NETLABEL SEBAGAI ALTERNATIF DISTRIBUSI KARYA MUSIK (STUDI PADA DISTRIBUSI MUSIK DI NETLABEL HUJAN! REKORDS)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NETLABEL SEBAGAI ALTERNATIF DISTRIBUSI KARYA MUSIK (STUDI PADA DISTRIBUSI MUSIK DI NETLABEL HUJAN! REKORDS)"

Transkripsi

1 NETLABEL SEBAGAI ALTERNATIF DISTRIBUSI KARYA MUSIK (STUDI PADA DISTRIBUSI MUSIK DI NETLABEL HUJAN! REKORDS) JURNAL SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Komunikasi Massa Oleh: Ardhita Purnama JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014

2 NELABEL SEBAGAI ALTERNATIF DISTRIBUSI KARYA MUSIK (STUDI PADA DISTRIBUSI MUSIK DI NETLABEL HUJAN! REKORDS) Oleh: Ardhita Purnama FISIP, Universitas Brawijaya ABSTRAKSI Industri musik memiliki peran sentral dalam mengatur apa dan bagaimana jenis musik hadir di masyarakat. Perkembangan teknologi internet menawarkan hal yang lain. Semangat free culture dari internet label (netlabel) menawarkan cara-cara baru dalam mendistribusikan musik. Penelitian ini mencoba memaparkan bagaimana netlabel menjadi sebuah alternatif distribusi musik bagi musisi. Menggunakan pendekatan kualitatif interpretif, keberadaan netlabel Hujan! Rekords akan digunakan sebagai obyek dalam penelitian ini. Kerangka konsep Theodore Adorno mengenai Industri Budaya; Standarisasi, Komodifikasi dan Spasialisasi digunakan sebagai kerangka untuk melihat bagaimana netlabel ini merilis karya musik. Beberapa isu mengenai cara kerja kapitalisme, homogenisasi musik dan posisi pencipta dalam isu hak cipta dilihat sebagai konteks sosial yang mengiringi keberadaan netlabel tersebut. Penelitian ini menunjukan bahwa Hujan! Rekords menggunakan indikator yang sama dengan yang digunakan industri, seperti komodifikasi, standarisasi dan massifikasi. Akan tetapi bentuk-bentuk tersebut tidak bekerja sebagai sebuah motif ekonomi, melainkan bekerja sebagai sebuah nilai guna. Hujan! Rekords tidak menempatkan musik sebagai sebuah komoditas yang diperjual belikan. Dengan demikian, netlabel dengan semangat free culture dapat menjadi alternatif distribusi karya musik yang menempatkan kembali musisi sebagai sebuah komoditas. Kata Kunci: Industri Musik; Musisi, Netlabel; Free Culture A. PENDAHULUAN Industri musik memiliki peran sentral dalam mengatur apa dan bagaimana jenis musik hadir di masyarakat. Apa yang menjadi trend di masyarakat dikemas untuk mendapatkan keuntungan yang semaksimal mungkin (dalam Strinati, 2009, h.209). Tidak heran ketika Kangen band muncul dengan membawa genre musik pop melayu pada awal tahun 2000an, puluhan band lain muncul dengan genre yang sama. Kesamaan genre ini merupakan konsekuensi langsung dari kontrol tunggal oleh industri dengan mengacu pada standar tertentu. Standarisasi ini merupakan mekanisme industri dengan menjadikan musik semata sebagai komoditas untuk mendulang keuntungan sebesar-besarnya. Callahan (dalam Wasko dkk, 2011, h.335) menilai, sistem pasar kapitalis selalu mengacu pada besaran keuntungan yang dihasilkan melalui cara produksi tertentu. 1 Cara produksi ini meliputi bagaimana pengaturan royalti, mekanisme penjualan, penentuan pasar dan standarisasi selera tertentu. Berdasarkan data yang dirilis David Byrne's Survival Strategies for Emerging Artists and Megastars pada 2007 lalu, musisi hanya mendapatkan 14% dari nilai jual sebuah lagu yang diunggah melalui itunes. Sisa hasil dari total nilai jual lagu tersebut masuk pada label (56%) dan itunes (30%). Di titik ini, musisi semata ditempatkan sebagai komoditas utama industri musik. Pihak yang mendapatkan keuntungan lebih besar selalu industri, sedangkan musisi semata dijadikan komoditas industri itu sendiri. Selain itu, kontrol hak cipta yang dipegang industri ini turut berdampak terhadap penggunaan musik tersebut bagi publik. Penggunaan musik untuk karya bentuk lain akan membutuhkan proses izin yang sangat panjang dan negoisasi nominal

3 yang tidak kecil jumlahnya. Ketika publik menggunakan musik tanpa izin dari industri, kegiatan ini bisa dinilai sebagai bentuk ilegal dan melanggar hukum. Wacana pembajakan digunakan industri untuk melegitimasi perbuatan yang dianggap melanggar hak cipta. Beberapa permasalahan di atas merupakan masalah yang lahir dari industri musik secara langsung. Musisi yang seharusnya menjadi pusat utama (subjek) ditempatkan semata menjadi komoditas (objek) pendulang keuntungan. Standarisasi musik hanya akan melahirkan selera musik merata dan meminggirkan keberagaman. Selanjutnya, mekanisme hak cipta hanya menjadi faktor penghambat kreativitas di level publik.. Sebagai kritik terhadap label mayor di atas, beberapa label muncul dengan memanfaatkan internet (Netlabel). Menurut Smiers (2009, h.74) Netlabel sudah mulai melakukan penetrasi ke dalam semua bidang penciptaan, produksi, distribusi, promosi dan penerapan di bidang artistik. Melalui internet, akses, berbagi dan pemanfaatan atas sebuah konten kreatif sangat mudah dilakukan. Kemunculan Netlabel memberikan cara baru terhadap persebaran karya musik. Tawaran kebebasan melalui internet memunculkan sebuah bentuk label baru diantara label-label konvensional yang sudah ada, yaitu internet label (Netlabel). Memiliki cara kerja berbeda dengan label mayor, netlabel memberikan kesempatan bagi musisi untuk lebih mudah menyebarkan karya musiknya tanpa adanya kontrol ketat seperti yang terjadi di label mayor. Kemudahan persebaran musik ini melahirkan keberagaman bentuk musik, budaya, hingga besaran insentif yang menitikberatkan pada musisi itu sendiri. Sehingga, musisi tidak lagi sekedar menjadi objek dalam dunia industri musik, tapi bergeser menjadi subjek yang bebas. Musisi dapat lebih mudah mengenalkan karya musiknya hingga dengan merilis musik secara gratis melalui web. Netlabel memungkinkan seorang musisi mempunyai kesempatan yang sama besar dengan musisi lainnya untuk 2 mengantarkan musik hingga sampai kepada pendengar. Bagi musisi yang tidak berada dalam industri, pilihan merilis karya melalui netlabel bisa dijadikan kesempatan untuk mendapatkan lebih banyak pendengar bagi karya mereka. Penggunaan lisensi publik melalui Creative Commons (CC) menjadi keuntungan tersendiri bagi musisi. Creative Commons merupakan jenis lisensi yang dilahirkan dari gerakan free culture. Cara kerja lisensi ini sama sekali berbeda dengan hak cipta pada umumnya. CC memberikan ruang pada semua kalangan, termasuk musisi, untuk memberikan izin penggunaan atas produk pekerjaan kreatif mereka (musik) secara lebih terbuka ( 2014). Seorang musisi dapat menciptakan standar tersendiri atas musik yang diciptakan. Di Indonesia sendiri, setelah Netlabel Yes No Wave dari Yogyakarta berdiri, muncul berbagai netlabel lain di kota-kota besar di Indonesia, seperti InMyRoom dan StoneAge Records (Jakarta), Mindblsting (Jember), Valetna (Semarang), Kanal30 (Malang) dan Hujan! Rekords di kota Bogor. Dalam laman webnya, Hujan! Rekords menyebut, aktifitas yang dijalaninya sebagai bentuk nyata dari gerakan free culture. Hujan! Rekords merilis musik artisnya secara gratis dengan menggunakan lisensi creative commons untuk melindungi karya-karyanya. Jika pemanfaatan netlabel oleh para musisi dilakukan dalam skala beragam, lalu bagaimana dengan netlabel itu sendiri? Apakah nantinya bentuk netlabel ini benarbenar menjadi media alternatif yang memberikan keuntungan tersendiri bagi musisi yang ada di Hujan! Rekords tersebut, ataukah pada akhirnya bentuk lisensi ini pada akhirnya tidak menawarkan sesuatu yang istimewa bagi seorang musisi. Jika demikian, bagaimana kemudian netlabel Hujan! Rekords dapat dikatakan sebagai media distribusi alternatif terhadap persebaran karya musik? Beberapa netlabel seperti Hujan! Penelitian ini ingin melihat bagaimanakah netlabel Hujan! Rekords menjadi sebuah alternatif distribusi karya

