KAJIAN TEKNIS PENGARUH PENGEBORAN MIRING PADA PELEDAKAN LAPISAN TANAH PENUTUP TERHADAP PRODUKTIVITAS ALAT MUAT SHOVEL LIEBHERR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN TEKNIS PENGARUH PENGEBORAN MIRING PADA PELEDAKAN LAPISAN TANAH PENUTUP TERHADAP PRODUKTIVITAS ALAT MUAT SHOVEL LIEBHERR"

Transkripsi

1 KAJIAN TEKNIS PENGARUH PENGEBORAN MIRING PADA PELEDAKAN LAPISAN TANAH PENUTUP TERHADAP PRODUKTIVITAS ALAT MUAT SHOVEL LIEBHERR 9350 DI COLLAR 2-3 PT. SAPTAINDRA SEJATI TUTUPAN KALIMANTAN SELATAN SKRIPSI Oleh HERI WIRATMOKO NIM JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2011

2 KAJIAN TEKNIS PENGARUH PENGEBORAN MIRING PADA PELEDAKAN LAPISAN TANAH PENUTUP TERHADAP PRODUKTIVITAS ALAT MUAT SHOVEL LIEBHERR 9350 DI COLLAR 2-3 PT. SAPTAINDRA SEJATI TUTUPAN KALIMANTAN SELATAN SKRIPSI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta Oleh HERI WIRATMOKO NIM JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2011

3 KAJIAN TEKNIS PENGARUH PENGEBORAN MIRING PADA PELEDAKAN LAPISAN TANAH PENUTUP TERHADAP PRODUKTIVITAS ALAT MUAT SHOVEL LIEBHERR 9350 DI COLLAR 2-3 PT. SAPTAINDRA SEJATI TUTUPAN KALIMANTAN SELATAN SKRIPSI Oleh HERI WIRATMOKO NIM Disetujui Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta Tanggal :... Pembimbing I Pembimbing II ( Ir. Sudarsono, MT ) ( Dra. Indun Titisariwati, MT )

4 RINGKASAN Pada tahun 2010 PT. Saptaindra Sejati job site PT. Adaro ditargetkan untuk melakukan pembongkaran overburden sebesar bcm/tahun, 85% dari kegiatan tersebut atau sekitar bcm/tahun dilakukan dengan menggunakan kegiatan pemboran dan peledakan. Pada daerah penelitian yaitu di Collar 2 sampai Collar 3 terdapat kemiringan jenjang yang landai (40 o ) dikarenakan daerah tersebut merupakan dinding akhir (Final Wall) dari pit tersebut. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan PT. SIS, daerah tersebut masih ekonomis untuk ditambang lagi dan dilakukan perluasan pit. Karena telah ditemukan kembali seam batubara pada jarak 100 meter dari jenjang akhir. Maka dilakukan kembali pengupasan lapisan tanah penutup agar dapat melakukan kegiatan produksi pada seam batubara yang baru. Pada kenyataan dilapangan pada daerah collar 2 sampai collar 3 sering dijumpai material hasil peledakan yang tidak ikut terbongkar pada bagian toe yang biasanya disebut candi. Dimana untuk kegiatan pemuatan pada bagian toe, alat muat sering kesulitan untuk loading pada daerah tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan pada lokasi peledakan yaitu pada daerah collar, ada material yang tidak terkena energi peledakan sehingga tidak terbongkar. Sehingga dengan penggunaan lubang miring dapat membantu memberaikan batuan tersebut. Yang kemudian akan dianalisa pengaruhnya terhadap produksi alat muat. Dari pengamatan dilapangan, untuk daerah collar dengan geometri peledakan lubang tegak yang diterapkan saat ini yaitu, burden baris pertama sebesar 3m, burden baris kedua sampai dengan baris seterusnya 8m, spacing 9m, stemming 4,2m, subdrilling 0,5m, powder charge 4,3m, kedalaman lubang ledak 8,5m, dengan powder factor rata-rata sebesar 0,27 kg/bcm. Dengan pemboran lubang miring pada baris pertama dimana burden sebesar 3m, baris kedua sebesar 5m, dan baris ketiga sampai dengan seterusnya 8m, hal ini dimaksudkan agar nilai dari burden tetap (8m). Spasing, stemming, subdrilling, powder charge dan kedalaman lubang sama, powder factor ratarata sebesar 0,30 kg/bcm. Dari hasil pengamatan dilapangan, untuk hasil peledakan bor miring pada daerah collar berhasil mengurangi tonjolan pada daerah toe. Peningkatan produksi karena lebih banyak material yang dapat terbongkar dibandingkan dengan material yang tertinggal. Pada peledakan lubang tegak terjadi peningkatan produktifitas alat muat Shovel, dimana produktifitas Shovel SH01A saat melakukan aktifitas pemuatan hasil peledakan geometri lubang tegak sebesar 450,18 bcm/jam dan untuk pemuatan hasil peledakan geometri lubang miring sebesar 552,04 bcm/jam. Produktifitas SH02A saat pemuatan hasil peledakan lubang tegak sebesar 411,43 bcm/jam dan untuk pemuatan hasil peledakan lubang miring sebesar 585,47. Terjadi kenaikan recovery sebesar 13,55% dari hasil peledakan lubang miring pada daerah collar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peledakan lubang miring pada daerah collar dapat meningkatkan produktifitas alat muat dibandingkan dengan peledakan lubang tegak untuk daerah collar. v

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-nya-lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. Saptaindra Sejati job site PT. ADARO Kalimantan Selatan dari tanggal 14 Maret sampai dengan 24 Juni Atas segala bantuan, bimbingan, dukungan serta saran-saran dalam penyusunan skripsi ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Andri Wijaya Kusuma, Pembimbing lapangan PT. Saptaindra Sejati job site PT. Adaro Indonesia Kalimantan Selatan 2. Prof. Dr. H. Didit Welly Udjianto, MS, Rektor Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. 3. Dr. Ir.S Koesnaryo, M.Sc, Dekan Fakultas Teknologi Mineral 4. Ir. Anton Sudiyanto, MT, Ketua Jurusan Teknik Pertambangan. 5. Ir. Sudarsono, MT, Pembimbing I. 6. Dra. Indun Titisariwati, MT, Pembimbing II. 7. Kedua orang tua yang banyak memberikan dorongan, bimbingan dan doa. 8. Dosen dan rekan-rekan mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, terima kasih atas dukungan dan sarannya. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi perusahaan dan pemerhati pertambangan. Yogyakarta, Penulis, Heri Wiratmoko

6 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN xiii BAB Halaman I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Metode Pelitian Batasan Masalah Manfaat Penelitian II TINJAUAN UMUM Keadaan Geografi Keadaan Geologi Cadangan Batubara dan Produksi Batubara Kegiatan Penambangan III DASAR TEORI Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Peledakan Pola pemboran Pola Peledakan Geometri Peledakan Produksi Alat Muat IV PEMBORAN DAN PELEDAKAN YANG DILAKSANAKAN Pemboran Peledakan Pengamatan Kegiatan Pemuatan Dilapangan V PEMBAHASAN Persiapan Lokasi Pemboran Pemboran peledakan viii

7 BAB Halaman 5.4. Produksi Recovery Peledakan VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

8 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1. Peta Kesampaian Daerah Stratigrafi Cekungan Barito Stratigrafi Lokal Daerah Tutupan Pengupasan Tanah Pucuk Pemboran Peledakan Disposal Area Penggalian dan Pengangkutan di Pit Pemuatan Batubara di ROM Pengangkutan Batubara dari ROM ke Crushing Plant di Kelanis Pembentukan Lereng Akhir pada Kegiatan Penambangan Mekanisme Pecahnya Batuan Arah Pemboran Pola Bujur Sangkar Pola Persegi Panjang Pola Zigzag Bujur Sangkar Pola Zigzag Persegi Panjang Pengaruh Energi Peledakan pada Pola Pemboran Ketidakteraturan Tata Letak Penyimpangan Arah dan Sudut Pemboran Kedalaman dan Kebersihan Lubang Bor Peledakan Tunda Antar Baris Peledakan Tunda antar Beberapa Lubang Peledakan Tunda Antar Lubang Pengaruh Burden bagi Hasil Peledakan Pengaruh Diameter Lubang Tembak bagi Tinggi Stemming Alat Bor Drilltech D 50 KS x

9 Gambar Halaman 4.2. Alat Bor D 245 S Alat Bor Reedrill SKF Infinity Series Pemboran Tegak Pemboran Miring Material yang Tertinggal Dilapangan Pola Peledakan Box Cut Pola Peledakan Echelon Cut Pengisian Emulsi pada Lubang Tembak Fragmentasi Hasil Peledakan Dilapangan MMU Inhole Delay 500ms dan Spartan Booster Design Pemboran Miring Peledakan Bor Tegak pada Daerah Collar Peledakan Bor Miring pada Daerah Collar Konfigurasi Waktu Tunda pada Pola Peledakan Echelon Lokasi Hasil Peledakan Lubang Miring xi

10 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 2.1. Data Curah Hujan Tahun Cadangan Batubara PT. Adaro indonesia Jumlah Produksi Batubara PT. Adaro Indonesia Data Geometri Peledakan untuk Kondisi Normal Data Geometri Peledakan untuk Pemboran Tegak pada Daerah Penelitian Data Geometri Peledakan untuk Pemboran Miring Data Geometri Peledakan Lubang Tegak Data Geometri Peledakan Lubang Miring Pada Row xii

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman A. KESEDIAAN WAKTU KERJA DAN SASARAN PRODUKSI B. SPESIFIKASI PERALATAN PEMBORAN DAN ALAT MUAT C. PRODUKSI ALAT BOR D. PERHITUNGAN GEOMETRI PELEDAKAN E. HASIL PENGAMATAN DAN FRAGMENTASI F. PERHITUNGAN JUMLAH BAHAN PELEDAK G. WAKTU EDAR ALAT MUAT DAN PRODUKTIVITAS ALAT MUAT. 103 xiii

12 BAB I PENDAHULUAN PT Saptaindra Sejati adalah salah satu kontraktor PT Adaro Indonesia yang merupakan salah satu perusahaan batubara yang terdapat di Kalimantan Selatan. Sistem penambangan yang diterapkan oleh PT. Adaro Indonesia adalah sistem tambang terbuka (Surface Mining) dengan metode " Strip mine " yang kegiatan penambangannya meliputi : pembukaan lokasi tambang dan pembersihan lahan, pengupasan lapisan penutup, penggalian dan pengangkutan batubara. Metode " Strip mine " dilakukan karena wilayah tambang Tutupan mempunyai kemiringan seam batubara antara Salah satu kegiatan penambangannya adalah pengupasan lapisan penutup dengan cara pemboran dan peledakan. Kegiatan pemboran yang dilakukan saat ini menggunakan dua unit alat bor Drilltech D 50 KS, dua unit alat bor Drilltech D 245 S dan dua unit Reedrill SKF Infinity Series dengan jenis mata bor yang digunakan adalah button bit berdiameter 7 7/8 inch. Sedangkan bahan peledak yang digunakan adalah Emulsi Latar Belakang Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh PT. Saptaindra Sejati (SIS) dalam memproduksi adalah dengan kegiatan pemboran dan peledakan. Peledakan yang dilakukan pada tanah lapisan penutup, berfungsi untuk memberaikan material kompak. Lapisan penutup di PT. SIS terdiri dari batupasir. Pada daerah penelitian yaitu di Collar 2 sampai Collar 3 terdapat kemiringan jenjang yang landai (40 o ) dikarenakan daerah collar merupakan dinding akhir (Final Wall) dari pit tersebut. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan PT. SIS, daerah tersebut masih ekonomis untuk ditambang lagi dan dilakukan perluasan pit. Karena telah ditemukan kembali seam batubara pada jarak 100 meter dari jenjang akhir. Maka dilakukan kembali pengupasan lapisan tanah penutup agar dapat melakukan kegiatan produksi pada seam batubara yang baru. 1

13 PT. SIS sebelumnya melakukan peledakan dengan pemboran tegak pada daerah collar. Namun masih terdapat material yang keras pada bagian bottom burden. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukanlah pemboran miring pada row-1 (pertama) yang hanya dilakukan diawal kegiatan pemboran dan peledakan di daerah Final Wall. Kemudian akan dianalisa pengaruhnya terhadap produktifitas alat muat yang digunakan Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengurangi terbentuknya tonjolan pada toe (candi) 2. Mengetahui pengaruh peledakan dengan pemboran miring terhadap produktivitas alat muat Metode Penelitian Metode penelitian berdasarkan hasil kegiatan selama penelitian di PT.SIS yaitu : Studi literature Dengan mengumpulkan data-data yang ada kaitannya dengan kegiatan peledakan maupun hasil pengamatan selama dilapangan Pengumpulan data Data yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini dikumpulkan dengan cara : 1. Pengambilan data primer (pengamatan lapangan), dilakukan dengan cara mengamati secara langsung kegiatan pemboran dan peledakan dilapangan. Data tersebut antara lain: a. Pengukuran kemiringan jenjang b. Metode pemboran dan peledakan c. Bahan peledak yang digunakan d. Produksi pemboran dan peledakan e. Hasil pemboran dan peledakan f. Cycletime alat muat 2

14 2. Pengambilan data sekunder : a. Data dari kegiatan harian Drill and Blast Department b. Data produksi bulanan dari MCR (Monitoring Control Room) Interview (Wawancara) Metode ini dilakukan dengan cara tanya jawab kepada operator dilapangan dan Group Leader yang menangani kegiatan peledakan pada PT.SIS beserta staf dan kontraktornya Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Lokasi penelitian terletak pada daerah Low Wall yaitu Collar 2 Collar 3 pada area tambang terbuka Tutupan. 2. Pembahasan dan pemecahan masalah dibatasi pada penggunaan teknik pemboran dengan kemiringan sebagai upaya meningkatkan produktifitas alat muat Power Shovel pada saat loading di daerah Collar Penelitian hanya membahas mengenai geometri pemboran dan peledakan serta digging time alat muat sebagai parameter pengaruh peledakan. 4. Kegiatan peledakan pada daerah penelitian dibatasi sampai dengan 10 meter dari seam batubara Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan studi perbandingan bagi penelitian yang ada kaitannya dengan permasalahan pemboran dan peledakan. 2. Sebagai bahan masukan untuk melakukan perencanaan kegiatan pemboran dan peledakan selanjutnya yang sesuai dengan kondisi dilapangan. 3

15 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Keadaan Geografi 2) Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi PKP2B Eksplorasi & Eksploitasi PT. Adaro Indonesia terletak di daerah administratif Kalimantan Selatan yang berada di Kabupaten Tabalong (Kecamatan Muara harus, Murung Pudak, Upau, Tanta dan Kelua), kabupaten Balangan (Paringin, Lampihong, Awayan dan Batumandi). Dari Banjarmasin, ibukota provinsi Kalimanatan Selatan tambang PT Adaro tutupan (Gambar 2.1) dipisahkan oleh jarak sepanjang 220 km yang biasanya ditempuh selama 4-5 jam dan 15 km dari kota Tanjung dengan jalan beraspal. Untuk daerah pengolahan, pemasaran atau pengapalan batubara terletak di Desa Kelanis kecamatan Dusun Hilir/Mangkatip dan Desa Rangga ilung, Kecamatan Jenamas serta Pasar Panas, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Daerah penambangan batubara PT.Adaro Indonesia merupakan daerah yang termasuk dalam wilayah kuasa pertambangan Eksploitasi DU. 182/Kal-Sel. Daerah operational PT. Adaro Indonesia secara geografis berada pada: 115º33 30 sampai dengan 115º36 10 Bujur Timur 2º7 30 sampai dengan 2º25 30 Lintang Selatan. Areal PKP2B PT. Adaro Indonesia meliputi empat lokasi endapan cadangan yaitu daerah Paringin, Tutupan, Wara dan Warukin. Operasi penambangan batubara tambang Paringin dimulai beroperasi bulan September 1991, sedangkan tambang Tutupan mulai beroperasi bulan Desember Sedangkan tambang Wara pernah dilakukan penambangan tetapi karena tidak dianggap ekonomis, maka penambangan di Wara dihentikan, sedangkan di Warukin walaupun memiliki cadangan yang banyak, tetapi batubaranya adalah batubara muda dan terletak di perkampungan penduduk. 4

