Sistematika Siaran Radio. Harta Bersama dalam Perspektif Hukum Perkawinan Islam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Sistematika Siaran Radio. Harta Bersama dalam Perspektif Hukum Perkawinan Islam"

Transkripsi

1 Sistematika Siaran Radio Rabu, 1 Maret 2017 Tema: Harta Bersama dalam Perspektif Hukum Perkawinan Islam Oleh: Dewi Sukma Kristianti, S.H., M.H. dan LBH Pengayoman UNPAR 1. Latar Belakang 2. Konsep Harta Bersama dalam Hukum Islam Dasar Hukum dan Pengaturan Harta Bersama dalam Hukum Islam 3. Harta Bersama dan Pengaturan Harta Bersama dalam Hukum Perkawinan Islam di Indonesia 4. Perjanjian Perkawinan terhadap Harta Perkawinan Menurut Hukum Islam 5. Kesimpulan dan Saran

2 DAFTAR ISI JUDUL DAFTAR ISI... i RUNDOWN... ii DAFTAR PERTANYAAN... iii 1. Latar Belakang Konsep Harta Bersama dalam Hukum Islam Dasar Hukum dan Pengaturan Harta Harta Bersama dan Pengaturan Harta Bersama dalam Hukum Perkawinan Islam di Indonesia menurut Kompilasi Hukum Islam Perjanjian Perkawinan terhadap Harta Perkawinan Menurut Hukum Islam KESIMPULAN DAN SARAN 12 i

3 RUNDOWN Sesi 1 (30 Menit) Latar Belakang Konsep Harta Bersama dalam Hukum Islam Clarisa (Myriam) Myriam (Vania) Sesi 2 (30 Menit) Harta Bersama dan Pengaturan Harta Bersama dalam Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Menurut Kompilasi Hukum Islam Iester (Kimberly) Sesi 3 (30 Menit) Perjanjian Perkawinan terhadap Harta Perkawinan Menurut Hukum Islam Clarisa (Iester) Sesi 4 (30 Menit) Kesimpulan dan Saran Kimberly ii

4 DAFTAR PERTANYAAN 1. Apa yang melatarbelakangi pembahasan mengenai Harta Bersama dalam Perspektif Hukum Perkawinan Islam? 2. Apa konsep penting yang harus dipahami dalam konsep harta bersama dalam hukum Islam? 3. Bagaimana harta bersama dan pengaturan harta bersama dalam hukum perkawinan Islam di indonesia menurut kompilasi Hukum Islam? 4. Bagaimana Perjanjian Perkawinan terhadap harta perkawinan menurut Hukum Islam? 5. Bagaimana Perjanjian Perkawinan menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015? 6. Apa kesimpulan dan saran yang dapat kita tarik dari pembahasan kali ini? iii

5 1. LATAR BELAKANG MASALAH Adanya suatu ikatan lahir batin yang dilakukan oleh seorang laki-laki sebagai suami dan seorang perempuan sebagai istri dalam suatu lembaga perkawinan akan menimbulkan suatu hak dan kewajiban yang berbeda dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak sebelum mengikatkan diri dalam suatu perkawinan. Salah satu hak dan kewajiban suami istri yang timbul sebagai akibat adanya perkawinan adalah hak dan kewajiban mereka terhadap harta. Ketentuan mengenai pengaturan harta dalam perkawinan sangat berkaitan erat dengan adanya 4 (empat) macam harta dalam perkawinan yang dikenal dalam praktik yang terjadi di masyarakat Indonesia, antara lain: 1 (a) Harta yang diperoleh sebelum perkawinan oleh para pihak karena usaha mereka masing-masing, di Bali disebut Guna Karya, di Sumatra disebut harta pembujang, harta yang seperti ini tetap hak dan dikuasai oleh masing-masing pihak; (b) Harta yang pada saat mereka menikah diberikan kepada kedua mempelai itu, mungkin berupa modal usaha, atau perabot rumah tangga ataupun rumah tempat tinggal mereka suami istri. Apabila terjadi perceraian, maka harta ini kembali kepada orangtua (keluarga) yang memberikan semula; (c) Harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung tetapi karena hibah atau warisan dari orang tua mereka atau keluarga terdekat., dan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta disebut harta gawan, di Jakarta disebut barang usaha, di Bandung disebut Barang sulu, di Jawa Barat dikatakan barang Benda atau datang asal (Barang pusaka) di Aceh terkenal dengan istilah Hareuta Tuka (Hareuta Asal atau pusaka) dan di Nganju Dayak disebut dengan Pinbut. Sedangkan di Minangkabau dikenal dengan harta pusaka tinggi; dan (d) Harta yang diperoleh sesudah mereka berada dalam hubungan perkawinan atas usaha mereka berdua atau usaha salah seorang dari mereka yang berasal dari harta pencaharian. Harta pencaharian ini dalam masyarakat dikenal dengan harta bersama. Menurut Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya akan disebut dengan UU Perkawinan), menyatakan: bahwa harta yang diperoleh selama dalam perkawinan menjadi harta bersama. Ketentuan mengenai harta bersama (harta jenis ke-4 di atas) 1 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Hlm