4 musik bagi musisi dalam industri budaya saat ini. B. TINJAUAN PUSTAKA 3 1. Industri Budaya Diskusi dari industri budaya seperti yang dijelaskan O'Connor (2010, h.11) dimulai dari Theodor Adorno, bersama koleganya Max Horkheimer, pertama mengenalkan terminologi tersebut pada tahun 1947 dengan essay The Culture Industry: Enlightenment as Mass Deception (bagian tiga dalam Adorno and Horkheimer, 1979). Tulisan-tulisan Adorno berikutnya - dalam film, radio, koran, dan yang paling terkenal adalah musik jazz dan musik populer, semua kembali menegaskan pesan bahwa di bawah kapitalisme monopoli, seni dan budaya sekarang telah menjadi benar-benar diserap oleh perekonomian. Menurut Mazhab Frankfurt (dalam Strinati 2010, h.107), industri budaya mencerminkan konsolidasi, dominasi atas pertukaran dan meningkatnya kapitalisme monopoli negara. Industri budaya membentuk selera dan kencenderungan massa sehingga mencetak kesadaran mereka dengan cara menanamkan keingingan mereka atas kebutuhan kebutuhan palsu. Adorno (dalam Stinarti 2010, h.111) menilai massa sama sekali tak berdaya. Kekuatan terletak pada industri budaya. Produk-produknya mendorong terjadinya konformitas dan kesepahaman yang menjamin adanya kepatuhan pada pihak yang berwenang maupun stabilitas sistem kapitalis. Kellner (2003, hal.29) menjelaskan bahwa artefak dari industri budaya memiliki mempunyai fitur yang sama dengan produk lainnya dari produksi massal, yaitu komodifikasi, standardisasi, dan massifikasi. Komoditi-komoditi yang dihasilkan oleh industri budaya menurut Adorno (dalam Strinati, 2010, h.109) diarahkan oleh kebutuhan untuk menyadari nilainya dipasaran. motif keuntungan menentukan sifat berbagai bentuk budaya. Secara industrial, produksi budaya merupakan sebuah proses standarisasi tempat produkproduk tersebut mendapatkan bentuk yang sama pada semua komoditas. Komersialisasi dan komodifikasi budaya menurut Kellner (2003, hal.29) menyebabkan banyak konsekuensi penting. Karena produksinya untuk kepentingan profit, ini dapat berarti bahwa eksekutif dari industri budaya menargetkan produksi dari produk tersebut akan menjadi popular, mempunyai nilai jual atau dalam kasus radio dan televisi, akan menarik banyak audiens. Stasndarisasi itu sendiri menurut Adorno (dalam Strinati 2010, h.112) mendefinisikan cara bagaimana industri budaya mengatasi segala macam tantangan, orisinalitas, autentisitas, ataupun rangsangan intelektual dari musik yang dihasilkannya, sementara individualisasi semu memberikan umpannya, keunikan atau kebaruan nyata dari lagu tersebut bagi konsumen. Adorno (dalam Strinati 2010, h.114) melanjutkan bahwa standarisasi lagu-lagu terbaik menjaga konsumen agar tetap sejalan dengan mendengarkan lagulagu itu, sebagaimana adanya. Individualisasi semu, sebagian, menjaga mereka agar tetap sejalan dengan cara membuat mereka melupakan bahwa apa yang mereka dengar sudah diperdengarkan kepada mereka atau sudah dicerna dulu. Menurut O'Connor (2010, hal.14) hal yang utama dari industri budaya Adorno sebenarnya bukan tentang komodifikasi dari budaya, akan tetapi tentang pengorganisasian dari produksi komoditas budaya dalam skala industri massal. Dengan demikian bermain kompleks antara seni sebagai komoditas dan bentuk sebagai otonom runtuh seperti artis independen memberi jalan ke pabrik budaya. Dalam kajian Industri rekaman, Callahan (2005) dalam (Wasko, Murdock, Sousa, 2011, h.335) menyebut bisnis musik hanya peduli dengan uang yang berasal dari eksploitasi musisi dan hak cipta. Industri menjadi "tuan" diatas musisi. Dalam sistem pasar kapitalis, produktivitas kerja [musisi] tidak berada dalam penciptaan artistik, tetapi dilihat melalui keuntungan yang dihasilkan untuk perusahaan rekaman atau

5 penerbit melalui produksi masal, promosi dan penjualan. Banyak peneliti misalnya, Fabbri (1993), Cvetkovski (2007), Hesmondhalgh (2007) dalam (Wasko dkk, h.336) berpendapat bahwa, untuk benarbenar memahami industri rekaman sebagai perusahaan kapitalis yang mengeksploitasi tenaga kerja terkomodifikasi, analisis ekonomi politik dari industri ini harus menekankan pada hak cipta. Fabbri percaya bahwa peneliti harus mengeksplorasi hak cipta karena sebagian besar dari omset keseluruhan industri musik didasarkan pada pertukaran barang immaterial. Menurut Cvetkovski, Hak cipta harus dianggap sebagai benang merah yang mengikat seluruh industri, tanpa itu tidak ada bisnis musik. Sanjek (1998) dalam (Wasko dkk, 2011, h.336) berpendapat bahwa musik tidak lebih dari sebuah "paket hak" dan dengan demikian kita harus meneliti industri rekaman pada dua tingkatan yang saling berkaitan: (1) rezim korporasi merger dan pengaruh dalam produksi dan konsumsi, dan (2) rezim hukum-legislatif, deregulasi kepemilikan serta peningkatan cakupan dan durasi hak kekayaan intelektual. 2. Open Culture Framework Sejarah industri rekaman musik pada dasarnya adalah tentang teknologi, seperti rekaman musik yang merupakan sebuah produk dari ilmu pengetahuan. Millard (2005) dalam (Wasko dkk, 2011, h.338) melihat bahwa ini adalah kisah utama dari sebuah perubahan, bagi industri yang membangun diatas fonograf diganggu secara konstan melalui inovasi baru. Satu per satu penemuan datang untuk mengganggu keseimbangan diantara perusahaan besar dan mengubah hubungan dari kekuasaan lama dengan kekuasaan yang baru. Dalam Industri musik, digitalisasi dan kemajuan internet pada akhirnya menuntun manusia pada umumnya untuk melakukan penyesuaian dalam memproduksi, mendistribusikan dan mengonsumsi musik. Kehadiran Internet 4 label (netlabel) yang membawa pendekatan free culture merupakan salah satu dari bentuk penyesuaian dalam distribusi musik. Lessig (2011, h.xiv) menjelaskan Argumen di dalamnya, banyak diilhami oleh karya Richard Stallman dan Free Software Foundation), utamanya esai-esai adalah dalam Free Software, Free Society. Budaya bebas (free culture) menurut Lessig (2011, h.xii) bukan free dalam pengertian free beer atau bir gratis, tapi bebas seperti dalam kebebasan berpendapat, pasar bebas, perdagangan bebas, usaha bebas, kehendak bebas dan pemilihan suara bebas. Free Culture mendukung dan melindungi pencipta dan penemu. Budaya ini melakukannya secara langsung dengan mengakui hak milik intelektual, tapi budaya ini melakukannya dengan cara tidak langsung, membatasi jangkauan dari hak-hak tersebut, menjamin bahwa para pencipta dan penemu selanjutnya sebisa mungkin terbebas dari kekangan masa lalu. Free culture menawarkan sistem hak cipta alternatif bernama Creative Commons bagi karya digital yang penggunaanya lebih fleksibel daripada sistem hak cipta yang ada saat ini. Creative Commons adalah sebuah korporasi nirlaba yang didirikan di Massachusetts, namun berasal dari Universitas Stanford. Tujuannya adalah untuk membangun lapisan hak cipta yang masuk akal di atas ekstrem-ekstrem yang sekarang mendominasi. Cara yang ditempuhnya adalah memudahkan orang membangun di atas karya orang lain, dengan cara memudahkan para pencipta untuk membebaskan orang lain mengambil dan membangun di atas karya-karya mereka. Kode-kode sederhana yang disertai dengan penjelasan yang mudah dibaca manusia dan terikat pada lisensi yang tahan peluru membuat usaha ini mungkin dilakukan. (Lessig, 2011, h.135) Hal yang mendasari lahirnya Creative Commons seperti yang dijelaskan dalam web mereka creativecommons.org adalah akses secara universal untuk riset, edukasi dan budaya memungkinkan dibuat oleh internet, tetapi sistem legal dan sosial

6 tidak selalu memungkinkan ide tersebut terjadi. Hukum hak cipta diciptakan jauh sebelum munculnya internet, dan dapat membuat sulit untuk melakukan sesuatu yang diambil dari internet, seperti menyalin, menyalin, mengedit sumber dan mempublikasikannya kembali dalam sebuah di web. Pada dasarnya Lessig (2004, h.47) hanya menekankan pada pembebasan penggunaan isi, meski pada awalnya kemunculan lebih kepada pembebasan dari copyright dan menfasilitasi kreativitas bebas. Lessig berargumen bahwa seiring kita menciptakan teknologi yang memudahkan kita untuk meleburkan gambar bergerak dan suara, serta menambahkan ruang opini dan kesempatan menyebarkan kreativitas, hukum diciptakan untuk menutup teknologi tersebut. 3. Netlabel dalam perspektif Komunikasi Laswell dalam Mulyana (2005, h.69) menyebutkan bahwa komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat apa atau hasil apa? Sedangkan Menurut Shannon & Weaver dalam Cangara (1998, h.20) komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Secara umum, komunikasi dapat diartikan sebagai proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui medium tertentu dan mendapatkan kesamaan makna. Akan tetapi komunikasi juga dapat dilihat sebagai makna pertukaran sosial yang hasilnya adalah ukuran atau tanda hubungan sosial. Dari prespektif ini Mosco (2009, h.6) menjelaskan komunikasi lebih dari sekedar transmisi data atau informasi. Komunikasi adalah produksi makna sosial yang membentuk sebuah hubungan. Mosco (2009, h.2) melihat ada beberapa poin penting untuk melihat komunikasi sebagai bentuk nilai pertukaran 5 sosial. Pertama, komunikasi pada tataran tertentu akan mengalami komodifikasi. Komodifikasi disini dapat diartikan sebagai sebuah proses transformasi nilai guna menjadi sebuah nilai tukar. Kedua, Spasialisasi adalah bagaimana proses mengatasi kendala ruang geografis dengan, antara lain melalui media massa dan teknologi komunikasi. Dan yang ketiga adalah strukturisasi, adalah proses menciptakan hubungan sosial, terutama pengaturan kelas sosial, gender dan ras. Bentuk-bentuk dalam melakukan komunikasi pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui musik. Musik adalah sarana fundamental dari komunikasi. MacDonald, Hargreaves, Miell (2002, h.1) menilai musik menyediakan sarana dimana orang dapat berbagi emosi, niatan dan makna meskipun bahasa lisan mereka mungkin tidak saling mengerti. Bradley (1981) dalam (Burnett, 1996, h.1) menjelaskan bahwa musik juga memberikan sebuah garis hidup yang penting untuk interaksi manusia bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus sebuah cara lain dalam mengatasi kesulitan berkomunikasi. Musik banyak dianalisa oleh para peneliti dalam berbagai kajian, baik melalui kajian secara tekstual maupun melalui kajian budaya. Musik itu sendiri menurut Burnett (1996, h.29) dapat dan telah digambarkan dalam berbagai cara, seperti budaya rakyat, budaya tinggi, sebagai budaya massa dan budaya populer. Untuk menemukan definisi tunggal yang akan memenuhi semua itu merupakan hal yang tidak mungkin dan memang tidak ada gunanya. Sebagaimana pesan yang bisa terkomodifikasi, melalui proses distribusi dan akhirnya dikonsumsi. Sirois dan Wasko dalam (Wasko dkk, 2011, h.332) menilai musik dengan diperkenalkannya teknologi rekaman, dengan cara apapun pada akhirnya dikomodifikasi dan industri rekaman musik tumbuh menjadi komponen yang tangguh dalam industri budaya. Teknologi terkini dalam konteks saat ini adalah teknologi digital yang mengurangi baik biaya produksi dan

