LAPORAN PRAKTIKUM PENGARUH TIMING PENGAPIAN TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTALITE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTIKUM PENGARUH TIMING PENGAPIAN TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTALITE"

Transkripsi

1 LAPORAN PRAKTIKUM PENGARUH TIMING PENGAPIAN TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTALITE Oleh: 1. Kholifatur Rohmah Rais Alhakim Muhammad Faadhil Rifki Imanudin Ilham JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016

2 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 2 C. Tujuan... 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA... 3 A. Sistem Pengapian... 4 B. Saat Pengapian (Timing Ignition) dan Pembakaran... 5 C. Karakteristik Bahan Bakar D. Konsumsi Bahan Bakar BAB III PROSES EKSPERIMEN A. Mesin, Alat, dan Bahan yang Digunakan B. Prosedur Eksperimen C. Diagram Alir Penelitian D. Instalasi Alat Uji BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Konsumsi Bahan Bakar Premium dengan Variasi Timing Pengapian B. Pengukuran Konsumsi Bahan Bakar Pertalite dengan Variasi Timing Pengapian C. Perbandingan Konsumsi Bahan Bakar BAB V PENUTUP A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

3 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Sistem pengapian... 3 Gambar 2. Kontak Pemutus... 4 Gambar 3. Busi... 5 Gambar 4. Koil... 6 Gambar 5. Baterai... 6 Gambar 6. Distributor... 7 Gambar 7. Proses pengapian... 8 Gambar 3. Tekanan Maksimal Pembakaran... 9 Gambar 6. Diagram alir Gambar 2. Instalasi Alat Uji Gambar 7. Grafik rerata konsumsi bahan bakar premium dengan variasi timing pengapian Gambar 8. Grafik rerata konsumsi bahan bakar pertalite dengan variasi timing pengapian Gambar 9. Grafik perbandingan konsumsi premium dan pertalite pada timing pengapian 8 BDTC Gambar 10. Grafik perbandingan konsumsi premium dan pertalite pada timing pengapian 0 BDTC Gambar 11. Grafik perbandingan konsumsi premium dan pertalite pada timing pengapian 5 BDTC Gambar 12. Grafik perbandingan konsumsi premium dan pertalite pada timing pengapian 10 BDTC Gambar 13. Grafik perbandingan konsumsi premium dan pertalite pada timing pengapian 15 BDTC iii

4 DAFTAR TABEL Tabel 1. Rerata konsumsi bahan bakar premium dengan variasi timing pengapian Tabel 2. Rerata konsumsi bahan bakar pertalite dengan variasi timing pengapian iv

5 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Pengukuran konsumsi bahan bakar premium dengan variasi timing pengapian Lampiran 2. Pengukuran konsumsi bahan bakar pertalite dengan variasi timing pengapian v

6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin mobil atau engine merupakan sumber atau pembangkit tenaga mekanis yaitu mesin yang merubah tenaga kimia bahan bakar menjadi tenaga mekanis. Bahan bakar yang baik adalah bahan bakar yang apabila dibakar dapat meningkatkan daya, hemat, serta dapat mengurai pencemaran udara (emisi gas buang). Salah satu bagian penting dalam proses pembakaran adalah sistem pengapian (ignition). Pada motor bensin, terdapat busi pada celah ruang bakar yang dapat memercikkan bunga api yang kemudian membakar campuran bahan bakar dan udara pada suatu titik tertentu yang diinginkan dalam suatu siklus pembakaran. Penempatan titik penyalaan yang tepat, dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengoptimalkan energi dari pembakaran. Waktu penyalaan adalah saat dimana bunga api dipercikkan oleh busi untuk membakar campuran udara dan bahan bakar yang dikompresi oleh piston, kemudian menghasilkan tekanan sehingga digunakan untuk menghasilkan langkah kerja. Gerakan piston terhadap waktu penyalaan dapat dianalisa melalui derajat pengapian. Derajat pengapian yang sesuai adalah salah satu faktor penting dalam memaksimalkan tekanan dalam ruang bakar. Sehingga sistem ini merupakan salah satu faktor penting untuk menghasilkan efisiensi mesin dan daya mesin yang baik(syahril Machmud, dkk). Penelitian tentang pengaruh variasi derajat pengapian terhadap efisiensi termal dan konsumsi bahan bakar telah dilakukan oleh Nanlohy, Penelitian menggunakan mesin 125 cc Honda Kharisma SI dan dilakukan pada kondisi setengah bukaan katup dengan variasi derajat pengapian dari 9 o, 12 o, dan 15 o sebelum TMA. Dari penelitian ini diketahui bahwa efisiensi termal tertinggi diperoleh pada derajat pengapian 9 o sebelum TMA.Sedangkan SFC terendah juga diperoleh pada derajat pengapian 9 o sebelum TMA. Praktikum ini direncanakan sebagai praktikum yang mempunyai tujuan utama untuk mengetahui pengaruh penyetelan waktu pengapian (timing ignition) terhadap konsumsi bahan bakar premium dan pertalite pada mesin Toyota 5K yang menggunakan sistem bahan bakar konvensional(karburator). 1

7 B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas, selanjutnya dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh penyetelan waktu pengapian (ignition timing) terhadap konsumsi bahan bakar premium? 2. Bagaimanakah pengaruh penyetelan waktu pengapian (ignition timing) terhadap konsumsi bahan bakar pertalite? C. Tujuan Tujuan utama eksperimen ini adalah untuk mengetahui pengaruh penyetelan waktu pengapian terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Toyota 5K.Secara rinci tujuan penelitian eksperimen ini adalah: 1. Mengetahui efisiensi konsumsi bahan bakar premium dengan cara mengetahui waktu pengapian yang paling tepat. 2. Mengetahui efisiensi konsumsi bahan bakar pertalite dengan cara mengetahui waktu pengapian yang paling tepat. 2

8 BAB II KAJIAN PUSTAKA Salah satu bagian penting dalam proses pembakaran adalah sistem pengapian (ignition). Pada motor bensin, terdapat busi pada celah ruang bakar yang dapat memercikkan bunga api yang kemudian membakar campuran bahan bakar dan udara pada suatu titik tertentu yang diinginkan dalam suatu siklus pembakaran. Penempatan titik penyalaan yang tepat, dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengoptimalkan energi dari pembakaran. Waktu penyalaan adalah saat dimana bunga api dipercikkan oleh busi untuk membakar campuran udara dan bahan bakar yang dikompresi oleh piston, kemudian menghasilkan tekanan sehingga digunakan untuk menghasilkan langkah kerja. Gerakan piston terhadap waktu penyalaan, dapat dianalisisa melalui derajat pengapian. Derajat pengapian yang sesuai adalah salah satu faktor penting dalam memaksimalkan tekanan dalam ruang bakar.sehingga sistem ini merupakan salah satu faktor penting untuk menghasilkan efisiensi mesin dan daya mesin yang baik Gambar 1. Sistem Pengapian 3

9 Keterangan: 1. Kontak Pemutus 2. Baterai 3. Koil 4. Distributor 5. Busi (spark plug) A. Sistem Pengapian Sistem pengapian merupakan sistem yang digunakan untuk menghasilkan bunga api, guna melakukan pembakaran terhadap campuran bahan bakar-udara yang ada di dalam ruang pembakaran dengan waktu pengapian (timing ignition) yang telah ditentukan. Untuk tercapainya loncatan bunga api pada busi, maka harus ada tegangan listrik yang cukup tinggi yang berkisar antara 5000 volt sampai lebih dari volt. Sistem pengapian ini memiliki beberapa komponen yang sangat penting untuk terciptanya bunga api pada saat pembakaran, diantaranya adalah : 1. Kontak Pemutus Menguhubungkan dan memutuskan arus primer agar terjadi induksi tegangan tinggi pada sirkuit sekunder sistem pengapian Gambar 2. Kontak pemutus 4

10 2. Busi (spark plug) Busi merupakan suatu komponen yang berfungsi untuk menciptakan loncatan bunga api saat dialiri arus listrik tegangan tinggi. Kedua elektroda pada busi dipisahkan oleh isolator agar loncatan listrik hanya terjadi diantara ujung elektroda.bahan isolator itu sendiri haruslah memiliki tahanan listrik yang tinggi, tidak rapuh terhadap kejutan mekanik dan panas.isolator ini juga harus merupakan konduktor panas yang baik serta tidak bereaksi kimia dengan gas pembakaran. Gambar 2. Busi 3. Koil pengapian (ignition coil) Koil pengapian mengubah sumber tegangan rendah dari baterai atau koil sumber (12 volt) menjadi sumber tegangan tinggi (10000 volt atau lebih) yang diperlukan untuk menghasilkan loncatan bunga api yang kuat pada celah busi dalam sistem pengapian. 5

11 Gambar 4. Koil 4. Baterai Kegunaan baterai sebagai penyedia atau sumber arus listrik Gambar 5. Baterai 5. Distributor Secara umum distributor berfungsi membagi-bagikan arus yang bertegangan tinggi dari koil pengapian ke busi-busi yang terdapat pada setiap silinder. Secara khusus fungsi distributor dapat dibagi menjadi : a. Bagian pemutus arus yang terdiri dari : 6

12 Breaker point yang berfungsi memutuskan arus listrik dan menghubungkannya dari kumparan primer koil ke massa agar terjadi induksi pada kumparan sekunder koil. Nok yang berfungsi mengungkit breker point agar dapat memutus dan menghubungkan arus listik pada kumparan primer koil. Kondensor yang berfungsi menghilangkan atau mencegah terjadinya loncatan bunga api pada breker point. b. Bagian distributor yang terdiri dari tutup distributor dan rotor. c. Bagian governor advancer yang berfungsi memajukan saat pengapian sesuai dengan pertambahan putaran mesin. d. Bagian vacum advancer yang berfungsi memundurkan atau memajukan saat pengapian saat beban mesin bertambah atau berkurang. Vacum advancer terdiri atas breaker plate dan vacum advancer yang bekerja berdasarkan kevakuman yang terjadi dalam intake manifold. Gambar 6. Distributor 7

