KOMUNITAS TUMBUHAN ATAU VEGETASI. MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Ekologi Tumbuhan Yang dibina oleh Drs. Fatchur Rochman, M.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMUNITAS TUMBUHAN ATAU VEGETASI. MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Ekologi Tumbuhan Yang dibina oleh Drs. Fatchur Rochman, M."

Transkripsi

1 KOMUNITAS TUMBUHAN ATAU VEGETASI MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Ekologi Tumbuhan Yang dibina oleh Drs. Fatchur Rochman, M.Si Kelompok 3/ Offering G: 1. Fadilatus Soimah ( ) 2. Nina Mufida ( ) 3. Tiara Dwi Nurmalita ( ) UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI Februari 2014

2 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Vegetasi didefinisikan sebagai mosaik komunitas tumbuhan dalam landskap dan vegetasi alami diartikan sebagai vegetasi yang terdapat dalam landskap yang belum dipengaruhi oleh manusia. Ilmu vegetasi sudah dimulai hampir tiga abad yang lalu. Mula-mula kegiatan utama yang dilakukan lebih diarahkan pada diskripsi dari tentang alam dan vegetasinya. Dalam mendiskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama dalam suatu terutama yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponenya. Maupun oleh kombinasi dan struktur sifat-sifatnya yang mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum atau fungsional. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis dan juga sintesis sehingga akan membantu dan mendiskripsikan suatu vegetasi sesuai dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan. Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuhtumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Untuk mempelajari komposisi vegetasi dapat dilakukan dengan Metode Berpetak (Teknik sampling kuadrat : petak tunggal atau ganda, Metode Jalur, Metode Garis Berpetak) dan Metode Tanpa Petak (Metode berpasangan acak, Titik pusat kwadran, Metode titik sentuh, Metode garis sentuh, Metode Bitterlich). Tujuan: 1. Untuk mengetahui sejarah/ perkembangan ilmu vegetasi 2. Untuk mengetahui deskripsi dan analisis vegetasi 3. Untuk mengetahui metode analisis vegetasi

3 BAB II ISI 1. Sejarah Perkembangan Ilmu Vegetasi Ilmu vegetasi telah menjadi satu tradisi selama hampir tiga abad. Kegiatan pertama dan utama adalah terkait dengan gambaran perbedaan bentang alam (lanskap) dan vegetasinya. Karakteristik bentang alam/lanskap sangat dipengaruhi oleh : (1) tipe vegetasi, dan (2) perbedaan bentuk hidupnya (selalu hijau, menggugurkan daunnya, tajuk daun jarum, tajuk daun lebar, dan yang lainnya) di masing-masing jenis lahan (hutan tropika, savana, padang rumput, gurun kaktus, dan lainnya). Diskripsi sistematis tentang pola vegetasi dimulai oleh A. Von Humboldt (1806) yang mengklasifikasikan bentuk pertumbuhan vegetasi dalam beberapa tipe. Dalam klasifikasi tersebut, ia mempergunakan istilah asosiasi untuk pertumbuhan tanaman dalam komunitas. Sistem Von Humbold yang telah mengklasifikasikan berdasarkan pertumbuhan dan bentuk hidup tersebut dikembangkan lebih lanjut secara khusus oleh Grisebach (1872) yang menggambarkan vegetasi di dunia ini menjadi beberapa katagori berdasarkan iklim makro (Rochman, 2001). Gambar: A. Von Humboldt (sumber: Pada abad dua puluh, terdapat usaha untuk menyederhanakan deskrispsi vegetasi untuk meningkatkan ketelitian serta untuk menemukan standar dasar perhitungan kuantitatif. Banyak metode analisis vegetasi berlainan dikembangkan yang menyajikan data detail dan tabulasi. Lahirlah beberapa metode yang dapat

4 diterima secara baik oleh para ilmuwan seperti metode Raunkiaer (1913, 1918), Clements (1905, 1916), Du Rietz (1921, 1930), Braun (1915), dan Braun- Blanquet (1928) (Rochman, 2001). Para pelopor dalam ilmu vegetasi tidak membatasi usaha mereka untuk hanya menjelaskan dan analisis lahan pada komunitas tumbuhan. Variasi yang tidak terhitung dalam bentuk-bentuk tumbuhan dan kombinasi-kombinasi yang diperlukan sistem-sistem yang jelas untuk penyajian dan diskusi pada komunitas tumbuhan dari sudut padang khusus. Pada saat yang bersamaan ini menjadi suatu keinginan untuk menjelaskan uraian komunitas dalam istilah pada hubungan sebab-akibatnya dan fungsinya, dan untuk menerangkan lingkungannya serta hubungan suksesional tersebut. Penekanan aspek ini pada penelitian vegetasi mempunyai variasi dengan berkembangnya waktu (Rochman, 2001). Perkembangan Sebelum Abad 19 C. Hart Meeriem, seorang peneliti biologi alam pada tahun 1889, mengemukakan model persebaran tumbuhan berdasar variasi ketinggian pada Gunung San Fransisco dari kaki hingga puncaknya. Model tersebut ternyata sejalan dengan pola persebaran tumbuhan dari garis tropis ekuator hingga ke arah utara maupun selatan. Karena temperatur berubah sesuai dengan ketinggian sebagaimana pula garis lintang (latitude) selatan dan utara maka Meeriem berkesimpulan bahwa tipe tumbuhan pada suatu daerah dipengaruhi oleh temperatur. Kemudian dapat dibuktikan bahwa faktor kelembapan ternyata lebih berperan daripada faktor temperatur. Curah hujan yang tinggi dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan tanaman besar. Sebaliknya, semakin kita bergerak ke daerah dengan curah hujan rendah tumbuhan akan didominasi oleh tumbuhan kecil, belukar, padang rumput, dan akhirnya kaktus atau tanaman padang pasir lainnya (Osgood, 1944).