16 Sumber : Departemen Business and Development PT. Adaro Indonesia, 1988 Gambar 2.1. Peta Kesampaian Daerah Kondisi Iklim dan Cuaca Daerah tambang Tutupan memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata 28º - 35º. Di wilayah tambang tutupan curah hujan bulanan maksimum mm pada bulan Desember dan curah hujan bulanan minimum mencapai 7 mm pada bulan Agustus. Curah hujan tertinggi terjadi pada setiap bulan Desember Maret setiap tahunnya, sedangkan curah hujan terendah terdapat pada bulan Juni Agustus setiap tahunnya. Tabel 2.1. Data Curah Hujan Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des

17 Flora dan Fauna Keadaan flora disekitar wilayah PT. Adaro Indonesia hampir sama dengan daerah lain di Indonesia. Flora yang mendominasi di daerah ini adalah seperti pohon karet, rumput ilalang, pohon bambu, cemara, dan lain-lain, yang dapat tumbuh dengan subur sesuai dengan keadaan iklim tropis. Keadaan fauna yang mendominasi pada daerah ini adalah binatang ternak sapi, ayam, kambing, monyet, dll. Selain itu masih terdapat juga adanya hewan rusa walaupun jarang Keadaan Geologi 2) Morfologi Keadaan topografi di daerah tambang Tutupan adalah mendatar dari ketinggian 30 meter diatas muka laut dan kondisi berawa sedangkan daerah perbukitannya setinggi 200 meter dan di aliri banyak sungai-sungai kecil. Pada daerah yang lebih rendah dipenuhi oleh sawah masyarakat, perkebunan karet dan padang rumput. Sedangkan daerah perbukitannya dipenuhi dengan hutan Stratigrafi Wilayah kuasa pertambangan PT Adaro Indonesia secara regional termasuk dalam cekungan kutai, Cekungan Kutai ini, dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Cekungan Barito yang terdapat di sebelah barat Pegunungan Meratus dan Cekungan Pasir yang terdapat di sebelah Timur Pegunungan Meratus. Secara khusus wilayah kerja penambangan PT Adaro Indonesia terletak pada Cekungan Barito yang terletak di terletak di tepi bagian timur Sub-cekungan Barito di dekat Pegunungan Meratus. Subcekungan Barito merupakan bagian selatan cekungan Kutai yang berupa suatu cekungan luas dan meliputi Kalimantan bagian Selatan dan Timur selama zaman Tersier. Cekungan Barito, terdiri dari empat formasi yang berumur eosin sampai plesitosen. Adapun urut-urutan stratigrafi formasi cekungan Barito berdasarkan waktu terbentuknya adalah : 6

18 Formasi Tanjung Formasi paling tua yang ada di daerah penambangan, berumur Eosen, yang diendapkan pada lingkungan paralis hingga neritik yang ketebalannya meter, terdiri dari perselingan batu pasir kwarsa, batu lempung dan batu lanau sisipan batubara. Bersisipan juga batu gamping dan ditemukan konglomerat. Formasi ini diendapkan pada lingkungan paralik hingga neritik dengan ketebalan sekitar 900 meter. Hubungannya tidak selaras dengan batu pratersier Formasi Berai Formasi ini diendapkan pada lingkungan lagon hingga neritik tengah dengan ketebalan hingga meter. Berumur oligosen bawah sampai miosen awal, hubungannya selaras dengan formasi Tanjung yang terletak dibawahnya. Formasi ini terdiri dari pengendapan laut dangkal di bagian bawah, batu gamping dan napal di bagian atas Formasi Warukin Yang diendapkan pada lingkungan neritik dalam hingga deltaic dengan ketebalan meter, dan merupakan formasi paling produktif, berumur mioesen tengah sampai plestosen bawah. Pada formasi ini ada tiga lapisan paling dominan, yaitu : 1. Batu lempung dengan ketebalan ± 100 meter 2. Batu lumpur dan batu pasir dengan ketebalan meter, dengan bagian atas terdapat deposit batubara sepanjang 10 meter. 3. Lapisan batubara dengan tebal cadangan meter, yang pada bagian bawah lapisannya terdiri dari pelapisan pasir dan batupasir yang tidak kompak dan lapisan bagian atasnya yang berupa lempung dan batu lempung dengan ketebalan meter. Formasi warukin ini hubungannya selaras dengan formasi Berai yang ada dibawahnya Formasi Dohor Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral hingga supralitoral, yang berumur miosen sampai plioplistosen dengan ketebalan meter. Formasi ini letaknya tidak selaras dengan ketiga formasi dibawahnya dan tidak selaras 7

19 dengan endapan alluvial yang ada diatasnya. Formasi ini adalah perselingan batuan konglomerat dan batupasir yang tidak kompak, diformasi ini juga ditemukan batu lempung lunak, lignit dan limonit. Formasi yang mengandung endapan batubara pada PT Adaro Indonesia adalah formasi Tanjung dan Warukin. Adapun stratigrafi cekungan Barito tersusun atas perselingan batupasir, batubara dan batu lempung (gambar 2.2) Geologi Daerah Secara garis besar lokasi kontrak kerja PT. Adaro terletak pada formasi warukin yang banyak mengandung endapan batubara yang diselingi oleh batu lempung dan batupasir. Tambang batubara PT. Adaro Indonesia terdapat pada tiga blok yang terpisah yaitu : blok Tutupan ( gambar 2.3 ), Wara dan Paringin. Blok tutupan mengandung tiga lapisan batubara utama (major seam) yaitu T100, T200, T300, serta beberapa lapisan minor yaitu pada T100 adalah A, B, C, D pada T200 adalah E, F dan pada T300 adalah G, H. Batubara pada blok Tutupan memiliki ketebalan sampai 50 meter dengan kemiringan berkisar antara 30 sampai 50. Dalam blok Paringin ada satu lapisan utama P500 dan terdapat juga lapisan minor. Pada blok Paringin ketebalan batubara mencapai 38 meter, dengan kemiringan berkisar antara 10 sampai 25. Blok Wara memiliki tiga lapisan batubara utama yaitu W100, W200, dan W300 dengan kemiringan lapisan 10 sampai 35 dan ketebalan batubara adalah 12 sampai 14 meter Struktur Geologi Bukit Tutupan dengan panjang sekitar 20 km tersebar dari timur laut ke barat daya. Bukit ini dibentuk oleh adanya pergerakan dua struktur sesar yang berdekatan satu dengan lainnya. Salah satu struktur sesar itu adalah struktur sesar Dahai tersebar sepanjang bagian barat kaki bukit Tutupan, yang awalnya ada di Desa Buliak di selatan dan terus berlanjut sampai timur laut diluar areal kontrak PT. Adaro Indonesia. Sesar ini diintepretasikan seperti terletak pada batas antara formasi Dahor di sebelah barat dan formasi Warukin di timur. Formasi Warukin terdorong diatas Formasi Dahor, adapun sesar lain adalah Tanah abang-tutupan Timur mendorong 8

20 sesar yang keluar sepanjang timur kaki bukit. Sesar tersebut meluas sepanjang selatan Dahai sampai ke lapangan minyak timur laut Tepian timur.kejadian sesarsesar ini telah dibuktikan lewat data seismic dan pengeboran pada sumur minyak. Tanah Abang-Tutupan Timur merupakan salah satu struktur antiklin yang saat ini masih ada dan terletak di bagian barat kaki bukit Tutupan. STRATIGRAFI CEKUNGAN BARITO (ADARO RESOURCES REPORT, 1999) UMUR STRATIGRAFI KOLOM STRATIGRAFI LITOLOGI KUARTER ALLUVIUM Deposit sungai dan rawa FASIES TEBAL (m) PLIOSEN ATAS FORMASI DAHOR Batuan klastik, konglomerat, batupasir, batulanau dan batulempung. LOWER DELTA PLAIN lebih dari 840 ATAS ANG GOTA BATUBARA Seam batubara berketebalan m, interbedded dari batulempung calcareous dan pasir halus. UPPER DELTA PLAIN 850 MIOSEN TENGAH FORMASI WA RUKIN TENGAH ANG GOTA PASIR ATAS ANGGOTA PASIR BAWAH Lapisan tebal dari sangat halus hingga kasar, batulanau, batulempung dan beberapa seam batubara, konglomerat sebagai dasar. Interkalasi dan pasir halus, batulanau, batulempung dan beberapa seam batubara tipis. LOWER DELTA PLAIN LOWER DELTA PLAIN BAWAH ANGGOTA LEMPUNG Serpih, kadang-kadang calcareous, pasir halus dan marl. DELTA FRONT 450 BAWAH ANGGOTA MARL ATAS Marl, lempung, lanau dan interbedded dari lapisan batugamping tipis, berisi pita-pita batubara. PRODELTA 225 FORMASI BERAI ANG GOTA BATUGAMPING Batugamping kristalin, interbedded lapisan tipis marl. PRODELTA 600 OLIGOSEN ANGGOTA MARL BAWAH Marl, batugamping, serpih, lanau dan beberapa interbedded seam batubara. PRODELTA 250 EOSEN FORMASI TANJUNG ATAS BAWAH Interkalasi dari serpih dan pasir dengan beberapa seam batubara tipis. Serpih, pasir dan konglomerat MARINE DELTA FRONT 900 PRATERSIER BASEMENT PRATERSIER Serpih, kuarsit dan batuan beku Sumber : Departemen Geologi PT. Adaro Indonesia Gambar 2.2 Stratigrafi Cekungan Barito 9

21 Sumber : Departemen Geologi PT. Adaro Indonesia Gambar 2.3. Stratigrafi Lokal Daerah Tutupan 2.3. Cadangan Batubara dan Produksi Batubara Cadangan adalah bahan galian yang dapat di tambang secara ekonomis dari suatu sumberdaya yang telah di ketahui. Menurut Mc Kelvey (1976), Cadangan Batubara dapat di bedakan menjadi empat, yaitu Cadangan Terukur (Measured reserve), cadangan terindikasi (indicated reserve), cadangan tereka (inferred reserve) 10

22 dan cadangan terduga (hypothetical reserve). Hal utama yang membedakan jenis cadangan batubara di atas hanya terletak pada derajat keyakinan geologis dan ekonomis cadangan tersebut untuk ditambang. Kegiatan eksplorasi telah menemukan cadangan batubara dalam jumlah yang sangat besar (lebih dari satu milyar ton) yang terdapat di tiga daerah, yaitu: Paringin, Wara dan Tutupan. Batubara disini didapat dalam Formasi Warukin yang berumur Miosen Atas. Jumlah cadangan di tiga tempat tersebut. Tabel 2.2 Cadangan Batubara PT Adaro Indonesia Daerah Terukur (Juta Ton) Terindikasi (Juta Ton) Tereka (Juta Ton) Paringin Tutupan Wara Jumlah Sumber : Statistik PT. Adaro Indonesia, Tahun 2008 Cadangan daerah Tutupan, Wara dan Paringin cukup besar, tetapi masing masing daerah mempunyai kualitas yang berbeda, sehingga pemasarannya akan berbeda pula (lihat Tabel 2.2). PT.Adaro Indonesia memulai kegiatan eksplorasi pada tahun Studi kelayakan dibuat pada tahun 1988, dan pada tahun 1990 kegiatan konstruksi tambang dimulai, Produksi pendahuluan envirocoal dimulai pada tahun 1991 sebanyak 248 ribu ton. Adapun jumlah batubara yang telah diproduksi oleh PT Adaro Indonesia dari tahun 2000 sampai tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 2.3 Sejalan dengan peningkatan produksi, kegiatan eksplorasi terus dilakukan untuk mengetahui cadangan batubara yang layak tambang. Saat ini produksi, kegiatan eksplorasi terus dilakukan untuk mengetahui cadangan batubara yang layak tambang. Saat ini produksi tambang batubara PT Adaro Indonesia sekitar 90 % berasal dari tambang Tutupan. Secara keseluruhan cadangan batubara PT. Adaro Indonesia untuk tambang terbuka sampai kedalaman 250 meter diperkirakan mencapai dua milyar ton. 11

23 Tabel 2.3 Jumlah Produksi Batubara PT Adaro Indonesia Tahun Coal (Juta Ton) Sumber : Statistik PT. Adaro Indonesia, Tahun Kegiatan Penambangan Penambangan batubara PT. Adaro Indonesia menggunakan metoda tambang terbuka yang dilakukan oleh lima kontraktor penambangan yaitu PT Pama Persada Nusantara, Bukit Makmur, PT. Rahman Abadi Jaya, PT. Saptaindra Sejati dan PT. Ranting Mutiara Insani dengan menggunakan alat muat gali dan alat angkut. Adapun urutan kegiatan penambangan yang dilakukan antara lain : 1. Pembukaan lokasi penambangan dan pembersihan lahan 2. Pengupasan tanah pucuk 3. Pengupasan tanah penutup 4. Penimbunan tanah penutup ke disposal 5. Pengupasan dan pengangkutan batubara 6. Pengangkutan batubara dari ROM ke Crushing Plant 7. Pengolahan batubara 8. Pengapalan 12

24 Pembukaan Lokasi Penambangan dan Pembersihan Lahan (Land Clearing ) Pembukaan lahan adalah tahap awal kegiatan penambangan, dengan membersihkan lahan dari semak-semak dan pohon-pohon. Pembersihan lahan dilakukan dengan menggunakan alat mekanis (bulldozer). Pembersihan lahan dilakukan secara bertahap dengan luas tertentu sesuai dengan kemajuan penambangan yang telah direncanakan Pengupasan Tanah Pucuk ( Pre Stripping Top Soil ) Setelah pembukaan dan pembersihan lahan, kegiatan selanjutnya adalah pengupasan lapisan tanah pucuk/top soil yang sangat kaya akan unsur hara. Biasanya ketebalan tanah pucuk adalah ± 10 sampai 30 cm. Tanah pucuk tersebut dipisahkan dari tanah penutup yang bersifat subur dan dan disimpan untuk keperluan reklamasi di kemudian hari. Pengupasan lapisan tanah pucuk memerlukan alat mekanis yaitu bulldozer, backhoe dan power shovel sebagai alat gali (gambar 2.5). Gambar 2.4 Pengupasan Tanah Pucuk 2) Pengupasan Lapisan Tanah Penutup ( Over Burden ) Pengupasan tanah penutup harus sesuai dengan design yang sudah direncanakan oleh perusahaan, biasanya pengupasan tanah penutup dibuat jenjang per jenjang dengan tinggi rata-rata 12 meter, lebar 5 meter, dengan kemiringan untuk low wall 40 atau mengikuti kemiringan batubara, sedangkan untuk high wall 13

25 biasanya lebih curam yaitu antara 50 sampai 60. Pengupasan tanah penutup dilakukan dengan tiga cara, yaitu : 1. Direct-Digging Pengupasan tanah penutup dapat dilakukan dengan penggalian langsung oleh shovel atau backhoe. Penggalian langsung ini hanya untuk material tanah penutup yang sangat lunak sampai lunak. 2. Riping dan Dozing Pengupasan tanah penutup dilakukan dengan ripper untuk menggali hingga tanah terbongkar dan dozzer untuk mendorong tanah penutup yang relatif lunak untuk kemudian diangkut oleh dump truck. 3. Drilling dan Blasting Apabila kedua cara di atas sudah tidak efektif untuk membongkar maka batuan tersebut harus dibongkar dengan menggunakan cara peledakan. Sebelum kegiatan peledakan dilakukan, maka diperlukan kegiatan penyediaan lubang ledak yang dalam hal ini dilakukan dengan cara pemboran (lihat gambar 2.5 dan 2.6). Gambar 2.5 Pemboran (Drilling) 2) 14