13 B. Saat Pengapian (Ignition Timing) dan Pembakaran Setelah campuran bahan bakar dibakar oleh bunga api, maka diperlukan waktu tertentu bagi bunga api untuk merambat di dalam ruang bakar. Oleh sebab itu akan terjadi sedikit kelambatan antara awal pembakaran dengan pencapaian tekanan pembakaran maksimum. Dengan demikian, agar diperoleh output maksimum pada engine dengan tekanan pembakaran mencapai titik tertinggi, periode perlambatan api harus diperhitungkan pada saat menentukan saat pengapian (ignition timing) untuk memperoleh output mesin yang semaksimal mungkin. Akan tetapi karena diperlukan waktu untuk perambatan api, maka campuran udara-bahan bakar harus dibakar sebelum TMA. Saat ini disebut dengan saat pengapian (ignition timing). Loncatan bunga api terjadi sesaat torak mencapai titik mati atas (TMA) sewaktu langkah kompresi. Saat loncatan api biasanya dinyatakan dalam derajat sudut engkol sebelum torak mencapai TMA. Pada pembakaran sempurna setelah penyalaan dimulai, api menjalar dari busi dan menyebar ke seluruh arah dalam waktu yang sebanding dengan 20 derajat sudut engkol atau lebih untuk membakar campuran sampai mencapai tekanan maksimum. Kecepatan api umumnya kurang dari m/ detik. Panas pembakaran dari TMA diubah dalam bentuk kerja dengan efisiensi yang tinggi. Kelambatan waktu akan menurunkan efisiensi. Hal ini disebabkan rendahnya tekanan akibat pertambahan volume dan waktu penyebaran api yang terlalu lambat. Gambar 7. Proses pengapian Pada gambar tujuh menunjukan posisi piston sebelum dan setelah proses pembakaran. Pada posisi sebelum TMA pada saat itulah proses pembakaran dimulai dan setelah proses 8

14 perambatan penyalaan bahan bakar sampai melewati titik TMA. Pada titik sebelum TMA pada titik tersebut derajat pengapian disetting, proses penyetingan tersebut disesuaikan dengan bahan bakar yang digunakan. Semakin besar derajat pengapian sebuah mesin maka menggunakan bahan bakar yang sulit terbakan dan begitu pula sebaliknya. Untuk mengetahui seberapa besar derajat pada tekanan maksimal dapat dilihat digambar delapan. 10 o Gambar 8.Tekanan maksimal pembakaran Untuk memperoleh daya yang maksimal maka posisi ø mempunyai besar sudut sebesar 10 o. Pada posisi sebesar 10 o maka pada saat itulah mempunyai torsi yang besar karena posisi l dan a membentuk sudut 90 o. Pada saat itu pula tekanan pembakaran mencapai titik tertinggi karena pada titik tersebut gaya putarnya maksimal. Untuk membentuk sudut ø sebesar 10 o maka perlu penyetingan pada derajat pengapian motor. Pada proses pembakaran dimulai dari awal sebelum TMA (menjauhi TMA), tekanan hasil pembakaran meningkat, sehingga gaya dorong piston meningkat (kerja piston menuju gas pada ruang bakar). Jika proses sudut penyalaan dimundurkan mendekati TMA, maka 9

15 tekanan hasil pembakaran maksimum lebih rendah, bila dibandingkan tekanan hasil pembakaran maksimum, bila sudut penyalaan dimulai normal. Hal ini dikarenakan, pada saat sudut penyalaan terlalu dekat dengan TMA, pada saat busi memercikkan bunga api dan api mulai merambat, gerakan piston sudah melewati TMA sehingga volume ruang bakar mulai membesar. Sehingga walaupun terjadi kenaikan tekanan hasil pembakaran, sebagian telah diubah menjadi perubahan volume ruang bakar.efek yang terjadi adalah kecilnya kerja ekspansi yang diterima oleh piston. Berbeda ketika saat pengapian terlalu maju atau terlalu awal, yang tentunya akan membuat daya mesin tidak optimal dan bisa berakibat terjadinya engine knocking, ini terjadi karena tekanan pembakaran maksimum terjadi pada saat piston belum melewati titik mati atas. Engine knocking merupakan suara ketukan yang terjadi pada mesin. Timbulnya suara ini disebabkan karena ketika piston akan naik keatas, sebelum sampai ke titik mati atas sudah ditekan kembali ke bawah oleh tekanan hasil pembakaran. Jika terlalu sering terjadi knocking ini tentu akan memperpendek umur daripada komponen-komponen mesin ring piston, bantala, dll). Ketika pengapian terlalu mundur atau awal, maka tidak akan didapat tenaga yang maksimal. Karena tekanan pembakaran maksimum terjadi jauh setelah piston melewati TMA, dimana ini akan menyebabkan terjadinya kerugian langkah usaha. Tidak hanya itu campuran udara dan bahan bakar juga tidak terbakar dengan sempurna, bisa dikatakan bahan bakar boros karena terbuang sia-sia.ini juga akan menghasilkan emisi yang tidak standar. Terutama kandungan HC yang akan meningkat. Kita tahu bahwa HC (Hidrokarbon) merupakan uap bahan bakar yang tidak terbakar, ciri yang paling mudah dirasakan adalah terasa pedih dimata.jadi jika kita berdekatan dengan knalpot dan mata terasa pedih, menunjukan kandungan HC pada emisi gas buang tersebut tinggi.hc berbahaya bagi manusia jika menghirupnya, salah satunya bisa menyebabkan gangguan pernafasan. C. Karakteristik Bahan Bakar Bensin berasal dari kata benzana, lazim sebenarnya zat ini berasal dari gas tambang yang mempunyai sifat beracun dan merupakan persenyawaan dari hidrokarbon tak jenuh, artinya dapat bereaksi dengan mudah terhadap unsur unsur lain. Bentuk ikatan adalah rangkap, dan senyawa molekulnya di sebut alkina. Bahan bakar jenis ini biasa disebut dengan kata lain 10

16 gasoline. Bensin pada dasarnya adalah persenyawaan jenuh dari hidro karbon, dan merupakan komposisi isooctanedengan normal-heptana. Serta senyawa molekulnya tergolong dalam kelompok senyawa hidrokarbon alkana. Kualitas bensin dinyatakan dengan angka oktan, atau octane number. Angka oktan adalah presentase volume isooctane di dalam campuran antara isooctane dengan normal heptana yang menghasilkan intensitas knocking atau daya ketokan dalam proses pembakaran ledakan dari bahan bakar yang sama dengan bensin yang bersangkutan. Isooctanesangat tahan terhadap ketokan atau dentuman yang kita beri angka oktan 100, heptane yang sangat sedikit tahan terhadap dentuman di beri bilangan 0. Pada motor percobaan, bermacam macam bensin di bandingkan dengan campuran isooctane dan normal heptana tersebut. Bilangan oktan untuk bensin adalah sama dengan banyaknya prosen isooctanedalam campuran itu. Semakin tinggi ON bahan bakar menunjukkan daya bakarnya semakin tinggi. Adapun karakteristik dari bensin adalah, 1. Kecepatan Penguapan Bensin Kecepatan penguapan bensin menyatakan mudah tidaknya bensin itu menguap pada kondisi tertentu, kondisi ini akan terjadi sempurna apabila terdapat oksigen yang cukup. Proses penguapan merupakan akibat dari suatu reaksi yang terjadi pada setiap temperature. Pada saat penguapan molekul-molekul bensin melepaskan diri dari permukaan, makin tinggi temperature, makin banyak molekul yang lepas dari permukaan bensin. (Kamajaya : 1978 : 133) Kecepatan penguapan bensin dipengaruhi beberapa hal, yaitu konsentrasi, suhu, tekanan dan luas penampang. 2. Kualitas Berdetonasi Bensin Kecenderungan bensin untuk berdentonasi dinilai dari bilangan oktana. Bilangan oktana bensin ialah bilangan bulat yang terdekat pada persen campuran volume iso-oktana (iso-oktana murni diberi indek 100) dengan heptana normal (heptana normal murni diberi indek nol) yang menyamai sifat-sifat berdetonasi dari bensin yang ingin diketahui bilangan oktannya. Jadi bensin dengan bilangan oktana 80 artinya bensin tersebut mempunyai kecenderungan berdetonasi sama dengan campuran yang terdiri dari 80% volume iso-oktana dan 20% volume heptana normal. Kecenderungan berdetonasi mempunyai peran penting bagi bensin. Pada akhir kompresi, campuran udara bahan bakar di dalam tangki silinder dinyalakan oleh percikan api dari busi. Pembakaran mulai terjadi di sekitar busi. Permukaan api 11