6 dalam UU Perkawinan ini dikenal pula di beberapa daerah di Indonesia. Di Aceh harta bersama disebut Harenta Sihareukat, sedangkan di Bali disebut Druwegabro, di Jawa dikenal dengan harta gono-gini atau barang guna, di Kalimantan disebut barang papantangan, di Minangkabau diistilahkan dengan Harta Suarang Nan Babagi, di Madura disebut Ghana-ghana, di Jawa Barat dikatakan Gana Kaya. Disamping itu ada istilah lain dengan pengertian agak berbeda yaitu dalam perkawinan Manggih Kaya dan Nyalindung Kagilung. Di daerah Bugis (Makassar) dikenal dengan sebutan Makruf dengan barang-barang cakara. Persoalan harta bersama dalam perkawinan merupakan masalah yang sangat kompleks, dan sering kali menimbulkan persoalan hukum yang cukup pelik dalam kehidupan perkawinan. Mengapa demikian? Berdasarkan keempat jenis harta di atas tentang harta jenis pertama, kedua dan ketiga tidak menjadi persoalan lagi karena sudah jelas statusnya yaitu dikuasai masing-masing pihak (jenis pertama). Kembali kepada asal dari mana datangnya semula (jenis kedua) dan tetap dikuasai orang tua atau penguasa adat yang bersangkutan (jenis ketiga). Menjadi persoalan sekarang ini adalah harta jenis keempat/harta bersama, yaitu harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung apakah menjadi milik salah satu pasangan atau menjadi milik bersama. Disamping mengenai ketentuan kepemilikan harta bersama dalam perkawinan sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, persoalan lainnya menyangkut tentang perjanjian perkawinan terhadap harta dalam perkawinan dibuat. Apa saja harta dalam perkawinan yang dapat dibuat dalam perjanjian kawin. Ketentuan-ketentuan mengenai harta dalam perkawinan di Indonesia secara umum mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Perkawinan, ketentuan-ketentuan hukum adat yang berlaku di masyarakat dan Kompilasi Hukum Islam. Tampak adanya keberagaman hukum yang mengatur masalah mengenai harta dalam perkawinan di Indonesia. Namun dalam tulisan ini penulis hanya akan memaparkan secara deskriptif analitis tentang bagaimana konsep dan pengaturan harta bersama, serta bagaimana penerapan perjanjian perkawinan terhadap harta perkawinan dalam kehidupan perkawinan di Indonesia dalam perspektif hukum perkawinan Islam. 2

7 2. KONSEP HARTA BERSAMA DALAM HUKUM ISLAM Sebelum membahas tentang bagaimana harta bersama dalam perkawinan menurut hukum Islam, kita harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana tentang konsep harta dalam perkawinan menurut hukum Islam. Konsep harta dalam perkawinan menurut hukum Islam adalah: 1. Bahwa harta merupakan tonggak kehidupan rumah tangga (Qur an Surrah An- Nisaa ayat 5). 2. Kewajiban suami yang berkenaan dengan harta meliputi: a). Memberikan mahar kepada istri (Qur an Surrah An-Nisaa ayat 4), dan b). Memberikan nafkah kepada istri dan anak-anak (Qur an Surrah Al-Baqarah ayat 233). 3. Suami tidak boleh mengambil harta istri kecuali dengan izin dan ridhanya (Qur an Surrah An-Nisaa ayat 4), dan 4. Jika terjadi perceraian antara suami dan istri, maka ketentuannya sebagai berikut: a). istri mendapat seluruh harta mahar jika diantara keduanya telah terjadi hubungan suami istri atau salah satu diantaranya meninggal dunia (Qur an Surrah An-Nisaa 20-21); b). Istri mendapat harta mahar setengahnya jika diantaranya belum melakukan hubungan suami istri (Qur an Surrah Al-Baqarah ayat 237); dan c). Istri mendapat harta mut ah (uang talak) dari suami yang menceraikannya (Qur an Surrah Al-Baqarah ayat 236). Tampak dari penjelasan di atas tidak terdapat ketentuan mengenai konsep harta bersama di dalam hukum Islam yang dikenal di masyarakat. Hal ini terlihat karena di dalam Al-Quran dan Sunnah serta berbagai kitab-kitab hukum fiqih, harta bersama tidak diatur dan tidak ada pembahasannya. Seolah-olah ketentuan harta bersama menjadi kosong dan vakum dalam Hukum Islam. Sebagaimana yang dikemukakan Yahya Harahap, bahwa sudut pandang Hukum Islam terhadap harta bersama yang merupakan bagian dari rub u mu amalah tidak dibahas mengenai hal tersebut. 2 Mengapa konsep harta bersama ini tidak diatur secara khusus dalam Al-Qur an? Karena ketentuanketentuan mengenai muamalah dalam Al-Qur an tidak diatur seluruhnya secara rigid dan khusus tetapi hanya mengatur secara umum saja yang nantinya ketentuan-ketentuan tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan masyarakat melalui metode penemuan hukum yang sesuai dengan tujuan hukum Islam. Sedangkan masalah harta 2 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Hlm

8 bersama tidak ditemukan pula di dalam kitab-kitab fiqih muamalah, menurut Ismail Muhammad Syah dalam disertasinya disebabkan karena pada umumnya pengarang kitabkitab fiqih adalah orang Arab yang tidak mengenal adanya adat/kebiasaan mengenai harta bersama. Tampak bahwa pada dasarnya konsep harta bersama yang terdapat dalam masyarakat merupakan tradisi yang biasa terjadi di beberapa adat istiadat dan kebiasaan masyarakat tertentu, sebagai contoh pada masyarakat Indonesia. 3 Secara umum dalam hukum perkawinan Islam, istri mempunyai hak nafkah yang wajib dipenuhi oleh suami. Harta yang menjadi hak istri dalam perkawinan tersebut adalah nafkah yang diperoleh dari suami untuk keperluan hidupnya. Namun apabila keperluan rumah tangga diperoleh karena usaha bersama antara suami istri, maka dengan sendirinya harta tersebut menjadi harta bersama. Besar atau kecilnya harta yang menjadi bagian masing-masing tergantung pada banyak atau sedikitnya usaha yang mereka lakukan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Apabila usahanya sama-sama besar maka harta yang dimiliki dari perolehan tersebut seimbang. Akan tetapi apabila suami lebih besar usahanya daripada istri maka hak suami harus lebih besar daripada istri, begitu juga sebaliknya. Dapat pula dimungkinkan adanya percampuran harta kekayaan yang diperoleh suami istri dalam bentuk suatu perjanjian atas usaha suami atau istri dan dengan cara bersama. 4 Mengingat konsep tentang harta bersama tidak ditemukan dalam rujukan teks Al- Quran dan Hadits, maka ketentuan mengenai harta bersama dan harta apa saja yang dapat dijadikan harta bersama dalam hukum Islam ditentukan melalui suatu penemuan hukum yang dilakukan para ulama melalui beberapa metode penemuan hukum Islam dengan konsep fiqih yang sudah ada, yaitu tentang syirkah. Syirkah adalah akad antara orangorang yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan. 5 Sehingga mengkaji tentang harta bersama dalam Hukum Islam tidak terlepas dari pembahasan tentang konsep syirkah, karena dalam fiqih-fiqih muamalah hanya mengenal konsep perkongsian/persekutuan yang dalam bahasa arab dikenal dengan istilah syirkah. Syirkah tidak hanya digunakan khusus dalam perkawinan saja tapi merupakan konsep perkongsian/persekutuan secara umum dalam kegiatan muamalah di masyarakat, baik dilakukan perorangan atau melalui badan usaha. Hal ini dilakukan agar tidak dapat dijadikan alasan bahwa tidak diaturnya harta bersama dalam Al-Qur an dan 3 Bahder Johan Nasution, Hukum Perdata Islam, Hlm Umar Said, Hukum Islam di Indonesia TentangPerkawinan, Hlm Sayyid Sabiq, Fiqh al-sunnah. Jilid, 13, Hlm

