POLA TARIF JASA MEDIS PELAYANAN TIM TERAPI GIZI DAN DOKTER SPESIALIS GIZI KLINIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA TARIF JASA MEDIS PELAYANAN TIM TERAPI GIZI DAN DOKTER SPESIALIS GIZI KLINIK"

Transkripsi

1 Draft pola tarif POLA TARIF JASA MEDIS PELAYANAN TIM TERAPI GIZI DAN DOKTER SPESIALIS GIZI KLINIK Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia Jakarta, 2013

2 Pola Tarif Jasa Medis PelayananTimTerapiGizi dan Dokter Spesialis Gizi Klinik Edisi pertama, --- Jakarta, 2013 I..+ halaman 21 cm X 29,74 cm Balai Penerbit Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI), Jakarta 2013 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam terbitan (KDT) Bibliografi ISBN. Penerbit: Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia d/a Departemen Ilmu Gizi FKUI Salemba no 6, Jakarta Telepon/Fax: Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun juga tanpa seizin tim penyusun dan penerbit

3 Kata Pengantar Pelayanan gizi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan di rumah sakit (RS) atau di dalam masyarakat. Pelayanan ini meliputi dua pelayanan yang terkait erat yaitu pelayanan gizi klinik (clinical nutrition service) dan pelayanan penyelenggaraan makan (hospital food service). Pelayanan gizi klinik diselenggarakan oleh Dokter Spesialis Gizi Klinik (Dr SpGK) dalam bentuk konsultatif atau dalam bentuk pelayanan Tim Terapi Gizi (TTG), sedangkan pelayanan penyelenggaraan makan meliputi pengadaan, produksi, distribusi makanan pasien yang diselenggarakan oleh Unit Produksi Makanan (UPM). Kelancaran pelayanan gizi klinik, penyediaan formula diet/makanan sesuai dengan terapi gizi yang dibutuhkan pasien, perlu ada kebijakan yang mengatur pembiayaan formula, pangan fungsional dan makanan individual yang dibayar sesuai tarif formula/makanan RS. Dengan demikian preskripsi individual pasien sesuai kondisi pasien dapat terlaksana. Selain itu, pada pelayanan gizi klinik yang merupakan sistem pelayanan TTG diperlukan pengaturan jasa medik dan remunerasi paramedik, pembiayaan sarana dan prasarana diagnostik medik gizi klinik. Atas dasar tersebut diatas Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) mempunyai tangung jawab untuk mempersiapkan pola dasar perhitungan jasa medik pelayanan TTG, tarif jasa medik dan remunerasi paramedik yang merupakan panduan perhitungan tariff pelayanan TTG, dan jasa medik bagi pelayanan gizi rumah sakit/klinik yang perlu disesuaikan dengan kondisi RS/klinik masing-masing. Buku ini masih perlu disempurna, asupan berbagai pihak sejawat sangat dibutuhkan. Jakarta, September 2012 Tim Penyusun

4 Surat Keputusan PP-PDGKI No.. Tentang Tim Penyusun Pola Tarif Jasa Medis pelayanan Tim Terapi Gizi dan Dokter Spesialis Gizi Klinik Pelindung : Prof Dr dr Abdul RazakThaha, MSc, SpGK Penasehat : dr Dini Latief, MSc, SpGK Tim Penyusun Ketua Wakil Ketua Anggota : Dr. dr. Johana Titus, MS, SpGK : dr. Niken Puruhita, M.Med,Sc, SpGK : Dr. dr. Meilani Kumala, MS. SpGK dr. Victor Tambunan, MS, SpGK dr. Ida Gunawan, MS, SpGK dr. Cindyawati, MS, SpGK Dr dr. Gaga Irawan Nugraha, M.Gizi, SpGK dr. Elvi Manurung, MS, SpGK dr. Tirta Prawita Sari, MSc., SpGK

5 DAFTAR ISI No hal Kata Pengantar Sambutan ketua Ikatan Dokter Indonesia Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan dokter spesilasi gizi klinik Surat keputusan Tim penyusun Daftar Isi Latar Belakang Tarif pelayanan gizi rumah sakit Tarif jasa medik Dokter Spesialis Gizi Klinik Penutup

