BAB IV ANALISIS METODOLOGIS FATWA HUKUM PIMPINAN WILAYAH (PW) MUHAMMADIYAH JAWA TENGAH DALAM KONTEKS PEREMPUAN HAMIL DI LUAR NIKAH AKIBAT ZINA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS METODOLOGIS FATWA HUKUM PIMPINAN WILAYAH (PW) MUHAMMADIYAH JAWA TENGAH DALAM KONTEKS PEREMPUAN HAMIL DI LUAR NIKAH AKIBAT ZINA"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS METODOLOGIS FATWA HUKUM PIMPINAN WILAYAH (PW) MUHAMMADIYAH JAWA TENGAH DALAM KONTEKS PEREMPUAN HAMIL DI LUAR NIKAH AKIBAT ZINA Melihat pengertian dan konsekuensi logis problem pernikahan wanita hamil di luar nikah, maka, selanjutnya, peneliti akan melangkah pada tanggapan PP dan PW Majlis Tarjih Muhammadiyah atas problem tersebut dengan prosedur sebagai berikut: (a) pertama, mengemukakan pandangan dan fatwa PP dan PW Muhammadiyah terkait problem tersebut, (b) kedua, mengemukakan dasar-dasar dan alasan-alasan dari pandangan dan fatwa PP dan PW Muhammadiyah terhadap problem tersebut, dan (c) ketiga, menganalisis dasar-dasar dan alasan-alasan fatwa PP dan PW Muhammadiyah yang dijadikan landasan fatwa hukum bagi problem tersebut, serta (d) empat, menyimpulkan pandangan yang kuat dan lemah. Dalam konteks perkawinan pelaku zina, PP dan PW Muhammadiyah menyimpulkan bahwa pernikahan tersebut adalah boleh dan sah (Fatwa-fatwa Tarjih, 2007: 147). Fatwa PP dan PW Muhammadiyah tersebut didasarkan pada QS. Al-Nur ayat 3: Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik. Dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik. Dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman. 75

2 76 Dalam konteks QS. Al-Nur ayat 3 ini, ia mengandung pengertian (dalalah) yang jelas bahwa para pezina (baik laki-laki maupun perempuan) hanya diperuntukkan bagi sesama pezina yang lain (baik laki-laki dan perempuan) (al- Syafi i, Jil. VI, 28: tt). Namun demikian, bagaimana dengan masalah perempuan yang hamil di luar nikah (akibat zina). Dalam arti, bagaimana hukum menikahi perempuan hamil di luar nikah (akibat zina). Dalam konteks ini, PP dan PW Muhammadiyah menyimpulkan bahwa hukum menikahi perempuan hamil di luar nikah (akibat zina) harus dibedakan terlebih dahulu antara (a) pertama: menikah dengan pria yang menghamilinya, dan (b) kedua: menikah dengan pria lain yang tidak menghamilinya (Fatwa-fatwa Tarjih: 148) Mengenai masalah pertama (yakni: pernikahan perempuan hamil di luar nikah dengan pria yang menghamilinya), baik PP maupun PW Muhammadiyah sepakat bahwa pernikahan tersebut adalah sah. Namun demikian, setelah akad pernikahan, pria yang menghamili perempuan tersebut tidak boleh berhubungan seksual terlebih dahulu (fatwa-fatwa Tarjih: 148; Wahbah Zuhayli, Jil.7: 149). Bahkan, dalam masalah ini, PW Muhammadiyah menambahkan bahwa pernikahan tersebut sah tapi dengan dan atau tanpa syarat (Wawancara Tokoh, 2015). Mengenai masalah kedua (yakni: pernikahan perempuan hamil di luar nikah akibat zina dengan pria lain yang tidak menghamilinya), baik PP dan PW Muhammadiyah sepakat bahwa, dalam konteks ini, terdapat 2 (dua) pandangan yang (1) pertama: pernikahan tersebut adalah sah tapi tidak boleh digauli hingga

3 77 massa iddah berakhir (yakni: hingga perempuan yang hamil tersebut melahirkan) dan yang (2) kedua: pernikahan tersebut adalah tidak sah sebelum masa iddah perempuan hamil di luar nikah akibat zina tersebut berakhir. Di akhir, terdapat kecenderungan dalam Tim Fatwa yang memperbolehkan menikahi perempuan hamil di luar nikah akibat zina dan kebolehan untuk berhubungan seksual setelah terjadi pernikahan meskipun perempuan hamil di luar nikah akibat zina tersebut belum melahirkan (masa iddah belum berakhir) dengan syarat perempuan hamil tersebut bertaubat terlebih dahulu (Fatwa-fatwa Tarjih: 150). Dalam memberikan pandangan-pandangan dan fatwa-fatwa hukum terkait problem pernikahan perempuan hamil di luar nikah akibat zina, PP dan PW Muhammadiyah yang mendasari pandangan dan fatwa hukum bagi problem pernikahan perempuan hamil di luar nikah dengan pria yang menghamilinya (masalah pertama) pada dalil-dalil argumentatif sebagai berikut (dengan dan atau tanpa syarat): A. Dasar kebolehan pernikahan perempuan hamil di luar nikah akibat zina dengan syarat, antara lain: a. Berdasarkan: QS. An-Nisa ayat 22-24, dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini ayahmu.. (QS.an- Nisa:22).. diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan;

4 78 saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudarasaudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan.. (QS.an-Nisa: 23) (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu) (QS.an-Nisa:23) (dan diharamkan bagimu) ibu-ibu isterimu (mertua) (QS.an-Nisa:23) dan anak-anak perempuan istri-istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah engkau campuri.. (QS.an-Nisa:23) (dan diharamkan bagimu) menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, sebagai istri) (QS.an-Nisa:23).. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (QS.an-Nisa ayat 24) b. QS. an-nur ayat 3: Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin (Sakho, 1992: 543). c. HR. Abu Dawud yang berbunyi : ال يحم المرئ يؤمه ثباهلل وانيىو االخر ان يسقي مبءه زرع غيره )رواه اثى داود( tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (maninya) ke ladang orang lain (Sunan Abu Dawud, juz II:425). d. Wanita hamil di luar nikah tidak memiliki iddah sehingga boleh saja menikahi wanita hamil tersebut dengan tidak harus menunggu ia melahirkan, dan setelah menikah boleh melakukan hubungan seksual.