5 Beberapa yang paling awal makalah ekologi formal, datang kembali ke abad ketujuh belas, prihatin dengan suksesi masyarakat sekitar secara bertahap mengisi danau dan rawa, dan suksesi istilah yang digunakan dalam konteks modern pada awal abad kesembilan belas (Clement 1916). Namun, perkembangan nyata ekologi tanaman datang melalui buku-buku tentang geografi tanaman yang ditulis oleh orang yang terlatih sebagai ahli taksonomi atau ahli botani umum. Eksplorasi dunia, terutama pada abad kesembilan belas, dibentuk segi ekologi yang semakin ketat. Carl Ludwig Willdenow adalah pelopor dari garis pemikiran ini. Dia adalah seorang ahli geografi tanaman awal yang mencatat bahwa iklim serupa menghasilkan jenis vegetasi serupa, bahkan di daerah ribuan kilometer terpisah seperti Afrika selatan dan australia (Osgood, 1944). Perkembangan Pada Abad 19 Tak lama setelah lulus, Humboldt (Murid Willdenow) bertemu Johann Forster yang telah menemani James Cook pada pelayaran penemuan dunianya. Cerita Foster membuat Humboldt bertekad untuk mengunjungi daerah tropis baru. Satu dekade kemudian humboldt bertemu seorang ahli botani Perancis muda bernama Aime Bopand, yang memiliki keinginan serupa. Rencana cemerlang, dan mereka menerima izin dan perlindungan raja Carlos IV dari Spanyol untuk melakukan perjalanan di tempat yang sekarang dinamai Amerika latin. Mereka membawa bekal peralatan terbaik untuk mengukur lintang, elevasi, suhu, kelembaban, dan ada faktor fisik. Selama lima tahun, mereka melakukan perjalanan dari hutan hujan dataran rendah beruap ke alpine paramo dingin dan dari padang pasir gersang ke semak berduri. Mereka menjelajahi Cuba, Venezuela, Equador, Peru, Mexico, dan Orinoco dan Sungai Amazon, mereka naik hampir ke atas gunung Chimborazo (5900 m), mereka mengumpulkan spesimen tumbuhan. Pada perjalanan kembali ke Eropa Humboldt adalah tamu rumah Presiden Jefferson di Washington. Jefferson sendiri sangat tertarik dalam respon tanaman untuk iklim dan mempelajari fenologi tanaman kebun sepanjang gradien lintang (Barbour, 1980). Humboldt kembali ke Perancis dan mulai menulis monumental 30 pekerjaan volume, daerah pelayaran aux equinoxiales nya. Yang pertama 14 jilid yang dikhususkan untuk botani, dan menciptakan istilah Assosiasi,

6 menggambarkan vegetasi dalam hal physigonomi, hubungan distribusi tipe vegetasi dengan faktor lingkungan, dan menggambarkan efek sinergis dari beberapa faktor fisik. Pernyataannya 'dalam rantai besar penyebab dan efek ada hal dan tidak ada kegiatan harus memperhatikan isolasi', adalah pandangan modern kita yang merupakan keterkaitan dalam komunitas dan ekosistem. Menjelang akhir hidupnya ia menulis ensiklopedia lima volume, Kosmos yang berusaha untuk menggambarkan dan menjelaskan seluruh alam semesta. Humboldt adalah salah satu orang Renaissance terakhir, yang berusaha untuk menguasai semua pengetahuan pada zamannya (Barbour, 1980). Studi Humboldt tentang geografi tanaman dilanjutkan oleh Schouw, de Candolle, Kerner, dan Grisebach. Schouw ( ), seorang profesor di Universitas Copenhagen, metodenya menggambarkan efek faktor llingkungan terhadap distribusi tanamn di 1823 buku, yang lebih menekankan peran suhu. Pencarian ini untuk tunggal, faktor yang paling penting adalah masih bersama kita hari ini, tetapi lebih dan lebih kita mengerti dia saling ketergantungan dari semua faktor. Schouw mempopulerkan prosedur asosiasi penamaan dengan menggabungkan genus dominan dengan akhiran-etum. Dengan demikian, quercetum adalah asosiasi hutan oak dan Pinetum adalah asosiasi hutan pinus. Beberapa skema modern asosiasi nomenklatur masih menggunakan konsep (Barbour, 1980). Anton kerner von Marilaun ( ) belajar kedokteran di Universitas Vienna, tetapi menyerah praktek setelah ia mengalami epidemi kolera sebagai dokter rumah sakit. Dia berbalik ke Botani sebagai karir yang kurang traumatis, menjadi profesor botani di Universitas Innsbruck, dan kemudian ditugaskan oleh pemerintah Hongaria untuk menggambarkan vegetasi di bagian timur Hungaria dan Transylvania. Buku yang menyimpulkan tanaman hidup dari cekungan Danube, untungnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, sehingga audiens yang lebih besar sekarang dapat menikmati keindahan deskripsi vegetasi dan pemahaman yang jelas tentang suksesi. Kemudian Kerner menjadi salah satu ahli ekologi eksperimental pertama. Dia mendirikan beberapa kebun transplantasi pada berbagai ketinggian di Tyrolean dari pada 180 m ke vilanya di 1200 m dan sampai zona alpine pada 2200 m. Dalam setiap taman ia tumbuh alpine dan

