BATAGAK URANG TUO NAGARI DI BALAI BARU KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BATAGAK URANG TUO NAGARI DI BALAI BARU KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG"

Transkripsi

1 BATAGAK URANG TUO NAGARI DI BALAI BARU KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG REDO ILHAMSYAFITRA Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas ABSTRAK Artikel ini mendeskripsikan pelaksanaan upacara Batagak Urang Tuo Nagari.Upacara Batagak Urang Tuo Nagari merupakan salah satu upacara terpenting dalam tatanan adat di Balai Baru. Dalam kehidupan masyarakat tradisi di Balai Baru upacara ini sangat penting karena masyarakat tradisi mulai sadar akan pentingnya peranan Urang Tuo Nagari dalam masyarakat dan sebagaimana wilayah lain di Minangkabau. Hal ini sebagaimana peranan Urang Tuo Nagari ditengah masyarakat adat. Dalam Batagak Urang Tuo Nagari para ninik mamak, bundo kanduang, cadiak pandai, serta anak kemenakan masih mempertahankan unsur-unsur penting yang terdapat di dalam tata cara pelaksanaannya. Kata kunci: Upacara Adat, Batagak Urang Tuo Nagari, Balai Baru PENGANTAR Hampir semua suku bangsa di Indonesia memiliki tradisi pengangkatan pemimpin atau penghargaan terhadap pemimpin atau orang yang dituakan. Minangkabau merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang dikenal dengan beberapa tradisi berkenaan dengan penghormatan terhadap seorang pemimpin, seperti pengangkatan penghulu dan pemberian gelar datuk. Tradisi ini dikenal di seluruh wilayah Minangkabau. Namun demikian, nama pelaksanaan untuk tradisi penghormatan kepada pemimpin berbeda-beda. Salah satunya adalah Batagak Urang Tuo Nagari (selanjutnya disingkat UTN) di Balai Baru Kecamatan Kuranji, Kota Padang, UTN merupakan salah satu pimpinan jabatan tertinggi pada pemerintahan adat yang ada di Minangkabau pada kelarasan koto piliang. Pada penelitian kali ini peneliti ingin meneliti mengenai Prosesi Batagak Urang Tuo Nagari di Balai Baru Kecamatan Kuranji, kota Padang yang mana pada prosesi ini dapat kita temukan tiga unsur folklore didalamnya. UTN merupakan jabatan seorang yang diamanatkan oleh beberapa Tapian atau daerah ulayat untuk memimpin mereka, bisa kita lihat pada ungkapan ini 97

2 rantau di agiah nan barajo, darek di agiah nan badatuak, kampuang di agiah ba rang tuo, rumah di agiah ba limpeh (rantau memiliki raja, darek/daerah asal memiliki datuak, kampung memliki orang tua, rumah memiliki limpapeh). Adat Minangkabau yang terkenal dirancang oleh dua orang bersaudara satu ibu lain bapak itu bersama pemuka masyarakat lainnya waktu itu dengan menggunakan akal, budi, serta berguru pada alam yakni Dt. Ketumanggungan dan Dt. Perpatih nan sabatang, musyawarah menetapkan tiga kelarasan. Menurut H. Abdul Kadir Usman Dt. Yang Dipatuan dalam kamus bahasa Minangkabau, laras: sistem pemerintahan Minangkabau masa lalu, ada tiga sistem kelarasan masing-masing. Pertama kelaran Koto Piliang yaitu sistem pemerintahan dipertahankan oleh Dt, Ketumanggan, tradisi yang di warisinya yaitu bajanjang naik, batanggo turun, sistem hirarchis dalam pemerintahan adat. Kedua, kelarasan Budi Caniago, sistem pemerintahan yang diusulkan oleh adiknya Dt. Perpatih nan sabatang yaitu duduak sahamparan, tagak sapamatang, duduak samo randah, tagak samo tinggih, tidak ada kelas-kelas yang berbeda semua memiliki hak suara. Ketiga, kelarasan nan panjang sistem pemecahan yang di usulkan oleh adik Dt. Parpatih Nan Sabatang yaitu Dt. Simaharajo Nan Banego-nego Sakalab dunia. Prinsipnya dalam hal keadaan damai, perlu diminta pendapat orang banyak digunakan sistem budi caniago, tetapi dalam keadaan darurat cukuplah para pemimpin saja yang bermusyawarah memutuskan dalam satu garis komando, sistem koto piliang. Kelarasan ini dalam gurindam adat di ungkapkan seperti ini pisang sikalek-kalek utan, pisang tanbatu nan bagatah, samo di gulai nan mudonyo (pisang sikelat-kelat hutan, pisang timbatu yang bergetah, sama di gulai yang mudanya). Koto piliang iyo bukan, budi caniago inyo antah, samo di pakai kaduonyo ( koto piliang dia bukan, budi caniago dia entah, sama digunakan keduanya). Dalam sistem kelarasan di atas mempunyai pola serta struktur berbeda dari dalam pelaksanaan pemerintahan, namun tetap menggunakan prinsip dasar pada kelarasan minangkabau lama, buah musyawarah kelarasan mereka masing- masing. Menurut Hendri Rajo Hitam UTN merupakan salah satu pimpinan tertinggi sebuah nagari pada kelarasan Koto Piliang, sebagai pimpinan yang lebih tinggi derajatnya dari seorang Penghulu bahkan tuo tapian. UTN dalam sebuah nagari mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting, karena UTN memimpin wilayah yang sangat besar berupa beberapa tapian yang ada di nagari Kuranji atau Pauh sambilan, 98

3 UTN bertugas menerangkan seluruh nagari Suluah dendang dalam nagari, kusuik nan kamanyalasaian, karuah nan ka manjaniahan yang artinya segala ketimpangan, segala masalah bila pimpinan tapian atau daerah ulayat (tuo tapian) tersebut tidak bisa memecahkan dan menyelesaikan masalah maka UTN yang akan menyelesaikan semua masalah tersebut (Wawancara, 18 Maret 2017). Menurut Marjoni Rajo Kuaso wilayah yang dipimpin UTN koto piliang yang ditagakan atau diresmikan di balai baru ini memiliki sembilan tapian atau daerah ulayat yaitu tapian Kalumbuk, tapian Korong Gadang, tapian Ampang, tapian Sungai Sapiah, tapian Anduriang, tapian Balimbiang, tapian Lubuk Lintah, tapian Gunuang Sarik, tapian Pasa Ambacang. Masingmasing wilayah di pimpin oleh Tuo Tapian sebagai pemimpin tertinggi dan pemimpin di suatu kaum atau suku adalah penghulu kaum ( Wawancara, 18 Maret 2017). Sesuai tradisi yang diwariskan oleh Dt. Ketumangguangan dalam kelarasan Koto Piliang Bajanjang naik, Batanggo turun sistem hirarchis dalam pemerintahan adat. Kepemimpinan UTN diibaratkan bupati dan Tuo tapian sebagai camat nya serta penghulu kaum sebagai lurah atau wali nagarinya. Bila suatu permasalahan tidak dapat diselesaikan oleh penghulu kaum maka penyelesaiannya akan di serahkan pada tuo tapian dan jika tuo tapian tidak juga bisa mengatasinya maka permasalahan ini akan diselesaikan oleh UTN sebagai pimpinan tertinggi. Menurut Hendri Rajo Hitam Pewarisan kepemimpinan ini hanya menurut ranji mereka sendiri menurut garis keturunan ibu matrilineal, jika tidak ada keponakan laki-laki dari ranji UTN maka untuk sementara waktu bisa di gantikan oleh tuo tapian yang dianggap dan dinilai sanggup memimpin. Setelah keturunan UTN sebelumnya ada kembali maka ke pempimpinan dikembalikan lagi pada ranji UTN sebelumnya. Hal yang Khusus dari kelarasan Koto Piliang ini adalah yang menjadi UTN berdasarkan aturan sistemnya tersebut dengan ungkapan karambie tumbuh dimato, tuneh tumbuah dibuku (kelapa tumbuh dimata, tunas tumbuh diruas/buku) artinya yang menjadi UTN sudah ditentukan dari keturunan ibu dari perut maupun jurai. Dapat kita liat pada balai adat kelarasan Koto Piliang tempat rapat UTN dengan para tuo tapian dan penghulu kaum mempunyai lantai yang tidak rata (datar) ada yang tinggi duduknya dan ada yang rendah. Dari itu kita dapat melihat sistem kelarasan Koto piliang yang di warisi bajanjang naik batanggo turun semua ada tingkat-tingkatannya di dalam pemerintahan adat (Wawancara 2017). 99