26 Gambar 2.6 Peledakan (Blasting) 2) Penimbunan Tanah Penutup Ke Disposal Setelah tanah penutup dikupas maka perlu suatu tempat untuk lokasi penumpukan dan penyimpanan tanah penutup tersebut (disposal ) dari lokasi penambangan (pit). Pengangkutan dari pit ke area disposal digunakan dump truck yang besarnya disesuaikan dengan volume lapisan tanah penutup. Alat yang digunakan untuk pengangkutan yaitu Komatsu HD 785, HD 1500, HITACHI EH 1700 dan Caterpillar 785C(Dump Truck). Untuk design lokasi penimbunan ini diatur oleh PT. Adaro dengan mempertimbangkan daerah yang sudah dibebaskan (lihat gambar 2.7). Gambar 2.7 Disposal Area 2) 15

27 Pengupasan dan Pengangkutan Batubara Batubara dikupas setelah lapisan tanah penutup diatasnya diambil untuk mendapatkan batubara yang bersih dari pengotor dan batubara halus, maka lapisan batubara biasanya disisakan sekitar 30 cm dengan menggunakan alat gali ukuran kecil (PC 200/PC 300) untuk mencegah kontaminasi cara ini disebut cleaning batubara. Penggalian batubara biasanya dengan menggunakan alat, yaitu big fleet PC 3000, Hit EX 2500, Lieb 994, O&K RH 120E. Jarak pengangkutan dari pit ke ROM rata-rata 2 km. Alat yang digunakan untuk pengangkutan yaitu HD 785, HD 1500, dan HITACHI EH 1700 (gambar 2.8). Gambar 2.8 Penggalian dan Pengangkutan Batubara di Pit (Digging and Hauling Coal on Pit) 2) Pengangkutan Batubara dari ROM ke Crushing Plant Dari ROM batubara tambang Tutupan diangkut ke crushing plant di Kelanis menggunakan Trailer yang biasanya membawa 2 vessel, dengan kapasitas satu vessel rata-rata 40 ton sampai 60 ton menggunakan haul road sejauh 76 km. Selain menggunakan trailer, pengangkutan batubara ini dapat juga menggunakan dump truck tronton roda 10 (gambar 2.9 dan 2.10). 16

28 Gambar 2.9 Pemuatan Batubara di ROM (Run Of Mine) 2) Gambar 2.10 Pengangkutan Batubara Dari ROM ke Crushing Plant di Kelanis (Hauling Coal from ROM to Coal Handling Process, Kelanis) 2) 17

29 BAB III DASAR TEORI Salah satu metode pembongkaran pada batuan adalah metode pemboran dan peledakan. Metode pemboran dan peledakan bertujuan untuk membongkar batuan dari keadaan aslinya ke dalam ukuran ukuran tertentu, guna memenuhi target produksi dan memperlancar proses pemuatan dan pengangkutan. Salah satu indikator untuk menentukan keberhasilan suatu kegiatan pemboran dan peledakan adalah tingkat fragmentasi batuan yang dihasilkan dari kegiatan pemboran dan peledakan tersebut. Diharapkan ukuran fragmentasi batuan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pada kegiatan penambangan selanjutnya. Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada kegiatan penambangan apabila (Koesnaryo, 2001): Target produksi terpenuhi (dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan). Penggunaan bahan peledak efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan yang berhasil dibongkar per kilogram bahan peledak (disebut powder factor). Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit bongkah (kurang dari 15 % dari jumlah batuan yang terbongkar per peledakan). Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada overbreak, overhang, retakan-retakan). Aman Dampak terhadap lingkungan (flyrock, getaran, kebisingan, gas beracun, debu) minimal. Untuk memenuhi kriteria-kriteria di atas, diperlukan kontrol dan pengawasan terhadap teknis pemboran guna mempersiapkan lubang ledak dalam suatu operasi peledakan. Pada lapisan penutup dilakukan dua macam peledakan, yaitu peledakan untuk produksi dan peledakan untuk jenjang akhir. Peledakan produksi bertujuan untuk membongkar lapisan penutup yang berada di atas lapisan batubara sebanyak 18

30 mungkin. Peledakan untuk jenjang akhir lebih diperhatikan, karena peledakan ini bertujuan untuk membuat suatu jenjang (lereng akhir) yang relatif aman dan stabil. Pada gambar 3.1. dapat dilihat lereng akhir yang terbentuk. Lereng akhir tersebut merupakan batas dari suatu pit. Pada batas tersebut secara teknis kegiatan penambangan masih dapat dilakukan dan dari segi ekonomis masih menguntungkan. Gambar 3.1. Pembentukan lereng akhir pada kegiatan penambangan 3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Peledakan Kegiatan peledakan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor rancangan yang tidak dapat dikendalikan dan faktor rancangan yang dapat dikendalikan Faktor Rancangan yang Tidak Dapat Dikendalikan Adalah faktor - faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia, hal ini disebabkan karena prosesnya terjadi secara alamiah. Yang termasuk faktor faktor ini adalah karakteristik massa batuan, struktur geologi, pengaruh air, dan kondisi cuaca. 19

31 Bidang Bebas Pada tahap pertama terjadi penghancuran batuan disekitar lubang ledak dan diteruskannya energi ledakan Retakan disekitar lubang ledak Energi ledakan menghancurkan batuan disekitar lubang ledak Energi ledakan diteruskan ke segala arah Bidang Bebas Pada tahap kedua energi ledakan yang bergerak sampai bidang bebas menghancurkan batuan pada dinding jenjang tersebut Pecahnya batuan pada dinding jenjang diakibatkan Bidang Bebas Pada tahap terakhir, energi ledakan yang dipantulkan oleh bidang bebas pada tahap sebelumnya,dan ekspansi gas Lubang ledak Batas bidang Gambar 3.2 Mekanisme Pecahnya Batuan 5) Karakteristik Massa Batuan Dalam kegiatan pemboran dan peledakan, karakteristik massa batuan yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan fragmentasi batuan yaitu kekerasan batuan, kekuatan batuan, elastisitas batuan, abrasivitas batuan, dan kecepatan perambatan gelombang pada batuan, serta kuat tekan dan kuat tarik batuan yang akan diledakkan. Semakin tinggi tingkat kekerasan batuan, maka akan semakin sukar batuan tersebut untuk dihancurkan demikian juga dengan batuan yang memiliki kerapatan tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin berat massa suatu batuan, maka bahan peledak yang dibutuhkan untuk membongkar atau menghancurkan batuan tersebut akan lebih banyak. Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki batuan untuk kembali ke bentuk atau keadaan semula setelah gaya yang diberikan 20

32 kepada batuan tersebut dihilangkan. Secara umum batuan memiliki sifat Elastis Fragile yaitu batuan dapat dihancurkan apabila mengalami regangan yang melewati batas elastisitasnya. Abrasivitas batuan merupakan suatu parameter batuan yang mempengaruhi keausan (umur) dari mata bor yang digunakan untuk melakukan pemboran pada suatu batuan. Abrasivitas batuan tergantung kepada mineral penyusun batuan. Semakin keras mineral penyusun batuan maka tingkat abrasivitasnya akan semakin tinggi pula. Kecepatan perambatan gelombang pada setiap batuan berbeda. Batuan yang keras mempunyai kecepatan rambat gelombang yang tinggi, secara teoritis batuan yang memiliki kecepatan rambat gelombang yang tinggi akan hancur apabila diledakkan dengan menggunakan bahan peledak yang memiliki kekuatan yang tinggi Sifat kuat tekan dan kuat tarik batuan juga digunakan dalam penggolongan terhadap mudah atau tidaknya batuan untuk dibongkar. Batuan akan hancur atau lepas dari batuan induknya apabila bahan peledak yang digunakan memiliki tegangan tarik yang lebih besar daripada kuat tarik batuan itu sendiri Struktur Geologi Struktur geologi yang berpengaruh pada kegiatan peledakan adalah struktur rekahan (kekar) dan struktur perlapisan batuan. Kekar merupakan rekahan rekahan dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau tarikan yang disebabkan oleh gaya gaya yang bekerja dalam kerak bumi atau pengurangan bahkan kehilangan tekanan dimana pergeseran dianggap sama sekali tidak ada. Dengan adanya struktur rekahan ini maka energi gelombang tekan dari bahan peledak akan mengalami penurunan yang disebabkan adanya gas-gas hasil reaksi peledakan yang menerobos melalui rekahan, sehingga mengakibatkan penurunan daya tekan terhadap batuan yang akan diledakkan. Penurunan daya tekan ini akan berdampak terhadap batuan yang diledakkan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya bongkah pada batuan hasil peledakan bahkan batuan hanya mengalami keretakan. Berkaitan dengan struktur kekar ini penentuan arah peledakan menurut R.L. Ash (1963) adalah: 21

33 1. Pada batuan sedimen bidang kekar berpotongan satu dengan yang lain, sudut horizontal yang dibentuk oleh bidang kekar vertikal biasanya membentuk sudut tumpul dan pada bagian lain akan membentuk sudut lancip. 2. Fragmentasi yang dihasilkan umumnya mengikuti bentuk perpotongan bidang kekar. Apabila peledakan diarahkan pada sudut runcing akan menghasilkan pecahan melebihi batas (over break) dan retakan-retakan pada jenjang. Peledakan selanjutnya menghasilkan bongkah, getaran tanah (ground vibration), ledakan udara (air blast) dan batu terbang (fly rock). Untuk menghindari hal tersebut peledakan diarahkan keluar dari sudut tumpul. 3. Jika dijumpai kemiringan kekar horizontal atau miring maka lubang ledak miring akan memberikan keuntungan karena energi peledakan berfungsi secara efisien. Jika kemiringan vertikal fragmentasi lebih seragam dapat dicapai bila peledakan dilakukan sejajar dengan kemiringan kekar. Struktur perlapisan batuan juga mempengaruhi hasil peledakan. Apabila lubang ledak yang dibuat berlawanan dengan arah perlapisan, maka akan menghasilkan fragmentasi yang lebih seragam dan kestabilan lereng yang lebih baik bila dibandingkan dengan lubang ledak yang dibuat searah dengan bidang perlapisan. Secara teoritis, bila lubang ledak arahnya berlawanan dengan arah kemiringan bidang pelapisan, maka pada posisi demikian kemungkinan terjadinya backbreak akan sedikit, lantai jenjang tidak rata, tetapi fragmentasi hasil peledakan akan seragam dan arah lemparan batuan tidak terlalu jauh. Sedang jika arah lubang ledak searah dengan arah kemiringan bidang perlapisan, maka kemungkinan yang terjadi adalah timbul backbreak lebih besar, lantai jenjang rata, fragmentasi batuan tidak seragam dan batu akan terlempar jauh serta kemungkinan terhadap terjadinya longsoran akan lebih besar Pengaruh Air Kandungan air dalam jumlah yang cukup banyak dapat mempengaruhi stabilitas kimia bahan peledak yang sudah diisikan kedalam lubang ledak. Kerusakan sebagian isian bahan peledak dapat mengurangi kecepatan reaksi bahan peledak sehingga akan mengurangi energi peledakan, atau bahkan isian akan gagal meledak (missfire). Untuk mengatasi pengaruh air, digunakan bahan 22

34 peledak yang mempunyai ketahanan terhadap air. Contoh bahan peledak yang tahan terhadap pengaruh air adalah Powergel. Powergel mempunyai komposisi Amonium nitrate, Fuel oil, Parafin oil, Chemical gassing, Microballons, Emulsifier. Powergel mampu bertahan didalam lubang ledak berair selama 21 hari dengan syarat batuan unreaktif. Apabila lubang ledak berada pada batuan yang reaktif maka powergel hanya mampu bertahan 12 jam (load and shoot) Kondisi cuaca Kondisi cuaca mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kegiatan peledakan, terutama untuk kondisi hujan. Dengan kondisi hujan maka akan sering terjadi petir, yang akan membahayakan proses peledakan, terutama untuk peledakan yang menggunakan metode listrik Faktor Rancangan yang Dapat Dikendalikan Adalah faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia dalam merancang suatu peledakan untuk memperoleh hasil peledakan yang diharapkan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah : Diameter Lubang Ledak Di dalam menentukan diameter lubang ledak berdasarkan dari volume massa batuan yang akan dibongkar, tinggi jenjang, tingkat fragmentasi yang diinginkan, mesin bor yang digunakan, dan kapasitas alat muat yang akan dipergunakan untuk kegiatan pemuatan material hasil peledakan. Penentuan diameter lubang ledak akan berpengaruh terhadap penentuan panjang burden Kedalaman Lubang Ledak Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang yang diterapkan. Untuk mendapatkan lantai jenjang yang rata maka hendaknya kedalaman lubang ledak harus lebih besar dari tinggi jenjang, yang mana kelebihan daripada kedalaman ini disebut subdrilling Kemiringan lubang ledak Kemiringan pemboran secara teoritis ada dua, yaitu pemboran tegak dan pemboran miring. Menurut Mc Gregor K. (1967), kemiringan lubang ledak 23

35 antara dari bidang vertikal yang biasanya digunakan pada tambang terbuka telah memberikan hasil yang baik. Adapun arah pemboran dalam membuat lubang bor pada sistem jenjang ada dua macam, yaitu : 1. Pemboran dengan lubang ledak miring a. Keuntungan dari lubang ledak miring adalah : - Dinding jenjang dan lantai jenjang yang dihasilkan relative lebih rata. - Mengurangi terjadinya pecah berlebihan pada batas baris lubang ledak bagian belakang (back break). - Fragmentasi dari hasil tumpukan hasil peledakan yang dihasilkan lebih baik, karena ukuran burden sepanjang lubang yang dihasilkan relatif lebih rata. - Powder faktor lebih rendah, ketika gelombang kejut yang dipantulkan untuk menghancurkan batuan pada lantai jenjang lebih efisien. b. Kerugian dari lubang ledak miring adalah : - Kesulitan dalam penempatan sudut kemiringan yang sama antar lubang ledak serta dibutuhkan lebih banyak ketelitian dalam pembuatan lubang ledak, sehingga membutuhkan pengawasan yang ketat. - Mengalami kesulitan dalam pengisian bahan peledak. 2. Pemboran dengan lubang ledak tegak a. Keuntungan dari lubang ledak tegak adalah : - Pemboran dapat dilakukan dengan lebih baik dan akurat. - Kelurusan lubang bor yang seragam dapat terkontrol, karena merupakan faktor yang penting dalam mengurangi biaya pemboran dan peledakan. - Perbedaan burden dan spacing sesuai desain pada bagian bawah lubang dapat terkontrol (tidak mengalami perubahan). b. Kerugian dari lubang ledak tegak adalah : - kemungkinan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang (toe) besar. - Pada bagian atas jenjang kurang bagus karena ada back break. - Fragmentasi kurang dan pada bagian lantai dasar daya ledak tidak biasa sepenuhnya tersalurkan. 24

36 - Kemungkinan terdapat boulder pada bagian atas. Gambar 3.11 Arah pemboran 10) Pola Pemboran Dalam penambangan suatu bahan galian yang keras dan kompak, pemberaiannya dilakukan dengan cara pemboran dan peledakan. Keberhasilan salah satunya terletak pada ketersediaan bidang bebas (free face) yang mencukupi. Minimal dua bidang bebas (free face) yang harus ada pada peledakan. Peledakan dengan hanya ada satu bidang bebas (free face), disebut crater blasting, akan menghasilkan kawah dengan lemparan fragmentasi ke atas dan tidak terkontrol. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, dibuat 2 bidang bebas, yaitu : a. Dinding bidang bebas, dan b. Puncak jenjang (top bench). Selanjutnya terdapat tiga pola pemboran ya mungkin dibuat teratur, yaitu : 1. Pola bujursangkar (square patterm), yaitu jarak burden dan spasi yang sama (gambar 3.3). 25

37 2 m 2 m Gambar 3.3 Pola bujur sangkar 2. Pola persegipanjang (rectangular patterm), yaitu jarak spasi dalam satu baris lebih besar dibandingkan dengan burden (gambar 3.4). 2 m 1 m Gambar 3.4 Pola persegi panjang 3. Pola zigzag (staggered patterm), yaitu antar lubang bor dibuat zigzag yang berasal dari pola bujursangkar maupun pola persegipanjang (gambar 3.5 dan 3.6). 2 m 2 m Gambar 3.5 Pola zigzag bujur sangkar 26