7 dataran rendah bentuk lebih dari 3000 spesies bersama-sama. Ia menemukan bahwa beberapa variasi yang disebabkan oleh modifikasi lingkungan (Barbour, 1980). Agustus Grisebach ( ) bepergian secara luas dan dijelaskan lebih dari 50 jenis vegetasi utama dalam hal physiogonomic sangat modern, berkaitan distribusi mereka ke berbagai faktor iklim. Candolle ( ) adalah ahli taksonomi herbarium sebuah geografi tanaman kursi, tetapi akses untuk koleksi tanaman yang luas menuntunnya untuk mencoba untuk 'membedakan hukum distribusi tanaman. Seperti Schouw, ia belajar suhu. Dia menyimpulkan suhu sesuai dengan formula sangat berguna bahwa data 1874 kemudian menjadi dasar untuk klasifikasi Koppen terkenal tentang iklim, diterbitkan setengah abad kemudian (Barbour, 1980). Ahli botani Jerman dan Denmark pertama kali dikembangkan ekologi - studi tentang interaksi antara organisme hidup dan lingkungan - pada akhir abad ke-19, seperti Cowles sedang memasuki akademisi. Dia terdaftar di Universitas Chicago pada tahun 1894, ketika lembaga baru berusia dua tahun dan bersemangat untuk menjelajahi bidang baru yang universitas elit timur meremehkan. Ekologi begitu baru bahwa tidak ada buku pelajaran ada, dan sebagian besar literatur yang diterbitkan dalam bahasa Jerman. Cowles sebenarnya belajar sendiri Denmark sehingga ia bisa membaca studi kunci yang hanya tersedia dalam bahasa aslinya (Richard, 1988). Dia awalnya datang ke Chicago untuk mempelajari geologi, bukan botani. Tapi dia tidak pernah lebih dari seorang geolog rata-rata. Dalam perjalanan studinya, namun, ia belajar sejarah glasial dari Great Lakes, yang memberinya visi dinamis alam dan meletakkan dasar literal untuk sukses di bidang baru (Richard, 1988). Profesor John M. Coulter akhirnya merekrut Cowles ke Departemen Botani. Coulter melihat ekologi sebagai hal yang akan datang. Dia tahu bukit flora dan mendorong Cowles untuk menulis tesis doktornya pada subjek. Tesis Cowles ' terhadap lingkungan Indiana Dunes menjadi salah satu studi ekologi pertama di Amerika Utara. Ia diikuti dengan studi ekologi sekitar Chicago dan makalah tentang suksesi tumbuhan, yang didirikan reputasinya di seluruh

8 Amerika Serikat dan Eropa. Masih seorang mahasiswa pascasarjana ketika ia mulai mengajar di Chicago, Cowles menciptakan seluruh kurikulum ekologi saat ia naik melalui jajaran akademik dan tegas dipengaruhi generasi pertama Amerika ekologi (Richard, 1988). Di Indiana Dunes, Henry Cowles bisa menghadapi jauh dari Danau Michigan, mendaki pedalaman, dan lihat hasilnya selama berabad-abad suksesi tanaman, proses di mana komunitas tanaman datang ke landscape, berkembang, dan menciptakan kondisi untuk penggantian mereka dengan masyarakat lain. Sebagai Cowles berjalan melalui ruang, ia berjalan melalui waktu (Richard, 1988). Suksesi mudah diikuti pada lanskap sedikit vegetasi dari Indiana Dunes. Tidak ada tanaman tumbuh di tepi Danau Michigan karena gelombang mencuci terus-menerus atas tanah. Di bagian belakang pantai, dimana gelombang datang lebih sering, beberapa tanaman tumbuh di pasir dan menstabilkan dengan sistem akar mereka. Selama banyak generasi pertumbuhan, reproduksi, dan pembusukan, pelopor ini menghasilkan tanah organik yang kaya disebut humus, yang memungkinkan kelompok baru tanaman untuk bergerak dan menggantikan mereka. Sebuah generasi ketiga akhirnya mengikuti generasi kedua ini, dan keempat menggantikan ketiga, sampai titik akhir, yang disebut klimaks, tercapai. Klimaks masyarakat di bukit-bukit pasir ini merupakan hutan - apakah oak tidak berubah sampai sesuatu mengganggu atau menghancurkan itu. Jika hutan terbakar, misalnya, suksesi dimulai lagi, tetapi sering dari tahap peralihan. Cowles menerbitkan studi sebagai " The Hubungan ekologi Vegetasi di bukit pasir Danau Michigan" pada tahun Meskipun suksesi tanaman pertama kali dicatat di zaman kuno dan dikenal banyak ilmuwan hari Cowles ', ia menggambarkan lebih jelas dan komprehensif daripada siapa pun di depannya (Richard, 1988). Dari sekitar , bagaimanapun, pemahaman suksesi didominasi oleh teori Frederic Clements, yang hidup sezaman dengan Cowles, yang menyatakan bahwa seres yang sangat diprediksi dan deterministik dan berkumpul di sebuah komunitas klimaks stabil ditentukan terlepas dari kondisi awal. Clements eksplisit dianalogikan perkembangan suksesi dari komunitas ekologi dengan perkembangan ontogenetik organisme individu, dan model itu sering

9 disebut sebagai teori pseudo- organismic ekologi masyarakat. Clements dan pengikutnya mengembangkan taksonomi kompleks masyarakat dan jalur suksesi (Richard, 1988). Henry Gleason menawarkan kerangka kontras pada awal 1920-an. Model Gleasonian lebih kompleks dan jauh lebih deterministik daripada Clementsian. Ini berbeda paling mendasar dari pandangan Clementsian dalam menunjukkan peran yang jauh lebih besar dari faktor kebetulan dan menyangkal keberadaan koheren, jenis masyarakat dibatasi tajam. Gleason mengatakan bahwa distribusi spesies menanggapi faktor lingkungan, dan masyarakat yang terbaik dianggap sebagai artefak dari penjajaran distribusi spesies. Ide Gleason, pertama kali diterbitkan pada tahun 1926, sebagian besar diabaikan dari publikasi awal mereka sampai akhir 1950-an (Richard, 1988). Dua kutipan menggambarkan pandangan kontras Clements dan Gleason. Clements menulis pada tahun 1916 : " Studi perkembangan vegetasi selalu bersandar pada asumsi bahwa unit atau pembentukan klimaks adalah entitas organik. Sebagai organisme formasi muncul, tumbuh, dewasa, dan mati. Selanjutnya, setiap formasi klimaks mampu mereproduksi dirinya sendiri, mengulangi dengan penting perkembangannya. Sementara Gleason, dalam makalahnya tahun 1926, mengatakan " Sebuah asosiasi bukanlah suatu organisme, bahkan hampir unit vegetasi, tetapi hanya kebetulan. Ide Gleason pada kenyataannya lebih konsisten dengan pemikiran asli Cowles tentang suksesi. Tentang perbedaan Clements antara suksesi primer dan suksesi sekunder, Cowles menulis (1911): Klasifikasi ini tampaknya tidak menjadi nilai fundamental, karena memisahkan seperti fenomena terkait erat dengan yang dari erosi dan pengendapan, dan menempatkan bersama-sama seperti tidak seperti hal-hal sebagai lembaga manusia dan penurunan tanah (Richard, 1988). 2. Deskripsi dan Analisis Vegetasi Vegetasi merupakan keseluruhan tumbuhan dari suatu area, vegetasi berfungsi sebagai area penutup lahan. Penutupan oleh vegetasi memberi efek positif bagi daerah tersebut, penutup lahan nantinya akan mengurangi aliran permukaan, mencegah erosi tanah dan banjir, serta menjaga suhu tanah dan daerah

