BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kegiatan mengoptimalkan perkembangan potensi dan kecakapan, serta sebagai salah satu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kegiatan mengoptimalkan perkembangan potensi dan kecakapan, serta sebagai salah satu"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kegiatan mengoptimalkan perkembangan potensi dan kecakapan, serta sebagai salah satu modal untuk mencapai kemajuan bangsa yang sekaligus meningkatkan harkat martabat manusia. Keberhasilan pendidikan terutama pendidikan formal salah satunya ditentukan oleh keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yaitu dengan cara menumbuhkan kepercayaan diri siswa. Karena anak yang percaya diri memiliki modal penting untuk masa dewasanya kelak, rasa percaya diri yang tinggi terbentuk karena anak punya gambaran tentang diri dan lingkungan yang positif. Mengingat begitu pentingnya membangun kemampuan percaya diri pada perkembangan siswa sebagai sumber energi (kekuatan) diri anak untuk dapat mengaktualisasikan diri siswa secara utuh, maka siswa membutuhkan bantuan orang tua (saat siswa di rumah) dan guru (saat siswa di sekolah). Guru BK memiliki tugas, tanggung jawab, wewenang dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik. Tugas guru BK/konselor terkait dengan pengembangan diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik di sekolah/madrasah. Karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada peserta didik maka para pendidik atau guru BK perlu memahami masalahmasalah yang berhubungan dengan bagaimana cara meningkatkan rasa percaya diri siswa dan mampu mengidentifikasikan masalah krisis percaya diri siswa tersebut. Alasan penulis memilih konseli JM (Nama Inisial) yang seorang mahasiswa semester 5 jurusan PG PAUD Universitas Negeri Semarang dikarenakan konseli adalah teman penulis sendiri dan juga karena konseli sendiri yang telah menyadari bahwa ia memiliki masalah krisis percaya diri lalu menyampaikan permasalahannya kepada penulis. Diharapkan penulis 1

2 dapat berlatih menelaah kasus permasalahan pribadi JM lebih dalam sekaligus dapat membuat rencana penetapan treatmentnya sebelum penulis berprofesi sebagai konselor yang sesungguhnya di lapangan. B. Tujuan Salah satu tujuan bimbingan dan konseling ini adalah sebagai pembelajaran bagi kami, mahasiswa yang khususnya telah mempelajari mata kuliah studi kasus. Hal ini dilakukan agar mahasiswa mengetahui secara langsung kasus-kasus yang dialami siswa dengan melakukan praktek secara langsung melakukan bimbingan dan konseling dengan menentukan langkah penanganan yang tepat dengan kondisi anak yang mengalami kesulitan atau permasalahan tersebut. C. Manfaat 1. Bagi Penulis Studi kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan yang didapat selama perkuliahan serta dapat mengaplikasikan dalam penanganan kasus krisis percaya diri seseorang. 2. Bagi Institusi Pendidikan Studi kasus ini diharapkan mampu menjadikan acuan dan berguna untuk memberikan informasi, pengetahuan dan ilmu baru bagi kemajuan di bidang bimbingan dan konseling sebagai bahan referensi guna pengembangan ilmu pengetahuan. 2

3 BAB II PEMBAHASAN A. Identitas Masalah a. Identitas Klien Nama : JM (Inisial) NIM : Alamat : Jl. Sido Mukti 12 No. 11, Pekalongan TTL : Pekalongan, 23 Januari 1992 b. Identitas Masalah. Masalah yang dialami oleh JM adalah masalah kurang percaya diri, khususnya saat berbicara di depan umum dan di lingkungan baru. Hal ini lebih dikarenakan faktor internal dari diri konseli yang selalu merasa takut salah/ditertawakan saat berbicara di depan umum dan di lingkungan baru. Dia merasa sangat ingin berbicara, tetapi saat dia mulai ingin berbicara pikirannya sering buyar dan tiba-tiba saja perkataan menjadi terbata-bata. Oleh karena itu konseli sering memilih untuk diam daripada berbicara. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan kenyataan bahwa teman-teman konseli kebanyakan termasuk orang yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi. Hal itu semakin membuat konseli merasa minder untuk dapat berbicara di depan umum dan/lingkungan baru karena mental konseli sendiri sudah down terlebih dahulu. Masalah yang dialami klien termasuk masalah yang agak berat karena apabila kondisi tersebut terus berlanjut maka konseli berpotensi menjadi seorang yang introvert (tertutup dari lingkungan sosialnya. Berdasarkan keterangan tersebut dapat dirumuskan: 1. Nama kasus : Kurang Percaya Diri 2. Jenis kasus : Kasus Pribadi 3. Tingkatan kasus : Sedang 4. Pendekatan : Behavior 3

4 B. Kajian Teori 1. Pengertian Percaya Diri Supriyo (2008:44) menjelaskan pengertian percaya diri adalah perasaan yang mendalam pada batin seseorang, bahwa ia mampu berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk dirinya, keluarganya, masyarakatnya, umatnya, dan agamanya, yang memotivasi untuk optimis, kreatif, dan dinamis yang positif. W.H.Miskell (1939) menjelaskan pengertian percaya diri adalah percaya diri adalah kepercayaan akan kemampuan sendiri yang memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki, serta dapat memanfaatkannya secara tepat. Mashlow mengartikan percaya diri sebagai berikut: Percaya diri merupakan modal dasar untuk pengembangan aktualitas diri. Dengan percaya diri orang akan mampu mengenal dan memahami diri sendiri. Sementara itu, kurangnya percaya diri akan menghambat pengembangan potensi diri. Jadi orang yang kurang percaya diri akan menjadi seseorang yang pesimis dalam menghadapi tantangan, takut dan ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan, serta bimbang dalam menentukan pilihan dan sering membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain". Supriyo menjelaskan pengertian krisis percaya diri (minder) (2008:45) adalah sebagai berikut: Perasaan diri tidak mampu dan menganggap orang lain selalu baik dari dirinya. Orang yang merasa minder cenderung bersikap egosentris, memposisikan dirinya sebagai korban, merasa tidak puas dengan dirinya, mengasihi diri sendiri dan mudah menyerah. Orang yang mempunyai rasa minder akan merasa lemah, kekurangan, memiliki rasa bersalah yang berlebihan, takut kepada orang lain, menarik diri dari lingkungan/pergaulan, cemas menghadapi sesuatu yang baru, tidak berani menghadapi kenyataan, sukar mengambil keputusan, takut akan kegagalan. Dalam disebutkan bahwa pengertian kurang percaya diri (minder) adalah keadaan dalam diri seseorang 4