9 Sunnah/Hadits maka konsep harta bersama dalam masyarakat menjadi tidak ada ketentuannya dan menjadi mengada-ngada. 6 Maka atas dasar metodologi Istishlah, urf serta kaidah al- a datu al-muhakkamah, Kompilasi Hukum Islam melakukan pendekatan kompromistis terhadap hukum adat. 7 Perjanjian atau akad syirkah yang menyatukan harta suami dan istri sebagai harta bersama dirumuskan oleh suami istri secara damai dan kerelaan berdasarkan kesepakatan para pihak sepanjang tidak menimbulkan kerugian/kemudharatan. Akad syirkah tersebut dapat dibuat sepanjang berlangsungnya perkawinan. Sebagaimana yang dikemukakan Amir Syarifuddin Hukum Islam mengatur bahwa perjanjian perkawinan harus dilakukan pada waktu akad nikah dilangsungkan atau sesudahnya. Apabila syirkah tersebut tidak diterapkan, maka harta pribadi milik masing-masing suami istri tidak dapat dikategorikan sebagai harta bersama dan tetap menjadi harta milik pribadi masing-masing. 8 Jadi dapat disimpulkan dari penjelasan tersebut bahwa yang disebut dengan harta bersama adalah segala harta baik harta pribadi yang diperoleh sebelum dan selama perkawinan, yang diperjanjikan sebagai harta bersama yang pembagiannya sesuai dengan harta/modal yang digabungkan. Terhadap harta yang dipergunakan untuk kebutuhan bersama dalam rumah tangga merupakan harta nafkah yang dipergunakan secara bersama-sama dalam perkawinan yang tidak perlu dibuatkan akad syirkah terlebih dahulu karena itu merupakan tanggung jawab suami dan istri dalam perkawinan yang harus dipenuhi secara bersama-sama. Lain halnya dengan harta yang diperoleh oleh suami atau istri selama perkawinan yang tidak digunakan untuk kebutuhan bersama dalam rumah tangga maka itu menjadi harta pribadi yang dapat disatukan sebagai harta bersama melalui suatu akad syirkah. Tentang harta bersama, Wirjono Prodjodikoro bahwa di antara tiga sistem hukum yang berlaku di Indonesia, Hukum Islam adalah yang paling sederhana pengaturannya, tidak rumit, dan mudah dalam menerapkan ketentuan mengenai harta bersama. Hukum Islam tidak mengenal adanya pencampuran harta milik suami istri, masing-masing bebas mengatur harta milik masing-masing dan tidak diperkenankan adanya campur tangan salah satu pihak dalam pengaturannya. Ikut campurnya salah satu pihak hanya sebatas memberikan nasihat saja, bukan penentu dalam pengelolaan harta milik pribadi suami atau istri tersebut. Ketentuan Hukum Islam tersebut sangat realistis, karena kenyataanya 6 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Hlm Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia, Hlm Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia, Hlm.176 5

10 pencampuran harta bersama banyak menimbulkan permasalahan dan kesulitan sehingga memerlukan aturan khusus untuk menyelesaikannya. 9 Ahmad Azhar Basyir juga mengemukakan bahwa Hukum Islam memberi hak kepada masing-masing pasangan, baik suami atau istri, untuk memiliki harta benda secara perorangan, yang tidak bisa diganggu oleh masing-masing pihak. Suami yang menerima pemberian, warisan, dan sebagainya, berhak menguasai harta yang diterimanya itu tanpa ada campur tangan istrinya. Demikian halnya istri yang menerima pemberian, warisan, dan sebagainya, berhak menguasai sepenuhnya harta yang diterimanya itu tanpa ada campur tangan suaminya. Dengan demikian, harta bawaan yang mereka miliki sebelum terjadinya perkawinan menjadi hak milik masing-masing pasangan suami istri. Hukum Islam juga berpendirian bahwa harta yang diperoleh suami selama perkawinan terjadi menjadi hak suami, sedangkan istri hanya berhak terhadap nafkah yang diberikan suami kepadanya. Namun, al-quran dan Hadis tidak memberikan ketentuan yang jelas bahwa harta benda yang diperoleh suami selama berlangsungnya perkawinan sepenuhnya menjadi hak suami. Al-Quran juga tidak menerangkan secara jelas bahwa harta yang diperoleh suami dalam perkawinan maka secara tidak langsung istri juga berhak terhadap harta tersebut HARTA BERSAMA DAN PENGATURAN HARTA BERSAMA DALAM HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM Sejak dulu dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Islam di Indonesia mengenal adanya harta bersama sebagai akibat dari adanya pengaruh hukum adat dan kebiasaankebiasaan di masyarakat yang diterapkan terus menerus sebagai hukum yang hidup. Atas dasar metodologi Istishlah, urf serta kaidah al- a datu al-muhakkamah, Kompilasi Hukum Islam (KHI) melakukan pendekatan kompromistis terhadap hukum adat, sehingga mempengaruhi ketentuan-ketentuan mengenai harta bersama yang tercantum di dalam KHI). 11 Harta bersama menurut KHI di atur dalam bab XIII yang termuat pada Pasal 85 sampai Pasal 97. Ketentuan-ketentuan dalam beberapa pasal KHI tersebut merupakan 9 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Perjanjian-Perjanjian Tertentu, Hlm Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Hlm Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, terjemahan Tolhah Mansoer. Hlm