10 sekitar. Persebaran vegetasi dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik lahan yang ada, diantaranya adalah kondisi topografi lahan (Maryantika dkk, tanpa tahun). Gambar: vegetasi (sumber: Analisis Vegetasi adalah suatu analisis dalam Ekologi tumbuhan yang berguna untuk mengetahui berbagai jenis vegetasi dalam suatu komunitas atau populasi tumbuhan yang berkembang dalam skala waktu dan ruang. Selain itu dengan melakukan analisis vegetasi, dapat diketahui keadaan vegetasi tumbuhan dimasa sekarang dan dapat menduga-duga kemungkinan perkembangan dimasa depan (Supeksa dkk, tanpa tahun). Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungan dan sejarah dari faktor-faktor itu dalam suatu bentuk yang mudah diukur dan nyata. Dengan demikian, analisis begetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponenkomponen lainnya dari suatu ekosistem (Syafei, 1990).

11 Menurut Kaninde dkk (2011), struktur vegetasi dapat didefinisikan sebagai organisasi individu-individu tumbuhan dalam ruang yang membentuk tegakan dan secara lebih luas membentuk tipe vegetasi atau asosiasi tumbuhan. Kershaw dalam Kaninde dkk (2011) menambahkan bahwa bentuk vegetasi dibatasi oleh tiga komponen pokok, yaitu : (1) stratifikasi yang merupakan lapisan penyusun vegetasi (strata) yang dapat terdiri dari pohon, tiang, perdu, sapihan, semai, dan herba (2) sebaran horizontal dari jenis penyusun vegetasi tersebut yang menggambarkan kedudukan antar individu (3) banyaknya individu (abundance) dari jenis penyusun vegetasi tertentu. Latifah (2005) mempunyai pendapat berberda mengenai stratifikasi. Menurutnya stratifikasi tumbuhan dibagi menjadi 4 yaitu (a) semai yang merupakan anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi < 1,5 meter (b) pancang yang merupakan anakan pohon yang tingginya 1,5 meter dan diameter < 7 cm (c) tiang yang merupakan pohon muda dengan diameter 7 cm sampai 20 cm (d) pohon yang merupakan pohon dewasa berdiameter 20 cm. Selanjutnya, Kershaw dalam Kaninde dkk (2011) mengatakan bahwa penguasaan suatu jenis terhadap spesies lainmya ditentukan berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP), yang merupakan penjumlahan dari kerapatan, dominansi relatif, dan frekuensi relatif. Gambar: struktur vegetasi (sumber: sisi-dan-struktur-vegetasi-hutan.html)

12 Marpaung (tanpa tahun), mendeskripsikan struktur vegetasi sebagai berikut. 1. Pohon Tumbuhan dengan diameter lebih dari 20 cm. Pengukuran yang akan dilakukan untuk pohon adalah diameter batang. tinggi pohon serta jumlah individu dan jenis pohon. Pengukuran diameter batang dilakukan pada ketinggian 1,3 meter atau 20 cm di atas akar papan jika akar papan lebih tinggi dari 1,3 meter. Ukuran petak (kuadran) untuk pengukuran pohon adalah 20 x 20 meter. 2. Tiang Tumbuhan dengan diameter antara cm. Pengukuran dilakukan pada petak subkuadran berukuran 10 x 10 m. Sama dengan pohon. maka parameter pengukuran adalah diameter tiang, tinggi tiang bebas cabang. jumlah tiang dan jumlah jenis. Pengukuran diameter batang juga dilakukan pada ketinggian 1,3 meter. 3. Pancang Pancang adalah regenerasi pohon dengan ukuran lebih tinggi dari 1,5 meter serta diameter batang kurang dari 10 cm. Ukuran petak pengamatan yang digunakan untuk pengukuran pancang ini adalah 5x5 meter. Tidak seperti tiang dan pohon, diameter pancang tidak diukur. Pengukuran hanya dilakukan pada jumlah mdividu dan jumlah spesies. Karena pada tahap pertumbuhan pancang, yang penting untuk diketahui adalah kerapatan dan frekuensi 4. Semai / anakan Anakan pohon adalah regenerasi awal dari pohon dengan ukuran ketinggian kurang dari 1,5 meter. Ukuran petak yang digunakan untuk pengukuran anakan adalah 2x2 meter. Sebagaimana pancang, tahap pertumbuhan anakan hanya dihitung individu serta jenis anakan saja. Tidak perlu dilakukan pengukuran diameter batang. 5. Liana : Liana adalah tumbuhan yang biasanya tumbuh melilit atau memanjat pohon (woody climbers). Yang tergolong dalam kelompok liana berkayu