5 dimana orang tersebut sangat peduli dengan penilaian orang lain terhadap dirinya dan merasa cemas karena penilaian sosial tersebut, sehingga cenderung untuk menarik dirinya. 2. Ciri-Ciri Kurang Percaya Diri/Minder Tanda-tanda seseorang yang kurang percaya pada diri sendiri dalam Supriyo (2008:45) antara lain sebagai berikut: 1. Perasaan takut atau gemetar disaat berbicara dihadapan orang banyak, 2. Sikap pasrah pada kegagalan, memandang masa depan suram, 3. Perasaan kurang dicintai/kurang dihargai oleh lingkungan sekitarnya, 4. Selalu berusaha menghindari tugas/tanggung jawab/pengorbanan, 5. Kurang senang dengan keberhasilan orang lain, terutama rekan sebaya/seangkatan, 6. Sensitivitas batin yang berlebihan, mudah tersinggung, cepat marah, pendendam, 7. Suka menyendiri dan cenderung bersikap egosentris, 8. Terlalu berhati-hati ketika berhadapan dengan orang lain sehingga perilakunya terlihat kaku, 9. Pergerakan agak terbatas, seolah-olah sadar jika dirinya memang mempunyai banyak kekurangan, 10. Sering menolak jika diajak ke tempat-tempat yang ramai. Menurut Swallow (2000) dalam /03/07/sikap-pemalu-dan-kurang-percaya-diri/#comment-10 menyebutkan ciri-ciri seseorang yang pemalu dan kurang percaya diri adalah sebagai berikut: 1. Menghindari kontak mata; 2. Tidak mau melakukan apa-apa; 3. Terkadang memperlihatkan perilaku mengamuk/temper tantrums (dilakukan untuk melepaskan kecemasannya); 4. Tidak banyak bicara, menjawab secukupnya saja seperti ya, tidak, tidak tahu, halo ; 5

6 5. Tidak mau mengikuti kegiatan-kegiatan di kelas; 6. Tidak mau meminta pertolongan atau bertanya pada orang yang tidak dikenal; 7. Mengalami demam panggung (pipi memerah, tangan berkeringat, keringat dingin, bibir terasa kering) di saat-saat tertentu; 8. Menggunakan alasan sakit agar tidak perlu berhubungan dengan orang lain (misalnya agat tidak perlu pergi ke sekolah); 9. Mengalami psikosomatis; 10. Merasa tidak ada yang menyukainya. 3. Faktor Penyebab Kurang Percaya Diri Supriyo (2008:46) menjelaskan faktor penyebab kurang percaya diri dapat berasal dari diri sendiri dan dari luar dirinya (lingkungan), yang meliputi antara lain: 1. Perasaan tidak mampu untuk berbuat lebih baik, dalam segala hal, 2. Tidak percaya bahwa diirnya mempunyai kelebihan, 3. Merasa curiga terhadap orang lain dan memposisikan diri sebagau korban, 4. Beranggapan bahwa orang lainlah yang harus berubah, 5. Menolak tanggung jawab hidup untuk mengubah diri menjadi lebih baik, 6. Lingkungan yang kurang memberi kasih sayang/penghargaan, terutama pada masa kanak-kanak dan masa remaja, 7. Lingkungan yang menerapkan kedisiplinan yang otoriter, tidak memberi kebebasan berpikir, memilih dan berbuat, 8. Kegagalan/kekecewaan yang berulang kali tanpa diimbangai dengan optimisme yang memadai, 9. Keinginan untuk mencapai kesempurnaan dalam segala hal (idealisme yang tidak realistis), dan 10. Sikap orang tua yang memberikan pendapat dan evaluasi yang negative terhadap perilaku dan kelemahan anak. 6

7 Dijelaskan dalam /03/07/sikappemalu-dan-kurang-percaya-diri/#comment-10 bahwa penyebab seseorang yang kurang percaya diri adalah sebagai berikut: 1. Kurang mengenal diri Setelah mengenal diri dengan baik maka langkah selanjutnya adalah menerima diri apa adanya. menerima diri apa adanya bukan berarti pasrah atau pesimis dengan keadaan diri, tetapi sebaliknya menerima dengan positif apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan diri kita. 2. Kecemasan Kita tidak bisa membangun rasa percaya diri sebelum berhasil mengatasi kecemasan. kunci sukses adalah dapat membangun rasa percaya diri dengan cara menghilangkan rasa cemas. rasa cemas berbahaya dan bisa mempengaruhi semua orang di sekitarnya. untuk mengalahkan rasa cemas perlu membangun antuasisme (semangat/minat besar). 3. Kurangnya wawasan Kita perlu membekali diri dengan berbagi ilmu pengetahuan.semakin banyak dapat ilmu maka semakin luaslah wawasan kita serta semakin percaya diri sebaliknya bila kurang membenahi diri dan tidak mempunyai wawasan luas bisa mengakibatkan kurang percaya diri didalam bersosialisasi. Disebutkan secara singkat dalam /MAKALAH-PERCAYA-DIRI bahwa penyebab tidak percaya diri adalah sebagai berikut: 1. Pengaruh kurang perhatian dari orang tua 2. Konsep diri 3. Kemandirian belajar terhadap prestasi 4. Pengaruh lingkungan 7

8 4. Dampak Krisis Percaya Diri Dampak yang ditimbulkan dari krisis kepercayaan diri, apabila tidak segera diatasi antara lain dalam Supriyo (2008:47) adalah sebagai berikut: 1. Tidak dapat bergaul dengan teman-teman yang lain secara wajar, 2. Proses belajar menjadi terhambat, 3. Kesulitan berkomunikasi, 4. Pencapaian tugas perkembangan menjadi terhambat, 5. Terkucil dari lingkungan sosial, 6. Mengalami depresi, 7. Tidak berani melakukan perubahan di dalam hidupnya. Dalam PERCAYA-DIRI disebutkan dampak-dampak negatif tidak percaya diri yaitu sebagai berikut: 1. Mengalami kegagalan seseorang yang tidak memiliki rasa percaya diri biasanya akan mengalami kegagalan karena tidak yakin akan dirinya dalam melakukan suatu tindakan dan mengambil keputusan dalam suatu masalah. 2. Selalu mengeluh seseorang yang tidak memiliki rasa percaya diri akan selalumengeluh dan merasa tidak nyaman setiap kali diminta untuk melakukan suatu pekerjaan. 3. Mudah putus asa karena tidak memiliki tekad yang kuat dan tidak memiliki solusi, lembek, dan apatis diberbagai situasi serta menjadi sembrono dan tidak teratur. 4. Selalu merasa gelisah ketika seseorang yang tidak percaya diri setiap kali menghadapi suatu masalah ia akan merasa gelisah karena dia tidak yakin tentang apa yang akan dilakukannya. 5. Menyesal dikemudian hari menyesal kemudian tidak ada gunanya tapi itulah yang terjadi dalam kehidupan. Karena kebanyakan orang tidak menyadari bahwa kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya, sehingga rasa tidak percaya diri menutupi mata hatinya. 8