5 79 e. Nilai-nilai universal dalam syariat Islam tentang perkawinan yang mengacu pada Maqashid Syari ah, yakni menjaga nasab. f. Untuk mendapatkan kepastian hukum bagi anak yang dilahirkan. g. Mengurangi beban psikologi pada anak atau bayi yang lahir tanpa ayah. h. Menjaga hak anak untuk memperoleh perwalian, pengasuhan dan pewarisan dari laki-laki yang menjadi ayah. i. Landasan Qaidah Fiqhiyyah yang menyatakan bahwa: ا ن ض ر ر ي س ال kemadharatan harus dihilangkan (al-zurqo: 302) dan إذا تعب رض مفسد تبن روعي أعظمهمب ضرارا ثب رتكب ة أخفهمب apabila ada dua kemadharatan berkumpul, maka harus dipilih yang paling ringan (Al-Zurqa: ). Pendapat yang kedua, yaitu pendapat minoritas, membolehkan menikahi wanita hamil akibat zina dengan laki-laki yang menghamilinya dengan syarat: a. Bahwa wanita hamil akibat zina mempunyai/ menjalani masa iddah, yaitu sampai melahirkan kandungannya. b. Wanita hamil tidak boleh dipergauli kecuali setelah melahirkan. c. QS. at-thalaq ayat 4 Dan perempuan-perempuan yang mengandung itu iddah mereka ialah hingga mereka melahirkan kandungan mereka (Sakho, 1992; 946). مه استعجم شيئب قجم اواوه عى قت ثحر مبوه fikih:.d Kaidah barangsiapa menyegerakan sesuatu sebelum waktunya, maka ia akan mendapatkan sangsi dengan tidak mendapatkannya (al-suyuti, 1970: 103) Dan انغبيه ال تجررانىسيهه اال ثب ندنيم

6 80 tidak boleh menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan (Talqihul afham, juz 3:23) Setelah menguraikan pandangan-pandangan dan fatwa-fatwa hukum yang dikeluarkan oleh Majlis Tarjih baik PP dan PW Muhammadiyah, dapat disimpulkan, pertama, bahwa Majlis Tarjih PP dan PW Muhammadiyah lebih terfokus pada (1) masalah perempuan hamil di luar nikah (akibat zina) yang masih berstatus belum menikah (baca: ghayr muhson), dan, sebaliknya, kurang memberikan porsi pembahasan lebih pada masalah perempuan hamil di dalam nikah (akibat zina) yang telah berstatus menikah, (2) masalah kebolehan menikahi perempuan hamil di luar nikah oleh pria yang menghamilinya dan, sebaliknya, kurang memberikan porsi lebih pada pembahasan pria lain yang tidak menghamilinya (Fatwa Tarjih: 147- akhir). Kedua, dasar-dasar pijakan bagi fatwa hukum tawaqquf oleh PW Muhammadiyah Jawa Tengah mengenai kebolehan menikahi perempuan hamil di luar nikah (akibat zina) dengan dan tanpa syarat memiliki kesan lemah (tidak kuat) karena: 1. Dasar-dasar fatwa hukum PW Muhammadiyah mengenai kebolehan menikahi perempuan hamil di luar nikah (akibat zina) DENGAN syarat, antara lain: a. QS. Al-Nisa : dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini ayahmu.. (QS. an- Nisa: 22)

7 81 Pada QS. Al-Nisa ayat 22 mengandung pengertian larangan menikahi perempuan yang telah menjadi isteri-isteri dari bapak-bapak mereka. Oleh karena itu, ayat 22 ini tidak berkaitan dengan pokok persoalan yang sedang dibahas, yakni: hukum menikahi perempuan hamil di luar nikah (akibat zina) (Imam Jalalayn, 81; Ibn Athiyyah, Jil.2: 30-31; Ibn al-katsir, juz III: )... diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudarasaudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan.. (QS.an-Nisa:23) (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu) (QS.an- Nisa:23) (Dan diharamkan bagimu) ibu-ibu isterimu (mertua) (QS.an-Nisa:23) dan anak-anak perempuan istri-istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah engkau campuri.. (QS.an-Nisa:23) (dan diharamkan bagimu) menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, sebagai istri) (QS.an-Nisa:23) Pada QS. Al-Nisa ayat 23 yang merupakan rincian penjelasan mengenai perempuan-perempuan yang haram untuk dinikahi yang terdiri dari ibu kandung, anak kandung (perempuan), saudara kandung (perempuan), bibi dari pihak ibu, bibi dari pihak ayah, keponakan perempuan (anak dari saudara kandung laki-laki),

8 82 keponakan perempuan (anak dari saudara kandung perempuan), ibu yang menyusui, ibu mertua dari istri yang telah digauli, anak kandung, menikahi 2 (dua) saudara kandung (perempuan) sekaligus, dan esensi ayat ini tidak berhubungan dengan pokok persoalan (Imam Jalalayn: 81, Ibn Athiyyah, Jil.2, 30-31; Ibn al-katsir, Jil.III, ).. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (QS.an-Nisa ayat 24). QS. Al-Nisa ayat 24 juga menjelaskan lebih lanjut tentang perempuan yang haram untuk dinikahi yakni perempuan-perempuan yang berstatus telah menikah (Imam Jalalayn: 82; Ibn Athiyyah, Jil.2: 34-37; Ibn al-katsir, Jil.III: ). b. QS. Al-Nur: 3 Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik. Dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik. Dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman (QS. Al-Nur: 3) Dalam konteks QS. Al-Nur yang Allah SWT menurunkan ayat 3 ini yang bermakna, sebagaimana penjelasan Ibn Athiyyah, hinanya perbuatan tersebut (yakni: zina) dan yang ia (menikahi perempuan-perempuan pezina tersebut) diharamkan bagi orang-orang yang beriman (Ibn Athiyyah, Jil.4: ). Dalam konteks makna ini, PW dan PP Muhammadiyah menyimpulkan maksud dan pengertian QS. Al-Nur ayat 3 yang, menurut mereka, hukum menikahi perempuan hamil di luar nikah (pezina) adalah boleh (Majlis Tarjih: 147). Namun demikian, menurut mereka, harus dibedakan antara (a) menikah