13 ini jika panjarig batang utamanya lebih dari 1,5 meter. Liana tidak berkayu (non-woody liana) jika panjang batang utamanya kurang dari 1.5 meter. Pengenalan jenis liana ini agak rumit sehingga jika tidak dimungkinkan spesimen yang terdiri dari batang. Daun dan bunga/biji (jika ada) perlu untuk diambil dan dilakukan penomoran spesimen (misal: Liana sp1. Liana sp2.). Petak contoh untuk pengamatan liana berukuran 5x5 meter. 6. Epifit : Epifit adalah tumbuhan yang menempel di pohon lain atau yang menjadikan pohon lain sebagai inangnya. Anggrek adalah jenis epifit yang banyak diternui di dalam hutan. Selain jenis-jenis anggrek, epifit berupa paku-pakuan juga banyak dijumpai. Untuk memperlancar pengamatan dilapangan, pengamatan terhadap epifit hanya dilakukan sampai pada ketinggian 2 meter dari permukaan tanah karena pengamatan pada ketinggian lebih dari 2 meter akan sulit dilakukan atau diperlukan pemanjatan pohon kecuali jika fokus pengamatannya adalah epifit. Pengukuran terhadap epifit dilakukan terhadap jumlah individu dan spesies, jika bisa diidentifikasi oleh pengenal pohon karena biasanya jenis epifit sulit untuk dikenali, kecuali oleh ahli epifit. Pengukuran terhadap epifit dilakukan pada petak 5x5 meter. 7. Tumbuhan Bawah Tumbuhan bawah adalah semua tumbuhan yang hidup di lantai hutan kecuali regenerasi pohon (anakan dan pancang). Beberapa tumbuhan bawah diantaranya adalah: (1) keluarga palma. jika tingkatan pohon dewasanya lebih tinggi dari 1,5 meter; (2) pandan. tidak ada kategori untuk jenis tumbuhan bawah ini: (3) pakupakuan: dan (4) semak atau herba lainnya. Sebagaimana liana dan epifit jika tidak dimungkinkan pengenalan jenis, penomoran spesimen/contoh (Palma sp1.. Paku-pakuan sp1., Herba sp1., dst). Ukuran petak contoh pengamatan tumbuhan bawah berukuran 5x5 meter. Frekuensi suatu jenis menunjukkan penyebaran suatu jenis dalam suatu areal. Semakin merata penyebaran jenis tertentu, nilai frekuensinya semakin besar, sedangkan jenis yang frekuensinya kecil, penyebarannya semakin tidak

14 merata pada suatu areal atau kawasan yang diamati. Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yang menunjukkan jumlah atau banyaknya suatu jenis persatuan luas. Dominansi suatu jenis merupakan nilai yang menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap jenis lain pada suatu komunitas. Semakin besar nilai dominansi suatu jenis, semakin besar penguasaan jenis tersebut terhadap jenis lain. INP suatu jenis merupakan nilai yang menggambarkan peranan keberadaan suatu jenis dalam komunitas. Semakin besar INP suatu jenis, maka semakin besar pula peranan jenis tersebut dalam komunitas. INP dengan nilai yang tersebar merata pada banyak jenis lebih baik daripada bertumpuk atau menonjol pada sedikit jenis karena menunjukkan terciptanya relung (niche) yang lebih banyak dan tersebar merata, spesifik, dan bervariasi. INP yang merata pada banyak jenis juga sebagai indikator semakin tingginya keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem dan perkembangan ekosistem yang baik untuk mancapai pada tahap klimaks (Kaninde dkk, 2011). Dalam menganalisis suatu vegetasi, diperlukan suatu metode. Menurut Web dalam Syafei (1990), metode dalam analisis vegetasi yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistematik), dan vegetasi secara alami itu. Pakar ekologi berkecenderungan untuk melakukan pendekatan secara floratika dalam menampakkan suatu vegetasi, yaitu berupa komposisi dan struktur tumbuhan pembentuk vegetasi tersebut. Pendekatan kajian juga bergantung pada permasalahan bersifat autoekologi atau sinekologi, dan juga menyangkut masalah produktivitas atau hubungan sebab akibat. Pakar autoekologi biasanya memerlukan pengetahuan tentang kekerapan atau penampakan dari suatu spesies tumbuhan, sedangkan pakar sinekologi berkepentingan dengan komunitas, yaitu masalah yang dihadapi tentang keterkaitan antara alam dengan variasi vegetasi (Syafei, 1990). Deskripasi vegetasi juga merupakan bagian yang integral dengan kegiatan survei sumber daya alam, misalnya inventarisasi kayu untuk balok di hutan, dan menelaah kapasitas tampung suatu lahan untuk tujuan ternak atau penggembalaan. Mendeskripsikan suatu vegetasi harus dimulai dari suatu titik

15 pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dari tumbuhan yang hidup bersama di dalam suatu tempat tertentu yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponennya, maupun oleh kombinasi dari struktur dan fungsi sifat-sifatnya yang mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum atau fisiognomi (Syafei, 1990). 3. Macam-Macam Metode Analisis Vegetasi Menurut Syafei (1990) secara garis besar, metode analisis vegetasi dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu: a. Metode destruktif Metode ini dilakukan untuk mengetahui jumlah materi organic yang dapat dihasilkan oleh sutu komunitas tumbuhan. Variabel yang digunakan dapat berupa produktivitas primer maupun biomassa. Dengan demikian, dalam pendekatannya selalu dilakukan pengrusakan terhadap vegetasi tersebut. Pada umumnya, metode ini dilakukan untuk vegetasi sederhana, dengan ukuran luas pencuplikan antara 1 m 2-5 m 2. Penimbangan dapat didasarkan pada berat segar materi hidup atau berat keringnya. Metode ini sangat membantu dalam menentukan kualitas suatu padang rumput terbuka terkait dengan pencarian lahan pengembalaan dan menentukan kapasitas tampungnya. Pendekatan yang terbaik untuk metode ini adalah secara floristika yaitu didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan. b. Metode non-destruktif Metode ini dapat dilakukan dengan cara pendekatan berdasarkan penelaahan organisme hidup/tumbuhan. Sehingga dikenal dengan pendekatan non-floristika. Sedangkan pendekatan yang didasarkan pada penelaahan organisme tumbuhan secara taksonomi dinamakan pendekatan floristika. 1) Metode non-destruktif non-floristika Metode ini banyak dikembangkan oleh beberapa pakar vegetasi, seperti Du Rietz (1931), Raunkiaer (1934), dan Dansereau (1951). Yang kemudian diekspresikan juga dengan cara lain oleh Eiten (1968) dan UNESCO (1973). Para pakar ini memiliki dasar pemikiran masing-masing. Pada prinsipnya mereka berusaha mengungkapkan vegetasi berdasarkan bentuk hidupnya, jadi pembagian