11 penjelasan dari isyarat yang tertuang dalam Qur an Surrah An-Nisaa ayat 32 yang artinya: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. Karena bagi orang laki-laki ada bagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Penjelasan dari isyarat ayat tersebut dituangkan lebih lanjut dalam KHI Pasal 85 menyebutkan bahwa dengan adanya harta bersama dalam perkawinan maka tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri. Pasal ini sesuai dengan ketentuan mengenai tidak adanya percampuran harta kekayaan pribadi suami istri baik sebelum maupun sesudah perkawinan menurut hukum Islam, sebagaimana yang kemudian tertuang pada Pasal 86 ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan bahwa pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan dan harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya. Kemudian Pasal 87 ayat (1) menyatakan harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjajian perkawinan, ayat (2) Suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, sodaqoh atau lainnya. Adapun mengenai penggunaan (tasarruf) harta bersama suami isteri lebih rinci dijelaskan dalam pasal 88, 89 dan 90, yaitu sebagai berikut: 1. Pasal 88, menyatakan bahwa: Apabila terjadi perselisihan antara suami isteri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama. 2. Pasal 89, menyatakan bahwa: Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta isteri maupun hartanya sendiri. 3. Pasal 90, meyatakan bahwa: Isteri turut bertanggung jawab menjaga harta bersama, maupun harta suami yang ada padanya. Isi pasal-pasal tersebut di atas merupakan penjabaran dari firman Allah Surat An-Nisa ayat 34 yang artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kau wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (lakilaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, 7

12 ialah yang taat kepada Allah lagi memerlihara diri di balik pembelakangan suaminya oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Apabila karena sesuatu hal, suami tidak dapat melaksanakan kewajibannya sementara suami sesungguhnya mampu, maka si isteri dibenarkan mengambil harta suaminya itu, untuk memenuhi kebutuhan diri dan anak-anaknya secara makruf. Seperti penegasan Rasulullah SAW. Sehubungan laporan Hindun binti Utbah isteri Abu Sufyan yang tercantum dalam hadits Riwayat Muttafaq alaih, yang artinya : Dari Aisyah berkata, Hindun binti Utbah isteri Abi Sufyan menghadap Rasululullah SAW. Mengadu : Wahai Rasulullah SAW. Sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang yang pelit (kikir), ia tidak member nafkah yang cukup kepadaku dan anakku, kecuai aku mengambil sendiri hartanya tanpa sepengetahuannya, apakah aku menanggung dosa atas tindakan tersebut? Beliau bersabda : Ambil saja hartanya secara makruf, untuk mencukupi kebutuhanmu dan anak-anakmu (Muttafak alaih). Pengaturan tentang bentuk kekayaan bersama dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 91 KHI, yaitu sebagai berikut : (1). Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud. (2) Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga. (3) Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban. (4) Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lainnya. Penjelasan pasal 91 tersebut menunjukkan adanya nuansa modern, seperti surat-surat berharga (polis, bilyetgiro, saham, dan lain-lain). Dengan demikian pengertian harta kekayaan menjadi sangat luas, tidak hanya barang-barang yang secara material langsung dapat dikonsumsi. Ini menunjukkan bahwa KHI jauh-jauh hari telah mengantisipasi problematika perekonomian modern. Namun demikian yang terpenting adalah penggunaan kekayaan tersebut, baik untuk kepentingan salah satu pihak, atau kepentingan bersama, harus didasarkan kepada persetujuan mereka. Karena sesungguhnya dengan cara demikian, perintah agama wa asyiru hunna bi al ma ruf (pergauilah mereka dengan makruf (baik) akan dapat terealisasi, yang pada gilirannya mengantarkan pada tercapainya tujuan perkawinan. 8

13 Apabila kekayaan bersama tersebut digunakan salah satu pihak, tidak atas persetujuan pihak lainnya, maka tindakan hukum demikian tidak diperbolehkan. Suami atau isteri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama (Pasal 92 KHI). Hal ini dimaksudkan agar masing-masing pihak dapat melakukan hal-hal yang berurusan dengan soal rumah tangga dengan penuh tanggung jawab. Tanpa adanya persetujuan tersebut, kemungkinan terjadinya penyimpangan besar sekali. Oleh karena itu dalam pasal berikutnya membicarakan pertanggungjawaban utang yang bersifat pribadi, bukan untuk kepentingan keluarga, yaitu Pasal 93 yang berbunyi: (1) Pertanggungjawaban terhadap utang suamu atau isteri dibebankan pada hartanya masing-masing, (2) Pertanggungjawaban terhadap utang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan kepada harta bersama, (3) Bila harta bersama tidak mencukupi, dibebankan kepada harta suami, (4) Bila harta suami tidak mencukupi dibebankan kepada harta isteri. Meskipun ketentuan pasal 93 tersebut seakan mengesankan adanya pemisahan antara harta kekayaan suami dan isteri, karena tidak adanya penjelasan tentang kapan utang suami atau isteri itu dilakukan, maka penafsiran yang dapat dilakukan adalah apabila utang tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan keluarga. Namun sebaliknya, untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, jika harta bersama tidak mencukupi, maka diambil dari harta pribadi masing-masing suami atau isteri. Itu pun apabila perkawinannya bersifat monogami yang relatif kecil peluang terjadinya perselisihan di antara mereka, disbanding perkawinan poligami. Dalam kaitannya dengan perkawinan poligami, maka KHI mengaturnya dalam Pasal 34, yaitu: (1) Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri, (2) Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang sebagaimana tersebut ayat (1) dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga, atau yang keempat. Ketentuan ini dimaksudkan agar antara isteri pertama, kedua, ketiga dan atau keempat tidak terjadi perselisihan, termasuk mengantisipasi kemungkinan gugat warisan di antara masing-masing keluarga dari isteri-isteri tersebut. Akibat ketidakjelasan pemilikan harta bersama antara isteri pertama dan kedua, sering menimbulkan sengketa waris, yang 9

14 diajukan ke Pengadilan Agama. Lebih-lebih lagi apabila poligami tersebut dilakukan dengan tanpa pertimbangan tertib hukum dan administrasi, berupa pencatatan nikah. Ini tentu saja menyulitkan keluarga mereka sendiri, boleh jadi tidak dapat dijangkau oleh hukum karena secara yuridis formal tidak ada bukti-bukti otentik, bahwa mereka telah melakukan perkawinan. Selanjutnya dalam pasal 95 KHI dibicarakan tentang tindakan-tindakan tertentu pada saat salah satu pihak melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama, yaitu: (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 136 ayat (2), suami atau isteri dapat meminta Pengadilan Agama untuk meletakkan sita Jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti : judi, mabuk, boros, dan sebagainya, (2) Selama masa sita dapat dilakukkan penjualan atas harta bersama untuk kepentingan keluarga dengan izin Pengadilan Agama. Masalah harta bersama suami isteri, atau dengan isteri-isterinya, pengelolaannya dapat dilakukan melalui perjanjian tertulis. Bagaimana dan berapa yang ditanggung suami untuk setiap isterinya Ini dimaksudkan untuk menjaga batas-batas yang jelas mana kekayaan bersama antara suami dengan isteri pertama, mana kekayaan bersama suami dengan isteri yang kedua, dan seterusnya. Persoalan akan muncul apabila salah satu meninggal, karena itu meski tidak kongkret benar, Kompilasi Hukum Islam mencoba merumuskannya dalam Pasal 96, yaitu: (1) Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama, (2) Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama. Kemudian Pasal 97 menjelaskan : Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam pernjanjian perkawinan. 10