9 83 dengan pria yang menghamili perempuan pezina tersebut dan (b) menikah dengan pria lain yang tidak menghamilinya. Terkait dengan masalah (a) para ulama sepakat bahwa perempuan yang hamil di luar nikah (akibat zina) boleh dinikahi oleh pria yang menikahinya, persis sebagaimana pengertian eksplisit QS. Al-Nur ayat 3 di atas. Namun demikian, sebaliknya dalam konteks masalah (b) para ulama berselisih pendapat, yakni: terdapat pendapat yang berpandangan tidak boleh (tidak sah) dan terdapat ulama yang berpendapat boleh (sah) (Wahbah, Jil. VII: 148). Intisari persoalan ini terdapat dalam frase dzalika di akhir ayat. b. HR. Abu Dawud yang berbunyi : ال يحم المرئ يؤمه ثباهلل وانيىو االخر ان يسقي مبءه زرع غيره )رواه اثى داود( tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (maninya) ke ladang orang lain (Sunan Abu Dawud, Juz II:425). Konteks hadis riwayat Abu Dawud di atas (keharaman berhubungan badan dengan perempuan hamil) adalah dalam konteks pernikahan yang legal dalam pandangan agama. c. Perempuan yang hamil di luar nikah akibat zina tidak memiliki masa iddah (melahirkan). Sebagai konsekuensinya, perempuan tersebut boleh menikah dan atau dinikahi tanpa harus menunggu masa iddah berakhir (melahirkan bayi yang dikandung), dan hanya diperbolehkan melakukan hubungan seksual setelah akad pernikahan. Dasar argumentasi PW dan PP Muhammadiyah ini disandarkan pada pendapat dari Imam Hanafi dan Imam Syafi I yang berpendapat bahwa pernikahan

10 84 perempuan yang hamil di luar nikah adalah sah (boleh) tapi tidak boleh digauli hingga ia melahirkan dengan alasan perempuan tersebut tidak memiliki masa iddah (Al-Syafi I, Jil: II: 6). Intisari persoalan ini terdapat dalam masalah iddah. Dalam arti, apakah perempuan yang hamil di luar nikah tersebut memiliki masa iddah atau tidak? Untuk itu perlu dijelaskan tentang pengertian iddah itu sendiri sebelum melangkah lebih jauh pada pembahasan-pembahasan selanjutnya. Menurut pengertian bahasa (etimologi), iddah berarti hitungan karena ia mengandung jumlah qur u atau bulan (Wahbah Zuhayli, Jil.7: 624). Secara istilah, menurut pendapat mayoritas ulama, iddah berarti masa waktu tertentu untuk mengetahui kekosongan rahim isteri dari efek pernikahan (seperti hamil) (Wahbah Zuhayli, Jil.7: 625). Dalam konteks iddah ini, perempuan hamil di luar nikah, menurut pendapat PW dan PP Muhammadiyah yang menukil pendapat imam Hanafi dan imam al- Syafi I, tidak termasuk dalam kategori perempuan yang memiliki masa iddah. Menurut penulis ini dapat dibenarkan. Namun demikian, pada bagian lain dalam kitab Al-Risalah, imam al-syafi I berpendapat bahwa masa iddah ditentukan oleh jimak (ishabah masis) yang dalam konteks ini terjadi dalam pernikahan yang sah. (Al-Syafi I, Jil.6: 545). Dengan demikian, jika benar, terjadi kerancuan pendapat dan hal ini yang perlu diteliti lebih lanjut. Atas dasar ini, dasar pandangan Majlis Tarjih PW Muhammadiyah tidak kuat.

11 85 d. Nilai-nilai universal dalam hukum Islam mengenai pernikahan yang berdasarkan pada maksud-maksud agama (maqashid syari ah), yakni, salah satunya, melindungi keturunan (hifdz al-nasab). Dasar pandangan Majlis Muhammadiyah pada poin (e) ini mungkin masuk akal, namun, jika diteliti lebih jauh, justru mengandung cacat dan kelemahan, antara lain: (i) siapakah yang diperbolehkan menikahi perempuan yang hamil di luar nikah akibat zina tersebut: apakah pria yang menghamilinya atau pria lain yang tidak menghamilinya. Problem ini yang pertama harus diperjelas terlebih dahulu agar tidak terjadi kerancuan. Karena problem ini menyangkut pada masalah (ii), yakni: kepada siapa bayi yang dikandung perempuan tersebut dinasabkan. e. Untuk mendapatkan kepastian hukum bagi anak yang dikandung. Poin (f) ini bersifat masuk akal karena bayi yang dikandung harus memiliki hak untuk mendapatkan kepastikan hukum dan ia diperoleh melalui pernikahan yang sah baik secara agama maupun secara hukum. Dalam konteks ini, penulis sepakat. Namun demikian, kepada siapa pada bayi tersebut dinisbatkan: pria yang menghamili perempuan tersebut ataukan pria lain yang tidak menghamilinya. f. Untuk mengurangi beban psikologis anak/bayi yang akan lahir tanpa ayah. g. Untuk melindungi hak anak dalam memperoleh perwalian, pengasuhan dan pewarisan dari pria yang menjadi ayahnya (yang berdasarkan dan disesuaikan pada nasab dan keturunan). Kaidah fikih madlarat harus dihilangkan dan apabila ada 2 (dua) madlarat, maka yang dipilih adalah madlarat yang beresiko paling ringan.