4 Menurut H. Idrus Hakimy Dt. Rajo Pangulu dalam Pokok-pokok Pengatahuan Adat Minangkabau (1997: 74), syarat-syarat menjadi seorang pemimpin di Minangkabau (1) Baliq berakal, (2) Berbudi baik, (3) Beragama Islam, (4) Dipilih oleh ahli waris menurut ranji ibu/ materilineal (tali darah menurut adat sepakat ahli waris, nan salingkuang cupak adat, nan sapayuang sapatagak), (5) Mewarisi gelar sako dan mempunyai harta pusaka, (6) Sanggup mengisi adat manuang limbago menurut adat nagari setempat (lain padang lain ilalang, lain lubuk lain ikannyo) (7) Pancasilais, meyakini Pancasila sebagai dasar negara dan ada juga ditambah syarat-syarat ini menurut adat nagari-nagari yang dibuat dengan kata mufakat, menurut adat nan taradat di nagari setempat. Munurut Marjoni Rajo Kuaso UTN sebagai seorang pemimpin tertinggi dikelarasan koto piliang memiliki kewajiban sebagai berikut, (1) Manuruik alua jo patuik (menurut garis-garis kebenaran yang kebenaran) (2) Manampuh jalan nan bana (jalan yang benar dunia dan akhirat) (3) Mamaliharo kaum jo nagari (menjaga kedamaian kelarasan dan wilayah pimpinannya) (4) mamaliharo sako jo harato pusako (menjaga nama baik kelarasa dan harta pusaka/adat tradisi leluhur). (Wawancara, 18 Maret 2017). Dalam sistem materineal Minangkabau kelarasan koto piliang, UTN merupakan figur pimpinan formal berbagai kesukuan yang ada pada kelarasan koto piliang. Peran UTN sangat esensial dan menentukan, karena UTN sebagai pemimpit adat pemegang kato putuih, biang tabuak (kata putus, tembus pandang, berlobang). Dalam masyarakat Minangkabau kelarasan koto piliang, ungkapan-ungkapan adat yang menggambarkan fungsi dan kedudukan seorang UTN sudah dikenal luas dan di terima baik oleh kaum kesukuan koto piliang yang menjadi tanggung jawab UTN dan juga dihargai oleh masyarakat luas dari kesukuan lain. Ungkapan-ungkapan itu antara lain; nan di anjuang tinggi, diamba gadang, nan tinggi tampak jauh, nan gadang tampak ampia, kusuik nan kamanyalasai, kok karuah nan kamanjaniah, singkek nan kamauleh,senteang nan kamambilai, anyuik nan kamaminteh, kapai tampek batanyo, kapulang tampek babarito ( yang di anjung tinggi, ditambal mejadi besar, yang tinggi tanpak jau, yang besar tampak dekat, kusut yang menyelesaikan, keruh yang akan memperjenih,singkat yang akan memperpanjang, pendek yang akan mennyambung, hanyut yang akan memintas, pergi tembat bertanya, pulang tempat berberita). Proses pengangkatan UTN diadakan oleh kesukuan koto piliang di Balai Baru Kecamatan Kuranji dengan menyelenggarakan upacara besar, sebelumnya seorang yang akan diangkat 100

5 menjadi UTN harus meminta izin kepada bundo kanduang sebagai limpapeh rumah gadang pada ranji nya. Setelah mendapat izin dari bundo kanduang maka kabar baik itu di sampaikan pada tuo tapian yang ada di sembilan daerah ulayat mereka untuk melakukan musyarawah penentuan kapan prosesi pengangkatan UTN dilaksanakan. Prosesi batagak UTN ini akan diselenggarakan selama 7 hari 7 malam yang mana setiap malamnya di selenggarakan malam kesenian yang di isi oleh kesenian-kesenian yang ada pada masing-masing nagari atau wilayah ulayat, Setiap malamnya mereka bergantian menampilkan kesenian tradisional yang dimiliki masing-masing nagari atau wilayah ulayat. Kegiatan ini sebagai media silaturahmi antara anak kemenakan dari 9 tapian. Menurut penuturan bapak Hendri Rajo Hitam prosesi batagak UTN hanya di daerah Kecamatan Kuranji Kota Padang. Masyarakat kesukuan koto piliang di daerah tersebut masih mengakui dan menyakini bahwa daerah mereka merupakan pusat pemerintahan adat UTN dan yang bertugas memimpin nagari atau daerah ulayat tersebut, karena pewaris terakhir jatuh pada ranji mereka. Maka perlu dilakukan penelitian mengenai UTN yang unik dan berbeda dari sistem kepemimpinan adat kelarasan lainnya yang ada di Minangkabau. Hal yang di khawatirkan punah dan tidak ada lagi, maka akan hilang prosesi batagak UTN ini dan hilang pula fungsinya. Sebagai aktifitas budaya prosesi batagak UTN memiliki empat fungsi yaitu pertama sebagai proyeksi diri, kedua sebagai alat legitimasi pranata-pranata, ketiga sebagai alat pendidikan, dan keempat sebagai alat pengontrol agar norma-norma dalam masyarakat dapat dipenuhi penganutnya (Wawancara, 18 Maret 2017). KERANGKA PEMIKIRAN Sementara itu Brunvald (dalam Endaswara, 2009;48) mengolongkan folklor kedalam tiga golongan yaitu : (1) folklor lisan, yaitu folklor yang banyak di teliti orang. Bentuk folklor lisan dari yang sederhana yaitu ujuaran rakyat (folk speech, yang bisa dirinci dalam bentuk julukan, dialek, ungkapan, dan kalimat tradisional, pertanyaan rakyat, mite, legenda, nyanyian rakyat dan sebagainya.(2) folklor adat kebiasaan, yang mencakup jenis folklor lisan dan non lisan. Misalkan kepercayaan rakyat, adat istiadat, pesta dan permainan rakyat. (3) folklor material, seni kriya, arsitektur, busana, makanan, dan lain-lain. Berdasarkan klarifikasikan (Endaswara 2009,49) folkor dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) folkor esoterik artinya sesuatu yang memiliki sifat yang hanya dapat dimengerti sebagian 101

6 orang saja. (2) folkor eksoterik adalah sesuatuyang dapat dimengerti sesuai umum, tidak terbatas oleh kolektif tertentu. Kekhasan folklor terletak pada aspek penyebarannya. Persebaran folklor hampir selalu terjadi secara lisan sehingga terjadi penambahan dan pengurangan. Perkembangan pewarisan folklor selanjutnya lebih meluas, tidak hanya lisan tetapi juga secara tulisan. Folklor meliputi berbagai hal, seperti pengetahuan, asumsi, tingkah laku, etika, perasaan, kepercayaan, dan segala praktek-praktek kehidupan tradisional, serta memiliki fungsi tertentu bagi pemiliknya. Folklor bukan milik individu melainkan milik kolektif. Sebagai sebuah karya folklor tidak jelas siapa penciptanya. Penamaan folklor yang lazim adalah menurut kondisi geografis. Pernyataan Endaswara (2010: 3) kekhasan folklor terletak pada aspek penyebarannya. Sedangkan, Taylor (Danandjaya, 2003: 31) folklor adalah bahan-bahan yang diwariskan dari tradisi, melalui kata-kata dari mulut ke mulut maupun praktik adat istiadat. Dengan kata lain, folklor pada dasarnya merupakan wujud budaya yang diturunkan dan atau diwariskan secara turun-temurun secara lisan (oral). Ciri-ciri pengenal utama folklore menurut Danandjaja (1986: 3-4) adalah: a. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari satu (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi berikutnya. b. Folklor bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk yang relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi). c. Folklor ada (exist) dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyembangan yang secara lisan dari mulut ke mulut, dan biasanya bukan melalui catatan atau rekaman, sehingga folklor dengan mudah dapat mengalami perubahan,walaupun demikian perbedaannya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya tetap bertahan. d. Folklor biasanya bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lain. e. Foklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola f. Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif. 102

7 g. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan. h. Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu.hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya. i. Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya. Ciri-ciri folklor dalam penelitan ini yang relevan adalah folklor disebarkan secara lisan penyebarannya dilakukan secara lisan yaitu disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut dan alamiah tanpa paksaan dan nilai-nilai tradisi Minangkabau sangat menonjol. Dilihat dari pengertian dan beberapa ciri-ciri folklor yang tersebut diatas, folklor mempunyai beberapa fungsi. Folklor akan hidup terus apabila mempunyai fungsi. Koenjaraningrat (1986:213) menyatakan bahwa fungsi mempunyai arti jabatan (pekerjaan) dilakukan dan dapat juga berarti kegunaan suatu hal yang lain. Dilihat dari sisi pendukungnya, folklore mempunyai beberapa fungsi. Menurut Wiliam R, Bascom melalui Danandjaja (1991:19) fungsi folklor dibagi menjadi empat yaitu: a. Sebagai sistem proyeksi. b. Sebagai pengesahan adat, pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. c. Sebagai alat pendidikan anak. d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat dipatuhi oleh anggotanya. Fungsi folklor mempunyai arti bahwa folklor sebagian dari kehidupan masyarakat, berfungsi untuk mendukung berbagai kegiatan di lingkungan masyarakat. Fungsi folklor yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, dapat dilihat dalam batagak urang tu nagari di Kecamatan Kuranji Kota Padang. TEMUAN DAN PEMBAHASAN 103

