UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PRODI S1 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PRODI S1 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM"

Transkripsi

1 LITERASI SAINS MAKALAH Untuk memenuhi tugas matakuliah Sains, Teknologi, dan Masyarakat yang dibimbing oleh Bapak Drs. Kadim Masjkur, M.Pd. dan Ibu Erni Yulianti, S.Pd., M.Pd. Oleh : Kelompok 1 / OFF. A Aditya Pratama Hari Kurniawan ( ) Badi Silvana ( ) Binti Aliatul Mutma inah ( ) Linda Nur Rohmah ( ) UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PRODI S1 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM Februari 2017

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-nya sehingga makalah yang berjudul Literasi Sains ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sains, Teknologi, dan Masyarakat Kami berterima kasih pada Bapak Drs. Kadim Masjkur, M.Pd. dan Ibu Erni Yulianti, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen mata kuliah Sains, Teknologi, dan Masyarakat yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Literasi Sains. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini banyak kekurangan, baik menyangkut isi maupun penulisan. Karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapakan oleh penulis untuk menyempurnakan makalah ini. Malang, Februari 2017 Penyusun i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Rumusan Masalah... 1 Tujuan... 2 BAB II: PEMBAHASAN Definisi Literasi Sains... 3 Urgensi Literasi Sains... 5 Karakteristik Pebelajar yang Melek Sains... 8 BAB III: PENUTUP Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA ii

4 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Literasi sains adalah pemahaman atas sains dan prosesnya, serta aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat. Literasi sains sangat penting untuk memecahkan berbagai persoalan yang terkait etika, moral dan isu-isu global akibat perubahan yang pesat dalam bidang sains dan teknologi. Penilaian literasi sains dalam PISA tidak semata-mata pada pengukuran tingkat pemahaman pengetahuan IPA, namun juga pemahaman terhadap berbagai proses IPA dan kemampuan mengaplikasikan pengatahuan dan proses IPA dalam situasi nyata. Literasi sains berarti mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta-fakta yang didapatkan di sekolah dengan fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Literasi sains melibatkan sains sekolah untuk kehidupan sehari-hari peserta didik untuk pengambilan keputusan dalam masyarakat. Kemampuan literasi sains mencerminkan kesiapan warga dalam menjawab tantangan global yang semakin hari semakin mendesak. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan formal perlu melatihkan peserta didik pada kemampuan literasi sains, karena peserta didik tidak dengan sendirinya berkembang tetapi perlu dilatihkan agar siap menghadapi situasi kehidupan nyata dimasa yang akan datang. Berbagai upaya reformasi pendidikan IPA telah banyak dilakukan di beberapa negara untuk mewujudkan masyarakat berliterasi sains, salah satunya melalui kurikulum dan pembelajaran. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diketahui rumusan masalah sebagai berikut, 1. Apa definisi dari literasi sains? 2. Bagaimana urgensi literasi sains? 3. Apa saja karakteristik pebelajar yang memiliki literasi sains? 1

5 Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat diketahui tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut, 1. Untuk mengetahui definisi dari literasi sains 2. Untuk mengetahui urgensi dari literasi sains 3. Untuk mengetahui karakteristik dari pebelajar yang memiliki literasi sains 2

6 BAB II PEMBAHASAN Definisi Literasi Sains Literasi Sains (science literacy, LS) berasal dari gabungan dua kata Latin, yaitu literatus, artinya ditandai dengan huruf, melek huruf atau berpendidikan dan scientia yang artinya memiliki pengetahuan (Toharudin Uus dkk, 2011 : 1). Secara harfiah literasi berasal dari kata literacy yang berarti melek huruf/gerakan pemberantasan buta huruf (Echols&Shadily, 1996: 361 & 54). Sedangkan istilah sains berasal dari bahasa Inggris Science yang berarti ilmu pengetahuan. Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas dalam Mahyuddin, 2007). Holbrook & Rannikmae (2009) menggambarkan bahwa ada dua kelompok utama orang yang memiliki pandangan tentang scientific literacy, yaitu kelompok science literacy dan kelompok scientific literacy. Kelompok pertama science literacy memandang bahwa komponen utama literasi sains adalah pemahaman konten sains yaitu konsep-konsep dasar sains. Pemahaman kelompok pertama inilah yang banyak dipahami oleh guru-guru sains saat ini baik di Indonesia maupun di luar negeri. Kelompok kedua, scientific literacy, memandang literasi sains searah dengan pengembangan life skills (Rychen & Salganik, 2003), yaitu pandangan yang mengakui perlunya keterampilan bernalar dalam konteks sosial dan menekankan bahwa literasi sains diperuntukan bagi semua orang, bukan hanya kepada orang yang memilih karir dalam bidang sains atau spesialis dalam bidang sains. PISA mendefinisikan Literasi sains sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan dan kemampuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan menarik kesimpuan berdasarkan bukti-bukti dan data yang ada agar dapat memahami dan membantu peneliti untuk membuat keputusan tentang dunia alami dan interaksi manusia dengan alamnya (Rustaman, 2004). Untuk tujuan penilaian, 3