12 86 2. Dasar-dasar fatwa hukum PW Muhammadiyah mengenai kebolehan menikahi perempuan hamil di luar nikah (akibat zina) TANPA syarat, antara lain: a. Perempuan hamil tersebut memiliki masa iddah, yakni sampai melahirkan. Dasar pandangan Majlis Tarjih PW dan PP Muhammadiyah ini disandarkan pada pendapat imam Hanbali yang bersepakat bahwa perempuan hamil memiliki masa iddah dikarenakan kriteria penentuan massa iddah terletak pada masalah persetubuhan (jimak, masis) (Al-Syafi I, Jil.5: 454). b. Perempuan hamil tersebut tidak boleh dikumpuli kecuali setelah ia melahirkan. Dasar pandangan kedua ini merupakan konsekuensi logis dari pandangan pertama yang ketika perempuan hamil di luar nikah akibat nikah tersebut memiliki massa iddah karena bersetubuh (meskipun hamil di luar nikah akibat zina), maka ia harus melaksanakannya, yakni: sampai melahirkan. Dalam konteks ini, hukum pernikahan perempuan hamil di luar nikah adalah sah dengan syarat, bukan tanpa persyaratan seperti pendapat PW dan PP Muhammadiyah, yakni: hingga perempuan yang hamil di luar nikah akibat zina tersebut melahirkan bayi yang dikandungnya. Setelah itu, ia diperbolehkan untuk dinikahi. c. QS. Al-Thalaq: 4 Dan perempuan-perempuan yang mengandung itu iddah mereka ialah hingga mereka melahirkan kandungan mereka (Sakho, 1992; 946).

13 87 Pengertian QS. Al-Thalaq ayat 4 ini adalah tentang massa iddah perempuan yang bimbang akan massa idah mereka, perempuan yang telah mengalami masa menopause (tidak haid) dan perempuan yang sedang hamil. Majlis Tarjih PW dan PP Muhammadiyah menyimpulkan kebolehan menikahi perempuan hamil di luar nikah akibat zina dengan perempuan yang hamil dalam QS. Al-Thalaq ayat 4 di atas. Padahal, konteks keduanya berbeda. Yang pertama penyebabnya adalah hamil di luar pernikahan secara agama dan yang kedua hamil di dalam pernikahan yang sah secara agama dan pemerintah. مه استعجم شيئب قجم اواوه عى قت ثحر مبوه fikih:.d Kaidah barangsiapa menyegerakan sesuatu sebelum waktunya, maka ia akan mendapatkan sangsi dengan tidak mendapatkannya (al-suyuti, 1970: 103) Dan انغبيه ال تجررانىسيهه اال ثب ندنيم tidak boleh menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan (Talqihul afham, juz 3:23) Secara langsung, dasar pandangan ini tidak berkaitan langsung dengan pokok pembahasan di atas. Jadi, berdasarkan analisis di atas, (1) Majlis Tarjih PW Muhammadiyah Jawa Tengah tidak konsisten dalam memberikan fatwa hukum (tawaqquf), padahal masyarakat umum sangat membutuhkan kepastian hukum, dan (2) kesimpulan akhir PP Muhammadiyah juga tidak konsisten dan fatwa mereka memiliki kesan eklektis yang sekadar mencampur baurkan satu opini dengan opini lain tanpa argumentasi kuat.

14 88 Dalam konteks Majlis Tarjih PW Muhammadiyah yang cenderung menyimpulkan kebolehan menikahi perempuan yang hamil di luar nikah karena zina dan kebolehan untuk berhubungan seksual setelah terjadi pernikahan meskipun perempuan tersebut belum melahirkan dengan syarat perempuan tersebut bertaubat terlebih dahulu, penulis menganalisis bahwa pandangan Majlis Tarjih PW Muhammadiyah memiliki kesan eklektis, sekadar mencocokkan pandangan yang sesuai dan masuk akan menurut pandangan mereka tanpa dasar argumentasi yang kuat. Padahal, menurut analisis peneliti, pokok persoalan utama tidak sekadar mengenai hukum menikahi perempuan yang hamil di luar nikah akibat zina, namun lebih dari itu. Dalam arti, siapakah yang boleh menikahi perempuan yang hamil di luar nikah akibat zina tersebut: apakah pria yang telah menghamili perempuan di luar nikah tersebut atau pria lain yang tidak menghamilinya? Apakah perempuan tersebut memiliki masa iddah atau tidak? Apakah pernikahan tersebut dilakukan sebelum atau sesudah melahirkan? Dan lain-lain. Mengenai pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas, Majelis Tarjih kurang memberikan perhatian khusus, khususnya mengenai masalah iddah, karena iddah menjadi pokok persoalan. Peneliti sepakat dengan kesimpulan (fatwa) hukum Majlis Tarjih PW dan PP Muhammadiyah, bahwa perempuan yang hamil di luar nikah akibat zina boleh untuk dinikahi baik oleh pria yang menghamilinya maupun pria lain yang tidak menghamilinya (Al-Syafi I, Jil.5: 454). Namun demikian, dalam konteks apakah pernikahan tersebut dilangsungkan sebelum dan sesudah melahirkan, dan

15 89 kebolehan untuk berhubungan seksual setelah pernikahan meskipun perempuan tersebut belum menikah, penulis tidak sepakat karena persoalan-persoalan ini berhubungan dengan masa iddah. Dalam arti, kriteria pokok perempuan tersebut memiliki iddah atau tidaknya terdapat dalam persetubuhan (jimak). Ketika perempuan tersebut sudah disetubuhi (baik di dalam maupun di luar pernikahan akibat zina), maka, secara otomatis, hukum iddah juga dikenakan pada perempuan tersebut. Dalam arti, perempuan yang hamil di luar pernikahan akibat zina tersebut HANYA boleh dinikahi setelah perempuan tersebut mengakhiri masa iddah (yakni: hingga melahirkan bayi yang dikandungnya). Konsekuensi logis persoalan ini (pernikahan yang HANYA boleh dilangsungkan setelah masa iddah berakhir), adalah juga diperbolehkan untuk bersetubuh, tidak seperti kesimpulan (fatwa) hukum PP dan PW Muhammadiyah. Jadi hal ini berbeda dengan pasal 53 KHI ayat 2 yang menyebutkan dapat melangsungkan penikahan tanpa menunggu terlebih dahulu kelahiran anak. Peneliti menganalisis alasan lain kelompok mayoritas yang membolehkan nikah hamil akibat zina tanpa syarat bahwa tidak ada nas (al-qur an dan hadis) yang melarangnya, atau dengan kata lain bahwa wanita hamil tidak termasuk dalam kategori wanita yang terhalang seorang laki-laki menikahinya (QS. An- Nisa ayat 22-24). Mengenai kebolehan menikahi wanita hamil akibat zina menurut kelompok mayoritas melihat fenomena di masyarakat Indonesia sedikit banyak beranjak dari pendekatan kompromistis dengan hukum adat yang telah tumbuh subur berkembang sebagai norma adat dan kebiasaan masyarakat