38 3 m 1 m Gambar 3.6 Pola zigzag persegi panjang Menurut hasil penelitian di lapangan pada jenis batuan kompak, menunjukan bahwa hasil produktivitas dan fragmentasi peledakan dengan menggunakan pola pemboran selang-seling lebih baik dari pada pola pemboran sejajar, hal ini disebabkan energi yang dihasilkan pada pemboran selang-seling lebih optimal dalam mendistribusikan energi peledakan yang bekerja dalam batuan (Gambar 3.7). Bidang Bebas PARALEL PATTERN Area tidak terkena energi peledakan Lubang ledak Area pengaruh energi peledakan Bidang Bebas STAGGERED PATTERN Area tidak terkena energi peledakan Lubang ledak Area pengaruh energi peledakan Gambar 3.7 Pengaruh energi ledakan pada pola pemboran 27

39 Baik buruknya hasil peledakan akan sangat ditentukan oleh mutu lubang bor : 1. Keteraturan tata letak lubang bor. Tujuan pemboran adalah untuk meletakkan bahan peledak pada posisi yang sudah direncanakan. Setiap batuan akan memberikan reaksi yang berbeda terhadap peledakan. Reaksi ini bervariasi sangat luas dan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, perlapisan, struktur geologi dan lain-lain yang selalu berubah dari titik ke titik. Tidaklah mungkin untuk menyusun suatu pola peledakan yang dapat mengakomodasi semua variasi itu. Untuk itu, didalam prakteknya, lubanglubang bor dirancang dengan pola yang teratur, sehingga bahan peledak dapat terdistribusi secara merata dan dengan demikian setiap kolom bahan peledak akan mempunyai beban yang sama (lihat gambar 3.8}. = lubang bor setelah dibor = rancangan lubang bor Gambar 3.8 Ketidakteraturan tata letak 2. Penyimpangan arah dan sudut pemboran Hal ini perlu dicermati terutama dalam pemboran miring, pada pemboran miring maka posisi alat bor akan sangat menentukan. Walaupun tata letak lubang bor dipermukaan sudah sempurna, namun bila posisi alat bor tidak benar-benar sejajar dengan posisi alat bor pada lubang sebelumnya 28

40 maka dasar lubang bor akan menjadi tidak teratur. Hal yang sama akan dihasilkan bila sudut kemiringan batang bor juga tidak sama. Penyimpangan arah dan sudut pemboran dipengaruhi oleh : a. Struktur batuan b. Keteguhan batang bor c. Kesalahan collaring (awal pemboran) d. Kesalahan posisi alat bor Gambar 3.9 Penyimpangan arah dan sudut pemboran 3. Kedalaman dan kebersihan lubang bor Lantai (permukaan) bor biasanya tidak rata dan datar sehingga kedalaman lubang bor juga tidak akan seluruhnya sama. Untuk itu area yang akan di bor sebaiknya akan disurvey dulu agar kedalaman masingmasing lubang bor dapat ditentukan. Setelah dilakukan pemboran material bisa masuk kedalam lubang yang mengakibatkan kedangkalan lubang bor (lihat gambar 3.10). 29

41 Permukaan tidak rata (datar) 8,5 m 8,5 m Material masuk (pengotor) Gambar 3.10 Kedalaman dan kebersihan lubang bor Pola Peledakan Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang-lubang bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antar lubang bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Box cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan membentuk kotak. 2. Corner cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah satu sudut dari bidang bebasnya. 3. V cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan membentuk huruf V. Berdasarkan urutan waktu peledakan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Pola peledakan serentak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan secara serentak untuk semua lubang ledak. 2. Pola peledakan berurutan, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris yang lainnya. Secara umum pola peledakan menunjukan urutan atau sekuensial ledakan dari sejumlah lubang ledak. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut dengan waktu tunda atau 30

42 delay time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda (delay time) pada sistem peledakan antara lain adalah: 1. Mengurangi getaran 2. Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock) 3. Mengurangi getaran dan suara 4. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan 5. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang ledak diledakkan sekaligus. Maka akan terjadinya sebaliknya yang merugikan, yaitu peledakan yang mengganggu lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak efisien. Mengingat area peledakan pada tambang terbuka (quarry) cukup luas. Maka peranan pola peledakan menjadi penting jangan sampai urutan peledakannya tidak logis. Urutan peledakan tidak logis biasa disebabkan oleh : 1. penentuan waktu terlalu dekat 2. penentuan urutan ledakannya yang salah 3. dimensi geometri peledakan tidak tepat 4. bahan peledaknya kurang atau tidak sesuai dengan perhitungan. Terdapat beberapa kemungkinan sebagai acuan dasar penentuan pola peledakan pada tambang terbuka, yaitu sebagai berikut : a. Peledakan tunda antar baris (gambar 3.12) Gambar 3.12 Peledakan tunda antar baris 31

43 b. Peledakan tunda antar beberapa lubang (gambar 3.13). IP Gambar 3.13 Peledakan tunda antar beberapa lubang c. Peledakan tunda antar lubang (gambar 3.14) IP Geometri Peledakan Gambar 3.14 Peledakan tunda antar lubang Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang diinginkan, maka perlu suatu perencanaan peledakan dengan memperhatikan besaran-besaran geometri peledakan. Dan salah satunya dengan menggunakan teori coba-coba atau yang sering disebut dengan Geometri Peledakan Rules of Thumb (Dyno Nobel). Dasar dari penggunaan Teori Rules of Thumb adalah dari percobaan para praktisi di lapangan maupun dari produsen bahan peledak yang tujuannya ingin mempermudah dalam menentukan geometri peledakan karena geometri yang selama ini digunakan seperti R.L. Ash (1963) dan C.J. Konya (1972) menyajikan batasan range/konstanta untuk menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama 32

44 menentukan ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis bahan peledak., sehingga para praktisi dilapangan mencetuskan pendesainan geometri Rules of Thumb yang penggunaannya lebih simpel dan disesuaikan dengan kondisi lapangan Diameter Lubang Ledak / Blast Hole Diametre Ukuran diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting dalam merancang suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam penentuan jarak burden dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya. Untuk diameter lubang tembak yang kecil, maka energi yang dihasilkan akan kecil. Sehingga jarak antar lubang bor dan jarak ke bidang bebas haruslah kecil juga, dengan maksud agar energi ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan. Begitu pula sebaliknya.pemilihan diameter lubang ledak di didalam teori Rules of Thumb dipengaruhi oleh besarnya tinggi jenjang / bench height. Namun dalam pengamatan saya kali ini pemilihan diameter lubang ledaknya berdasarkan laju produksi yang direncanakan. Karena makin besar diameter lubang akan diperoleh laju produksi yang besar pula dengan persyaratan alat bor dan kondisi lapangan yang baik. Berikut adalah formula dari teori Rules of Thumb dalam penentuan diameter lubang ledak : Blast Hole Diametre (mm) 15 x Bench Height (m)...(3.1) Burden Burden dapat didefinisikan sebagai jarak dari lubang bor terhadap bidang bebas (free face) yang terdekat pada saat terjadi peledakan. Peledakan dengan jumlah baris (row) yang banyak, true burden tergantung penggunaan bentuk pola peledakan yang digunakan delay detonator dari tiap-tiap baris delay yang berdekatan akan menghasilkan free face yang baru. Burden juga berpengaruh pada fragmentasi dan efek peledakan (gambar 3.15) Burden merupakan variabel yang sangat penting dan kritis dalam mendesain peledakan. Dengan jenis bahan peledak yang dipakai dan jenis batuan yang dihadapi, terdapat jarak maksimum burden agar hasil ledakan menjadi baik. 33

45 Jarak burden sangat erat hubungannya dengan besar kecilnya lubang bor yang digunakan, secara garis besar jarak burden optimum adalah: Burden = (25 40) x Blast Hole Diameter...(3.2) Flyrock Flyrock Boulder Burden terlalu besar B > 40 Ǿ lubang bor Burden terlalu kecil B < 40 Ǿ lubang bor Burden yang baik/cukup B = 40 Ǿ lubang bor Gambar 3.15 Pengaruh burden bagi hasil peledakan 3) Spacing Spacing adalah jarak antara lubang tembak dalam satu baris (row). Spacing merupakan fungsi daripada burden dan dihitung setelah burden ditetapkan terlebih dahulu. Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika spacing lebih besar dari ketentuan akan menyebabkan banyak terjadi bongkah (boulder) dan tonjolan (stump) diantara dua lubang ledak setelah peledakan. Pada Geometri Rules of Thumb menerapkan peledakan dengan pola equilateral (segitiga sama sisi) dan beruntun tiap lubang ledak dalam baris yang sama. Spacing = 1,15 x Burden.(3.3) Subdrilling Subdrilling adalah tambahan kedalaman daripada lubang bor dibawah rencana lantai jenjang. Subdrilling perlu untuk menghindari problem tonjolan pada 34

46 lantai (toe), karena dibagian ini adalah tempat yang paling sukar diledakkan. Dengan demikian, gelombang ledak yang ditimbulkan pada lantai dasar jenjang yang akan bekerja secara maksimum. Subdrilling = (3 15) x Blast Hole Diameter...(3.4) Stemming Stemming adalah panjang isian lubang ledak yang tidak diisi dengan bahan peledak tapi diisi dengan material seperti tanah liat atau material hasil pemboran (cutting), dimana stemming berfungsi untuk mengurung gas yang timbul sehingga air blast dan flyrock dapat terkontrol. Untuk bahan stemming batuan hasil dari crushing jauh lebih baik daripada cutting rock (material bekas pemboran). Namun dalam hal ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi fragmentasi batuan hasil peledakan. Dimana stemming yang terlalu panjang dapat mengakibatkan terbentuknya bongkah apabila energi ledakan tidak mampu untuk menghancurkan batuan di sekitar stemming tersebut, dan stemming yang terlalu pendek bisa mengakibatkan terjadinya batuan terbang dan pecahnya batuan menjadi lebih kecil (gambar 3.16). Panjang pendeknya stemming juga akan mempengaruhi hasil dari peledakan, jika stemming terlalu panjang, maka : a. Ground vibration tinggi (getar tinggi) b. Lemparan kurang c. Fragmentasi area jelek d. Suara kurang Jika stemming terlalu pendek : a.fragmentasi diarea bawah jelek b.terdapat toe di floor (tonjolan di floor) c.terjadi flying rock (batu terbang) d.suara keras (noise) or (airblast) Stemming 20 x Blast Hole Diametre or (0,7 1,2) x Burden.(3.5) 35

47 Bench Height/Tinggi Jenjang Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan kainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan kemudian setelah parameter atau aspek-aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya dipengaruhi oleh kemampuan alat bor dan ukuran mangkok serta tinggi jangkauan alat muat. Stemming panjang Stemming pendek Ǿ besar Ǿ kecil Gambar Pengaruh diameter lubang tembak bagi tinggi stemming Umumnya peledakan pada tambang terbuka dengan diameter lubang besar, tinggi jenjang berkisar antara m. pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah kestabilan jenjang jangan sampai runtuh, baik karena daya dukungnya lemah atau akibat getaran peledakan. Dapat disimpulkan bahwa dengan jenjang yang pendek memerlukan diameter lubang bor yang kecil, sementara untuk diameter lubang bor yang besar dapat diterapkan pada jenjang yang lebih tinggi. Bench Height Blast Hole Diametre / 15...(3.6) Blast Hole Depth / Kedalaman Lubang Ledak Kedalaman lubang ledak sangat berhubungan erat dengan ketinggian jenjang, burden dan arah pemboran. Kedalaman lubang tembak merupakan penjumlahan dari 36

48 besarnya stemming dan panjang kolom isian bahan peledak. Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik. Blast Hole Depth = Bench Height + Subdrilling (3.7) Charge Length / Panjang Kolom Isian Bahan Peladak Bagian dari lubang tembak yang berisikan bahan peledak dan juga primer. Dalam perhitungan besarnya kolom isian bahan peledak menggunakan rumus sebagai berikut : Charge Length = 20 x Blast Hole Diametre.(3.8) Powder Factor (PF) Powder factor adalah perbandingan antara jumlah bahan peledak dengan berat batuan yang diledakkan. Adapun rumus perhitungannya sebagai berikut: PF = Kg per Square Meter of Face...(3.9) 3.4 Produksi Alat Muat Produksi alat muat dapat dilihat dari kemampuan alat tersebut dalam penggunaannya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi produksi alat muat adalah waktu edar, efesiensi kerja, faktor pengisian (fill factor) dan metode pemuatan Waktu Edar Waktu edar adalah waktu yang diperlukan oleh alat mekanis untuk menyelesaikan sekali putaran kerja. Semakin kecil waktu edar alat, maka semakin tinggi produktifitasnya. a. Waktu edar alat muat di lapangan pada umumnya terdiri dari : Waktu untuk mengisi/menggali (t 1 ) Waktu untuk berputar dengan muatannya (t 2 ) Waktu untuk menumpahkan muatan (t 3 ) 37

49 Waktu untuk berputar muatan kosong (t 4 ) Jadi total waktu edar (Ct) : t 1 + t 2 + t 3 + t 4 (menit) Metode Pemuatan Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan sasaran produksi maka metode pemuatan juga harus diperhatikan. Dengan alat muat Hydraulic Shovel pola pemuatan mengikuti kemajuan penambangan dengan cara pembongkaran dan peledakan. Berdasarkan kemajuan jenjang ada tiga metode yang dilakukan oleh alat muat dan alat angkut, yaitu : a. Frontal Cut Yaitu alat muat didepan jenjang dan menggali ke permuka kerja (lurus) lalu kesamping. Pada pola pemuatan ini alat muat melayani lebih dulu alat angkut sebelah kirinya kemudian setelah penuh dilanjutkan pada alat angkut sebelah kanannya. Swing angel bervariasi antara namun untuk operasi lebih efisien menggunakan swing angel b. Drive By Cut Alat muat bergerak memotong dan sejajar muka penggalian. Cara ini lebih efisien untuk alat muat dan alat angkut, walaupun swing angel-nya lebih besar dari frontal cut, karena alat angkut secara berurutan dimuati oleh alat muat c. Parallel Cut Pola peledakan ini dilakukan dengan posisi alat angkut beerada disamping alat muat. Alat angkut mendekati alat muat dari belakang kemudian mengatur posisi agar membelakangi alat muat. Setelah sampai di samping alat muat, kemudian diberi muatan dan kembali Efisiensi Kerja Efisiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan, atau merupakan perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja dengan waktu yang tersedia. Beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian terhadap efisiensi kerja, antara lain : 38

50 a. Waktu kerja penambangan Waktu kerja penambangan adalah jumlah waktu kerja yang digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan, meliputi kegiatan penggalian, pemuatan, dan pengangkutan. Efisiensi kerja akan semakin besar apabila banyaknya waktu kerja penambangan semakin mendekati jumlah waktu yang tersedia. b. Hambatan yang terjadi Jika jumlah jam kerja dapat dimanfaatkan secara efektif, maka diharapkan sasaran produksi kegiatan pemuatan dan pengangkutan dapat terpenuhi. Namun kenyataannya dilapangan sering terjadi beberapa hambatan sehingga mengurangi jam kerja efektif alat. c. Banyaknya curah hujan Turunnya hujan akan berpengaruh terhadap volume produksi dari kegiatan kerja dilapangan, terutama apabila seringkali terjadi dengan curah hujan yang besar. Maka dari itu perlu sekali diperhatikan besar kecilnya curah hujan dan hari hujan rata-rata yang pernah terjadi, untuk dianalisa bagaimana pengaruh hujan tersebut terhadap waktu kerja maupun volume yang dihasilkan. 39