7 definisi literasi sains PISA dapat dicirikan oleh empat aspek yang saling terkait, yaitu aspek konteks, pengetahuan, kompetensi, dan sikap sains (OECD, 2007). Aspek konteks mengarahkan peserta didik untuk dapat mengenali situasi dalam kehidupan yang melibatkan sains dan teknologi. Hal ini bertujuan agar peserta didik dapat memahami bahwa ilmu pengetahuan memiliki nilai tertentu bagi individu dan masyarakat dalam meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup dan dalam pengembangan kebijakan publik. Aspek pengetahuan mengarahkan peserta didik untuk dapat memahami alam atas dasar pengetahuan ilmiah yang mencakup pengetahuan alam dan pengetahuan tentang ilmu pengetahuan itu sendiri. Tujuannya adalah untuk menggambarkan sejauh mana peserta didik dapat menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks yang relevan dengan kehidupan mereka (Ekohariadi, 2009). Aspek kompetensi dalam literasi sains PISA memberikan prioritas terhadap beberapa kompetensi, yaitu: (1) mengidentifikasi isu ilmiah, yaitu mengenai isu yang mungkin diselidiki secara ilmiah, mengidentifikasi kata-kata kunci untuk informasi ilmiah, mengenal ciri khas penyelidikan ilmiah; (2) menjelaskan fenomena ilmiah, yaitu mengaplikasikan pengetahuan sains dalam situasi yang diberikan, mendeskripsikan atau menafsirkan fenomena dan memprediksi perubahan, mengidentifikasi deskripsi, eksplanasi, dan prediksi yang sesuai.; dan (3) menggunakan bukti ilmiah, yaitu menafsirkan bukti ilmiah dan menarik kesimpulan, memberikan alasan untuk mendukung atau menolak kesimpulan dan mengidentifikasikan asumsi-asumsi yang dibuat dalam mencapai kesimpulan, mengomunikasikan kesimpulan terkait bukti dan penalaran dibalik kesimpulan dan membuat refleksi berdasarkan implikasi sosial dari kesimpulan ilmiah. Aspek sikap sains menunjukkan minat dalam ilmu pengetahuan, dukungan untuk penyelidikan ilmiah, dan motivasi untuk bertindak secara bertanggung jawab terhadap, misalnya, sumber daya alam dan lingkungan. Perhatian PISA untuk sikap terhadap ilmu pengetahuan didasarkan pada keyakinan bahwa literasi sains seseorang mencakup sikap tertentu, kepercayaan, orientasi motivasi, rasa self efficacy, nilai-nilai, dan tindakan utama. Merujuk pada PISA 2006, sikap sains dalam literasi sains terdiri dari tiga kategori, yaitu: (1) mendukung inkuiri 4

8 sains, (2) ketertarikan terhadap sains, dan (3) tanggung jawab terhadap sumber daya lingkungan. Menurut Poedjiadi (2005), seseorang yang memiliki kemampuan Literasi sains dan teknoogi adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains yang diperoleh dalam pendidikan. Pengembangan literasi sains sangat penting karena ia dapat memberi konstribusi bagi kehidupan sosial dan ekonomi serta untuk memperbaiki pengambilan keputusan di tingkat masyarakat dan personal (Laugksch, 2000). Sedangkan Miller (1983) mendefinisikan Literasi sains sebagai kemampuan membaca dan menulis tentang sains dan teknologi. Literasi sains menurut National Science Education Standards (1995) adalah: Scientific literacy is knowledge and understanding of scientific concepts and processes required for personal decision making, participation in civic and cultural affairs, and economic productivity. It also includes specific types of abilities. Literasi sains yaitu suatu ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan proses sains yang akan memungkinkan seseorang untuk membuat suatu keputusan dengan pengetahuan yang dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan, budaya dan pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya kemampuan spesifik yang dimilikinya. Literasi sains dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat (Widyatiningtyas, 2008). Jadi, dapat disimpulkan bahwa literasi sains merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi suatu permasalahan dengan menggunakan konsepkonsep sains. Urgensi Literasi Sains Terwujudnya masyarakat melek sains (scientific literate) adalah salah satu tujuan utama pendidikan sains selain itu peningkatan literasi sains siswa di sekolah juga telah menjadi tujuan kurikulum dan para pengajar sains lebih dari satu abad ini (Millar, 2008) Berbagai upaya reformasi pendidikan sains telah banyak dilakukan di berbagai negara. Sebagai contoh, reformasi yang dilakukan di negara Amerika menekankan pada pengembangan pemahaman yang akurat tentang sains dan literasi sains. Dalam dokumen standar Amerika Benchmarks for Scientific 5

9 Literacy, selain menyebutkan pemahaman tentang konsep-konsep fundamental sains juga memotret hakikat sains (NOS) dan inkuiri ilmiah (scientific inquiry) sebagai komponen kunci dalam literasi sains. Pentingnya literasi sains juga sudah menjadi perhatian pemerintah dan para praktisi pendidikan sains di Indonesia. Meskipun istilah literasi sains tidak dicantumkan secara eksplisit pada Kurikulum 2013, namun dari kandungan kompetensi inti dan kompetensi dasar mencerminkan pengembangan literasi sains peserta didik sebagai salah satu tujuan pendidikan IPA di SMP. National Science Education Standards (NSES) dalam NRC (1996) menyatakan bahwa seseorang yang melek sains akan memiliki pemahaman terhadap enam unsur utama dari literasi sains, yaitu: (1) sains sebagai inkuri, (2) konten sains, (3) sains dan teknologi, (4) sains dalam perspektif pribadi dan sosial, (5) sejarah dan sifat sains, dan (6) kesatuan konsep dan proses. Secara lebih jelas, OECD (2013) mendeskripsikan karakteristik seseorang yang melek sains, yaitu seseorang yang memiliki kemampuan untuk menggunakan pengetahuan sains, untuk mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti dalam rangka untuk memahami dan membantu membuat keputusan tentang lingkungan alam dan perubahan yang diakibatkan dari kegiatan manusia. Dengan melek sains, maka seseorang memiliki kemampuan untuk terlibat dengan isu-isu terkait sains, dan dengan gagasangagasan sains sebagai cerminan masyarakat (OECD, 2013). Berdasarkan karakteristik tersebut, maka literasi sains tidak hanya dibutuhkan oleh orang yang ingin menjadi ilmuwan di masa depannya, tetapi juga merupakan kemampuan yang sangat penting dikuasai oleh semua warga negara. Hal ini didukung oleh pernyataan Roberts (2007) sebagaimana dikutip oleh Millar (2008) bahwa terjadi pergeseran penekanan dari pengajaran yang didesain untuk mengajar berbagai pemahaman tentang sains yang hanya dibutuhkan oleh ilmuan masa depan, 6