17 bergerak menyembur ke semua arah dan campuran yang disinggung api segera terbakar. Makin banyak bagian campuran yang terbakar, makin banyak panas terbentuk maka tekanan dan suhu akan naik. Kenaikan suhu dari bagian campuran yang belum dicapai oleh nyala atau permukaan api, pada suatu saat dapat mencapai keadaan kritis dan dapat terbakar sendiri, sehingga mengalami detonasi. Detonasi ini dapat merusak motor terutama torak, batang penggerak, pena engkol dan sebagainya. Untuk mengurangi kecenderungan berdetonasi, di dalam bensin diberi bahan anti ketukan yaitu tetraethyleade. 3. Kadar Belerang Bensin Kadar belerang dalam bensin tidak boleh lebih dari 2% bahkan jika mungkin harus rendah dari 0,7 %. 4. Kadar Damar Bensin a. Kadar damar pada bensin dapat menimbulkan berbagai kerusakan diantaranya: Dapat menempel kuat diberbagai tempat di dalam motor, misalnya pada katupkatup, saluran pembuangan dan torak. b. Menurunkan bilangan oktana pada waktu masih di dalam tangki penyimpanan. Makin lama bensin disimpan makin banyak pembentukan damar. Kadar damar maksimum 10 mg tiap 100 cm 3 bensin. 5. Titik Beku Bensin Suhu pada bensin mulai membeku dinamakan titik beku bensin. Bila di dalam bensin terdapat kadar aromat yang tinggi, maka pada suhu tertentu aromat-aromat itu mengkristal dan saluran-saluran bensin bisa tersumbat. Karena itu motor-motor yang bekerja pada cuaca dingin titik beku bensin harus rendah sekitar -50 o C. (Anonim : 1996 : 1-41) 6. Titik Embun Bensin Suhu pada saat uap bensin mulai mengembun dinamakan titik embun bensin. Penguapan lengkap tetesan bensin dalam saluran isap tergantung pada tinggi rendahya titik embun. Bila titik embun terlalu tinggi, maka tetesan bensin yang belum menguap dalam saluran isap dapat turut masuk ke dalam silinder sehingga pemakaian bahan bakar menjadi boros, karena di dalam silinder terdapat campuran dengan kondisi yang tidak homogen. Hal ini menyebabkan pembakaran berlangsung dengan tidak baik. Banyaknya bensin yang menetes ke dalam ruang engkol melalui cicin torak tergantung titik rendahnya embun ini. Pada umumnya, titik embun bensin motor tidak lebih dari 140 o C. (Anonim : 1996 : 1-4) 12

18 7. Titik Nyala Bensin Titik nyala bensin berkisar antara -10 o C s/d -15 o C. Titik nyala bensin merupakan uap bensin terendah yang membentuk campuran sehingga dapat menyala dengan udara apabila terkena percikan api. Titik nyala yang rendah menyulitkan penyimpanan dan pengangkutan. (Anonim : 1996 : 1-42) 8. Berat Jenis Bensin Berat jenis sering dinyatakan dengan skala baume atau skala API. Masing-masing skala ini dapat dinyatakan sebagai fungsi dari berat jenis pada suhu 60 o F. Berat jenis bensin yang dipakai sebagai bahan baker berkisar dari atau obe atau oapi Salah satu bahan bakar yang digunakan di Indonesia adalah premium dan pertalite. Pada dasarnya kedua jenis bahan bakar tersebut mempunyai struktur kimia yang sama yaitu hidro karbon. Pada premium oktan number sebesar 88 sedangkan pertalite sebesar 90. Angka oktan ini mempengaruhi cepat atau tidaknya suatu bahan bakar dapat terbakar karena kompresi dari piston. Semakin tinggi bilangan oktan maka semakin sulit pula suatu bahan bakar tersebut. D. Konsumsi Bahan Bakar Salah satu yang diukur dalam prestasi mesin atau unjuk kerja mesin adalah konsumsi bahan bakar.konsumsi bahan bakar merupakan perbandingan antara bahan bakar yang terpakai sebagai input energi dengan daya yang dihasilkan sebagai output. Semakin tinggi nilai konsumsi bahan bakar, maka semakin banyak energi bahan bakar yang tidak terkonversi menjadi daya.hal ini disebabkan karena bahan bakar yang masuk ke dalam silinder tidak terbakar dengan sempurna. Konsumsi bahan bakar spesifik merupakan parameter prestasi mesin yang digunakan untuk mengukur nilai ekonomis suatu mesin, karena dengan mengetahui konsumsi bahan bakar spesifik maka dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan per jam untuk menghasilkan sejumlah daya. Prosedur perhitungan konsumsi bahan bakar berikut dapat dilaksanakan bila untuk pemakaian bahan bakar sebesar volume (ml) tertentu dibutuhkan waktu sebesar t (detik), sehingga dapat dihitung pemakaian bahan bakar. 13

19 BAB III PROSES EKSPERIMEN A. Mesin, Alat, dan Bahan yang Digunakan 1. Mesin : Engine Stand Toyota seri 5K dengan spesifikasi sebagai berikut : a. Tipe mesin : Toyota 5K 1486 cc b. Diameter x langkah : 72,00 mm x 79,7 mm c. Daya maksimum : 92 Ps / 6000 rpm d. Bahan bakar : Premium e. Pengisian : Alternator f. Pendingin : Radiator pendingin air g. Katup : 8 katup OHV h. Susunan silinder : 4 silinder segaris i. Torsi maksimum : 12,2 kgm / 4400 rpm 2. Alat : a. Satu set toolbox yang berisi kunci pas, kunci ring, dan kunci T b. Hidrometer c. Multitester merk Krisbow KW d. Tachometer merk Krisbow KW e. Kunci busi f. Feeler gauge g. Timing light h. Stopwatch handphone i. Obeng + j. Obeng k. Tang l. Buret m. Amplas 3. Bahan : a. Premium sebanyak 4 liter dari lab. Uji performa mesin b. Pertalite sebanyak 4 liter dari SPBU Ungaran 14

20 B. Prosedur Eksperimen 1. Menyiapkan dan memeriksa peralatan yang akan digunakan dalam eksperimen 2. Menyiapkan engine stand Toyota 5K dan bahan bakar (premium dan pertalite) yang akan digunakan dalam eksperimen 3. Pemeriksaan baterai secara visual Periksa kemungkinan penyangga dan terminal baterai berkarat, hubungan terminal longgar, dan baterai bocor. 4. Pengukuran berat jenis elektrolit baterai Periksa berat jenis elektrolit menggunakan hidrometer. Berat jenis baterai yang baik antara 1,25-1,27 pada 20 C. Periksa juga banyaknya elektrolit pada setiap sel. Jika tidak berada pada ketinggian yang seharusnya, isilah dengan air suling. 5. Pemasangan baterai pada mesin Hubungkan kabel positif dengan terminal positif baterai terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan kabel negatif dengan terminal negatif baterai. Kencangkan dengan tang agar kabel terpasang dengan baik. 6. Pemeriksaan ketinggian dan kualitas oli mesin Tinggi oli harus berada pada tanda antara L dan F. Periksa juga kemungkinan oli sudah kotor, kemasukan air, atau berubah warna. 7. Pemeriksaan kabel tegangan tinggi Lepas kabel tegangan tinggi dari busi dan periksa kemungkinan adanya kerusakan. Periksa tahanan kabel menggunakan multitester (kurang dari 25 kω per kabel). 8. Pemeriksaan busi Lepas busi menggunakan kunci busi, kemudian bersihkan menggunakan majun. Periksa kemungkinan adanya retak pada ulir dan isolator, keausan elektroda, atau elektroda terbakar. Amplas elektroda agar menghilangkan kotoran yang menempel pada ujung elektroda. 9. Setel celah busi Menggunakan feeler gauge, stel celah busi.jika perlu, bengkokkan bagian yang menonjol dari elektroda. Celah busi standar 0,8 mm. Setelah menyetel semua busi, pasang kembali semua busi pada blok mesin. Kencangkan dengan kunci busi. 10. Pemeriksaan distributor Buka tutup distributor, periksa kemungkinan adanya retak atau terbakar. 11. Penyetelan celah platina 15

21 Putar puli poros engkol searah jarum jam pada posisi pengapian silinder no.1. Posisikan coakan puli pada angka 0. Rotor harus menunjuk ke pertengahan selubung busi no. 2. Lepas rotor kemudian stel celah platina dan pegas penahan yaitu 0,45 mm. Putar switch kontak pada posisi ON, putar bodi distributor berlawanan dengan arah jarum jam sampai timbul bunga api pada titik kontak platina. Kencangkan baut pengikat bodi distributor pada posisi ini. 12. Periksa waktu pengapian Nyalakan mesin dan pasangkan timing light pada kabel busi n0. 1 kemudian arahkan pada puli poros engkol. Kalau perlu cocokkan tanda-tanda timing pengapian dengan memutar body distributor. Setel timing pengapian pada 5 sebelum TMA. 13. Setel putaran mesin dengan memutar sekrup pengatur menggunakan obeng -. Periksa putaran mesin dengan cara mengarahkan sensor tachometer pada tanda yang ada di flywheel. 14. Mengukur konsumsi bahan bakar premium berdasarkan variasi timing pengapian. Setelah mesin dihidupkan dan putaran mesin diatur pada 1000 rpm, maka pengukuran jumlah bahan bakar premium yang terpakai dimulai dengan menggunakan stopwatch. Lihat buret dan catat berapa waktu yang diperlukan untuk menghabiskan 20 ml premium. Pengambilan data dilakukan sebanyak 3 kali sesuai putaran mesin dan catat hasil pengukuran. Tiap uji dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali. 15. Mengukur konsumsi bahan bakar pertalite berdasarkan variasi timing pengapian. Setelah mesin dihidupkan dan putaran mesin diatur pada 1000 rpm, maka pengukuran jumlah bahan bakar pertalite yang terpakai dimulai dengan menggunakan stopwatch. Lihat buret dan catat berapa waktu yang diperlukan untuk menghabiskan 20 ml pertalite. Pengambilan data dilakukan sebanyak 3 kali sesuai putaran mesin dan catat hasil pengukuran. Tiap uji dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali. 16. Apabila pengambilan data sudah selesai, maka kondisikan kembali mesin pada kondisi standar. 17. Kembalikan peralatan pada kondisi semula. 16

22 C. Diagram Alir Penelitian Mulai Persiapan Alat dan Bahan Melakukan Tune Up Mesin Proses Pengujian Pengukuran Konsumsi Premium dengan Variasi Timing Pengapian Pengukuran Konsumsi Pertalite dengan Variasi Timing Pengapian Pengambilan Data Pengolahan Data Analisis Data Kesimpulan Gambar 9. Diagram Alir 17