51 BAB IV PEMBORAN DAN PELEDAKAN YANG DI LAKSANAKAN Tujuan utama kegiatan pemboran dan peledakan PT. Adaro Indonesia adalah untuk membongkar lapisan tanah penutup (overburden), sehingga target produksi pembongkaran overburden sebesar bcm/tahun dapat tercapai. Dalam memilih rancangan suatu peledakan agar tujuan dari kegiatan pemboran dan peledakan tercapai, perlu ditinjau karakteristik massa batuan dan peledakan yang selama ini diterapkan. 4.1 Pemboran Alat Bor Pemboran merupakan salah satu kegiatan penting yang dilakukan sebelum pengisian bahan peledak dan pembuatan rangkaian peledakan pada daerah yang akan diledakkan. Pemboran ini bertujuan untuk membuat lubang ledak. Alat bor yang digunakan dalam kegiatan pemboran ada enam unit bor yang terdiri dari : 1. Dua unit bor merk Drilltech D 50 KS (Lampiran B) dengan panjang batang bor 8 m, dan mata bor yang digunakan adalah Button Bit dengan diameter 7 7/8 inch. Alat bor tersebut dilengkapi dengan kompressor dengan kapasitas udara sebesar cfm (29,7 m 3 /mt) mampu menghasilkan tekanan 100 psi (6,9 bar) dengan putaran 1800 rpm (Gambar 4.1.). 2. Dua unit bor merk Drilltech D 245 S (Lampiran B) dengan panjang batang bor 8 m, dan mata bor yang digunakan adalah Buttton Bit dengan diameter 7 7/8 inch. Alat bor tersebut dilengkapi dengan kompressor berkapasitas udara sebesar 900 cfm (25,5 m 3 /mt) mampu menghasilkan tekanan 100 psi (6,9 bar) (Gambar 4.2.). 40

52 Gambar 4.1. Alat bor Drilltech D 50 KS 3. Dua unit bor merk Reedrill SKF Infinity Series (Lampiran B) dengan panjang batang bor 11,5 m, dan mata bor yang digunakan adalah Buttton Bit dengan diameter 7 7/8 inch. Alat bor tersebut dilengkapi dengan kompressor dengan kapasitas udara sebesar cfm (29,7 m 3 /mt) mampu menghasilkan tekanan 125 psi (8,6 bar) dengan putaran rpm (gambar 4.3) Arah dan Pola Pemboran Arah pemboran yang diterapkan saat ini adalah arah pemboran tegak pada row-1 dengan kedalaman 8,5 m. (Gambar 4.4). 41

53 Gambar 4.2 Alat Bor Drilltech D 245 S Pada kondisi seperti ini, energi dari peledakan tidak sampai pada bagian bawah dari jenjang sehingga mengakibatkan pada daerah tersebut tidak terbongkar sehingga menyulitkan proses loading alat muat. Untuk kondisi saat ini dimana digunakan burden baris pertama 3m dan pemboran tegak, menyebabkan terbentuk tonjolan pada toe. 42

54 Gambar 4.3. Alat Bor Reedrill SKF Infinity Series Menurut Mc Gregor K bahwa salah satu keuntungan menggunakan pemboran miring dapat mengurangi terbentuknya tonjolan (stump) sehingga dilakukanlah pemboran miring untuk burden baris pertama dengan freeface yang optimal diperoleh sebesar 3m (asumsi dari 1 / 2 burden). Dilanjutkan dengan burden selanjutnya pada baris kedua dengan jarak 5m sehingga diperoleh true burden dilapangan (lihat gambar 4.5). Sehingga untuk baris ketiga dan selanjutnya digunakan burden kondisi normal yaitu 8m (Lampiran D). 43

55 3 m 8 m 8 m 50 0 Freeface 8,5 m 8,5 m 12,53 Potensi terbentuk candi m Gambar 4.4. Pemboran Tegak 3 m 5 m 8 m 50 0 Freeface ,5 m 8,5 m 8,5 m 9,53 m 8 m Gambar 4.5. Pemboran Miring Pada Row-1 Namun pada kondisi di daerah collar akan mengakibatkan adanya material yang tidak terberai karena tidak berada dalam jangkauan daya ledak, sehingga nantinya akan mempengaruhi produktifitas alat muat saat melakukan kegiatan pemuatan pada daerah tersebut (gambar 4.6). Dengan adanya pemboran miring yang nantinya akan disesuaikan dengan kemiringan slope, diharapkan material yang tidak ikut terberai dapat dengan mudah di muat oleh alat muat. Sehingga dapat dikurangi waktu edar alat muat pada daerah tersebut sehigga dapat meningkatkan produktifitas 44

56 alat muat. Nantinya cukup dengan mengguakan alat muat Hydraulic Shovel untuk memuat candi tersebut tanpa harus menggunakan Hydraulic Excavator (Back Hoe). Gambar 4.6. Material Yang Tertinggal Dilapangan Kecepatan pemboran Adalah suatu nilai yang menunjukkan besarnya waktu yang dibutuhkan oleh alat bor untuk membuat lubang - lubang bor dalam suatu pola pemboran dengan kedalaman tertentu. Untuk mengetahui kecepatan pemboran pada alat bor, maka harus diketahui waktu yang dibutuhkan oleh alat bor untuk membuat keseluruhan lubang tembak dalam setiap kegiatan peledakannya. Waktu total yang diperoleh kemudian dibagi sesuai dengan jumlah lubang tembak, waktu rata rata inilah yang dianggap sebagai kecepatan pemboran (Vt). Dari hasil pengamatan dilapangan untuk alat bor Reedrill SKF Infinity Series DM A didapatkan kecepatan pemboran untuk lubang miring sebesar 1,26 m/menit dengan waktu edar 7,12 menit, dan untuk lubang tegak sebesar 1,82 m/menit dengan waktu edar 4,65 menit (Lampiran C). 45

57 4.1.4 Effisiensi pemboran Effisiensi pemboran merupakan perbandingan antara waktu kerja produktif dari alat bor dengan waktu kerja yang tersedia setiap harinya dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh effisiensi kerja alat bor sebesar 80,25 % (Lampiran C) Volume setara Volume setara adalah suatu bilangan yang menyatakan volume tertentu batuan yang berhasil diledakkan pada setiap satuan panjangnya. Dan dinyatakan dalam m³/m, atau dalam Cuft/ft. Dari pengamatan pada daerah collar 2-3 di lapangan dan kemudian dilakukan perhitungan, didapatkan nilai volume setara untuk kondisi saat ini sebesar 67 m 3 /m Produksi pemboran Produksi pemboran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kecepatan, pemboran, volume setara dan effisiensi pemboran. Berdasarkan hasil pengamatan pada daerah collar dan perhitungan di lapangan pada alat Reedrill SKF Infinity Series DM A maka didapat nilai produksi pemboran untuk pemboran tegak sebesar 5871,4 bcm/jam (Lampiran C) Peledakan Geometri peledakan Geometri peledakan merupakan suatu rancangan yang diterapkan pada suatu peledakan yang meliputi burden, spacings, stemming, subdrilling, powder charge, tinggi jenjang dan kedalaman lubang tembak. Data geometri peledakan dapat dilihat pada tabel Pola peledakan dan Waktu tunda Terdapat 2 (dua) pola peledakan yang digunakan yaitu : a. Box cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan. (Gambar 4.7.). b. Corner cut (echelon cut), yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah satu sudut dari bidang bebasnya (Gambar 4.8.). 46

58 Tabel 4.1. Data Geometri Peledakan Untuk Kondisi Normal No Geometri Peledakan Kondisi Saat ini 1 Burden 8 meter 2 Spasi 9 meter 3 Stemming 4,2 meter 4 Subdrilling 0,5 meter 5 Powder Charge 4,3 meter 6 Kedalaman lubang Bor 8,5 meter 7 Kemiringan lubang 0 0 Tabel 4.2. Data Geometri Peledakan Untuk Pemboran Tegak Pada Daerah Penelitian No Geometri Peledakan Kondisi di lapangan 1 Burden : Ff (dst) 3 meter 8 meter 8 meter 2 Spasi 9 meter 3 Stemming 4,2 meter 4 Subdrilling 0,5 meter 5 Powder Charge 4,3 meter 6 Kedalaman lubang Bor 8,5 meter 7 Kemiringan lubang 0 0 Metode peledakan yang diterapkan pada tambang Tutupan PT. SIS Job Site PT. Adaro Indonesia adalah metode non electric (nonel). Sedangkan pola peledakan yang diterapkan adalah pola peledakan beruntun per lubang (hole by hole) dengan waktu tunda 25 ms dan 109 ms, dengan inhole delay 500 ms. System penyalaan menggunakan metode nonel, proses penyalaan awal tetap menggunakan Blasting Machine yang meledakkan detonator pada Initiation Point. 47

59 Tabel 4.3. Data Geometri Peledakan Untuk Pemboran Miring Geometri Peledakan Kondisi di No lapangan 1 Burden : Ff (dst) 3 meter 5 meter 8 meter 2 Spasi 9 meter 3 Stemming 4,2 meter 4 Subdrilling 0,5 meter 5 Powder Charge 4,3 meter 6 Kedalaman lubang Bor 8,5 meter 7 Kemiringan lubang Pemakaian bahan peledak Bahan peledak yang digunakan adalah Emulsi Trojan 4070 dengan perbandingan berat 30 % Ammonium Nitrat dan 70 % Emulsion. Dengan bahan penguat ledak Spartan 400 booster. Pengisian bahan peledak pada kegiatan peledakan pada PT. SIS menggunakan dua unit Mobile Mixing Unit (Gambar 4.9.). Dengan diameter lubang ledak sebesar 200,025 mm maka untuk setiap meter lubang ledak pada kondisi saat ini dan geometri pemboran miring memerlukan bahan peledak sebanyak 36,1 kg/m (Lampiran F) Arah peledakan Kegiatan peledakan pada PT. Adaro Indonesia sudah cukup teratur, Pemilihan arah yang dilakukan di didasarkan pada : 1. Posisi jalan tambang yang ada, 2. Posisi Sump. 3. Ada tidaknya kegiatan pemuatan batubara disekitar lokasi peledakan. 4. Metode pemuatan material hasil peledakan. 48

60 Ket : TLD 25 ms TLD 109 ms LiL BM Gambar 4.7. Pola Peledakan Box Cut Ket : TLD 25 ms TLD 109 ms LiL BM Gambar 4.8. Pola Peledakan Echelon Cut Powder factor Powder factor adalah banyaknya bahan peledak yang diisikan kedalam lubang tembak untuk menghancurkan sejumlah volume batuan tertentu. Pada kondisi pemboran tegak didapatkan nilai powder factor sebesar 0,27 kg/bcm (Lampiran F) Peralatan dan Perlengkapan Peledakan Peralatan Peralatan peledakan (blasting equipment) adalah alat-alat yang diperlukan untuk menguji dan menyalakan rangkaian peledakan, sehingga alat tersebut dapat dipakai berulang-ulang. Berikut adalah contoh dari peralatan pada kegiatan peledakan: 49

61 a. Blasting Machine, yang digunakan untuk memberi inisiasi awal. b. Mobile Mixing Unit, yang digunakan untuk mengisi emulsi/powergel ke lubang tembak (Gambar 4.11.). Gambar 4.9. Pengisian Emulsi pada Lubang Tembak Gambar Fragmentasi Hasil Peledakan Dilapangan 50

62 Gambar MMU Perlengkapan Perlengkapan peledakan (blasting accessories atau blasting supplies) adalah material yang diperlukan untuk membuat rangkaian peledakan sehingga isian bahan peledak dapat dinyalakan. Perlengkapan peledakan hanya dapat dipakai sekali saja. Perlengkapan peledakan: a. Bahan peledak utama adalah Emulsi, dengan kecepatan detonasi 6300 m/s dan bobot isi sebesar 1,15 gr/cm 3. b. Bahan penguat peledakan adalah Booster (Gambar 4.12.). c. Surface delay detonator dengan waktu tunda 25 ms dan 109 ms. d. Inhole delay dengan waktu tunda 500 ms (Gambar 4.12.). e. Kabel penghubung (lead in line), yang digunakan untuk merangkai detonator listrik dan dihubungkan ke Blasting Machine. 51

63 f. Gambar Inhole Delay 500 ms dan Spartan Booster 4.3 Pengamatan Kegiatan Pemuatan Dilapangan Dari pengamatan dilapangan, alat muat yang digunakan pada kegiatan pemuatan material hasil peledakan pada daerah freeface adalah Hydraulic Shovel Liebherr Pengamatan pemuatan dilapangan didasarkan terhadap waktu edar, waktu edar alat meliputi waktu menggali material (digging time), waktu mengangkat dan memutar bucket saat bermuatan (lift & swing time), waktu menumpahkan material (dumping time), waktu untuk memutar bucket untuk mulai menggali saat tidak berisi (swing empty time). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dilapangan, untuk lokasi daerah collar 2-3 peledakan lubang miring dengan jumlah lubang ledak sebanyak 266 lubang dengan geometri dilapangan (tabel 4.3.) pada tanggal 24 April 2010, diperoleh waktu edar rata-rata pemuatan untuk alat muat Shovel Liebherr 9350 memuat truk jungkit Komatsu HD 785 sebanyak 3 kali curah sebesar 88,2 detik dengan waktu yang dibutuhkan untuk menggali material sebesar 34,5 detik, waktu untuk mengangkat dan memutar bucket saat berisi 20,7 detik, waktu untuk menumpah material 11,97 detik dan waktu untuk memutar bucket kosong kembali untuk menggali sebesar 20,7 detik. 52

64 Sedangkan kegiatan pemuatan untuk daerah collar dengan hasil peledakan geometri peledakan lubang tegak diperoleh waktu edar rata-rata pemuatan untuk alat muat Shovel Liebherr 9350 pada tanggal 10 April 2010 memuat truck jungkit Komatsu HD 785 sebanyak 3 kali curah sebesar 89,07 detik dengan waktu yang dibutuhkan untuk menggali material sebesar 37,23 detik, waktu untuk mengangkat dan memutar bucket saat berisi 21,15 detik, waktu untuk menumpah material 11,82 detik dan waktu untuk memutar bucket kosong kembali untuk menggali sebesar 18,9 detik. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan lubang miring untuk daerah collar dapat meningkatkan produktifitas alat muat yang loading di daerah tersebut. 53

65 BAB V PEMBAHASAN Pengupasan lapisan tanah penutup pada tambang batubara Tutupan PT.Adaro Indonesia dilakukan dengan metode pemboran dan peledakan. Diterapkannya metode pemboran dan peledakan saat ini dalam rangka memenuhi target produksi pembongkaran lapisan tanah penutup sebesar bcm/tahun, 85 % dari target produksi tersebut atau sekitar ,6 bcm/tahun dilakukan dengan menggunakan kegiatan pemboran dan peledakan. Berdasarkan laporan PT. SIS, untuk proses peledakan pada daerah collar 2-3 akan meninggalkan overburden yang tidak terberai dengan menggunakan pola pemboran lubang tegak yang biasanya disebut candi, dimana untuk kegiatan pemuatan didaerah tersebut tidak mencapai target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Oleh karena itu diperlukan pendekatan masalah sehingga produktifitas alat muat pada daerah candi dapat ditingkatkan sehingga mencapai target produksi. Pada teknis pemboran dalam rangka penyediaan lubang tembak dan teknis peledakan dengan geometri yang sudah diterapkan saat ini, dengan metode pendekatan peralatan, perlengkapan dan kesiapan kerja pemboran dan peledakan dapat diketahui besarnya efisiensi alat dan dapat menilai apakah hasil peledakan saat ini telah dapat memenuhi target produksi alat muat pada daerah collar 2-3 yang memiliki kemiringan slope 40 0, dimana semua itu tercermin dalam pola pemboran dan peledakan yang diterapkan serta waktu edar dan waktu pemuatan Persiapan Lokasi Pemboran Pada proses penyiapan lokasi untuk kegiatan pemboran dan peledakan menggunakan Bulldozer Komatsu D155A, dimana Bulldozer Komatsu D155A akan meratakan lokasi dengan melakukan penggusuran material untuk mengetahui batas dari lapisan batubara yang masih tertutup material untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu proses pembuatan titik pemboran sampai dengan peledakan. Tingkat akurasi dari penentuan titik bor sangat penting bagi kegiatan pemboran dan peledakan. Penyimpangan pada pemboran dapat mengakibatkan terbentuknya boulder dan tonjolan pada toe. Hal ini sangat merugikan bagi kegiatan produksi karena dapat 54