10 kepada pengajaran yang mencoba untuk membangun berbagai pemahaman tentang sains yang dibutuhkan oleh semua warga negara. Pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat di bidang teknologi juga merupakan urgensi literasi sains. Literasi sains akan dapat menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains, mengenal teknologi yang ada beserta dampaknya di sekitar, mampu menggunakan produk teknologi dan memeliharanya, kreatif membuat produk teknologi sederhana, dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai.dengan literasi sains ini, perkembangan teknologi akan terus berkembang dan terus mengalami peningkatan, karena antara sains dan teknologi saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Literasi sains akan memperoleh Penemuan dalam sains yang memungkinkan pengembangan teknologi, dan teknologi menyediakan instrument yang baru lagi yang memungkinkan mengadakan observasi dan eksperimentasi dalam sains. Masih rendahnya tingkat literasi sains siswa menjadi salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia. Meskipun pentingnya literasi sains sudah diakui oleh semua pendidik, tidak berarti bahwa literasi sains siswa terlatihkan dengan baik. Hal ini didukung oleh data pencapaian literasi sains siswa Indonesia dalam asesmen literasi sains PISA. Selama tiga kali mengikuti assesmen literasi sains PISA tahun 2006, 2009, dan 2012, rata-rata pencapaian skor literasi sains siswa masih dalam rentang skor Hal ini berarti bahwa kemampuan literasi sains siswa Indonesia masih rendah dibandingkan rata-rata kemampuan literasi sains siswa dari negara-negara peserta yang lainnya (Toharudin, dkk., 2011). Sejak sains menjadi domain asesmen utama pada tahun 2006, PISA menggunakan enam level kecakapan dalam skala penilaian sains. Level-level ini juga digunakan pada PISA 2009, 2012, dan Tingkat kemampuan pada tiaptiap level berhubungan dengan jenis-jenis kompetensi yang harus dicapai siswa pada level tertentu. Level yang menjadi baseline dari literasi sains adalah level 2. Hasil analisis PISA 2012 berdasarkan level kemampuan ini, sebanyak 24,7% siswa Indonesia berada di bawah level 1, 41,9% berada pada level 1, 26,3% berada pada level 2, 6,5% berada pada level 3, dan 0,6% berada pada level 4. 7

11 Tidak ada siswa Indonesia yang mampu mencapai level 5 dan level 6. Berdasarkan hasil analisis tersebut, didapatkan informasi bahwa sebagian besar siswa Indonesia masih memiliki pengetahuan ilmiah yang terbatas yang hanya dapat diterapkan pada beberapa situasi saja. Mereka baru mampu memberikan penjelasan ilmiah yang sudah jelas dan mengikuti bukti-bukti yang eksplisit. Dapat dilihat bahwa hanya sedikit siswa yang mampu menjelaskan secara langsung dan membuat interpretasi harfiah dari hasil inkuiri ilmiah atau pemecahan masalah terkait teknologi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya literasi sains siswa. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah, pertama, rendahnya kemampuan literasi sains siswa dapat disebabkan kebiasaan pembelajaran IPA yang masih bersifat konvensional serta mengabaikan pentingnya kemampuan membaca dan menulis sains sebagai kompetensi yang harus dimiliki siswa. Kedua, kemampuan siswa dalam menginterpretasikan grafik/tabel yang disajikan dalam soal. Siswa terbiasa hanya mengisi tabel yang telah disediakan oleh guru, sehingga kemampuan siswa dalam menginterpretasikan grafik/tabel juga terbatas. Ketiga, siswa tidak terbiasa mengerjakan soal tes literasi sains. Faktor-faktor tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran di sekolah sangat berpengaruh terhadap pencapaian literasi sains siswa. Selain itu, guru mempunyai peran penting dalam mengembangkan literasi sains siswa dalam proses pembelajaran (Morris &Pillips, 2003) Karakteristik Pebelajar yang Melek Sains Programme for International Student Assessment (PISA) mendefinisikan literasi sains sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan dan mengambil kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahannya (OECD, 1999: 60). Perubahan yang dimaksud dapat bersifat alamiah dan dapat pula sebagai akibat dari aktivitas manusia. National Science Education Standars (1995) mendefinisikan literasi sains adalah pengetahuan dan pemahaman tentang konsep-konsep ilmiah dan proses yang diperlukan untuk pengambilan keputusan pribadi, partisipasi dalam urusan sipil, budaya dan produktivitas ekonomi. Termasuk tipe kemampuan lainnya. 8

12 Jadi melek sains dapat diartikan adalah kemampuan seseorang untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains serta dampaknya dalam kehidupan sehari hari, kreatif dan mampu mengambil keputusan dalam kehidupannya. Banyak contoh dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan orang itu tidak melek sains seperti, memasang spanduk pada tiang listrik apalagi dalam keadaan basah, orang tidak menyadari bahwa yang namanya listrik itu selalu menuju ke tanah dan mencari perantara yang bersifat konduktor. Manusia dan tiang listrik adalah konduktor yang baik, apalagi dalam keadaan basah karena air merupakan penghantar listrik yang baik juga, sehingga orang yang menyentuhnya mudah terkena sengatan listrik dan bisa berakibat fatal. Strategi yang digunakan untuk membantu individu untuk memahami sains menurut Settlage, J., and Southerland, S.A, (2007 : 2) adalah membantu masyarakat menggunakan cara berpikir sains dalam memahami kehidupannya. Cara berpikir sains dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Penyampaian hakikat sains oleh guru biasanya membingungkan peserta didik, sehingga dalam benak peserta didik terkesan bahwa bahwa sains tidak berbeda dengan mistik dan biasanya dipelajari secara hafalan. Untungnya ada dimensi-dimensi dalam pembelajaran sains untuk memperjelas hakikat tersebut. Dimensi dimensi atau sudut pandang ini dapat digunakan untuk melaksanakan, dan menganalisis pembelajaran sains. Berdasarkan kedalaman cara mempelajarinya sains memiliki 4 dimensi, yaitu: (1) sains sebagai cara berpikir; (2) sains sebagai cara untuk menyelidiki; (3) sains sebagai pengetahuan; (4) sains dan interaksinya dengan teknologi dan masyarakat (Chiapetta and Koballa, 2006). Menurut Shen (1975) dalam Bybee (1986), ada 3 bentuk melek Sains yang berbeda namun berkaitan Yaitu : Praktis, yang bersifat kewarganegaraan, dan yang bersifat kultural. a. Melek Sains Praktis ditandai dengan dimilikinya pengetahuan ilmiah dan pengetahuan teknis yang juga dapat digunakan untuk membantu memecahkan kebutuhan manusia yang paling dasar dalam bidang kesehatan dan kelangsungan hidup. 9