7 distribusi, dan, menurut Fox (2004) dalam (Wasko dkk, 2011, h.349) meihat berkurangnya kontrol industri atas produksi musik dan hegemoni sejarah mayor label atas metode distribusi tradisional. Akhirnya, pada tahun 2009, industri rekaman mulai memanfaatkan distribusi digital, merupakan sebuah contoh nyata lainnya tentang bagaimana perusahaan rekaman besar mengikuti tren daripada mengatur mereka. Industri mencoba menguasai alur distribusi bukan tanpa sebab. Alur distribusi utamanya kini melalui distribusi digital masih menjadi ladang uang bagi industri. Setelah mengatur pendapatan dari musisis melaui hak cipta kini industri berusaha menguasai alur ditribusi digital melalui internet. Sebuah jaringan distribusi yang kuat akan memastikan bahwa album akan berakhir di pengecer dan akhirnya berada di tangan konsumen. Oleh karena itu, kontrol atas distribusi mengarah pada kontrol pasar dan industri. Dengan demikian perusahaanperusahaan besar sedang berusaha untuk menemukan cara untuk mendominasi saluran distribusi digital. (Wasko, Murdock, Sousa, 2011, h.349) Digitalisasi dan kemajuan internet pada akhirnya menuntun manusia pada umumnya untuk melakukan penyesuaian dalam memproduksi, mendistribusikan dan mengonsumsi pesan. Dalam Industri musik kehadiran Internet label (netlabel) merupakan salah satu dari bentuk penyesuaian tersebut. Netlabel pada akhirnya menghadirkan pilihan baru bagi musisi dalam melakukan produksi dan distribusi karya musik. Penikmat musik pun kini diberikan cara-cara baru dalam mengonsumsi karya musik. Netlabel adalah sebuah tanda protes terhadap komersialisasi berlebihan industri musik, dimana uang yang selalu berbicara, dan merupakan perlawanan terhadap menurunnya ruang publik (Timmers, 2005, h.8). Netlabel dekat dengan ide-ide free Culture dalam melakukan kegiatannya, baik produksi, distribusi maupun bentuk konsumsi oleh pendengarnya. Ide ini menawarkan sebuah konsep dasar yaitu penggunaan karya secara bebas. Pengertian bebas adalah bebas untuk digunakan, 6 dipelajari, dibagi dan dimodifikasi. Bentuk lisensi bebas yang digunakan netlabel juga dibawa dari ide free Culture, berbeda dengan label dalam industri musik yang menitik beratkan untuk meraih keuntungan dari musisi dengan kontrol hak cipta, dan distribusinya. Penelitian ini mencoba menjelaskan netlabel Hujan! Rekords sebagai bentuk free Culture dan melihat bagaimana keterkaitan netlabel dan pemain utama dalam bidang musik yaitu industri. Melalui teori-teori yang dibangun dalam kerangka penelitian, diharapkan penelitian ini dapat menjelaskan bagaimana netlabel menjadi sebuah alternatif distribusi musik bagi musisi dengan menggunakan studi netlabel Hujan! Rekords. C. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Sebagaimana menurut Moleong (2006, h.6) Penelitian kualitati didasarkan pada upaya membangun pandangan untuk memahami fenomena secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Sebagai salah satu ciri riset kualitatif, dalam penelitian ini berusaha menjelaskan sedalam-dalamnya bagaimana netlabel menjadi sebuah alternatif dalam distribusi musik. Keberadaan industri musik, musisi dan keberadaan pendengar musik juga tidak dapat dipisahkan konteks sosialnya karena aspek tersebut termasuk dalam satu konteks sosial yang utuh dan menyebabkan netlabel itu hadir sebagai sebuah alternatif dalam distribusi musik. Menurut Kriyantono (2013, h.1) penelitian kualitatif yang berangkat dari paradigma subjektif/interpretif (konstruktivis dan kritis) memiliki kekuatan pada kemampuan menggali dan memaknai data. Kehidupan sosial dimaknai sebagai hasil konstruksi dan pemahaman yang bervariasi dari individu dan jarang mengubahnya dalam bentuk bilangan-bilangan. Sedangkan dalam penjelasan yang lain, Neuman (2000,

8 h.40) menjelaskan bahwa penjelasan interpretif digunakan untuk menemukan makna dari seuatu peristiwa sosial dengan menempatkannya dalam sebuah konteks khusus. D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Netlabel Hujan! Rekords sebagai bentuk Free Culture Awal mula berdirinya Netlabel Hujan! Rekords adalah melalui pengalaman Gilang Nugraha sebagai pendiri Netlabel Hujan! Rekords ketika bandnya dirilis oleh netlabel Trashfuck.net yang berbasis di Michigan, Amerika. Melalui pengalaman tersebut, Pada tahun 2006 Gilang mencoba membuat sebuah netlabel yang berbasis di kota Bogor. Gilang melihat netlabel pada umumnya sebagai sebuah bentuk Open platform. Sebuah wadah terbuka dimana netlabel dapat menjembatani komunikasi yang terjadi antara Hujan! Rekords, artis dan pendengarnya. Hujan! membuka peluang artis bertemu dengan orang-orang baru, membuka peluang terjadinya kerja kolaborasi dan inovasi didalamnya. Siklus interaksi sudah terjadi ketika penggemar mengunduh sebuah album dari artisnya. Dengan bentuk platform terbuka karya tersebut memungkinkan untuk di distribusikan secara bebas dan dirubah menjadi karya turunan yang lainnya. Logo Hujan! Rekords Perkembangan internet dan digitalisasi merupakan sebuah faktor bagi Hujan! Rekords untuk mendistribusikan musik melalui internet. Ketika awalnya tonggak distribusi musik berbentuk rilisanrilisan fisik seperti vinyil, kaset dan cd, kini bentuk distribusi musik mulai bergeser melalui distribusi bentuk musik secara digital. Dengan kemungkinan distribusi yang luas diharapkan musisi yang berada dalam Hujan! Rekords mampu 7 mendapatkan pendengar yang lebih luas pula. Sehingga pada akhirnya Hujan! Rekords melihat musik dari musisi didalamnya sebagai sebuah portofolio untuk mendapatkan sebuah tawaran mempresentasikan karyanya secara langsung. Free Culture bagi netlabel Hujan! Rekords merupakan sebuah terapan pemikiran dalam melakukan aktivitasnya. Gilang sebagai pengelola Hujan! Rekords pada awalnya tidak mengerti secara penuh konsep free Culture dan bentuk netlabel. Akan tetapi seiring banyaknya literatur dan jaringan antar netlabel yang yang terbangun di Indonesia, Hujan! Rekords akhirnya mampu mengadaptasi bentuk free culture didalam kegiatannya Proses memberikan musik gratis yang dilakukan oleh Hujan! Rekords dan kebanyakan netlabel merupakan satu semangat yang mengacu pada bentuk gift economy. Secara lebih sederhana, gift economy dipahami para penggerak netlabel seperti Gilang, sebagai sebuah sedekah yang dilakukannya dalam bidang musik. Pengaplikasian gift cconomy yang digunakan oleh netlabel menurut Nuraini Juliastuti 1 dalam diskusi INFTALK 2012 tidak bisa dilepaskan dari karya klasik antropologi The Gift (2012) karya Marcel Mauss. Dalam The Gift, Mauss menjelaskan dalam masyarakat Polynesia apabila ada kewajiban memberi, ada pula kewajiban untuk menerima dan ada juga kewajiban untuk memberi balasan. Praktik ekonomi ini deterapkan oleh netlabel dan musisi sebagai pemberi musik gratis. Lalu pihak yang diberi musik bisa sesama musisi atau pendengar yang berada diluar lingkaran tersebut. Nuraini melanjutkan bahwa daalam The Gift karya Mauss menyebutkan bahwa "hadiah tidak ada yang gratis". sehingga ada kewajiban memberi balasan atas hadiah yang diterima dalam hal ini adalah kotak 1 Merupakan peneliti dari KUNCI Cultural Studies Center. Dimana KUNCI berkecimpung dalam proses produksi dan berbagai pengetahuan kritis melalui publikasi media, perjumpaan lintas disiplin dan riset aksi, intervensi artistik dan pendidikan baik di dalam maupun di ruang komunitas.