16 dunia tumbuhan secara taksonomi diabaikan. Mereka membuat klasifikasi sendiri dengan dasar-dasar tertentu. 2) Metode non-destruktif floristika Metode ini dapat menentukan kekayaan floristika atau keanekaragaman dari berbagai bentuk vegetasi. Penelaahan dilakukan terhadap semua populasi spesies pembentuk masyarakat tumbuhan tersebut. Jadi dalam hal ini diperlukan pemahaman tumbuhan secara taksonomi. Pada metode ini didukung dengan variable-variabel yang diperlukan untuk menggambarkan baik struktur maupun komposisi vegetasi, antara lain: Kerapatan Untuk menggambarkan jumlah individu dari populasi sejenis Kerimbunan Variabel yang menggambarkan luas penutup suatu populasi di suatu kawasan, dapat juga menggambarkan luas daerah yang dikuasai oleh populasi tertentu atau dominansinya Frekuensi Variabel yang menggambarkan penyebaran dari populasi di suatu kawasan. Variabel tersebut merupakan sebagian tetapi dari sejumlah variabel yang diperlukan adalah variabel yang dapat menjabarkan suatu karekteristik vegetasi yang biasanya dikenal dengan variabel yang bersifat kuantitatif. Variabel lainnya dikelompokkan pada variabel kualitatif seperti stratifikasi, perioditas, dan vitalitas. Berbagai metodologi telah dikembangkan oleh para pakar untuk memperoleh hasil seakurat mungkin dan sudah disesuaikan dengan tujuannya. Beberapa metodologi yang umum dan efektif serta efisien untuk dilakukan antara lain: metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot (metode titik dan metode kwarter). a) Metode kuadrat Bentuk cuplikan pada metode ini dapat berupa segiempat atau lingkaran yang menggambarkan luasan area (kuadrat). Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan betuk vegetasi atau ditentukan terlebih dahulu luas minimumnya. Sistem

17 analisinya meliputi: (1) kerapatan, (2) kerimbunan, (3) frekuensi, dan (4) nilai penting. b) Metode garis Bentuk cuplikan pada metode ini berupa garis. Untuk vegetasi hutan sangat dipengaruhi oleh kompleksitas dari hutan tersebut. Makin sederhana, makin pendek garisnya. Pada dasarnya, panjang garis sekitar m sudah cukup memperlihatkan hasil yang memadai. Untuk vegetasi semak belukar diperlukan garis sepanjang 5m-10m sedangkan untuk vegetasi sederhana cukup dengan garis sepanjang satu meter. Sistem analisisnya meliputi: (1) kerapatan, (2) kerimbunan, (3) frekuensi, dan (4) nilai penting. c) Metode kwarter Bentuk cuplikan pada metode ini berupa titik, sehingga metode ini sering disebut dengan metode tanpa area cuplikan atau plotless methods. Biasanya sering dilakukan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya. Sistem analisis metode ini, titik-titik dibuat dan disebar secara acak atau sistematik. Titik-titik tersebut merupakan pusat dari suatu daerah pengamatan yang secara abstrak dibagi menjadi 4 sektor pengamatan (metode empat penjuru) sesuai dengan arah mata angin. Daerah I adalah daerah barat-utara, daerah II adalah daerah utara-timur, daerah III adalah daerah timur-selatan, dan daerah IV adalah daerah selatan-barat. Tumbuhan yang dianalisis (dicuplik datanya) pada setiap sektor daerah pengamatan adalah hanya satu pohon yang paling dekat dengan pusat pengamatan (titik pusat). Data yang dikumpulkan adalah jarak pohon ke titik pusat, diameter pohon, dan juga tinggi pohon.

18 BAB III PENUTUP Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari isi makalah ini adalah: 1. Ilmu vegetasi telah menjadi satu tradisi selama hampir tiga abad. Kegiatan pertama dan utama mengetahui gambaran bentang alam (lanskap) dan vegetasinya. Karakteristik bentang alam/lanskap sangat dipengaruhi oleh : (1) tipe vegetasi, dan (2) perbedaan bentuk hidupnya (selalu hijau, menggugurkan daunnya, tajuk daun jarum, tajuk daun lebar, dan yang lainnya) di masing-masing jenis lahan (hutan tropika, savana, padang rumput, gurun kaktus, dan lainnya). Deskripsi sistematis tentang pola vegetasi dimulai oleh A. Von Humboldt (1806) yang mengklasifikasikan bentuk pertumbuhan vegetasi dalam beberapa tipe. 2. Analisis Vegetasi adalah suatu analisis dalam Ekologi tumbuhan yang berguna untuk mengetahui berbagai jenis vegetasi dalam suatu komunitas atau populasi tumbuhan yang berkembang dalam skala waktu dan ruang. 3. Secara garis besar, metode analisis vegetasi dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu metode destruktif dan non-destruktif. Metode non-distruktif dibagi menjadi metode non-destruktif non-floristika dan metode non-destruktif floristika. Beberapa metodologi yang umum dan efektif serta efisien untuk dilakukan antara lain: metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot (metode titik dan metode kwarter).