13 b. Melek Sains yang bersifat kewarganegaraan ditandai dengan adanya kesadaran bahwa Sains dan teknologi itu berkaitan dengan masalah-masalah sosial, yang memungkinkan waga negara dan wakil-wakilnya menerapkan isu-isu sosial. c. Melek Sains yang bersifat kultural ditandai dengan pemahaman bahwa Sains dan teknologi merupakan hasil kerja manusia yang utama. Melek Sains secara kultural tidak hanya memecahkan masalah praktis atau memecahkan isu-isu kewarganegaraan tetapi menjembatani kesenjangan antara kedua kebudayaan ini. Bybee (1995) menyebutkan macam-macam dimensi melek Sains. Dimensi Pertama meliputi perbendaharaan kata atau istilah-istilah tertulis Sains dan teknologi. Inilah yang disebut melek SAINS fungsional. Siswa yang telah mampu melek Sains secara fungsional dapat mengunakan istilah ilmiah secara tepat dan memadai. Siswa diharapkan akan memenuhi standar minimum melek Sains dan teknologi yaitu bahwa pada usia dan tingkat perkembangan tertentu, kelas tertentu, siswa harus mampu membaca dan menulis wacana yang mengandung perbendaharaan sains dan teknologi. Melek Sains Konseptual dan prosedural menggambarkan dimensi melek Sains yang lain. Melek Sains disini tidak hanya meliputi perbendaharaan kata, informasi, dan fakta-fakta mengenai Sains dan teknologi, siswa juga harus dapat mengaitkan informasi dan pengalamannya ke ide konseptual yang menyatukan disiplin dan bidang-bidang Sains. Selain itu melek sains juga meliputi kemampuan dan pemahaman relatif mengenai prosedur dan proses yang meyebabkan Sains menjadi cara untuk mencari pengetahuan. Merek Sains multidimensional meluas melebihi sekedar prosedural tetapi juga meliputi pemahaman Sains Lainnya. Perbedaan sudut pandang ini dapat mengarahkan kepada guru seperti apa cara pembelajaran sains yang dipilih. Sains sebagai cara berpikir meliputi keyakinan,rasa ingin tahu, imaginasi, penalaran, hubungan sebab-akibat, pengujian diri dan skeptis, keobjektifan dan berhati terbuka. Sains sebagai cara untuk menyelidiki dapat berupa metode ilmiah, yang titik beratnya adalah 10

14 berhipotesis, pengamatan, melakukan eksperimen, dan menggunakan matematika. Sains sebagai pengetahuan ( body of knowledge) meliputi fakta, konsep- konsep, hukum-hukum dan prinsip-prinsip, teori -teori dan model model. Sains dalam interaksinya dengan teknologi dan masyarakat telah banyak dipelajari dalam berbagai bentuk pembelajaran seperti STS, serta pembelajaran sains kontektual seperti CTL(Liliasari, 2011). Pembelajaran sains di sekolah masih lebih banyak terfokus pada dimensi pembelajaran sains sebagai pengetahuan, sedangkan dimensi pembelajaran sains lainnya masih kurang disentuh. Untuk memperbaiki hal tersebut Light and Chox, 2001 (dalam Liliasari, 2010) meyatakan bahwa ada 5 hal yang merupakan learning gaps yang perlu diubah khususnya di Perguruan Tinggi dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran yaitu dari: (1) hafalan menjadi pemahaman; (2) pemahaman menjadi kemampuan; (3) kemampuan menjadi keinginan untuk melakukan; (4) keinginan untuk melakukan menjadi secara nyata melakukan; (5) secara nyata melakukan menjadi dalam proses berubah dan selalu berubah Oleh sebab itu pembelajaran IPA yang berbasis literasi sains adalah pembelajaran yang bukan sekedar memindahkan konsep yang dimiliki oleh guru berupa menghafal rumus, latihan soal tanpa makna dan sebagainya yang berlaku selama ini, tetapi pembelaran sains harus tanggap dalam berbagai hal (Hasrudin, 2009 : 37). Pembelajaran sains masa kini dan masa datang ditujukan untuk membentuk individu-individu yang melek sains, yang paham sains, teknologi dan masyarakat, saling mempengaruhi dan saling bergantung, dan mampu mempergunakan pengetahuannya dalam membuat keputusan-keputusan yang tepat dalam kehidupan sehari-hari. Sikap ilmiah yang terbentuk dalam diri individu meliputi menghargai pembuktian, sabar, kritis, kreatif, berdaya cipta, tidak berprasangka, mawas diri, jujur, bertanggung jawab, peka terhadap lingkungan, dapat bekerja sama, rasa mencintai serta menghargai kebesaran dan keagungan Allah SWT dan dapat memecahkan masalah secara sistematis dan rasional. Ilmu pengetahuan merupakan pemahaman mengenai konsep dan proses sains yang akan memungkinkan seseorang untuk membuat suatu keputusan 11

15 dengan pengetahuan yang dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan, budaya dan pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya kemampuan spesifik yang dimilikinya. Melek MIPA dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat (Widyatiningtyas, 2008). Sehingga dalam pengertian tersebut kita dapat mengetahui bagaimana ciri ciri orang yang melek sains yaitu : 1. Memiliki pengetahuan mengenai konsep, prinsip, hukum dan teori utama dalam IPA dan mampu menggunakannya secara tepat atau menggunakan proses IPA untuk memecahkan keputusan, membuat keputusan dan hal-hal lain, dengan cara-cara yang tepat. 2. Memiliki pengetahuan mengenai konsep, prinsip, hukum dan teori utama dalam IPA dan mampu menggunakannya secara tepat atau menggunakan proses IPA untuk memecahkan keputusan, membuat keputusan dan hal-hal lain, dengan cara-cara yang tepat. 3. memiliki sikap dan nilai yang selaras degan konsep, prinsip, hukum, dan nilai IPA dan nilai masyarakat luas. 4. Mengembangkan minat terhadap kita yang akan membawanya ke kehidupan yang lebih kaya dan lebih memuaskan, yaitu kehidupan yang memanfaatkan IPA dan konsep belajar seumur hidup. Sedangkan menurut Holdzkom (1984: 31) memberikan cirri-ciri orang yang melek Sains sebagai berikut: 1. Memilki pengetahuan mengenai konsep, prinsip, hukum dan teori utama dalam Sains dan mampu mengunakannya secara tepat. 2. Mengunakan proses sains untuk memecahkan masalah, membuat keputusan dan hal-hal lain, dengan cara yang tepat. 3. Memahami sifat dasar Sains (the nature of Scvience) dan metode ilmiah 4. Memahami keterkaitan antara sains dan teknologi dan interaksinya dengan masyarakat. 5. Telah memiliki ketrampilan yang berhubungan dengan sains memungkinkannya berfungsi secara efektif dalam karier, kegiatan dalam waktu luang, dan dalam peran lain. 12