9 donasi. Sebagai bentuk balasan atas praktikpraktik pemberian maka reaksi yang layak atas praktik tersebut adalah donasi. Akan tetapi tujuan yang lebih besar dari gift economy adalah membangun persekutuanpersekutuan baru, jaringan-jaringan persahabatan atau networking. Dalam praktik lanjutannya, Hujan! rekords melihat praktik balasan juga bisa diaplikasikan dalam bentuk yang beragam. Misalnya dengan menerapkan pay what you want, dalam artian memberi semaunya atas musik yang di unduh. Atau bisa juga menerapkan pay with tweet yang kita harus membagi ulang link unduhan dari musik tersebut di jejaring sosial pribadi kita, sehingga praktik-praktik berbagi bisa berjalan secara konsisten. Titik berat Hujan! Rekords dalam berbagi musik dan ilmu pengetahuan juga dilihat dari pengguanaan lisensi bebas bagi karya-karyanya. Hujan Rekords menggunakan lisensi Creative Commons yang pertama kali diperkenalkan oleh Lawrence Lessig 2. Ide dari Creative Commons (CC) adalah lisensi yang diterjemahkan dalam bentuk Layers atau lapisan. Dalam web disebutkan bahwa Lisensi hak cipta CC merupakan paduan desain "tiga lapisan". Setiap lisensi dimulai dengan alat hukum tradisional, dalam bahasa dan format yang familiar bagi para ahli hukum. Lapisan ini disebut sebagai lapisan Lisensi Lengkap dari tiap lisensi yang ada. Selanjutnya Lisensi Ringkas, yaitu sebuah bentuk ringkas dari lisensi lengkap. Lisensi Ringkas adalah panduan singkat untuk pemberi dan penerima lisensi. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dan cara sederhana 2 Lawrence Lessig adalah Profesor Roy L. Furman Hukum dan Kepemimpinan di Harvard Law school, dan direktur Edmond J. Safra Center for Ethics di Harvard University. Sebelum bergabung kembali dengan fakultas Harvard, Lessig adalah seorang profesor di Stanford Law School, di mana ia mendirikan Pusat sekolah untuk Internet dan Masyarakat, dan di University of Chicago. Dia dikenal dengan tulisannya tentang free culture dan kontribusinya sebagai dewan penasihat dari Creative Commons 8 sehingga dapat dipahami. Lapisan akhir dari desain lisensi mengakui bahwa perangkat lunak, dari mesin pencari yang ada di internet memainkan peran besar dalam penciptaan, penyalinan, penemuan, dan distribusi ciptaan. Versi lisensi yang "terbaca mesin" digunakan untuk memudahkan Web menemukan ciptaan yang ada dibawah lisensi Creative Commons. Hujan! Rekords menggunakan lisensi CC Unported 3.0 Atribusi- NonKomersial-Berbagi Serupa dalam merilis karya-karya artisnya. Artinya disetiap rilisan Hujan! Rekords, pendengar atau pengunduh karyanya dapat mengopi ulang rilisannya termasuk membuatnya dalam bentuk kepingan CD dan disebar secara luas secara nonkomersial secara legal. Materi-materi musik yang dirilis tadi diharapkan tidak digunakan oleh orangorang yang memanfaatkannya secara komersial. Akan tetapi kontrol kembali kepada artis tersebut, negoisasi penggunaan karya bagi kepentingan komersial dikembalikan pada artisnya. Lisensi CC tidak mengatur hak royalti, atau nilai materi yang didapkan melalui penjualan musik. karena netlabel dan lisensi CC ini tidak bermaksud menjual atau mendapatkan nilai materi dari menjual produk musik. Free Culture yang besar dengan teknologi digital, menekankan pentingnya berbagi ilmu pengetahuan. Dalam kajian netlabel adalah berbagi musik. Di dalamnya berkumpul orangorang dengan semangat berbagi, merangkul satu sama lain, tidak memprivatisasi suatu karya atau ilmu begitu dan itu menjadi ciri Hujan! Rekords. Hujan! Rekords dan free culture ini berupaya yang berjalan beriringan diantara label konvensional yang ada di industri. Hujan! Rekords diharapkan menjadi sebuah alternatif bagi musisi dan pendengar. Free culture diharapkan menjadi sebuah pilihan baru bagi musisi dalam memeperlakukan karyanya. Ketika musik sudah tidak lagi dijual, diharapkan musisi mampu memaksimalkan setiap tawaran untuk mempresentasikan musiknya baik secara motif ekonomi dan performa artistik.

10 Untuk saat ini yang menjadi perhatian Hujan! Rekords adalah bagaimana netlabel ini mendapat sebuah perhatian dari media dan masyarakat atas apa yang diakukannya. Sebuah perhatian yang nantinya akan membawa musisi yang bernaung didalamnya sebuah kesempatan untuk memperdengarkan musik yang lebih luas lagi dan berjejaring secara lebih besar lagi. Jaringan-jaringan tadi pada akhirnya membawa pengelola, pembuat, penikmat dan orang-orang yang peduli akan keberadaan musik netlabel mewadahi dirinya melalui Indonesian Netlabel Union dimana netlabel-netlabel ini berkolaborasi untuk mengerjakan kegiatan-kegiatan yang memajukan dan utamanya menyebarkan semangat berbagi musik di Indonesia melalui netlabel. Tidak hanya menyediakan musik bebas melalui media internet, akan tetapi setiap individu memiliki kebebasan untuk menggandakan, mendistribusikan, dan mengubah musik untuk keperluan pribadi yang nonkomersil sesuai dengan filosofi musik bebas. Logo Indonesian Netlabel Union Sumber : Web utama meraka yang bernama memberikan daftar yang lengkap tentang keberadaan netlabel yang ada di Indonesia. Mereka juga memberikan informasi kegiatan yang sedang dilakukan dan juga info rilisan musik terbaru. Netlabel, musisimusisi yang ada dalam didalam netlabel dan penikmat dari musik tersebut kemudian menjadi sebuah jejaring besar yang dinamakan komunitas netaudio Netlabel dalam kajian Industri Budaya Seni utamanya musik di masa kini oleh industri ditempatkan sebagai sebuah komoditi yang memiliki nilai jual. Hal ini menyebabkan musik menjadi salah satu jenis produk untuk dikonsumsi bahkan lebih daripada arti musiknya sendiri. Adorno dalam O'Connor (2010, h.11) melihat di bawah kapitalisme monopoli, seni dan budaya sekarang telah direduksi pada semangat ekonomi. Industri mayor menempatkan musik sebagai sebuah komoditi yang diperjual belikan, melalui penjualan fisik, digital maupun dalam bentuk-bentuk pertunjukan panggung dan pengelolaan marchendising. Adorno dalam Strinati (2010, h.101) berpendapat kunci kapitalis yang berputarputar disekitar produksi, pemasaran, dan konsumsi akan selalu mendominasi kebutuhan riil manusia. Dalam hal ini musik tidak ditempatkan sebagai apresiasi dari sebuah karya artistik. Horkheimer & Adorno dalam Burnett (1996, h. 30) berargumen bahwa budaya massa menuntun kepada hemogenitas. Standarisasi dan produksi massa menghasilkan kurangnya bentukbentuk budaya yang tersedia bagi khalayak. Bukannya menghasilkan ide-ide baru, pesan dan nilai-nilai yang diekspresikan melalui seni dan musik, disini ada pengurangan secara sistematis dalam jumlah ide-ide baru yang disajikan. Keseragaman musik yang dibawa oleh pasar mayor, membuat netlabel merasa berkebutuhan untuk menyampaikan musik lain diluar pasar mainstream yang juga berkualitas atau bahkan lebih baik secara kualitasnya. Dengan melakukan kegiatan berbagi musik dalam konteks gift economy, Hujan! Rekords digunakan oleh pengelolanya untuk berekspresi dalam bidang musik, menyebarkan rilisan musik yang dianggap bagus dan membuat kepuasan tersendiri bagi Hujan! Rekords dibanding memanfaatkan musik dalam motif ekonomi. Musik popular sebagaimana halnya sebuah budaya yang diproduksi massal mempunyai karakteristik yang sama dengan

11 bentuk lain yang dihasilkan industri budaya. Kellner (2003, hal.29) menjelaskan bahwa artefak dari industri budaya memiliki mempunyai fitur yang sama dengan produk lainnya dari produksi massal, yaitu melalui proses komodifikasi, standardisasi, dan massifikasi. Dalam melakuakan kegiatannya, sebenarnya apa yang dilakukan Netlabel juga tidak lepas dari pola-pola yang dibawa oleh label mayor pada umumnya, dalam Hujan! Rekords ada pola-pola komodifikasi, standarisasi dan massifikasi bagi musik rilisannya. Akan tetapi motif dalam menjalankan bentuk labelnya menjadi sebuah pembeda bagaimana proses tersebut akan berlangsung. Komodifikasi Netlabel Hujan! Rekords Komodifikasi yang menurut Adorno (Strinati, 2010, h.108) merupakan produkproduk yang dihasilkan untuk konsumsi oleh massa dan pada suatu takarannya besar menentukan sifat konsumsi itu, yang dibuat kurang lebih sesuai rencana. Atau yang disebutkan Mosco (2009, h.2) sebagai sebuah proses transformasi nilai guna menjadi sebuah nilai tukar. Musik ketika berada dalam kajian musik populer tidak dipandang sebagai sebuah bentuk artistik akan tetapi sebagai sebuah komoditi untuk menghasilkan profit sebesar-besarnya. Sebagaimana Burnett (1996, h.35) lihat Untuk memaksimalkan keuntungan satu hal yang harus dicapai adalah kemungkinan mencapai jumlah terbesar konsumen. Perusahaan rekaman, musisi dan stasiun radio sangat menyadari fakta ini dan kemudian sering mencoba untuk mengarahkan produk mereka sehingga untuk menyenangkan sebanyak mungkin (orang) dan dengan demikian memaksimalkan keuntungan. McQuail dalam Burnett (1996, h.35) menunjukkan bahwa komersialisme berlebih dalam komunikasi massa pasti mengintensifkan persaingan untuk khalayak yang besar dan dalam kondisi saluran "langka" akan lebih mengarah ke pengabaian kepentingan-kepentingan minoritas dan selera. Dalam pengertian ini, bisa ditekankan bahwa musik yang mempunyai kemungkinan kecil untuk 10 terjual di pasaran maka akan terpinggirkan dengan sendirinya karena tidak menghasilkan uang. Grup musik Afternoon talk asal Lampung dan album Self titled. Hujan! Rekords sebagai salah satu dari sekian banyak bentuk memfasilitasi musik-musik yang lepas di pasaran, netlabel dengan bebas merilis genre musik yang beragam dan tidak tertendensi oleh selera pasar. Genre musik folk yang dibawa oleh Afternoon talk, toytronic yang dibawakan oleh Bottlesmoker ataupun kompilasi dari musik digital bertajuk milisi digital dirilis oleh netlabel Hujan! Rekords yang mungkin apabila dilepas di pasar mainstream tidak dapat terjual secara masif. Bottlesmoker dan Album Let's Die Together Hujan! Rekords sebenarnya juga melakukan pola-pola komodifikasi yang terjadi di industri major bada umumnya, hanya saja dengan motif dan semangat yang berbeda dengan mayor label membuat komodifikasi ini juga berbeda bentuknya. Komodifikasi yang dilakukan Hujan! Rekords menempatkan musik tidak dalam tataran merubah nilai guna dari musik tersebut menjadi nilai yang materi yang diukur oleh uang. Free culture yang menjadi paham berpikir Hujan! Rekords menitik beratkan kepada musik untuk penyebaran musik yang lebih luas. Hujan! Rekords melepas secara bebas dan gratis musiknya sampai dalam tataran penggunaan bebas yang legal di ranah non-komersil bagi konsumennya. Penjualan album untuk saat ini dirasa tidak signifikan karena bentuk perhitungan royalti juga tidak mewakili musisi kebanyakan. Courtney Love dalam