9 C. Data Kasus Untuk memperoleh data kasus ini, praktikan memperoleh data dari hasil wawancara yang dilakukan dengan konseli. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui gejala-gejala apa saja yang muncul dari konseli ketika konseli mulai merasakan malas untuk belajar. Analisis dari Hasil Wawancara Konseli adalah seorang mahasiswa semester 5 Unnes jurusan PG PAUD yang terlihat ceria, gampang bergaul, dan penuh semangat. Namun dibalik itu semua sebenarnya ia merupakan pribadi yang sedikit tertutup dan selalu merasa kurang percaya diri terutama apabila saat harus berbicara/menyampaikan pendapatnya di depan umum. Ia juga orang yang sulit/lama dalam beradaptasi dengan suasana (lingkungan) baru dan masih belum dapat terlalu terbuka dalam bercerita mengenai siapa dirinya dan apa masalah yang ia resahkan, walaupun ia sudah mengenal seseorang dalam waktu yang cukup lama. Apalagi konseli pernah mempunyai pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan yaitu sewaktu di bangku sekolah menengah pertama, ia sering ditertawakan oleh hampir seluruh isi kelas karena konseli salah berbicara saat tampil di depan kelas. Misal saat membaca puisi, berpidato, presentasi kelompok, dsb. Dengan kondisi yang seperti itu, maka konseli merasa susah untuk harus berbicara di depan umum dan/lingkungan baru dan akhirnya konseli lebih memilih untuk diam. Kondisi konseli yang kurang percaya diri tersebut semakin menjadi-jadi ketika konseli sedang berada diantara teman-teman konseli yang kebanyakan memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi sehingga konseli justru semakin merasa tertekan dengan kondisi tesebut. Konseli merasa malu apabila ia nantinya akan melakukan/mengatakan sesuatu yang mungkin dianggap bodoh oleh teman-temannya dan untuk menghindari kemungkinan hal tersebut dapat terjadi akhirnya konseli lebih memilih untuk diam atau sedapat mungkin menghindari harus tampil di depan umum. 9

10 D. Analisis, Diagnosis, dan Prognosis 1. Analisis Kasus a) Analisis logic Konseli merasa kurang percaya diri karena sudah mempunyai bayangan-bayangan (prasangka) negatif tentang apa yang akan orang lain pikirkan/nilai dari segala hal yang ia katakan/lakukan. Sehingga ia lebih memilih untuk tidak mengatakan/melakukan segala sesuatu yang ia pikir dapat memancing orang lain untuk menertawakan perilaku konseli. Rasa kurang percaya diri konseli sering ditunjukkan dengan perilaku diam atau sedapat mungkin menghindari harus tampil di depan umum. b) Analisis content Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya konseli memiliki rasa percaya diri yang rendah karena konseli telah memiliki prasangka atau bayangan-bayangan negatif mengenai kemungkinan-kemungkinan hal buruk yang akan ia alami yaitu ditertawakan banyak orang atau takut dianggap bodoh oleh orang lain (terutama oleh teman-teman dekatnya yang kebanyakan mempunyai rasa percaya diri yang tinggi). Sehingga konseli lebih memilih untuk diam atau menghindari harus tampil di depan umum. Prasangka konseli tersebut mulai muncul setelah konseli mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu ditertawakan teman seisi kelas saat konseli harus tampil di depan kelas ketika SMP karena ia salah mengucapkan kata, salah member respon, atau salah tingkah karena konseli terlalu grogi untuk dapat tampil di depan kelas. c) Analisis komparatif Berdasarkan hasil wawancara dengan konseli, konseli memang sudah sadar bahwa perilakunya yang sering berdiam diri atau menghindari kontak sosial adalah perilaku yang tidak baik apabila terus berlanjut. Konseli sudah berkeinginan untuk berubah, tetapi konseli tidak mampu berbuat banyak untuk mengatasi kondisi tersebut karena konseli 10

11 sudah mempunyai prasangka atau bayangan-bayangan negatif mengenai apa yang akan orang lain katakan/nilai/lakukan tentang perilaku konseli. Karena itu dia sejauh ini yang sudah dapat konseli lakukan hanyalah berdiam diri atau menghindarkan diri ketika harus tampil di depan umum. 2. Diagnosis a) Esensi kasus dan tingkatan kasus Kasus yang dialami oleh konseli adalah kasus yang berkenaan dengan masalah pribadi yaitu masalah kurang percaya diri. Hal ini disebabkan karena konseli sudah mempunyai prasangka atau bayanganbayangan negatif mengenai apa yang akan orang lain katakan/nilai/lakukan tentang perilaku konseli yaitu takut ditertawakan banyak orang atau takut dianggap bodoh oleh orang banyak. Tingkatan kasus yang dialami oleh konseli termasuk golongan sedang, karena apabila kondisi tersebut terus berlanjut maka konseli berpotensi untuk menjadi orang yang introvert atau sangat tertutup dengan dunia luar (kontak sosial) sehingga konseli menjadi susah untuk mengekspresikan diri atau perasaan ataupun tindakannya dan akhirnya konseli dapat mengalami depresi berat. b) Latar belakang kasus 1) Latar belakang Intern Konseli mempunyai rasa percaya diri yang rendah dikarenakan konseli sudah mempunyai prasangka negatif mengenai apa yang akan orang lain katakan/nilai/lakukan tentang perilaku konseli yaitu takut ditertawakan banyak orang atau takut dianggap bodoh oleh orang banyak. Prasangka negatif itu muncul karena konseli sudah mempunyai banyak pengalaman ditertawakan di depan kelas terutama saat menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama. 11