8 URANG TUO NAGARI Dalam adat Minangkabau kelarasan koto piliang dikenal dengan sistem kelarasan koto piliang dengan bajanjang naik batanggo turun, hal ini menunjukan bahwa ada tingkatantingkatan dalam kepemimpinan yang ada di kelarasan koto piliang ini. Urang tuo yang dimaksud bukan tua secara umur, tetapi tua atau luas secara pemikiran dan dapat manimbang samo barek maukua samo panjang (menimbang sama berat, mengukur sama panjang) yaitu seseorang yang bisa adil dalam mengambil keputusan,karena orang minangkabau indak arok dek nan gadang, indak cameh dek ketek e, nan gadang alun tantu manganduang isi nan banyak, nan ketek ndak manjamin pulo indak punyo isi (tidak berharap suatu yang besar, tidak takut dengan kecilnya, karena yang besar belum tentu berisi dan yang kecil pun belom tentu pula tidak berisi), walaupun seseorang itu tua belom tentu bisa adil dalam memutuskan masalah dan yang muda tidak bisa juga di anggap remeh. UTN sebagai pimpinan tertinggi pun tidak serta merta membuatnya menjadi angkuh, seorang UTN memiliki prinsip samalang samujua (sama-sama malang, sama-sama untung), Seorang UTN pun harus bersedia kelaparan asalkan kaumnya bisa berkecukupan. Menurut bapak Marjoni Rajo Kuaso, Urang Tuo Nagari merupakan sosok kepemimpinan yang tertinggi nagari yang ada di kelarasan ini, UTN memimpin beberapa tapian atau wilayah ulayat yang ada di nagari pauh sambilan. UTN merupakan pusek jalan tumpuan ikan, tampek batanyo ka pai tampek babarito ka pulang bagi nagari-nagari yang dipimpinnya. Wilayah yang di pimpin UTN yang di tagakan atau di resmikan di balai baru ini meliputi sembilan tapian yang ada di nagari pauh sambilan atau Kuranji. Masing-masing wilayah di pimpin oleh Tuo Tapian sebagai pemimpin tertinggi di suatu tapian atau daeraj ulayat dan pemimpin di suatu kaum atau suku adalah penghulu kaum (Wawancara,18 Maret 2017). Sesuai tradisi yang di wariskan oleh Dt. Ketumangguangan dalam kelarasan Koto Piliang Bajanjang naik, Batanggo turun sistem hirarchis dalam pemerintahan adat. Kepemimpinan UTN di ibaratkan bupati dan Tuo tapian sebagai camat nya serta penghulu kaum sebagai Lurah atau wali nagarinya. Bila suatu permasalahan tidak dapat diselesaikan oleh penghulu kaum maka penyelesaiannya akan di serahkan pada tuo tapian dan jika tuo tapian tidak juga bisa mengatasinya maka permasalahan ini akan di selesaikan oleh UTN sebagai pimpinan tertinggih nagari. Pewarisan kepemimpinan ini hanya menurut ranji mereka sendiri menurut garis keturunan ibu matrilineal, jika tidak ada keponaan laki-laki dari ranji UTN maka untuk sementara waktu bisa 104

9 di gantikan oleh tuo tapian yang di anggap dan dinilai sanggup memimpin. Setelah keturunan UTN sebelumnya ada kembali maka kepempimpinan di kembalikan lagi pada ranji UTN sebelumnya. Hal yang khusus dari kelarasan Koto Piliang ini adalah yang menjadi UTN berdasarkan aturan sistemnya tersebut dengan ungkapan karambie tumbuh dimato, tuneh tumbuah dibuku (kelapa tumbuh dimata, tunas tumbuh diruas/buku) artinya yang menjadi UTN sudah ditentukan dari keturunan ibu dari perut maupun jurai. Dapat dilihat pada balai adat kelarasan Koto Piliang tempat rapat UTN dengan para tuo tapian dan penghulu kaum mempunyai lantai yang tidak rata (datar) ada yang tinggi duduknya dan ada yang rendah. Dari itu kita dapat melihat sistem kelarasan Koto piliang yang di warisi bajanjang naik batanggo turun semua ada tingkat-tingkatannya di dalam pemerintahan adat. FUNGSI DAN SYARAT-SYARAT MENJADI URANG TUO NAGARI UTN didalam adat adalah pemimpin yang harus bertanggung jawab kepada masyarakat (anak kemenakan dan nagari yang di pimpinnya. Menurut bapak Marjoni Rajo Kuaso, Pada pribadi seorang UTN melekat lima macam fungsi kepemimpinan yakni: 1. Sebagai anggota masyarakat yang di tuakan. 2. Sebagai seorang bapak dalam keluarga intinya. 3. Sebagai seorang pemimpin (mamak) dalam kaumnya. 4. Sebagai seorang sumando di rumah istrinya. 5. Sebagai seorang pemimpin tertinggi pada kelarasan koto piliang. Kalaupun fungsi UTN merupakan gelar yang di terima turun temurun yang harus dipangku oleh seorang laki-laki yang bertalian darah dalam gelar pusako yang bersangkutan seperti ungkapan adat Batuang tumbuah di buku, karambia tumbuah di mato, nan batunggua bapanabangan, nan basasok bajurami, dimano batang tagolek disinan cindawan tumbuah, tanah tasirah, disinan tambilang dimakan (bambu tumbuh di ruas, kelapa tumbuh di mata, yang bertunggul sisa penebangan, yang berasap jerami, di depan mata pohon tumbang, disana cendawan akan tumbuh, tanah merah, disana tambilang dimakan), (wawancara,18 Maret 2017). Tetapi bukan berarti adat tidak memerlukan persyaratan lain bagi yang akan jadi pemimpin. Maka di dalam adat Minangkabau, menjadi seorang UTN selain dari syarat yang tersebut di atas, sangat diutamakan yakni: 105

10 1. Urang tuo (orang tua) tua di dalam umur bukanlah syarat yang utama untuk menjadi UTN, namun tua yang di maksud disini merupakan seseorang yang luas dalam pemikiran serta menyetahui dan paham atas seluk beluk, yang pertama mengetahui seluk beluk kaumnya sendiri, mengetahui sejarah kaumnya sendiri. Kedua tahu akan ketentuan adat Minangkabau terutama aturan adat yang berlaku pada kelarasan koto piliang, Karena seorang UTN adalah tempat bertanya didalam kaumnya dan daerah ulayat, maka ia harus paham kedua hal diatas. 2. Seseorang yang mempunyai sifat dan perilaku yang benar dan lurus, Lurus mengikuti jalan allah, jika seseorang telah mengikuti lurusnya jalan allah maka dia akan lurus juga dalam memimpin kaum dan wilayah ulayatnya. Seperti ungkapan adat labuah luruih nan ditampuah jalan golong nan dituruik, yang artinya seorang yang lurus berpegang teguh pada kebenaran dan janji dibuatnya bersama, tidak plin-plan dalam mengambil keputusan. 3. Sanggup menahan lapar, beda dengan pemimpin lain seorang UTN tidak akan sanggup makan jika ada kaumnya kelaparan, karena seorang UTN merupakan seorang pemimpin yang besar, seorang yang besar pasti sanggup menahan Lapar, jika dia tidak sanggup melakukan itu maka blom bs dikatakan orang besar. Maka dari itu dalam setiap acara adat bukan UTN yang membuka suok (suap) dalam makan bersama, UTN selalu memulai suapan nya bila semua kaum sudah mendapat bagian sesuai ungkap adat salapa sakanyang, manimbang ndk marugikan, ma ukua ndk malabiahkan (sama-sama lapar sama-sama kenyang, menimbang tidak merugikan, mengukur tidak melebihkan). Hal ini meliatkan bahwa UTN merupakan angek nan ndk ka mambaka, Bagak lindeh, suluah panarang nagari (panas yang tidak membakar, berani yang tidak menindas, obor penerang negri). 4. Seorang yang akan dipilih menjadi UTN hendak lah orang yang berpendidikan dan berpengetahuan, telah memiliki gelar pusako dari adat atau yang sudah berkeluarga. Jika kita berbicara pendidikan yang harus dimiliki seorang UTN adalah pendidikan agama sebagai pengarah dan pedomannya nanti dalam memimpin, bukan pendidikan formal yang menjadi syarat menjadi UTN. Berpengetahuan, seorang UTN harus memiliki pengetahuan tentang adat nan sabana adat, Adat istiadat sebagai modalnya dalam memimpin. 106