12 David (2009, h. 124) berbicara jumlah pendapatan musisi di Amerika, dimana ratusan ribu orang Amerika membuat uang dari musik, hanya sekitar lima belas persen yang melakukannya sebagai sarana utama mereka mencari nafkah dan besarnya pendapatan yang diterima bukan dari sistem kerja royalti. Argumen Love selanjutnya adalah jika perhitungan penjualan gold dan platinum diperlukan oleh musisi untuk hidup sehari-hari, hanya sejumlah kecil seniman saja yang sanggup mencapai tingkat keberhasilan tersebut. Disini jelas terlihat bahwa dari semua miliaran dolar yang dibayarkan oleh pendengar, dan ratusan jutaan dolar yang dibuat laba, industri rekaman adalah mekanisme yang tidak efektif untuk menghargai seniman kreatif. Dalam artikelnya di Wired.com, David Byrne 3 melihat bahwa kecilnya insentif yang masuk bagi musisi, dalam kasus penjualan album CD, Perusahaan rekanaman menangani pembuatan, distribusi, media dan promosi, sehingga artis mendapatkan presentasi royalti setelah semua biaya-biaya ini dibayarkan. Dan label (dimana musisi bernaung) mempunyai hak cipta rekaman dari artis tersebut selamanya. Dan untuk beberapa kasus yang dialami Pop Star dikemukakan Byrne seringkali hidup dalam hutang kepada label rekamannya. Michael Jakcson, MC Hammer dan TLC merupakan salah satu contoh nyatanya. Hujan! Rekords dengan gagasan free culture melihat musik dibiarkan menyebar tanpa harus dibayarkan secara komersil, tapi itu adalah bagian dari modal bagi artis dan diletakkan juga sebagai komoditas. Nilai ekonomis dalam musik tersebut tidak bekerja tidak secara langsung, musisi masih 3 David Byrne adalah musisi Skotlandia yang tinggal di Amerika. Merupakan pendiri dan songwriter di band new wave Taking Heads yang merilis sendiri musik yang dihasilkan. Salah satu tulisannya mengenai industri musik yang berjudul David Byrne's Survival Strategies for Emerging Artists and Megastars ditulis di wired.com portal berita tentang transportasi, teknologi, produk baru, games, bisnis, budya dan ilmu pengetahuan. 11 dapat menggunakan modal tersebut untuk kepentingan dikenal oleh masyarakat. Ketenaran ini yang selanjutnya mendatangkan nilai ekonomis yaitu dengan menjual penampilan panggung. Model distribusi Netlabel Hujan! Rekords Hujan! Rekords melihat bentuk konsumsi tersebut sebagai bentuk apresiatif penggemar atas rilisan musik gratis yang diberikan musisi. Netlabel memanfaatkan pola konsumsi kebanyakan masyarakat yang lebih memilih marchendise musisi dibanding musiknya sendiri sebagai jalan bagi musisi untuk mendapatkan sebuah keuntungan. Musisi dengan bebas dapat mengeksplorasi kemungkinankemungkinan mendapatkan keuntungan tersebut untuk kelangsungan bermusik. Hujan! rekords hanya berkebutuhan menyampaikan musik yang dianggap bagus dan perlu diperdengarkan kepada khalayak luas. Motif bermusik dari seorang musisi atau band juga tidak bisa dipisahkan dengan bagaimana akhirnya pola penjualan beserta konsumsinya dijalankan. Musisi yang ada di Hujan! Rekords kebanyakan berkarya untuk menyalurkan apresiasi dibanding untuk menjual karya seninya. Sehingga terkadang bagi musisi seperti ini, hal-hal semacam penjualan dan bagaimana musik ini digunakan bukan menjadi sebuah prioritas yang utama. Metode Hujan! Records dan free Culturenya pada akhirnya membentuk sebuah konsumen musik bebas itu sendiri. Konsumen yang megonsumsi musik dan mengapresiasinya lebih lanjut. Hilangnya kesadaran atas konsumsi musik dan pernakperniknya oleh masyarakat karena diarahkan oleh industri sebagaimana yang dilihat Adorno bisa tak terjadi dalam pola yang dibawa oleh netlabel. Munculnya pendengar setia dan orang-orang yang dengan sukarela, mendistribusikan dan menggunakannya, juga memunculkan

13 konsumen musik yang secara tulus mengapresiasi dengan membeli pernakpernik yang ditawarkan. Melalui penyebaran musik secara bebas, diharapkan akhirnya musisi tersebut bisa menjadi dikenal secara luas dan mempunyai kesempatan untuk menjual dirinya dalam kepentingan materi ataupun dalam hal presentasi karya secara artistik. Komunitas netaudio dan penggemarnya kini telah hadir untuk membantu distribusi peredaran musik bebas tersebut. Kegiatan offline dalam bentuk festival juga sudah berjalan secara rutin dilakukan oleh indonesia netlabel union sebagai wadah besar netlabel di Indonesia, dan seberapa banyak partisipasi peserta dalam even tersebut bisa menjadi indikator bagaimana musik bebas ini pada akhirnya terus berkembang. Standarisasi dan Massifikasi Netlabel Hujan! Rekords Sejalan dengan terjadinya komodifikasi, dalam hal ini juga terjadi standarisasi karya-karya dalam industri budaya. Adorno (Strinati, 2010, h.109) melihat secara Industrial, produksi budaya merupakan sebuah proses standarisasi tempat produk-produk tersebut mendapatkan bentuk yang sama pada semua komoditas. Standarisasi menjelaskan mengenai tantangan dan permasalahan yang dihadapi musik pop dalam hal originalitas, autentisitas ataupun rangsangan intelektual. Label dalam industri musik mempunyai standar untuk mengkontrol produk sebelum akhirnya menjual produk musik tersebut. Standarisasi sebagai kontrol ini menjadi sangat penting karena hal ini yang menjadi modal awal dimana nantinya label memainkan kebutuhan selera pasar. Sebagaimana budaya yang terindustrialisasi mengharuskan adanya keuntungan ekonomi. Standarisasi yang dilakukan industri sudah ditentukan sebelumnya, yaitu musik yang dijual laku dipasaran. Adorno (dalam Strinati, 2010, h.112) seperti kritiknya terhadap musik pop, melihat ada sebuah standar, sehingga musik pop terdengar mirip satu sama lainnya. Sebuah keseragaman yang orientasinya berakhir 12 pada rumusan banyaknya keuntungan yang diperoleh dari musik yang terjual. Mayor label lebih berkebutuhan pada banyaknya keuntungan yang diperoleh dan bagaimana mayor label menjalankan penjualan di pasar industri musik dengan menerapkan desain standarisasi dan keseragaman tipe serta kualitas musik. Standar mayor label tersebut membekukan ruang gerak musisi untuk berkarya dalam konteks ragam karya yang dihasilkan. Standarisasi tersebut mengarahkan para musisi untuk membuat keseragaman jenis karya. Karena keseragaman tersebut juga merupakan sebuah elemen untuk pemenuhan kualitas sebelum produk musik tersebut dijual dipasaran. Dalam penerapan standariasi, netlabel melakukan hal yang sedikit berbeda. Kontrol yang dijalankan oleh netlabel Hujan! Rekords adalah bentuk standarisasi musik dari artis yang akan dirilis. Musik yang masuk ke Hujan! Rekords sebelum di rilis akan melalui proses kurasi. Dimana proses ini berjalan dengan cara mendengarkan bersama-sama dengan tim lalu menentukan apakah musik tersebut layak dan cocok mewakili jenis musik Hujan! Rekords. Tidak ada indikator khusus untuk menentukan rilisan Hujan! Rekords. Bagi Hujan! Rekords kualitas rekaman musik yang baik untuk didengar, dan genre musik yang tidak banyak ditemukan dipasaran menjadi bahan pertimbangan bagi Hujan untuk merilis karya musik dari seorang musisi. Tahapan rilis musik Hujan! Rekords Hujan! Rekords mencoba merilis genre musik yang tidak popular di industri musik. Dalam artian Hujan! Rekords mencoba menawarkan jenis musik lepas dari keseragaman yang ditawarkan oleh industri budaya. Pemilihan genre musik yang akan dirilis juga tidak terlepas dari selera yang dimiliki oleh Gilang dan tim

14 yang melakukan proses kurasi. Oleh karena itu budaya selera dari netlabel mewakili jenis rilisan musik netlabel tersebut. Musik bisa menjadi bagus menurut selera kurator dan jelek menurut kurator yang ada di Hujan! Rekords. Standarisi yang dilihat oleh peniliti adalah standar yang sifatnya teknis seperti format rilisan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan identitas bahwa musik tersebut telah dirilis melalui netlabel Hujan! Rekords. Kode rilisan ini juga bertujuan untuk merapikan data digital rilisan yang nantinya akan di unggah kedalam web Hujan!. Seperti misalnya dalam rilisan hujan terdapat sebuah kode rilis dengan format Hujan00X- musisi - judul album - tahun rilis. Dalam setiap rilisan Hujan! juga ada desain artwork, halaman CD digital dan penulisan linear notes atau prakata mengenai rilisan musik tersebut. Disini musisi dan Hujan! berkolaborasi. Ketika musisi kehabisan tenaga kreatif, Hujan! mencoba menawarkan alternatif seperti menulis rilisan itu sendiri ataupun ditulis oleh orang-orang dalam jaringan pertemanan Hujan!, seperti blogger musik, pengamat musik maupun jurnalis-jurnalis musik independen. kerja sama antara label dan musisi, mengontrol kreatifitas musisi dengan argumennya membuat musik untuk laku di pasaran. Seperti yang dijelaskan Albini dalam David(2009, h.123) Band dengan kontrak jutaan dolar mengikat mereka untuk empat tahun dengan jumlah album yang spesifik. Penandatanganan kontrak baru berarti band mendapat promosi dan distribusi yang lebih baik, dan ini berarti mereka dapat bermain tempat yang lebih besar dengan merchandising dan penerbitan penawaran yang lebih baik. Dengan asumsi penjualan dari seperempat juta album per tahun, pada akhir tahun pertama band ini masih akan berutang uang perusahaan rekaman. Royalti mengumpulkan penjualan tidak akan menutupi prosentase biaya produser, anggaran promo dan pelepasan band tersebut dari label independen. Sementara biaya rekaman, musik video, sampul album dan peralatan band menghabiskan hampir semua biaya. Dalam tabel penjualan CD yang dikemukakan Byrne, dapat dilihat prosentase royalti yang didapatkan musisi hanya sebesar 10 persen dari total 100 persen penerimaan penjualan CD. Biaya dan keuntungan lebih besar masuk kepada label dan produser yang menaungi band tersebut. Model format rilisan Hujan! Rekords [Hujan010]Chamberlain_- _The_Wild_And_The_Innocent_EP_(2010) Standarisasi yang menjaga dominasi dari industri budaya juga terlihat dari bagaimana hak cipta memainkan peranannya. Industri menjadikan hak cipta sebagai kendaraan untuk meraih profit yang sebesar-besarnya bagi industri. Pendapatan dari hak cipta jumlahnya tidak seberapa bagi musisi yang menciptakan karya. Label menggunakan hak cipta sebagai pengikat 13 Grafik penerimaan royalti dari penjualan album cd Sumber : David Byrne's Survival Strategies for Emerging Artists and Megastars (Wired.com) Perkembangan internet dan kemudahan file sharing yang tidak dilirik oleh industri musik, kini mulai melakukan distribusi jalur online dan melakukan penjualan berbasis internet. Menurut Tschmuck (2012, h.190) perkembangan berbagi file dapat diartikan dalam konteks ini bukan sebagai penyebab tetapi sebagai