6 LATAR BELAKANG Masalah gizi masyarakat yang kompleks, malnutrisi akibat kurang atau tidak seimbangnya asupan nutrien, meningkatnya kebutuhan akibat penyakit infeksi merupakan masalah yang belum dapat diatasi. Disisi lain, perubahan pola makan dan hidup mengakibatkan penyakit non infeksi seperti obesitas, diabetes, hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskuler dan dampak gizi salah meningkat secara tajam. Hal ini akan menambah tingkat kesulitan dalam manajemen terapi gizi. Agar dapat memberi pelayanan yang adekuat, efektif dan efisien, pelayanan medik gizi klinik oleh dokter spesialis Gizi Klinik dan sistem penyediaan diet pasien yang professional mutlak dibutuhkan. Disamping itu, masalah gizi perlu terdeteksi secara dini, untuk mencegah komplikasi menurunkan masa dan biaya perawatan yang menjadi beban masyarakat dan rumah sakit Pelayanan Dokter Spesialis Gizi Klinik (Dr SpGK) baik dalam bentuk sistem pelayanan TTG maupun praktek pribadi telah berlansung di sejumlah layanan masyarakat dan rumah sakit. Untuk mendukung kelanjutan pelayanan ini perlu ada pola pentarifan yang sesuai dengan pelayanan yang diberikan. Selain jasa medik pelayanan, pembiayaan penyediaan makanan, formula khusus, pangan fungsional merupakan faktor penentu terpenuhinya preskripsi gizi pasien di mayarakat dan rumah sakit (RS). Sejalan dengan akan diberlakukannya pendanaan pelayanan kesehatan melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada tahun 2014, perlu adanya pola pentarifan jasa medik Dr SpGK, jasa pelayanan TTG, dan remunerasi jasa pengawasan penyediaan makanan/formula makanan pasien. Agar dapat tercapainya pelayanan yang berkesinambungan selain pola tarif jasa medik, jasa pelayanan TTG, juga perlu didukung oleh dasar biaya makan yang terpisah secara individual dari tarif ruang rawat. Atas dasar tersebut, Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) sebagai organisasi profesi perlu menyusun pola tarif pelayanan TTG, konsultatif dan tindakan medik pelayanan Gizi Klinik, dengan mengacu kepada kompetensi spesialistik yang diberikan kepada pasien.

7 I. Tarif pelayanan gizi rumah sakit Dalam rangka menunjang kegiatan pelayanan gizi klinik, perlu adanya anggaran memenuhi pembiayaan makan pasien atau formula terapi gizi, jasa medik, jasa pelayanan TTG. Tersedianya makanan pasien dan formula terapi sesuai kebutuhan individu pasien diperlukan upaya pengawasan/supervisi dokter dengan keahlian khusus. Untuk tenaga/jasa pelayanan TTG dan jasa pengawasan makanan pasien, maka selain jasa medik perlu memperoleh basic salary. Salary ini diperoleh dari sektor pelayanan RS baik RS pemerintah atau swasta dasar anggaran RS atau dibayar oleh pihak ketiga (perusahaan atau asuransi atau BPJS) untuk pelayanan gizi klinik. Besarnya jasa pelayanan atau basic salary diperhitungan berdasarkan proporsi biaya makan. Sedangan jasa medik diperhitungkan berdasarkan bobot/point keahlian, waktu, dan beban kerja. 1. Tarif makan pasien dan formula terapi gizi. Sampai saat ini, pendanaan penyediaan makanan pasien rawat inap dibebankan pada anggaran belanja rumah sakit berdasarkan usulan Departemen/Instalasi/Bagian/Unit Gizi RS. Biaya makan pasien dimasukkan dalam tarif penggunaan kamar perawatan. Penggabungan biaya makan dengan biaya perawatan dengan formulasi makanan standar rumah sakit sulit dapat mencapai target terapi gizi secara individual. Dengan kemajuan IPTEK bidang kedokteran dan gizi, kini tersedia berbagai formula enteral maupun parenteral yang telah banyak digunakan sebagai substitusi atau pengganti sementara makanan. Pemberian formula atau zat gizi ini yang disubstitusikan ke dalam makanan pasien tidak dapat diterapkan sama untuk setiap pasien. Walaupun sudah membayar biaya kamar termasuk makan, pasien masih harus membayar resep formula gizi baik sebagai pengganti atau substitusi makanan yang diperlukan, dengan memberi resep ke apotik, demikian pula apabila pasien mendapat nutrisi parenteral karena dipuasakan. Atas dasar tersebut perlu diupayakan perhitungan biaya makan pasien dengan tarif makanan sesuai kondisi pasien. Seperti halnya obat-obatan, makanan pasien baik racikan RS, formula enteral, maupun parenteral merupakan bagian dari pengobatan pasien. Karena itu, harus dapat dimasukkan dalam biaya pengobatan yang ditanggung pihak ketiga (perusahaan tempat kerja, asuransi, atau pemerintah/sjsn) atau dibayar sendiri oleh pasien terpisah dari biaya ruang rawat.