16 6. Memilki sikap dan nilai yang selaras dengan konsep, prinsip, hukum dan nilai sains dan nilai masyarakat luas. 7. Mengembangkan minat terhadap sains yang akan membawanya kehidupan yang lebih kaya dan lebih memuaskan, yaitu kehidupan yang memanfaatkan sains dan konsep belajar seumur hidup. Berpikir sains dapat membangun kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini dapat dibekalkan untuk membentuk karakter bangsa. Misalnya bila warganegara mampu berpikir kritis, maka tak akan begitu mudah terjadi benturan kelompok-kelompok sosial seperti tawuran, karena setiap individu dalam masyarakat tidak akan mudah tertipu oleh isu. Menurut Moore dan Parker (2009) berpikir kritis memiliki sejumlah karakteristik, yaitu: (1) menentukan informasi mana yang tepat atau tidak tepat; (2) membedakan klaim yang rasional dan emosional; (3) memisahkan fakta dari pendapat;(4) menyadari apakah bukti itu terbatas atau luas; (5) menunjukkan tipuan dan kekurangan dalam argumentasi orang lain; (6) menunjukkan analisis data atau informasi; (7) menyadari kesalahan logika dalam suatu argumen; (8) menggambarkan hubungan antara sumber-sumber data yang terpisah dan informasi; (9) memperhatikan nformasi yang bertentangan, tidak memadai, atau bermakna ganda; (10) membangun argumen yang meyakinkan berakar lebih pada data daripada pendapat, (11) memilih data penunjang yang paling kuat; (12) menghindarkan kesimpulan yang berlebihan, (13) mengidentifikasi celah-celah dalam bukti dan menyarankan pengumpulan informasi tambahan; (14) menyadari ketidak-jelasan atau banyaknya kemungkinan jawaban suatu masalah; (15) mengusulkan opsi lain dan mempertimbangkannya dalam pengambilan keputusan; (16) mempertimbangkan semua pemangku kepentingan atau sebagiannya dalam mengusulkan penyebab tindakan; (17) menyatakan argumen dan konteks untuk apa argumen itu; (18) menggunakan bukti secara betul dan tepat untuk menyanggah argumen; (19) menyusun argumen secara logis dan kohesif; (20) menghindarkan unsurunsur luar dalam penyusunan argumen; (21) menunjukkan bukti untuk mendukung argumen yang meyakinkan. Sifat sains yang merupakan kesatuan dalam keragaman (unity in diversity) (Liliasari, 2005) sangat sejalan dengan falsafah negara kita yaitu Bhineka 13

17 Tunggal Ika. Bagaimana sains dapat merupakan kesatuan dalam keragaman, yaitu dengan adanya tema umum dalam mempelajari sains. Ada lima tema umum yang secara keseluruhan mendukung sains secara utuh, yaitu sistem, model, kekekalan, perubahan, dan skala. 14

18 BAB III PENUTUP Kesimpulan Literasi sains adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi suatu permasalahan dengan menggunakan konsep-konsep sains. Ada dua kelompok orang yang memiliki pandangan tentang literasi sains yaitu kelompok science literacy dan kelompok scientific literacy. Merujuk pada PISA 2006, sikap sains dalam literasi sains terdiri dari tiga kategori, yaitu: (1) mendukung inkuiri sains, (2) ketertarikan terhadap sains, dan (3) tanggung jawab terhadap sumber daya lingkungan. Urgensi literasi sains dalam masyarakat, dapat menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains sehingga bisa menghasilkan suatu penemuan yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan teknologi. Seseorang yang melek sains akan memiliki 6 unsur pemahaman yaitu sains sebagai inkuiri, konten sains, sains dan teknologi, sains dalam perspektif pribadi dan sosial, sejarah dan sifat sains, dan kesatuan konsep dan proses. Pembelajaran sains untuk membentuk individu yang melek sains dengan memiliki sikap ilmiah meliputi menghargai pembuktian, sabar, kritis, kreatif, berdaya cipta, tidak berprasangka, mawas diri, jujur, bertanggung jawab, peka terhadap lingkungan, dapat bekerja sama, rasa mencintai serta menghargai kebesaran dan keagungan Allah SWT dan dapat memecahkan masalah secara sistematis dan rasional. 15

19 DAFTAR RUJUKAN Echols, J.M. & Shadily, H Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT.Gramedia Ekohariadi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Literasi Sains Siswa Indonesia Berusia 15 Tahun. Jurnal Pendidikan Dasar,VOL.10 NO. 1 Hasruddin Peran Multi Media dalam Pembelajaran Biologi. Jurnal Tabularasa Unimed. Vol. 6. No. 2. Medan: Universitas Negeri Medan Hoolbrook & Rannikmae, The Meaning of Scientific Literacy. International Journal of Environmental & Science Education Vol. 4, No. 3, July 2009, Laugksch, R. C Scientific literacy: A conceptual overview. Science Education, (1), Liliasari Membangun Keterampilan Berpikir Manusia Indonesia Melalui Pendidikan Sains. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Pendidikan IPA pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UPI, Bandung, Bandung Liliasari Pengembangan Berpikir Kritis Sebagai Karakter Bangsa Indonesia Melalui Pendidikan Sains Berbasis ICT, Potret Profesionalisme Guru dalam Membangun Karakter Bangsa: Pengalaman Indonesia dan Malaysia. Bandung: UPI Liliasari Membangun Masyarakat Melek Sains Berkarakter Bangsa Melalui Pembelajaran. Makalah yang disajikan pada nasional Universitas Negeri Semarang. (Online),( Semnas-UNNES-2011.Liliasari.pdf), diakses 12 Februari 2017 Mahyuddin Pembelajaran Asam Basa dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA. Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. Millar, R The role of Practical Work in The Teaching and Learning of Science. Paper prepared for The Committee: High School Science Laboratories: Role and Vision, National Academy of Sciences,mwashington, DC. (Toharudin, dkk., 2011). Miller, J.D Scientifik literacy: A conceptual and empirical review. Journal of the American academy of arts and siences, 112 (2)