23 D. Instalasi Alat Uji Gambar 10. Skema Pengambilan Data Keterangan Gambar Buret bahan bakar, mengalir menuju karburator. Buret digunakan untuk mengetahui berapa banyak bahan bakar yang dikonsumsi dalam sejumlah waktu. 2. Karburator, tempat mengabutkan bahan bakar. Pada karburator juga terdapat screw untuk menyetel berapa putaran mesin yang diperlukan. 3. Distributor, merupakan tempat pembagi aliran arus sebelum ke busi. Pada distributor terdapat beberapa komponen, salah satunya platina dimana pada pengujian ini akan di ubah berbagai variasi kerenggangannya. 4. Exhaust manifold, merupakan saluran gas buang. 5. Mesin 18

24 Konsumsi Bahan Bakar Premium (ml/detik) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Konsumsi Bahan Bakar Premium dengan Variasi Timing Pengapian Tabel 1. Rerata konsumsi bahan bakar premium dengan variasi timing pengapian IG Timing Konsumsi premium (ml/detik) ( BTDC) 1000 rpm 1500 rpm 2000 rpm 15 0,325 0,49 0, ,34 0,53 0,67 8 0,39 0,58 0,8 5 0,38 0,565 0,78 0 0,39 0,595 0, Putaran Mesin (rpm) Gambar 11. Grafik rerata konsumsi bahan bakar premium dengan variasi timing pengapian 19

25 Konsumsi Bahan Bakar Pertalite (ml/detik) B. Pengukuran Konsumsi Bahan Bakar Pertalite dengan Variasi Timing Pengapian Tabel 2. Rerata konsumsi bahan bakar pertalite dengan variasi timing pengapian IG Timing Konsumsi Pertalite (ml/detik) ( BTDC) 1000 rpm 1500 rpm 2000 rpm 15 0,315 0,485 0, ,345 0,52 0, ,345 0,53 0,74 5 0,415 0,58 0,77 0 0,405 0,62 0, Putaran Mesin (rpm) Gambar 12. Grafik rerata konsumsi bahan bakar pertalite dengan variasi timing pengapian Dapat kita lihat dalam gambar 12 dan gambar 13 bahwa pada timing pengapian 0 sebelum TMA konsumsi bahan bakar yang paling boros karena mengalami keterlambatan 20

26 Konsumsi Bahan Bakar (ml/detik) pembakaran dan penutupan katup masuk bahan bakar lebih lama. Penutupan katup intake yang terlalu lama ini menyebabkan banyak bahan bakar yang terpakai banyak namun daya dorong yang dihasilkan rendah. Pada timing pengapian ini dorongan yang dihasilkan lebih sedikit karena piston sudah terlalu turun dan sudut antara batang torak dan poros engkol juga menjadi lebih kecil. Pada timing pengapian 15 sebelum TMA konsumsi bahan bakar yang paling irit karena pada langkah hisap bahan bakar yang masuk lebih sedikit. Hal ini juga dipengaruhi penutupan katup masuk yang lebih lebih awal. Dalam timing pengapian ini pembakaran juga terlalu awal yang dapat menimbulkan terjadinya engine knocking sehingga pada timing pengapian ini tidak cocok digunakan karena mesin cepat mengalami kerusakan yang disebabkan knocking tersebut. C. Perbandingan Konsumsi Bahan Bakar Pada tabel 1 dan 2 dapat dilihat ada perbedaan dalam hal konsumsi bahan bakar antara premium dan pertalite. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 11 dibawah ini Putaran Mesin (rpm) premium pertalite Gambar 13. Grafik perbandingan konsumsi premium dan pertalite pada timing pengapian 8 BDTC 21

27 Konsumsi Bahan Bakar (ml/detik) Dalam keadaan timing pengapian standar ( 8 sebelum TMA ) terdapat perbedaan konsumsi bahan bakar sekitar 0,05 ml/ detik. Terlihat bahwa penggunaan bahan bakar pertalite sedikit lebih irit dibandingkan bahan bakar premium.konsumsi bahan bakar pada timing ini pun terbilang ideal karena bahan bakar dapat terbakar secara sempurna. Pada timing pengapian ini putaran mesin juga lebih stabil dibanding saat pengapian dimajukan atau dimundurkan. Hal ini disebabkan karena tekanan pembakaran maksimum saat pengapian yang tepat berada sekitar 10 setelah TMA, sehingga dapat menekan secara optimal torak dimana sudut engkolnya 90 o maka dorongan yang dihasilkan tegak lurus untuk bergerak ke TMB. Sedangkan pada timing pengapian 0 dan 5 perbedaan konsumsi bahan bakar dapat dilihat pada gambar 14 dan Perbandingan Konsumsi Premium dan Pertalite pada Timing Pengapian 0 BDTC premium pertalite Putaran Mesin (rpm) Gambar 14. Perbandingan konsumsi premium dan pertalite pada timing pengapian 0 BDTC 22

28 Konsumsi Bahan Bakar (ml/detik) Perbandingan Konsumsi Premium dan Pertalite pada Timing Pengapian 5 BDTC premium pertalite Putaran Mesin (rpm) Gambar 15. Perbandingan konsumsi premium dan pertalite pada timing pengapian 5 BDTC Pada gambar 14 yaitu timing pengapian 0 sebelum TMA hanya terdapat sedikit perbedaan antara konsumsi premium dan pertalite yaitu sekitar 0,01 sampai 0,02 ml/detik. Pada timing ini konsumsi bahan bakar lebih boros dan putaran mesin tidak stabil. Bahkan saat start, mesin tersendal-sendal dan susah dinyalakan. Hal ini diakibatkan karena timing pengapian yang terlambat sehingga tidak didapat tenaga yang maksimum. Karena tekanan pembakaran maksimum terjadi jauh setelah piston melewati TMA, dimana ini akan menyebabkan terjadinya kerugian langkah usaha. Tidak hanya itu campuran udara dan bahan bakar juga tidak terbakar dengan sempurna, bisa dikatakan bahan bakar boros karena terbuang sia-sia. Sedangkan pada gambar 15 yaitu timing pengapian 5 sebelum TMA juga hanya terdapat sedikit perbedaan antara konsumsi premium dan pertalite yaitu sekitar 0,01 ml/detik. Untuk konsumsi bahan bakar, pada timing ini hampir sama dengan timing pengapian standar (8 sebelum TMA) dan putaran mesin pun cukup stabil. Untuk perbandingan konsumsi bahan bakar pada timing 10 dan 15 sebelum TMA dapat dilihat pada gambar 16 dan

29 Konsumsi Bahan Bakar (ml/detik) Konsumsi Bahan Bakar (ml/detik) premium pertalite Putaran Mesin (rpm) Gambar 16. Perbandingan konsumsi premium dan pertalite pada timing pengapian 10 BDTC premium pertalite Putaran Mesin (rpm) 24

30 Gambar 17. Perbandingan konsumsi premium dan pertalite pada timing pengapian 15 BDTC Pada gambar 16 yaitu timing pengapian 10 sebelum TMA, konsumsi bahan bakar premium dan pertalite hampir sama pada putaran mesin 1000 dan 1500 rpm. Namun pada putaran mesin 2000 rpm terdapat perbedaan konsumsi bahan bakar yang cukup signifikan yaitu sebesar 0,05 ml/detik. Pemakaian pertalite sedikit lebih boros daripada premium. Hal ini mungkin dapat disebabkan human error saat pengambilan data. Pada timing ini, konsumsi bahan bakar sedikit lebih irit dibandingkan timing pengapian standar dan putaran mesin yang dihasilkan pun cenderung stabil. Untuk memperoleh daya yang maksimal maka posisi batang torak harus mempunyai besar sudut sebesar 10 o. Pada posisi sebesar 10 o ini mempunyai torsi yang besar karena posisi sudut engkol membentuk sudut 90 o. Pada saat itu pula tekanan pembakaran mencapai titik tertinggi karena pada titik tersebut gaya putarnya maksimal. Untuk membentuk sudut batang torak sebesar 10 o maka perlu penyetingan pada derajat pengapian motor. Pada timing pengapian inilah dapat dikatakan bahwa konsumsi bakar bakar lebih efisien baik untuk bahan bakar premium maupun pertalite. Sedangkan pada gambar 17 yaitu timing pengapian 15 sebelum TMA, konsumsi premium dan pertalite hanya terdapat perbedaan 0,01 sampai 0,02 ml/detik. Pada timing inilah konsumsi bahan bakar yang paling irit namun putaran mesin sangat tidak tidak stabil terutama pada putaran mesin 2000 rpm. Putaran mesin sedikit tersendal-sendal (pincang) dan timbul suara ketukan pada mesin (engine knocking).timbulnya suara ini disebabkan karena ketika piston akan naik keatas, sebelum sampai ke titik mati atas sudah ditekan kembali ke bawah oleh tekanan hasil pembakaran. Perbedaan variasi timing pengapian dapat berpengaruh terhadap konsumsi bahan bakar premium maupun pertalite. Hal ini di sebabkan karena kemajuan saat pengapian mempengaruhi kecepatan pembakaran. Semakin bertambah derajat pengapian maka pembakarannya semakin cepat, sehingga kebutuhan bahan bakar semakin cepat. Semakin cepat kebutuhan bahan bakar maka dapat dikatakan konsumsi bahan bakar semakin boros. 25

31 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Dari percobaan yang telah dilakukan dapat di simpulkan bahwa : 1. Waktu pengapian yang paling tepat dan efisien untuk konsumsi bahan bakar premium adalah 10 sebelum TMA. 2. Waktu pengapian yang paling tepat dan efisien untuk konsumsi bahan bakar pertalite adalah 10 sebelum TMA. 3. Secara umum konsumsi bahan bakar pertalite lebih irit dibandingkan bahan bakar premium. B. Saran 1. Gunakan timing pengapian 10 sebelum TMA untuk mendapatkan konsumsi bahan bakar yang ideal baik bahan bakar premium ataupun pertalite. 2. Gunakan bahan bakar pertalite untuk memperoleh konsumsi bahan bakar yang lebih irit. 26