11 5. Seorang yang akan menjadi UTN hendak lah fasih lidahnya berkata-kata bukan seorang yang bisu atau seorang yang berkata tampa berfikir, karena menjadi seorang UTN harus memperlihatkan wibawanya, berwibawa dalam berkata-kata sangat lah penting bagi seorang UTN, Seorang UTN harus mempertimbangkan setiap perkataan nya agar tidak ada yang di sakiti bila dia berkata ungkapan adat: buliah ndk talendo kanaiak kasingguang ka turun (agar tidak kena saat naik, dan tersinggung saat turun) walapun UTN pimpinan tertinggi dalam kaum dan daerah ulayatnya ia tetap menjaga setiap perkataannya. Seperti itulah cerminan pemimpin yang bijaksana dan berwibawa. 6. Seorang yang akan menjadi UTN harus mendapat izin dari Bundo Kanduang, Bundo Kanduang adalah panggilan terhadap golongan wanita menurut adat Minangkabau yang artinya Bundo adalah ibu. Pertama, UTN harus mendapat izin dari Bundo Kanduang terlebih dahulu kenapa bukan izin ayah, pada adat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal menurut garis keturunan ibu posisi ayah dalam keluarga adat hanyalah orang luar, bukan bagian dari keluarga anak dan istrinnya maka izin dari Bundo Kanduang lah yang utama. Kedua, adat Minangkabau memilki filosofi adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (adat berpedoman pada aturan, aturan berpedoman pada ajaran agama), Agama islam memngajarkan bahwa surga itu terletak di bawah telapak kaki maka dari itu UTN harus lah mendapat izin dari Bundo kanduang agar kepemimpinannya mendapat berkah. STRUKTUR KEPEMIMPINAN URANG TUO NAGARI Dalam memimpin daerah-daerah ulayat yang luas meliputi keseluruhan Minangkabau yang begitu luas UTN pun tidak berjalan sendiri menjalankan pemerintahan adat nagari berikut adalah struktur kepemimpinan UTN. PANUNGKEK URANG TUO NAGARI Panungkek adalah perpanjangan tangan dari seorang UTN atau biasa kita kenal dengan tangan kanan, seseorang yang di percayai oleh UTN bisa di sebut juga wakil dari UTN. Sebagai wakil atau tangan kanan UTN panungkek bertugas menggantikan tugas UTN bila UTN berhalangan hadir, panungkek juga bisa menggantikan posisi UTN, bila UTN tidak berada di nagari. Sebagai orang kepercayaan UTN panungkek juga bertugas mengingatkan UTN jika lupa dan memberitahu atau mengingatkan jika UTN salah. 107

12 PANDITO Pandito adalah salah satu jabatan yang di percayai kepada seseorang yang mengetaui seluk beluk agama, dimana seorang pandito lah nantinya memberi masukan kepada UTN mengenai agama, pandito adalah orang kepercayaan UTN yang memiliki kehalian agama. Pandito adalah seorang Rajo ibadat atau seorang ahli dalam agama. PANUNGKEK PANDITO Panungkek pandito adalah kaki tangan dari seorang Pandito, pamungkek merupakan wakil dari seorang pandito, pandito membutuhkan wakilnya dalam mempelajari agama agar ada orang yang mengingatkannya, panungkek sebagai dia berhak menggantikan tugas pandito jika tidak ada di nagari atau mewakili pandito di saat undangan-undangan pada acara. TUO TAPIAN Tuo tapian sebagai pimpinan sebuah tapian haruslah mengetahui seluk beluk daerah ulayatnya, jika terjadi permasalahan pada daerah ulayat maka seorang tuo tapian lah yang harus bertanggung jawab menyelesaikannya karena seluk beluk daerah tersebut ia kuasai dan dia juga pucuk pimpinan pada daerah ulayat tersebut, jika masalah tidak bisa diselesaikan maka tuo tapian meminta Pandito ikut serta membantunya, inilah yang disebut bajanjang naik. PERANAN TUO TAPIAN DALAM ACARA BATAGAK URANG TUO NAGARI Tuo tapian adalah pemimpin kaum sebgai perwakilan dari UTN di setiap daerah-daerah ulayat atau tapian, daerah ulayat adalah daerah yang di bagi atas kampung-kampung pada sebuah nagari. Tuo tapian sebagai pimpinan adat tertinggi di daerah tersebut. Peranan menurut Wrigman (dalam Soekanto: 1982) merupakan serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan dalam situasi tertentu. Dalam membicarakan peran, ia tidak bisa di pisahkan dari status, dengan status seseorang dapat menentukan sifat, tingkatan kewajiban dan tanggung jawab dalam kelompok masyarakat. Status merupakan serangkaian tanggung jawab, kewajiban serta hak-hak yang di tentukan dalam masyarakat, sedangkan pola tingkah laku yang diharapkan dari orang-orang pemangku status dinamakan dengan peranan. Peranan-peranan saling berpadu sedemikian rupa sehingga saling tunjang menunjang secara timbal balik dalam hal-hal yang menyangkut tugas, hak dan kewajiban. Peran adalah sesuatu yang diharapkan dimiliki oleh yang memiliki kedudukan dalam masyarakat, sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilakukan. Tuo Tapian 108

13 selain mempunyai fungsi membimbing anak kemenakan dan menyelesaikan masalah pada daerah kepemimpinannya, ia juga memiliki peranan penting dalam acara batagak UTN di Balai Baru kecamatan Kuranji, setidaknya tuo tapian harus tampil mewakili kaum yang di pimpinnya. Lebih khususnya terkait dengan acara batagak UTN di Balai Baru kecamatan kuranji, seoranng tuo tapian mempunyai peranan sebagai berikut. 1. Ikut dalam barumbuak (musyawarah) pemilihan calon UTN. 2. Melakukan musyawarah serta memberitahu kaumnya siapa calon UTN yang akan di kukuhkan. 3. Ikut serta dalam mempersiapkan acara batagak UTN. 4. Ikut serta dalam musyawarah penentuan hari, bulan, pelaksanaan batagak UTN. 5. Tuo tapian juga berperan langsung menyampaikan undangan kepada Urang Tuo Nagari daerah lainnya. STRUKTUR ACARA BATAGAK URANG TUO NAGARI Setiap Tradisi mempunyai tahap-tahap atau proses-proses kerja yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat yang akan melaksanakan tradisi tersebut. Proses tradisi bertujuan agar tradisi ini berjalan dengan hikmat dan beraturan. Seperti tradisi batagak urang tuo nagari di Balai Baru kecamatan Kuranji, tradisi ini mempunyai proses/tahap-tahapan pelaksanaan. Tahap-tahap pelaksanaan sudah di atur sejak dahulunya, sehingga bersifat turun-temurun dari generasi ke generasi, hingga menjadi aturan tradisi itu sendiri. Setiap proses pelaksannan mempunyai makna, proses tersebut dimulai dari persiapan hingga berakhirnya prosesi tradisi tersebut. Proses itu diantaranya sebagai berikut. PERSIAPAN PELAKSANAAN BATAGAK URANG TUO NAGARI Dalam persiapan pelaksanaan batagak Urang Tuo nagari ini terdiri dari beberapa tahap dan proses sebagai berikut. Barumbuak (Musyawarah) Sebelum alek batagak UTN dilaksanakan maka akan diadakanlah musyawarah antara Tuo tapian yang ada di bawah pemerintahan adat UTN yang kan di angkat tersebut. Biasanya musyawarah ini akan di adakan beberapa minggu sebelum acara batagak UTN, dalam musyawarah ini akan ditentukan dan di mufakati siapa yang akan di angkat sebagai UTN. 109

14 Musyawarah ini di ikuti oleh 7 Tuo tapian yang mana unik nya pada musyawarah ini mereka lakukan saling berjauhan, para tuo tapian bermusyawarah tidak secara tatap mungka, kebiasaan ini sudah mereka jalani secara turun-temurun, banyak hal yang membuat mereka tiadak melakukannya secara tatap muka, pertama jarak antara Nagari yang sangat jauh, kedua tidak adanya kendaraan pada zaman dahulu yang membuat mereka tidak bisa bermusyawarah secara langsung, Mereka melakukan musyawarah melalui media zikir pada malam jumat mereka melakukan riktual zikir, di dalam zikirlah mereka saling bertemu dan bermusyawarah. Para tuo tapian melakukan musyawarah pada alam gaib melalui zikirnya. Tidak hanya 7 tuo tapian yang ikut serta di dalam musyawarah tersebut, mereka juga melibatkan lelulur yang terdahulu, leluhur terdahulu siapa saja yang menjabat menjadi UTN pada masa-masa sebelumnya, hal ini mereka sebut manjagoan nan talalok, maimbau nan talongsong (membangunkan yang tertidur, memanggil yang terlewat) artinya mereka memanggil leluhur yang sudah tiada melalui media zikir, hal ini dilakukan agar pemilihan UTN tidak pada orang yang salah, UTN haruslah seseorang yang berada pada ranji UTN sebelumnya, UTN juga harus memiliki sifat-sifat baik sesuai syarat-syarat yang sudah di tentukan, musyawarah melibatkan leluhur ini juga dilakukan agar tidak ada kecemburuan pada tuo tapian yang tidak di amanatkan sebagai UTN. Hal ini dilakukan karena orang Minangkabau terkenal dengan Tuahnya (kesaktian). Setelah di dapatkan siapa yang layak menjadi UTN selanjutnya mereka akan serahkan penentuan kapan akan di laksanakan batagak UTN pada Nagari yang terpilih dalam musyarawarah Penentuan Hari Alek Setelah diputuskan siapa yang akan diangkat, maka seorang calon UTN yang paling dalam musyawarah, seterusnya yang harus dilakukan adalah meminta izin terlebih dahulu pada Bundo Kanduang, dalam memimpin seorang calon UTN harus mendapat restu dari bundo kanduang agar kepemimpinannya berkah dan lancar. Bila izin dari bundo kanduang telah diperoleh maka pihaknya alan melakukan musyawarah kembali, musyawarah sipangka (panitia pelaksana) dilakukan di Balai adat pada dahulunya, karena saat ini sudah tidak berfungsinya Balai adat maka musyawarah sipangka di adakan di rumah gadang. Dalam musyawarah ini sipangka membahas kapan akan di laksanakannya batagak UTN menentukan kapan hari baik bulan baik sesuai dengan kesepakatan pihak sipangka. 110