20 Moore and Parker Critical Thinking, New York: McGraw-Hill Co. Inc. Morris, Fries, Mehr, Philips, Mor, Lipsitz Development of a MDS Cognitive Performance Scale. Journal of Gerontology;49(4): NRC (National Research Council). (1996). Inquiry and the National Science Education Standards: A Guid for Teaching and Learning. Washington: National Academy Press. NSES National Science Education Standard, Washington, DC: National Academy Press OECD Measuring Student Knowledge and Skills: A New Framework for Assessment. Paris: OECD. OECD Literacy Skills for the World of Tomorrow- Further Result from The OECD Programme for International Student Assesment (PISA) 2000/ [Online]. Tersedia: Februari 2017] OECD PISA 2006 Science Competencies for Tomorrow s World: Volume 1 Analysis. Paris: OECD. Poedjiadi, A Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung : Remaja Rosdakarya. Rustaman, N Ringkasan Eksekutif: Analisis PISA Bidang Literasi Sains. Puspendik Rychen, D.S. & Salganik, L.H Key Competencies For a Successful Life Anda Well Functioning Society. Cambridge, MA: Hogrefer & Huber. Settlage, J and Southerland, S.A, 2007, Teaching Science to Every Child. Taylor and Francis Group. New York London. Toharudin, U. dkk. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: UPI Toharudin, Uus. dkk Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung : Humaniora Widyatiningtyas, R Pembentukan Pengetahuan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pandangan Pendidikan IPA. (Online). diakses pada 12 Februari

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literasi sains telah menjadi istilah yang digunakan secara luas sebagai karakteristik penting yang harus dimiliki oleh setiap warga negara dalam masyarakat modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutu pendidikan dalam standar global merupakan suatu tantangan tersendiri bagi pendidikan di negara kita. Indonesia telah mengikuti beberapa studi internasional,

Lebih terperinci

ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS

ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS Ani Rusilowati Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang email: rusilowati@yahoo.com

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DITINJAU DARI ASPEK-ASPEK LITERASI SAINS

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DITINJAU DARI ASPEK-ASPEK LITERASI SAINS IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DITINJAU DARI ASPEK-ASPEK LITERASI SAINS Suciati 1, Resty 2, Ita.W 3, Itang 4, Eskatur Nanang 5, Meikha 6, Prima 7, Reny 8 Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan kehidupan suatu bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan. Pendidikan yang tertata dengan baik dapat menciptakan generasi yang berkualitas, cerdas, adaptif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Untuk itu, pendidikan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

ANALISIS BUKU AJAR BIOLOGI SMA KELAS X DI KOTA BANDUNG BERDASARKAN LITERASI SAINS

ANALISIS BUKU AJAR BIOLOGI SMA KELAS X DI KOTA BANDUNG BERDASARKAN LITERASI SAINS ANALISIS BUKU AJAR BIOLOGI SMA KELAS X DI KOTA BANDUNG BERDASARKAN LITERASI SAINS Yusuf Hilmi Adisendjaja JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA ABSTRAK Analisis buku ajar Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan sebuah kampanye global bertajuk "Education for All" atau "Pendidikan untuk Semua". Kampanye "Education

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Literasi sains adalah kemampuan seseorang untuk memahami sains, dan kemampuan seseorang untuk menerapkan sains bagi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

MEMBANGUN MASYARAKAT MELEK SAINS BERKARAKTER BANGSA MELALUI PEMBELAJARAN

MEMBANGUN MASYARAKAT MELEK SAINS BERKARAKTER BANGSA MELALUI PEMBELAJARAN MEMBANGUN MASYARAKAT MELEK SAINS BERKARAKTER BANGSA MELALUI PEMBELAJARAN Ni Nyoman Lisna Handayani Program Pascasarjana, Universitas Pendidikan Ganesha lisna handayani@pasca.undiksha.ac.id Abstrak Sains

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. Menurut Trowbridge et.al (1973) : Sains adalah batang tubuh dari pengetahuan dan suatu proses. Batang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan tempat berlangsungnya proses pendidikan secara formal. Di sekolah anak-anak mendapatkan pengetahuan yang dapat dijadikan sebagai bekal untuk masa depannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usep Soepudin, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usep Soepudin, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, pemahaman tentang pembelajaran sains yang mengarah pada pembentukan literasi sains peserta didik, tampaknya masih belum sepenuhnya dipahami dengan baik

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERANGKA SAINS SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERANGKA SAINS SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan hidup dalam era globalisasi telah memberi dampak yang luas terhadap tuntutan kompetensi bertahan hidup yang tinggi. Kemampuan meningkatkan pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan kemampuan literasi sains siswa, uraian tersebut berdasarkan pada informasi diagnostik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era pesatnya arus informasi dewasa ini, pendidikan sains berpotensi besar dan berperan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas yang cakap

Lebih terperinci

2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP

2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abad 21 merupakan abad kompetitif di berbagai bidang yang menuntut kemampuan dan keterampilan baru yang berbeda. Perubahan keterampilan pada abad 21 memerlukan perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan pada hampir semua mata pelajaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia seutuhnya dan bertanggungjawab terhadap kehidupannya. Tujuan pendidikan sains (IPA) menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literasi sains merupakan salah satu ranah studi Programme for Internasional Student Assessment (PISA). Pada periode-periode awal penyelenggaraan, literasi sains belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Murni Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Murni Setiawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sains bukan hanya kumpulan pengetahuan saja. Cain dan Evans (1990, dalam Rustaman dkk. 2003) menyatakan bahwa sains mengandung empat hal, yaitu: konten/produk, proses/metode,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang melek terhadap sains dan teknologi (UNESCO,

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang melek terhadap sains dan teknologi (UNESCO, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju mundurnya suatu bangsa salah satunya ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang melek terhadap sains dan teknologi (UNESCO, 2008 : 4-5). Laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecakapan hidup atau life skills mengacu pada beragam kemampuan yang diperlukan untuk menempuh kehidupan yang penuh kesuksesan dan kebahagiaan, seperti kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

Lebih terperinci

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sains dalam kehidupan manusia membuat kemampuan melek (literate) sains menjadi sesuatu yang sangat penting. Literasi sains merupakan tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