15 4. PERJANJIAN PERKAWINAN TERHADAP HARTA PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM Secara umum perjanjian perkawinan bukanlah janji seorang calon suami untuk mengawini calon istrinya, melainkan perjanjian yang diadakan perjanjian perkawinan bukanlah janji seorang ketika perkawinan dilangsungkan mengenai harta misalnya apakah semua harta kedua belah pihak akan digabungkan sejak perkawinan itu ataukah tetap terpisah, masing-masing akan memiliki harta dan penghasilannya sendiri, sebab tanpa perjanjian perkawinan dengan sendirinya berlakulah ketentuan bahwa harta yang ada sebelum perkawinan (harta asal) akan tetap menjadi milik masing-masing, sedangkan yang diperoleh bersama sejak dilangsungkannya perkawinan akan menjadi harta bersama, kelak akan dibagi dua apabila perkawinan berakhir, baik karena cerai hidup maupun karena kematian, masing-masing akan mendapatkan separuhnya. Dikemukakan oleh Zahri Hamid yang memandang bahwa Hukum Islam mengatur sistem terpisahnya antara harta suami dan harta istri sepanjang yang bersangkutan tidak menentukan lain (tidak ditentukan dalam perjanjian perkawinan). Hukum Islam juga memberikan kelonggaran kepada mereka berdua untuk membuat perjanjian perkawinan sesuai dengan keinginan mereka berdua, dan perjanjian tersebut akhirnya mengikat mereka secara hukum. Pandangan Hukum Islam yang memisahkan harta kekayaan suami istri sebenarnya memudahkan pemisahan mana yang termasuk harta suami dan mana yang termasuk harta istri, mana harta bawaan suami dan mana harta bawaan istri sebelum perkawinan, mana harta yang diperoleh suami dan harta yang diperoleh istri secara sendiri-sendiri selama perkawinan, serta mana harta bersama yang diperoleh secara bersama selama terjadinya perkawinan. Pemisahan tersebut akan sangat berguna dalam pemisahan antara harta suami dan harta istri jika terjadi perceraian dalam perkawinan mereka. Ketentuan Hukum Islam tersebut tetap berlaku hingga berakhirnya perkawinan atau salah seorang dari keduanya meninggal dunia. Tentang harta warisan, Hukum Islam memandang bahwa harta warisan yang ditinggalkan oleh suami atau istri dibagi berdasarkan ketentuan hukum pewarisan Islam. Harta warisan yang dibagi adalah hak milik masing-masing suami istri yang telah meninggal dunia, yaitu setelah dipisahkan dengan harta suami istri yang masih hidup. Harta milik istri tidak dimasukkan sebagai harta warisan yang harus dibagi. Bahkan, istri 11

16 tetap berhak memiliki harta pribadinya sendiri, dan dirinya juga berhak mendapat bagian dari peninggalan harta suaminya. 12 Hukum Islam tidak mengenal adanya pencampuran harta pribadi suami dan istri ke dalam bentuk harta bersama. Hukum Islam lebih menganjurkan adanya saling pengertian antara suami istri dalam mengelola harta pribadi tersebut, jangan sampai pengelolaan ini mengakibatkan rusaknya hubungan yang mengakibatkan perceraian. Maka untuk menghindari adanya persoalan mengenai harta pribadi tersebut hukum Islam memperbolehkan adanya perjanjian perkawinan yang dapat dibuat sebelum perkawinan dilaksanakan, atau saat perkawinan atau selama masa perkawinan berlangsung. Perjanjian tersebut dapat berupa penggabungan harta milik pribadi masing-masing menjadi harta bersama, dapat pula ditetapkan tidak adanya penggabungan harta milik pribadi menjadi harta bersama. Perjanjian tersebut dapat dibuat sebelum maupun pada saat bahkan selama perkawinan berlangsung. Baik perjanjian yang dibuat saat atau selama perkawinan berlangsung maupun perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan dilaksanakan, kesemua perjanjian tersebut adalah sah dan harus diterapkan. 13 Hukum Islam mengakui adanya harta yang merupakan hak milik bagi setiap orang, baik mengenai pengurusan dan penggunaannya maupun untuk melakukan perbuatanperbuatan hukum atas harta tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan syari at Islam. Disamping itu juga diberi kemungkinan adanya suatu kerjasama antara suami istri dalam mencari harta kekayaan. Oleh karenanya apabila terjadi perceraian antara suami istri, harta kekayaan tersebut dibagi menurut Hukum Islam dengan kaidah hukum Tidak ada kemudharatan dan tidak boleh memudharatkan. Dari kaidah hukum ini jalan terbaik untuk menyelesaikan harta bersama adalah dengan membagi harta tersebut secara adil dan damai sesuai dengan situasi dan kondisi dari setiap pasangan dalam perkawinan. 5. KESIMPULAN Harta bersama merupakan masalah ijtihadiyyah dan di dalam kitab-kitab fiqih belum ada pembahasannya, begitu pula nash-nya tidak ditemukan dalam Al-Quran dan sunnah. Padahal apa yang terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia tentang harta bersama telah lama berkenbang dan berlaku dalam kehidupan kehidupan mereka sehari-hari. Oleh 12 Abdul Manan, Ibid Hlm, M Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Kewarisan, Acara PA dan Zakat Menurut Hukum Islam, Hlm.37 12