15 gejala dari revolusi digital dalam industri musik. Munculnya lisensi resmi yang bersifat online juga distribusi melalui mobile menyebabkan dipercepatnya pergeseran dari penjualan album musik ke penjualan single musik. Industri kini mulai mencoba mendominasi pasar musik yang sebelumnya tidak terjamah. Dalam kelanjutannya merk dagang Apple dapat mengatur semua lisensi musik penting, terutama dari label rekaman mayor dan menyediakan kalalog musik. ITunes diibaratkan sebagai medium unduhan musik cepat saji yang menyediakan musik dalam format AAC (Advance Audio Coding) yang merupakan suksesor dari format MP3. Menurut Byrne dalam tabel penerimaan royalti dari penjualan musik Itunes, penjualan digital memungkinkan konsumen bisa membeli satu album rekaman dengan harga 10 Dolar terlihat adil pada awalnya. Apple Itunes mengeambil 30 persen saham presentase royalti yang didapat artis justru lebih kecil dibanding menjual rilisan CD. Penerimaan royalti dari penjualan musik melalui itunes Sumber : David Byrne's Survival Strategies for Emerging Artists and Megastars (Wired.com) Hujan! Rekords tidak mengatur pemasukan bagi musisi termasuk penghitungan royalti didalamnya. Melalui free Culture, musik yang dirilis akan dilinsesikan melalui Creative Commons. Tujuannya seperti yang dijelaskan dalam bahasan sebelumnya adalah untuk kepentingan penggunaan karya musik tersebut. Budaya berbagi ilmu pengetahuan dan musik agar bisa diakses siapa saja, menjadi bangunan utama dalam rilisanrilisan album musik yang dirilis netlabel Hujan! Rekords. Free Culture alih-alih berusaha mengontrol rilisan tersebut justru menempatkan musisi sebagai pemilik 14 kontrol penuh terhadap rilisan musiknya. Ketika menggunakan Lisensi yang dibawa netlabel yaitu lisensi Creative Commons, maka karya tersebut pada akhirnya bebas digunakan, didistribusikan ulang, dan ditransformasikan dalam bentuk lain sebatas kepentingan non-komersial. Netlabel tidak memiliki kepentingan terhadap bentuk penggunaan komersial rilisan tersebut, musisi memiliki hak penuh atas penggunaan karyanya. Peneliti melihat bahwa sebenarnya dalam industri musik yang didalamnya ada jalur utama yang digunakan sebelumnya yaitu mayor label dan digagas oleh netlabel sama-sama punya standar meskipun berbeda orientasi. Jika dianalogikan industri musik itu adalah sebuah pasar, mayor label dengan orientasi keuntungan materi yang lebih menguntungkan mayor label daripada musisi. Sebuah alternatif baru muncul dan coba dibuka oleh netlabel yang berorientasi pada free Culture dan semangat berbagi musik. Tanpa mengatur perhitungan royalti, netlabel membebaskan metode penjualan yang dilakukan artisnya Standarisasi lain yang dilakukan kedua bentuk label ini adalah sebagai kontrol kualitas produk yang akan dipasarkan. Akan tetapi kembali lagi meskipun ada standarisasi, pembeda keduanya adalah orientasi dan motif dalam merilis musik dari artisnya. Salah satu kekuatan industri budaya dalam melangsungkan hegemoninya adalah melalui kontrol baik dalam masyarakat maupun pencipta untuk mengonsumsi komoditas yang dihasilkannya yan didasari semangat kapitalistik. Dalam rangka menjaga hal tersebut industri menuntut proses penyebaran dan konsumsi komoditi yang massif melalui berbagai media. Netlabel yang ditujukan sebagai budaya alternatif tidak dimaksudkan untuk melawan dominasi tersebut. Netlabel Hujan! Rekords lebih mendeskripsikan dirinya sebagai sidestream dari dominasi industri musik mainstream.

( Word to PDF Converter - Unregistered ) BAB I PENDAHULUAN

( Word to PDF Converter - Unregistered )  BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan sosial dan kultural di Indonesia saat ini adalah mengenai pemanfaatan waktu senggang, waktu santai, dan waktu luang. Ketika industrialisasi mulai mendominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semenjak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak separuh dekade yang lalu, terdapat suatu aktivitas baru pada

BAB I PENDAHULUAN. Sejak separuh dekade yang lalu, terdapat suatu aktivitas baru pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak separuh dekade yang lalu, terdapat suatu aktivitas baru pada beberapa warung internet (warnet) di Yogyakarta. Beberapa warnet seolah beralih fungsi dari tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Obyek Studi Profil PT. MelOn Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Obyek Studi Profil PT. MelOn Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Obyek Studi 1.1.1 Profil PT. MelOn Indonesia Pada tanggal 20 Mei 2010, PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) sebagai perusahaan penyelenggara jasa dan jaringan telekomunikasi

Lebih terperinci

menyaksikan pertunjukan musik tersebut secara langsung atau live.

menyaksikan pertunjukan musik tersebut secara langsung atau live. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Dunia entertainment memiliki pasar yang sangat luas dimana pasar hiburan ini memiliki daya tarik yang tidak terbatas karena memiliki sifat yang universal. Musik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi konsumsi yang menguntungkan

Lebih terperinci

MUSIK INDIE DI YOGYAKARTA (STUDI KASUS PADA MUSISI FRAU) TUGAS AKHIR Program Studi S-1 Seni Musik. Oleh: ANDRYAN ADE KURNIA NIM.

MUSIK INDIE DI YOGYAKARTA (STUDI KASUS PADA MUSISI FRAU) TUGAS AKHIR Program Studi S-1 Seni Musik. Oleh: ANDRYAN ADE KURNIA NIM. MUSIK INDIE DI YOGYAKARTA (STUDI KASUS PADA MUSISI FRAU) TUGAS AKHIR Program Studi S-1 Seni Musik Oleh: ANDRYAN ADE KURNIA NIM. 1111678013 Karya tulis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pada umumnya. Musik meliputi berbagai jenis aliran yang ada dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pada umumnya. Musik meliputi berbagai jenis aliran yang ada dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Musik merupakan salah satu hiburan yang sudah menjadi kebutuhan masyarakat pada umumnya. Musik meliputi berbagai jenis aliran yang ada dengan para penikmatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik adalah bunyi yang diatur menjadi pola yang dapat menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. Musik adalah bunyi yang diatur menjadi pola yang dapat menyenangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Musik adalah bunyi yang diatur menjadi pola yang dapat menyenangkan telinga kita atau mengkomunikasikan perasaan atau suasana hati. Musik mempunyai ritme, melodi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan modal kreatifitas yang dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut Presiden Susilo Bambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Deddy Mulyana

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Deddy Mulyana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Deddy Mulyana mengutip pernyataan Tubbs dan Moss yang mendefinisikan komunikasi sebagai proses penciptaan makna

Lebih terperinci

negeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih.

negeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan politik di Indonesia saat ini adalah kurangnya kesadaran politik dalam masyarakat khususnya generasi pemuda untuk terlibat dalam partisipasi politik. Tuntutan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. waktu). Tetapi, ternyata terdapat hal lain yang membuat gig itu menjadi sebuah

BAB V KESIMPULAN. waktu). Tetapi, ternyata terdapat hal lain yang membuat gig itu menjadi sebuah 125 BAB V KESIMPULAN Pada mulanya saya hanya memahami gig sebagai sebuah pertunjukan musik independen yang berskala kecil dan diadakan pada satu malam saja (sekali waktu). Tetapi, ternyata terdapat hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Artwork Mini Album Hahawal,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Artwork Mini Album Hahawal, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern ini, sebuah rilisan fisik karya musik menjadi populer kembali setelah eksistensinya sempat redup pada beberapa tahun terakhir. Rilisan karya musik seperti

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil insight yang didapat dari masing-masing Key Stakeholder di Jakarta dan observasi secara langsung dalam mengamati perilaku konsumen musik

Lebih terperinci

Oleh: Qoriah A. Siregar

Oleh: Qoriah A. Siregar RESENSI BUKU Judul : Komunikasi Antarbudaya (Di Era Budaya Siber) Penulis : Rulli Nasrullah Tebal Buku : VIII + 198 hlm Edisi : I, 2012 Penerbit : Kencana Prenada Media Group Buku ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN & SARAN. penelitian ini. Pertama, bagaimana praktik pembajakan digital dalam budaya

BAB V KESIMPULAN & SARAN. penelitian ini. Pertama, bagaimana praktik pembajakan digital dalam budaya BAB V KESIMPULAN & SARAN Seperti dipaparkan di bagian awal, ada tiga rumusan masalah dalam penelitian ini. Pertama, bagaimana praktik pembajakan digital dalam budaya mengopi video di warnet? Kedua, bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, bahkan kita tidak akan pernah terlepas dari media. Seiring dengan perkembangan peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Media massa (media cetak, media elektronik dan media bentuk baru)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Media massa (media cetak, media elektronik dan media bentuk baru) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Media massa (media cetak, media elektronik dan media bentuk baru) sangat berperan penting dalam terjadinya proses komunikasi massa dalam masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai pengunduhan MP3 secara ilegal yang dilakukan oleh. mahasiswa, perumusan masalah, manfaat dari penelitian, batasan dan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai pengunduhan MP3 secara ilegal yang dilakukan oleh. mahasiswa, perumusan masalah, manfaat dari penelitian, batasan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGANTAR Banyaknya masyarakat, khususnya mahasiswa, yang mengunduh musik dalam format MP3 sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Kemajuan teknologi, khususnya internet memfasilitasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1. Universitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Musik merupakan suatu perangkat hiburan yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat. Musik juga merupakan suatu apresiasi yang dapat menciptakan suatu lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan rekaman yang besar disebut juga dengan istilah Major Label