15 Dalam musyawarah sipangka dilibatkan semua bagian dari pemerintah adat yang ada dinagari seperti Tuo tapian sebagai pucuk pimpinan nagari, Panungkek sebagai kaki tangan tuo tapian, Bundo Kanduang rumah nan gadang, panghulu kaum. Mereka yang bertugas untuk menentukan Hari baik bulan baiknya. Setelah itu menemukan titik terang selanjutnya kan disampaikan pada semua kaum di nagari. Mancari Kaum Tigo Paruik Hari baik bulan baik yang sudah di tentukan maka Panungkek sebagai wakil dari tuo tapian pergi mengundang kaum tigo paruik yang ada di nagari itu untuk menyampaikan dan mengundang agar datang pada alek batagak UTN. Kaum tigo paruik merupakan pecahan dari koto seperti Piliang, Balaimansiang, Bodi caniago. Undangan ini di sampaikan kepada penghulu dari setiap kaum tigo paruik tersebut, agar seterusnya di sampaikan kepada semua kaumnya. Mangundang Saluruh Tuo Tapian (Mengundang Semua Tuo Tapian) Selain tuo tapian yang bertugas sebagai sipangka atau pelaksana alek ada beberapa tuo tapian lagi yang juga harus di beritahu kapan hari baik bulan baik pelaksanaan batagak UTN. Undangan akan disampaikan langsung oleh tuo tapian yang menjadi sipangka, Undangan ini disampaikan langsung dengan mengunjungi Nagari-nagari dan menemui tuo tapian yang memimpin nagari tersebut, untuk menyampaikan hari baik bulan baik yang sudah disepakati pihak sipangka. Hal ini biasa di sebut Maundang kapalo adaik. Mambali Kabau Ka Balai (Membeli kerbau ke pasar) Pelaksanaan membeli kerbau ke pekan merupakan suatu simbol, dalam membeli kerbau biasanya pergi pada hari balai atau hari pasar. Sekarang tidak ada lagi hari khusus untuk balai atau pasar di balai atau pun di kecamatan kuranji bahkan di kota padang. Tidak ada juga pasar khusus untuk penjualan ternak, sudah jarangnya masyarakat memelihara kerbau membuat kaum koto balai baru memutuskan untuk pergi membeli kerbau guna kebutuhan batagak UTN ke kabupaten lain seperti ke pariaman. Tradisi pembelian kerbau ini diikuti oleh calon UTN, Bundo kanduang, serta panghulu kaum, mengawali kegiatan dengan melaksanakan sholat subuh berjamaah di surau, setelah itu mereka bersiap-siap untuk berangkat ke kabupaten padang paiaman untuk membeli kerbau. Pada zaman dahulu mereka pergi menggunakan bendi atau delman, seiring perkembangan zaman dan 111

16 menghemat waktu rombongan ini berangkat menggunakan mobil dan membawa beberapa mobil barang untuk mengangkut kerbau. WAKTU PELAKSANAAN Acara Batagak Urang Tuo Nagari yang akan diadakan di Balai Baru kecamatan Kuranji berlanguing selama kurang lebih tujuh hari, tujuh malam, yang terdiri dari Lima Hari persiapan dan 2 hari acara inti Batagak UTN. Acara inti dimulai setelah sholat isya yang dilakukan pada sabtu malam, Waktu ini dipilih karena saat ini tuo-tuo tapian bekerja di berbagai macam tempat maka dari itu waktu liburlah yang di pilih sebagai pelaksanaan acara inti batagak UTN pada masa sekarang. Berbeda dengan pelaksanaan nya pada zaman dahulu, dahulu sebagian besar masyarakat bekerja hanya sebagai petani atau pun pedagang. Berikut inti dari pelaksanan batagak UTN. BATAGAK URANG TUO NAGARI Acara batagak UTN ini dilaksanakan pada malam hari setelah sholat isya, dimulai dengan sholat isya berjemaah di surau selanjutnya rombongan tuo-tuo tapian menuju rumah atau lokasi batagak UTN, sesampainya rombongan di rumah akan di sambut dengan rangkaian acara sebagai berikut. Tari Pasambahan Tari pasambahan sebagai pertanda sambutan oleh tuan rumah pada rombongan yang datang dalam acara batagak UTN. Tari ini di tampilkan setiap pengambutan tamu dalam acara-acara adat yang di maksud sebagai ucapan selamat datang dan ungkapan rasa hormat kepada tamu kehormatan yang baru saja sampai, saat ini tari pasambahan tidak saja di pentaskan saat penerimaan tamu saja, namun saat ini tari pasambahan juga ditampilkan dalam seni pementasan dan sebagai sarana hiburan. Pada acara Batagak UTN penari pasambahan akan menyambut rombongan kehormatan yang datang dengan menguguhkan sebuah carano yang berisi sirih, setelah rombongan tuo-tuo tapian memakan sirih sebagai simbol adat, mereka di persilahkan memasuki rumah gadang tempat dilaksanakannya acara batagak UTN. Pembukaan 112

17 Tuo tapian yang bertindak sebagai tuan rumahlah yang bertindak sebagai pembuka acara, kata kehormatan akan ditujukan kepada setiap tuo tapian yang ada. Setelah beberapa patah kata mukadimah, acara selanjutnya pun di mulai. Pembacaan Alquran Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Kata-kata ini yang mendasari kenapa acara pertama dalam batagak UTN adalah membaca al-quran, alquran merupakan kitab suci umat islam yang menjadi petunjuk buat kehidupan umat, begitu juga makna dan fungsi alquran bagi adat. Kebaikan-kebaikan adat berasal dari al Quran, tahap ini menandakan bahwa adat Minangkabau seiring dengan agama. Al Quran sebagai pedoman nabi Muhammad, sebagai seorang UTN Nabi Muhammad SAW merupakan panutan dan pedoman, kesuksesan Nabi Muhammad SAW memimpin hendaklah di tiru oleh UTN dan kebenaran agama menjadi penentu bagi seorang UTN mengambil keputusan agar keputusan tersebut adil bagi kaumnya. Agama sebagai cahaya pembimbing dan penuntun bagi UTN, urang baradat pasti baagamo, karano adaik mairingi agamo, urang baragamo alun tantu baradaik (orang beradat pasti beragama, karena adat beriringan dengan agama, sedangkan orang yang beragama belum tentu beradat). Seorang UTN adalah sosok yang mamahami ilmu agama dan adat dengan baik, karena itu dia di percayakan meminpin sebuah nagari dan kaum. Calon Urang Tuo Nagari Meminta Izin Bundo Kandung Sebelum UTN di lantik terlebih dahulu seorang calon UTN haruslah meminta izin kepada Bundo kanduang. Bundo Kanduang ibarat tiang utama rumah gadang jadi penyangga rumah gadang dan untuk suri teladang untuk semua, Bundo kanduang punya perana penerus keturunan, pewaris, dan pengikat harta pusaka, sedangkan laki-laki dari garis keturunan bundo kanduang berperan mengatur dan mempertahankan sako dan pusako. Untuk melakukan batagak UTN seorang calon UTN haruslah mendapatkan izin dari Bundo kanduang, setelah Bundo kanduang menyatakan memberi izin baru lah acara inti di mulai, yaitu acara pengambilan sumpah seorang UTN dengan ritual salai dama, maka Bundo Kanduang duduk mendampingi calon UTN. Pemakaian Baju Adat Kepada Calon Urang Tuo Nagari 113

18 Seorang UTN akan di pasangkan baju kebesaran adat jika bundo kanduang telah memberi izin kepada UTN, pakaian adat yang telah disediakan di dalam dulang tinggi di pakaikan oleh ninik mamak pada anak kemenakannya yang akan di angkat menjadi UTN, ini sebagai simbol doa restu dan izin dari ninik mamak kepada calon UTN, pertama pemasangan baju hitam gadang langan, sarawa itam gadang kaki (celana hitam besar kaki), sasampiang (kain sarung), salempang, cawek, keris, deta bakaruik (desta berkerut). Setelah semua di pasangkan barulah acara salai dama bisa dimulai. Salai Dama Salai dama adalah acara inti dari keseluruhan rangkaian acara batagak UTN, salai dama adalah menyalakan sebuah obor yang terbuat dari bambu kuning. Obor ini dinyalakan pada di dalam rumah, berikutnya obor ini di bawa bergantian oleh tuo tapian, tuo tapian berjalan mengelilingi UTN dengan memegang obor tuo tapian berjalan mengelilingi UTN secara bergantian sebanyak 9 kali putaran selanjutnya obor tersebut di arak ke depan rumah dan di tanam di tengah halaman rumah. UTN dikelilingi oleh api memiliki makna tersendiri, api melahirkan cahaya ini menjadi simbol seorang UTN adalah cahaya penerang bagi kaumnya, api juga sabagai salah satu sumber kehidupan terkadang api yang salah penggunaan nya akan membakar, begitu juga diharapkan sifat seorang UTN, Harus bisa menerangi kaumnya dan masalah yang timbul di kaumnya. Obor di bawa kelilingi sebanyak sembilan kali kepada UTN menyimbolkan sembilan tapian yang harus di terangi oleh UTN. Setelah itu obor di bawa ke tengah lapangan sebagai tanda seorang UTN harus mampu meliatkan cahaya kepada anak kemenakan dan masyarakat banyak, cahaya yang di maksud disini adalah cahaya kebaikan, salai dama adalah puncak dari semua acara batagak UTN. Dengan dilaksanakan salai dama berarti seorang UTN sudah dikukuhkan. BANTAI KABAU Setelah melakukan acara inti batagak penghulu pada malam hari pada pagi harinya, tepat pada hari minggu, semua anggota kaum berkumpul di depan rumah gadang untuk lakukan bantai kabau, bantai kabau dilakukan untuk menjamu ninik mamak, cadiak pandai dan alim ulama. Selain berfungsi sebagai jamuan makan, bantai kabau juga merupakan simbol pemberitahuan kepada masyarakat bahwa ursng tuo nagari telah di kukuhkan atau di resmikan. Sebagian dagiang diolah menjadi masakan untuk jamuan makan, sedangkan sebagian lagi di bagikan kepada 114