17 karena itu adanya ketentuan hukum tentang harta bersama dalam KHI banyak dipengaruhi berbagai faktor yang berkembang dan berlaku dalam masyarakat. Harta bersama diangkat menjadi Hukum Islam dalam KHI berdasarkan dalil urf serta sejalan dengan kaidah al- a datu al-muhakkamah, yaitu bahwa ketentuan adat bisa dijadikan sebagai hukum yang berlaku dalam hal ini adalah harta bersama, maka haruslah dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) Harta bersama tidak bertentangan dengan nash yang ada. Dalam al-quran maupun sunnah tidak ada satupun nash yang melarang atau memperbolehkan harta bersama. Padahal kenyataan yang berlaku dalam masyarakat Indonesia adalah bahwa harta bersama telah lama dipraktekkan. Bahkan manfaatnya dapat dirasakan begitu besar dalam kehidupan mereka. Sehingga ketentuanketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dalam hal ini KHI menjadikan harta bersama sebagai hukum yang berlaku di Indonesia melalui proses ijtihadiyyah. (b) Harta bersama harus senantiasa berlaku. Harta bersama haruslah menjadi lembaga yang telah lama berkembang dan senantiasa berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika, harta bersama merupakan lembaga yang penerapannya hampir berlaku di seluruh Indonesia. Tidak hanya pada zaman yang lalu, akan tetapi harta bersama tetap ditaati dan terpelihara penerapannya hingga saat ini. (c) Harta bersama merupakan adat yang sifatnya berlaku umum Hal ini dapat dilihat dari penerapan harta bersama yang berlaku hampir menyeluruh dan menjadi suatu kebiasaan di Indonesia, sekalipun dalam penyebutannya di setiap adat mempunyai penyebutan yang berbeda-beda. Hukum Islam/syariah adalah mahluk atau lembaga yang tumbuh dan berkembang dari kebutuhan masyarakat dengan berbagai lingkungan. Mahluk atau lembaga itu terkadang berwujud sempurna dan siap menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat, tetapi ia tidak tetap demikian jika tidak terus-menerus tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan Hukum Islam tidak semata-mata bersumber dari kebutuhan yang diakibatkan dinamika sosial, budaya, ilmu dan teknologi. Tetapi pertumbuhan dan pengembangannya dapat didukung melalui pendekatan kompromistis dengan hukum adat setempat. Yang paling penting 13

18 untuk diperhatikan dalam pendekatan kompromistis antara Hukum Islam dengan hukum adat adalah hukum yang lahir dari perpaduan kompromistis itu berada dalam kerangka maslahah mursalah. Dengan demikian, ketentuan hukum adat ini sudah selayaknya diambil berdasarkan urf sebagai landasan dalam Hukum Islam yang akan diterapkan di Indonesia. Inilah yang menyebabkan pengaturan mengenai harta bersama dan perjanjian perkawinan dalam KHI mengatur hal yang tidak jauh berbeda dengan ketentuan yang berlaku dalam sistem hukum lainnya sebagai hukum yang hidup di masyarakat Indonesia. 14

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA A. Pengertian Harta Bersama 1. Pengertian Harta Bersama Menurut Hukum Islam Dalam kitab-kitab fiqih tradisional, harta bersama diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harta Bersama dan Perceraian 1. Harta Bersama Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami atau isteri mempunyai harta yang dibawa dan diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Harta Kekayaan dalam Perkawinan Harta merupakan tonggak kehidupan rumah tangga, sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat:5 Artinya: Dan janganlah kamu serahkan

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. masalah Penyelesaian Pembagian Sepertiga Harta Bersama yang

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. masalah Penyelesaian Pembagian Sepertiga Harta Bersama yang BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara kepada respondenrespondenterhadap masalah Penyelesaian Pembagian Sepertiga Harta Bersama yang Berbeda Profesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan sangat dianjurkan dalam Islam, terutama bagi mereka yang secara lahir dan batin telah siap menjalankannya. Tidak perlu ada rasa takut dalam diri setiap muslim

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin Dalam laporan penelitian di atas telah disajikan 2

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Universitas Indonesia 104 BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan 1. Pada dasarnya menurut Hukum Islam, harta suami isteri terpisah. Masingmasing memiliki hak untuk membelanjakan atau menggunakan hartanya dengan sepenuhnya tanpa boleh

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

Gono Gini dalam Perspektif Hukum Islam Oleh Drs. H. Abd. Rasyid As ad, M.H. (Hakim Pengadilan Agama Kraksaan)

Gono Gini dalam Perspektif Hukum Islam Oleh Drs. H. Abd. Rasyid As ad, M.H. (Hakim Pengadilan Agama Kraksaan) Gono Gini dalam Perspektif Hukum Islam Oleh Drs. H. Abd. Rasyid As ad, M.H. (Hakim Pengadilan Agama Kraksaan) A. Pandahuluan Gono-gini atau harta bersama adalah harta yang diperoleh pasangan suami istri

Lebih terperinci

BAB II HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN

BAB II HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN 18 BAB II HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN A. Pengertian Harta Bersama Dalam Perkawinan Sebagaimana telah dijelaskan, harta bersama dalam perkawinan adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Suami

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM A. Pengertian Harta Dalam Perkawinan Islam Menurut bahasa pengertian harta yaitu barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak

BAB I PENDAHULUAN. sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perjanjian perikatan antara suamiistri, sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak dan kewajiban-kewajiban

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA DAN FIKIH MUNAKAHAT TERHADAP STATUS HARTA BERSAMA DALAM PERKARA PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA DAN FIKIH MUNAKAHAT TERHADAP STATUS HARTA BERSAMA DALAM PERKARA PEMBATALAN PERKAWINAN BAB IV ANALISIS HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA DAN FIKIH MUNAKAHAT TERHADAP STATUS HARTA BERSAMA DALAM PERKARA PEMBATALAN PERKAWINAN A. Analisis terhadap Status Harta Bersama sebagai Akibat Hukum dari Pembatalan

Lebih terperinci

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan BAB IV ANALISIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SIDOARJO MENGENAI PENOLAKAN GUGATAN NAFKAH MAD{IYAH DALAM PERMOHONAN CERAI TALAK NOMOR : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda A. Analisis Undang-Undang Perkawinan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan: PEMBAGIAN WARISAN Pertanyaan dari: EJ, di Cirebon (nama dan alamat diketahui redaksi) (Disidangkan pada Jum at, 13 Zulqa'dah 1428 H / 23 November 2007 M) Pertanyaan: Sehubungan kami sangat awam masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK 60 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK Salah satu asas kewarisan Islam adalah asas bilateral yang merupakan perpaduan dari dua