8 Tarif pelayanan makan gizi pasien rumah sakit, yang diperhitungkan untuk 1. Bahan dan pengolahan makanan atau formula racikan enteral yang dihitung berdasarkan unit cost ditambah biaya overhead yang disesuaikan dengan kualitas bahan atau formula 2. Remunerasi skrining gizi dilakukan oleh perawat dan atau dietisien serta pelayanan medik termasuk supervisi medik diperkirakan besarnya sesuai dengan kebijakan masing-masing RS. Diperkirakan sekitar 10 % dari unit cost yang ditambahkan dalam perhitungan tarif makan pasien, yang merupakan dasar untuk dibayarkan sebagai basic salary dan insentif atau remunerasi jasa pelayanan TTG sesuai proporsi tanggung jawab dan kompetensi serta alokasi dana atas kesepakatan masing2 Tim di RS 3. Harga makan pasien adalah ad 1 ditambah ad Tarif Jasa medik dokter Spesialis Gizi Klinik Dokter SpGK, dalam pelayanan medik dikategorikan sebagai spesialis penunjang. Peran utama dalam pelayanan gizi klinik adalah preventif dan kuratif, disamping promotif dan rehabilitatif. Untuk pencapaian pelayanan gizi yang optimal perlu dilakukan pelayanan secara aktif dengan melaksanakan berbagai kegiatan meliputi : a. Menapis (skrining) pasien yang bermasalah gizi (sesuai kriteria) b. Assessment (penilaian), pemantauan, dan evaluasi terapi gizi atau penyesuaian terapi gizi bagi pasien berisiko malnutrisi c. Pengawasan atau re-skrining setiap 3-5 hari bagi pasien yang semula tidak bermasalah gizi d. Konsultasi pasien rawat jalan atau pasien perawatan yang belum memenuhi kriteria dalam penapisan/skrining gizi. e. Konsultasi dan Konseling bagi pasien pasca pantau dan pasca perawatan f. Pemeriksaan penunjang dan pelayanan diagnosis khusus (sesuai dengan kondisi RS dan peralatan yang tersedia) Untuk kesinambungan pelayanan GK perlu adanya kebijakan peraturan tarif jasa medik SpGK, yang terpisah dari basic salary untuk pelayanan TTG dan pengawasi makanan pasien, Jasa medik dokter SpGK diperhitungkan berdasarkan pelayanan TTG (Dr SpGK, atau Dr mempunyai kompetensi bidang gizi klinik, Dietisien, Perawat dan administrasi).

9 Jasa pelayanan medik Gizi Klinik, merupakan jasa penatalaksanaan terapi gizi (assessment, penyesuaian terapi gizi, preskripsi gizi, pemantauan, dan evaluasi), jasa medik bagi pasien yang berisiko malnutrisi atau malnutrisi. Jasa medik dibagi dalam dua jenis jasa (1) Jasa medik assessment gizi lanjut pasien bermasalah gizi serta penyesuaian terapi gizi dan preskripsi gizi, jasa medik ini sesuai tarif satu kali tarif konsultasi, (2) Jasa medik pemantauan dan evaluasi gizi. Dengan demikian pola tarif pelayanan gizi rumah sakit dapat dibagi menjadi 3 pola utama yaitu : 1. Basic salary pelayanan Gizi Klinik adalah salary yang dibayarkan untuk Pelayanan TTG untuk diskusi, pengawasan/ supervise makanan, penilaian skrining dan manajemen. Diperhitungkan berdasarkan beban kerja pengawasan dan tanggung jawab merupakan 80% dari remunerasi biaya makan (10% dari unit cost makanan pasien) dengan asumsi biaya makan/terapi gizi perkasus antara Rp ,-- perhari. Dengan jumlah 100 pasien per SpGK ( 3 juta,- perhari kali 10% kali 80%) = Rp ,- kali 80% per hari = Rp ,- kali 30 hari Rp ,- perbulan 2. Jasa medik bagi Dr SpGK adalah : 1. Jasa atas terapi gizi pasien rawat inap bagi pasien bermasalah gizi, jasa konsultatif, jasa konsultasi medik di poli/klinik gizi, pasien rawat jalan dan rawat inap baik oleh sejawat 2. Jasa medik Dr SpGK untuk interpretasi hal pemeriksaan medik 3. Jasa tindakan medik gizi klinik

10 Perhitungan Jasa Medik Tarif PDGKI mengacu pada rujukan Prof Dr Padmo Sundjaya, SpBS (K) Cara menghitung : I Sistim perhitungan yang diusulkan harus memperhatikan seluruh faktor yang mempengaruhi kinerja dokter dalam memberikan pelayanan: 1. Setiap faktor yang mempengaruhi kinerja pelayanan diberi angka sesuai dengan tingkat beban kerja. 2. Pada setiap pelayanan, semua faktor yang berperan dalam pelayanan ditentukan angkanya sesuai dengan pembebanan. 3. Setiap pelayanan, angka-angka dari setiap faktor yang berperan dijumlah menjadi total skor untuk pelayanan tersebut 4. Total Skor dikalikan dengan satuan uang akan menjadi biaya yang merupakan hak dokter. 5. Dengan demikian dapat ditentukan biaya sebenarnya, bukan perkiraan berapa layaknya penerimaan dokter didaerah tertentu hasil jajak pendapat yang tidak berdasar rasio. Perhitungan yang rasional dan proporsional dapat menghasilkan hak dari dokter yang mempunyai kekuatan dalam bernegosiasi tentang hak dokter terkait dengan beban kerja pelayanan kesehatan. II. Satuan uang yang dijadikan perkalian seluruh Indonesia berbeda, akan tetapi hak dokter tetap proporsional dan rasional karena skornya tetap untuk setiap penyakit. Satuan dapat berubah sesuai dengan : a. Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pusat atau Daerah dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. b. Laju Inflasi c. Daya beli lokal d. Persetujuan Perhimpunan Profesi. e. Satuan uang pengali skor ditetapkan bersama dengan Perhimpunan Profesi dibedakan : f. Pemeriksaan pertama (assessment gizi awal) g. Visite biasa tanpa evaluasi data-data baru (pemantauan atau visit kedua, minimal tiap 2 hari) h. Pemeriksaan ulang baik berupa follow up yang berupa penilaian keadaan penderita dan pemeriksaan tambahan sebagai akibat perubahan keadaan penderita (visit ketiga)