12 2) Latar belakang ekstern Kondisi lingkungan di sekitar konseli yang sangat banyak dipenuhi dengan orang-orang yang aktif dan mempunyai rasa percaya diri yang sangat tinggi justru semakin membuat mental konseli malah down karena konseli takut tidak dapat menyaingi atau bahkan mengimbangi intelektualitas mereka. 3) Sebab pencetus masalah Penyebab utama rasa percaya diri konseli yang rendah adalah dikarenakan konseli sudah mempunyai prasangka yang negatif terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu hal. Prasangka negatif itu adalah konseli terlalu khawatir dengan apa yang akan orang lain katakan/nilai/lakukan tentang perilaku konseli dengan kemungkinan respon terburuk yaitu ditertawakan banyak orang atau takut dianggap bodoh oleh orang lain. c) Dinamika psikis 1) Dinamika psikis yang bersifat positif Sesekali konseli masih mempunyai keinginan untuk mau unjuk diri di depan umum Konseli tidak pernah menghindari kontak sosial, tapi hanya menghindari tampil di depan umum Konseli masih punya harapan tinggi untuk dapat merubah sikapnya tersebut 2) Dinamika psikis yang bersifat negatif Terlalu khawatir terhadap penilaian/pandangan orang lain mengenai dirinya Kurang mau memotivasi/memaksakan diri untuk mau mencoba terlebih dahulu tampil di depan umum Memiliki watak yang sedikit pemalu dan mudah menyerah terhadap keadaan 12

13 3. Prognosis Prognosis merupakan suatu bentuk prediksi, karenanya sangat diharapkan dalam membuat prognosa dengan menggunakan kata-kata seperti, pasti, niscaya, sudah barang tentu, dan lain-lain. Dalam hal ini apabila siswa tetap seperti itu atau menghadapi masalah yang telah disebutkan diatas terus menerus, maka kemungkinankemungkinan yang tidak baik dapat menjadi dampak dari masalah yang dialami konseli tersebut. Hal-hal yang mungkin akan dialami di masa mendatang sebagai akibat dari masalah konseli ini adalah: Apabila konseli selalu berdiam diri atau selalu menghindari untuk dapat unjuk diri di depan umum, maka konseli dapat menjadi pribadi yang introvert atau pribadi yang bersifat individu dan biasanya lebih pendiam dan tertutup, sedikit bicara dan lebih suka menjadi pendengar yang baik dalam suatu kelompok atau lebih suka menyendiri di rumah daripada harus berkumpul dengan orang lain, atau berjam-jam duduk di depan komputer sehingga akhirnya ia tidak mampu mengekspresikan diri atau perasaan ataupun tindakannya dan ujungnya konseli dapat mengalami depresi berat. E. Penetapan Perlakuan (Treatment) Salah dua dari pendekatan yang dipilih penulis untuk dapat mengurangi/menghilangkan perilaku bermasalah yang dialami oleh konseli tersebut adalah melalui pendekatan Rasional Emotive Behavior Teraphy (REBT) dengan teknik reframing dan pendekatan Behaviorial dengan teknik kontrak perilaku. Berikut penjelasannya: Reframing (pembingkaian kembali) Adalah cara untuk memodifikasi atau menyusun kembali pandangan klien atas suatu permasalahan atau situasi. 13

14 Penerapan dalam kasus: Mempunyai prasangka negatif terhadap apa Perilaku Maladaptif yang akan orang lain katakan/lakukan mengenai tindakan konseli Mempunyai prasangka positif terhadap apa Perilaku Adaptif yang akan orang lain katakan/lakukan mengenai tindakan konseli Prosedur : 1. Rasional Konselor mengungkapkan tujuan digunakannya teknik ini dan penjelasan sekilas tentang teknik reframing. 2. Identifikasi Konselor mengidentifikasi pikiran (prasangka) dan perasaan yang dialami klien atas suatu peristiwa. 3. Menentukan fitur atau ciri dari prasangka Konselor mulai menganalisis hasil identifikasi dari beberapa prasangka yang muncul. 4. Mengidentifikasi prasangka alternatif Konselor bersama klien mulai mencari alternatif prasangka lain (positif) di samping yang dimiliki oleh klien dan mencari prasangka-prasangka yang terlupakan atau tidak disadari oleh klien. 5. Modifikasi Konselor mulai memodifikasi atau mempengaruhi pikiran (prasangka) klien dengan prasangka baru yang lebih 14

15 rasional dan sifatnya positif dari prasangka yang telah mereka temukan. 6. Homework assignment dan Follow up Konselor memberi tugas-tugas rumah atau pekerjaan rumah terkait prasangkaprasangka atau sudut pandang yang ditemukan tadi, sedangkan follow up adalah tindak lanjut yang diberikan oleh konselor menyikapi pemberian homework, reframing yang telah dilakukan. Contingency Contracting (pembuatan kontrak) Adalah mengatur kondisi sehingga konseli menampilkan tingkah laku yang diinginkan berdasarkankontrak antara konseli dan konselor. Penerapan dalam kasus: Perilaku Maladaptif Menghindari unjuk diri di depan umum Perilaku Adaptif Berani unjuk diri di depan umum Prosedur : 1. Melakukan tingkah laku yang akan diubah dengan melakukan analisi ABC 2. Tentukan data awal (baseline data) tingkah laku yang akan diubah 3. Tentukan jenis penguatan yang akan diterapkan 4. Berikan reinforcement setiap tingkah laku yang ditampilkan sesuai jadwal kontrak 5. Berikan penguatan setiap saat tingkah laku yang ditampilkan menetap. 15

16 Contoh Kontrak KONTRAK TINGKAH LAKU Tingkah laku yang bermasalah Menghindari tampil di depan kelas Tingkah laku yang diinginkan Bertanya saat proses KBM berlangsung Menjawab pertanyaan dari dosen Menanggapi jawaban teman saat diskusi kelompok Sanksi Diharuskan memakan satu sendok teh garam apabila tidak berhasil melakukan salah satu dari target behavior Hadiah Mendapat satu buah cokelat setiap melakukan satu macam target behavior Tanda tangan Siswa :.. Guru :.. Pihak lain yang terlibat : 16

17 Secara umum upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi rasa minder/kurang percaya diri dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Menghadapi rasa takut bukan malah menghindarinya, 2. Melawan rasa takut akan menambah percaya diri, 3. Hargai diri sendiri sebagai ciptaan Tuhan, 4. Perlakukan diri sendiri seolah-olah dirinya adalah sahabat terbaik diri sendiri 5. Mengekspresikan perasaan dengan lebih bebas, 6. Membuat rencana hidup agar lebih terarah, 7. Bersikap optimis dan berani berkata tentang kebenaran, 8. Mencoba cara baru untuk melakukan sesuatu dan jangan menyalahkan diri sendiri, dan 9. Yakin pada diri sendiri, yakin pada kemampuan yang dimiliki. 17