19 DAFTAR RUJUKAN Barbour, M.G Terestrial Plant Ecology. California: B. Curning. Kainde, R.F., Ratang, S.P., Tasirin, J.S., dan Faryanti, D Eugenia. Analisis vegetasi Hutan Lindung Gunung Tumpa, 17 (3). (Online), ( LINDUNG_GUNUNG_TUMPA.pdf), diakses 8 Februari Latifah, Siti Analisis vegetasi Hutan Alam. (Online), ( /bitstream/ /968/1/hutan-siti12.pdf), diakses pada 8 Februari Marpaung, Boy Andreas. Tanpa Tahun. Struktur Vegetasi. (Online), ( diakses pada 9 Februari Maryantika, Norida., Jaelani, Lalu Muhammad., Setiyoko, Andie. Tanpa tahun. Analisa Perubahan Vegetasi Ditinjau dari Tingkat Ketinggian dan Kemiringan Lahan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Spot 4 (Studi Kasus Kabupaten Pasuruan). (Online), ( Undergraduate Paper pdf), diakses pada 9 Februari Osgood, H Wilfred Biographical Memoir of Clinton Hart Merriam. USA: National Academy Of Sciences. Richard & Steven, Forest Ecosystem : Academic Press. San Diego. California. Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. JICA: Malang. Supeksa, Ketut., Deviana, Ni Putu Ella., Dewi, Ni Luh Gede Krisna., Ratmini, Ni Made., Karolina, Yusita. Tanpa tahun. Analisis Vegetasi dengan Metode Kuadrat pda Plot yang Dibuat dalam Bentuk Lingkarandi Kebun Raya Eka Karya Bali. (Online), ( analisis-vegetasi-dengan-metode-kuadrat-pada-plot-yang-dibuat-dalambentuk-lingkaran-di-kebun-raya-eka-karya-bali.pdf), diakses 8 Februari Syafei, Eden Surasana Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB: Bandung.

STRUKTUR VEGETASI. Boy Andreas Marpaung / DKK-002

STRUKTUR VEGETASI. Boy Andreas Marpaung / DKK-002 STRUKTUR VEGETASI Boy Andreas Marpaung / DKK-002 andre.marp@yahoo.com Pemahaman tentang struktur vegetasi penting dalam kegiatan penelitian ekologi hutan. Kesalahan identifikasi struktur akan menyebabkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rekreasi alam, yang mempunyai fungsi sebagai: Kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.

TINJAUAN PUSTAKA. rekreasi alam, yang mempunyai fungsi sebagai: Kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan. TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali. B III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada mangrove yang ada

Lebih terperinci

Analisis Vegetasi Hutan Alam

Analisis Vegetasi Hutan Alam Analisis Vegetasi Hutan Alam Siti Latifah Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 20 September 2011 di Taman hutan raya R. Soerjo yang terletak di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

SUKSESI AUTEKOLOGI. Daubenmire (1962) Autekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara individu tumbuhan dan lingkungannya.

SUKSESI AUTEKOLOGI. Daubenmire (1962) Autekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara individu tumbuhan dan lingkungannya. SUKSESI SUKSESI EKOLOGI AUTEKOLOGI SYNEKOLOGI Daubenmire (1962) Autekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara individu tumbuhan dan lingkungannya. Synekologi adalah ilmu yang mempelajari struktur,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh tumbuhan memanjat yang berperan sangat penting bagi kehidupan. Kerapatan hutan disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim wilayah bagian Kelurahan Muara Fajar Kecamatan Minas Kabupaten Siak pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung (Gambar 2) pada bulan Juli sampai dengan

Lebih terperinci

Vegetasi Alami. vegetasi alami adalah vegetasi atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami tanpa adanya pembudidayaan.

Vegetasi Alami. vegetasi alami adalah vegetasi atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami tanpa adanya pembudidayaan. Vegetasi Alami vegetasi alami adalah vegetasi atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami tanpa adanya pembudidayaan. Aspek Praktis Kajian Vegetasi Studi vegetasi merupakan ilmu pengetahuan, yang sering

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam Kabupaten Pandegalang dan Serang Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kawasan secara umum merupakan permukaan tanah atau air yang sederhana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kawasan secara umum merupakan permukaan tanah atau air yang sederhana 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Utara Danau Limboto Kawasan secara umum merupakan permukaan tanah atau air yang sederhana luasnya tetapi lebih besar dari situs. Kawasan adalah istilah yang digunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal hutan kerangas yang berada dalam kawasan Hak Pengusahaan Hutan PT. Wana Inti Kahuripan Intiga, PT. Austral Byna, dan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dengan menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang kearah

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Provinsi Riau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012.

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit Taman Nasional Meru Betiri. Gambar 3.1. Peta Kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lumut kerak merupakan salah satu anggota dari tumbuhan tingkat rendah yang mana belum mendapatkan perhatian yang maksimal seperti anggota yang lainnya. Organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI

GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI Selamat Pagi, Semoga hari ini menjadi hari yang menyenangkan DTI_09 VEGETASI ASIA Iklim merupakan faktor utama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pemanfaatan hutan dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelestarian fungsi danau. Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelestarian fungsi danau. Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan 6 2.1 Kawasan Timur Danau Limboto BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kawasan danau mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau. Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan manfaat,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons)

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) Daun Sang yang merupakan genus tanaman unik, pertama kali ditemukan di pedalaman Sumatera, Indonesia pada awal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode belt transek. Metode ini sangat cocok digunakan untuk mempelajari suatu kelompok

Lebih terperinci

III. METODE PENELTTIAN Tempat dan Waktu. Penelitian dilaksanakan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu,

III. METODE PENELTTIAN Tempat dan Waktu. Penelitian dilaksanakan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, III. METODE PENELTTIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, kawasan ini terletak di dua Kabupaten yaitu Bengkalis dan Siak serta satu Kotamadya yaitu

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM KARYA TULIS KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM OLEH : DIANA SOFIA H, SP, MP NIP 132231813 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah,