19 masyarakat sekitar yang hadir. Kerbau dipilih karena kerbau merupakan simbol adat Minangkabau. Bantai kabau dengan syarat memilih kabau sehat, cukup umur, tidak cacat fisiknya. Bantai Kabau dilakukan secara adat, yakni sebelum kerbau di potong, keempat kakinya diikat hal ini dilakukan agar kerbau tidak memberonta, pengikatan empat kaki kerbau ini sebagai simbol bersatunya tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan dan keempat adalah allah sebagai tiang kebenaran. Selanjutnya kerbau yang telah di ikat di arahkan ke kiblat dan dibacakan doa untuk meminta berkah kepada allah, setelah kerbau di sembelih maka bersama-sama mengucap syukur dan takbir sebagai tanda bahwasanya UTN telah dikukuhkan dan saat itu juga nagari baralek gadang untuk merayakan pengukuhan Urang Tuo nagari sebagai pemimpin nagari. ALEK NAGARI Alek nagari batagak Urang tuo Nagari di balai baru berlangsung satu malam saja hal ini mengingat kesibukan masing-masing masyarakat yang berbeda-beda pada saat sekarang ini. Bila di liat pada kebiasaan terdahulu, alek nagari mereka selenggarakan sampai tujuh hari, tujuh malam. Alek nagari dilakukan sebagai ungkapan suka cita atas dikukuhkan pemimpin nagari dan juga sebagai media pererat hubungan silaturahmi antara anggota kaum. Dalam alek nagari ditampilkan acara-acara kesenian rakyat seperti tarian, silek, ulu ambek, randai, dan lagu-lagu Minang yang di iringi orgen dan alat musik tradisional lain di tampilkan secara langsung pada minggu malam di galanggang atau halaman deppan rumah gadang tempat pelaksaan alek batagak UTN. PENUTUP Pada bagian-bagian yang dipaparkan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Pertama, bahwa Batagak Urang Tuo Nagari adalah upacara adat yang sangat penting bagi kaum adat di Balai Baru Kecamatan Kuranji Kota Padang, upacara ini sudah lama hilang dan kembali di lestarikan oleh kaum adat agar menghindari kepunahan melalu ritual manjagoan nan lalok na imbau nan talongsong (membangunkan yang tidur, memanggail yang telah berlalu), ungkapan ini berarti meminta petunjung dari leluhur yang sudah tiada dan kembali melestari kan adat yang sudah belalu atau hilang. 115

20 Kedua, pada saat acara, para urang tuo tapian, ninik mamak, bundo kanduang, anak kemenakan serta kaum adat di Balai Baru kecamatan Kuranji masih berusaha mempertahankan unsur-unsur tradisi penting dalam tata cara pelaksanaan batagak urang tu nagari. Masyarakat adat atau kaum adat di Balai Baru berusaha mengembalikan dan melestarikan adat dan struktur kepemimpinan adat yang sudah lama hilang, struktur kepemimpinan nagari ini dilestariakn dan di jalan kan fungsi-fungsinya dalam tatanan adat. Ketiga, acara batagak urang tuo nagari ini merupakan acara besar bagi masyarakat sehingga menjalin silaturahmi antara anak kemenakan dari setiap tapian, menurut informan silaturahmi ini dapat mengurangi tingkat tawuran remaja, karena mereka sudh saling mengenal satu sama lainnya. Alek nagari salah satu acara yang diperuntukan untuk meningkatkan silaturahmi kaum ada yang pada wilayah adat urang tuo nagari. Tidak tinggal makan bersama menjadi saran silaturahmi yang begitu penting. Keempat, para bundo kanduang memasak masakan khas Minang yang terkenal enak dan penuh makna, cita rasa khas tetap dipertahankan, cara memasak ini sudah mereka dapat turun menurun dari leluhur. Serta pelestarian pakaian adat yang begitu di rasa penting agar generasi penerus tau apa saja pakai adat yang ada di tatanan adat mereka. Kelima, bagi pelaku seni tradisional, acara ini merupakan media untuk bersilaturahmi dan berbagi serta sebagai arena menampilkan budaya yang telah mereka lestarikan dalam bentuk seni, pada acara ini pelaku seni menampilkan hasil kerja mereka. DAFTAR PUSTAKA Amran, Rusli Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan. Danandjaya, James Folklore Indonesia, Ilmu gosip, dongeng, dan lain- lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Endaswara, Suwardi Metode Penelitian Folklor. Yogyakarta: Media Pressindo. H. Musyair Zainuddin Implementasi Pemerintahan Nagari Berdasarkan Hak Asal-Usul Adat Minangkabau. H.Idrus Hakim Dt. Rajo Penghulu Buku Pegangan Bundo Kanduang Di Minangkabau. Bandung: CV Rosda Bandung. H.Idrus Hakim Dt. Rajo Penghulu Pegangan Panghulu di Minangkabau. Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia Dan Daerah. Koentjaraninrat Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Moleong,L.J Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Pudentia Hakikat Kelisanan Dalam Tradisi Melayu Mak Yong. Jakarta: FIB-UI. Sukatman Butir-Butir Tradisi Lisan Indonesia. Yogyakarta: Laks Bang. 116

21 Suwardi Endraswara Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press (UGM). 117

22 118

BAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa tradisi berkenaan dengan penghormatan terhadap seorang

BAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa tradisi berkenaan dengan penghormatan terhadap seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam semua suku bangsa di Indonesia, terdapat tradisi pengangkatan pemimpin atau penghargaan terhadap pemimpin atau orang yang dituakan. Minangkabau merupakan salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, kita mengenal adanya siklus hidup, mulai dari dalam kandungan hingga kepada kematian. Berbagai macam peristiwa yang dilalui merupakan saat-saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehadiran seorang pemimpin sangatlah dibutuhkan, karena ia berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kehadiran seorang pemimpin sangatlah dibutuhkan, karena ia berperan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masyarakat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal, kehadiran seorang pemimpin sangatlah dibutuhkan, karena ia berperan dalam membimbing dan mengatur keluarga

Lebih terperinci

Kajian Pakaian penghulu Minangkabau

Kajian Pakaian penghulu Minangkabau Kajian Pakaian penghulu Minangkabau Oleh : Diskadya Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Universitas Telkom. Abstrak Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku dan bangsa, dimana didalamnya terdapat berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... viii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I. PENGANTAR... 1

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa nagari sebagai kesatuan

Lebih terperinci

ASAL USUL DAN MAKNA NAMA GELAR DATUAK DI NAGARI NAN TUJUAH KECAMATAN PALUPUH KABUPATEN AGAM ( Analisis Semiotik ) SKRIPSI

ASAL USUL DAN MAKNA NAMA GELAR DATUAK DI NAGARI NAN TUJUAH KECAMATAN PALUPUH KABUPATEN AGAM ( Analisis Semiotik ) SKRIPSI ASAL USUL DAN MAKNA NAMA GELAR DATUAK DI NAGARI NAN TUJUAH KECAMATAN PALUPUH KABUPATEN AGAM ( Analisis Semiotik ) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Pada Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permainan merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenangsenang,

BAB I PENDAHULUAN. Permainan merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenangsenang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permainan merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenangsenang, mengisi waktu luang, atau berolahraga ringan. Menurut Nugroho, 2005:1, bahwa permainan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian pustaka sangat diperlukan dalam penyusunan sebuah karya ilmiah. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, oleh karenanya manusia tidak bisa terlepas dari tanah. Tanah sangat dibutuhkan oleh setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang memakai sistem pemerintahan lokal selain pemerintahan desa yang banyak dipakai oleh berbagai daerah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya

BAB II LANDASAN TEORI. Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya BAB II LANDASAN TEORI Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya kepemimpinan situasional. Teori yang akan dijelaskan sejalan dengan fokus penelitian yaitu gaya kepemimpinan penghulu Minangkabau.