11 i. Tindakan dapat berupa : Tindakan diagnostik pada pemeriksaan penunjang Tindakan pengobatan khusus III. Faktor yang mempengaruhi kinerja dinilai dalam menentukan total skor, terdiri atas empat faktor (F1-4), khusus untuk faktor kedua (F2) masih dirinci dengan subfaktor 1 dan Faktor kualifikasi pelayanan kedokteran ( F1) a. Non dokter b. Dokter Umum c. Dokter spesialis sampai 6 semester d. Dokter spesialis 7-10 semester e. Dokter spesialis >10 semester. Dokter yang masih dalam masa pendidikan spesialis dihitung sebagai dokter umum. Tenaga pelayanan kesehatan ini dibedakan sesuai dengan pendidikannya. 2. Tingkat kesukaran (F2). Dalam hal ini tingkat kesukaran dibagi dalam 2 subfaktor, yang pertama pelayanan dikerjakan oleh tenaga kesehatan minimal kualifikasi ijazahnya D3, yang kedua adalah tingkat kesulitan lain yang dapat diukur, yaitu yang berkaitan dengan cara tindakan. Tindakan tingkat pertama dapat dianalogikan dengan pemeriksaan memakai alat sebagai bagian dari kemajuan teknologi seperti pemeriksaan EKG, EMG, EEG, alat diagnostik atau alat yang senilai, body composition (BIA) 2.1. Tingkat Pencapaian Kompetensi (F2.1) : a. Bisa dilakukan non-dokter b. Bisa dilakukan dokter umum c. Harus dilakukan spesialis d. Harus dilakukan spesialis dengan pendidiksn khusus e. Harus dilakukan beberapa jenis spesialis secara kelompok 2.2 Kaitan dengan tindakan (F2.2) : Tanpa tindakan Tindakan sederhana Tindakan dengan alat khusus atau monitoring

12 3.Tanggung Jawab (F3) Faktor ini dimasukkan untuk menghitung stress yang diderita oleh pemberi pelayanan kesehatan. Usai memberi pelayanan, pasien dapat dilupakan berarti tidak ada stresss, sebaliknya bila kita masih harus menunggu atau mengawasi sesudah memberi pelayanan berarti ada stressor. Selanjutnya bertahap tergantung dari tanggung jawab yang ada, stress pun meningkat Tak memerlukan pengawasan pasca pelayanan 3.2. Perlu pengawasan sederhana 3.3. Dalam 24 jam pertama harus mengawasi dan waspada Masuk ICU/HCU dan penderita harus dipantau khusus 4. Waktu (F4) Lama pelayanan merupakan beban yang harus dipertimbangkan. Undang-undang mengatur kerja terus-menerus tidak boleh melebihi 8 jam, dengan demikian disusun pengelompokan berdasar waktu sebagai berikut : Pelayanan tindakan Pelayanan non tindakan Tindakan diagnostik, pengobatan dan Konsultasi spesialis gizi untuk setiap 30 menit diberikan skor 5. IV Pertimbangan skor Pertambahan skor dalam tiap faktor dapat berupa deret hitung, dalam hal ini diterapkan pada faktor Kualifikasi dan Waktu. Perkalian dengan angka tertentu ( dua atau tiga ) dipergunakan pada faktor Kesulitan dan Tanggung Jawab ( Faktor 2 dan faktor 3 ). Dalam faktor Kesulitan dipertimbangkan ekstra skor terhadap adanya penyulit, tiap 30 menit waktu kerja diberikan angka (skor) 5