18 BAB III PENUTUP A. Simpulan Konseli mempunyai rasa percaya diri yang rendah dikarenakan konseli sudah mempunyai prasangka negatif mengenai apa yang akan orang lain katakan/nilai/lakukan tentang perilaku konseli yaitu takut ditertawakan banyak orang atau takut dianggap bodoh oleh orang banyak. Apabila konseli selalu berdiam diri atau selalu menghindari untuk dapat unjuk diri di depan umum, maka konseli dapat menjadi pribadi yang introvert yaitu pribadi yang bersifat individu dan biasanya lebih pendiam dan tertutup sehingga akhirnya ia tidak mampu mengekspresikan diri atau perasaan ataupun tindakannya dan ujungnya konseli dapat mengalami depresi berat. Untuk dapat mengurangi/menghilangkan perilaku bermasalah yang dialami oleh konseli tersebut maka penulis memilih menggunakan pendekatan Rasional Emotive Behavior Teraphy (REBT) dengan teknik reframing dan pendekatan Behaviorial dengan teknik kontrak perilaku. B. Pendapat Berdasarkan pembahasan studi kasus di atas penulis berpendapat bahwa perilaku konseli yang berdiam diri ataupun perilaku menghindari untuk dapat unjuk diri di depan umum dikarenakan rasa percaya diri yang kurang. Perilaku konseli tersebut dibentuk karena konseli mempunyai prasangka negatif yang salah, diharapkan dengan dua teknik di atas dapat mengurangi/menghilangkan perilaku bermasalah tersebut. Dan untuk memperlancar proses pengubahan perilaku ini adalah konseli harus sadar bahwa perilakunya adalah salah dan harus ada kemauan untuk merubah perilaku bermasalahnya tersebut, karena tanpa adanya kesadaran dan motivasi yang tinggi maka perubahan perilakupun sulit untuk dilakukan. 18

19 C. Faktor Penghambat dan Pendukung Selama pelaksanaan studi kasus ini, tentu penulis mengalami banyak hal atau kendala-kendala yang bersifat menghambat atau bahkan ada hal-hal yang bersifat mendukung keberhasilan pelaksanaan studi kasus ini. Adapun hal yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan ataupun penulisan studi kasus ini adalah kurangnya pengetahuan penulis tentang teknik-teknik untuk mengurangi atau menghentikan perilaku maladaptif konseli, untuk itu penulis harus mempelajari lagi lebih dalam mengenai berbagai teknik-teknik khusus konseling yang dapat digunakan untuk mengurangi atau menghentikan perilaku maladaptif konseli tersebut sehingga penulis mampu membuat rencana treatment yang tepat. Sedangkan hal yang menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan ataupun penulisan studi kasus ini adalah konseli merupakan teman penulis sendiri, sehingga konseli merasa bebas dan terbuka dalam mengungkapkan ceritanya atau mengutarakan segala halnya, jadi tidak ada lagi informasi yang ditutup-tutupi, atau informasi yang disembunyikan. Hal itu semakin memudahkan penulis dalam merencanakan rencana treatment apa yang paling tepat dapat digunakan untuk mengurangi atau bahkan menghentikan perilaku maladaptif konseli karena sudah ada dasar informasi yang jujur. 19

20 DAFTAR PUSTAKA Komalasari, Gantina. dkk Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT indeks Miskell, W.H Mental Hygiene. New York: Pretience. In Supriyo Studi Kasus Bimbingan dan Konseling. Semarang: Nieuw Setapak Aini, Quanni. dkk.. Makalah Percaya Diri. Online /MAKALAH-PERCAYA-DIRI. [Diakses pada 17 Desember 2011] H., Agus Ria Sikap Pemalu dan Kurang Percaya Diri. Online. [Diakses pada 17 Desember 2011] 20

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah saat ini menuntut siswa untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah satu karakter

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Setelah diperoleh data dari lapangan melalui wawancara, observasi, dan

BAB IV ANALISIS DATA. Setelah diperoleh data dari lapangan melalui wawancara, observasi, dan 85 BAB IV ANALISIS DATA Setelah diperoleh data dari lapangan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi seperti yang sudah dipaparkan penulis, maka penulis menganalisa dengan analisa deskriptif. Adapun

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan. Terapi Rasional Emotif dalam Menangani Trauma Seorang Remaja

A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan. Terapi Rasional Emotif dalam Menangani Trauma Seorang Remaja BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF DALAM MENANGANI TRAUMA SEORANG REMAJA KORBAN PENCULIKAN DI KELURAHAN KEBRAON KARANG PILANG SURABAYA Pada bab ke empat ini peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

Konsep Diri Rendah di SMP Khadijah Surabaya. baik di sekolah. Konseli mempunyai kebiasaan mengompol sejak kecil sampai

Konsep Diri Rendah di SMP Khadijah Surabaya. baik di sekolah. Konseli mempunyai kebiasaan mengompol sejak kecil sampai BAB IV ANALISIS ISLAMIC COGNITIVE RESTRUCTURING DALAM MENANGANI KONSEP DIRI RENDAH SEORANG SISWA KELAS VIII DI SMP KHADIJAH SURABAYA A. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Seorang Siswa Kelas VIII Mengalami

Lebih terperinci

BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA

BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA 79 BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA A. Analisis Proses Konseling dalam Menangani Depresi Seorang Anak yang Tidak Menerima Ayah Tirinya Dalam proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Setelah menyajikan data hasil lapangan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi,maka peneliti melakuikan analisis data. Analisis ini dilakukan untuk memperoleh suatu hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibentuk. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibentuk. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang sangat penting karena melalui pendidikan watak, tingkah laku serta kepribadian manusia dapat dibentuk.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Proses Pelaksanaan BKI (Bimbingan dan Konseling Islam)

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Proses Pelaksanaan BKI (Bimbingan dan Konseling Islam) 85 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Proses Pelaksanaan BKI (Bimbingan dan Konseling Islam) Terhadap Seorang Ibu yang Minder Mempunyai Anak Cacat Fisik di Desa Tambakromo Kecamatan Cepu Berdasarkan penyajian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING Setelah menyajikan data hasil lapangan maka peneliti melakukan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran) A. Identitas Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Asal Sekolah Kelas : Nissa (Nama Samaran) : 18 tahun : Perempuan : Islam : Siswa : SMA Negeri 1 Sanden : XII Semester : 1 Alamat B. Deskripsi Kasus

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA 116 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Teknik Permainan Dialog untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa MI Ma arif NU Pucang Sidoarjo Dalam bahasan

Lebih terperinci

Menangani Kecemasan pada Korban Perkosaan. membandingkan data teori dengan data yang ada di lapangan.