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM 62 BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM CUKUP UMUR DI DESA BARENG KEC. SEKAR KAB. BOJONEGORO Perkawinan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk akad nikah.nikah menurut syarak ialah akad yang membolehkan seorang

BAB I PENDAHULUAN. untuk akad nikah.nikah menurut syarak ialah akad yang membolehkan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nikah dalam bahasa arab ialah bergabung dan berkumpul, dipergunakan juga dengan arti kata wata atau akad nikah, tetapi kebanyakan pemakaiannya untuk akad nikah.nikah

Lebih terperinci

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN MAJELIS HAKIM DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO NO. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda A. Analisis Yuridis Pertimbangan Dan Dasar

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto)

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto) BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto) A. Analisis Hukum Islam Terhadap Perjanjian Pranikah Dalam hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN 63 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN A. Analisis Tentang Latarbelakang Tradisi Melarang Istri Menjual Mahar Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kedudukan mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling berhubungan antara satu dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu belaka, namun langgeng dan harmonisnya sebuah rumah tangga sangatlah di tentukan oleh sejauh mana

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TENTANG KEDUDUKAN DAN TUGAS LEMBAGA JURU DAMAI DALAM PENYELESAIAN PERKARA SYIQAQ

BAB III TINJAUAN TENTANG KEDUDUKAN DAN TUGAS LEMBAGA JURU DAMAI DALAM PENYELESAIAN PERKARA SYIQAQ 59 BAB III TINJAUAN TENTANG KEDUDUKAN DAN TUGAS LEMBAGA JURU DAMAI DALAM PENYELESAIAN PERKARA SYIQAQ A. Kedudukan Mediator dan Hakam Dalam Menyelesaikan Perkara Syiqaq 1) Kedudukan Mediator Dalam Penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan Undang-Undang dapat diwujudkan dengan baik dan sempurna jika perkawinan tersebut sejak proses pendahuluannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bisa langsung dipahami oleh semua orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bisa langsung dipahami oleh semua orang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan tentang Kajian Dalam kamus Ilimiah kata kajian, berarti telaah, pelajari, analisa, dan selidiki. 1 Adapun pengartian lain yang memiliki makna sama tentang kajian, yaitu

Lebih terperinci

LEGEM PUTUSAN NOMOR:71/ Pdt.G/ 2013/ PA.Sda

LEGEM PUTUSAN NOMOR:71/ Pdt.G/ 2013/ PA.Sda BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN ASAS CONTRA LEGEM PUTUSAN NOMOR:71/ Pdt.G/ 2013/ PA.Sda A. Analisis Penerapan asas Contra Legem Putusan Perkara Nomor : 71/Pdt.G/ 2013/PA.Sda Harta benda

Lebih terperinci

Kamus Umum Bahasa Indonesia yang dimaksud harta bersama atau harta gonogini

Kamus Umum Bahasa Indonesia yang dimaksud harta bersama atau harta gonogini BAB II HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian Harta Bersama Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia harta bersama atau harta gonogini secara hukum artinya adalah harta yang berhasil dikumpulkan selama

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS DATA. PELAKSANAAN EKSEKUSI HARTA BERSAMA DALAM PERKARA PERDATA NO 0444/Pdt.G/2012/PA.Tnk

BAB VI ANALISIS DATA. PELAKSANAAN EKSEKUSI HARTA BERSAMA DALAM PERKARA PERDATA NO 0444/Pdt.G/2012/PA.Tnk BAB VI ANALISIS DATA PELAKSANAAN EKSEKUSI HARTA BERSAMA DALAM PERKARA PERDATA NO 0444/Pdt.G/2012/PA.Tnk Islam tidak mengatur tentang harta bersama dan harta bawaan kedalam ikatan perkawinan, yang ada hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, yang diharapkan akan mampu menjalin sebuah ikatan lahir-batin antara

BAB I PENDAHULUAN. manusia, yang diharapkan akan mampu menjalin sebuah ikatan lahir-batin antara BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah sebuah perilaku turun temurun dari umat manusia, sebagai sarana yang dipandang baik dan benar untuk melanjutkan proses regenerasi dan kesinambungan hidup dan kehidupan

Lebih terperinci

BAB III PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERMOHONAN IZIN POLIGAMI SETELAH ADANYA KMA/032/SK/IV/2006

BAB III PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERMOHONAN IZIN POLIGAMI SETELAH ADANYA KMA/032/SK/IV/2006 BAB III PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERMOHONAN IZIN POLIGAMI SETELAH ADANYA KMA/032/SK/IV/2006 A. Landasan Hukum Penetapan Harta Bersama Dalam Permohonan Izin Poligami Dalam Buku II Pedoman Teknis Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Bahwa setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa yang sangat penting dalam hidupnya,

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan. 81 BAB IV ANALISIS HUKUM FORMIL DAN MATERIL TERHADAP PUTUSAN HAKIM TENTANG NAFKAH IDDAH DAN MUT AH BAGI ISTRI DI PENGADILAN AGAMA BOJONEGORO (Study Putusan Perkara No. 1049/Pdt.G/2011/PA.Bjn) A. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan menimbulkan kewajiban nafkah atas suami untuk istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kasus Posisi Sebelum menjelaskan mengenai kasus posisi pada putusan perkara Nomor 321/Pdt.G/2011/PA.Yk., penulis akan memaparkan jumlah perkara poligami yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DALAM PERKAWINAN

BAB II PERJANJIAN DALAM PERKAWINAN 23 BAB II PERJANJIAN DALAM PERKAWINAN A. Perjanjian Dalam Perkawinan 1. Pengertian Perjanjian Perkawinan Perjanjian perkawinan yaitu, persetujuan yang dibuat oleh kedua calon mempelai pada waktu atau sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Analisis Terhadap Hibah Sebagai Pengganti Kewarisan Bagi Anak Laki-laki dan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF INDONESIA SERTA PRAKTEK PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

KEDUDUKAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF INDONESIA SERTA PRAKTEK PUTUSAN PENGADILAN AGAMA Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 12. No. 2 Juni 2017 Kedudukan Harta Bersama Dalam Perkawinan (Arifah S. Maspeke) KEDUDUKAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF INDONESIA SERTA

Lebih terperinci

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Waris Tanpa Anak WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Pertanyaan: Kami lima orang bersaudara: 4 orang laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB IV PEMERIKSAAN KESEHATAN PRANIKAH (PREMARITAL CHECK UP) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PEMERIKSAAN KESEHATAN PRANIKAH (PREMARITAL CHECK UP) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PEMERIKSAAN KESEHATAN PRANIKAH (PREMARITAL CHECK UP) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah (Premarital Check Up) sebagai Upaya Pemeliharan Keturunan (Hifz} al-nasl) Dalam

Lebih terperinci

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D 101 09 512 ABSTRAK Penelitian ini berjudul aspek yuridis harta bersama dalam

Lebih terperinci

BAB II HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN. A. Pengertian Harta Bersama Dalam Perkawinan. adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan.