32 DAFTAR PUSTAKA Mahmud, Syahril, 2013, Analisis Variasi Derajat Pengapian Terhadap Kinerja Mesin, Jurnal Teknik Mesin Universitas Janabadra Yogyakarta. Endrantoro, Hennu Pradipta dan Siregar, Indra Herlamba, 2013,Variasi Waktu Pengapian Terhadap Performa dan Emisi Mesin 1 Silinder dengan Pemanas, Volume 01 Nomor 02 : , Jurnal Teknik Mesin Universitas Surabaya. Gunadi, 2010, Pengaruh Waktu Pengapian (Ignition Timing) Terhadap Emisi Gas Buang pada Mobil dengan Sistem Bahan Bakar Injeksi (EFI), Penelitian Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Nanlohy, H.Y., 2012, Perbandingan Variasi Derajat Pengapian terhadap Efisiensi Termal dan Konsumsi Bahan Bakar Otto Engine Be50, Jurnal Dinamika Vol. 3 No. 2 Mei 2012, Fakultas Teknik Haluoleo, Kendari. Anonim, 1981, Pedoman Reparasi Mesin Toyota Seri K, Jakarta: PT. Toyota-Astra Motor. 27

33 LAMPIRAN 1. Tabel konsumsi bahan bakar premium dan pertalte Lampiran 1. Tabel Pengukuran konsumsi bahan bakar premium IG Timing 1000 rpm 1500 rpm 2000 rpm ( BTDC) uji 1 uji 2 rerata uji 1 uji 2 rerata uji 1 uji 2 rerata 15 0,35 0,3 0,325 0,51 0,47 0,49 0,71 0,64 0, ,36 0,32 0,34 0,55 0,51 0,53 0,66 0,68 0,67 8 0,43 0,35 0,39 0,62 0,54 0,58 0,86 0,74 0,8 5 0,4 0,36 0,38 0,58 0,55 0,565 0,8 0,76 0,78 0 0,38 0,4 0,39 0,55 0,64 0,595 0,8 0,83 0,815 Lampiran 2. Tabel Pengukuran konsumsi bahan bakar pertalite IG Timing ( BTDC) 1000 rpm 1500 rpm 2000 rpm uji 1 uji 2 rerata uji 1 uji 2 rerata uji 1 uji 2 rerata 15 0,32 0,31 0,315 0,5 0,47 0,485 0,66 0,62 0, ,37 0,32 0,345 0,52 0,52 0,52 0,74 0,71 0, ,36 0,33 0,345 0,52 0,54 0,53 0,74 0,74 0,74 5 0,43 0,4 0,415 0,58 0,58 0,58 0,74 0,8 0,77 0 0,38 0,43 0,405 0,62 0,62 0,62 0,83 0,83 0,83 28

34 2. Pertanyaan dan Jawaban A. Pertanyaan 1. Mengapa pada derajat pengapian 5 o konsumsi bahan bakar pertalite lebih tinggi dibandingkan dengan premium? (Adolvin Arnol Mahadiputra ) 2. Mengapa pada simpulan menyatakan bahwa bahan bakaryang paling irit adalah pertalite sedangkan pada derjat pengapian 5 o konsumsi bahan bakar pertalite lebih tinggi dibandingkan dengan premium? (Arinda Nur Susanto ) 3. Sesuai dengan hasil preaktikum saya pada derajat pengapian 10 o merupakan timing pengapian yang paling cocok dibandingkan dengan timing 5-8 o, Bagaimana menurut anda?. (Lutfi Heri Setiawan ) 4. Kapan tekanan maksimum pembakaran terjadi? (Wim Widyo Baskoro ) B. Jawaban 1. Pada derajat pengapian 5 o konsumsi bahan bakar pertalite lebih tinggi dibandingkan dengan premium padahal tidak ada teori dan penjelasan yang menyatakan bahwa konsumsi bahan bakar lebih tinggi. Kami mengindikasikan bahwa pada saat praktikum pada penyetelan timing pengapian 5 o terjadi kealahan. Ketika sebelum mencatat konsumsi bahan bakar yang terjadi julah putaran mesin sudah dinaikkan, sehingga terjadi konsumsi bahan bakar yang boros pada bahan bakar pertalite pada derajat pengapian 5 o. Untuk menghilangkan kesaahan tersebut maka harus ada koordinasi yang baik diantara orang yang mencatat dan setter mesin. 2. Pada simpulan yang kami berikan bahwa pertalite lebih irit dibandingkan dengan premum merupakan simpulan secara umum terlepas pada derajat pengapian 5 o konsumsi bahan bakar pertalite lebih boros. Pada derajat pengapian 0-15 o konsumsi bahan bakar pertalite lebih irit dbandingkan dengan premium, sehingga kami sepakat bahwa konsumsi bahan bakar pertalite lebih irit dibandingkan dengan dengan premium. 3. Setelah menganalisa kenbali hasil praktikum kami, pada derjat pengapian 10 o merupakan konsumsi bahan bakar baik bahan bakar premium maupun 29

35 pertalite. Pada timing mesin pengapian tersebut mesinpun dapat beroperasi dengan baik, tidak pincang, dan tetap stabil. Maka dari itu kami sepakat untuk merevisi simpulan kami yang menyatakan derajat pengapian yang baik pada 3-8 o menjadi 10 o, baik untuk bahan bakar premium maupun pertalite. 4. Tekanan maksimal yang terjadi pada proses pembakaran adalah 10 o setelah TMA. Pada posisi tersebut sudut engkol membentuk sudut 90 o dimana pada posisi tersebut torsi/momen putar dari piston terjadi. 30

SISTIM PENGAPIAN. Jadi sistim pengapian berfungsi untuk campuran udara dan bensin di dalam ruang bakar pada.

SISTIM PENGAPIAN. Jadi sistim pengapian berfungsi untuk campuran udara dan bensin di dalam ruang bakar pada. SISTIM PENGAPIAN Pada motor bensin, campuran bahan bakar dan udara yang dikompresikan di dalam silinder harus untuk menghasilkan tenaga. Jadi sistim pengapian berfungsi untuk campuran udara dan bensin

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALAT

BAB IV PENGUJIAN ALAT 25 BAB IV PENGUJIAN ALAT Pembuatan alat pengukur sudut derajat saat pengapian pada mobil bensin ini diharapkan nantinya bisa digunakan bagi para mekanik untuk mempermudah dalam pengecekan saat pengapian

Lebih terperinci

D. LANGKAH KERJA a. Langkah awal sebelum melakukan Engine Tune Up Mobil Bensin 4 Tak 4 silinder

D. LANGKAH KERJA a. Langkah awal sebelum melakukan Engine Tune Up Mobil Bensin 4 Tak 4 silinder JOB SHEET DASAR TEKNOLOGI A. TUJUAN : Setelah menyelesaikan praktek ini diharapkan siswa dapat : 1. Dapat menjelaskan prosedur tune up 2. Dapat melakukan prosedur tune up dengan benar 3. Dapat melakukan

Lebih terperinci

PRINSIP KERJA MOTOR DAN PENGAPIAN

PRINSIP KERJA MOTOR DAN PENGAPIAN PRINSIP KERJA MOTOR DAN PENGAPIAN KOMPETENSI 1. Menjelaskan prinsip kerja motor 2 tak dan motor 4 tak. 2. Menjelaskan proses pembakaran pada motor bensin 3. Menjelaskan dampak saat pengapian yang tidak

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA TUNE UP MESIN 4 Tak 4 SILINDER

LEMBAR KERJA SISWA TUNE UP MESIN 4 Tak 4 SILINDER LEMBAR KERJA SISWA TUNE UP MESIN 4 Tak 4 SILINDER Petunjuk Lembar Kerja Siswa Ikuti prosedur Tune Up seperti pada video yang anda saksikan Tayangan dan petunjuk di video adalah terbatas, tetapi prosedur

Lebih terperinci

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepage jurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL Sadar Wahjudi 1

Lebih terperinci

Spark Ignition Engine

Spark Ignition Engine Spark Ignition Engine Fiqi Adhyaksa 0400020245 Gatot E. Pramono 0400020261 Gerry Ardian 040002027X Handoko Arimurti 0400020288 S. Ghani R. 0400020539 Transformasi Energi Pembakaran Siklus Termodinamik

Lebih terperinci

Oleh: Nuryanto K BAB I PENDAHULUAN

Oleh: Nuryanto K BAB I PENDAHULUAN Pengaruh penggantian koil pengapian sepeda motor dengan koil mobil dan variasi putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada sepeda motor Honda Supra x tahun 2002 Oleh: Nuryanto K. 2599038 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Pengaruh Kerenggangan Celah Busi terhadap Konsumsi Bahan Bakar pada Motor Bensin

Pengaruh Kerenggangan Celah Busi terhadap Konsumsi Bahan Bakar pada Motor Bensin Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 4, No. 1, November 212 1 Pengaruh Celah Busi terhadap Konsumsi Bahan Bakar pada Motor Bensin Syahril Machmud 1, Untoro Budi Surono 2, Yokie Gendro Irawan 3 1, 2 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Tune Up Mesin Bensin TUNE UP MOTOR BENSIN

Tune Up Mesin Bensin TUNE UP MOTOR BENSIN TUNE UP MOTOR BENSIN 1 Membersihkan Saringan Udara Ganti bila sudah kotor belebihan Semprot dengan udara tekan dari arah berlawanan dengan arah aliran udara masuk 2 Periksa Oli Mesin Periksa : Jumlah Oli

Lebih terperinci

Sistem Pengapian CDI AC pada Sepeda Motor Honda Astrea Grand Tahun 1997 ABSTRAK

Sistem Pengapian CDI AC pada Sepeda Motor Honda Astrea Grand Tahun 1997 ABSTRAK Sistem Pengapian CDI AC pada Sepeda Motor Honda Astrea Grand Tahun 1997 Kusnadi D-III Teknik Mesin Politeknik Harapan Bersama Tegal. ABSTRAK Sistem pengapian merupakan sistem yang menghasilkan tegangan