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Liana Liana merupakan tumbuhan yang berakar pada tanah, tetapi batangnya membutuhkan penopang dari tumbuhan lain agar dapat menjulang dan daunnya memperoleh cahaya

Lebih terperinci

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012 ISSN : 2337-5329 :!,1G():5kr'W:5 JURnAl EKOlOGI DAn SAlns PUSAT PENELITIAN LlNGKUNGAN HIDUP a SUMBERDAYA ALAM (PPLH SDA) UNIVERSITAS PATTIMURA VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012 ISSN : 2337-5329 POTENSI FLORA

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Deskriptif yaitu penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan secara sistematik, faktual,

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 106 Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 1. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa energi matahari akan diserap oleh tumbuhan sebagai produsen melalui klorofil untuk kemudian diolah menjadi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Salak merupakan salah satu ekosistem pegunungan tropis di Jawa Barat dengan kisaran ketinggian antara 400 m dpl sampai 2210 m dpl. Menurut (Van Steenis, 1972) kisaran

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian Pinus merkusii strain Kerinci: Satu-satunya jenis pinus yang menyebar melewati khatulistiwa ke bagian bumi lintang selatan hingga sekitar o L.S. Belum dikembangkan atau dibudidayakan secara luas di Indonesia.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

EKOLOGI TERESTRIAL. Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan

EKOLOGI TERESTRIAL. Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan EKOLOGI TERESTRIAL Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi

Lebih terperinci

PENGUKURAN BIODIVERSITAS

PENGUKURAN BIODIVERSITAS Diversitas vegetasi PENGUKURAN BIODIVERITA Untuk mengkaji struktur dan komposisi komunitas vegetasi, pembuatan sampel plot biasanya dilakukan. Dalam hal ini ukuran plot, bentuk, jumlah plot, posisi plot

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Metode Penelitian Analisis Vegetasi

METODE Waktu dan Tempat Metode Penelitian Analisis Vegetasi METODE Waktu dan Tempat Pengumpulan data dilakukan di ekosistem program PHBM di RPH Gambung petak 27, KPH Bandung Selatan (S 07 0 07 25.1 E 107 0 30 35.2, ketinggian 1246 mdpl), kemiringan lereng 36% pada

Lebih terperinci

Penentuan batas antar komunitas tidak mudah Zona transisi dengan lingkungan tertentu Proses perubahan secara gradual struktur komunitas disebut

Penentuan batas antar komunitas tidak mudah Zona transisi dengan lingkungan tertentu Proses perubahan secara gradual struktur komunitas disebut KOMUNITAS Komunitas beragam struktur biologinya Diversitas meliputi dua aspek : > Kekayaan Jenis > Kemerataan Komunitas memiliki struktur vertikal Variasi Spatial struktur komunitas berupa zonasi. Penentuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga tipe hutan kerangas di Kabupaten Belitung Timur yaitu hutan kerangas primer (Rimba), hutan kerangas sekunder (Bebak)

Lebih terperinci

PENGERTIAN BIOMA suhu kelembaban angin altitude latitude topografi

PENGERTIAN BIOMA suhu kelembaban angin altitude latitude topografi PENGERTIAN BIOMA suhu kelembaban angin altitude latitude topografi MACAM BIOMA Macam macam Bioma : Tundra Taiga Hutan Gugur Hutan Hujan Tropis Gurun Padang Rumput Saparal PETA PERSEBARAN BIOMA DI DUNIA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dan dengan luas sedemikian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 di Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus, Hutan Kawasan Lindung Kalung Desa Namang, dan Hutan Dusun Air

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Lawu adalah gunung yang terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung ini mempunyai ketinggian 3265 m.dpl. Gunung Lawu termasuk gunung dengan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di blok pemanfaatan kawasan hutan pendidikan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di blok pemanfaatan kawasan hutan pendidikan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di blok pemanfaatan kawasan hutan pendidikan USU Tahura Desa Tongkoh Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Provinsi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERTANIAN ANALISIS VEGETASI METODE TITIK MENYINGGUNG OLEH : JEAN NIHANA MANALU

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERTANIAN ANALISIS VEGETASI METODE TITIK MENYINGGUNG OLEH : JEAN NIHANA MANALU LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERTANIAN ANALISIS VEGETASI METODE TITIK MENYINGGUNG OLEH : JEAN NIHANA MANALU 05121007071 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA 2012/2013

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan bukan hanya sekumpulan individu pohon, tetapi sebagai masyarakat tumbuhan yang kompleks, terdiri atas pepohonan, semak, tumbuhan bawah, jasad renik tanah, dan hewan.

Lebih terperinci

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Vegetasi HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada ekosistem PHBM, ekosistem hutan dan ekosistem tanpa tegakan seperti dijelaskan pada Lampiran 1, 2 dan 3, didapatkan secara

Lebih terperinci

2.1 Pengertian Metode Analisis Vegetasi

2.1 Pengertian Metode Analisis Vegetasi 2.1 Pengertian Metode Analisis Vegetasi Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat di mana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan 14 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan kiri Jalan Sanggi-Bengkunat km 30 - km 32, Pesisir Barat, Taman Nasional

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

cukup tua dan rapat, sedang hutan sekunder pada umumnya diperuntukkan bagi tegakantegakan lebih muda dengan dicirikan pohon-pohonnya lebih kecil.

cukup tua dan rapat, sedang hutan sekunder pada umumnya diperuntukkan bagi tegakantegakan lebih muda dengan dicirikan pohon-pohonnya lebih kecil. Pada klasifikasi ini hutan dilihat bagaimana cara terbentuknya, apakah hutan itu berasal dari bijibijian atau dari trubusan (tunas-tunas batang atau akar) atau berasal dari keduanya. Dalam klasifikasi

Lebih terperinci

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut. PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI GUNUNG ASEUPAN Dalam Rangka Konservasi Dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi : METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutaan Institut

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di Indonesia. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik turnbuhan maupun hewan yang khas yaitu komunitas

Lebih terperinci