BAB II HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN. A. Pengertian Harta Bersama Dalam Perkawinan. adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan. BAB II HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN A. Pengertian Harta Bersama Dalam Perkawinan Sebagaimana telah dijelaskan, harta bersama dalam perkawinan adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Suami

Lebih terperinci

Harta Bersama dalam Perkawinan Poligami Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam

Harta Bersama dalam Perkawinan Poligami Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam Desi Fitrianti Fakultas Syari ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang E-mail: desifitrianti_uin@radenfatah.ac.id Abstrak Perkawinan dalam Islam diperbolehkan untuk menikahi wanita lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA KECAMATAN SUKODONO MENURUT KHI DAN FIQIH MADZHAB SYAFI I 1. Analisis Implikasi Hukum perkawinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang mempersatukan dua insan yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup bersama, hal ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama. BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota Banjarmasin tentang harta bersama. a. Harta bersama menurut pendapat ulama Muhammadiyah kota Banjarmasin. - Harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini dikarenakan pada hakikatnya kehidupan setiap manusia diawali dengan perjanjian dengan-nya untuk

Lebih terperinci

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PERKAWINAN DALAM PANDANGAN HUKUM NASIONAL DAN BUDAYA MASYARAKAT

TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PERKAWINAN DALAM PANDANGAN HUKUM NASIONAL DAN BUDAYA MASYARAKAT TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PERKAWINAN DALAM PANDANGAN HUKUM NASIONAL DAN BUDAYA MASYARAKAT Herwin Sulistyowati Email :herwinsulistyowati232@yahoo.co.id Abstrak :Perjanjian perkawinan yang masih tabu dimasyarakat

Lebih terperinci

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict Heniyatun 1 *, Puji Sulistyaningsih 2, Bambang Tjatur Iswanto 3 1,2,3 Hukum/Fakultas Hukum, *Email: heniyatun@ummgl.ac.id Keywords:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun 1989 yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, peradilan agama

Lebih terperinci

Tanya Jawab Edisi 3: Warisan Anak Perempuan: Syari'at "Satu Banding Satu"?

Tanya Jawab Edisi 3: Warisan Anak Perempuan: Syari'at Satu Banding Satu? Pertanyaan: Saya, Raditya (36 tahun), ingin menanyakan tentang sebuah masalah cukup pelik dalam keluarga kami. Ayah saya sakit-sakitan dan berniat membuat surat waris bagi anak-anaknya. Kami bersaudara

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Harta Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau berpaling dari tengah ke salah satu sisi, dan al-mal diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi BAB III KERANGKA TEORITIS Menurut Soekandar Wiriaatmaja, tradisi pernikahan merupakan suatu yang dibiasakan sehingga dapat dijadikan peraturan yang mengatur tata pergaulan hidup didalam masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perkawinan dengan Perjanjian Kawin di Kabupaten

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perkawinan dengan Perjanjian Kawin di Kabupaten BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan dengan Perjanjian Kawin di Kabupaten Klaten Pada dasarnya jika terjadi perkawinan maka akan terjadi percampuran harta antara suami dan istri,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. kepada Pengadilan Agama Malang yang Penggugat dan Tergugat sama-sama

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. kepada Pengadilan Agama Malang yang Penggugat dan Tergugat sama-sama BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Perkara No 0733/Pdt.G/20013/PA.Mlg adalah perkara tentang pembagian harta gono gini yang diajukan penggugat yaitu mantan istri atau kuasa hukumnya kepada Pengadilan Agama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah akad yang bersifat luhur dan suci antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual

Lebih terperinci

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TIDAK DITETAPKANNYA NAFKAH IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI ATAS PUTUSAN NOMOR 2542/PDT.G/2015/PA.LMG) A. Pertimbangan Hukum Hakim yang Tidak Menetapkan Nafkah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. Sebagaimana

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBAGIAN WARISAN UNTUK JANDA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM WARIS ISLAM FITRIANA / D

PERBANDINGAN PEMBAGIAN WARISAN UNTUK JANDA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM WARIS ISLAM FITRIANA / D PERBANDINGAN PEMBAGIAN WARISAN UNTUK JANDA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM WARIS ISLAM FITRIANA / D 101 09 173 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pembagian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Akibat Hukum Pengabaian Nafkah Terhadap Istri. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Akibat Hukum Pengabaian Nafkah Terhadap Istri. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974. BAB IV ANALISIS A. Analisis Akibat Hukum Pengabaian Nafkah Terhadap Istri Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Di dalam Undang-Undang Perkawinan tidak mengatur masalah nafkah secara terperinci.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016 PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI ATAU HARTA BERSAMA SETELAH PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 1 Oleh: Bernadus Nagarai 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk sosial, artinya manusia tidak dapat melangsungkan hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia berlainan jenis yaitu seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri tersebut diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang antara kedua belah pihak suami dan istri, akan senantiasa diharapkan berjalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Agama adalah salah satu dari peradilan Negara Indonesia yang sah, yang bersifat peradilan khusus, berwenang dalam jenis perkara perdata Islam tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan, termasuk salah satu aspek yang diatur secara jelas dalam Al-Qur an dan Sunnah Rasul. Hal ini membuktikan bahwa masalah kewarisan cukup penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan sesama manusia. Salah satu hubungan sesama manusia adalah melalui perkawinan, yaitu perjanjian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG A. Analisis Terhadap Ketentuan Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Analisis implementasi Hukum Islam terhadap ahli waris non-muslim dalam putusan hakim di Pengadilan Agama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH 66 BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH A. Analisis terhadap Pertimbangan Hakim Dalam putusan

Lebih terperinci