16 90 Indonesia yaitu laki-laki yang menikahi wanita hamil akibat zina tersebut dianggap benar sebagai laki-laki yang menghamilinya (kecuali wanita tersebut mengingkarinya), dan pernikahan langsung dapat dilakukan tanpa menunggu kelahiran anak agar mempunyai hubungan darah dan hubungan hukum yang sah dengan laki-laki yang menikahinya tersebut sehingga asas maslahah mursalah lebih dominan. Asas sadd az-dzariyat lebih dominan menurut kelompok minoritas yaitu membolehkan menikahi wanita hamil akibat zina dengan syarat. Alasan lainnya agar ada efek malu / jera bagi pelaku dalam hal ini adalah wanita hamil akibat zina tersebut dan ada hukuman tegas bagi pelaku zina tersebut baik laki-laki yang menghamilinya atau wanita hamil akibat zina tersebut, seperti dijilid (ghoiru muhson), diasingkan, dirajam (muhson), pemecatan dari pekerjaan atau jabatan, pencabutan dari hak-hak tertentu. Dari semua bentuk hukuman di atas berprinsip pembelajaran (edukasi) agar tidak terulang kembali pelanggaran perbuatan zina tersebut baik bagi pelaku atau bakal pelaku (general prevention & special prevention). Perlu adanya pasal khusus dalam hukum positif Indonesia terkait dengan masalah atau hukuman bagi pelaku zina tersebut.

17 91

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA Pertanyaan Dari: Hamba Allah, di Jawa Tengah, nama dan alamat diketahui redaksi (Disidangkan pada hari Jum at, 20 Syakban 1432 H / 22 Juli 2011 M) Pertanyaan:

Lebih terperinci

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap pandangan mazhab Maliki dan mazhab Syafi i tentang menikahkan wanita hamil karena zina, maka penyusun dapat menarik

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ Manhaj yang digunakan tiap organisasi keagamaan pada dasarnya adalah sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang cenderung menggunkan metode

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

MAHRAM. Pertanyaan: Jawaban:

MAHRAM. Pertanyaan: Jawaban: MAHRAM Pertanyaan Dari: Mirman Lasyahouza Dafinsyu, syahboy93@gmail.com, SMA Muhammadiyah Bangkinang (disidangkan pada hari Jum at, 9 Jumadilakhir 1432 H / 13 Mei 2011 M) Pertanyaan: Assalamu alaikum w.w.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI A. Analisis Pernikahan wanita hamil oleh selain yang menghamili di Desa Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE ISTINBAT HUKUM DAN PANDANGAN TOKOH PW MUHAMMADIYAH JAWA TENGAH TERHADAP KEPUTUSAN MAJELIS TARJIH & TAJDID PW MUHAMMADIYAH JAWA TENGAH

BAB III METODE ISTINBAT HUKUM DAN PANDANGAN TOKOH PW MUHAMMADIYAH JAWA TENGAH TERHADAP KEPUTUSAN MAJELIS TARJIH & TAJDID PW MUHAMMADIYAH JAWA TENGAH BAB III METODE ISTINBAT HUKUM DAN PANDANGAN TOKOH PW MUHAMMADIYAH JAWA TENGAH TERHADAP KEPUTUSAN MAJELIS TARJIH & TAJDID PW MUHAMMADIYAH JAWA TENGAH A. Seputar Majelis Tarjih dan Tajdid PW Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Hukum Islam terhadap Latar Belakang Pelarangan

Lebih terperinci

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Nasab Anak Hasil Hubungan Seksual Sedarah Dalam Perspektif Hukum Islam Pada bab dua telah banyak

Lebih terperinci

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu?

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu? "kemal pasa", k_pasa03@yahoo.com Pertanyaan : Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu? Jawaban : Tidak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH 59 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH A. Analisis terhadap Peran USG terhadap Iddah Tidak sedikit ulama yang mencoba mendefinisikan atau mencari alasan pemberlakuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG A. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Malang dalam Penolakan Izin Poligami

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD A. Analisis Persamaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Status Perkawinan Karena Murtad Dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015 PA.Prob Menurut

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin

BAB V PENUTUP. A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin 72 BAB V PENUTUP A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN A. Analisis Latar Belakang Terjadinya Pernikahan Sirri Seorang Istri yang Masih dalam Proses

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL 57 BAB IV ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL A. Analisis Dasar Hukum Majelis Hakim dalam Menetapkan Penolakan Permohonan Dispensasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia,

Lebih terperinci

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI YANG HARAM UNTUK DINIKAHI حفظه هللا Ustadz Kholid Syamhudi, Lc Publication : 1437 H_2016 M RINGHASAN FIKIH ISLAM: Yang Haram Untuk Dinikahi حفظه هللا Oleh : Ustadz Kholid Syamhudi Disalin dari web Beliau

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah menguraikan tentang pembahasan dan analisis sesuai dengan memperhatikan pokok-pokok permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, yang berjudul Pendapat Hakim Pengadilan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA. A. Analisis Data Terhadap Pendapat Ulama Muhammadiyah di Banjarmasin Tentang Hukum Kawin Hamil Karena Zina

BAB V ANALISIS DATA. A. Analisis Data Terhadap Pendapat Ulama Muhammadiyah di Banjarmasin Tentang Hukum Kawin Hamil Karena Zina BAB V ANALISIS DATA A. Analisis Data Terhadap Pendapat Ulama Muhammadiyah di Banjarmasin Tentang Hukum Kawin Hamil Karena Zina Responden yang pertama dan responden ketiga dari Muhammadiyah, yaitu Tajuddin

Lebih terperinci

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: APAKAH ITU MAHRAM Beberapa waktu yang lalu di berita salah satu televisi swasta nasional menayangkan kontak pemirsa. Di sana ada penelpon yang menyebutkan tentang kegeli-annya terhadap tingkah pejabat-pejabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring waktu berjalan, dunia semakin berkembang dari zaman klasik menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan zaman di mana terdapat begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN A. Pembatalan Perkawinan 1. Pengertian pembatalan perkawinan Yaitu perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