Menangani Kecemasan pada Korban Perkosaan. membandingkan data teori dengan data yang ada di lapangan. 77 BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI KECEMASAN PADA KORBAN PERKOSAAN DI PUSAT PELAYANAN TERPADU JAWA TIMUR A. Proses Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.I Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia hidup di zaman global yang menuntut perubahan sangat pesat, serta muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya. Di bidang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis Tentang Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis Tentang Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi BAB IV ANALISA DATA A. Analisis Tentang Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi Silaturahmi pada Seorang Remaja yang Mengalami Depresi di Desa Sembayat Kabupaten Gresik. Dalam proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. data-data yang sudah diperoleh dan dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Analisis

BAB IV ANALISIS DATA. data-data yang sudah diperoleh dan dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Analisis BAB IV ANALISIS DATA Pada bab ini, konselor selaku konselor akan melakukan analisis terhadap data-data yang sudah diperoleh dan dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Analisis ini dimaksudkan agar dapat menyintesikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Data Try Out A-1DATA TRY OUT KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN KELAS A-2DATA TRY OUT BERPIKIR POSITIF

LAMPIRAN A. Data Try Out A-1DATA TRY OUT KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN KELAS A-2DATA TRY OUT BERPIKIR POSITIF 52 LAMPIRAN A Data Try Out A-1DATA TRY OUT KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN KELAS A-2DATA TRY OUT BERPIKIR POSITIF 53 LAMPIRAN A-1 Data Try Out KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN KELAS 54 55 LAMPIRAN A-2 Data Try

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Data Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Remaja Terkena. Narkoba Di Desa Kandangsemangkon Paciran Lamongan

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Data Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Remaja Terkena. Narkoba Di Desa Kandangsemangkon Paciran Lamongan BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Data Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Remaja Terkena Narkoba Di Desa Kandangsemangkon Paciran Lamongan Dalam menganalisis faktor penyebab remaja terkena narkoba di Desa Kandangsemangkon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan suatu sistem sosial terkecil dan unik yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang satu dengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Kedua aspek ini terbagi lagi atas sejumlah sub aspek dengan ciri- ciri

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Kedua aspek ini terbagi lagi atas sejumlah sub aspek dengan ciri- ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara garis besar manusia terdiri atas dua aspek, yaitu jasmani dan rohani. Kedua aspek ini terbagi lagi atas sejumlah sub aspek dengan ciri- ciri tertentu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya diri dalam beberapa situasi, dan ketakutan dalam situasi lainnya, merasa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERAPI BEHAVIOR DENGAN TEKNIK MODELLING. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pada dasarnya komunikasi

BAB IV ANALISIS TERAPI BEHAVIOR DENGAN TEKNIK MODELLING. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pada dasarnya komunikasi BAB IV ANALISIS TERAPI BEHAVIOR DENGAN TEKNIK MODELLING Pada bab ke empat ini peneliti akan menguraikan analisis dari data penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pada dasarnya komunikasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sejak manusia dilahirkan, manusia membutuhkan pergaulan dengan manusia lainnya. Hal ini berarti bahwa manusia tidak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data

BAB IV ANALISIS DATA. dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data 94 BAB IV ANALISIS DATA Setelah menyajikan data hasil lapangan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data ini dilakukan untuk memperoleh

Lebih terperinci

Terapi Cerita Bergambar Untuk Mengurangi Kesulitan Dalam Berkomunikasi Pada Seorang Remaja di Desa Wedoro Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo

Terapi Cerita Bergambar Untuk Mengurangi Kesulitan Dalam Berkomunikasi Pada Seorang Remaja di Desa Wedoro Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam Vol. 05, No. 01, 2015 ------------------------------------------------------------------------------- Hlm. 108 117 Terapi Cerita Bergambar Untuk Mengurangi Kesulitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja seringkali diartikan sebagai masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat, individu tidak dapat terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat, individu tidak dapat terlepas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat, individu tidak dapat terlepas dari interaksi sosial. Interaksi dapat berlangsung baik antara individu dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI RENDAH DIRI SEORANG SANTRI

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI RENDAH DIRI SEORANG SANTRI BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI RENDAH DIRI SEORANG SANTRI REMAJA DI YAYASAN YATIM PIATU AL JIHAD SURABAYA Analisis data yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kesiapannya dalam menghadapi kegiatan belajar mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. pada kesiapannya dalam menghadapi kegiatan belajar mengajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pendidikan di Indonesia tidak hanya terletak pada persoalan, pengajar/ dosen, sarana prasarana serta media pembelajaran. Masalah pembelajaran jauh lebih kompleks

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI SEORANG ADIK TERHADAP

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI SEORANG ADIK TERHADAP BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI SEORANG ADIK TERHADAP KAKAKNYA DI DESA KEMAMANG BALEN BOJONEGORO Setelah menyajikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di masyarakat. Mahasiswa minimal harus menempuh tujuh semester untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di masyarakat. Mahasiswa minimal harus menempuh tujuh semester untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Universitas merupakan dasar utama dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berfungsi menghadapi permasalahan sosial yang ada di masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat peserta didik belajar, sehingga terjadilah proses belajar mengajar yang

BAB I PENDAHULUAN. tempat peserta didik belajar, sehingga terjadilah proses belajar mengajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat pendidikan, tempat pendidikan mengajar dan tempat peserta didik belajar, sehingga terjadilah proses belajar mengajar yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis tentang Gejala Gejala Depresi Yang Di Tampakkan Seorang

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis tentang Gejala Gejala Depresi Yang Di Tampakkan Seorang 85 BAB IV ANALISA DATA A. Analisis tentang Gejala Gejala Depresi Yang Di Tampakkan Seorang Remaja Akibat Hamil di Luar Nikah di Desa UjungPangkah Gresik. Berdasarkan data yang dilakukan oleh konselor dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perasaan cemas atau grogi saat mulai berbicara di depan umum adalah hal yang seringkali dialami oleh kebanyakan orang. Bahkan seseorang yang telah berpengalaman