Lebih terperinci

IMPLIKATUR PASAMBAHAN DALAM BATAGAK GALA DI KANAGARIAN PAUH V SKRIPSI

IMPLIKATUR PASAMBAHAN DALAM BATAGAK GALA DI KANAGARIAN PAUH V SKRIPSI IMPLIKATUR PASAMBAHAN DALAM BATAGAK GALA DI KANAGARIAN PAUH V SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana SI pada Jurusan Satra Daerah Diajukan oleh : IMELDA NIM 06186002 JURUSAN

Lebih terperinci

PENYULUHAN DAN PELATIHAN PERLENGKAPAN PROSESI ADAT PERKAWINAN KANAGARIAN NAN XX KOTA PADANG

PENYULUHAN DAN PELATIHAN PERLENGKAPAN PROSESI ADAT PERKAWINAN KANAGARIAN NAN XX KOTA PADANG Program PPM KOMPETITIF Sumber Dana DIPA Universitas Andalas Besar Anggaran Rp 4.500.000 Tim Pelaksana Reniwati, Noviatri, Rona Almos, dan Khanizar Fakultas Sastra Lokasi Kota Padang, Sumatera Barat PENYULUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang tinjauan pustaka atau kajian teori yang berkaitan dengan judul penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi 1) Repustakaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan sebuah karya ilmiah diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka bertujuan untuk mengetahui keauntetikan sebuah karya ilmiah. Kajian yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang:a. bahwa dalam Undang - undang Nomor

Lebih terperinci

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA LAMPIRAN HASIL WAWANCARA 83 LAMPIRAN Wawancara Dengan Bapak Eriyanto, Ketua Adat di Karapatan Adat Nagari Pariaman. 1. Bagaimana Proses Pelaksanaan Tradisi Bajapuik? - Pada umumnya proses pelaksanaan perkawinan

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 No. Urut : 06 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan dari berbagai etnik. Warisan kebudayaan yang disampaikan secara turun menurun dari mulut kemulut secara lisan biasa disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang berada di Indonesia.Provinsi Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minangkabau merupakan satu-satunya budaya yang menganut sistem kekerabatan matrilineal di Indonesia. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas masyarakat matrilineal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan.

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan salah satu bentuk media yang digunakan untuk menerjemahkan ide-ide pengarang. Di dalam karya sastra, pengarang merefleksikan realitas yang ada

Lebih terperinci

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Simpulan. Seluruh kebudayaan yang ada di bumi ini memiliki keunikan masingmasing

BAB V PENUTUP. 5.1 Simpulan. Seluruh kebudayaan yang ada di bumi ini memiliki keunikan masingmasing BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Seluruh kebudayaan yang ada di bumi ini memiliki keunikan masingmasing di dalamnya. Termasuk Indonesia yang memiliki kekayaan dan keragaman budaya dengan ciri khas masing-masing.

Lebih terperinci

Orang Ujung Gading. Etnografi. Nuriza Dora 1)

Orang Ujung Gading. Etnografi. Nuriza Dora 1) 1 Nuriza Dora 1) Daerah perbatasan merupakan kawasan tempat bertemunya beberapa suku bangsa beserta kebudayaannya. Pada perkembangan selanjutnya di tempat tersebut akan muncul kebudayaan baru atau percampuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri dari ribuan pulau yang dipisahkan oleh lautan, menjadikan negara ini memiliki etnis serta

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002 Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI Menimbang : a. bahwa modal dasar pembangunan Nagari yang tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prinsip matrilineal. Prinsip matrilineal maksudnya adalah mengikuti garis

BAB I PENDAHULUAN. prinsip matrilineal. Prinsip matrilineal maksudnya adalah mengikuti garis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minangkabau adalah salah satu suku diindonesia yang menganut prinsip matrilineal. Prinsip matrilineal maksudnya adalah mengikuti garis keturunan ibu dalam suatu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang: PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT a. bahwa berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Seperti yang diamanatkan oleh. masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Seperti yang diamanatkan oleh. masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki keberagaman budaya, suku, agama, bahasa, kesenian dan adat. Dalam perkembangannya, Negara Kesatuan Repulik Indonesia

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT DI KECAMATAN 3 NAGARI KABUPATEN PASAMAN ANALISIS STRUKTURAL SKRIPSI

CERITA RAKYAT DI KECAMATAN 3 NAGARI KABUPATEN PASAMAN ANALISIS STRUKTURAL SKRIPSI CERITA RAKYAT DI KECAMATAN 3 NAGARI KABUPATEN PASAMAN ANALISIS STRUKTURAL SKRIPSI Disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan Guna memperoleh gelar sarjana S1 Pada Jurusan Sastra Daerah Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA. 4. Hari/Tanggal : Selasa/ 11 September Politik sedang mengadakan riset mengenai tugas dan fungsi Wali Nagari

HASIL WAWANCARA. 4. Hari/Tanggal : Selasa/ 11 September Politik sedang mengadakan riset mengenai tugas dan fungsi Wali Nagari 1. Identitas informan 1. Nama : Fajri Kirana 2. enis Kelamin : Laki-Laki 3. abatan : Wali Nagari 4. Hari/anggal : Selasa/ 11 September 2012 : Pak, saya mahasiswa universitas Lampung dari fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA AKAD NIKAH DAN BARALEK KAWIN

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA AKAD NIKAH DAN BARALEK KAWIN PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA AKAD NIKAH DAN BARALEK KAWIN DENGAN RAHMAT ALLAH TUHAN YANG MAHA ESA WALI NAGARI SUNGAI KAMUYANG Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Alam Minangkabau. Alam Minangkabau terbagi atas dua bagian, yaitu daerah. Luhak Nan Tigo dan daerah Rantau. Luhak Nan Tigo merupakan tiga daerah

Alam Minangkabau. Alam Minangkabau terbagi atas dua bagian, yaitu daerah. Luhak Nan Tigo dan daerah Rantau. Luhak Nan Tigo merupakan tiga daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara tradisional, daerah-daerah dalam pengaruh Minangkabau disebut Alam Minangkabau. Alam Minangkabau terbagi atas dua bagian, yaitu daerah Luhak Nan Tigo dan daerah

Lebih terperinci

Penyusunan Data Awal Master Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat

Penyusunan Data Awal Master Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat Penyusunan Data Awal Master Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Daftar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kerajaan Pagaruyung yang terletak di Batu Sangkar, Luhak Tanah Datar, merupakan sebuah kerajaan yang pernah menguasai seluruh Alam Minangkabau. Bahkan pada masa keemasannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Motivasi terbesar yang mendasari perjuangan rakyat Indonesia merebut

I. PENDAHULUAN. Motivasi terbesar yang mendasari perjuangan rakyat Indonesia merebut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi terbesar yang mendasari perjuangan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan dari kaum penjajah adalah cita-cita untuk dapat mewujudkan kehidupan rakyat Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan

BAB I PENDAHULUAN. Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap suku bangsa di dunia memiliki khazanah cerita prosa rakyat. Menurut Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan besar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Ada beberapa buku yang penulis pakai dalam memahami dan langsung mendukung penelitian ini, diantaranya buku yang berkaitan dengan revitalisasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki masyarakat majemuk. Kemajemukan masyarakat di negara Indonesia terdiri dari berbagai etnis, suku, adat dan budaya.

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PELESTARIAN ADAT BUDAYA DALAM HIDUP BERNAGARI DI KOTA PADANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau mempunyai generasi penerus yang merupakan parik paga

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau mempunyai generasi penerus yang merupakan parik paga BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Minangkabau mempunyai generasi penerus yang merupakan parik paga nagari, yang berarti generasi yang berada dalam garis depan untuk menyelesaikan berbagai masalah di

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A.A Navis, Alam Terkembang Jadi guru :Adat dan Kebudayaan Minangkabau, ( Jakarta PT. Pustaka Grafitipers, 1986).

DAFTAR PUSTAKA. A.A Navis, Alam Terkembang Jadi guru :Adat dan Kebudayaan Minangkabau, ( Jakarta PT. Pustaka Grafitipers, 1986). DAFTAR PUSTAKA A.A Navis, Alam Terkembang Jadi guru :Adat dan Kebudayaan Minangkabau, ( Jakarta PT. Pustaka Grafitipers, 1986). Alwir Darwis, Kedudukan dan Peranan Pemimpin Informal dalam Menggalang ketahanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki sejumlah suku besar berciri khas tradisional. Suku yang terkenal adalah Minangkabau, Aceh, Batak, Melayu, dan ada juga sejumlah suku-suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nan Tigo (wilayah yang tiga). Pertama adalah Luhak Agam yang sekarang

BAB I PENDAHULUAN. Nan Tigo (wilayah yang tiga). Pertama adalah Luhak Agam yang sekarang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Suku bangsa Minangkabau mendiami daratan tengah Pulau Sumatera bagian barat yang sekarang menjadi Propinsi Sumatera Barat. Daerah asli orang Minangkabau ada tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan Indonesia tidak hanya memiliki pengaruh dalam keluarga, tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PEMBAGIAN HAK WARIS PADA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU

BAB III PELAKSANAAN PEMBAGIAN HAK WARIS PADA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU BAB III PELAKSANAAN PEMBAGIAN HAK WARIS PADA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU A. Kondisi Geografis Secara geografi kota Padang terletak di pesisir pantai barat pulau Sumatera, dengan garis pantai sepanjang

Lebih terperinci

THE ROLE OF MAMAK IN MOTIVATING KAMANAKAN TO LEARN MINANGKABAU CUSTOM SPEECH IN KANAGARIAN SALIMPAT DISTRICTS OF LEMBAH GUMANTI SOLOK REGENCY.