MENTELU DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN LAMONGAN

MENTELU DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN LAMONGAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH MENTELU DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN LAMONGAN KECAMATAN LAMONGAN KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR A. Analisis Hukum Islam Terhadap Alasan Larangan Nikah

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENOLAKAN PETUGAS KUA ATAS WALI NIKAH MEMPELAI HASIL HUBUNGAN DI LUAR NIKAH

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENOLAKAN PETUGAS KUA ATAS WALI NIKAH MEMPELAI HASIL HUBUNGAN DI LUAR NIKAH 0 TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENOLAKAN PETUGAS KUA ATAS WALI NIKAH MEMPELAI HASIL HUBUNGAN DI LUAR NIKAH ( Studi Kasus di KUA Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011-2013) SKRIPSI Disusun Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpasang-pasangan merupakan sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1 Firmah Allah SWT dalam

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN JILU DI DESA DELING KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN JILU DI DESA DELING KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO 69 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN JILU DI DESA DELING KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO A. Pandangan Masyarakat Terhadap Larangan Perkawinan Jilu di Desa Deling Kecamaatan

Lebih terperinci

PERKAWINAN WANITA HAMIL DILUAR NIKAH SERTA AKIBAT HUKUMNYA PERSPEKTIF FIKIH DAN HUKUM POSITIF Oleh. Wahyu Wibisana

PERKAWINAN WANITA HAMIL DILUAR NIKAH SERTA AKIBAT HUKUMNYA PERSPEKTIF FIKIH DAN HUKUM POSITIF Oleh. Wahyu Wibisana PERKAWINAN WANITA HAMIL DILUAR NIKAH SERTA AKIBAT HUKUMNYA PERSPEKTIF FIKIH DAN HUKUM POSITIF Oleh. Wahyu Wibisana Abstrak Fenomena saat ini, banyak wanita hamil karena zina yang salah satu faktornya dikarenakan

Lebih terperinci

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada untuk dapat terjadinya suatu perkawinan. Rukun perkawinan terdiri dari calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi

Lebih terperinci

BAB IV HUKUM HAKIM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM DISPENSASI NIKAH BAGI WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH. Dispensasi Nikah Bagi Wanita Hamil Diluar Nikah

BAB IV HUKUM HAKIM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM DISPENSASI NIKAH BAGI WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH. Dispensasi Nikah Bagi Wanita Hamil Diluar Nikah BAB IV ANALISIS MASLAHAH MURSALAH TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM DISPENSASI NIKAH BAGI WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH A. Analisis Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama

Lebih terperinci

Siapakah Mahrammu? Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

Siapakah Mahrammu? Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain Siapakah Mahrammu? Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan. Lihat Ahkam An-Nazhar Ila

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama 54 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pernikahan poligami hanya terbatas empat orang isteri karena telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal

Lebih terperinci

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Oleh: Nasrullah, S.H., S.Ag., MCL. Tempat : Balai Pedukuhan Ngaglik, Ngeposari, Semanu, Gunungkidul 29 Agustus 2017 Pendahuluan Tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan KUA Melaksanakan Pernikahan dengan Menggunakan Taukil Wali Nikah via Telepon Setelah mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM 40 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM Eksistensi perwalian dalam Islam memiliki dasar hukum yang sangat jelas dan kuat. Hal ini dapat dipahami sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 98 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian yang penulis paparkan dapat disimpulkan: 1. Konsep batasan usia perkawinan menurut Fiqh dan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974. a. Konsep batasan usia perkawinan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KASUS KAWIN HAMIL DI LUAR NIKAH DI DESA MANGKUJAYAN MENURUT KHI

PENYELESAIAN KASUS KAWIN HAMIL DI LUAR NIKAH DI DESA MANGKUJAYAN MENURUT KHI PENYELESAIAN KASUS KAWIN HAMIL DI LUAR NIKAH DI DESA MANGKUJAYAN MENURUT KHI SKRIPSI Oleh: TRI HARNI NIM. 241 042 034 Pembimbing I Drs. H. A. RODLI MAKMUN, M. Ag. Pembimbing II AJAT SUDRAJAT, M.Ag. Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga yang islami, yakni rumah tangga yang berjalan di atas

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga yang islami, yakni rumah tangga yang berjalan di atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menetapkan pernikahan sebagai wahana untuk membangun rumah tangga yang islami, yakni rumah tangga yang berjalan di atas tuntutan agama dan dengan pernikahanlah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH 65 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan Kebolehan Pendaftaran Pencatatan Perkawinan pada Masa Iddah Sha@ri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai salah satu asas hidup yang utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna bahkan Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV. A. Pendapat Tokoh Agama Tentang Pernikahan Ayah dengan Anak Tiri Dusun Balongrejo Desa Badas Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang

BAB IV. A. Pendapat Tokoh Agama Tentang Pernikahan Ayah dengan Anak Tiri Dusun Balongrejo Desa Badas Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENDAPAT TOKOH AGAMA TENTANG PERNIKAHAN AYAH DENGAN ANAK TIRI DI DUSUN BALONGREJO DESA BADAS KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG A. Pendapat Tokoh Agama Tentang Pernikahan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN IZIN POLIGAMI TANPA ADANYA SYARAT ALTERNATIF PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KOTA MALANG NO. 913/Pdt.P/2003/PA.Mlg A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Dari Penelitian yang penulis lakukan dilapangan 8 (delapan) orang responden. 1) Nama : KH.