66 menurunkan produktifitas dari alat muat. Selain tingkat akurasi penempatan rencana titik bor, kemampuan operator dalam mengoperasikan alat. Sering dijumpai dilapangan bahwa operator dalam melakukan pemboran menghadapi kesulitan dalam menempatkan bit tepat pada titik yang akan dilakukan pengeboran. Untuk itu dibutuhkan minimal 1 orang helper untuk setiap lokasi pemboran. Yang berfungsi membantu operator menempatkan alat bor tepat pada titik pengeboran. Kemiringan jenjang harus diketahui dahulu oleh surveyor agar dapat diketahui besar sudut kemiringan dari mast (batang bor) alat bor. Kenyataan dilapangan, kedalaman lubang bor dapat bervariasi dikarenakan lantai lokasi yang kurang rata sehingga hasil yang diperoleh kurang baik. Maka perlu persiapan lokasi yang lebih baik lagi Pemboran Arah pemboran Pemboran tegak yang dilakukan selama ini pada daerah collar 2-3 belum mampu memberaikan batuan pada bagian bawah (bottom burden) dari row-1 dengan slope 40 0, hal ini menyebabkan terciptanya daerah yang tidak terkena kekuatan ledak yang nantinya akan berpengaruh pada produktifitas alat muat yang melakukan aktifitas pemuatan di daerah tersebut, dan tidak terciptanya bidang bebas baru bagi lubang-lubang ledak yang meledak kemudian. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dilakukan pemboran miring (gambar 5.1) Pemboran miring pada collar 2-3 yang dilakukan saat ini dimaksudkan agar burden pada kondisi normal terpenuhi, sehingga batuan pada bagian bawah jenjang dapat terberai dan kemudian dapat dilakukan aktifitas pemuatan oleh alat muat Hydraulic Shovel untuk memuat material pada daerah collar 2-3 tersebut, dan nantinya dapat digunakan sebagai bidang bebas baru bagi lubang-lubang ledak berikutnya (gambar 5.2). Hal ini cukup effektif dilapangan untuk meningkatkan produktifitas alat muat. 55

67 3 m 5 m 8 m 50 0 Freeface ,5 m 8,5 m 8,5 m m Gambar 5.1 Desain Pemboran Miring Produksi alat bor Kemampuan dari masing-masing unit bor untuk membuat lubang tembak sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : Jenis material Kondisi permukaan kerja Kondisi unit bor Operator Diantara keempat hal tersebut di atas, yang paling berpengaruh adalah jenis material. Semakin tinggi elevasi permukaan kerja, maka material yang akan di bor bersifat semakin liat. Target produksi overburden pada tahun 2010 adalah bcm, sedangkan pembongkaran yang dilakukan dengan menggunakan pemboran dan peledakan per tahun sebesar 85 % dari target produksi overburden. Sasaran produksi pemboran dan peledakan per bulan yang dikehendaki adalah sebesar ,55 bcm/bulan atau sebesar ,42 bcm/hari dengan asumsi 30 hari dalam sebulan (Lampiran A). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan perhitungan dengan faktor pengali kecepatan pemboran, volume setara dan effisiensi pemboran, maka didapat nilai produksi pemboran dari unit bor Reedrill SKF Infinty Series DM A yang tersedia untuk 56

68 melakukan pemboran miring 3572,4 bcm/jam sedangkan untuk pemboran tegak sebesar 5871,4 bcm/jam (Lampiran C) Peledakan Geometri peledakan Geometri pada daerah collar 2-3 dimana burden pada baris pertama dengan slope 40 0 yang diterapkan saat ini sepanjang 3m dengan pemboran tegak sedangkan yang diusulkan sepanjang 3m dengan pemboran miring, kemudian jarak burden untuk baris 1-2 saat ini sepanjang 8m sedangkan untuk pemboran miring 5m dengan lubang tegak hal ini dimaksudkan agar burden yang dihasilkan tetap yaitu 8m (gambar 5.2 dan gambar 5.3). Hal ini dimaksudkan agar batuan yang berada pada bagian bawah dapat ikut terberai, sehingga untuk proses pemuatan tidak perlu sampai mendatangkan alat Hydraulic Excavator (Back Hoe) untuk menghilangkan material yang keras pada daerah tersebut. Dengan bidang bebas tersebut diharapkan dapat memberikan hasil fragmentasi dan tumpukan batuan hasil peledakan sesuai dengan dimensi bucket dari alat muat selanjutnya yang melakukan aktifitas pemuatan pada daerah tersebut. 3 m 8 m 8 m 50 0 Freeface 8,5 m 8,5 m 12,53 m Gambar 5.2 Peledakan Bor Tegak Pada Daerah Collar

69 3 m 5 m 8 m ,5 m 8,5 m 8,5 m 9,53 9,53 m 8 m Gambar 5.3 Peledakan Bor Miring Pada Daerah Collar Tabel 5.1 Data Geometri Peledakan Lubang Tegak No Geometri Peledakan Tegak 1 Burden Ff meter 8 meter 8 meter 2 Spasi 9 meter 3 Stemming 4,2 meter 4 Subdrilling 0,5 meter 5 Powder Charge 4,3 meter 6 Kedalaman lubang Bor 8,5 meter 7 Kemiringan

70 Tabel 5.2 Data Geometri Peledakan Lubang Miring Pada Row-1 No Geometri Peledakan Miring 1 Burden Ff meter 5 meter 8 meter 2 Spasi 9 meter 3 Stemming 4,2 meter 4 Subdrilling 0,5 meter 5 Powder Charge 4,3 meter 6 Kedalaman lubang Bor 8,5 meter 7 Kemiringan 20 0 (baris 1) Pola peledakan dan Waktu tunda Metode peledakan yang diterapkan saat ini yaitu metode non electric (nonel). Sedangkan pola penyalaan yang diterapkan (gambar 5.4) adalah pola peledakan beruntun per lubang dengan waktu tunda 25 ms dan 109 ms, dengan inhole delay 500 ms. Proses penyalaan awal menggunakan Blasting Machine yang meledakkan detonator pada Initiation Point. Hal ini lebih didasarkan pada pertimbangan biaya dimana Blasting Machine lebih murah harganya di bandingkan Shoot Gun yang digunakan sebagai penyala awal pada metode non electrik. Dengan pemakaian TLD 109 ms pada control row dan TLD 25 ms pada lubang berikutnya dengan inhole delay 500 ms dapat mengurangi flyrock yang dihasilkan pada tahap akhir proses peledakan akibat ekspansi gas akan terjadi setelah lubang ledak terakhir terinisiasi 59

71 Keterangan : Blasting machine Detonator TLD 109 ms TLD 25 ms Gambar 5.4 Konfiguasi Waktu Tunda Pada Pola Peledakan Echelon Pengisian bahan peledak Pengisian bahan peledak pada kegiatan peledakan di tambang batubara Tutupan menggunakan tiga unit Mobile Mixing Unit. Dengan diameter lubang ledak sebesar 200,025 mm maka untuk setiap meter lubang ledak memerlukan emulsi sebanyak 36,1 kg/m (Lampiran F). Kemampuan produksi alat dalam pengisian bahan peledak merupakan suatu nilai yang menyatakan banyaknya lubang yang mampu diisi bahan peledak oleh satuan unit pada setiap satuan waktu tertentu. Setelah dilakukan kegiatan peledakan, tidak dijumpai adanya kenampakan pada jenjang (gambar 5.5), seperti berikut ini : a. Batuan yang pecah melebihi batas akhir dari jenjang atau melebihi batas akhir dari lubang tembak (overbreak). b. Adanya sisa tonjolan batuan setelah dilakukan peledakan yang menggantung pada dinding bagian atas dari jenjang (overhang). c. Adanya sisa batuan yang menonjol pada lantai jenjang (toe). 60

72 d. Adanya retakan di belakang batas jenjang setelah dilakukan peledakan (backbreak). Gambar 5.5 Lokasi hasil peledakan lubang miring 5.4. Produksi Kegiatan produksi dari alat muat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang secara langsung berhubungan dengan peledakan maupun tidak. Adapun beberapa faktor tersebut yaitu fragmentasi, digging time, waktu hambatan, kemampuan alat muat, kemampuan operator alat muat, efisiensi kerja, juga dipengaruhi cuaca Digging Time Digging time merupakan waktu yang diperlukan oleh alat muat untuk menggali material hasil peledakan yang selanjutnya dituangkan ke dalam alat angkut. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan dapat dilihat bahwa ada perbedaan antara digging time penggalian batuan hasil peledakan lubang tegak dengan hasil peledakan lubang miring. Dimana pada kondisi peledakan dengan pemboran tegak akan meninggalkan material yang tidak terberai pada lapisan bawah tanah penutup yang biasanya disebut candi. Yang nantinya akan berpengaruh pada produktifitas alat muat pada daerah tersebut. Dapat dilihat dari alat muat Hydraulic Shovel Liebherr 9350, terjadi perubahan digging time penggalian batuan hasil peledakan antara peledakan lubang miring dengan hasil peledakan lubang tegak. Pada daerah collar 2-3 dengan hasil peledakan geometri lubang tegak alat muat Shovel Liebherr 9350 diperoleh digging time rata-rata sebesar 12,41 detik 61

73 dengan bucket munjung 70% sedangkan dengan pemuatan hasil peledakan menggunakan lubang miring dengan alat muat Shovel Liebherr diperoleh digging time sebesar 11,5 detik dengan bucket munjung 85,71%, dari data tersebut diketahui bahwa peledakan dengan lubang bor miring akan mempengaruhi waktu penggalian dan besarnya prosentase bucket munjung pada saat penggalian yang secara otomatis akan meningkatkan produksi dari alat muat. Penggunaan desain pemboran miring mampu menghasilkan digging time lebih kecil dari desain pemboran tegak, dengan pertimbangan persen boulder lebih sedikit serta faktor faktor lain dianggap konstan Waktu Hambatan Proses pemuatan material dari alat muat ke alat angkut terdapat waktu yang digunakan baik untuk menunggu truck yang kadang jalannya tidak konstan, juga untuk mengantisipasi boulder yang terdapat pada material yang akan dimuat oleh alat muat diantaranya digunakan untuk memukul boulder yang tidak terlalu besar sehingga dapat dimuat. Waktu hambatan pada geometri peledakan lubang miring dapat dilihat dari alat muat Hydraulic Shovel Liebherr 9350 terdapat adanya pengurangan waktu edar. Menggunakan geometri peledakan lubang tegak dengan alat muat Shovel Liebherr 9350 SH01A diperoleh waktu edar rata-rata sebesar 89,07 detik, dan dengan geometri peledakan menggunakan lubang miring didapat waktu edar rata-rata sebesar 88,2 detik. Sedangkan waktu edar ratarata Shovel Liebherr 9350 SH02A adalah 91,89 detik pada peledakan dengan pemboran tegak dan 86,22 detik pada peledakan dengan pemboran miring (Lampiran G). 5.5 Recovery Peledakan Recovery hasil peledakan dengan menggunakan pemboran tegak menghasilkan recovery rata-rata 79,26% dengan menyisakan inventory material rata-rata setinggi 1,65 meter. Sedangkan recovery hasil peledakan dengan pemboran miring menghasilkan recovery rata-rata 95,57% dengan menyisakan inventory material rata-rata setinggi 0,35 meter. Hal ini menandakan bahwa peledakan dengan pemboran miring menghasilkan persentase recovery lebih tinggi dibandingkan peledakan dengan pemboran tegak. Yang berarti lebih banyak material yang dapat diambil dan meninggalkan sedikit material yang ditinggalkan. 62

74 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan, analisa dan pembahasan terhadap kegiatan pemboran dan peledakan serta pemuatan material hasil peledakan di PT. Saptaindra Sejati Job Site PT. Adaro Indonesia Kalimantan Selatan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil peledakan dengan geometri lubang miring pada daerah collar yang diterapkan saat ini telah mampu meningkatkan produktifitas untuk alat muat yang melakukan kegiatan loading yaitu SH01A sebesar 23,15% dan SH02A sebesar 40,85%. 2. Peledakan dengan menggunakan pemboran miring lantai yang lebih rata dan mengurangi terbentuknya tonjolan pada toe atau biasa disebut candi. 3. Dari hasil pengamatan diperoleh penurunan cycletime sebesar 89,07 detik, dan dengan geometri peledakan menggunakan lubang miring didapat waktu edar rata-rata sebesar 88,2 detik. Sedangkan waktu edar rata-rata Shovel Liebherr 9350 SH02A adalah 91,89 detik pada peledakan dengan pemboran tegak dan 86,22 detik pada peledakan dengan pemboran miring sehingga akan meningkatkan produktifitas alat. 4. Meningkatkan nilai recovery peledakan sebesar 13,55% dari 1,65 meter tinggi material yang tersisa menjadi hanya 0,35 meter SARAN 1. Sebelum dilakukan kegiatan pemboran untuk penyediaan lubang ledak, surveyor dan blaster perlu untuk mengetahui kemiringan dari freeface atau slope yang sudah terbentuk sehingga dapat ditentukan besarnya sudut kemiringan lubang bor. 2. Perlu adanya pengawasan di lapangan dengan bantuan helper untuk mengawasi titik pemboran yang akan di bor oleh alat bor, karena sering ditemukan lubang bor 63

75 menyimpang dari titik bor yang telah ditentukan sehingga akan berpengaruh pada geometri peledakan dan hasil peledakannya. 3. Perlunya persiapan lokasi yang baik agar alat bor dapat melakukan pemboran dengan benar, dilapangan sering dijumpai kedalaman lubang bor yang berbeda-beda untuk satu geometri peledakan yang disebabkan tidak ratanya medan kerja. 4. Evaluasi hasil peledakan dengan lubang miring untuk daerah collar secara terus menerus, agar didapatkan geometri pemboran dan peledakan yang optimal (perlu dicoba untuk kemiringan mast 25 o -30 o ). 64

76 DAFTAR PUSTAKA 1. Ash. R.L. (1963), The Mechanics of Rock Breakage, Pit and Quarry Magazine. 2. Doddy Syahrial, (2010), Analisa Geometri Peledakan Pada PT. Saptaindra Sejati Job Site PT. Adaro Indonesia Dengan Metoda Rules Of Thumb Kalimantan Selatan. 3. Dyno Nobel, (1995), Efficient Blasting Techniques, Blast Dynamics. 4. Hustrulid W., (1999), Blasting Principles For Open Pit Mining. Colorado School of Mines, Golden, Colorado, USA. 5. Jimeno C.L. and Jimeno E.L., (1995), Drilling and Blasting of Rocks, Balkema/ Rotterdam/ Brookfield. 6. J Naapuri., (1988), Tamrock, Surface Drilling And Blasting, Norway. 7. Koesnaryo.S. (1988), Rancangan Peledakan Batuan, Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta 8. Mc Gregor K. (1967), The Drilling Of Rock, CR Books Ltd, A Maclaren Company, London. 9. Partanto Prodjosumerio, (1989), Tambang Terbuka (Surface Mining), Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Mineral, UPN Veteran Yogyakarta. 10. Singgih Saptono, (2006), Teknik Peledakan, Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta. 11. Yanto Indonesianto, (2006), Pemindahan Tanah Mekanis, Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta. 12. Yulian Haribowo (2006), Skripsi, Penggunaan Lubang Bor Miring Pada Daerah Floor Batubara Untuk Mengoptimalkan Produktifitas Alat Muat Pada PT Pamapersada Nusantara Job Site PT Adaro Di Tambang Batubara Tutupan Kalimantan Selatan, Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta. 71