Lebih terperinci

PERBEDAAN DAYA PADA MESIN PENGAPIAN STANDAR DAN PENGAPIAN MENGGUNAKAN BOOSTER

PERBEDAAN DAYA PADA MESIN PENGAPIAN STANDAR DAN PENGAPIAN MENGGUNAKAN BOOSTER PERBEDAAN DAYA PADA MESIN PENGAPIAN STANDAR DAN PENGAPIAN MENGGUNAKAN BOOSTER Oleh : Rolando Sihombing, ST Dosen Universitas Simalungun, P. Siantar ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan

Lebih terperinci

TUNE UP MESIN TOYOTA SERI 4K dan 5K

TUNE UP MESIN TOYOTA SERI 4K dan 5K SMK KARTANEGARA WATES KAB. KEDIRI ENGINE TUNE UP MESIN TOYOTA SERI 4K dan 5K Nama Siswa No. Absen Kelas Jurusan : : : : 74 TUNE UP MESIN BENSIN 4 LANGKAH PENGERTIAN TUNE UP Jumlah kendaraan mobil sampai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Heru Setiyanto (2007), meneliti tentang pengaruh modifikasi katup buluh dan variasi bahan bakar terhadap unjuk kerja mesin pada motor bensin dua langkah 110

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II PENDAHULUAN BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Bensin Motor bakar bensin adalah mesin untuk membangkitkan tenaga. Motor bakar bensin berfungsi untuk mengubah energi kimia yang diperoleh dari

Lebih terperinci

PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX

PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX THE INFLUENCE OF INDUCT PORTING INTAKE AND EXHAUST FOR THE 4 STROKES 200 cc PERFORMANCE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR BAB II TINJAUAN LITERATUR Motor bakar merupakan motor penggerak yang banyak digunakan untuk menggerakan kendaraan-kendaraan bermotor di jalan raya. Motor bakar adalah suatu mesin yang mengubah energi panas

Lebih terperinci

ANALISA DAN CARA MENGATASI GANGUAN SISTEM PENGAPIAN MAZDA MR 90

ANALISA DAN CARA MENGATASI GANGUAN SISTEM PENGAPIAN MAZDA MR 90 ANALISA DAN CARA MENGATASI GANGUAN SISTEM PENGAPIAN MAZDA MR 90 LAPORAN Disusun untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III dengan gelar Ahli Madya Teknik Mesin Oleh Ali Agsa 5250304539 PENDIDIKAN TEKNIK

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI UNJUK DERAJAT PENGAPIAN TERHADAP KERJA MESIN

PENGARUH VARIASI UNJUK DERAJAT PENGAPIAN TERHADAP KERJA MESIN PENGARUH VARIASI UNJUK DERAJAT PENGAPIAN TERHADAP KERJA MESIN Syahril Machmud 1, Untoro Budi Surono 2, Leydon Sitorus 3 1,2 Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta 3

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR Komponen sistem pengapian dan fungsinya

BAB II TEORI DASAR Komponen sistem pengapian dan fungsinya BAB II TEORI DASAR 2.1 Teori Dasar Pengapian Sistem pengapian pada kendaraan Honda Supra X 125 (NF-125 SD) menggunakan sistem pengapian CDI (Capasitor Discharge Ignition) yang merupakan penyempurnaan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Marlindo (2012) melakukan penelitian bahwa CDI Racing dan koil racing menghasilkan torsi dan daya lebih besar dari CDI dan Koil standar pada

Lebih terperinci

OPTIMALISASI SISTEM PENGAPIAN CDI (CAPASITOR DISCHARGE IGNITION) PADA MOTOR HONDA CB 100CC

OPTIMALISASI SISTEM PENGAPIAN CDI (CAPASITOR DISCHARGE IGNITION) PADA MOTOR HONDA CB 100CC OPTIMALISASI SISTEM PENGAPIAN CDI (CAPASITOR DISCHARGE IGNITION) PADA MOTOR HONDA CB 100CC Muhamad Nuryasin, Agus Suprihadi Program Studi D III Teknik Mesin Politeknik Harapan Bersama Jln. Mataram No.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Nurdianto dan Ansori, (2015), meneliti pengaruh variasi tingkat panas busi terhadap performa mesin dan emisi gas buang sepeda motor 4 tak.

Lebih terperinci

TROUBLE SHOOTING PADA SISTEM PENGAPIAN CDI - AC SEPEDA MOTOR HONDA ASTREA GRAND TAHUN Abstrak

TROUBLE SHOOTING PADA SISTEM PENGAPIAN CDI - AC SEPEDA MOTOR HONDA ASTREA GRAND TAHUN Abstrak TROUBLE SHOOTING PADA SISTEM PENGAPIAN CDI - AC SEPEDA MOTOR HONDA ASTREA GRAND TAHUN 1997 Indra Joko Sumarjo 1, Agus Suprihadi 2, Muh. Nuryasin 3 DIII Teknik Mesin Politeknik Harapan Bersama Jln. Mataram

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG

PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG Bambang Yunianto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

: Memelihara/servis engine dan komponen-komponenya(engine. (Engine Tune Up)

: Memelihara/servis engine dan komponen-komponenya(engine. (Engine Tune Up) SMK MA ARIF SALAM KABUPATEN MAGELANG JOBSHEET (LEMBAR KERJA) KODE : /PMO/VIII/12 Mata Pelajaran : Motor Otomotif (PMO) Guru : Edi Purwanto Memelihara/servis engine dan komponen-komponenya (Engine Tune

Lebih terperinci

PENGARUH FILTER UDARA PADA KARBURATOR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR

PENGARUH FILTER UDARA PADA KARBURATOR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR PENGARUH FILTER UDARA PADA KARBURATOR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR Naif Fuhaid 1) ABSTRAK Sepeda motor merupakan produk otomotif yang banyak diminati saat ini. Salah satu komponennya adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Apabila meninjau mesin apa saja, pada umumnya adalah suatu pesawat yang dapat mengubah bentuk energi tertentu menjadi kerja mekanik. Misalnya mesin listrik,

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Mesin UMY

Jurnal Teknik Mesin UMY PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI 3 JENIS BUSI TERHADAP KARAKTERISTIK PERCIKAN BUNGA API DAN KINERJA MOTOR HONDA BLADE 110 CC BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX 95 Erlangga Bagus Fiandry 1 Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Motor Bakar Motor bakar adalah mesin atau peswat tenaga yang merupakan mesin kalor dengan menggunakan energi thermal dan potensial untuk melakukan kerja mekanik dengan

Lebih terperinci

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN Jl. Dr. Setiabudhi No. 207 Bandung UJIAN TEORI PRAKTEK ENGINE

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Pengapian Perkembangan sistem pengapian yang ditawarkan setiap keluaran mobil baru patut dibanggakan. Salah satu keunggulan sistem pengapian eletronik atau CDI adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Motor Bakar. Motor bakar torak merupakan internal combustion engine, yaitu mesin yang fluida kerjanya dipanaskan dengan pembakaran bahan bakar di ruang mesin tersebut. Fluida

Lebih terperinci

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel A. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah 1. Prinsip Kerja Motor 2 Langkah dan 4 Langkah a. Prinsip Kerja Motor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Motor Bakar Motor bakar adalah motor penggerak mula yang pada prinsipnya adalah sebuah alat yang mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diubah ke energi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bensin Motor bensin adalah suatu motor yang mengunakan bahan bakar bensin. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas yang kemudian

Lebih terperinci

PENGARUH PEMASANGAN DUA CDI DAN VARIASI PUTARAN MESIN TERHADAP OUTPUT DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR

PENGARUH PEMASANGAN DUA CDI DAN VARIASI PUTARAN MESIN TERHADAP OUTPUT DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR PENGARUH PEMASANGAN DUA CDI DAN VARIASI PUTARAN MESIN TERHADAP OUTPUT DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR Bibid Sarifudin, Agung Nugroho Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Penelitian a. Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah sepeda motor 4 langkah 110 cc seperti dalam gambar 3.1 : Gambar 3.1. Sepeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mesin kalor. (Kiyaku dan Murdhana, 1998). tenaga yang maksimal. Pada motor bensin pembakaran sempurna jika

BAB I PENDAHULUAN. mesin kalor. (Kiyaku dan Murdhana, 1998). tenaga yang maksimal. Pada motor bensin pembakaran sempurna jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Motor bakar adalah salah satu jenis dari mesin kalor, yaitu mesin yang mengubah energi termal untuk melakukan kerja mekanik atau mengubah tenaga kimia bahan bakar menjadi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. SEJARAH MOTOR DIESEL Pada tahun 1893 Dr. Rudolf Diesel memulai karier mengadakan eksperimen sebuah motor percobaan. Setelah banyak mengalami kegagalan dan kesukaran, mak akhirnya

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN DAYA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR ANTARA PENGAPIAN STANDAR DENGAN PENGAPIAN MENGGUNAKAN BOOSTER PADA MESIN TOYOTA KIJANG SERI 7K

ANALISA PERBANDINGAN DAYA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR ANTARA PENGAPIAN STANDAR DENGAN PENGAPIAN MENGGUNAKAN BOOSTER PADA MESIN TOYOTA KIJANG SERI 7K ANALISA PERBANDINGAN DAYA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR ANTARA PENGAPIAN STANDAR DENGAN PENGAPIAN MENGGUNAKAN BOOSTER PADA MESIN TOYOTA KIJANG SERI 7K Oleh: Akhmad Ali Fadoli, Mustaqim, Zulfah Program Studi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Observasi terhadap analisis pengaruh jenis bahan bakar terhadap unjuk kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Observasi terhadap analisis pengaruh jenis bahan bakar terhadap unjuk kerja BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Observasi terhadap analisis pengaruh jenis bahan bakar terhadap unjuk kerja mesin serta mencari refrensi yang memiliki relevansi terhadap judul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Ludfianto (2013), meneliti penggunaan twin spark ignition dengan konfigurasi berhadapan secara Horizontal pada Motor Yamaha F1ZR dua langkah