THE ROLE OF MAMAK IN MOTIVATING KAMANAKAN TO LEARN MINANGKABAU CUSTOM SPEECH IN KANAGARIAN SALIMPAT DISTRICTS OF LEMBAH GUMANTI SOLOK REGENCY. 1 THE ROLE OF MAMAK IN MOTIVATING KAMANAKAN TO LEARN MINANGKABAU CUSTOM SPEECH IN KANAGARIAN SALIMPAT DISTRICTS OF LEMBAH GUMANTI SOLOK REGENCY. Merial Ulfa*, Dra. Bedriati Ibrahim, M.Si**, Drs Kamaruddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar

Lebih terperinci

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan penelitian (4) mamfaat penelitian. A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI

PEMERINTAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI PEMERINTAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 02/SG/2002 TENTANG PEMUNGUTAN UANG LEGES Dengan rahmat Allah

Lebih terperinci

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau)

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau) PENGAMBILAM KEPUTUSAN DALAM KELUARGA MENURUT BUDAYA MINANGKABAU Oleh : Dra. Silvia Rosa, M. Hum Ketua Jurusan Sastra Daerah Minangkabau FS--UA FS Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN BAB IV SIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan penutup dalam kajian penelitian ini. Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan hasil penelitian tentang Modal Sosial dan Otonomi Desa dalam Pemerintahan Nagari

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bararak adalah suatu tradisi yang terdapat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala (pengangkatan) penghulu,

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh)

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh) KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh) Latar Belakang Tak sekali terjadi konflik horizontal di tengah masyarakat

Lebih terperinci

KEBERLANJUTAN SISTEM MATRILINEAL KELUARGA MUDA MINANG DI ERA GLOBALISASI

KEBERLANJUTAN SISTEM MATRILINEAL KELUARGA MUDA MINANG DI ERA GLOBALISASI KEBERLANJUTAN SISTEM MATRILINEAL KELUARGA MUDA MINANG DI ERA GLOBALISASI Stella Zavera Monica Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia stellazavera@yahoo.com Abstrak Di seluruh dunia terdapat

Lebih terperinci

03FDSK. Folklore. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si.

03FDSK. Folklore. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si. Modul ke: Folklore Fakultas 03FDSK Penjelasan mengenai kontrak perkuliahan yang didalamnya dijelaskan mengenai tata tertib, teknis, serta bahan untuk perkuliahan di Universitas Mercu Buana Denta Mandra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Kenegerian Rumbio Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pemimpin adat kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk Ulak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat pedesaan. Namun masih banyak wilayah pedesaan yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat pedesaan. Namun masih banyak wilayah pedesaan yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Upaya pembangunan pedesaan telah dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melalui berbagai kebijakan dan programprogram. Upaya-upaya itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum ditentukan oleh luasnya tanah yang dimiliki.1. Minangkabau sampai saat ini adalah manggadai. Di Minangkabau sendiri

BAB I PENDAHULUAN. kaum ditentukan oleh luasnya tanah yang dimiliki.1. Minangkabau sampai saat ini adalah manggadai. Di Minangkabau sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut adat Minangkabau, tidak ada sejengkal tanahpun yang tidak berpunya di bumi Minangkabau. Tanah tersebut bisa dikuasai oleh suatu kaum sebagai hak ulayat,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kecamatan Canduang 1. Kondisi Geografis Kecamatan Canduang merupakan salah satu dari beberapa kecamatan di Kabupaten Agam. Dimana wilayah ini ditetapkan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya dengan seni dan sastra seperti permainan rakyat, tarian rakyat, nyanyian rakyat, dongeng,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU. A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan

BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU. A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan 1. Tata Letak Nagari Pariangan Kanagari Pariangan berada

Lebih terperinci

JUDUL SKRIPSI : PERBANDINGAN SISTEM PEWARISAN DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN MASYARAKAT MINANGKABAU

JUDUL SKRIPSI : PERBANDINGAN SISTEM PEWARISAN DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN MASYARAKAT MINANGKABAU Judul Skripsi JUDUL SKRIPSI : PERBANDINGAN SISTEM PEWARISAN DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN MASYARAKAT MINANGKABAU Latar Belakang Masalah Kebudayaan selalu dibedakan dengan budaya seperti yang dibunyikan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian Ziarah merupakan istilah yang tidak asing di masyarakat. Ziarah adalah salah satu bentuk kegiatan berdoa yang identitik dengan hal yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung 1. Keadaan Geografis Desa Tanjung termasuk desa yang tertua di Kecamatan XIII Koto Kampar dan Desa Tanjung sudah

Lebih terperinci

Program Kekhususan HUKUM TATA NEGARA

Program Kekhususan HUKUM TATA NEGARA SKRIPSI PELAKSANAAN KEWENANGAN BADAN MUSYAWARATAN NAGARI (BAMUS) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NAGARI PADA NAGARI KOTO MALINTANG KECAMATAN TANJUNG RAYA KABUPATEN AGAM Program Kekhususan HUKUM TATA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata

BAB II KAJIAN TEORI. Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata 5 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Folklor Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata dasar, yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes (Danandjaja, 2007: 1-2), folk

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI

PEMERINTAHAN KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI PEMERINTAHAN KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI KESATUAN NAGARI SITUJUAH GADANG NOMOR : 01/NSG/2002 Tentang PERUBAHAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA

Lebih terperinci

Liza Oktasari. Pengantar

Liza Oktasari. Pengantar Pertunjukkan Batombe... PERTUNJUKAN BATOMBE: DESKRIPSI SINGKAT Liza Oktasari Abstract This article describes batombe of Nagari Abai Sangir Solok Selatan Sumatera Barat. Batombe is a performance which shows

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Sumatera dan Suku Mandailing adalah salah satu sub suku Batak

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Sumatera dan Suku Mandailing adalah salah satu sub suku Batak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain mengekspresikan

Lebih terperinci

PERATURAN NAGARI BATU TABA. Kecamatan Batipuah Selatan Kabupaten Tanah Datar T E N T A N G PUNGUTAN RETRIBUSI NAGARI TAHUN 2013

PERATURAN NAGARI BATU TABA. Kecamatan Batipuah Selatan Kabupaten Tanah Datar T E N T A N G PUNGUTAN RETRIBUSI NAGARI TAHUN 2013 PERATURAN NAGARI BATU TABA Kecamatan Batipuah Selatan Kabupaten Tanah Datar T E N T A N G PUNGUTAN RETRIBUSI NAGARI TAHUN 2013 PERATURAN NAGARI BATU TABA NOMOR : 05 TAHUN 2013 TENTANG PUNGUTAN RETRIBUSI

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Selatan, Sumatera Barat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Selatan, Sumatera Barat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari hasil pembahasan yang dilakukan mengenai Pola Bangun Atap Rumah Gadang Koto Baru Nagari Koto Baru Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau terdiri dari etnik - etnik yang memiliki kesenian

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau terdiri dari etnik - etnik yang memiliki kesenian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Riau terdiri dari etnik - etnik yang memiliki kesenian yang sangat beragam. Salah satu diantaranya adalah Kabupaten Kuantan Singingi. Kabupaten ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2000 TENTANG KETENTUAN POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang : a. bahwa perubahan paradigma

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi Lampiran 2 HASIL WAWANCARA Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi 1. Bagaimanakah cara orang tua menyampaikan hukum adat Minangkabau kepada anak, terkait adanya pewarisan harta kepada anak perempuan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa serta budaya. Keanekaragaman kebudayaan ini berasal dari kebudayaan-kebudayaan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PEMANFAATAN TANAH ULAYAT KAUM DI KENAGARIAN LUBUK BASUNG. Skripsi

PENYELESAIAN SENGKETA PEMANFAATAN TANAH ULAYAT KAUM DI KENAGARIAN LUBUK BASUNG. Skripsi PENYELESAIAN SENGKETA PEMANFAATAN TANAH ULAYAT KAUM DI KENAGARIAN LUBUK BASUNG Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh : LENI MARLINA 07 140 008 Program

Lebih terperinci

JURNAL PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI KERAPATAN ADAT NAGARI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG KOTA PADANG. Oleh: P R I M A Z O L A NPM:

JURNAL PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI KERAPATAN ADAT NAGARI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG KOTA PADANG. Oleh: P R I M A Z O L A NPM: JURNAL PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI KERAPATAN ADAT NAGARI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG KOTA PADANG Oleh: P R I M A Z O L A NPM: 0910005600047 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG 2015 1 PENYELESAIAN

Lebih terperinci