13 C Menentukan total skor kita mngacu pada tabel perhitungan skor sebagai berikut. Tabel Perhitungan Skor : F1 : KUALIFIKASI ( Deret Hitung ) Non dokter 5 Doktet Umum 10 Dokter spesialis sampai 6 semester 15 Dokter spesialis 7-10 semester Gizi Klinik 20 Dokter spesialis >10 semestr 25 F2 : TINGKAT KESULITAN dibagi 2 sub faktor F2.1. : Pencapaian Kompetensi Bisa dilakukan non-dokter (contoh analisis asupan) 5 Bisa dilakukan dokter umum (contoh perhitungan kalor) 15 Dilakukan oleh dokter spesialis 45 Dilakukan spesialis dengan pendidikan khusus (K) 90 F2.2.: Pelayanan Memerlukan bantuan Pemeriksaan memakai tanpa alat Khusus 5 Pemeriksaan memakai alat Khusus ( BIA, Kalorimetri indirek,dll) 15 Dalam faktor tingkat kesulitan dipertimbangkan adanya penyulit yang timbul dalam pelayanan, pemberian untuk kelompok ini mengacu pada skor pada kelompok tingkat kesulitan F2.1 yaitu : Tingkat Penyulit Skor Penyulit Ringan F 2.1 x 10 % Penyulit Sedang (kosultasi gizi: MST skor 3) F 2.1 x 25 % Penyulit Berat gizi diagnosis 2 penyakit F 2.1 x 50 %

14 F3 : Tanggung Jawab ( Perkalian angka 3 dan 2 ) Tak perlu pengawasan pasca tindakan 5 Perlu pengawasan sederhana Gizi Klinik 15 Modifikasi dari sistim ini harus dibuat untuk pelayanan kesehatan yang sifatnya penunjang diagnostik meupun penunjang tindakan seperti : - Pelayanan Radiologi - Pelayanan Pathologi klinik - Pelayanan Pathologi Anatomi - Pelayanan Anestesi - Pelayanan Gizi Klinik Untuk Spesialis konsultasi gizi dikenal satu jenis pelayanan analisis asupan dan konseling diberikan kepada 1 pasien setara dengan 4 pasien spesialis lain. Untuk ini diciptakan suatu faktor tambahan sebagai pengganti tingkat kesulitan F 2.2, Pelayanan 1 4 orang pasien 5 Pelayanan s/d 10 orang pasien 10 Pelayanan sd 20 orang pasien 20 Pelayanan > 20 orang pasien 40 Setiap pelayanan dihitung skor dari tiap faktor, kemudian dijumlahkan maka didapat total skor untuk pelayanan tersebut. Konsultasi dokter ( Umum dan spesialis bisa dilihat pada tabel berikut : Keterangan F1 F2.1 F2.2 F3 F4 Jumlah Pemeriksaan dokter umum Pemeriksaan spesialis Gizi Klinik

15 Untuk Spesialis Penunjang berlaku ketentuan : - Segala Tindakan, perhitungan biaya dokter yang mengerjakan dapat dihitung sesuai dengan sistim diatas. - Untuk pemeriksaan-pemeriksaan rutin yang tidak dikerjakan dokter dan dokter hanya membuat ekspertise, dapat diusulkan biaya dokter dapat dihitung dari prosentase total biaya atau prosentase dari harga jual. Contoh adalah pemeriksaan foto thorax yang ditentukan oleh PDSRI, untuk SpGK remunerasi superfisi menu, formula, dan pembuatan preskripsi : persentase dari biaya makan - Dibedakan antara pemeriksaan yang memerlukan tanggung jawab atau sangat berarti dalam menentukan prognosa penderita Untuk Patologi anatomi dan Patologi Klinik : - Biaya pelayanan harus mendapat kendali dari perhimpunan - Dapat dimungkinkan adanya perbedaan skor untuk pelayanan yang berbeda : 1. Pemeriksaan rutin 2. Pemeriksaan ulangan yang bersifat verifikatif 3. Pemeriksaan yang memerlukan beberapa pendapat dokter ahli atau pewarnaan ulang 4. Hasil pemeriksaan menjadi penentu nasib penderita. i. Cara sederhana menentukan satuan uang di suatu daerah, misalnya jakarta: Praktek spesialis di Jakarta rata-rata Rp ,- per pasien, shingga bila praktek dokter spesialis skornya 75 maka satuan uangnya menjadi Rp.2.000,-. Dengan demikian praktek dokter umum dengan skor 30 menjadi Rp ,-. Hasil diskusi dengan kelompok spesialis di Jakarta didapatkan satuan uang untuk Jakarta : - Praktek Rp ,- - Tindakan diagnostik Rp. 2000,- s/d Rp ,- - Tindakan Pengobatan non bedah : Rp ,- s/d Rp ,- - Tindakan Bedah : Rp ,- Diharapkan masing-masing daerah menentukan sendiri satuan uang dengan kontrol kebijakan yang telah disebutkan yaitu : - Peraturan Pemerintah pusat atau Daerah - Laju Inflasi