Lebih terperinci

OPTIMASI DAYA MESIN DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR MESIN TOYOTA SERI 5K MELALUI PENGGUNAAN PENGAPIAN BOOSTER

OPTIMASI DAYA MESIN DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR MESIN TOYOTA SERI 5K MELALUI PENGGUNAAN PENGAPIAN BOOSTER ISSN: 1410-2331 OPTIMASI DAYA MESIN DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR MESIN TOYOTA SERI 5K MELALUI PENGGUNAAN PENGAPIAN BOOSTER Mardani Ali Sera Program Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Jl.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM 3 PEMERIKSAAN DAN PENYETELAN CELAH KATUP

LAPORAN PRAKTIKUM 3 PEMERIKSAAN DAN PENYETELAN CELAH KATUP LAPORAN PRAKTIKUM 3 PEMERIKSAAN DAN PENYETELAN CELAH KATUP Tujuan Praktikum : Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa akan dapat memeriksa dan menyetel celah katup. A. Obyek, Alat dan Bahan a) Obyek

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Motor Bensin Motor bensin adalah suatu motor yang menggunakan bahan bakar bensin. Sebelum bahan bakar ini masuk ke dalam ruang silinder terlebih dahulu terjadi percampuran bahan

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI PENAMBAHAN UKURAN DIAMETER SILINDER PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH TERHADAP DAYA YANG DIHASILKAN ABSTRAK Sejalan dengan pesatnya persaingan dibidang otomotif banyak orang berpikir untuk

Lebih terperinci

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO FINONDANG JANUARIZKA L 125060700111051 SIKLUS OTTO Siklus Otto adalah siklus thermodinamika yang paling banyak digunakan dalam kehidupan manusia. Mobil dan sepeda motor berbahan bakar bensin (Petrol Fuel)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1.Tinjauan Pustaka Adita (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh pemakaian CDI standar dan racing serta busi standard an busi racing terhadap kinerja motor

Lebih terperinci

Petunjuk : Berilah Tanda Silang (X) pada salah satu jawaban yang paling tepat

Petunjuk : Berilah Tanda Silang (X) pada salah satu jawaban yang paling tepat Petunjuk : Berilah Tanda Silang (X) pada salah satu jawaban yang paling tepat 1. Menurut gambar di bawah ini jaket air (water jacket) ditunjukkan oleh 1 5 7 2 8 9 6 3 4 a. No. 1 b. No. 2 c. No. 3 d. No.

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGHEMAT BAHAN BAKAR BERBASIS ELEKTROMAGNETIK TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGHEMAT BAHAN BAKAR BERBASIS ELEKTROMAGNETIK TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGHEMAT BAHAN BAKAR BERBASIS ELEKTROMAGNETIK TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL Didi Eryadi 1), Toni Dwi Putra 2), Indah Dwi Endayani 3) ABSTRAK Seiring dengan pertumbuhan dunia

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK TEKANAN INJEKSI DAN WAKTU INJEKSI PADA TWO STROKE GASOLINE DIRECT INJECTION ENGINE

STUDI KARAKTERISTIK TEKANAN INJEKSI DAN WAKTU INJEKSI PADA TWO STROKE GASOLINE DIRECT INJECTION ENGINE STUDI KARAKTERISTIK TEKANAN INJEKSI DAN WAKTU INJEKSI PADA TWO STROKE GASOLINE DIRECT INJECTION ENGINE Darwin R.B Syaka 1*, Ragil Sukarno 1, Mohammad Waritsu 1 1 Program Studi Pendidikan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah PENGERTIAN SIKLUS OTTO Siklus Otto adalah siklus ideal untuk mesin torak dengan pengapian-nyala bunga api pada mesin pembakaran dengan sistem pengapian-nyala ini, campuran bahan bakar dan udara dibakar

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Grafik percobaan perbandingan Daya dengan Variasi ECU Standar, ECU BRT (Efisiensi), ECU BRT (Performa), ECU BRT (Standar).

Gambar 4.1 Grafik percobaan perbandingan Daya dengan Variasi ECU Standar, ECU BRT (Efisiensi), ECU BRT (Performa), ECU BRT (Standar). Daya (HP) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan dan pembahasan dimulai dari proses pengambilan dan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan meliputi data spesifik objek penelitian dan hasil pengujian.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. 1. Spesifikasi sepeda motor bensin 4-langkah 100 cc. uji yang digunakan adalah sebagai berikut :

METODOLOGI PENELITIAN. 1. Spesifikasi sepeda motor bensin 4-langkah 100 cc. uji yang digunakan adalah sebagai berikut : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Pengujian 1. Spesifikasi sepeda motor bensin 4-langkah 100 cc Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah motor bensin 4 langkah 100 cc, dengan merk

Lebih terperinci

Mobil lebih awet karena frekuensi bongkar-pasangnya relatif lebih kecil.

Mobil lebih awet karena frekuensi bongkar-pasangnya relatif lebih kecil. Tune-up merupakan servis yang paling sering dilakukan dibandingkan dengan jenis servis mobil yang lain, seperti overhaul, spooring- balancing, dan kenteng magic (ketok magic). Tune-up merupakan servis

Lebih terperinci

DAMPAK KERENGGANGAN CELAH ELEKTRODE BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4 TAK

DAMPAK KERENGGANGAN CELAH ELEKTRODE BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4 TAK DAMPAK KERENGGANGAN CELAH ELEKTRODE BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4 TAK Syahril Machmud 1, Yokie Gendro Irawan 2 1 Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta Alumni

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengujian ini meliputi : mesin

III. METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengujian ini meliputi : mesin III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Pengujian Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengujian ini meliputi : mesin bensin 4-langkah, alat ukur yang digunakan, bahan utama dan bahan tambahan..

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrogen Hidrogen adalah unsur kimia terkecil karena hanya terdiri dari satu proton dalam intinya. Simbol hidrogen adalah H, dan nomor atom hidrogen adalah 1. Memiliki berat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk mengetahui Perbandingan Pemakaian 9 Power Dengan Kondisi Standar Pada Motor 4 langkah Honda Supra X 125 cc perlu melakukan suatu percobaan. Akan tetapi penguji menggunakan

Lebih terperinci

2.1.2 Siklus Motor Bakar Torak Bensin 4 Langkah

2.1.2 Siklus Motor Bakar Torak Bensin 4 Langkah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Bensin 2.1.1 Pengertian Motor Bakar Torak Bensin Motor bakar torak bensin merupakan salah satu jenis motor bakar yang menggunakan bensin sebagai bahan bakarnya. Bensin

Lebih terperinci

Upaya Peningkatan Unjuk Kerja Mesin dengan Menggunakan Sistem Pengapian Elektronis pada Kendaraan Bermotor

Upaya Peningkatan Unjuk Kerja Mesin dengan Menggunakan Sistem Pengapian Elektronis pada Kendaraan Bermotor Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM Vol. 3 No. 1, April 2009 (87-92) Upaya Peningkatan Unjuk Kerja Mesin dengan Menggunakan Pengapian Elektronis pada Kendaraan Bermotor I Wayan Bandem Adnyana Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH CELAH KATUP TERHADAP DAYA DAN EFISIENSI PADA MOTOR MATIC ABSTRAK

PENGARUH CELAH KATUP TERHADAP DAYA DAN EFISIENSI PADA MOTOR MATIC ABSTRAK PENGARUH CELAH KATUP TERHADAP DAYA DAN EFISIENSI PADA MOTOR MATIC Irwan 1), Agus Suyatno 2), Naif Fuhaid 3) ABSTRAK Pada saat ini motor bakar mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mekanik berupa gerakan translasi piston (connecting rods) menjadi gerak rotasi

BAB II LANDASAN TEORI. mekanik berupa gerakan translasi piston (connecting rods) menjadi gerak rotasi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Motor Bakar Motor bakar torak merupakan salah satu mesin pembangkit tenaga yang mengubah energi panas (energi termal) menjadi energi mekanik melalui proses pembakaran

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER Di susun oleh : Cahya Hurip B.W 11504244016 Pendidikan Teknik Otomotif Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta 2012 Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan teknologi yang terjadi saat ini banyak sekali inovasi baru yang tercipta khususnya di dalam dunia otomotif. Dalam perkembanganya banyak orang yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Menurut Wiranto Arismunandar (1988) Energi diperoleh dengan proses

BAB II DASAR TEORI. Menurut Wiranto Arismunandar (1988) Energi diperoleh dengan proses BAB II DASAR TEORI 2.1. Definisi Motor Bakar Menurut Wiranto Arismunandar (1988) Energi diperoleh dengan proses pembakaran. Ditinjau dari cara memperoleh energi termal ini mesin kalor dibagi menjadi 2

Lebih terperinci

TROUBLESHOOTING SISTEM PENGAPIAN KONVENSIONAL MOTOR BAKAR GASOLINE EMPAT SILINDER 4 TAK

TROUBLESHOOTING SISTEM PENGAPIAN KONVENSIONAL MOTOR BAKAR GASOLINE EMPAT SILINDER 4 TAK B.7 TROUBLESHOOTING SISTEM PENGAPIAN KONVENSIONAL MOTOR BAKAR GASOLINE EMPAT SILINDER 4 TAK Edy Susilo Widodo 1 dan Eko Surjadi 2 1 Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Surakarta, Jl.