Lebih terperinci

2. Faktor pendidikan dan sekolah

2. Faktor pendidikan dan sekolah BAB IV ANALISIS APLIKASI TERAPI LIFE MAPPING DENGAN PENDEKATAN COGNITIVE BEHAVIOR DALAM MENANGANI SISWI YANG MEMBOLOS DI SMA AL-ISLAM KRIAN SIDOARJO A. Faktor yang menyebabkan siswi sering membolos di

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF PADA SEORANG IBU YANG MEMPUNYAI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF PADA SEORANG IBU YANG MEMPUNYAI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF PADA SEORANG IBU YANG MEMPUNYAI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM MELALUI KONSELING KARIR DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR REMAJA DI KELURAHAN SIWALANKERTO SURABAYA

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM MELALUI KONSELING KARIR DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR REMAJA DI KELURAHAN SIWALANKERTO SURABAYA 84 BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM MELALUI KONSELING KARIR DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR REMAJA DI KELURAHAN SIWALANKERTO SURABAYA A. Analisis Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Lemahnya Motivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipercayai tentang diri sendiri akan membentuk kepribadian diri dalam berkreasi

BAB I PENDAHULUAN. dipercayai tentang diri sendiri akan membentuk kepribadian diri dalam berkreasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang terlahir dengan berbagai macam karakteristik. Karakteristik tersebut memberikan konsekuensi bagi perkembangan pribadi. Setiap

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERILAKU PEMALU PADA ANAK SEKOLAH DASAR. Suriaty Nursin Guru SDN Pembina Luwuk

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERILAKU PEMALU PADA ANAK SEKOLAH DASAR. Suriaty Nursin Guru SDN Pembina Luwuk FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERILAKU PEMALU PADA ANAK SEKOLAH DASAR Suriaty Nursin Guru SDN Pembina Luwuk Abstrak Bahwa faktor-faktor yang menyebabkan perilaku pemalu pada anak diantaranya adalah karena anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR LAMPIRAN I KATA PENGANTAR Dengan hormat, Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi. Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai hubungan antara kemandirian dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI PERILAKU FIKSASI

BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI PERILAKU FIKSASI BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI PERILAKU FIKSASI PADA ANAK (STUDI KASUS ANAK YANG SELALU BERGANTUNG PADA ORANG LAIN)) A. Analisis Proses Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Proses Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional. TNI di Desa Sambibulu Taman Sidoarjo

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Proses Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional. TNI di Desa Sambibulu Taman Sidoarjo BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Proses Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif dalam Menangani Kecemasan pada Pemuda yang Gagal Tes TNI di Desa Sambibulu Taman Sidoarjo Proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI KECEMASAN SEORANG AYAH

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI KECEMASAN SEORANG AYAH BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI KECEMASAN SEORANG AYAH PADA PERKEMBANGAN ANAKNYA DI DESA SUKODONO PANCENG GRESIK Analisis data yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang ditandai oleh sikap mengerutkan tubuh untuk menghindari kontak dengan orang lain yang masih

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang ditandai oleh sikap mengerutkan tubuh untuk menghindari kontak dengan orang lain yang masih BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sifat Pemalu Menurut Prayitno (2004:208) bahwa malu adalah bentuk yang lebih ringan dari rasa takut yang ditandai oleh sikap mengerutkan tubuh untuk menghindari kontak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tidak hanya didukung oleh pemerintah yang baik dan adil, melainkan harus ditunjang pula oleh para generasi penerus yang dapat diandalkan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut : A. Analisis Bimbingan dan Konseling Islam dengan pendekatan

BAB IV ANALISIS DATA. diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut : A. Analisis Bimbingan dan Konseling Islam dengan pendekatan BAB IV ANALISIS DATA Setelah menyajikan data hasil lapangan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi maka peneliti melakukan analisis data. Analisis data ini dilakukan untuk memperoleh suatu hasil

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT)

BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT) BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT) A. Teknik Latihan Asertif Latihan asertif atau sering dikenal dengan latihan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMUNIKASI SISTEM ISYARAT BAHASA

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMUNIKASI SISTEM ISYARAT BAHASA 92 BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMUNIKASI SISTEM ISYARAT BAHASA INDONESIA (SIBI) BAGI PENYANDANG TUNARUNGU DI SMALB-B KARYA MULIA SURABAYA A. Bagaimana proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri untuk bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul dari lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan, terutama dalam rentang usia 13 tahun remaja mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. yang diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS DATA. yang diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut: BAB IV ANALISIS DATA Setelah menyajikan data hasil lapangan maka peneliti melakukan analisis data, analisis data ini dilakukan peneliti untuk memperoleh suatu hasil penemuan dari lapangan berdasarkan fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan presentasi maupun diskusi biasanya melibatkan guru dan siswa maupun siswa dengan siswa dalam suatu proses belajar mengajar, di dalam kegiatan presentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk mencetak lulusan yang tidak saja

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. ketika melakukan observasi dan wawancara. dengan demikian dapat diketahui. untuk Menangani Anak Middle Child Syndrome. Tabel 4.

BAB IV ANALISIS DATA. ketika melakukan observasi dan wawancara. dengan demikian dapat diketahui. untuk Menangani Anak Middle Child Syndrome. Tabel 4. BAB IV ANALISIS DATA Dalam penelitian ini konselor menggunakan analisis deskripstif komparatif maksudnya adalah membandingkan data teori dengan data yang terjadi dilapangan ketika melakukan observasi dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENANGANAN KLEPTOMANIA DENGAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM. Dalam kehidupan, yang namanya masalah besar maupun kecil harus di

BAB IV ANALISIS PENANGANAN KLEPTOMANIA DENGAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM. Dalam kehidupan, yang namanya masalah besar maupun kecil harus di BAB IV ANALISIS PENANGANAN KLEPTOMANIA DENGAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM Dalam kehidupan, yang namanya masalah besar maupun kecil harus di selesaikan, sebab setiap permasalahan akan berdampak pada psikis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Metode konseling karier Nur Cita Qomariyah Membina Skill. Mahasiswa di IQMA IAIN Sunan Ampel Surabaya.

