor PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bantuan luar negeri (foreign aid) digunakan saat suatu kawasan sedang dilanda bencana alam atau krisis kemanusiaan yang diakibatkan oleh benturan kepentingan antara para aktor

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P No.379, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Penanganan Konflik Sosial. Penggunaan dan Pengerahan. Kekuatan TNI. Bantuan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

Eropa Pasca Perang Dingin.

Eropa Pasca Perang Dingin. Eropa Pasca Perang Dingin sudrajat@uny.ac.id/ Konstelasi Politik Global Runtuhnya Uni Soviet mengubah peta politik dunia dari bipolar menjadi multipolar. Amerika Serikat menjadi polisi dunia yang berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Dalam kegiatan saling

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Dalam kegiatan saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena manusia dianugrahkan akal, pikiran dan perasaan. Manusia juga merupakan makhluk sosial yang tidak dapat

Lebih terperinci