77 LAMPIRAN A KESEDIAAN WAKTU KERJA DAN SASARAN PRODUKSI Kesediaan Waktu Kerja Jan 10 Feb 10 Mar 10 Apr 10 Mei 10 Bulan Jun 10 Jul 10 Agt 10 Sep 10 Okt 10 Nov 10 workday blasting Des 10 Kesediaan hari kerja di PT. Saptaindra Sejati adalah banyaknya hari yang dimanfaatkan untuk operasi penambangan. Jam kerja yang berlaku diperusahaan dibagi menjadi dua gilir kerja (shift) dan tiga gilir kerja (shift) dalam sehari. Penelitian ini dilakukan pada bulan April. Pada kegiatan pemboran berlaku aturan dua gilir kerja dalam sehari seperti pada tabel di bawah ini : Tabel A.1 Waktu Gilir Kerja Gilir kerja I Jadwal Kerja Keterangan Waktu (jam) Waktu Kerja 5, Waktu Istirahat 0, Waktu Kerja 4,75 Total waktu Kerja 10,25 Gilir kerja II Jadwal Kerja Keterangan Waktu (jam) Waktu Kerja Waktu Istirahat Waktu Kerja 5 Total waktu kerja 11 Total waktu kerja 21,25 65

78 Khusus untuk hari jum'at pada gilir kerja I, Waktu Istirahat di mulai dari pukul s/d pukul WITA. Jadi jumlah jam kerja rata-rata dalam sehari : = ( 21,25 6) jam / min ggu + (20,25 1) jam / min ggu = 21,1 jam / hari 7hari / min ggu Efektifitas jam kerja : 1 jam efektif yang digunakan adalah 50 menit Efektif kerja = 50/60 = 0,8333 = 83,33 % Jadi efektifitas waktu kerja adalah = 21,1 jam / hari 83.33% = 17,582 jam / hari Jumlah jam kerja dalam bulan April : 30 hari / bulan 21,1 jam / hari = 633,2 jam / bulan A. Sasaran produksi Target produksi overburden pada tahun 2010 adalah bcm, sedangkan pembongkaran yang dilakukan dengan menggunakan pemboran dan peledakan per tahun sebesar 85 % dari target produksi overburden. Sasaran produksi pemboran dan peledakan perbulan yang dikendaki adalah sebesar. = bcm / tahun 0.85 = ,6bcm / tahun ,6bcm / tahun = = ,55bcm / bulan 12bulan / tahun ,55bcm / bulan = = ,42bcm / hari 30hari / bulan Dengan menggunakan geometri 8 x 9 x 8, maka jumlah lubang perhari adalah ,42bcm / hari = = 308,4 lub ang / hari (8x9x8) bcm 308 lubang / hari

79 LAMPIRAN B SPESIFIKASI PERALATAN PEMBORAN DAN ALAT MUAT Drilltech D 50 KS Merk : Drilltech Type : D 50 KS (1050) cfm Drill Rating - Hole size : 6" - 9" ( mm) - Max. 1 st pass capacity (Std tooling) : 28'6" (8,7 m) - Max. 1 st pass capacity (Special tooling) : 30'9" (9,4 m) - Total depth capacity : 210' (64 mm) Undercarriage - Type : Caterpillar - Model Length : 15' (4,57 m) - Pads (shoes) Triple Grouser : 29,5" (750 mm) - Travel speed : 2 mph (3,2 km/h) - Gradeability (Mast Down) : 62% (approximately) 31% - Drive HP each Tracks : 189 Hp (141 Kw) - Ground Bearing Pressure (Std. Equip.) : 10,5 psi (72,3 kpa) - Width Over Track : 12'1" (3,68 m) - Rollers : 7 lower- 2 upper Drill Power - Caterpillar : Model 3408E DITA 500 HP (373 kw) - Rated Speed : 1800 rpm - Fuel Capacity : 300 gallons US (11351)

80 Compressor - Type : Single Stage Oil Flooded Screw Type - Manufacturer : Sullair 1050 cfm (29,7 m 3 psi(6,9 bar)@1800 rpm Feed System - Type : 2 Hydraulic Cylinder & Chain - Rated Bit Loading : lbs ( kg) - Rated Pullback : lbs ( kg) - Feed Rate : fpm (38 mpm) - Retract Rate : fpm (50 mpm) Rotary Head - Type : Gear case type - Drive Motor : Hydraulic Axial Piston - Max. Rotary Horsepower : 180 hp (134 Kw) - Standart Rotary Speed/Torque : in - lbs (9.845 Nm) - Optional Rotary Speed/Torque : in - lbs (8.136 Nm) Total Handling Equipment (Loader) - Type : Carausel (Inside Mast) - Number of Positions : 4 or 6 - Pipe Size : 4 Positions - 3 " to 5-1/2" ( mm) : 6 Positions - 6 " to 7" : ( mm) Weight - Operating Weight w/drill Pipe : lbs ( kg) Dimensions - Length (Mast Down) : 45'4" ( 13,89 m)

81 - Length (Mast up) : 31'0" ( 9,45 m) - Width (Operating W/o dust chute) : 14'4" ( 4,38 m) - Width (Operating W/ dust chute) : 15'2" ( 4,62 m) - Height (Mast Up) : 46'9" ( 14,2 m) - Height (Mast down & workdeck rem) : 14'4" ( 4,38 m) Electrical - Alternator : 24 VDC 100 amp - Air Conditioner : 24 VDC - Batteries : 12 volt Drilltech D 245 S Merk : Drilltech Type : D 245 S (1050) cfm Drill Rating - Hole size : 6" - 9" ( mm) - Max. 1 st pass capacity (Std tooling) : 28'6" (8,7 m) - Max. 1 st pass capacity (Special tooling) : 30'9" (9,4 m) - Total depth capacity : 210' (64 mm) Undercarriage - Type : Caterpillar - Model Length : 15' (4,57 m) - Pads (shoes) Triple Grouser : 29,5" (750 mm) - Travel speed : 2 mph (3,2 km/h) - Gradeability (Mast Down) : 62% (approximately) 31% - Drive HP each Tracks : 189 Hp (141 Kw) - Ground Bearing Pressure (Std. Equip.) : 10,5 psi (72,3 kpa) - Width Over Track : 12'1" (3,68 m) - Rollers : 7 lower- 2 upper Drill Power - Caterpillar : Model 3408E DITA 500 HP (373 kw)

82 - Rated Speed : 1800 rpm - Fuel Capacity : 300 gallons US (11351) Compressor - Type : Single Stage Oil Flooded Screw Type - Manufacturer : Sullair 1050 cfm (29,7 m 3 psi(6,9 bar)@1800 rpm Feed System - Type : 2 Hydraulic Cylinder & Chain - Rated Bit Loading : lbs ( kg) - Rated Pullback : lbs ( kg) - Feed Rate : fpm (38 mpm) - Retract Rate : fpm (50 mpm) Rotary Head - Type : Gear case type - Drive Motor : Hydraulic Axial Piston - Max. Rotary Horsepower : 180 hp (134 Kw) - Standart Rotary Speed/Torque : in - lbs (9.845 Nm) - Optional Rotary Speed/Torque : in - lbs (8.136 Nm) Total Handling Equipment (Loader) - Type : Carausel (Inside Mast) - Number of Positions : 4 or 6 - Pipe Size : 4 Positions - 3 " to 5-1/2" ( mm) : 6 Positions - 6 " to 7" : ( mm) Weight - Operating Weight w/drill Pipe : lbs ( kg)

83 Dimensions - Length (Mast Down) : 45'4" ( 13,89 m) - Length (Mast up) : 31'0" ( 9,45 m) - Width (Operating W/o dust chute) : 14'4" ( 4,38 m) - Width (Operating W/ dust chute) : 15'2" ( 4,62 m) - Height (Mast Up) : 46'9" ( 14,2 m) - Height (Mast down & workdeck rem) : 14'4" ( 4,38 m) Electrical - Alternator : 24 VDC 100 amp - Air Conditioner : 24 VDC - Batteries : 12 volt Reedrill SKF Infinity Merk : Reedrill Type : SKF Infinity Rated Capacity - Bit/Hole diameter : 6" - 9" ( mm) - Depth single pass : 11,5 m With 4 drill pipes in carousel : 54 m Pull down / Hoisting Capacity - Rated pull down capacity : Up to 50,000 lbs (22,680 kg) - Rated hoist capacity : Up to 47,100 lbs (21,364 kg) - Feed rate : fpm (0 43 m/min) - Retract rate : fpm (0 44,8 m/min) - Pulldown stroke : 33 8 (10,26m) on mast for a 30 pipe - Type : Hydraulic - Number of cylinders : 1 - Cylinder bore : 7 diameter (17,78 cm) - Cylinder rod : 5 diameter (12,7 cm) - Cable type : 1 DYFORM 8

84 - Nominal Line Tension : 5 to 1 factor against working - Cable sheaves (cylinder) : 16 OD (40,6 cm) - Cable sheaves (top and bottom) : 22 OD (55,9 cm) - Sheaves Pins : 2 (5,1cm) diameter with roller bearing - Sheave guards : Standard at bottom plate - Adjustable head guide shoes : Steel with replaceable nylatron Rotary Drive System - Rotation Speed : rpm - Torque : ft-lbs max (12882 Nm) - Horsepower capacity : 186 hp (138,7 kw) - Gearbox : Reedrill, Inc. design casting - Manufacturer : Reedrill - Main Thrust Bearing : Timken taper roller - Lubrication : Oil flooded - Gearing : Spur - Ratio : 16:04 to 1 - Drive motor : See Hydraulic System Radiator and Oil Cooler Assembly - Cooler height : 60 (152,4 cm) - Cooler width : 90 5/8 (230,2 cm) - Fan : 48 (122 cm) diameter, 10 blades - Fan speed : 1550 rpm - Fan guard : Welded - Engine radiator : Top tank Open top tank, pressure cap overflow tube and sight glass - Coolant connection : 2-1/2; (63,5mm) toptank; 3 ½ (88,9 mm) bottom tank - Compressor Oil Core Hose connection : 2 ½ O ring boss (63,5 mm) - Hydraulic Oil Core

85 Hose connection : 1 O ring boss (25,4 mm) - Air to Air Cooler : 4 (101,6 mm) O.D. - Standard Ambient Rating : 125 F (52 C) Compressor - Manufacturer : sullair corporation - Type : Oil flooded, single stage crew - Intake air flow : 1050 cfm (29,7 m 3 /min) - Max operating pressure : 125 psi (8,6 bar) - Air cleaner : Donaldson SRG 20 Engine - Manufacturer : Caterpillar - Model : C15 ATAAC electronic - Rated Horse power : 450 hp (335 kw) - Full load RPM : Air cleaner : Donaldson SRG 20 - Starting system : 24 VDC - Safety shut down system : Energized to run - Batteries : Four (4) 8 D - Muffler : Two (2) 5 (127 mm),inlet and outlet - Muffler guard : 10 ga for personal protection - Jacket water cooling : Radiator - Cold weather equipment : not fitted - Fuel tank : 367 gallon (1389 liters) - Turbo and Manifold Covers : Blankets Mast - Construction : ASTM 500 grade B rectangular tubing - Main cord size : Front 8 x 4 x ¼ ; Rear 4 x 4 x ½ - Pivot and raising area : Rectangular tubing A frame; Reinforced in high stress areas - Hydraulic lines : Pressure rated steel hydraulic tubing

86 - Hose rack : Sheet steel trough for moving hoses - Table hole diameter : 11 (27,9cm) diameter deck hole - Angle drilling kit : 0 20 degrees in 5 degree increments Mast Elevating Cylinders - Number of cylinders : 2 - Cylinder bore : 7 (17,8 cm) diameter - Cylinder rod : 3 ½ (8,89 cm) diameter - Cylinder stroke : 38 (96,52 cm) - Lift capacity each cylinder : 105,800 lbs (47,991 kg) - Cylinder connections pins : 1 ¾ (45 mm) diameter Hydraulic Shovel Liebherr R9350 Operating Weight : kg Flywheel Horsepower (SAE) : 1500 HP (1120kW) Bucket Capacity Range : 15,30-18 m 3 Performance : Swing Speed : 3.7 RPM Max. Travel Speed : 3 km/h (1.3 MPH) Engine : LIEBHERR Model : QSK45 No. of cylinders- : x 190 mm Bore x stroke : (6.26 x 7.48) in Piston Diplacement : 45 ltr Hydraulic System : 4 x Variable Hydraulic Pump : Piston Max. oil flow : 4 x 754 ltr Max Oil Pressure : 320 kg/cm 2 Track Shoes Width : 1200 mm /ground pressure : 2.13 kg/cm 2 Capacity (Refilled)

87 Fuel Tank : 4200 ltr Hydraulic oil tank : 2200 ltr Machine Spec Boom : 7250 mm Arm : 4900 mm Bucket : 18 m 3 - Dimensi Bucket - Panjang keseluruhan : 4,2 m - Lebar keseluruhan : 4,2 m - Tinggi keseluruhan : 3,7 m Gambar B.1 Dimensi Hydraulic Shovel Liebherr R9350

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah Area operasional PT Adaro Indonesia secara administratif terletak di 2 (dua) provinsi dan 4 (empat) kabupaten. Lokasi tambang dan sarana produksi

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan suatu petunjuk yang sangat penting dalam menilai keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi penambangan batubara PT Milagro Indonesia Mining secara administratif terletak di Desa Merdeka Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif PT BJA berlokasi di Desa Sungai Payang, Dusun Beruak, Kecamatan Loakulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur,

Lebih terperinci

POLA PEMBORAN & PELEDAKAN

POLA PEMBORAN & PELEDAKAN POLA PEMBORAN & PELEDAKAN Faktor-Faktor yang mempengaruhi kemampuan pemboran dan peledakan : 1. Arah Pemboran 2. Pola pemboran dan Peledakan 3. Waktu daur dan jam kerja efektif alat bor 4. Geometri Peledakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB vi vii ix xi xiii I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.... 1 1.2 Perumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Keadaan Umum 2.1.1 Lokasi Kesampaian Daerah Lokasi CV JBP secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak. Provinsi Banten. Secara geografis lokasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI RINGKASAN ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI RINGKASAN ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI RINGKASAN ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL v vi vii viii x xi xiii BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Penelitian 1 1.3. Batasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peledakan adalah merupakan kegiatan pemecahan suatu material (batuan) dengan menggunakan bahan peledak atau proses terjadinya ledakan. Suatu operasi peledakan batuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif wilayah IUP Eksplorasi CV Parahyangan Putra Mandiri, termasuk di dalam daerah Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Kesampaian Daerah Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kampung Seibanbam II, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain : BAB I PENDAHULUAN Pemboran produksi (eksploitasi) merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan peledakan, karena dengan melakukan kegiatan peledakan tersebut terlebih dahulu batuan

Lebih terperinci

Artikel Pendidikan 23

Artikel Pendidikan 23 Artikel Pendidikan 23 RANCANGAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DI PT. BUMI BARA KENCANA DI DESA MASAHA KEC. KAPUAS HULU KAB. KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh : Alpiana Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Mataram

Lebih terperinci

= specific gravity batuan yang diledakkan

= specific gravity batuan yang diledakkan Rumus Perhitungan Geometri Peledakan Peledakan Geometri peledakan terdiri dari burden, spacing, sub-drilling, stemming, dan kedalaman lubang bor. 1. urden Jarak burden sangat erat hubungannya dengan besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Barito merupakan salah satu cekungan tersier yang memiliki potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara dan sumber daya

Lebih terperinci

GEOMETRI PELEDAKAN MENURUT ANDERSON OLEH KELOMPOK IV

GEOMETRI PELEDAKAN MENURUT ANDERSON OLEH KELOMPOK IV Mata Kuliah : Teknik Peledakan Dosen : Ir. Muh Jufri Nur. ST, MT GEOMETRI PELEDAKAN MENURUT ANDERSON OLEH KELOMPOK IV MARSALIN ( 2002 31 046 ) NAZRULLAH IQBAL ( 2002 31 003 ) ZULKIFLI SULAIMAN ( 2002 31

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Perusahaan CV. Putra Parahyangan Mandiri adalah salah satu perusahaan batubara yang terletak di Kec. Satui, Kab. Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, yang didirikan

Lebih terperinci

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan Cadangan Batubara yang terdapat dalam daerah penambangan Sangasanga mempunyai kemiringan umum sekitar 10-15 dan dengan cropline yang berada di sisi barat daerah