16 - Daya Beli Daerah - Perhimpunan Profesi Perhitungan point untuk tarif Dokter Spesialis Gizi Klinik : GIZI KLINIK Jenis Tindakan F.1 F2.1 F2.2 F.3 F.4 Jumlah Score Konsultasi SpGK Assessment awal atau reassessment TTG Pemantauan TTG (visit ulang) Interpretasi BIA Interpretasi Kalorimetri Indirek Interpretasi penilaian respon alergi terhadap makanan (Immuno Cap) Interpretasi status anti oksidan Tindakan Insersi pipa makanan Catatan kegiatan konsultasi/ttg Awal terdiri dari F semester skor 20 F1 Interpretasi tambahan pendidikan 1 semester skor 25 F2.1 kompetensi SpGK skor 45 F2.1 Kompetensi pemeriksaan / interpretasi khusus skor 180 F 2.2 konsultasi (tingkat kesulitan = diagnosis + Terapi + Preskripsi ) skor 30 Pemantau TTG (visit ulang) skor 30 F 3 konsultasi pengawas TTG tanpa alat skor 15 F4 Waktu konsultasi kurang dari 4 jam setiapn 30 menit skor 5 Waktu TTG kurang dari 4 jam setiap 15 menit = 5 butuh 30 Menit skor 10 Satuan skor ditentukan sesuai kebijakan pemerintah /pimpinan RS (di usulkan antara Rp1250,- sp 5000,- per skor) Perhitungan skor Tarif Jasa medik SpGK untuk SJSN (kelas 3). Rp : 120 per skor Rp 1250 Konsultasi = skor 120 X Rp 1250 Rp ,- per pasien per kali TTG awal = skor 120 X Rp 1250 Rp ,- per pasien per kali Pemantauan TTG = skor 85 X Rp 1250 Rp ,- per pasien per kali Reassessment TTG = skor 120 X Rp 1250 Rp ,- per pasien per kali Tarif Jasa medik ada SpGK, Non SJSN disesuai dengan kebijakan pimpinan rumah sakit skor antara Rp sampai Rp 5000 per skor: diagnostic Rp. 5000, perskor Bagi RS yang belum tersedia SpGK, adalah sesuai tarif Dokter Umum atau Dr Keluarga

17 4 Penutup Usulan tarif jasa medik dapat merupakan pertimbangan BPJS, rumah sakit pengguna jasa Dokter Spesialis Gizi Klinik dan asuransi untuk menetapkan jasa pelayanan gizi yang memadai untuk pelayanan

PEDOMAN PELAYANAN GIZI KLINIK

PEDOMAN PELAYANAN GIZI KLINIK PEDOMAN PELAYANAN GIZI KLINIK RS HERMINA SOLO TAHUN 2015 1 PANDUAN PELAYANAN GIZI KLINIK I. Definisi Pelayanan gizi di rumah sakit adalah merupakan bagian dari pelayanan medik di rumah sakit untuk memenuhi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

STANDAR TERKINI PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT (PGRS)

STANDAR TERKINI PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT (PGRS) STANDAR TERKINI PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT (PGRS) Marina Damajanti Kasubdit Bina Gizi Klinik Direktorat Bina Gizi Disampaikan pada Temu Ilmiah Internasional-PERSAGI Jogyakarta, 27 November 2014 DEFINISI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penunjang medik yang merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan. mempunyai peranan penting dalam mempercepat tercapainya tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. penunjang medik yang merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan. mempunyai peranan penting dalam mempercepat tercapainya tingkat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pelayanan gizi Rumah Sakit sebagai salah satu dari pelayanan penunjang medik yang merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan kesehatan paripurna Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN UUS SUKMARA, SKM, M.Epid. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Bandung, 24 Agustus 2015 DASAR HUKUM UU 40/ 2004 UU 24 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG POLA TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN KELAS III PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari saranan kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi dari makanan diet khusus selama dirawat di rumah sakit (Altmatsier,

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi dari makanan diet khusus selama dirawat di rumah sakit (Altmatsier, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berbagai macam jenis penyakit yang diderita oleh pasien yang dirawat di rumah sakit membutuhkan makanan dengan diet khusus. Diet khusus adalah pengaturan makanan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PANDUAN PENUNDAAN PELAYANAN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG

PANDUAN PENUNDAAN PELAYANAN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG PANDUAN PENUNDAAN PELAYANAN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr.Wb. Penundaan pelayanan kepada pasien terjadi apabila pasien harus menunggu terlayani dalam waktu yang

Lebih terperinci

UPTD PUSKESMAS KAMPAR KIRI

UPTD PUSKESMAS KAMPAR KIRI KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI Nomor : Revisi Ke : Berlaku Tgl: Ditetapkan Kepala UPTD Puskesmas Kampar Kiri dr. Pasniwati Nip. 19750805 200904 2 001 PEMERINTAH KABUPATEN KAMPAR DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS

Lebih terperinci

prioritas area yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: No Prioritas Area Indikator Standart 1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa

prioritas area yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: No Prioritas Area Indikator Standart 1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa Penetapan Area Prioritas Pengelompokan Indikator Mutu Rumah Sakit Khusus Bedah SS Medika berdasarkan prioritas area yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: No Prioritas Area Indikator Standart 1 Unit