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Busi Terhadap Prestasi Genset Motor Bensin

Pengaruh Penggunaan Busi Terhadap Prestasi Genset Motor Bensin Pengaruh Penggunaan Busi Terhadap Prestasi Genset Motor Bensin Ma ruf Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemakaian busi terhadap prestasi genset mesin bensin yang meliputi konsumsi

Lebih terperinci

Cara Kerja Sistem Pengapian Magnet Pada Sepeda Motor

Cara Kerja Sistem Pengapian Magnet Pada Sepeda Motor NAMA : MUHAMMAD ABID ALBAR KELAS : IX E Cara Kerja Sistem Pengapian Magnet Pada Sepeda Motor Sistem pengapian pada sepeda motor berfungsi untuk mengatur proses terjadinya pembakaran campuran udara dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA TUGAS AKHIR PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA Disusun : JOKO BROTO WALUYO NIM : D.200.92.0069 NIRM : 04.6.106.03030.50130 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PERFORMANSI MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI

PERFORMANSI MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI PERFORMANSI MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI Robertus Simanungkalit 1,Tulus B. Sitorus 2 1,2, Departemen Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN 3.1. Pengertian Perencanaan dan perhitungan diperlukan untuk mengetahui kinerja dari suatu mesin (Toyota Corolla 3K). apakah kemapuan kerja dari mesin tersebut masih

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SEL PADA HYDROGEN GENERATOR TERHADAP PENGHEMATAN BAHAN BAKAR

PENGARUH JUMLAH SEL PADA HYDROGEN GENERATOR TERHADAP PENGHEMATAN BAHAN BAKAR PENGARUH JUMLAH SEL PADA HYDROGEN GENERATOR TERHADAP PENGHEMATAN BAHAN BAKAR A. Yudi Eka Risano Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, UNILA Jl. Sumantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung, 35145 Telp. (0721)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bensin Motor bensin adalah suatu motor yang mengunakan bahan bakar bensin. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas yang kemudian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Kerja Motor Pembakaran Dalam Motor pembakaran dalam (internal combustion engine) adalah motor bakar yang fluida kerjanya dihasilkan di dalam pesawat itu sendiri. Motor

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI UKURAN MAIN JET KARBURATOR DAN VARIASI PUTARAN MESIN TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA SEPEDA MOTOR HONDA SUPRA X 125

PENGARUH VARIASI UKURAN MAIN JET KARBURATOR DAN VARIASI PUTARAN MESIN TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA SEPEDA MOTOR HONDA SUPRA X 125 PENGARUH VARIASI UKURAN MAIN JET KARBURATOR DAN VARIASI PUTARAN MESIN TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA SEPEDA MOTOR HONDA SUPRA X 125 Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah

Lebih terperinci

BAB 9 MENGIDENTIFIKASI MESIN PENGGERAK UTAMA

BAB 9 MENGIDENTIFIKASI MESIN PENGGERAK UTAMA BAB 9 MENGIDENTIFIKASI MESIN PENGGERAK UTAMA 9.1. MESIN PENGGERAK UTAMA KAPAL PERIKANAN Mesin penggerak utama harus dalam kondisi yang prima apabila kapal perikanan akan memulai perjalanannya. Konstruksi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN Agus Suyatno 1) ABSTRAK Proses pembakaran bahan bakar di dalam silinder dipengaruhi oleh: temperatur, kerapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepeda motor merupakan alat transportasi yang paling efektif untuk masyarakat Indonesia, selain harganya terjangkau sepeda motor dapat digunakan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini transportasi tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai kegiatan pengangkutan barang oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BUSI STANDAR & BUSI BERMASSA TIGA JIKA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR ALKOHOL TERHADAP KINERJA MESIN

PENGARUH PENGGUNAAN BUSI STANDAR & BUSI BERMASSA TIGA JIKA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR ALKOHOL TERHADAP KINERJA MESIN TUGAS AKHIR PENGARUH PENGGUNAAN BUSI STANDAR & BUSI BERMASSA TIGA JIKA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR ALKOHOL TERHADAP KINERJA MESIN Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Strata Satu (S-1)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Yudha (2014) meneliti tentang pengaruh bore up, stroke up dan penggunaan pengapian racing (busi TDR dan CDI BRT) terhadap kinerja motor Vega

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Torak Salah satu jenis penggerak mula yang banyak dipakai adalah mesin kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik atau mengubah

Lebih terperinci

PENGARUH BUSI AKTIF TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR, PUTARAN MESIN SUDUT PENGAPIAN DAN SUDUT DWELL

PENGARUH BUSI AKTIF TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR, PUTARAN MESIN SUDUT PENGAPIAN DAN SUDUT DWELL PENGARUH BUSI AKTIF TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR, PUTARAN MESIN SUDUT PENGAPIAN DAN SUDUT DWELL Oleh Arinda Nur Susanto 5212412013 Satrio Hudi Asrori 5212412016 Lutfi Hery Setiawan 5212412023 Taufik Nugroho

Lebih terperinci

USAHA PENGHEMATAN BAHAN BAKAR DENGAN SISTEM PENGAPIAN CDI. Ireng Sigit A ) Abstrak

USAHA PENGHEMATAN BAHAN BAKAR DENGAN SISTEM PENGAPIAN CDI. Ireng Sigit A ) Abstrak USAHA PENGHEMATAN BAHAN BAKAR DENGAN SISTEM PENGAPIAN CDI Ireng Sigit A ) Abstrak Dewasa ini semua kendaraan yang beroperasi diharapkan harus mengacu pada standar Euro 2000 dan hemat bahan bakar. Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT PEMANAS BAHAN BAKAR TERHADAP PEMAKAIAN BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG MOTOR DIESEL MITSUBISHI MODEL 4D34-2A17 Indartono 1 dan Murni 2 ABSTRAK Efisiensi motor diesel dipengaruhi

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN FREKUENSI LISTRIK TERHADAP PERFORMA GENERATOR HHO DAN UNJUK KERJA ENGINE HONDA KHARISMA 125CC

PENGARUH PENGGUNAAN FREKUENSI LISTRIK TERHADAP PERFORMA GENERATOR HHO DAN UNJUK KERJA ENGINE HONDA KHARISMA 125CC TUGAS AKHIR RM 1541 (KE) PENGARUH PENGGUNAAN FREKUENSI LISTRIK TERHADAP PERFORMA GENERATOR HHO DAN UNJUK KERJA ENGINE HONDA KHARISMA 125CC RIZKY AKBAR PRATAMA 2106 100 119 Dosen Pembimbing : Prof. Dr.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH PEMAKAIAN KABEL BUSI CARBON 9,3 MM DENGAN SPARK PLUG BOOSTER PADA MOTOR BENSIN EMPAT LANGKAH

TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH PEMAKAIAN KABEL BUSI CARBON 9,3 MM DENGAN SPARK PLUG BOOSTER PADA MOTOR BENSIN EMPAT LANGKAH TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH PEMAKAIAN KABEL BUSI CARBON 9,3 MM DENGAN SPARK PLUG BOOSTER PADA MOTOR BENSIN EMPAT LANGKAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Strata Satu (S-1)

Lebih terperinci

BAB III METODOGI PENGUJIAN DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN

BAB III METODOGI PENGUJIAN DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN BAB III METODOGI PENGUJIAN DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN Untuk mengetahui pengaruh pemakaian camshaft standar dan camshaft modifikasi terhadap konsumsi bahan bakar perlu melakukan pengujian mesin.. Oleh

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI BUSI TERHADAP KARAKTERISTIK PERCIKAN BUNGA API DAN KINERJA MOTOR HONDA BLADE 110 CC

PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI BUSI TERHADAP KARAKTERISTIK PERCIKAN BUNGA API DAN KINERJA MOTOR HONDA BLADE 110 CC PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI BUSI TERHADAP KARAKTERISTIK PERCIKAN BUNGA API DAN KINERJA MOTOR HONDA BLADE 110 CC Abdul Rohman studi Strata-1 Pada Prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Kajian Pustaka Marlindo (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan CDI racing programabel dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Kajian Pustaka Marlindo (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan CDI racing programabel dan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Kajian Pustaka Marlindo (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan CDI racing programabel dan koil racing pada motor tipe 30C CW 110 cc. Menyatakan

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN NA DAN VOOR ONSTEKING TERHADAP KERJA MESIN

PENGARUH PERUBAHAN NA DAN VOOR ONSTEKING TERHADAP KERJA MESIN PENGARUH PERUBAHAN NA DAN VOOR ONSTEKING TERHADAP KERJA MESIN Nurfa Anisa 1 1 adalah Dosen Fakultas Teknik Universitas Merdeka Madiun Abstract In inspection and setting ignition system,it s important to

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Mesin uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin 2 langkah 135 cc dengan data sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Mesin uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin 2 langkah 135 cc dengan data sebagai berikut : 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Penelitian 1. Mesin uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin 2 langkah 135 cc dengan data sebagai berikut : Gambar 3.1 Yamaha Rx

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Machmud dan Irawan (2011), meneliti tentang Dampak Kerenggangan Celah Elektrode Busi Terhadap Kinerja Motor Bensin 4 Tak. Cara penilitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitiannya adalah tetang perbandingan Premium ethanol dengan Pertalite untuk mengetahui perbandingan torsi, daya, emisi gas buang dan konsumsi bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Motor bakar merupakan salah satu jenis penggerak mula. Prinsip kerja

BAB I PENDAHULUAN. Motor bakar merupakan salah satu jenis penggerak mula. Prinsip kerja 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENGERTIAN UMUM Motor bakar merupakan salah satu jenis penggerak mula. Prinsip kerja dari motor bakar bensin adalah perubahan dari energi thermal terjadi mekanis. Proses diawali

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sumito (2013) melakukan penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Karburator Racing Terhadap Kinerja Motor Bore Up 4-Langkah 150 cc. Dari penelitiannya tersebut

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Mesin. menggunakan alat uji percikan bunga api, dynotest, dan uji jalan.proses pengujian dapat dilihat dibawah ini.

Jurnal Teknik Mesin. menggunakan alat uji percikan bunga api, dynotest, dan uji jalan.proses pengujian dapat dilihat dibawah ini. KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI KOIL TIPE STANDAR DAN RACING TERHADAP KARAKTERISTIK PERCIKAN BUNGA API DAN KINERJA MOTOR HONDA BLADE 110 CC BERBAHAN BAKAR PERTAMAX 95 DAN PERTALITE Ricky Eko Julyanto

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL H. Sulaeman, Fardiansyah Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak. Semenjak tahun 1990 penggunaan

Lebih terperinci