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI 2.1 KESAMPAIAN DAERAH 2.1.1 Kesampaian Daerah Busui Secara geografis, daerah penelitian termasuk dalam daerah administrasi Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Pasir,

Lebih terperinci

RANCANGAN TEKNIS PENGEBORAN DAN PELEDAKAN OVERBURDEN

RANCANGAN TEKNIS PENGEBORAN DAN PELEDAKAN OVERBURDEN RANCANGAN TEKNIS PENGEBORAN DAN PELEDAKAN OVERBURDEN UNTUK MENDAPATKAN FRAGMENTASI YANG DIBUTUHKAN PADA TAMBANG BATUBARA DI PIT M3-34 PT. LEIGHTON CONTRACTORS INDONESIA KALIMANTAN TIMUR SKRIPSI Oleh BUDYANUNG

Lebih terperinci

Tambang Terbuka (013)

Tambang Terbuka (013) Tambang Terbuka (013) Abdullah 13.31.1.350 Fakultas Teknik Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar 2013 Pendahuluan Aturan utama dari eksploitasi tambang adalah memilih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Singkat PT Nan Riang PT Nan Riang merupakan perusahaan Perseroan Terbatas yang bergerak dibidang usaha pertambangan batubara dan berkedudukan di Muara Tembesi, Batanghari,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif wilayah penyelidikan, termasuk didalam daerah Kecamatan Dusun Tengah, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah. Batas

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS BULLDOZER PADA AKTIVITAS DOZING DI PT. PAMAPERSADA NUSANTARA TABALONG KALIMANTAN SELATAN

PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS BULLDOZER PADA AKTIVITAS DOZING DI PT. PAMAPERSADA NUSANTARA TABALONG KALIMANTAN SELATAN PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS BULLDOZER PADA AKTIVITAS DOZING DI PT. PAMAPERSADA NUSANTARA TABALONG KALIMANTAN SELATAN Hj. Rezky Anisari rezky_anisari@poliban.ac.id Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JUNI 2012

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JUNI 2012 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JUNI 2012 Laporan Bulanan Aktivitas Eksplorasi PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan batubara yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Perusahaan Sejarah penambangan batubara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan dimulai sejak zaman kolonial Belanda tahun 1919 dengan menggunakan metoda penambangan terbuka

Lebih terperinci

KAJIAN GROUND VIBRATION DARI KEGIATAN BLASTING DEKAT KAWASAN PEMUKIMAN UNTUK MENCAPAI KONDISI AMAN DI PENAMBANGAN BATUBARA.

KAJIAN GROUND VIBRATION DARI KEGIATAN BLASTING DEKAT KAWASAN PEMUKIMAN UNTUK MENCAPAI KONDISI AMAN DI PENAMBANGAN BATUBARA. KAJIAN GROUND VIBRATION DARI KEGIATAN BLASTING DEKAT KAWASAN PEMUKIMAN UNTUK MENCAPAI KONDISI AMAN DI PENAMBANGAN BATUBARA Oleh : Sundoyo 1 ABSTRAK Penelitian dilakukan di PT. Cipta Kridatama site PT.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Keadaan Geografi Daerah Penelitian 2.1.1 Lokasi Penambangan Daerah penyelidikan berdasarkan Keputusan Bupati Tebo Nomor : 210/ESDM/2010, tentang pemberian Izin Usaha Pertambangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 10 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah 2.1.1 Lokasi Lokasi penelitian Tugas Akhir dilakukan pada tambang quarry andesit di PT Gunung Sampurna Makmur. Secara geografis, terletak pada koordinat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

Oleh : Santika Adi Pradhana Prodi Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta No. Hp : ,

Oleh : Santika Adi Pradhana Prodi Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta No. Hp : , KAJIAN TEKNIS PELEDAKAN PADA KEGIATAN PEMBONGKARAN LAPISAN PENUTUP UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS ALAT MUAT DI PT. THIESS CONTRACTORS INDONESIA MELAK, KALIMANTAN TIMUR Oleh : Santika Adi Pradhana Prodi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara geografis, pulau Sebuku terletak pada koordinat 116,3384 o 116,3640 o BT dan 03,5209 o 03,5771 o LS (Bakosurtanal). Panjang pulau sekitar 35

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

PENGARUH HASIL PELEDAKAN OVERBURDEN TERHADAP PRODUKTIVITAS ALAT GALI MUAT DI PIT INUL DAN PIT KEONG PT. KALTIM PRIMA COAL DI SANGATTA KALIMANTAN TIMUR

PENGARUH HASIL PELEDAKAN OVERBURDEN TERHADAP PRODUKTIVITAS ALAT GALI MUAT DI PIT INUL DAN PIT KEONG PT. KALTIM PRIMA COAL DI SANGATTA KALIMANTAN TIMUR PENGARUH HASIL PELEDAKAN OVERBURDEN TERHADAP PRODUKTIVITAS ALAT GALI MUAT DI PIT INUL DAN PIT KEONG PT. KALTIM PRIMA COAL DI SANGATTA KALIMANTAN TIMUR Abstrak Oleh : James Wilson Siahaan Prodi Teknik Pertambangan

Lebih terperinci

STUDI TARGET PEMBONGKARAN OVERBURDEN BERDASARKAN KAJIAN PEMBORAN UNTUK LUBANG LEDAK DI PT BUKIT MAKMUR MANDIRI UTAMA JOBSITE

STUDI TARGET PEMBONGKARAN OVERBURDEN BERDASARKAN KAJIAN PEMBORAN UNTUK LUBANG LEDAK DI PT BUKIT MAKMUR MANDIRI UTAMA JOBSITE STUDI TARGET PEMBONGKARAN OVERBURDEN BERDASARKAN KAJIAN PEMBORAN UNTUK LUBANG LEDAK DI PT BUKIT MAKMUR MANDIRI UTAMA JOBSITE ADARO KABUPATEN TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Farida Kesumawati 1, Nurhakim

Lebih terperinci

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH O l e h : Ssiti Sumilah Rita SS Subdit Batubara, DIM S A R I Eksploitasi batubara di Indonesia saat ini

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... repository.unisba.ac.id. Halaman

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... repository.unisba.ac.id. Halaman DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i v vii xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan Penelitian... 2 1.3. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto (Kelompok Kerja Penelitian Mineral) Sari Kegiatan eksplorasi umum endapan besi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN

FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN Nabila Amanda 1*, Yuyun Yuniardi 1, Undang Mardiana 1, Febriwan Mohammad 1, Freddy Jul Pribadi 2 1 Fakultas

Lebih terperinci

Metode Tambang Batubara

Metode Tambang Batubara Metode Tambang Batubara Sistem Penambangan Batubara Sistem penambangan batubara ada 3, yaitu: - Penambangan Terbuka (Open Pit Mining) - Penambangan Bawah Tanah (Underground Mining) - Penambangan dengan

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR Rudy Gunradi 1 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Sudah sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi. Perkembangan dan peningkatan teknologi cukup besar, baik dalam

Lebih terperinci

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka Tambang Terbuka I. Pengertian Tambang Terbuka Tambang Terbuka (open pit mine) adalah bukaan yang dibuat dipermukaan tanah, betujuan untuk mengambil bijih dan akan dibiarkan tetap terbuka (tidak ditimbun

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS GEOMETRI PELEDAKAN PADA KEBERHASILAN PEMBONGKARAN OVERBURDEN BERDASARKAN FRAGMENTASI HASIL PELEDAKAN

KAJIAN TEKNIS GEOMETRI PELEDAKAN PADA KEBERHASILAN PEMBONGKARAN OVERBURDEN BERDASARKAN FRAGMENTASI HASIL PELEDAKAN KAJIAN TEKNIS GEOMETRI PELEDAKAN PADA KEBERHASILAN PEMBONGKARAN OVERBURDEN BERDASARKAN FRAGMENTASI HASIL PELEDAKAN Rudi Frianto 1, Nurhakim 1, Riswan 1 Abstrak: Kajian teknis geometri peledakan pada keberhasilan

Lebih terperinci

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Wawang Sri Purnomo dan Fatimah Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Lokasi Penyelidikan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya alam khususnya sumber daya mineral. Dalam pekembangannya, telah berbagai macam teknik dan teknologi yang dipergunakan

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengeboran Eksplorasi dan Geotech periode April 2018

Laporan Kegiatan Pengeboran Eksplorasi dan Geotech periode April 2018 Laporan Kegiatan Pengeboran Eksplorasi dan Geotech periode April 2018 PT Adaro Indonesia Laporan Bulanan Aktivitas Pengeboran 0 BAB I LATAR BELAKANG PT Adaro Indonesia adalah salah satu kontraktor pemerintah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii DAFTAR ISI RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Keadaan Geografi PT. Daya Bambu Sejahtera 2.1.1 Lokasi Penambangan Lokasi Penambangan Batubara PT. Daya Bambu Sejahtera secara administratif terletak di Desa Mengupeh, Kecamatan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ALAT MUAT DAN ANGKUT PADA PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PIT 8 FLEET D PT. JHONLIN BARATAMA JOBSITE SATUI KALIMANTAN SELATAN

PRODUKTIVITAS ALAT MUAT DAN ANGKUT PADA PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PIT 8 FLEET D PT. JHONLIN BARATAMA JOBSITE SATUI KALIMANTAN SELATAN PRODUKTIVITAS ALAT MUAT DAN ANGKUT PADA PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PIT 8 FLEET D PT. JHONLIN BARATAMA JOBSITE SATUI KALIMANTAN SELATAN Hj. Rezky Anisari, ST,MT (1) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk AGUSTUS 2013

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk AGUSTUS 2013 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk AGUSTUS 2013 Laporan Bulanan Aktivitas Eksplorasi PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan batubara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975) STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk SEPTEMBER 2012

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk SEPTEMBER 2012 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk SEPTEMBER 2012 Laporan Bulanan Aktivitas Eksplorasi PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan batubara

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Cekungan Kutai pada bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat dengan arah barat laut tenggara, di bagian barat dibatasi

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

ANALISIS FLYROCK UNTUK MENGURANGI RADIUS AMAN ALAT PADA PELEDAKAN OVERBURDEN PENAMBANGAN BATUBARA

ANALISIS FLYROCK UNTUK MENGURANGI RADIUS AMAN ALAT PADA PELEDAKAN OVERBURDEN PENAMBANGAN BATUBARA ANALISIS FLYROCK UNTUK MENGURANGI RADIUS AMAN ALAT PADA PELEDAKAN OVERBURDEN PENAMBANGAN BATUBARA Havis Abdurrachman *, Singgih Saptono, Bagus Wiyono UPN Veteran Yogyakarta *corresponding author: havisabdurrachman@yahoo.co.id

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk MARET 2013

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk MARET 2013 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk MARET 2013 Laporan Bulanan Aktivitas Eksplorasi - 1 - PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan batubara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan Penelitian... 2 1.3.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang menutupi daerah seluas ±60.000 km 2 dan mengandung endapan berumur Tersier dengan ketebalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 2.1. TINJAUAN UMUM Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi tiga mendala (propinsi) geologi, yang secara orogen bagian timur berumur lebih tua sedangkan bagian

Lebih terperinci

Pengaruh Peak Particle Velocity ( PPV ) dari hasil kegiatan peledakan terhadap kekuatan lereng penambangan ( FK) pada penambangan Batubara Oleh :

Pengaruh Peak Particle Velocity ( PPV ) dari hasil kegiatan peledakan terhadap kekuatan lereng penambangan ( FK) pada penambangan Batubara Oleh : Pengaruh Peak Particle Velocity ( PPV ) dari hasil kegiatan peledakan terhadap kekuatan lereng penambangan ( FK) pada penambangan Batubara Oleh : 1) Sundoyo ABSTRAK Penelitian ini adalah bertujuan untuk

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk FEBRUARI 2013

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk FEBRUARI 2013 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk FEBRUARI 2013 Laporan Bulanan Aktivitas Eksplorasi 1 PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan batubara

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan Pemilihan metode penambangan Block Cut Open Pit Mining dikarenakan seam batubara mempunyai kemiringan yang cukup signifikan yaitu sebesar 10-15 sehingga batas akhir

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk DESEMBER 2012

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk DESEMBER 2012 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk DESEMBER 2012 Laporan Bulanan Aktivitas Eksplorasi PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan batubara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Kalimantan Timur yang melakukan penambangan dengan sistem penambangan

BAB I PENDAHULUAN. di Kalimantan Timur yang melakukan penambangan dengan sistem penambangan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian PT. Kaltim Prima Coal merupakan salah satu perusahaan tambang batubara di Kalimantan Timur yang melakukan penambangan dengan sistem penambangan terbuka.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH STRUKTUR JOINT TERHADAP FRAGMENTASI PELEDAKAN DAN PRODUKTIVITAS ALAT GALI MUAT PT SEMEN PADANG (PERSERO), TBK.

ANALISIS PENGARUH STRUKTUR JOINT TERHADAP FRAGMENTASI PELEDAKAN DAN PRODUKTIVITAS ALAT GALI MUAT PT SEMEN PADANG (PERSERO), TBK. ANALISIS PENGARUH STRUKTUR JOINT TERHADAP FRAGMENTASI PELEDAKAN DAN PRODUKTIVITAS ALAT GALI MUAT PT SEMEN PADANG (PERSERO), TBK. ANALYSIS OF INFLUENCE OF JOINT STRUCTURE ON DRAGING FRAGMENTATION AND PRODUCTIVITY

Lebih terperinci

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Oleh : Edlin Shia Tjandra (07211033) Fanny Kartika (07211038) Theodora Epyphania (07211115) TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk MEI 2013

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk MEI 2013 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk MEI 2013 Laporan Bulanan Aktivitas Eksplorasi PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan batubara yang

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk AGUSTUS 2012

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk AGUSTUS 2012 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk AGUSTUS 2012 Laporan Bulanan Aktivitas Eksplorasi PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan batubara

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM. PT Dahana (Persero) merupakan subkontraktor pada PT Harita Panca Utama

BAB II KEADAAN UMUM. PT Dahana (Persero) merupakan subkontraktor pada PT Harita Panca Utama 7 BAB II KEADAAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah PT Dahana (Persero) merupakan subkontraktor pada PT Harita Panca Utama (HPU) yang merupakan kontraktor dari PT Tanito Harum. PT HPU Tanito sendiri

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LAHAN PENAMBANGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk NOVEMBER 2012

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk NOVEMBER 2012 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk NOVEMBER 2012 Laporan Bulanan Aktivitas Eksplorasi PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan batubara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Lokasi Penelitian Gambar 3. Letak cekungan Asam-asam (Rotinsulu dkk., 2006) Pulau Kalimantan umumnya merupakan daerah rawa-rawa dan fluvial. Selain itu juga terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perencanaan tambang terbuka disamping faktor cadangan, teknik penambangan, ekonomi dan lingkungan, serta faktor keamanan yang didalamnya termasuk faktor kestabilan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JULI 2012

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JULI 2012 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JULI 2012 Laporan Bulanan Aktivitas Eksplorasi PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan batubara yang

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JUNI 2014

LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JUNI 2014 LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JUNI 2014 Laporan Bulanan Kegiatan Eksplorasi PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan batubara yang

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Leuwigajah TPA Leuwigajah mulai dibangun pada tahun 1986 oleh Pemerintah Kabupaten Bandung karena dinilai cukup cocok untuk dijadikan TPA karena

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PERIODE NOVEMBER TAHUN 2013 PT ADARO ENERGY, tbk

LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PERIODE NOVEMBER TAHUN 2013 PT ADARO ENERGY, tbk LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PERIODE NOVEMBER TAHUN 2013 PT ADARO ENERGY, tbk Laporan Bulanan Aktivitas Eksplorasi PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JANUARI 2013

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JANUARI 2013 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JANUARI 2013 Laporan Bulanan Aktivitas Eksplorasi PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan batubara

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JULI 2013

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JULI 2013 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JULI 2013 Laporan Bulanan Aktivitas Eksplorasi 1 PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan batubara

Lebih terperinci