Unnes Physics Education Journal

Unnes Physics Education Journal UPEJ 3 (2) (2014) Unnes Physics Education Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej ANALISIS BUKU AJAR FISIKA SMA KELAS XI BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS DI KABUPATEN TEGAL T. E. Yuliyanti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki sumber daya yang cerdas dan terampil, yang hanya akan terwujud jika setiap anak bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan teknologi dalam proses pembelajaran. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan teknologi dalam proses pembelajaran. Melalui pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan abad 21 adalah pendidikan era digital yang memanfaatkan teknologi dalam proses pembelajaran. Melalui pendidikan di Indonesia, harapannya dapat dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi pendidikan yang intinya untuk

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran sains yang dipelajari siswa di sekolah. Melalui pembelajaran fisika di sekolah, siswa belajar berbagai konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan dibangun oleh peserta didik (siswa)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu pengetahuan universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan memiliki peranan penting yang dapat diterapkan dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan, kurikulum dalam pendidikan formal mempunyai peran yang sangat strategis. Kurikulum memiliki kedudukan dan posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan harus dapat mengarahkan peserta didik menjadi manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan manusia terdidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada beberapa dekade terakhir ini, daya saing negara Indonesia ditengahtengah persaingan dengan negara lain cenderung tidak memuaskan. Hal ini tercermin dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan-persaingan ketat dalam segala bidang kehidupan saat ini, menuntut setiap bangsa untuk mampu menghasilkan Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUA N A.

BAB I PENDAHULUA N A. 1 BAB I PENDAHULUA N A. Latar Belakang Penelitian Sains memiliki peran yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan manusia, oleh karena itu sains diperlukan oleh seluruh masyarakat Indonesia (science

Lebih terperinci

Unnes Physics Education Journal

Unnes Physics Education Journal UPEJ 4 (1) (2015) Unnes Physics Education Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej ANALISIS BUKU AJAR FISIKA SMA KELAS XII DI KABUPATEN PATI BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS N. Maturradiyah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buku adalah komponen penting dalam proses pembelajaran. Buku teks atau buku ajar merupakan bahan pengajaran yang paling banyak digunakan diantara semua bahan

Lebih terperinci

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prima Mutia Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prima Mutia Sari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sains atau ilmu pengetahuan alam pada hakikatnya merupakan suatu proses penemuan. Hal ini sesuai dengan latar belakang pentingnya IPA dalam Depdiknas (2006:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu dalam kemajuan ilmu pendidikan. Mutu pendidikan perlu

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu dalam kemajuan ilmu pendidikan. Mutu pendidikan perlu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menjadi pemicu dalam kemajuan ilmu pendidikan. Mutu pendidikan perlu ditingkatkan karena disadari saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Evy Yosita, Zulkardi, Darmawijoyo, Pengembangan Soal Matematika Model PISA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Evy Yosita, Zulkardi, Darmawijoyo, Pengembangan Soal Matematika Model PISA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan. kemampuan yang dapat memecahkan masalah atau isu-isu yang beredar.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan. kemampuan yang dapat memecahkan masalah atau isu-isu yang beredar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif perkembangan tersebut dengan terus munculnya inovasi-inovasi

Lebih terperinci

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP PENCAPAIAN LITERASI KUANTITATIF SISWA SMA PADA KONSEP MONERA

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP PENCAPAIAN LITERASI KUANTITATIF SISWA SMA PADA KONSEP MONERA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Di zaman serba modern seperti saat ini, manusia tidak bisa lepas dari pengaruh informasi yang dibangun oleh data-data matematis baik di kehidupan nyata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam menjelajah dan memahami

Lebih terperinci

PROFIL LITERASI SAINS SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN

PROFIL LITERASI SAINS SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN PROFIL LITERASI SAINS SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN Annissa Mawardini 1*), Anna Permanasari 2, Yayan Sanjaya 3 1 Jurusan IPA Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr.

Lebih terperinci

2016 PEMBELAJARAN STEM PAD A MATERI SUHU D AN PERUBAHANNYA D ENGAN MOD EL 6E LEARNING BY D ESIGNTM UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA

2016 PEMBELAJARAN STEM PAD A MATERI SUHU D AN PERUBAHANNYA D ENGAN MOD EL 6E LEARNING BY D ESIGNTM UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Literasi sains merupakan hal yang penting untuk dikuasai oleh siswa (Gucluer & Kesercioglu, 2012; Rustaman, 2004). Konsep literasi sains memegang peranan

Lebih terperinci

Mengingat pentingnya LS, ternyata Indonesia juga telah memasukan LS ke dalam kurikulum maupun pembelajaran. Salah satunya menerapkan Kurikulum

Mengingat pentingnya LS, ternyata Indonesia juga telah memasukan LS ke dalam kurikulum maupun pembelajaran. Salah satunya menerapkan Kurikulum A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini masyarakat sangat bergantung pada teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan (sains). Sains menjadi salah satu kunci menghadapi tantangan di masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan

BAB I PENDAHULUAN. kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan Yusuf (2010) setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses pendidikan di sekolah memiliki tujuan agar peserta didik mampu mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta mampu mengembangkan dan menerapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang begitu cepat berimbas pada tuntutan perubahan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan memang selalu dikembangkan

Lebih terperinci

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini disampaikan pendahuluan penelitian yang meliputi latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara maksimal. Keberadaan buku ajar memberikan kemudahan bagi guru dan. siswa untuk dapat memahami konsep secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN. secara maksimal. Keberadaan buku ajar memberikan kemudahan bagi guru dan. siswa untuk dapat memahami konsep secara menyeluruh. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. IPA mengajukan berbagai pertanyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai bagian dari pendidikan pada umumnya berperan penting untuk menyiapkan peserta didik yang mampu berpikir kritis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal (1) pendidikan itu sendiri merupakan usaha sadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kimia merupakan bagian dari rumpun sains, karena itu pembelajaran kimia juga merupakan bagian dari pembelajaran sains. Pembelajaran sains diharapkan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional selain matematika dan bahasa Indonesia.