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH TAHUN 2016

PROGRAM KERJA INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH TAHUN 2016 PROGRAM KERJA INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH TAHUN 2016 I. Pendahuluan Salah satu pelayanan kesehatan dalam rantai sistem rujukan adalah rumah sakit yang didirikan dan diselenggarakan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Identitas Mata Identitas dan Validasi Nama Tanda Tangan Kode Mata : KBK703D Dosen Pengembang RPS

Lebih terperinci

Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BERKAH

Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BERKAH Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BERKAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pasien penerima bantuan iuran. secara langsung maupun tidak langsung di Rumah sakit.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pasien penerima bantuan iuran. secara langsung maupun tidak langsung di Rumah sakit. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PASIEN PENERIMA BANTUAN IURAN 2.1.1.Pengertian pasien penerima bantuan iuran Undang-undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit menyebutkan bahwa pasien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. of Hospital Care yang dikutip Azwar (1996) mengemukakan beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. of Hospital Care yang dikutip Azwar (1996) mengemukakan beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit 1. Pengertian Rumah Sakit Menurut American Hospital Association, Wolper dan Pena, Association of Hospital Care yang dikutip Azwar (1996) mengemukakan beberapa pengertian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG POLA TARIF BADAN LAYANAN UMUM BALAI KESEHATAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2007 NOMOR 16 SERI D PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 16 TAHUN 2007 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian 1. Gambaran karakteristik Pasien Hasil penelitian diperoleh jumlah subjek sebanyak 70 pasien. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria

Lebih terperinci

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

VI. PENUTUP A. Kesimpulan VI. PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Secara umum peran Dokter Puskesmas sebagai gatekeeper belum berjalan optimal karena berbagai kendala, yaitu : a. Aspek Input :

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.266, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Badan Layanan Umum. Rumah Sakit. Pola Tarif. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG POLA TARIF BADAN

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAWANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN KELAS III PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGKA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG TARIP PELAYANAN KESEHATAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 143 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DANA NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT AULIA TAHUN 2015

PANDUAN PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT AULIA TAHUN 2015 PANDUAN PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT AULIA TAHUN 2015 I. PANDUAN PELAYANAN GIZI RAWAT JALAN II. PANDUAN PELAYANAN GIZIRAWAT INAP III. PANDUAN PENYELENGGARAAN MAKANAN IV. PANDUAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM REMUNERASI PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAYEN KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR: 12 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MALINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALINAU,

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 54 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN YANG DIBIAYAI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 112 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 112 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 112 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DIREKTUR, WAKIL DIREKTUR, BIDANG, BAGIAN, SEKSI DAN SUB BAGIAN Dl RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOETOMO PROVINSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu komponen vital bagi setiap individu karena kesehatan mempengaruhi berbagai sektor kehidupan. Kesehatan adalah tanggung jawab bersama setiap

Lebih terperinci

Analisis Lingkungan Internal RS: Pendekatan Analisis dengan Kerangka Rantai Nilai. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM

Analisis Lingkungan Internal RS: Pendekatan Analisis dengan Kerangka Rantai Nilai. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM Analisis Lingkungan Internal RS: Pendekatan Analisis dengan Kerangka Rantai Nilai Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM Tujuan Instruksional Khusus: Memahami tujuan melakukan analisis lingkungan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN YANG DIBIAYAI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL SALINAN NOMOR 4/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Identifikasi Masalah

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Kondisi Umum RSUD Pasaman Barat merupakan Rumah sakit Kelas C yang berdiri berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2005 pada tanggal 1 April 2005 dalam bentuk Lembaga Teknis Daerah

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG PENGATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH. Kode Mata Kuliah : GIZ : PRAKTEK KERJA LAPANGAN PELAYANAN GIZI KLINIK (PKL PGK)

SILABUS MATA KULIAH. Kode Mata Kuliah : GIZ : PRAKTEK KERJA LAPANGAN PELAYANAN GIZI KLINIK (PKL PGK) SILABUS MATA KULIAH Program Studi : Gizi (S1) Kode Mata Kuliah : GIZ 80154 Nama Mata Kuliah : PRAKTEK KERJA LAPANGAN PELAYANAN GIZI KLINIK (PKL PGK) Jumlah SKS : 4 (Empat) Semester : 8 (Delapan) Mata Kuliah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi World Health Assembly (WHA) ke-58 tahun 2005 di Jenewa yang menginginkan setiap negara mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan berfungsi kuratif dan rehabilitatif yang menyelaraskan tindakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan berfungsi kuratif dan rehabilitatif yang menyelaraskan tindakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan sebuah institusi penyelenggara pelayanan kesehatan berfungsi kuratif dan rehabilitatif yang menyelaraskan tindakan dengan perkembangan penyakit.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan perlu menjamin aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan jumlah yang cukup (Kepmenkes,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI KABUPATEN SUMEDANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI KABUPATEN SUMEDANG SALINAN Menimbang PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara epidemiologi, pada tahun 2030 diperkirakan prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Implementasi dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah dimulai sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 87 TAHUN : 2008 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 87 TAHUN : 2008 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 87 TAHUN : 2008 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN TARIF PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT A. SEJARAH DAN KEDUDUKAN RUMAH SAKIT Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rengat Kabupaten Indragiri Hulu pada awalnya berlokasi di Kota Rengat Kecamatan Rengat (sekarang