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Dari Penelitian yang penulis lakukan dilapangan 8 (delapan) orang responden. 1) Nama : KH. BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Menjelaskan Persepsi Ulama Dari Penelitian yang penulis lakukan dilapangan 8 (delapan) orang responden. 1. Deskripsi Satu a. Identitas Responden 1) Nama : KH.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pernikahan merupakan suatu sarana yang membolehkan hubungan antara laki-laki dan perempuan, dengan adanya hubungan tersebut maka akan terjalin rasa kasih sayang, mendapatkan

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

dengan amanat pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan tersebut menyatakan bahwa

dengan amanat pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan tersebut menyatakan bahwa 53 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG IKRAR TALAK BAGI SUAMI ISTRI PASCA PUTUSAN BERKEKUATAN HUKUM TETAP Ketika tidak ada peraturan yang tegas mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kedudukan mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling berhubungan antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA PENDAPAT MAŻHAB ANAK LUAR NIKAH

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA PENDAPAT MAŻHAB ANAK LUAR NIKAH BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA PENDAPAT MAŻHAB SYAFI I DAN MAŻHAB HANAFI TENTANG STATUS DAN HAK ANAK LUAR NIKAH A. Analisis Status dan Hak Anak Luar Nikah menurut Mażhab Syafi i dan Mażhab Hanafi

Lebih terperinci

MBAREP DI DESA KETEGAN KECAMATAN TANGGULANGIN

MBAREP DI DESA KETEGAN KECAMATAN TANGGULANGIN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH ANAK PODO MBAREP DI DESA KETEGAN KECAMATAN TANGGULANGIN KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Terhadap Tradisi Larangan Nikah Anak Podo Mbarep Masyarakat desa

Lebih terperinci

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN MAJELIS HAKIM DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO NO. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda A. Analisis Yuridis Pertimbangan Dan Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ini. Salah satu jalan dalam mengarungi kehidupan adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ini. Salah satu jalan dalam mengarungi kehidupan adalah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri, yang membutuhkan orang lain dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.

Lebih terperinci

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam Kompetensi Dasar : Pernikahan dalam Islam ( Hukum, hikmah dan ketentuan Nikah) Kelas : XII (duabelas ) Program : IPA IPS I. Pilihlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

CONTOH IJTIHAD DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

CONTOH IJTIHAD DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI CONTOH IJTIHAD DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Agama Islam Nama : Wuri Utami Kelas : X IPA 6 No. Absen : 34 SMA NEGERI 3 BANDUNG 2014 1. Menyambung Rambut Mazhab Maliki

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah

Lebih terperinci

1 Team Media, Kompilasi Hukum Islam, Surabaya: Arkola, h Huzaimah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, Ghalia Indonesia,2010,h.

1 Team Media, Kompilasi Hukum Islam, Surabaya: Arkola, h Huzaimah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, Ghalia Indonesia,2010,h. BAB IV ANALISIS PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA KENDAL TENTANG PENOLAKAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA YANG SUDAH DIHAMILI TERKAIT PASAL 53 KOMPILASI HUKUM ISLAM A. Analisis Pendapat Serta Alasan Hakim

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP METODE IJAB QABUL PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN

BAB IV ANALISIS TERHADAP METODE IJAB QABUL PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN 61 BAB IV ANALISIS TERHADAP METODE IJAB QABUL PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN Analisis Hukum Islam Terhadap Metode Ijab Qabul Pada Masyarakat Suku Samin di Desa Kutukan Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERENCANAAN KELUARGA MENURUT FIQH

KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERENCANAAN KELUARGA MENURUT FIQH KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERENCANAAN KELUARGA MENURUT FIQH Oleh Tgk. Muslim Ibrahim 1 Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hayyie Al-Kattani dkk, Jilid IX, Gema Insani, Jakarta, 2011, hlm.39

BAB I PENDAHULUAN. Hayyie Al-Kattani dkk, Jilid IX, Gema Insani, Jakarta, 2011, hlm.39 BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Demi memudahkan pemahaman tentang skripsi ini agar tidak menimbulkan kekeliruan dan kesalahpahaman dalam memahami skripsi ini, maka terlebih dahulu akan di uraikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAKAN WALI MUJBIR MENIKAHKAN WANITA HAMIL KARENA ZINA DENGAN PRIA YANG TIDAK MENGHAMILI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAKAN WALI MUJBIR MENIKAHKAN WANITA HAMIL KARENA ZINA DENGAN PRIA YANG TIDAK MENGHAMILI 77 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAKAN WALI MUJBIR MENIKAHKAN WANITA HAMIL KARENA ZINA DENGAN PRIA YANG TIDAK MENGHAMILI A. Analisis Hasil Penelitian Kasus Terhadap Tindakan Wali Mujbir Menikahkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sanksi hukum bagi seorang ayah melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak kandungnya, berdasarkan ketentuan hukum positif di Indonesia, ia dapat dijerat dengan pasal-pasal

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. pemaparan data sebagai hasil penelitian melalui wawancara langsung dengan para

BAB V PEMBAHASAN. pemaparan data sebagai hasil penelitian melalui wawancara langsung dengan para BAB V PEMBAHASAN Pada bagian ini penulis memaparkan jawaban dari permasalahan yang terdapat pada bagian rumusan masalah sebagaimana tertuang dalam bagian pemaparan data sebagai hasil penelitian melalui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kasus Posisi Sebelum menjelaskan mengenai kasus posisi pada putusan perkara Nomor 321/Pdt.G/2011/PA.Yk., penulis akan memaparkan jumlah perkara poligami yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya BAB IV ANALISIS A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya Mahar merupakan kewajiban oleh suami terhadap istri yang harus diberikan baik dalam atau setelah dilakukan akad nikah.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI A. Analisis Perhitungan Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN 55 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN A. Analisis Tentang Praktik Penjatuhan Talak Seorang Suami Melalui

Lebih terperinci

SIAPAKAH MAHRAMMU? 1

SIAPAKAH MAHRAMMU? 1 SIAPAKAH MAHRAM KITA SIAPAKAH MAHRAMMU? 1 Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan. 2 Adapun ketentuan siapa yang mahram

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI HUKUM TENTANG KEJAHATAN TERHDAP ASAL-USUL PERNIKHAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI HUKUM TENTANG KEJAHATAN TERHDAP ASAL-USUL PERNIKHAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) 65 BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI HUKUM TENTANG KEJAHATAN TERHDAP ASAL-USUL PERNIKHAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) A. Analisis Ketentuan Hukum Pasal 279 tentang kejahatan

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI PROSES KLONING. A. Kedudukan Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Kloning

BAB III KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI PROSES KLONING. A. Kedudukan Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Kloning BAB III KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI PROSES KLONING A. Kedudukan Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Kloning Penerapan kloning pada manusia mendapat tanggapan yang beragam dari berbagai kalangan,