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan rekaman yang besar disebut juga dengan istilah Major Label BAB I PENDAHULUAN Sebuah lagu yang telah tercipta pada dasarnya adalah sebuah karya Intelektual pencipta sebagai perwujudan kualitas rasa, karsa dan ciptanya. group band sebagai pencipta dari karya Intelektual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakarat Indonesia. Terlebih kamera aksi ini banyak dimiliki oleh kalangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakarat Indonesia. Terlebih kamera aksi ini banyak dimiliki oleh kalangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Belakangan ini fenomena digital mengalami perkembangan yang cukup pesat. Kemudahan dalam penggunaannya menjadi kelebihan digital dibandingkan pendahulunya yaitu analog.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia hiburan saat ini berkembang sangat pesat, industri musik merupakan salah satu elemen dari dunia hiburan yang sifatnya menghibur dan sangat diminati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya yaitu dalam bentuk media poster, spanduk, baliho, billboard dan

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya yaitu dalam bentuk media poster, spanduk, baliho, billboard dan BAB I PENDAHULUAN 2.1. Latar Belakang Promosi merupakan salah satu bagian penting dalam melakukan pemasaran suatu produk, jasa ataupun profil dari seorang atau sekelompok individu. Kegiatan promosi bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1990-an, dimulailah era baru ekonomi dunia yang mengintensifkan informasi dan kreativitas, era tersebut populer dengan sebutan ekonomi kreatif atau industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Semenjak media massa dikenal mampu menjangkau khalayak dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Semenjak media massa dikenal mampu menjangkau khalayak dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semenjak media massa dikenal mampu menjangkau khalayak dengan wilayah yang luas, pertumbuhan media dari waktu kewaktu semakin menunjukan peningkatan. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru, baik yang bergabung dalam major label maupun indie label. Indie label dan

BAB I PENDAHULUAN. baru, baik yang bergabung dalam major label maupun indie label. Indie label dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia hiburan saat ini berkembang sangat pesat. Industri musik merupakan salah satu elemen dunia hiburan yang sifatnya menghibur dan sangat diminati oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP Berdasarkan penelitian yang telah selesai dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, di mana metode ini berhasil menjelaskan fenomena kontemporer manajemen musik rekaman dalam menghadapi

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu kebutuhan pokok setiap manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu kebutuhan pokok setiap manusia, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu kebutuhan pokok setiap manusia, karena manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan manusia lain untuk dapat berlangsung hidup.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berbicara di depan umum atau lebih dikenal dengan public speaking adalah

I. PENDAHULUAN. Berbicara di depan umum atau lebih dikenal dengan public speaking adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbicara di depan umum atau lebih dikenal dengan public speaking adalah proses berbicara kepada sekelompok orang dengan cara terstruktur yang disengaja dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

Laporan Hasil Penelitian. PENGGUNAAN MEDIA DIGITAL DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA DI INDONESIA Ringkasan Eksekutif

Laporan Hasil Penelitian. PENGGUNAAN MEDIA DIGITAL DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA DI INDONESIA Ringkasan Eksekutif Laporan Hasil Penelitian PENGGUNAAN MEDIA DIGITAL DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA DI INDONESIA Ringkasan Eksekutif Anak-anak dan remaja yang jumlahnya mencapai hampir sepertiga penduduk yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. penggemar K-Pop di Indonesia untuk mengunduh secara ilegal melalui internet

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. penggemar K-Pop di Indonesia untuk mengunduh secara ilegal melalui internet BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 5.1. Kesimpulan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti bagaimana pengaruh niat penggemar K-Pop di Indonesia untuk mengunduh secara ilegal melalui internet terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://kbbi.web.id/jilbab). Pada zaman orde baru pemerintah melarang

BAB I PENDAHULUAN. (http://kbbi.web.id/jilbab). Pada zaman orde baru pemerintah melarang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia sehingga banyak ditemui perempuan muslim Indonesia menggunakan jilbab,

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi yang melahirkan konsekueansi logis bagi dunia penyiaran radio, maka dengan perkembangan daya pikir seorang manusia

Lebih terperinci

Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri dari Institut Marxisme

Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri dari Institut Marxisme Studi Media Perspektif Media Krititis MIKOM Universitas Muhammadiyah Jakarta Aminah, M.Si Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan diantara perusahaan sejenis semakin ketat. Masing-masing perusahaan akan mempunyai kebijaksanaan bauran promosi yang berbeda-beda, dimana kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Perspektif Sosiologis Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang sesuatu hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I. bereksplorasi dengan bunyi, namun didalamnya juga termasuk mendengarkannya

BAB I. bereksplorasi dengan bunyi, namun didalamnya juga termasuk mendengarkannya BAB I I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan bermusik tidak hanya perkara menciptakan suatu komposisi dan bereksplorasi dengan bunyi, namun didalamnya juga termasuk mendengarkannya sebagai bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oxford University, 1997), Dieter Mack, Apresiasi Musik Musik Populer (Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama,

BAB I PENDAHULUAN. Oxford University, 1997), Dieter Mack, Apresiasi Musik Musik Populer (Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan salah satu elemen yang tidak bisa dilepaskan dalam keseharian. Musik juga memberi ketenangan ketika seseorang sedang mengalami permasalahan,

Lebih terperinci

HAK CIPTA SOFTWARE. Pengertian Hak Cipta

HAK CIPTA SOFTWARE. Pengertian Hak Cipta HAK CIPTA SOFTWARE Pengertian Hak Cipta Hak cipta (lambang internasional: ) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu.

Lebih terperinci

Makalah. Lisensi Freeware, Shareware dan Opensource Software. Daeng X-5. SMA Negeri 1 Kota Bandung * 1 *

Makalah. Lisensi Freeware, Shareware dan Opensource Software. Daeng X-5. SMA Negeri 1 Kota Bandung * 1 * Makalah Lisensi Freeware, Shareware dan Opensource Software Daeng SMA Negeri 1 Kota Bandung * 1 * Kata Pengantar Alhamdulillah puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat

Lebih terperinci

BAB 3 PENGUMPULAN DATA

BAB 3 PENGUMPULAN DATA BAB 3 PENGUMPULAN DATA 3.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai perilaku konsumen Indonesia terhadap aktifitas mengunduh file lagu. Penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

ANALISIS ISI PROGRAM TELEVISI LOKAL BERJARINGAN DI BANDUNG (STUDI PADA PROGRAM KOMPAS TV, TVRI, DAN IMTV)

ANALISIS ISI PROGRAM TELEVISI LOKAL BERJARINGAN DI BANDUNG (STUDI PADA PROGRAM KOMPAS TV, TVRI, DAN IMTV) ANALISIS ISI PROGRAM TELEVISI LOKAL BERJARINGAN DI BANDUNG (STUDI PADA PROGRAM KOMPAS TV, TVRI, DAN ) Fathania Pritami Prodi S1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom Jl. Telekomunikasi

Lebih terperinci

Mendayagunakan Kreativitas Untuk Menciptakan Peluang Usaha dan Memperoleh Penghasilan

Mendayagunakan Kreativitas Untuk Menciptakan Peluang Usaha dan Memperoleh Penghasilan Mendayagunakan Kreativitas Untuk Menciptakan Peluang Usaha dan Memperoleh Penghasilan Oleh : Lale Triwidya Helani (10.11.3925) Teknologi Informatika STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 Abstraksi Kreativitas adalah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran penelitian, di mana kesimpulan diharapkan dapat memberi gambaran menyeluruh tentang temuan dan analisis atas masalah utama penelitian, yakni manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era digital saat ini, masyarakat Indonesia telah menjadi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era digital saat ini, masyarakat Indonesia telah menjadi masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era digital saat ini, masyarakat Indonesia telah menjadi masyarakat informasi yang ditandai dengan besarnya kebutuhan akan informasi dan masyarakat dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Komunikasi adalah proses penyampaian informasi-informasi, pesan-pesan gagasan-gagasan atau pengertian-pengertian, dengan menggunakan lambanglambang yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat merupakan pelaku kegiatan ekonomi dimana masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa. Masyarakat dalam kegiatan ekonomi melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sudah menjadi kenyataan bahwa kemajuan suatu bangsa akan ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sudah menjadi kenyataan bahwa kemajuan suatu bangsa akan ditandai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi kenyataan bahwa kemajuan suatu bangsa akan ditandai dengan peningkatan kebutuhan diberbagai bidang kehidupan, mulai dari kebutuhan jasmani, rohani,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Comment [g1]: Integrate dengan jurnal mantap musisi indie jobin. 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Comment [g1]: Integrate dengan jurnal mantap musisi indie jobin. 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Comment [g1]: Integrate dengan jurnal mantap musisi indie jobin Berdasarkan pernyataan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Musik adalah sebuah media yang sangat mudah diterima oleh semua orang (masyarakat). Musik juga memiliki beberapa jenis kategori atau yang biasa disebut genre

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meresap banyak informasi secara langsung dari media. berubah sesuai dengan situasi yang berlaku. 2 Komunikasi mengacu tindakan

BAB I PENDAHULUAN. meresap banyak informasi secara langsung dari media. berubah sesuai dengan situasi yang berlaku. 2 Komunikasi mengacu tindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan serta pertumbuhan ilmu-ilmu pengetahuan menggambarkan perkembangan manusia dalam berkomunikasi dan kesadaran dalam bermasyarakat. Komunikasi masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi pada era globalisasi saat ini sangatlah cepat, dimana perubahan banyak terjadi dalam tatanan kehidupan manusia, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

SEJARAH KOMUNIKASI MASSA

SEJARAH KOMUNIKASI MASSA Pengajar : Nuria Astagini SEJARAH KOMUNIKASI MASSA SESI-3 KOMUNIKASI MASSA UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA 2014 Era Komunikasi Lisan Informasi dan Ilmu pengetahuan disebar luaskan melalui ucapan lisan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aliran musik Grunge merupakan sebuah inovasi dari aliran musik rock

BAB I PENDAHULUAN. Aliran musik Grunge merupakan sebuah inovasi dari aliran musik rock 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran musik Grunge merupakan sebuah inovasi dari aliran musik rock dan punk yang sudah ada sebelumnya. Yang tentunya tidak terlepas dari pengaruh perkembangan musik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kita pasti masih ingat dengan fenomena kemenangan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki (Ahok) dalam pemilihan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang berjalan selama 2 kali

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Teknologi merupakan salah satu aspek yang sangat mempengaruhi kehidupan

Bab I. Pendahuluan. Teknologi merupakan salah satu aspek yang sangat mempengaruhi kehidupan Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penelitian Teknologi merupakan salah satu aspek yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Dewasa ini dengan kemajuan teknologi yang pesat, hampir seluruh kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1 Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi sekarang ini, informasi mengenai berbagai hal bisa kita dapatkan dengan mudah dan cepat. Berkomunikasi adalah cara yang digunakan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Musik juga menjadi warna tersendiri yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Musik juga menjadi warna tersendiri yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Musik adalah salah satu bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam elemen kehidupan masyarakat. Musik juga menjadi warna tersendiri yang dapat menghipnotis, membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mencolok untuk dijadikan daya tariknya. Selain kemasan. hal yang penting dalam pemasaran produk.