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Metode konseling karier Nur Cita Qomariyah Membina Skill. Mahasiswa di IQMA IAIN Sunan Ampel Surabaya. BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Metode konseling karier Nur Cita Qomariyah Membina Skill Mahasiswa di IQMA IAIN Sunan Ampel Surabaya. Setelah data yang diperoleh dari lapangan dengan wawancara, observasi

Lebih terperinci

BAGAIMANA MENGENAL DIRI ANDA

BAGAIMANA MENGENAL DIRI ANDA BAGAIMANA MENGENAL DIRI ANDA DENGAN LEBIH BAIK ERIK HADI SAPUTRA 1 BELAJAR MENGENALI DIRI ANDA MEMERLUKAN SATU SIFAT YANG SANGAT PENTING : KEJUJURAN 2 CITRA DIRI 1. CITRA TUBUH SOSOK YANG NYATA. KONKRET

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang berkembang dan mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. mendirikan jenjang SMP. Keinginan itu bukan hanya datang dari para

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. mendirikan jenjang SMP. Keinginan itu bukan hanya datang dari para 42 BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Objek Penelitian Desakan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkelanjutan dan utuh mulai dari jenjang KB, TK, dan SD, membuat LPF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis Faktor-faktor yang melatar belakangi post power syndrome. seorang pensiunan tentara di Kelurahan Kemasan Krian

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis Faktor-faktor yang melatar belakangi post power syndrome. seorang pensiunan tentara di Kelurahan Kemasan Krian BAB IV ANALISA DATA Setelah data diperoleh dari lapangan yang berupa wawancara, observasi yang disajikan pada awal bab yang telah dipaparkan oleh peneliti maka peneliti menganalisa dengan analisa deskriptif.

Lebih terperinci

NO : TB : BB : PETUNJUK PENGISIAN 1. Berikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan anda sendiri.

NO : TB : BB : PETUNJUK PENGISIAN 1. Berikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan anda sendiri. NO : TB : BB : PETUNJUK PENGISIAN 1. Berikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan anda sendiri. Pilihan jawaban sebanyak empat buah, yaitu: SS : Bila pernyataan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diantara anak didik kita yang menghadapi masalah dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diantara anak didik kita yang menghadapi masalah dan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak diantara anak didik kita yang menghadapi masalah dan dapat memecahkannya. Ada pula yang dapat menghadapi masalah dan tidak dapat memecahkannya sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK BIBLIOTERAPI DALAM MENANGANI FRUSTRASI

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK BIBLIOTERAPI DALAM MENANGANI FRUSTRASI BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK BIBLIOTERAPI DALAM MENANGANI FRUSTRASI SEORANG PEMUDA PUTUS CINTA DI DESA BADANG NGORO JOMBANG A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa di sekolah. Istilah belajar sebenarnya telah dikenal oleh masyarakat umum, namun barangkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam kondisi apapun

Lebih terperinci

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M.

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M. MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN Oleh M. Andi Setiawan, M.Pd ABSTRAK Penelitian ini berdasarkan atas fenomena yang terjadi di lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing.

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini merupakan generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing. Untuk mengoptimalkan potensi

Lebih terperinci

LAYANAN BIMBINGAN TINGKAT KESULITAN BELAJAR SISWA SMK NEGERI 1 UDANAWU KABUPATEN BLITAR MEMPENGARUHI MOTIVASI BELAJAR SISWA

LAYANAN BIMBINGAN TINGKAT KESULITAN BELAJAR SISWA SMK NEGERI 1 UDANAWU KABUPATEN BLITAR MEMPENGARUHI MOTIVASI BELAJAR SISWA Muchammad Talkah, Layanan Bimbingan Tingkat Kesulitan Belajar Siswa... 87 LAYANAN BIMBINGAN TINGKAT KESULITAN BELAJAR SISWA SMK NEGERI 1 UDANAWU KABUPATEN BLITAR MEMPENGARUHI MOTIVASI BELAJAR SISWA Oleh:

Lebih terperinci

Contoh Kasus Bimbingan Konseling (BK)

Contoh Kasus Bimbingan Konseling (BK) Contoh Kasus Bimbingan Konseling (BK) DESKRIPSI KASUS 1 Jojon (bukan namasebenarnya) adalah siswa SMU Favorit Purwakarta yang barusan naik kelas II. Ia berasal dari keluarga petani yang terbilang cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan

I. PENDAHULUAN. manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA KONSELING BEHAVIOR DALAM MENANGANI SELECTIVE MUTISM SISWA SD RADEN PATAH SURABAYA

BAB IV ANALISIS DATA KONSELING BEHAVIOR DALAM MENANGANI SELECTIVE MUTISM SISWA SD RADEN PATAH SURABAYA 91 BAB IV ANALISIS DATA KONSELING BEHAVIOR DALAM MENANGANI SELECTIVE MUTISM SISWA SD RADEN PATAH SURABAYA A. Analisa Proses Konseling Behavior dalam Menangani Selective Mutism Siswa SD Raden Patah Surabaya

Lebih terperinci

LAPORAN KONSELING INDIVIDUAL

LAPORAN KONSELING INDIVIDUAL LAPORAN KONSELING INDIVIDUAL A. Identitas Konseli Nama : E Umur : 16 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Domisili : Yogyakarta B. Deskripsi Masalah yang Dikeluhkan Konseli adalah anak tunggalketiga

Lebih terperinci

BLUE PRINT SKALA KEMATANGAN VOKASIONAL. Kematangan vokasional merupakan kesiapan dan kemampuan individu dalam

BLUE PRINT SKALA KEMATANGAN VOKASIONAL. Kematangan vokasional merupakan kesiapan dan kemampuan individu dalam BLUE PRINT SKALA KEMATANGAN VOKASIONAL Definisi Kematangan Vokasional Kematangan vokasional merupakan kesiapan dan kemampuan individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan vokasional yang berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah seorang individu yang sedang menjalani suatu proses tahap perkembangan yang pesat dan fundamental dalam hidupnya. Pada masa ini proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harga diri adalah penilaian seseorang mengenai gambaran dirinya sendiri yang berkaitan dengan aspek fisik, psikologis, sosial dan perilakunya secara keseluruhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak menimbulkan perubahan dan perkembangan, sekaligus menjadi tantangan. Tantangan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Diciptakan dengan istimewa serta sempurna. Dengan memiliki akal pikiran dan hati yang dapat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. gambaran harga diri (self esteem) remaja yang telah melakukan seks di luar nikah

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. gambaran harga diri (self esteem) remaja yang telah melakukan seks di luar nikah BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai gambaran harga diri (self esteem) remaja yang telah melakukan seks di luar nikah,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. broken home di SMP Al Amanah Bilingual, maka analisis tersebut adalah

BAB IV ANALISIS DATA. broken home di SMP Al Amanah Bilingual, maka analisis tersebut adalah BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Data Dari hasil penyajian data tentang meningkatkan prestasi belajar remaja broken home di SMP Al Amanah Bilingual, maka analisis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor

Lebih terperinci