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh *) Abstrak Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ikatan perkawinan ini, menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB IV PERNIKAHAN BAPAK TIRI DENGAN ANAK TIRI BA DA AL- A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bapak Tiri Yang Menikahi Anak Tiri Ba da

BAB IV PERNIKAHAN BAPAK TIRI DENGAN ANAK TIRI BA DA AL- A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bapak Tiri Yang Menikahi Anak Tiri Ba da 58 BAB IV PERNIKAHAN BAPAK TIRI DENGAN ANAK TIRI BA DA AL- DUKHUL DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bapak Tiri Yang Menikahi Anak Tiri Ba da al-dukhul di Desa Sepulu Syariat

Lebih terperinci

BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar

BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar 29 BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR A. Pengertian Ijbar Ijbar berarti paksaan, 1 yaitu memaksakan sesuatu dan mewajibkan melakukan sesuatu. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN DUA SAUDARA KANDUNG PADA TAHUN YANG DI DESA PARADO KECAMATAN PARADO KABUPATEN BIMA

BAB IV ANALISIS TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN DUA SAUDARA KANDUNG PADA TAHUN YANG DI DESA PARADO KECAMATAN PARADO KABUPATEN BIMA 66 BAB IV ANALISIS TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN DUA SAUDARA KANDUNG PADA TAHUN YANG DI DESA PARADO KECAMATAN PARADO KABUPATEN BIMA A. Analisis Terhadap Faktor Faktor Yang Mendasari Adanya Tradisi

Lebih terperinci

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia Di Indonesia, secara yuridis formal, perkawinan di Indonesia diatur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. - Putusan perkara perdata Nomor : 216/Pdt.G/1996?PA.YK. Pengadilan Agama Yogyakarta adalah:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. - Putusan perkara perdata Nomor : 216/Pdt.G/1996?PA.YK. Pengadilan Agama Yogyakarta adalah: 59 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian Berikut ini adalah kasus mengenai pembatalan perkawinan akibat perkawinan sedarah (Incest) : - Putusan perkara perdata Nomor : 216/Pdt.G/1996?PA.YK

Lebih terperinci

PROSES AKAD NIKAH. Publication : 1437 H_2016 M. Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M

PROSES AKAD NIKAH. Publication : 1437 H_2016 M. Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M PROSES AKAD NIKAH حفظه هللا Ustadz Abu Bilal Juli Dermawan Publication : 1437 H_2016 M PROSES AKAD NIKAH حفظه هللا Oleh : Ustadz Abu Bilal Juli Dermawan Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa dalam Islam, pernikahan adalah merupakan bentuk ibadah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diberi kodrat oleh Allah untuk hidup berpasang-pasangan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diberi kodrat oleh Allah untuk hidup berpasang-pasangan sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberi kodrat oleh Allah untuk hidup berpasang-pasangan sesuai dengan tuntunan agama. Dengan adanya kodrat pada diri manusia tersebut maka bukan tidak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis tentang Ketentuan Aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

BAB IV. A. Analisis tentang Ketentuan Aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 58 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ABORSI DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DAN RELASINYA DALAM MEMBINA KEUTUHAN RUMAH TANGGA A. Analisis tentang Ketentuan Aborsi dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganjurkan manusia untuk hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menganjurkan manusia untuk hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan yang terinstitusi dalam satu lembaga yang kokoh, dan diakui baik secara agama maupun

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB IV. terjadinya, secara garis besar fasakh dapat dibagi menjadi 2 sebab, yaitu:

BAB IV. terjadinya, secara garis besar fasakh dapat dibagi menjadi 2 sebab, yaitu: 67 BAB IV ANALISIS PEMBATALAN NIKAH KARENA SAKIT JIWA MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM, DAN ATURAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM YANG BERKAITAN DENGAN PEMBATALAN NIKAH. A. Analisis Pembatalan Nikah Menurut

Lebih terperinci

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan Usia Dini 1. Pengertian Perkawinan Usia Dini Menurut Ali Akbar dalam Rouf (2002) untuk menentukan seseorang melaksanakan kawin usia dini dapat dilihat dari sudut

Lebih terperinci

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR: SYARIAH - MUNAKAHAT KOMPETENSI DASAR: Menganalisis ajaran Islam tentang perkawinan Menganalisis unsur-unsur yang berkaitan dengan ajaran perkawinan dalam agama Islam INDIKATOR: Mendeskripsikan ajaran Islam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS URF TERHADAP PEMBERIAN RUMAH KEPADA ANAK PEREMPUAN YANG AKAN MENIKAH DI DESA AENG PANAS KECAMATAN PRAGAAN KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS URF TERHADAP PEMBERIAN RUMAH KEPADA ANAK PEREMPUAN YANG AKAN MENIKAH DI DESA AENG PANAS KECAMATAN PRAGAAN KABUPATEN SUMENEP BAB IV ANALISIS URF TERHADAP PEMBERIAN RUMAH KEPADA ANAK PEREMPUAN YANG AKAN MENIKAH DI DESA AENG PANAS KECAMATAN PRAGAAN KABUPATEN SUMENEP Dalam melaksanakan pernikahan, manusia tidak terikat dan bebas

Lebih terperinci

BAB IV WALI NIKAH PEREMPUAN HASIL PERNIKAHAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Undang-undang perkawinan di Indonesia, adalah segala

BAB IV WALI NIKAH PEREMPUAN HASIL PERNIKAHAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Undang-undang perkawinan di Indonesia, adalah segala 75 BAB IV WALI NIKAH PEREMPUAN HASIL PERNIKAHAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Undang-undang perkawinan di Indonesia, adalah segala peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SIDOARJO TENTANG PERMOHONAN IZIN POLIGAMI (PEMBUKTIAN KEKURANGMAMPUAN ISTERI MELAYANI SUAMI) A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

ANALISIS PENETAPAN DAN PERTIMBANGAN HAKIM

ANALISIS PENETAPAN DAN PERTIMBANGAN HAKIM 66 BAB IV ANALISIS PENETAPAN DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM DISPENSASI PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH TENGAH TAHUN 2011 A. Penetapan dan Pertimbangan Hakim dalam Perkara Permohonan Dispensasi

Lebih terperinci