BAB I PENDAHULUAN. yang mencolok untuk dijadikan daya tariknya. Selain kemasan. hal yang penting dalam pemasaran produk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap produk berkeinginan mempunyai kemasan yang beragam dan bisa menarik perhatian calon konsumennya, hal ini terjadi pada produkproduk yang beredar di pasaran

Lebih terperinci

Intellectual Property Rights and Ethics. Dahlia Widhyaestoeti, S.Kom dahlia74march.wordpress.com

Intellectual Property Rights and Ethics. Dahlia Widhyaestoeti, S.Kom dahlia74march.wordpress.com 8 Intellectual Property Rights and Ethics Dahlia Widhyaestoeti, S.Kom dahlia74march.wordpress.com Sumber Understanding Computers in a Changing Society, 3rd Edition Copycat Materi Hak kekayaan intelektual

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN Dalam bab ini diuraikan proses pengembangan model penilaian otentik dalam pembelajaran membaca pemahaman yang telah

Lebih terperinci

Review Buku : Rozaqul Arif

Review Buku : Rozaqul Arif Review Buku : Rozaqul Arif Judul Buku : Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia) Penulis : Rulli Nasrullah Jumlah Halaman : xxix + 296 Tahun : 2014 Penerbit : Kencana Prenadamedia Group Perubahan merupakan

Lebih terperinci

REGULASI PENYIARAN DI INDONESIA

REGULASI PENYIARAN DI INDONESIA REGULASI PENYIARAN DI INDONESIA Era Reformasi&Berakhirnya Era Orde Baru Proses disahkannya undang-undang penyiaran tersebut terjadi pada era pemerintahan Presiden Megawati. Tujuannya untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. pemahaman secara mendalam dari fenomena yang terjadi pada gitaris rock dalam

Bab I. Pendahuluan. pemahaman secara mendalam dari fenomena yang terjadi pada gitaris rock dalam Bab I Pendahuluan 1.1. Introduksi Penelitian ini menggunakan metode kualititatif karena untuk memperoleh pemahaman secara mendalam dari fenomena yang terjadi pada gitaris rock dalam proses mengambil keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamika komunikasi masyarakat. Pada kehidupan sehari-hari seorang yang dulu

BAB I PENDAHULUAN. dinamika komunikasi masyarakat. Pada kehidupan sehari-hari seorang yang dulu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradaban manusia yang semakin maju ditandai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan teknologi juga mempengaruhi dinamika komunikasi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sementara itu, istilah politik pada konteks ini berarti kekuasaan. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Sementara itu, istilah politik pada konteks ini berarti kekuasaan. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah ekologi politik secara etimologis berasal dari dua kata, yaitu ekologi dan politik. Ekologi di sini difokuskan pada konteks sumberdaya alam. Artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam era informasi sekarang ini, masyarakat sangat membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam era informasi sekarang ini, masyarakat sangat membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era informasi sekarang ini, masyarakat sangat membutuhkan sumber informasi yang disajikan oleh media. Masyarakat menjadikan media sebagai subjek pembicaraan di

Lebih terperinci

BAB V IDEOLOGI ARMADA RACUN

BAB V IDEOLOGI ARMADA RACUN BAB V IDEOLOGI ARMADA RACUN 5.1. Ideologi Armada Racun Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan grup band Armada Racun pada tanggal 1 Februari 2012 di Jogjakarta, penulis menemukan suatu ideologi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya alam dan sumber daya manusia harus maksimal agar bisa menyejahterakan

BAB I PENDAHULUAN. daya alam dan sumber daya manusia harus maksimal agar bisa menyejahterakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Objek Dalam era pembangunan seperti sekarang ini, sebuah negara diharuskan untuk bisa berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, pengelolaan sumber daya alam dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet.

BAB I PENDAHULUAN. yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet. Ditengah perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan mereka (Body dkk, 2000: 3). Bagian penting dari instrument

I. PENDAHULUAN. kebutuhan mereka (Body dkk, 2000: 3). Bagian penting dari instrument I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Salah satu keberhasilan dunia usaha adalah pemasaran. Pemasaran mengantisipasi dan mengukur pentingnya kebutuhan dan keinginan dari kelompok konsumen tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Berbagi Pengetahuan Berbagi pengetahuan adalah kegiatan bekerjasama yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar tercapai tujuan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi massa semakin pesat dan mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan dewasa ini, sehingga informasi dapat berpindah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman yang sangat berkembang seperti saat ini khususnya dibidang teknologi menjadikan informan lebih mudah untuk mengkomunikasikan dan mengiklankan sesuatu kepada

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II. BAB III ANALISIS Sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada Tugas Akhir ini, maka dilakukan analisis pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Analisis komunitas belajar. 2. Analisis penerapan prinsip psikologis

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1 Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Pasal 28 Anggaran Dasar Badan Perfilman Indonesia, merupakan rincian atas hal-hal yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Artinya, hampir semua kajian sosial selalu melibatkan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Artinya, hampir semua kajian sosial selalu melibatkan komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hampir semua studi tantang manusia dan kehidupan, selalu berhubungan dengan komunikasi. Komunikasi memang selalu ada pada setiap kegiatan manusia. Banyak ahli yang membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata dihabiskan di media digital antara lain untuk mengelola website personal

BAB I PENDAHULUAN. ternyata dihabiskan di media digital antara lain untuk mengelola website personal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika Internet sudah menjadi suatu hal yang biasa dan kini bergeser menjadi salah satu kebutuhan masyarakat umum di Indonesia. Para pelaku bisnis pun melihat hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. film memiliki realitas tersendiri yang memiliki dampak yang dapat membuat

BAB I PENDAHULUAN. film memiliki realitas tersendiri yang memiliki dampak yang dapat membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Film merupakan suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan kemajuan zaman. Masyrakat modern kini menjadikan informasi sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan kemajuan zaman. Masyrakat modern kini menjadikan informasi sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi terus berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Masyrakat modern kini menjadikan informasi sebagai kebutuhan pokok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi mempunyai definisi yaitu sebuah transmisi sebuah pesan dari sumber kepada penerima, lebih dari 50 tahun konsep komunikasi dikemukakan olehn Harold Lasswell,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menciptakan inovasi-inovasi serta kreasi-kreasi yang baru dan dapat berguna bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. menciptakan inovasi-inovasi serta kreasi-kreasi yang baru dan dapat berguna bagi 13 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya manusia modern, menimbulkan konsekuensi kebutuhan hidup yang makin rumit. Perkembangan tersebut memaksa manusia untuk

Lebih terperinci

Pengenalan Teknologi Informasi

Pengenalan Teknologi Informasi Prodi Teknik Informatika FMIPA Unsyiah November 22, 2011 Selain memberikan banyak keuntungan dalam memenuhi kebutuhan akan informasi, Internet juga dapat menjadi ancaman, terutama bagi Perlindungan Hak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai tahun 1998 setelah peristiwa pengunduran diri Soeharto dari jabatan kepresidenan. Pers Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radio merupakan salah satu media informasi sebagai unsur dari proses

BAB I PENDAHULUAN. Radio merupakan salah satu media informasi sebagai unsur dari proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Radio merupakan salah satu media informasi sebagai unsur dari proses komunikasi, dalam hal ini sebagai media massa. Radio mempunyai sifat khas yang menjadi

Lebih terperinci

2016 PERSEPSI PEMIRSA TENTANG OBJEKTIVITAS BERITA DI KOMPAS TV

2016 PERSEPSI PEMIRSA TENTANG OBJEKTIVITAS BERITA DI KOMPAS TV BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu karakteristik komunikasi massa adalah feedback yang tertunda atau delayed, sehingga komunikator membutuhkan waktu untuk mengetahui tanggapan atau

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Pertemuan 14 MODUL 14 Oleh : Dwi Hastuti Puspitasari, SKom, MMSI POKOK BAHASAN Konvergensi Media DESKRIPSI Pokok bahasan ini akan membahas mengenai Konvergensi Media. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kini, film merupakan salah satu pilihan utama masyarakat untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kini, film merupakan salah satu pilihan utama masyarakat untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kini, film merupakan salah satu pilihan utama masyarakat untuk mencari hiburan. Alasannya karena film adalah sebuah hiburan yang dapat dijangkau dari segala

Lebih terperinci

Mengapa Saya Harus Mempelajari Manajemen Pemasaran?

Mengapa Saya Harus Mempelajari Manajemen Pemasaran? Mengapa Saya Harus Mempelajari Manajemen Pemasaran? Oleh : Laksmita Sari Dosen : Nanang Suryadi, SE,,MM Pernahkah kita berfikir tentang apa yang akan kita lakukan hari ini dan dengan produk dari merk apa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Isaac & Michael

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Isaac & Michael BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Isaac & Michael menjelaskan penelitian deskriptif adalah melukiskan secara fakta atau karakteristik

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jawa Barat atau yang lebih dikenal dengan etnis Sunda sangat kaya dengan berbagai jenis kesenian. Kesenian itu sendiri lahir dari jiwa manusia dan gambaran masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu-isu konflik kemanusiaan yang berujung kepada perang atau tindak

BAB I PENDAHULUAN. Isu-isu konflik kemanusiaan yang berujung kepada perang atau tindak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu-isu konflik kemanusiaan yang berujung kepada perang atau tindak kekerasan tidak hanya terjadi di zaman dulu. Di era zaman modern seperti sekarang, isu-isu perang

Lebih terperinci