Lebih terperinci

MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA LEVEL 4. Kamaliyah, Zulkardi, Darmawijoyo

MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA LEVEL 4. Kamaliyah, Zulkardi, Darmawijoyo JPM IAIN Antasari Vol. 1 No. 1 Juli Desember 2013, pp. 1-8 MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA LEVEL 4 Kamaliyah, Zulkardi, Darmawijoyo Abstrak PISA (Program International for Student Assessment)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penilaian 2.1.1 Pengertian Penilaian Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Sudjana, 2006). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sains atau IPA adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang disusun dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan sebagai tolok ukur dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan abad 21 saat ini ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA dan teknologi. Terutama pada pembangunan nasional yaitu bidang pendidikan. Oleh karena

Lebih terperinci

Merenungkan kembali hasil pembelajaran sains

Merenungkan kembali hasil pembelajaran sains Merenungkan kembali hasil pembelajaran sains Wasis Universitas Negeri Surabaya wasisfaa@yahoo.com Pendahuluan Abad ke-21 menuntut berbagai perubahan, dipicu oleh perkembangan teknologi yang sangat pesat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (BSNP, 2006). Pendidikan sains ini diharapkan dapat memberikan penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. (BSNP, 2006). Pendidikan sains ini diharapkan dapat memberikan penguasaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan IPA atau sains diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang tidak pernah puas, dalam artian manusia terus menggali setiap celah didalam kehidupan yang dapat mereka kembangkan demi memenuhi kebutuhannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemampuan berpikir siswa pada usia SMP cenderung masih berada pada tahapan kongkrit. Hal ini diungkapkan berdasarkan hasil pengamatan dalam pembelajaran IPA yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mutu pendidikan yang baik dicerminkan oleh lulusan yang memiliki kompetensi yang baik. Mutu pendidikan yang rendah dapat menimbulkan berbagai masalah seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berubahnya kondisi masyarakat dari masa ke masa, idealnya pendidikan mampu melihat jauh ke depan dan memikirkan hal-hal yang akan dihadapi siswa di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kemampuan dan Perbedaan Literasi Sains Siswa SMA Sebelum dan Setelah Diterapkan Pembelajaran Field Trip pada Kelas Eksperimen dan Kontrol pada Materi Ekosistem.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendatangkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendatangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendatangkan perubahan global dalam berbagai aspek kehidupan. Kesejahteraan bangsa bukan lagi bersumber pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang positif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Yetty Wadissa, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Yetty Wadissa, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat menuntut harus memiliki sumber daya manusia yang cerdas serta terampil. Dapat diperoleh dan dikembangkan

Lebih terperinci

BUDAYA LITERASI INFORMASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENULIS KARYA ILMIAH

BUDAYA LITERASI INFORMASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENULIS KARYA ILMIAH BUDAYA LITERASI INFORMASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENULIS KARYA ILMIAH Riskha Arfiyanti Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon Abstrak Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem pendidikan nasional merupakan satu kesatuan utuh

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem pendidikan nasional merupakan satu kesatuan utuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sistem pendidikan nasional merupakan satu kesatuan utuh seluruh komponen pendidikan yang saling terkait dan terpadu, serta bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran sains bagi siswa berguna untuk mempelajari alam sekitar dan pengembangannya yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses berpikir selalu terjadi dalam setiap aktivitas manusia yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah, membuat keputusan, maupun untuk mencari pemahaman.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya yaitu aspek pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan suatu negara dalam mengikuti berbagai pentas dunia antara lain ditentukan oleh kemampuan negara tersebut dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu faktor penentu kualitas kehidupan suatu bangsa adalah bidang pendidikan. Pendidikan sangat diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, terbuka

Lebih terperinci

KECAKAPAN BERPIKIR KRITIS DAN LITERASI ILMIAH SISWA KELAS XI IPA 7 SMAN 1 KARANGANYAR

KECAKAPAN BERPIKIR KRITIS DAN LITERASI ILMIAH SISWA KELAS XI IPA 7 SMAN 1 KARANGANYAR KECAKAPAN BERPIKIR KRITIS DAN LITERASI ILMIAH SISWA KELAS XI IPA 7 SMAN 1 KARANGANYAR Samuel Agus Triyanto 1, Herawati Susilo 2, Fatchur Rohman 3, Endang Sri Lestari 4 1,2,3) Pascasarjana Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu faktor yang berpengaruh dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada zaman sekarang adalah kemampuan yang berhubungan dengan penguasaan sains. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju mundurnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingkat pendidikannya, sehingga bagi bangsa yang ingin maju, pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang sangat

Lebih terperinci

Analisis Buku Ajar Fisika Kelas X MIA Semester II Berdasarkan Literasi Sains di SMA Negeri Se-Kabupaten Purworejo Tahun Pelajaran 2014/2015

Analisis Buku Ajar Fisika Kelas X MIA Semester II Berdasarkan Literasi Sains di SMA Negeri Se-Kabupaten Purworejo Tahun Pelajaran 2014/2015 Analisis Buku Ajar Fisika Kelas X MIA Semester II Berdasarkan Literasi Sains di SMA Negeri Se-Kabupaten Purworejo Tahun Pelajaran 2014/2015 Siti Kholipah, Nur Ngazizah, Sriyono Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Suska Journal of Mathematics Education (p-issn: 2477-4758 e-issn: 2540-9670) Vol. 2, No. 2, 2016, Hal. 97 102 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Mikrayanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman mengenai sains dan teknologi adalah pokok utama bagi seseorang untuk siap menghadapi kehidupan dalam masyarakat modern. Mudzakir (dalam Amri, 2013) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Literasi sains didefinisikan oleh The National Science Education Standards

BAB 1 PENDAHULUAN. Literasi sains didefinisikan oleh The National Science Education Standards BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fisika salah satu ilmu yang menjelaskan teori berdasarkan fenomenafenomena yang terjadi di alam yang dapat diukur dan diamati. Fisika didefinisikan sebagai suatu teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana dalam membangun watak bangsa. Tujuan pendidikan diarahkan pada

BAB I PENDAHULUAN. sarana dalam membangun watak bangsa. Tujuan pendidikan diarahkan pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memberikan konstribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam menterjemahkan pesan konstitusi serta sarana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi. A. Latar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Abdul Latip, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Abdul Latip, 2015 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari tentang gejala alam. IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA di Indonesia saat ini bertumpu pada standar proses pendidikan dasar dan menengah yang mengatur mengenai kriteria pelaksanaan pembelajaran pada satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan oleh Conant (Pusat Kurikulum, 2007: 8) sebagai serangkaian konsep yang saling berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pendidikan sains merupakan salah satu komponen dasar dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pendidikan sains merupakan salah satu komponen dasar dari sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu komponen terpenting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu bidang pendidikan banyak mendapatkan perhatian

Lebih terperinci