Lebih terperinci

PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN

PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pendidikan pasien dan keluarga membantu pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan yang diberikan dan mendapat

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN DANA KLAIM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN TINGKAT LANJUTAN PADA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR: 30 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR: 30 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR: 30 TAHUN 2017 TENTANG TARIF PELAYANAN PADA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Definisi kesehatan menurut undang-undang nomor 36 tahun 2009 adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Definisi kesehatan menurut undang-undang nomor 36 tahun 2009 adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Definisi kesehatan menurut undang-undang nomor 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) sebagai bagian dari reformasi sistem kesehatan pada saat ini telah dilaksanakan oleh hampir setengah negara di dunia dengan berbagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN YANG DIBIAYAI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

Berdo a terlebih dahulu And Don t forget Keep smile

Berdo a terlebih dahulu And Don t forget Keep smile Berdo a terlebih dahulu And Don t forget Keep smile ja alanallahu wa iyyakum minal aidin wal faizin Heru sasongko dan Keluarga PENDAHULUAN TENTANG RUMAH SAKIT Dosen: Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. Penilaian

Lebih terperinci

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PANGANDARAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PANGANDARAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PANGANDARAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sangat susah ditanggulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sangat susah ditanggulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya angka kurang gizi pada pasien yang dirawat di bagian bedah adalah karena kurangnya perhatian terhadap status gizi pasien yang memerlukan tindakan bedah, sepsis

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1400, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Jaminan Kesehatan Nasional. Pelayanan. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PENERIMAAN RETRIBUSI JASA SARANA DAN JASA PELAYANAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

Perbedaan jenis pelayanan pada:

Perbedaan jenis pelayanan pada: APLIKASI MANAJEMEN DI RUMAH SAKIT OLEH : LELI F. MAHARANI S. 081121039 MARINADIAH 081121015 MURNIATY 081121037 MELDA 081121044 MASDARIAH 081121031 SARMA JULITA 071101116 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG TARIF LAYANAN DAN PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH UNIT KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

G U B E R N U R J A M B I

G U B E R N U R J A M B I G U B E R N U R J A M B I PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan pada dasarnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. RUMAH SAKIT Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. DASAR HUKUM RUMAH SAKIT UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. PerMenKes RI Nomor 1045/menkes/per/XI/2006 Tentang Pedoman organisasi rumah sakit di lingkungan

Lebih terperinci

BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311 1 BUPATI JENEPONTO Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) 21022 Kode Pos 92311 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 12 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR

Lebih terperinci

CONTOH CONTOH INSIDEN. No. INSTALASI INDIKATOR JENIS

CONTOH CONTOH INSIDEN. No. INSTALASI INDIKATOR JENIS = kejadian tidak diinginkan KTC= kejadian tanpa cedera = kejadian potensi cedera KNC= kejadian nyaris cedera CONTOH CONTOH INSIDEN No. INSTALASI INDIKATOR JENIS 1. Instalasi Gawat darurat Insiden kesalahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 36 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 36 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN TARIP PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BERAU

PERATURAN BUPATI BERAU -1 - SALINAN SALINAN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG JASA PELAYANAN KESEHATAN DI UPTD DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa pada UPTD Dinas

Lebih terperinci

PROPOSAL KEGIATAN MINI PROJECT PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS) Program Internship Dokter Indonesia. Disusun Oleh:

PROPOSAL KEGIATAN MINI PROJECT PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS) Program Internship Dokter Indonesia. Disusun Oleh: PROPOSAL KEGIATAN MINI PROJECT PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS) Program Internship Dokter Indonesia Disusun Oleh: dr. DIMAS MUHAMMAD AKBAR PUSKESMAS MLATI II SLEMAN KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAYANAN GIZI PUSKESMAS WONOSARI II

PEDOMAN PELAYANAN GIZI PUSKESMAS WONOSARI II PEDOMAN PELAYANAN GIZI PUSKESMAS WONOSARI II BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, besaran masalah gizi pada balita di Indonesia yaitu 19,6% gizi kurang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1. Pengertian Rumah Sakit Menurut Permenkes Republik Indonesia No.56 Tahun 2014 Pasal 1 tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. DORIS SYLVANUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. MOHAMAD SALEH KOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN Sekretaris Ditjen Binfar Alkes Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Di Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan 9-12 November 2015

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan primer yang dimiliki oleh setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan primer yang dimiliki oleh setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan primer yang dimiliki oleh setiap manusia. Dimana kebutuhan tersebut sangat mutlak untuk dipenuhi. Apabila tidak dipenuhi,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 A TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG TARIF RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER ABDOER RAHEM KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci